• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab VI - DOCRPIJM c77bebab41 BAB VIBAB 6 ASPEK TEKNIS RPI2 JM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Bab VI - DOCRPIJM c77bebab41 BAB VIBAB 6 ASPEK TEKNIS RPI2 JM"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

VI. 1

Bab VI

ASPEK TEKNIS PER SEKTOR

6.1 Pengembangan Permukiman

6.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Pengembangan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan pada

hakekatnya adalah untuk mewujudkan kondisi perkotaan dan perdesaan yang

layak huni ( livable ), aman, nyaman, damai dan sejahtera serta berkelanjutan.

Permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Pemerintah

wajib memberikan akses kepada masyarakat untuk dapat memperoleh

permukiman yang layak huni, sejahtera, berbudaya, dan berkeadilan sosial.

Pengembangan permukiman ini meliputi pengembangan prasarana dan

sarana dasar perkotaan, pengembangan permukiman yang terjangkau,

khususnya bagi masyarakat berenghasilan rendah, proses penyelenggaraan

lahan, pengembangan ekonomi kota, serta penciptaan sosial budaya di

perkotaan.

Perkembangan permukiman hendaknya juga mempertimbangkan

aspek-aspek sosial budaya masyarakat setempat, agar pengembangannya dapat

sesuai dengan kondisi masyarakat dan alam lingkungannya. Aspek sosial

budaya ini dapat meliputi desain, pola, dan struktur, serta bahan material yang

digunakan.

6.1.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

6.1.2.1 Permasalahan Pembangunan Kawasan Permukiman

6.1.2.1.1 Analisa Permasalahan

Permasalahan perumahan dan permukiman sangat kompleks sejalan

dengan pertumbuhan penduduk dan kegiatan aktifitas penduduk yang

semakin berkembang dan memerlukan penanganan yang serius oleh para

pelaku pembangunan. Kenyataan menunjukkan bahwa urusan perumahan

dan permukiman sering tumbuh sebagai sumber permasalahan bagi

(2)

VI. 2

Beberapa gambaran lebih jauh mengenai permasalahan yang berkaitan

dengan perumahan dan permukiman di Kota Kotabumi dan Bukit Kemuning

tersebut diantaranya :

1. Perkembangan perumahan dan permukiman cenderung mengikuti pola

jaringan jalan utama kota ( linear ) yang mengakibatkan penumpukan

aktifitas pada jalur-jalur utama kota sehingga berdampak pula terhadap

kelancaran arus lalu lintas pada ruas jalan yang bersangkutan.

2. Belum terorganisasinya perencanaan / pemrograman pembangunan

perumahan dan permukiman yang dapat saling mengisi antara

ketersediaan sumberdaya pembangunan dan kebutuhan yang

berkembang di masyarakat.

3. Keterbatasan tingkat pelayanan kota (sarana, prasarana dan fasilitas

umum). Tuntutan akan pelayanan prasarana dan sarana kota semakin

dirasakan terutama dalam pelayanan transportasi kota (sarana dan

prasarana angkutan umum, kapasitas jalan dll), air bersih dan sanitasi,

drainase dan pengendalian banjir, sampah, telekomunikasi dan fasilitas

publik (pertamanan, ruang terbuka, rekreasi dll)

4. Keterbatasan sumberdaya (dana) bagi golongan berpenghasilan rendah

dan sangat rendah bahkan kerap tidak mampu mengadakan rumah sendiri

terlebih dalam bentuk yang memenuhi kriteria layak huni.

6.1.2.2 Permasalahan Kebutuhan Perumahan dan Ketersediaan Lahan

Ketersediaan lahan bagi perumahan pada daerah masih dapat

menggunakan konsep pengembangan kawasan permukiman secara

horisontal. Hal ini tentunya akan meningkatkan persaingan dalam hal

kepemilikan lahan permukiman. Adanya persaingan ini berkembang menjadi

suatu keinginan untuk melakukan penguasaan lahan berskala besar yang

bertujuan untuk kepentingan dan keuntungan perseorangan. Selain itu pula

terdapat beberapa penguasaan lahan untuk aktifitas produktifitas yang

(3)

VI. 3

berakibat tingginya pajak bagi pemilik lahan permukiman dan berkurangnya

lahan strategis bagi kegiatan produktifitas tinggi yang berimbas pada

pendapatan daerah.

Dari pola pemanfaatan ruang yang ada permukiman di Kota Kotabumi dan

Bukit Kemuning penyebarannya masih mengikuti pola jaringan jalan yang

ada. Hal ini mengakibatkan adanya tingkat kepadatan bangunan yang lebih

tinggi pada daerah sekitar ruas jalan utama dibandingkan dengan

daerah-daerah yang berada jauh dari ruas jalan utama. Hal ini tidak dapat dihindari

karena prasarana jaringan jalan merupakan suatu faktor pendukung

pemintaan lokasi perumahan ataupun kegiatan penduduk lainnya.

Pada masa mendatang diharapkan adanya penyebaran lokasi-lokasi

perumahan ke arah jauh dari ruas jalan utama. Usaha penyebaran ini

tentunya harus didukung dengan pengadaan prasarana sarana dasar

permukiman yang nantinya dapat menjadi faktor penarik bagi penduduk

untuk bertempat tingal pada daerah tersebut. Pemenuhan kebutuhan

perumahan di Kota Kotabumi dan Bukit Kemuning relatif cukup baik, hal ini

dapat dilihat dari tingkat pemenuhan kebutuhan perumahan yang telah

mencapai angka 85%.

6.1.2.3 Permasalahan Prasarana Sarana Dasar

Prasarana dan sarana dasar merupakan hal yang mutlak bagi lingkungan

perumahan. Keberadaan prasarana dan sarana dasar di Kota Kotabumi dan

Bukit Kemuning masih belum mampu untuk mendukung pertambahan jumlah

penduduk dan pertumbuhan fisik dan fungsional kota. Keadaan yang paling

mencolok adalah kondisi drainase di lingkungan perumahan dan

permukiman Kota Kotabumi dan Bukit Kemuning. Drainase yang ada

sebagian besar berada dalam kondisi rusak atau terputus sehingga

diperlukan suatu usaha normalisasi dan peningkatan kapasitas saluran

drainase tersebut. Selain itu diperlukan juga pengintegrasian saluran

(4)

VI. 4

daerah sekitar kota saja, namun juga dialirkan pada badan-badan air yang

ada di Kota Kotabumi dan Bukit Kemuning .

Selain drainase skala pelayanan secara umum dari prasarana sarana dasar

lingkungan permukiman masih memadai. Jika keadaan ini terus berlangsung

tanpa adanya usaha peningkatan skala pelayanan prasarana sarana dasar

permukiman maka akan berakibat pada kemerosotan kualitas lingkungan

perkotaan.

6.1.2.4 Permasalahan Kelembagaan

Permasalahan kelembagaan dilingkungan perkotaan terutama yang

berkaitan dengan penyediaan perumahan dan permukiman adalah

kurangnya koordinasi antara perencanaan yang telah dibuat dengan

implementasi yang ada dilapangan. Selain itu pengawasan yang dilakukan

instansi yang berwenang masih belum efektif sehingga penyimpangan pada

daerah-daerah permukiman masih terjadi. Selain itu hal yang berkaitan

dengan penyediaan suatu perumahan sederhana sehat terlihat belum

menjadi prioritas bagi beberapa daerah dan belum terciptanya koordinasi

antar wilayah yang dapat menghasilkan keterpaduan rencana penyediaan

dan pelayanan prasarana sarana dasar antara wilayah kota – kabupaten.

6.1.3 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman

6.1.3.1 Analisis Kebutuhan Unit Rumah

Berdasarkan hasil proyeksi jumlah penduduk hingga tahun 2014 Kota

Kotabumi dan Bukit Kemuning dengan jumlah kepala keluarga sebesar

112.882 jiwa memerlukan 28.220 unit rumah.

Hal ini berkaitan dengan skenario yang mengarahkan pengembangan

kawasan permukiman kearah daerah kecamatan-kecamatan tersebut.

Pemenuhan kebutuhan unit rumah bagi keseluruhan keluarga di Kota

Kotabumi dan Bukit Kemuning diharapkan dapat terpenuhi pada akhir tahun

(5)

VI. 5

6.1.3.2 Analisis Kebutuhan Lahan Permukiman

Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya berdampak terhadap

peningkatan permintaan penduduk akan tempat tinggal. Permintaan tempat

tinggal ini tentunya dipengaruhi oleh ketersediaan lahan yang dapat

digunakan sebagai permukiman.

Sesuai dengan arahan pembangunan bahwa tempat yang layak bagi

permukiman memiliki persyaratan tertentu yang secara garis besar :

1. Tercantum dalam RTRW Kabupaten Lampung Utara

2. Bebas dari kendala ( banjir, gempa dsb )

3. Jauh dari daerah lindung ( Bantaran, Waduk dan Konservasi )

4. Memiliki PSD yang dapat mendukung kegiatan permukiman

Berdasarkan proyeksi kebutuhan unit rumah maka luasan lahan perumahan

yang diperlukan pada tahun 2014 di Kota Kotabumi dan Bukit Kemuning

sebesar 652 dengan kebutuhan lahan terbesar berada pada Kelurahan

Kotabumi Udik yaitu seluas 97 ha.

Kebutuhan bagi lahan perumahan Kota Kotabumi dan Bukit Kemuning pada

tahun 2014 baru mencapai 3,58 % dari keseluruhan luas wilayah Kota

Kotabumi dan Bukit Kemuning. Keadaan ini memperlihatkan bahwa daerah

pengembangan bagi kawasan perumahan permukiman di Kota Kotabumi

dan Bukit Kemuning mengalami suatu hambatan dari aspek ketersediaan

lahan.

6.1.3.3 Analisis Kebutuhan Investasi Prasarana Dasar Permukiman

Prasarana dan Sarana Dasar (PSD) lingkungan permukiman meliputi

penyediaan air bersih, sistem persampahan, drainase lingkungan dan jalan

lingkungan. Penyediaan PSD dan pelayanan PSD tersebut harus dapat

memenuhi dan melayani kebutuhan masyarakat diimbangi dengan

pengalokasian ruang bagi penempatan PSD tersebut. Untuk mengetahui

berapa besar kebutuhan PSD permukiman diperlukan suatu analisis standar

yang mengacu pada informasi produk pengaturan Departemen Pekerjaan

(6)

VI. 6

Berdasarkan pedoman tersebut kebutuhan ideal PSD sebagai berikut :

Keadaan jalan lingkungan menurut standar Departemen Pekerjaan Umum

memiliki panjang 46 – 60 m/Ha dengan lebar 2 – 5 m. Luas penggunaan

lahan bagi lingkungan perumahan pada tahun 2014 adalah 467,3 Ha.

Idealnya berdasarkan standar tersebut, Wilayah permukiman yang ada harus

memiliki panjang jalan 33 Km jalan lingkungan dengan asumsi setiap

hektarnya memerlukan 60 m jalan lingkungan. Berkembangnya permukiman

setiap tahunnya mengakibatkan bertambahnya pula kebutuhan akan jalan

lingkungan.

6.1.4 Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman

Penetapan Lokasi KASIBA / LISIBA

Menurut PP No. 80 Tahun 1999, Pengertian dari KASIBA dan LISIBA adalah

sebagai berikut :

 KASIBA ( Kawasan Siap Bangun ) adalah sebidang tanah yang fisiknya

telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan permukiman skala

besar yang terbagi dalam satu Lisiba atau lebih yang pelaksanaannya

dilakukan secara bertahap dengan lebih dahulu dilengkapi dengan jaringan

primer dan sekunder prasarana lingkungan sesuai dengan rencana tata

ruang lingkungan yang ditetapkan oleh kepala daerah dan memenuhi

persyaratan pembakuan pelayanan prasarana dan sarana lingkungan,

dengan persyaratan sebagai berikut :

- Lokasinya ditetapkan oleh masing - masing Pemerintah Kabupaten dan

Kota, dan memiliki kejelasan mengenai batas, luas serta status

kepemilikannya.

- Telah dilengkapi dengan jaringan prasarana primer dan sekunder

sesuai dengan RUTR yang ada (air bersih, listrik, persampahan).

- Terdiri atas satu atau lebih Lingkungan Siap Bangun ( LISIBA)

KASIBA ( Kawasan Siap Bangun ) merupakan salah satu program

(7)

VI. 7

dengan melibatkan potensi yang ada dimasyarakat. KASIBA bertujuan

untuk menghindari cara - cara membangun permukiman yang tidak

terkendali, boros, dan inefisien, serta untuk mengusahakan terciptanya

permukiman yang berkualitas dan yang dapat memberi kesempatan yang

lebih adil bagi semua warga untuk mendapatkan tempat bermukim.

Adapun sasaran dari program KASIBA ini adalah anggota masyarakat

berpenghasilan rendah (Kategori Miskin Produktif) yang berkeinginan untuk

membangun rumahnya sendiri tanpa melibatkan pihak pengembang

permukiman swasta maupun pemerintah ( mendorong partisipasi

masyarakat untuk membangun dan memenuhi kebutuhan rumahnya secara

mandiri ). Untuk memperoleh kapling siap bangun tersebut, masyarakat

dapat memanfaatkan fasilitas Kredit Pemilikan ( KP - KSB - BTN ) dengan

tingkat suku bunga yang relatif rendah, yaitu + 12% / tahun dengan uang

muka minimum 10% dari harga kapling.

Umumnya luas kapling siap bangun meliputi 54 m2, 60m2, hingga 72 m2.

Adapun fasilitas / prasarana permukiman meliputi jalan setapak konstruksi

sederhana (Lebar 2 m). Fasilitas MCK umum, dan warung / sarana

perdagangan lokal. Persyaratan lainnya, antara lain :

 Garis Sempadan Bangunan (GSB) 2 m dari jalan dan pembukaan atap

bangunan minimum 2 m2.

 Deretan kapling maksimum 60 m.

 Jarak pencapaian terjauh dari KSB ke jalan lingkungan maksimum 100

m.

Maksud dari dibatasi lebar jalan tersebut adalah agar tidak dapat dilalui

kendaraan roda empat, sehingga tidak menarik bagi golongan masyarakat

yang pada umumnya termasuk lapisan masyarakat diatas sasaran dari

program ini. Kemudian keberadaan sarana MCK umum adalah untuk

membantu masyarakat dalam tahap awal pembangunan rumah sebelum

adanya MCK sendiri di rumah masing - masing. Sedangkan untuk bahan

(8)

VI. 8

masyarakat, dimana diharapkan lambat laun dengan semakin baiknya

tingkat kesejahteraan masyarakat, maka rumah tersebut akan diperbaiki

oleh penghuninya secara bertahap dan swadaya menuju rumah yang

permanen.

 LISIBA (Lingkungan Siap Bangun) adalah sebidang tanah yang merupakan

bagian dari Kasiba ataupun berdiri sendiri yang telah dipersiapkan dan

dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain itu juga sesuai dengan

persyaratan, pembakuan tata lingkungan setempat, dengan persyaratan

sebagai berikut :

- Termasuk dalam lingkup wilayah dokumen. Perencanaan Rencana

Detail Tata Ruang (RDTR) / Blocking System

- Memiliki kejelasan batas fisik, status kepemilikan dan luas lahannya.

- Dilengkapi dengan jaringan prasarana sekunder sesuai dengan RUTR

kawasan induknya yang menyatu dengan jaringan prasarana primemya

 LISIBA Berdiri Sendiri adalah Lisiba yang bukan merupakan bagian dari

Kasiba, yang dikelilingi oleh lingkungan perumahan yang sudah terbangun

atau dikelilingi oleh kawasan dengan fungsi lain, namun berada dalam

kawasan permukiman yang telah ada atau dikelilingi oleh kawasan dengan

fungsi yang berbeda

Daya Tampung Kasiba dan Lisiba BS ( PP No. 80 tahun 1999 )

Jumlah rumah yang dapat ditampung antara lain :

Kasiba : minimal 3.000 unit rumah, maksimal 10.000 unit rumah

Lisiba : minimal 1.000 unit rumah, maksimal 3.000 unit rumah

Lisiba BS : minimal 1.000 unit rumah, maksimal 2.000 unit rumah

Penetapan Lokasi KASIBA / LISIBA Kota Kotabumi dan Bukit Kemunig

Penetapan KASIBA dan LISIBA di Kota Kotabumi dan Bukit Kemunig harus

disesuaikan dengan Kriteria Umum dan Kriteria Khusus Kawasan

Permukiman. Kriteria Umum Lokasi Kawasan Perumahan dan Permukiman

(9)

VI. 9

 Kriteria Umum Lokasi Kawasan Perumahan Permukiman

o Tercantum dalam RUTR Kota/Kabupaten

o Mudah diakses (dalam jangkauan jaringan prasarana sarana dasar,

utilitas dan angkutan umum)

o Memberikan manfaat bagi pemerintah kota seperti :

- menunjang housing stock

- membuka lapangan kerja bam

- tidak merusak keseimbangan ekologi dan pelestarian sumber

daya alam

 Kriteria Khusus Lokasi Kawasan Perumahan Permukiman

o Bagi pembangunan baru : tidak rawan bencana, terhubung dengan

layanan prasarana dan sarana dasar serta memiliki luas yang

memadai.

o Bagi Rumah Susun (Sewa/Milik) : terkait dengan reduksi kawasan

kumuh, menunjang penyediaan rumah layak terjangkau,

penanggulangan kejadian luar biasa.

Dasar pertimbangan perlunya pengembangan kawasan permukiman baru

di Kota Kotabumi dan Bukit Kemunig mengarah pada konsep KASIBA,

LISIBA , & LISIBA BS, antara lain :

 Belum optimalnya pemanfaatan lahan serta implementasi

pembangunan permukiman dari ijin - ijin lokasi yang diberikan kepada

pihak swasta sehingga menimbulkan munculnya lahan - lahan tidur

yang tidak produktif dan tidak kondusif bagi perkembangan tata ruang

kota mengingat lahan merupakan sumberdaya yang terbatas dan tidak

dapat diperbaharui

 Lahan peruntukkan untuk kawasan permukiman yang ada tidak

terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan menengah kebawah,

sehingga muncul beberapa lokasi permukiman yang potensial menjadi

kumuh serta telah menjadi kumuh dan cenderung merambah kawasan

(10)

VI. 10

 Biaya investasi pembangunan prasarana dan sarana dasar

permukiman berikut fasilitas umum dan sosial relatif besar sedangkan

kemampuan keuangan pemerintah kota dalam menyediakan dan

memenuhi kebutuhan masyarakat cukup terbatas sehingga diperlukan

adanya pengalokasi ruang bagi kawasan permukiman yang terpadu

dengan rencana pengembangan prasarana dan sarana dasar

permukiman tersebut

Pengembangan kawasan - kawasan permukiman baru disertai dengan

pengembangan pusat - pusat kegiatan Wilayah Kota Kotabumi dan Bukit

Kemuning, memiliki lahan yang luas bagi pengembangan perumahan

permukiman sehingga tidak sulit untuk menyediakan suatu lahan yang

luasnya mencukupi bagi pembangunan suatu Kawasan Siap Bangun

dengan Kapasitas 10.000 unit rumah. Selain itu juga ditetapkan suatu

Lingkungan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun Berdiri Sendiri

dengan kapasitas 1.000 - 3.000 unit rumah yang terletak pada daerah

perumahan yang telah ada sebelumnya.

Pembangunan Kawasan Perumahan Rakyat

Kawasan perumahan rakyat dibangun dalam bentuk Rumah Sederhana

Sehat / Rumah Inti yang berada pada wilayah pusat pertumbuhan dengan

intensitas bangunan yang relatif rendah. Kota Kotabumi dan Bukit

Kemuning merupakan daerah dengan intensitas bangunan yang tidak

terlalu tinggi sehingga tidak sulit untuk dilakukan pengadaan kawasan

perumahan rakyat. Kawasan perumahan rakyat ini dapat dibangun pada

kawasan pinggiran kota dimana intensitas bangunannya masih relatif

rendah. Topografi Kota Kotabumi dan Bukit Kemuning yang relatif datar

tidak menyebabkan hambatan dalam pemilihan lokasi bagi kawasan

perumahan rakyat ini. Rencana Kawasan Perumahan Rakyat ini juga telah

disesuaikan dengan adanya rencana Kawasan Berikat / Kawasan Ekonomi

Terpadu yang akan di bangun tepatnya di sebelah Timur Jalan Trans

(11)

VI. 11

Perumahan rakyat yang dibangun dalam bentuk Rumah Sederhana Sehat /

Rumah Inti diperuntukan bagi masyarakat yang termasuk dalam

segmentasi berpendapatan miskin ( Rp. 350.000 – Rp. 500.000 ), rawan

miskin ( Rp. 500.000 - Rp. 850.000 ) dan berpendapatan rendah (

Rp.850.000 – Rp1.300.000 ). Keberadaan Real Estate di Kota Kotabumi

dan Bukit Kemuning ditujukan bagi masyarakat dengan segmentase

pendapatan menengah - atas ( Rp. > 1.300.000 ).

Pembangunan Perumahan dengan Pendekatan Rumah Sederhana Sehat

(RSH)

Pengembangan perumahan permukiman dengan pendekatan Rs. Sehat

berdasarkan keadaan yang terjadi dilapangan mengenai pemenuhan

kebutuhan perumahan terutama bagi masyarakat dalam segmentasi

pendapatan rendah. Adapun latar belakang pendekatan Rs. Sehat ini

adalah:

 Kemampuan Masyarakat Untuk Membeli / Memiliki Rumah Masih

Rendah, ± 70% Rumah Tangga Perkotaan Masih Berpenghasilan

kurang dari Rp. 1,5 juta/ bln.

 Untuk Menjangkau Lebih Banyak Lagi Kelompok Sasaran Masyarakat

Berpenghasilan Rendah, Diperlukan Penyempumaan Atas Jenis dan

Skim Subsidi Perumahan.

 Dari aspek teknis : Masyarakat diberi kesempatan untuk memilih salah

satu dari beberapa opsi jenis rumah yang sesuai dengan potensi bahan

bangunan lokal dan budaya / arsitektur lokal. (Ada empat pilihan

Rs_Sehat/RSH sebagaimana diatur daiam Kepmen Kimpraswil No.

403/KPTS/M/2002 yakni : rumah tembok, setengah tembok, kayu

panggung dan kayu non panggung).

 Dari aspek pembiayaan : Masyarakat diberi kesempatan untuk memilih

salah satu dari beberapa opsi untuk mendapatkan subsidi perumahan

baik untuk membeli maupun untuk membangun sendiri.

Fasilitasi pemenuhan kebutuhan rumah milik bagi masyarakat

(12)

VI. 12

kemampuan masyarakat. Penanganan yang dilakukan dalam proses

pembangunan Rs. Sehat ini dilakukan dengan mengakomodasikan potensi

bahan bangunan dan budaya atau karakteristik bangunan lokal. Pembinaan

atas pelaksanaan Pedoman Teknis Rs. Sehat dilakukan oleh Kementrian

Perumahan Rakyat bersama dinas terkait pemerintah kabupaten sesuai

ketentuan yang berlaku.

Bentuk Rs. Sehat

Bentuk ataupun model yang dikembangkan bagi pengadaan Rs. Sehat

dapat disesuaikan dengan kondisi ataupun karakteristik / arsitektur

bangunan setempat. Namun setiap bentuk ataupun model bangunan Rs.

Sehat harus memenuhi persyaratan prinsip dasar, yaitu :

 Luas minimum per orang (7,2 m2 s.d. 9 m2)

 Kebutuhan luas minimum ruang tidur (9 m2)

 Arah pengembangan / transformasi dari RIT menjadi RSH

 Kebutuhan minimal keamanan dan keselamatan

 Memperhatikan kesehatan dan kenyamanan bangunan

Arahan pembangunan Rs. Sehat ini disesuaikan dengan arahan lokasi

LISIBA BS bagi Kota Kotabumi dan Bukit Kemuning.

Pengembangan Prasarana Sarana Dasar

Pengembangan prasarana dan sarana dasar bagi Kota Kotabumi dan Bukit

Kemuning lebih berorientasi pada peningkatan kualitas dan skala

pelayanan jaringan utilitas bagi kebutuhan kehidupan sehari - hari dan

pengadaan sarana sosial lingkungan permukiman

Rencana pengembangan prasarana dasar pada kawasan permukiman

berupa :

 Pengembangan Kebutuhan Air Bersih 30 – 50 l/org/hari dengan skala

(13)

VI. 13

 Pengembangan Pelayanan Persampahan Skala pelayanan oleh Dinas

Tata Kota mencapai 80 % dengan rata-rata timbulan 2,5 liter

sampah/org/hari

 Pengembangan Sistem Air Limbah dan Sanitasi Pelayanan secara

individu/komunal dengan menggunakan septic tank di dukung dengan

adanya truk tinja

 Pengembangan Jalan Lingkungan Untuk setiap hektar terdapat jalan

sepanjang 40 - 60 m dengan lebar 2 - 5 m

Mengenai rencana pengembangan sarana dasar pada kawasan

permukiman LISIBA BS dapat dilihat pada tabel 6.1.

Tabel 6.1

Kebutuhan Sarana Kawasan Permukiman LISIBA BS

No Sarana Standar Penduduk Jumlah Luas (M

D Sarana Pelayanan Umum

1 Gedung Serbaguna 30.000 Jiwa / unit 1 3.000 3.000

2 Parkir Lingkungan 30.000 Jiwa / unit 1 1.000 1.000

E Sarana Ruang Terbuka Hijau

1 Taman Lingkungan 2.500 Jiwa / unit 5 1.250 6.250

2 Taman Kelurahan 30.000 Jiwa / unit 1 9.000 9.000

3 Ruang Terbuka Hijau Kota

(14)

VI. 14

Perhitungan kebutuhan sarana dasar pada tabel diatas mengunakan

asumsi bahwa luas LISIBA BS yang terdiri dari 1.000 - 3.000 unit rumah

dengan masing-masing luas rumah sebesar 200 m2, maka luas LISIBA BS

yang diperuntukan untuk perumahan diperkirakan sebesar 600.000 m2

atau sebesar 60 Ha. Dengan jumlah penduduk 12.000 jiwa dengan

asumsi 1 unit rumah dihuni oleh 1 kepala keluarga dan 1 keluarga terdiri dari

4 jiwa.

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa penyediaan sarana pendukung

kawasan permukiman memerlukan penambahan luas lahan 7,94 Ha.

Sedangkan bagi kebutuhan prasarana jalan diperlukan sepanjang 3.600

meter dengan lebar 5 meter sehingga luas lahan bagi prasarana jalan

minimal 18.000 m2 atau sekitar 1,8 Ha. Berdasarkan hal tersebut maka

total luas lahan yang diperlukan bagi LISIBA BS adalah sebesar 69,74 Ha

atau mendekati 70 Ha. Namun perhitungan kebutuhan sarana kawasan

LISIBA BS tersebut tidak mengabaikan keberadaan sarana permukiman

yang telah ada, sehingga perhitungan kebutuhan sarana tersebut akan

melengkapi sarana perumahan yang telah ada.

RENCANA PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN

Peningkatan kualitas lingkungan untuk Kota Kotabumi dan Bukit Kemunig

mengacu pada konsep pembangunan permukiman dengan menggunakan

prinsip Tridaya :

 Pemberdayaan sosial kemasyarakatan

 Pemberdayaan usaha ekonomi lokal

 Pendayagunaan prasarana dan sarana

Terdapat beberapa upaya atau rencana tindak yang dapat dilakukan

dalam rangka peningkatan kualitas lingkungan permukiman , meliputi

kegiatan :

 Pemugaran, perbaikan secara parsial

 Peremajaan, perbaikan secara menyeluruh

(15)

VI. 15

Beberapa istilah yang berkaitan dengan usaha peningkatan kualitas

lingkungan adalah :

 Revitalisasi

Adalah upaya dan daya untuk menghidupkan kembali bangunan dan

lingkungannya dengan penataan fisik, baik terhadap bangunannya

maupun infrastrukturnya agar bisa memberikan nilai tambah pada

kegiatan ekonomi, sosial, kebudayaan dan permukiman secara umum.

 Pemugaran

Adalah usaha dan upaya pelestarian yang dilakukan baik secara

teknis maupun kebijakan untuk membuat bangunan kembali

berdayaguna. Hal ini berarti dapat melayani dan memberikan

dukungan pada peningkatan kualitas hidup umat manusia, pemugaran

tidak terbatas pada mengembalikan keadaan seperti sediakala tetapi

juga setiap usaha dan daya untuk meningkatkan sumbangan

keberadaannya di tengah lingkungannya, merubah tanpa kehilangan

keasliannya (orisinalitas dan otentisitas)

 Konservasi

Adalah usaha dan upaya yang dilakukan untuk memelihara dan atau

melindungi keaslian bangunan dan lingkungannya dari segala

kemungkinan kerusakan dan kehancuran.

 Preservasi

Adalah usaha dan upaya yang dilakukan untuk mencegah bangunan

dan lingkungannya dari segala kemungkinan kerusakan dan

pemusnahan baik secara teknis oleh tangan manusia maupun secara

alami.

 Restorasi / Rehabilitasi

Adalah usaha dan upaya perbaikan atau mengembalikan sesuatu

(16)

VI. 16

 Rekonstruksi

Adalah mengembalikan suatu tempat semirip mungkin dengan

keadaan semula, dengan menggunakan bahan lama maupun bahan

baru.

 Demolisi

Adalah penghancuran atau perombakan suatu bangunan yang sudah

rusak atau membahayakan.

Sedangkan pengendalian pembangunan dan pengembangan

perumahan permukiman dapat dilakukan dengan cara :

 Konsolidasi Lahan

Konsolidasi lahan merupakan penataan dan pengaturan kembali tanah

dan lingkungan permukiman agar lebih sehat, menyenangkan dan

teratur untuk berbagai keperluan. Penerapan konsolidasi lahan ini

dilakukan pada daerah dengan kepadatan tinggi dimana ketersediaan

lahan terbatas serta harga tanah yang relatif tinggi.

 Peremajaan Lingkungan Permukiman Kota

Program peremajaan kota ini diberlakukan pada lokasi - lokasi yang

berada di daerah pusat - pusat pertumbuhan wilayah yang memiliki

ketersediaan prasarana sarana lingkungan kurang memadai.

 Relokasi Kawasan Perumahan Kota

Relokasi ini dilakukan bila daerah perumahan permukiman yang

bersangkutan tidak layak huni, merupakan daerah rawan bencana

ataupun lahan yang digunakan bukan peruntukan bagi kawasan

perumahan permukiman.

 Peningkatan Fasilitas Pendukung & Rehabilitasi Prasarana Sarana

Dasar PerumahanPermukiman.

Program ini dilakukan pada daerah perumahan permukiman yang

telah sesuai dengan arahan peruntukannya namun masih belum

memiliki prasarana sarana dasar lingkungan perumahan yang

(17)

VI. 17

Perlakuan terhadap kawasan kumuh lebih berorientasi kepada pemulihan

dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman. Berdasarkan hal

tersebut, dilakukan program - program yang dapat meningkatkan kualitas

lingkungan perumahan permukiman kumuh, khususnya di wilayah

perkotaan. Pada dasarnya permukiman kumuh dapat diartikan sebagai

suatu lingkungan permukiman yang telah mengalami penurunan kualitas

atau memburuk (deteriorated) baik secara fisik, sosial ekonomi maupun

sosial budaya, yang tidak memungkinkan dicapainya kehidupan yang

layak bagi penghuninya, bahkan dapat pula dikatakan bahwa para

penghuni benar-benar berada dalam lingkungan yang sangat

membahayakan kehidupannya.

Oleh karena itu perlu mendapatkan perhatian yang serius dalam

penanganan permukiman kumuh bukan permukiman liar (squatters). Hal

ini perlu ditekankan mengingat penanganan kedua jenis permukiman

tersebut sangat berbeda. Permukiman kumuh terdiri dari beberapa aspek

penting, yaitu tanah/lahan, rumah/perumahan, komunitas, sarana dan

prasarana dasar yang terajut dalam suatu sistem sosial, sistem ekonomi

dan budaya baik dalam suatu ekosisitem lingkungan kumuh itu sendiri

atau ekosisitem kota. Oleh karena itu permukiman kumuh harus

senantiasa dipandang secara utuh dan integral dalam dimensi yang lebih

luas.

Pola Pelaksanaan

Pola umum pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan

kawasan kumuh yang perlu ditumbuhkembangkan adalah kemitraan.

Kemitraan bukanlah sekedar kumpulan aturan main yang tertulis dan

formal atau suatu kontrak kerja, melainkan lebih menunjukan perilaku

hubungan antara dua pihak atau lebih dimana masing - masing pihak

saling membantu untuk mencapai tujuan bersama.

Kemitraan sangat diperlukan dalam kegiatan rencana peningkatan kualitas

(18)

VI. 18

 Persoalan yang sudah kompleks dan kronis yang dihadapi oleh semua

pihak, para pelaku pembangunan (sektor swasta dan masyarakat) dan

penyelenggara pembangunan.

 Pergeseran posisi pelaku utama dari pemerintah dan swasta ke

masyarakat.

 Keterbatasan sumberdaya di semua pihak baik pihak pemerintah

maupun pihak pelaku pembangunan lainnya.

Pelaksana Kegiatan

Secara umum, pelaksanaan rencana peningkatan kualitas kawasan

kumuh dapat dibagi beberapa tahap yaitu :

a. Tahap Persiapan

Kegiatan - kegiatan utama dalam tahap persiapan :

1. Penyiapan lokasi

Dalam penyiapan lokasi ini paling tidak mencakup kegiatan

identifikasi dan penyusunan daftar prioritas lingkungan permukiman

kumuh pada setiap kota / kabupaten, mengacu pada data potensi

Kampung / Kelurahan (PODES) serta pedoman Teknis Tata Cara

Perhitungan Penilaian Tingkat Kekumuhan.

2. Orientasi program

Melalui suatu lokakarya orientasi peningkatan kualitas lingkungan

permukiman kumuh untuk membangun kesepahaman dan

komitmen sinergi tindak pusat - daerah guna menjamin efektifitas

dan efesiensi pelaksanaan kegiatan peningktan kualitas

permukiman kumuh.

3. Kampanye Nasional

4. Penyiapan Masyarakat

b. Tahap Pelaksanaan

Kegiatan - kegiatan utama dalam tahap persiapan :

1. Penyusunan Detail Engineering Design ( DED)

(19)

VI. 19

3. Pelaksanaan Pengguliran dana rehabilitasi rumah tinggal, prasarana

dan sarana lingkungan dan kegiatan peningkatan pendapatan rumah

tangga

4. Pengawasan terhadap implementasi DED.

c. Tahap Pengelolaan

Kegiatan ini sedapat mungkin diarahkan untuk dilaksanakan oleh

masyarakat sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan rasa

memiliki serta rasa mempunyai kepentingan bersama yang harus selalu

dijaga dan dipelihara dengan sebaik - baiknya.

d. Tahap Pengembangan

Tahap ini tanggung jawab berada pada kelompok masyarakat penerima

manfaat. Kegiatan yang tercakup dalam tahap pengembangan adalah

mobilisasi sumberdaya dan sumber dana pembangunan yang tidak

mengikat melalui suatu mekanisme kerja operasional atau kemitraan

dengan suatu lembaga keuangan dan pemberian layanan atau

dukungan dari pemerintah daerah.

Perbaikan Kawasan Kumuh

Karaktersitik Permukiman Kumuh adalah sebagai berikut:

1. Kondisi fisik lingkungan yang tidak memenuhi peryaratan teknis dan

kesehatan, yaitu tidak tersedianya prasarana dan sarana permukiman.

2. Tata letak bangunan tidak teratur dan kondisi bangunan sangat buruk,

bahan bangunan yang digunakan bersifat semi permanen.

3. Kepadatan bangunan dan kepadatan penduduk yang sangat tinggi.

Kawasan kumuh yang banyak terjadi adalah pada daerah bantaran

sungai, bantaran rel kereta api, daerah lereng bukit, daerah Saluran Udara

Listrik Tegangan Tinggi (SUTET).

Berdasarkan lokasinya terdapat 5 (lima) kelompok lingkungan perumahan

(20)

VI. 20

1. Lingkungan perumahan kumuh yang berada pada lokasi yang sangat

strategis dalam mendukung fungsi kota yang menurut rencana kota

dapat dibangun bangunan komersial untuk memberikan pelayanan

yang lebih baik. Peremajaan dilakukan dengan prinsip membiayai

sendiri atau mengembalikan modal sendiri dengan keuntungan yang

wajar.

2. Lingkungan kumuh yang berada pada lokasi yang kurang strategis dan

dalam rencana kota dapat dibangun bangunan komersial, namun

kurang memiliki potensi komersial.

3. Lingkungan kumuh yang berada pada lokasi tidak strategis dan dalam

rencana kota hanya boleh dibangun untuk perumahan. Peremajaan

tidak dapat dibiayai sendiri, sehingga memerlukan subsidi.

4. Lingkungan kumuh yang berada pada lokasi dalam rencana kota tidak

diperuntukan bagi perumahan. Peremajaan pada lingkungan ini

dilakukan dengan memindahkan seluruh penghuninya ke tempat lain

5. Lingkungan kumuh yang berada pada lokasi yang berbahaya, yang

menurut rencana kota disediakan untuk jalur pengaman seperti

bantaran sungai, jalur jalan kereta api dan jalur listrik tegangan tinggi.

Pada daerah ini tidak boleh diremajakan tapi harus dibongkar

Adapun arahan perbaikan / peningkatan kawasan permukiman di

perkotaan khususnya untuk kawasan kumuh adalah sebagai berikut :

 Permukiman Bantaran Sungai / Saluran Air

Permukiman kumuh di tepi sungai adalah permukiman kumuh yang

berada di luar garis sepadan sungai ( GSS ). Karakteristik bangunan

di lingkungan ini dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu tipe rakit,

panggung dan tipe bukan panggung.

Arahan peningkatan kualitas lingkungan kawasan permukiman di

bantaran sungai adalah sebagai berikut :Konsep pandangan rumah

yang membelakangi sungai diarahkan dibalik menjadi menghadap

sungai dengan cara pembuatan jalan sepanjang kanan-kiri sungai

(21)

VI. 21

 Komponen - komponen program revitalisasi, rehabilitasi, renovasi,

rekonstruksi dan atau preservasi dapat berupa perbaikan sarana

dan prasarana, seperti halnya perbaikan sanitasi/drainase, listrik

dan air bersih dengan metode atau teknologi yang khusus.

 Pengaturan jalan akses dan tata letak bangunan rumah melalui

Program Perbaikan Kampung (KIP).

 Permukiman Lereng Bukit

Arahan peningkatan kualitas lingkungan kawasan permukiman di

Lereng Bukit adalah sebagai berikut:

 Tidak direkomendasikan pembangunan perumahan di lereng bukit

karena merupakan salah satu lahan kritis yang tidak boleh

dibangun. Permukiman kumuh yang ada sebaiknya direlokasi atau

dipindahkan atau diremajakan menjadi kawasan yang lebih tepat,

misalnya untuk rekreasi, dsb.

 Bangunan rumah pada kawasan ini harus memiliki struktur

bangunan yang memenuhi kriteria / persyaratan teknis

pengamanan konstruksi bangunan.

 Arahan relokasi kawasan permukiman di lereng bukit yang sudah

mendesak di Kota Kotabumi dan Bukit Kemuning, sedangkan di

kota lainnya dibatasi pembangunan rumah pada areal tersebut.

 Permukiman Rel Kereta Api

Arahan peningkatan kualitas lingkungan kawasan permukiman di

bantaran Rel Kereta Api adalah sebagai berikut:

 Sebaiknya kawasan ini direlokasi / dipindahkan kepada kawasan

lain yang tidak berbahaya di wilayah sekitarnya. Adapun batasan

jarak rumah dengan rel kereta api yang masih diperbolehkan pada

kawasan padat minimal 10 meter sisi kanan-kiri rel.

 Arahan kegiatan ini dilakukan di wilayah perkotaan yang dilewati

jalur rel kereta api seperti di Kota Kotabumi dan Bukit Kemuning .

 Konsolidasi lahan melalui pengaturan jalan akses dan tata letak

(22)

VI. 22

 Permukiman Saluran Udara Tegangan Listrik Ekstra Tinggi (SUTET)

Arahan peningkatan kualitas lingkungan kawasan permukiman di

Saluran Udara Tegangan Listrik Ekstra Tinggi adalah sebagai berikut:

 Daerah berbahaya yang memiliki tegangan listrik maupun

gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh kabel tegangan

tinggi, sebaiknya kawasan ini direlokasi / dipindahkan kepada

kawasan lain yang tidak berbahaya di wilayah sekitarnya.

Kota Kotabumi dan Bukit Kemuning tidak memiliki permukiman di

daerah SUTET

INDIKASI PROGRAM PEMBANGUNAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN

DAN PERMUKIMAN

Dasar Penetapan Program

Penyusunan Program Pembangunan Pengembangan Perumahan dan

Permukiman Kota Kotabumi dan Bukit Kemuning memiliki kaitan dengan

dokumen perencanaan dan kebijaksanaan pemerintah, Kota Kotabumi dan

Bukit Kemuning dalam rangka melayani dan memfasilitasi kegiatan

pembangunan perumahan dan permukiman. Berdasarkan hal tersebut,

maka penyusunan tahapan pelaksanaan program pembangunan akan

mempertimbangkan :

 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Kotabumi dan Bukit Kemuning

yang merupakan dasar bagi pola pengembangan Tata Ruang Wilayah

Kota Kotabumi dan Bukit Kemuning.

 Kebijaksanaan dan program pembangunan daerah dalam hal kegiatan

pembangunan dan pengembangan perumahan permukiman.

 Dokumen perencanaan lain yang disusun oleh pemerintah pusat,

pemerintah propinsi ataupun pemerintah kabupaten.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka program pembangunan

pengembangan perumahan dan permukiman di Kota Kotabumi dan

(23)

VI. 23

 Penyediaan ruang bagi pengembangan perumahan dan permukiman

yang dapat menunjang pengembangan wilayah kota.

 Pembangunan dan pengembangan prasarana sarana dasar

permukiman yang lebih merata dan terintegrasi.

 Meningkatkan skala pelayanan prasarana sarana dasar perumahan

permukiman.

Pengembangan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan

pembangunan dan pengembangan perumahan permukiman dengan

melakukan pendekatan - pendekatan terhadap masyarakat serta

melakukan sosialisasi terhadap program - program yang baru, sedang dan

akan dilaksanakan.

Indikasi Program Pembangunan Permukiman

Indikasi program yang diusulkan dalam rangka menunjang program

pembangunan pengembangan permukiman di Lampung Utara adalah :

 Program Perencanaan, Pembinaan dan Bantuan Teknis

 Penyusunan Rencana Pembangunan Pengembangan Perumahan

dan Permukiman Daerah (RP4D)

 Penyusunan Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM)

khususnya dibidang perumahan dan permukiman untuk tingkat kota

yang disesuaikan dengan potensi dan kemampuan masing -

masing daerah

 Pengembangan sistem informasi pelayanan pembangunan

perumahan dan permukiman.

 Program Sistem Kelembagaan dan Pengendalian Kawasan

Perumahan dan Permukiman

 Penyederhanaan sistem perijinan dan sertifikasi

 Pembentukan Badan Koordinasi Penyelenggaraan Pembangunan

Perumahan dan Permukiman Daerah (BKP4P) Kota Kotabumi dan

(24)

VI. 24

 Pelembagaan pembangunan perumahan permukiman yang

bertumpu pada kelompok (P2BPK).

 Pelaksanaan konsolidasi tanah

 Peningkatan kemampuan PDAM, pengelolaan persampahan serta

integrasi prasarana air limbah.

 Pemberian legalisasi atau status hukum terhadap Rencana

Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman di

Daerah (RP4D)

 Program Pembiayaan Perumahan Permukiman

 Pengembangan pola pembiayaan pembangunan perumahan dan

permukiman yang terjangkau dan tersedia untuk setiap segmen

pendapatan masyarakat.

 Pengembangan subsidi pembiayaan perumahan maupun

subsidi prasarana lingkungan perumahan permukiman bagi

masyrakat berpenghasilan rendah.

 Pengembangan skim - skim pembiayaan melalui Kredit Pemilikam

Rumah (KPR) seperti Subsidi Uang Muka, Subsidi Bunga Kredit

dan sabagainya serta skim subsidi prasarana sarana dasar

perumahan.

 Program Pengembangan Kawasan Perumahan Permukiman

 Pengembangan Kawasan Siap Bangun (KASIBA) dan Lingkungan

Siap Bangun (LISIBA) serta Lingkungan Siap Bangun Berdiri

Sendiri (LISIBA BS).

 Mixed Use Development, dalam rangka memberikan peluang

penyediaan ruang huni ataupun ruang kerja kepada masyarakat.

 Pengalokasian lahan perumahan permukiman bagi masyarakat

berpenghasilan rendah.

 Pengembangan prasarana sarana dasar perumahan permukiman

secara tertintegrasi.

(25)

VI. 25

 Program Peningkatan Kualitas Kawasan Perumahan Permukiman

 Penataan dan perbaikan kawasan permukiman kumuh.

 Perbaikan dan pengembangan prasarana sarana dasar lingkungan

perumahan permukiman.

 Pelestarian bangunan yang dilindungi dan lingkungan perumahan

tradisional

 Pembangunan rumah susun sewa sederhana (rusunawa) untuk

masyarakat berpendapatan rendah pada daerah kegiatan ekonomi

yang cepat tumbuh di wilayah perkotaan.

6.1.4.1 Analisa Kawasan Permukiman

Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan

lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang

berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan

tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

Pemanfaatan ruang kawasan permukiman dikembangkan dalam rangka

mencapai tujuan :

1.Terciptanya kegiatan permukiman yang memiliki aksebilitas dan

pelayanan infrastruktur yang memadai sehingga perlu disesuaikan

dengan rencana struktur tata ruangnya dan tingkat pelayanan wilayah

(struktur/hirarki kota).

2.Menyediakan permukiman untuk memenuhi kebutuhan penduduk dan

perkembangannya.

3.Menciptakan aktivitas sosial ekonomi yang harmonis dengan seluruh

komponen pengembangan wilayah seperti dengan aktifitas

perdagangan dan jasa, industri, pertanian, dan lain-lain.

Rencana pengembangan permukiman di wilayah Kabupaten Lampung

Utara diselaraskan dengan meningkatnya jumlah penduduk yang

(26)

VI. 26

kelayakan dan mampu menunjang aktivitas masyarakat dalam

berkehidupan dan berpenghidupan.

A. Kawasan Permukiman Perkotaan

Dengan memperhatikan berbagai hal, seperti kondisi topografi,

ketersediaan sumber air bersih, daerah rawan bencana alam, sempadan

sungai, penggunaan lahan perkotaan saat ini, daya dukung prasarana dan

sarana lingkungan permukiman, serta tingkat kepadatan bangunan hunian

yang dipersyaratkan, maka pengembangan permukiman perkotaan lebih

diarahkan dengan pola memusat (concentric) untuk permukiman di

kawasan perkotaan.

Hal ini diupayakan guna mengoptimalkan dan mengefektifkan

pemanfaatan lahan-lahan di kawasan perkotaan. Disamping itu, arahan

pemusatan permukiman perkotaan akan lebih mengefisienkan investasi

prasarana dan sarana lingkungan permukiman, dengan tetap optimal

memberikan pelayanan kepada masyarakat perkotaan. Dengan demikian

pula, kawasan perkotaan menjadi kawasan yang nyaman untuk dihuni,

sehingga kualitas hidup masyarakatnya terutama dari sisi ketersediaan

pelayanan prasarana dan sarana permukiman. Pengembangan kawasan

permukiman perkotaan dilakukan pada wilayah-wilayah dengan

konsentrasi penduduk tinggi dan memiliki lokasi yang strategis. Kawasan

yang diarahkan dengan tingkat intensitas permukiman tinggi yakni

maksimum 50 unit rumah/ha (rumah tidak bersusun) berada di Kotabumi

(PKW), juga Bukit Kemuning sebagai pusat kegiatan lokal (PKL).

Rencana pola ruang untuk kawasan permukiman perkotaan dapat pula

dikembangkan dengan pola linier jaringan jalan utama yang

dikembangkan di Kecamatan Sungkai Utara, Abung Surakarta dan Abung

Selatan sebagai kawasan PKL promosi.

B. Kawasan Permukiman Perdesaan

Permukiman perdesaan yang lebih cenderung berorientasi pada lokasi

(27)

VI. 27

berpotensi terjadinya bencana alam seperti ancaman banjir, terutama

pada kawasan sempadan sungai. Karena memang wilayah Kabupaten

Lampung Utara terdapat banyak sungai, baik sungai besar maupun sungai

kecil. Disamping itu, pengembangan permukiman perdesaan harus

mempertimbangkan aspek legalitas lokasi hunian, dimana areal hutan ini

berada di kawasan perdesaan yang seringkali tanpa sepengetahuan atau

tanpa seizin pihak terkait, masyarakat perdesaan menjadikannya sebagai

tempat hunian.

Dengan memperhatikan hal-hal tersebut diatas, maka rencana

pengembangan permukiman perdesaan lebih diarahkan dengan pola

memanjang (linear) mengikuti pola jaringan jalan perdesaan. Dengan pola

linear ini akan lebih memudahkan aksesibilitas dari/dan ke pusat-pusat

pelayanan perdesaan, ataupun pusat kegiatan yang lebih tinggi seperti ke

pusat pelayanan kawasan/lingkungan (PPK/L) terdekat. Untuk

mendukung pengembangan permukiman perdesaan tersebut, penting

pula mengembangkan sistem jaringan air bersih dan listrik perdesaan,

serta ketersediaan moda angkutan umum perdesaan. Disamping itu,

dengan memanfaatkan jaringan jalan perdesaan sebagai orientasi

permukiman akan memudahkan dilakukan evakuasi jika terjadi bencana

alam, seperti banjir.

Rencana pengembangan kawasan permukiman, khususnya permukiman

perkotaan, pada dasarnya harus mempertimbangkan aspek daya dukung

lahan yang ada di wilayah Kabupaten Lampung Utara. Alokasi

pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman Kabupaten Lampung

Utara untuk kegiatan pengembangan permukiman dan perkotaan adalah ±

22.550,47 Ha atau 8,27% dari luas wilayah Kabupaten Lampung Utara

yang tersebar di seluruh kecamatan. Rencana pengelolaan kawasan

permukiman :

1) Memanfaatkan ruang yang sesuai untuk tempat bermukim di kawasan

permukiman dengan menyediakan lingkungan yang sehat dan aman

(28)

VI. 28

sesuai bagi pengembangan masyarakat, dengan tetap memperhatikan

kelestarian fungsi lingkungan hidup.

2) Peraturan Pemerintah RI No. 10 tahun 2010 tentang Tata cara

perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan, maka pembangunan

di luar kegiatan kehutanan yang bersifat permanen yang harus

menggunakan kawasan hutan, menghilangkan permukiman tersebut

dan/atau enclave dalam rangka memudahkan pengelolaan kawasan

hutan, dan memperbaiki batas kawasan hutan.

3) Mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran

penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian

dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan

keseimbangan kepentingan, terutama bagi masyarakat berpenghasilan

rendah (MBR).

4) Meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi

pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian

fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan

perdesaan.

5) Menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam

lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan

berkelanjutan.

6) Kawasan permukiman harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana

permukiman sesuai dengan hirarki dan tingkat pelayanan

masing-masing.

7) Arahan persebaran pemukiman akan dibuat tersebar merata sebagai

usaha untuk mencegah terjadinya pemusatan penduduk, dengan

memperhatikan pula faktor aksesibilitas, faktor kesesuaian lahan (jenis

dan topografi tanah), dan ketersediaan fasilitas yang memadai.

8) Pengendalian pengembangan kawasan permukiman secara ekstensif

pada jalur utama regional untuk menghindari alih fungsi lahan sawah

beririgasi teknis. Upaya yang dapat dilakukan adalah melalui

pengarahan kegiatan pada pusat-pusat yang telah ada melalui

(29)

VI. 29

9) Pengembangan Permukiman Perkotaan :

 Pengembangan permukiman perkotaan yan berada diluar wilayah

kota (Kawasan industri, lokasi strategis transportasi dan

perdagangan) pengembangannya mengikuti jaringan jalan yang

ada.

 Permukiman perkotaan diarahkan pada penyediaan hunian yang

layak dan dilayani oleh sarana dan prasarana permukiman yang

memadai.

 Peningkatan penyehatan lingkungan permukiman.

 Pengembangan prasarana dan sarana kawasan cepat tumbuh kota.

10) Pengembangan Permukiman Pedesaan:

 Pada masing-masing pusat desa, untuk permukiman dalam kawasan

hutan dilakukan enclave.

 Permukiman perdesaan yang berlokasi di bukit-bukit dikembangkan

dengan berbasis perkebunan disertai pengolahan hasil.

 Pengembangan sistem jaringan transportasi yang mendukung alur

produksi antar kota, antar wilayah, dan antar perkotaan dan

perdesaan.

 Pengembangan prasarana dan sarana kawasan perdesaan.

11) Pengembangan permukiman kawasan khusus seperti permukiman

sebagaimana tabel dan peta berikut ini pada halaman selanjutnya. pada

kawasan pariwisata dan kawasan industri dilakukan dengan tetap

memegang kaidah lingkungan hidup dan berkesesuaian dengan

rencana tata ruang

6.1.4.2 Alternatif Pemecahan dan Rekomendasi

Dari permasalahan-permasalahan diatas terlihat bahwa belum adanya

suatu pedoman bagi penyelenggaraan pembangunan perumahan dan

permukiman di Kota Kotabumi dan Bukit Kemuning yang bertumpu pada

kondisi daerah yang bersangkutan. Untuk mengantisipasi permasalahan

perumahan dan permukiman dimasa mendatang perlu disusun suatu

(30)

VI. 30

perumahan permukiman yang meliputi prasarana sarana dasar dan

kelembagaan yang mengelolanya serta aspek pembiayaan dalam usaha

kepemilikan rumah sehat.

• Pusat Pemerintahan Kabupaten

• Pusat Perdagangan dan Jasa dengan skala Kabupaten

• Pusat Distribusi dan Koleksi Barang dan Jasa

• Simpul Transportasi Jalan dan Rel Kereta Api Utama (Terminal dan Stasiun Utama)

• Pusat Pendidikan Menengah - Tinggi

• Pusat Industri dan Jasa Pariwisata

• Permukiman Perkotaan Pusat Kegiatan Lokal

(PKL)

BUKIT

KEMUNING

• Pusat Pemerintahan Kecamatan

• Simpul Transportasi Jalan Utama

• Pusat Perdagangan dan jasa skala Wilayah dan Kecamatan

• Pusat Kesehatan (Rumah Sakit Tipe C)

• Pengembangan Perkebunan

• Industri Pengolahan Perkebunan

• Pusat Permukiman Perkotaan

 Pusat Pemerintahan Kecamatan

 Pusat Perdagangan dan Jasa skala Kecamatan

 Kawasan Industri Pengolahan Perkebunan

 Kawasan Hutan Produksi

 Pertambangan Non-Mineral Logam (Pasir,

Batu, dan Tanah Liat untuk industri batu bata)

(31)

VI. 31

ABUNG

SURAKARTA

 Pusat Pemerintahan Kecamatan

 Pusat Perdagangan dan Jasa skala Kecamatan

 Pengembangan LP2B

 Industri Pengolahan Pertanian dan Perkebunan

 Permukiman Perkotaan

ABUNG

SELATAN

 Pusat Pemerintahan Kecamatan

 Pusat Perdagangan dan Jasa skala Kecamatan

 Pengembangan LP2B

 Pegembangan Kawasan Agropolitan

 Kawasan Perkebunan dan Industri Pengolahan

Perkebunan Karet

 Pertambangan Non-Mineral Logam (Pasir)

 Permukiman Perkotaan

 Pusat Pemerintahan Kecamatan

 Pusat Perdagangan Regional

 Pusat Distribusi

 Simpul Transportasi Regional

 Pengembangan LP2B

 Pusat koleksi komoditas pertanian yang dihasilkan sebagai bahan mentah industri

 Pengembangan Perkebunan dan Industri

Pengolahan Kelapa Sawit

 Permukiman Perkotaan

BUNGA

MAYANG

 Pusat Pemerintahan Kecamatan

 Pusat Perdagangan dan Jasa skala Kecamatan

 Pengembangan Perkebunan Tebu

 Kawasan Industri Pengolahan Perkebunan Tebu

 Kawasan Hutan Produksi

 Pertambangan Non-Mineral Logam (Pasir)

 Permukiman Perkotaan dan Semi Perkotaan

TANJUNG

RAJA

 Pusat Pemerintahan Kecamatan

 Pusat Perdagangan dan Jasa skala Kecamatan

 Pengembangan LP2B

 Permukiman Perkotaan dan Semi Perkotaan

(32)

VI. 32

Pusat

Pelayanan Kawasan

(PPK)

ABUNG BARAT  Pusat Pemerintahan Kecamatan

 Pusat Perdagangan dan Jasa skala Kecamatan

 Pertambangan Non-Mineral Logam (Batuan)

 Permukiman Perkotaan dan Semi Perkotaan

KOTA BUMI

UTARA

 Pusat Pemerintahan Kecamatan

 Pusat Perdagangan dan Jasa skala Kecamatan

 Pusat Distribusi

 Pusat Pendidikan Menengah

 Kawasan Industri Pengolahan

 Permukiman Perkotaan dan Semi Perkotaan

ABUNG

TENGAH

 Pusat Pemerintahan Kecamatan

 Pengembangan LP2B

 Pusat Pemerintahan Kecamatan

 Perdagangan skala lingkungan/kawasan

 Pengembangan Perkebunan

 Pertambangan Non-Mineral Logam

(Batuan-Batu Gunung)

 Pusat Kegiatan Industri Pertanian

 Pengembangan Perkebunan

 Perdagangan skala lingkungan/kawasan

(33)

VI. 33

Gedung

Makripat

(Hulu Sungkai)

 Pusat Lingkungan

 Pengembangan Perkebunan dan Hortikultura

 Perdagangan skala lingkungan

 Pengembangan Perkebunan dan Industri

Pengolahannya

 Pertambangan Non-Mineral Logam (Batuan,

batu Mangan)

 Pengembangan Perkebunan dan Industri

(34)
(35)

VI. 35

Lingkungan Perumahan dan Permukiman

 Pengembangan program-program pembangunan perumahan dan

permukiman serta perbaikan lingkungan perumahan dan permukiman

daerah kumuh berupa kegiatan reviatalisasi, pemberdayaan masyarakat

squatter serta pengelolaan dan pemeliharaan lingkungan perumahan

secara berkelanjutan.

 Pemberian disinsentif bagi perumahan yang tidak berada pada daerah

peruntukan permukiman. Pemberian disinsentif ini dapat berupa pengenaan

pajak yang tinggi ataupun pembatasan pemberian prasarana sarana dasar

perumahan. Hal ini dilakukan dalam usaha untuk mengendalikan

perkembangan perumahan permukiman di Kota Kotabumi dan Bukit

Kemuning agar tidak mengarah ke daerah yang bukan merupakan

peruntukan bagi lahan perumahan.

 Pelaksanaan sosialisasi terhadap produk-produk perencanaan maupun

program-program pemerintah khususnya yang berkaitan dengan masalah

perumahan dan permukiman secara berkesinambungan.

Kelembagaan Perumahan dan Permukiman

 Pengembangan Institusi Pelayanan Perumahan dan Permukiman Satu

Atap yang memungkinkan terciptanya proses koordinasi dan keterpaduan

program pembangunan perumahan dan permukiman. Adapun institusi

tersebut menyelenggarakan fungsi-fungsi sebagai berikut :

- Pusat informasi (informasi kebijaksanaan dan arahan pembangunan

perumahan dan permukiman, informasi program pembangunan

perumahan dan permukiman, informasi kesesuaian lahan dan

lingkungan / kawasan siap bangun)

- Perizinan (penyederhanaan prosedur / birokrasi perizinan sehingga

masyarakat memperoleh kemudahan dalam mendapatkan sertifikat

(36)

VI. 36

- Pusat Pelayanan Teknis (pemberian pelayanan kepada masyarakat

dalam proses perencanaan pembangunan perumahan dan permukiman)

 Pengembangan instrumen pendukung dari institusi pelayanan perumahan

dan permukiman tersebut seperti skim-skim pembiayaan, maupun

peraturan perundangan termasuk sanksi atas jenis-jenis pelanggaran yang

dilakukan dalam kegiatan penyelenggaraan pembangunan perumahan dan

permukiman

 Peninjauan kembali terhadap perijinan yang telah dikeluarkan khususnya

untuk pemanfaatan lahan skala besar dikaitkan dengan kesesuaian

rencana tata ruang kota, alokasi lahan perumahan serta dinamika

pembangunan wilayah

 Pembentukan dan pengembangan forum komunikasi dan kerjasama lintas

wilayah kabupaten/kota dalam rangka mendukung proses koordinasi dan

keterpaduan dalam kegiatan pengawasan dan pengendalian pembangunan

perumahan dan permukiman

6.1.5 Usulan Program dan Kegiatan

Prioritas Dan Tahapan Program Pembangunan Pengembangan Perumahan

Dan Permukiman

Adanya keterbatasan sumberdaya dan kemampuan pembiayaan yang ada,

maka diperlukan suatu prioritas pelaksanaan dari program - program yang

telah disusun yang berkaitan dengan perumahan dan permukiman. Sebagai

pertimbangan penetapan prioritas, maka diperlukan kriteria - kriteria

sebagai berikut :

a. Pemenuhan Kebutuhan

Alokasi kawasan permukiman pada setiap tahapan didasarkan pada

peningkatan jumlah penduduknya.

b. Keterpaduan

Program pembangunan yang ada dilaksanakan dengan tahapan -

tahapan yang terintegrasi sehingga diperoleh hasil yang optimal.

(37)

VI. 37

Setiap kegiatan pembangunan yang dikembangkan pada suatu lokasi

harus mampu memicu kegiatan pembangunan di kawasan itu sendiri dan

di kawasan sekitarnya.

d. Strategi Kebijaksanaan

Program pembangunan dalam jangka pendek tidak akan memberikan

manfaat secara langsung, namun dalam jangka panjang akan

memberikan manfaat yang mendasar

e. Pemecahan Masalah

Program pembangunan yang dilaksanakan pada setiap tahapan harus

dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi pada saat itu maupun

pada masa mendatang

f. Kesesuaian dan Keterkaitan dengan rencana yang ada

Suatu program yang telah dilegalkan dan memiliki instrumen perundang -

undangan maka program tersebut layak untuk diprioritaskan

Berdasarkan kriteria - kriteria diatas, maka program pembangunan yang

akan dilaksanakan dan jabarkan dalam beberapa tahapan :

 Tahap l ( 2015 – 2016 )

Tahap ini merupakan tahap persiapan dan koordinasi antar instansi,

pembentukan instansi pengelola, aspek legalitas dan sosialisasi

kepada masyarakat mengenai pelaksanaan Rencana Pembangunan

dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman di Daerah (RP4D)

dan usaha peningkatan kualitas lingkungan kawasan perumahan

permukiman sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada pada

daerah setempat.

 Tahap II ( 20017 – 2019 )

Pada tahap ini mengarah kepada upaya pemenuhan kebutuhan

perumahan permukiman dengan pembentukan kawasan perumahan

(38)

VI. 38

permukiman dan prasarana sarana dasar permukiman hingga akhir

tahun perencanaan.

PERAN SERTA PARA PELAKU PEMBANGUNAN

Pelaku penyelenggaraan Pembangunan dan Pengembangan Perumahan

dan Permukiman di Kabupaten Lampung Utara adalah :

a. Pemerintah, terdiri dari:

- Pemerintah Pusat

- Pemerintah Propinsi Lampung

- Pemerintah Kabupaten Lampung Utara

b. Swasta, terdiri dari:

- BUMN : Perumnas, PT. Telkom, PT. PLN

- BUMD: PDAM, perusahaan daerah lainnya

- Swasta Murni: Pengembang, kontraktor dan investor lainnya

- Koperasi

c. Masyarakat, melalui swadaya, swadana dan swakelola

- Kelompok Masyarakat

- Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

- Organisasi Sosial Kemasyarakatan

6.2 Penataan Bangunan dan Lingkungan

6.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Rencana tata bangunan dan lingkungan pada dasarnya bertitik tolak kepada

peraturan perundang-undangan maupun kebijakan yang berlaku. Peraturan

dan perundangan maupun kebijakan yang perlu diacu tersebut diantaranya

adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

2. Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan

(39)

VI. 39

3. Kepmeneg PU Nomor 10/KPTS/2000, tentang Ketentuan Teknis

Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan

Lingkungan

4. Kepmen PU Nomor 441/KPTS/1998, tentang Persyaratan Teknis

Bangunan Gedung

5. Kepmeneg PU Nomor 11/KPTS/2000, tentang Ketentuan Teknis

Manajemen Penanggulangan Kebakaran di Perkotaan

6. Standar Nasional Indonesia (SNI)

7. Keputusan Dirjen Perumahan dan Permukiman Nomor :

58/KPTS/DM/2002, tentang Petunjuk Teknis Rencana Tindakan Darurat

Kebakaran Pada Bangunan Gedung

6.2.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang

diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang,

terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di

perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungan.

Visi penataan bangunan dan lingkungan adalah terwujudnya bangunan

gedung dan lingkungan yang layak huni dan berjati diri, sedangkan misinya

adalah:

i) Memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan

gedung yang tertib, berjati diri, serasi dan selaras,

ii) Memberdayakan masyarakat agar mandiri dalam penataan lingkungan

yang produktif dan berkelanjutan.

Dalam penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan

dan tantangan yang antara lain:

1. Permasalahan dan tantangan di bidang Bangunan Gedung

 Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan

kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah

(40)

VI. 40

 Kurangnya prasarana dan sarana hidran kebakaran, bahkan

banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian

 Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung serta

rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan.

2. Permasalahan dan tantangan di Bidang Gedung dan Rumah Negara

 Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi

persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan

 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang

tertib dan efisien

 Masih banyaknya asset Negara yang tidak teradministrasi dengan

baik.

3. Permasalahan dan tantangan di bidang Pemberdayaan Masyarakat di

Perkotaan

 Jumlah penduduk miskin yang semakin meningkat

 Belum mantapnya kelembagaan komunitas untuk meningkatkan

peran masyarakat

 Belum dilibatkannya masyarakat secara aktif dalam proses

perencanaan dan penetapan prioritas pembangunan di wilayahnya.

6.2.3 Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan

Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman adalah sebagai berikut :

1. Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);

2. Bantuan teknis pengelolaan Ruang terbuka Hijau (RTH);

3. Pembangunan prasarana dan sarana peningkatan lingkungan

permukiman kumuh dan nelayan;

4. Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan permukiman

tradisional;

Permasalahan dan tantangan di bidang Penataan Lingkungan

1. Masih adanya permukiman kumuh yang tersebar di Kota Kota Kotabumi

(41)

VI. 41

2. Kurang diperhatikannya permukiman-permukiman tradisional dan

bangunan gedung bersejarah, padahal mempunyai potensi wisata seperti

perumahan tradisional di daerah Kotabumi

3. Sarana lingkungan hijau/open space yang dalam pengaturannya masih

belum memiliki acuan/pedoman agar penataan ruang-ruang terbuka hijau

kota dapat terarah khususnya di daerah Kotabumi

Untuk penanganan kawasan permukiman kumuh, kawasan permukiman

kumuh teridentifikasi di Kotabumi dengan kondisi lingkungan yang tidak

teratur, pandangan atau tata letaknya membelakangi sungai, jalan masuk

sempit, jenis perkerasan tanah dan sering mengalami genangan, tipe rumah

bervariasi, kondisi rumah semi permanen dan kurang didukung prasarana dan

sarana permukiman yang memadai sehingga cenderung terkesan kumuh.

Pada daerah ini terdapat permukiman yang berada di bantaran saluran irigrasi

yang memiliki lebar sekitar 10 – 12 meter. Permukiman tersebut dipisahkan

oleh jalan inspeksi saluran irigasi dan muka rumah juga menghadap ke arah

saluran irigrasi tersebut. Jalan inspeksi saluran irigrasi dan muka rumah juga

menghadap ke arah saluran irigrasi tersebut. Jalan inspeksi saluran irigrasi

memiliki perkerasan jalan aspal dengan lebar sekitar 5 – 6 meter. Keadaan ini

tidak menimbulkan suatu lingkungan yang terlihat kumuh.

6.2.4 Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan PBL

Pada saat ini pencapaian penataan bangunan gedung dan lingkungan pada

sub sektor Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran masih jauh dari ideal,

yakni hanya sebuah (1) Pos Pemadam Kebakaran yang terletak di komplek

kantor Bupati Lampung Utara. Jauh dari ideal karena bangunan tersebut

terlalu kecil untuk dijadikan kantor kebakaran. Sedangkan prasarana dan

prasarana penanggulangan kebakaran Kabupaten Lampung Utara saat ini

berupa :

a. Pasokan air :

1. Hidran

Gambar

Tabel 6.3.
Tabel 6.4
Tabel 6.5
Gambar 4.3 Pengembangan Sarana Dan Prasarana Pengangkutan Sampah
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Keyakinan terhadap kemampuan untuk mengetahui perasaan diri sendiri. 2) Keyakinan terhadap kemampuan untuk mengungkapkan perasaan sendiri. 3) Keyakinan untuk

Penelitian Mengenai Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Problem Focused Coping terhadap Remaja yang Tinggal Dipanti Asuhan dilakukan di Panti Asuhan Budi Mulya

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya, sehingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Persepsi Dosen Akuntansi,

Berdasarkan hasil penelitian , dapat diambil kesimpulan bahwa pelaksanaan lelang jabatan menurut Perspektif Hukum Positif tidak bertentangan dengan Undang-Undang yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh tergadap kinerja majerial sedangkan komitmen organisasi, job relevant information dan motivasi

Uji hipotesis asosiatif ini untuk menguji hipotesis keempat yang berbunyi “ Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara penggunaan gaya mengajar personal dan

Skala yang digunakan untuk mengukur data penelitian adalah skala tingkah laku prososial yang dibuat oleh Carlo dan Randall (2002, hal.31-44) yang bernama

Apakah telah dibuat ringkasan setiap peraturan perundangan yang relevan. - Ya (dapat dilihat