VI. 1
Bab VI
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR
6.1 Pengembangan Permukiman
6.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Pengembangan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan pada
hakekatnya adalah untuk mewujudkan kondisi perkotaan dan perdesaan yang
layak huni ( livable ), aman, nyaman, damai dan sejahtera serta berkelanjutan.
Permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Pemerintah
wajib memberikan akses kepada masyarakat untuk dapat memperoleh
permukiman yang layak huni, sejahtera, berbudaya, dan berkeadilan sosial.
Pengembangan permukiman ini meliputi pengembangan prasarana dan
sarana dasar perkotaan, pengembangan permukiman yang terjangkau,
khususnya bagi masyarakat berenghasilan rendah, proses penyelenggaraan
lahan, pengembangan ekonomi kota, serta penciptaan sosial budaya di
perkotaan.
Perkembangan permukiman hendaknya juga mempertimbangkan
aspek-aspek sosial budaya masyarakat setempat, agar pengembangannya dapat
sesuai dengan kondisi masyarakat dan alam lingkungannya. Aspek sosial
budaya ini dapat meliputi desain, pola, dan struktur, serta bahan material yang
digunakan.
6.1.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
6.1.2.1 Permasalahan Pembangunan Kawasan Permukiman
6.1.2.1.1 Analisa Permasalahan
Permasalahan perumahan dan permukiman sangat kompleks sejalan
dengan pertumbuhan penduduk dan kegiatan aktifitas penduduk yang
semakin berkembang dan memerlukan penanganan yang serius oleh para
pelaku pembangunan. Kenyataan menunjukkan bahwa urusan perumahan
dan permukiman sering tumbuh sebagai sumber permasalahan bagi
VI. 2
Beberapa gambaran lebih jauh mengenai permasalahan yang berkaitan
dengan perumahan dan permukiman di Kota Kotabumi dan Bukit Kemuning
tersebut diantaranya :
1. Perkembangan perumahan dan permukiman cenderung mengikuti pola
jaringan jalan utama kota ( linear ) yang mengakibatkan penumpukan
aktifitas pada jalur-jalur utama kota sehingga berdampak pula terhadap
kelancaran arus lalu lintas pada ruas jalan yang bersangkutan.
2. Belum terorganisasinya perencanaan / pemrograman pembangunan
perumahan dan permukiman yang dapat saling mengisi antara
ketersediaan sumberdaya pembangunan dan kebutuhan yang
berkembang di masyarakat.
3. Keterbatasan tingkat pelayanan kota (sarana, prasarana dan fasilitas
umum). Tuntutan akan pelayanan prasarana dan sarana kota semakin
dirasakan terutama dalam pelayanan transportasi kota (sarana dan
prasarana angkutan umum, kapasitas jalan dll), air bersih dan sanitasi,
drainase dan pengendalian banjir, sampah, telekomunikasi dan fasilitas
publik (pertamanan, ruang terbuka, rekreasi dll)
4. Keterbatasan sumberdaya (dana) bagi golongan berpenghasilan rendah
dan sangat rendah bahkan kerap tidak mampu mengadakan rumah sendiri
terlebih dalam bentuk yang memenuhi kriteria layak huni.
6.1.2.2 Permasalahan Kebutuhan Perumahan dan Ketersediaan Lahan
Ketersediaan lahan bagi perumahan pada daerah masih dapat
menggunakan konsep pengembangan kawasan permukiman secara
horisontal. Hal ini tentunya akan meningkatkan persaingan dalam hal
kepemilikan lahan permukiman. Adanya persaingan ini berkembang menjadi
suatu keinginan untuk melakukan penguasaan lahan berskala besar yang
bertujuan untuk kepentingan dan keuntungan perseorangan. Selain itu pula
terdapat beberapa penguasaan lahan untuk aktifitas produktifitas yang
VI. 3
berakibat tingginya pajak bagi pemilik lahan permukiman dan berkurangnya
lahan strategis bagi kegiatan produktifitas tinggi yang berimbas pada
pendapatan daerah.
Dari pola pemanfaatan ruang yang ada permukiman di Kota Kotabumi dan
Bukit Kemuning penyebarannya masih mengikuti pola jaringan jalan yang
ada. Hal ini mengakibatkan adanya tingkat kepadatan bangunan yang lebih
tinggi pada daerah sekitar ruas jalan utama dibandingkan dengan
daerah-daerah yang berada jauh dari ruas jalan utama. Hal ini tidak dapat dihindari
karena prasarana jaringan jalan merupakan suatu faktor pendukung
pemintaan lokasi perumahan ataupun kegiatan penduduk lainnya.
Pada masa mendatang diharapkan adanya penyebaran lokasi-lokasi
perumahan ke arah jauh dari ruas jalan utama. Usaha penyebaran ini
tentunya harus didukung dengan pengadaan prasarana sarana dasar
permukiman yang nantinya dapat menjadi faktor penarik bagi penduduk
untuk bertempat tingal pada daerah tersebut. Pemenuhan kebutuhan
perumahan di Kota Kotabumi dan Bukit Kemuning relatif cukup baik, hal ini
dapat dilihat dari tingkat pemenuhan kebutuhan perumahan yang telah
mencapai angka 85%.
6.1.2.3 Permasalahan Prasarana Sarana Dasar
Prasarana dan sarana dasar merupakan hal yang mutlak bagi lingkungan
perumahan. Keberadaan prasarana dan sarana dasar di Kota Kotabumi dan
Bukit Kemuning masih belum mampu untuk mendukung pertambahan jumlah
penduduk dan pertumbuhan fisik dan fungsional kota. Keadaan yang paling
mencolok adalah kondisi drainase di lingkungan perumahan dan
permukiman Kota Kotabumi dan Bukit Kemuning. Drainase yang ada
sebagian besar berada dalam kondisi rusak atau terputus sehingga
diperlukan suatu usaha normalisasi dan peningkatan kapasitas saluran
drainase tersebut. Selain itu diperlukan juga pengintegrasian saluran
VI. 4
daerah sekitar kota saja, namun juga dialirkan pada badan-badan air yang
ada di Kota Kotabumi dan Bukit Kemuning .
Selain drainase skala pelayanan secara umum dari prasarana sarana dasar
lingkungan permukiman masih memadai. Jika keadaan ini terus berlangsung
tanpa adanya usaha peningkatan skala pelayanan prasarana sarana dasar
permukiman maka akan berakibat pada kemerosotan kualitas lingkungan
perkotaan.
6.1.2.4 Permasalahan Kelembagaan
Permasalahan kelembagaan dilingkungan perkotaan terutama yang
berkaitan dengan penyediaan perumahan dan permukiman adalah
kurangnya koordinasi antara perencanaan yang telah dibuat dengan
implementasi yang ada dilapangan. Selain itu pengawasan yang dilakukan
instansi yang berwenang masih belum efektif sehingga penyimpangan pada
daerah-daerah permukiman masih terjadi. Selain itu hal yang berkaitan
dengan penyediaan suatu perumahan sederhana sehat terlihat belum
menjadi prioritas bagi beberapa daerah dan belum terciptanya koordinasi
antar wilayah yang dapat menghasilkan keterpaduan rencana penyediaan
dan pelayanan prasarana sarana dasar antara wilayah kota – kabupaten.
6.1.3 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman
6.1.3.1 Analisis Kebutuhan Unit Rumah
Berdasarkan hasil proyeksi jumlah penduduk hingga tahun 2014 Kota
Kotabumi dan Bukit Kemuning dengan jumlah kepala keluarga sebesar
112.882 jiwa memerlukan 28.220 unit rumah.
Hal ini berkaitan dengan skenario yang mengarahkan pengembangan
kawasan permukiman kearah daerah kecamatan-kecamatan tersebut.
Pemenuhan kebutuhan unit rumah bagi keseluruhan keluarga di Kota
Kotabumi dan Bukit Kemuning diharapkan dapat terpenuhi pada akhir tahun
VI. 5
6.1.3.2 Analisis Kebutuhan Lahan Permukiman
Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya berdampak terhadap
peningkatan permintaan penduduk akan tempat tinggal. Permintaan tempat
tinggal ini tentunya dipengaruhi oleh ketersediaan lahan yang dapat
digunakan sebagai permukiman.
Sesuai dengan arahan pembangunan bahwa tempat yang layak bagi
permukiman memiliki persyaratan tertentu yang secara garis besar :
1. Tercantum dalam RTRW Kabupaten Lampung Utara
2. Bebas dari kendala ( banjir, gempa dsb )
3. Jauh dari daerah lindung ( Bantaran, Waduk dan Konservasi )
4. Memiliki PSD yang dapat mendukung kegiatan permukiman
Berdasarkan proyeksi kebutuhan unit rumah maka luasan lahan perumahan
yang diperlukan pada tahun 2014 di Kota Kotabumi dan Bukit Kemuning
sebesar 652 dengan kebutuhan lahan terbesar berada pada Kelurahan
Kotabumi Udik yaitu seluas 97 ha.
Kebutuhan bagi lahan perumahan Kota Kotabumi dan Bukit Kemuning pada
tahun 2014 baru mencapai 3,58 % dari keseluruhan luas wilayah Kota
Kotabumi dan Bukit Kemuning. Keadaan ini memperlihatkan bahwa daerah
pengembangan bagi kawasan perumahan permukiman di Kota Kotabumi
dan Bukit Kemuning mengalami suatu hambatan dari aspek ketersediaan
lahan.
6.1.3.3 Analisis Kebutuhan Investasi Prasarana Dasar Permukiman
Prasarana dan Sarana Dasar (PSD) lingkungan permukiman meliputi
penyediaan air bersih, sistem persampahan, drainase lingkungan dan jalan
lingkungan. Penyediaan PSD dan pelayanan PSD tersebut harus dapat
memenuhi dan melayani kebutuhan masyarakat diimbangi dengan
pengalokasian ruang bagi penempatan PSD tersebut. Untuk mengetahui
berapa besar kebutuhan PSD permukiman diperlukan suatu analisis standar
yang mengacu pada informasi produk pengaturan Departemen Pekerjaan
VI. 6
Berdasarkan pedoman tersebut kebutuhan ideal PSD sebagai berikut :
Keadaan jalan lingkungan menurut standar Departemen Pekerjaan Umum
memiliki panjang 46 – 60 m/Ha dengan lebar 2 – 5 m. Luas penggunaan
lahan bagi lingkungan perumahan pada tahun 2014 adalah 467,3 Ha.
Idealnya berdasarkan standar tersebut, Wilayah permukiman yang ada harus
memiliki panjang jalan 33 Km jalan lingkungan dengan asumsi setiap
hektarnya memerlukan 60 m jalan lingkungan. Berkembangnya permukiman
setiap tahunnya mengakibatkan bertambahnya pula kebutuhan akan jalan
lingkungan.
6.1.4 Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman
Penetapan Lokasi KASIBA / LISIBA
Menurut PP No. 80 Tahun 1999, Pengertian dari KASIBA dan LISIBA adalah
sebagai berikut :
KASIBA ( Kawasan Siap Bangun ) adalah sebidang tanah yang fisiknya
telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan permukiman skala
besar yang terbagi dalam satu Lisiba atau lebih yang pelaksanaannya
dilakukan secara bertahap dengan lebih dahulu dilengkapi dengan jaringan
primer dan sekunder prasarana lingkungan sesuai dengan rencana tata
ruang lingkungan yang ditetapkan oleh kepala daerah dan memenuhi
persyaratan pembakuan pelayanan prasarana dan sarana lingkungan,
dengan persyaratan sebagai berikut :
- Lokasinya ditetapkan oleh masing - masing Pemerintah Kabupaten dan
Kota, dan memiliki kejelasan mengenai batas, luas serta status
kepemilikannya.
- Telah dilengkapi dengan jaringan prasarana primer dan sekunder
sesuai dengan RUTR yang ada (air bersih, listrik, persampahan).
- Terdiri atas satu atau lebih Lingkungan Siap Bangun ( LISIBA)
KASIBA ( Kawasan Siap Bangun ) merupakan salah satu program
VI. 7
dengan melibatkan potensi yang ada dimasyarakat. KASIBA bertujuan
untuk menghindari cara - cara membangun permukiman yang tidak
terkendali, boros, dan inefisien, serta untuk mengusahakan terciptanya
permukiman yang berkualitas dan yang dapat memberi kesempatan yang
lebih adil bagi semua warga untuk mendapatkan tempat bermukim.
Adapun sasaran dari program KASIBA ini adalah anggota masyarakat
berpenghasilan rendah (Kategori Miskin Produktif) yang berkeinginan untuk
membangun rumahnya sendiri tanpa melibatkan pihak pengembang
permukiman swasta maupun pemerintah ( mendorong partisipasi
masyarakat untuk membangun dan memenuhi kebutuhan rumahnya secara
mandiri ). Untuk memperoleh kapling siap bangun tersebut, masyarakat
dapat memanfaatkan fasilitas Kredit Pemilikan ( KP - KSB - BTN ) dengan
tingkat suku bunga yang relatif rendah, yaitu + 12% / tahun dengan uang
muka minimum 10% dari harga kapling.
Umumnya luas kapling siap bangun meliputi 54 m2, 60m2, hingga 72 m2.
Adapun fasilitas / prasarana permukiman meliputi jalan setapak konstruksi
sederhana (Lebar 2 m). Fasilitas MCK umum, dan warung / sarana
perdagangan lokal. Persyaratan lainnya, antara lain :
Garis Sempadan Bangunan (GSB) 2 m dari jalan dan pembukaan atap
bangunan minimum 2 m2.
Deretan kapling maksimum 60 m.
Jarak pencapaian terjauh dari KSB ke jalan lingkungan maksimum 100
m.
Maksud dari dibatasi lebar jalan tersebut adalah agar tidak dapat dilalui
kendaraan roda empat, sehingga tidak menarik bagi golongan masyarakat
yang pada umumnya termasuk lapisan masyarakat diatas sasaran dari
program ini. Kemudian keberadaan sarana MCK umum adalah untuk
membantu masyarakat dalam tahap awal pembangunan rumah sebelum
adanya MCK sendiri di rumah masing - masing. Sedangkan untuk bahan
VI. 8
masyarakat, dimana diharapkan lambat laun dengan semakin baiknya
tingkat kesejahteraan masyarakat, maka rumah tersebut akan diperbaiki
oleh penghuninya secara bertahap dan swadaya menuju rumah yang
permanen.
LISIBA (Lingkungan Siap Bangun) adalah sebidang tanah yang merupakan
bagian dari Kasiba ataupun berdiri sendiri yang telah dipersiapkan dan
dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain itu juga sesuai dengan
persyaratan, pembakuan tata lingkungan setempat, dengan persyaratan
sebagai berikut :
- Termasuk dalam lingkup wilayah dokumen. Perencanaan Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR) / Blocking System
- Memiliki kejelasan batas fisik, status kepemilikan dan luas lahannya.
- Dilengkapi dengan jaringan prasarana sekunder sesuai dengan RUTR
kawasan induknya yang menyatu dengan jaringan prasarana primemya
LISIBA Berdiri Sendiri adalah Lisiba yang bukan merupakan bagian dari
Kasiba, yang dikelilingi oleh lingkungan perumahan yang sudah terbangun
atau dikelilingi oleh kawasan dengan fungsi lain, namun berada dalam
kawasan permukiman yang telah ada atau dikelilingi oleh kawasan dengan
fungsi yang berbeda
Daya Tampung Kasiba dan Lisiba BS ( PP No. 80 tahun 1999 )
Jumlah rumah yang dapat ditampung antara lain :
Kasiba : minimal 3.000 unit rumah, maksimal 10.000 unit rumah
Lisiba : minimal 1.000 unit rumah, maksimal 3.000 unit rumah
Lisiba BS : minimal 1.000 unit rumah, maksimal 2.000 unit rumah
Penetapan Lokasi KASIBA / LISIBA Kota Kotabumi dan Bukit Kemunig
Penetapan KASIBA dan LISIBA di Kota Kotabumi dan Bukit Kemunig harus
disesuaikan dengan Kriteria Umum dan Kriteria Khusus Kawasan
Permukiman. Kriteria Umum Lokasi Kawasan Perumahan dan Permukiman
VI. 9
Kriteria Umum Lokasi Kawasan Perumahan Permukiman
o Tercantum dalam RUTR Kota/Kabupaten
o Mudah diakses (dalam jangkauan jaringan prasarana sarana dasar,
utilitas dan angkutan umum)
o Memberikan manfaat bagi pemerintah kota seperti :
- menunjang housing stock
- membuka lapangan kerja bam
- tidak merusak keseimbangan ekologi dan pelestarian sumber
daya alam
Kriteria Khusus Lokasi Kawasan Perumahan Permukiman
o Bagi pembangunan baru : tidak rawan bencana, terhubung dengan
layanan prasarana dan sarana dasar serta memiliki luas yang
memadai.
o Bagi Rumah Susun (Sewa/Milik) : terkait dengan reduksi kawasan
kumuh, menunjang penyediaan rumah layak terjangkau,
penanggulangan kejadian luar biasa.
Dasar pertimbangan perlunya pengembangan kawasan permukiman baru
di Kota Kotabumi dan Bukit Kemunig mengarah pada konsep KASIBA,
LISIBA , & LISIBA BS, antara lain :
Belum optimalnya pemanfaatan lahan serta implementasi
pembangunan permukiman dari ijin - ijin lokasi yang diberikan kepada
pihak swasta sehingga menimbulkan munculnya lahan - lahan tidur
yang tidak produktif dan tidak kondusif bagi perkembangan tata ruang
kota mengingat lahan merupakan sumberdaya yang terbatas dan tidak
dapat diperbaharui
Lahan peruntukkan untuk kawasan permukiman yang ada tidak
terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan menengah kebawah,
sehingga muncul beberapa lokasi permukiman yang potensial menjadi
kumuh serta telah menjadi kumuh dan cenderung merambah kawasan
VI. 10
Biaya investasi pembangunan prasarana dan sarana dasar
permukiman berikut fasilitas umum dan sosial relatif besar sedangkan
kemampuan keuangan pemerintah kota dalam menyediakan dan
memenuhi kebutuhan masyarakat cukup terbatas sehingga diperlukan
adanya pengalokasi ruang bagi kawasan permukiman yang terpadu
dengan rencana pengembangan prasarana dan sarana dasar
permukiman tersebut
Pengembangan kawasan - kawasan permukiman baru disertai dengan
pengembangan pusat - pusat kegiatan Wilayah Kota Kotabumi dan Bukit
Kemuning, memiliki lahan yang luas bagi pengembangan perumahan
permukiman sehingga tidak sulit untuk menyediakan suatu lahan yang
luasnya mencukupi bagi pembangunan suatu Kawasan Siap Bangun
dengan Kapasitas 10.000 unit rumah. Selain itu juga ditetapkan suatu
Lingkungan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun Berdiri Sendiri
dengan kapasitas 1.000 - 3.000 unit rumah yang terletak pada daerah
perumahan yang telah ada sebelumnya.
Pembangunan Kawasan Perumahan Rakyat
Kawasan perumahan rakyat dibangun dalam bentuk Rumah Sederhana
Sehat / Rumah Inti yang berada pada wilayah pusat pertumbuhan dengan
intensitas bangunan yang relatif rendah. Kota Kotabumi dan Bukit
Kemuning merupakan daerah dengan intensitas bangunan yang tidak
terlalu tinggi sehingga tidak sulit untuk dilakukan pengadaan kawasan
perumahan rakyat. Kawasan perumahan rakyat ini dapat dibangun pada
kawasan pinggiran kota dimana intensitas bangunannya masih relatif
rendah. Topografi Kota Kotabumi dan Bukit Kemuning yang relatif datar
tidak menyebabkan hambatan dalam pemilihan lokasi bagi kawasan
perumahan rakyat ini. Rencana Kawasan Perumahan Rakyat ini juga telah
disesuaikan dengan adanya rencana Kawasan Berikat / Kawasan Ekonomi
Terpadu yang akan di bangun tepatnya di sebelah Timur Jalan Trans
VI. 11
Perumahan rakyat yang dibangun dalam bentuk Rumah Sederhana Sehat /
Rumah Inti diperuntukan bagi masyarakat yang termasuk dalam
segmentasi berpendapatan miskin ( Rp. 350.000 – Rp. 500.000 ), rawan
miskin ( Rp. 500.000 - Rp. 850.000 ) dan berpendapatan rendah (
Rp.850.000 – Rp1.300.000 ). Keberadaan Real Estate di Kota Kotabumi
dan Bukit Kemuning ditujukan bagi masyarakat dengan segmentase
pendapatan menengah - atas ( Rp. > 1.300.000 ).
Pembangunan Perumahan dengan Pendekatan Rumah Sederhana Sehat
(RSH)
Pengembangan perumahan permukiman dengan pendekatan Rs. Sehat
berdasarkan keadaan yang terjadi dilapangan mengenai pemenuhan
kebutuhan perumahan terutama bagi masyarakat dalam segmentasi
pendapatan rendah. Adapun latar belakang pendekatan Rs. Sehat ini
adalah:
Kemampuan Masyarakat Untuk Membeli / Memiliki Rumah Masih
Rendah, ± 70% Rumah Tangga Perkotaan Masih Berpenghasilan
kurang dari Rp. 1,5 juta/ bln.
Untuk Menjangkau Lebih Banyak Lagi Kelompok Sasaran Masyarakat
Berpenghasilan Rendah, Diperlukan Penyempumaan Atas Jenis dan
Skim Subsidi Perumahan.
Dari aspek teknis : Masyarakat diberi kesempatan untuk memilih salah
satu dari beberapa opsi jenis rumah yang sesuai dengan potensi bahan
bangunan lokal dan budaya / arsitektur lokal. (Ada empat pilihan
Rs_Sehat/RSH sebagaimana diatur daiam Kepmen Kimpraswil No.
403/KPTS/M/2002 yakni : rumah tembok, setengah tembok, kayu
panggung dan kayu non panggung).
Dari aspek pembiayaan : Masyarakat diberi kesempatan untuk memilih
salah satu dari beberapa opsi untuk mendapatkan subsidi perumahan
baik untuk membeli maupun untuk membangun sendiri.
Fasilitasi pemenuhan kebutuhan rumah milik bagi masyarakat
VI. 12
kemampuan masyarakat. Penanganan yang dilakukan dalam proses
pembangunan Rs. Sehat ini dilakukan dengan mengakomodasikan potensi
bahan bangunan dan budaya atau karakteristik bangunan lokal. Pembinaan
atas pelaksanaan Pedoman Teknis Rs. Sehat dilakukan oleh Kementrian
Perumahan Rakyat bersama dinas terkait pemerintah kabupaten sesuai
ketentuan yang berlaku.
Bentuk Rs. Sehat
Bentuk ataupun model yang dikembangkan bagi pengadaan Rs. Sehat
dapat disesuaikan dengan kondisi ataupun karakteristik / arsitektur
bangunan setempat. Namun setiap bentuk ataupun model bangunan Rs.
Sehat harus memenuhi persyaratan prinsip dasar, yaitu :
Luas minimum per orang (7,2 m2 s.d. 9 m2)
Kebutuhan luas minimum ruang tidur (9 m2)
Arah pengembangan / transformasi dari RIT menjadi RSH
Kebutuhan minimal keamanan dan keselamatan
Memperhatikan kesehatan dan kenyamanan bangunan
Arahan pembangunan Rs. Sehat ini disesuaikan dengan arahan lokasi
LISIBA BS bagi Kota Kotabumi dan Bukit Kemuning.
Pengembangan Prasarana Sarana Dasar
Pengembangan prasarana dan sarana dasar bagi Kota Kotabumi dan Bukit
Kemuning lebih berorientasi pada peningkatan kualitas dan skala
pelayanan jaringan utilitas bagi kebutuhan kehidupan sehari - hari dan
pengadaan sarana sosial lingkungan permukiman
Rencana pengembangan prasarana dasar pada kawasan permukiman
berupa :
Pengembangan Kebutuhan Air Bersih 30 – 50 l/org/hari dengan skala
VI. 13
Pengembangan Pelayanan Persampahan Skala pelayanan oleh Dinas
Tata Kota mencapai 80 % dengan rata-rata timbulan 2,5 liter
sampah/org/hari
Pengembangan Sistem Air Limbah dan Sanitasi Pelayanan secara
individu/komunal dengan menggunakan septic tank di dukung dengan
adanya truk tinja
Pengembangan Jalan Lingkungan Untuk setiap hektar terdapat jalan
sepanjang 40 - 60 m dengan lebar 2 - 5 m
Mengenai rencana pengembangan sarana dasar pada kawasan
permukiman LISIBA BS dapat dilihat pada tabel 6.1.
Tabel 6.1
Kebutuhan Sarana Kawasan Permukiman LISIBA BS
No Sarana Standar Penduduk Jumlah Luas (M
D Sarana Pelayanan Umum
1 Gedung Serbaguna 30.000 Jiwa / unit 1 3.000 3.000
2 Parkir Lingkungan 30.000 Jiwa / unit 1 1.000 1.000
E Sarana Ruang Terbuka Hijau
1 Taman Lingkungan 2.500 Jiwa / unit 5 1.250 6.250
2 Taman Kelurahan 30.000 Jiwa / unit 1 9.000 9.000
3 Ruang Terbuka Hijau Kota
VI. 14
Perhitungan kebutuhan sarana dasar pada tabel diatas mengunakan
asumsi bahwa luas LISIBA BS yang terdiri dari 1.000 - 3.000 unit rumah
dengan masing-masing luas rumah sebesar 200 m2, maka luas LISIBA BS
yang diperuntukan untuk perumahan diperkirakan sebesar 600.000 m2
atau sebesar 60 Ha. Dengan jumlah penduduk 12.000 jiwa dengan
asumsi 1 unit rumah dihuni oleh 1 kepala keluarga dan 1 keluarga terdiri dari
4 jiwa.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa penyediaan sarana pendukung
kawasan permukiman memerlukan penambahan luas lahan 7,94 Ha.
Sedangkan bagi kebutuhan prasarana jalan diperlukan sepanjang 3.600
meter dengan lebar 5 meter sehingga luas lahan bagi prasarana jalan
minimal 18.000 m2 atau sekitar 1,8 Ha. Berdasarkan hal tersebut maka
total luas lahan yang diperlukan bagi LISIBA BS adalah sebesar 69,74 Ha
atau mendekati 70 Ha. Namun perhitungan kebutuhan sarana kawasan
LISIBA BS tersebut tidak mengabaikan keberadaan sarana permukiman
yang telah ada, sehingga perhitungan kebutuhan sarana tersebut akan
melengkapi sarana perumahan yang telah ada.
RENCANA PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN
Peningkatan kualitas lingkungan untuk Kota Kotabumi dan Bukit Kemunig
mengacu pada konsep pembangunan permukiman dengan menggunakan
prinsip Tridaya :
Pemberdayaan sosial kemasyarakatan
Pemberdayaan usaha ekonomi lokal
Pendayagunaan prasarana dan sarana
Terdapat beberapa upaya atau rencana tindak yang dapat dilakukan
dalam rangka peningkatan kualitas lingkungan permukiman , meliputi
kegiatan :
Pemugaran, perbaikan secara parsial
Peremajaan, perbaikan secara menyeluruh
VI. 15
Beberapa istilah yang berkaitan dengan usaha peningkatan kualitas
lingkungan adalah :
Revitalisasi
Adalah upaya dan daya untuk menghidupkan kembali bangunan dan
lingkungannya dengan penataan fisik, baik terhadap bangunannya
maupun infrastrukturnya agar bisa memberikan nilai tambah pada
kegiatan ekonomi, sosial, kebudayaan dan permukiman secara umum.
Pemugaran
Adalah usaha dan upaya pelestarian yang dilakukan baik secara
teknis maupun kebijakan untuk membuat bangunan kembali
berdayaguna. Hal ini berarti dapat melayani dan memberikan
dukungan pada peningkatan kualitas hidup umat manusia, pemugaran
tidak terbatas pada mengembalikan keadaan seperti sediakala tetapi
juga setiap usaha dan daya untuk meningkatkan sumbangan
keberadaannya di tengah lingkungannya, merubah tanpa kehilangan
keasliannya (orisinalitas dan otentisitas)
Konservasi
Adalah usaha dan upaya yang dilakukan untuk memelihara dan atau
melindungi keaslian bangunan dan lingkungannya dari segala
kemungkinan kerusakan dan kehancuran.
Preservasi
Adalah usaha dan upaya yang dilakukan untuk mencegah bangunan
dan lingkungannya dari segala kemungkinan kerusakan dan
pemusnahan baik secara teknis oleh tangan manusia maupun secara
alami.
Restorasi / Rehabilitasi
Adalah usaha dan upaya perbaikan atau mengembalikan sesuatu
VI. 16
Rekonstruksi
Adalah mengembalikan suatu tempat semirip mungkin dengan
keadaan semula, dengan menggunakan bahan lama maupun bahan
baru.
Demolisi
Adalah penghancuran atau perombakan suatu bangunan yang sudah
rusak atau membahayakan.
Sedangkan pengendalian pembangunan dan pengembangan
perumahan permukiman dapat dilakukan dengan cara :
Konsolidasi Lahan
Konsolidasi lahan merupakan penataan dan pengaturan kembali tanah
dan lingkungan permukiman agar lebih sehat, menyenangkan dan
teratur untuk berbagai keperluan. Penerapan konsolidasi lahan ini
dilakukan pada daerah dengan kepadatan tinggi dimana ketersediaan
lahan terbatas serta harga tanah yang relatif tinggi.
Peremajaan Lingkungan Permukiman Kota
Program peremajaan kota ini diberlakukan pada lokasi - lokasi yang
berada di daerah pusat - pusat pertumbuhan wilayah yang memiliki
ketersediaan prasarana sarana lingkungan kurang memadai.
Relokasi Kawasan Perumahan Kota
Relokasi ini dilakukan bila daerah perumahan permukiman yang
bersangkutan tidak layak huni, merupakan daerah rawan bencana
ataupun lahan yang digunakan bukan peruntukan bagi kawasan
perumahan permukiman.
Peningkatan Fasilitas Pendukung & Rehabilitasi Prasarana Sarana
Dasar PerumahanPermukiman.
Program ini dilakukan pada daerah perumahan permukiman yang
telah sesuai dengan arahan peruntukannya namun masih belum
memiliki prasarana sarana dasar lingkungan perumahan yang
VI. 17
Perlakuan terhadap kawasan kumuh lebih berorientasi kepada pemulihan
dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman. Berdasarkan hal
tersebut, dilakukan program - program yang dapat meningkatkan kualitas
lingkungan perumahan permukiman kumuh, khususnya di wilayah
perkotaan. Pada dasarnya permukiman kumuh dapat diartikan sebagai
suatu lingkungan permukiman yang telah mengalami penurunan kualitas
atau memburuk (deteriorated) baik secara fisik, sosial ekonomi maupun
sosial budaya, yang tidak memungkinkan dicapainya kehidupan yang
layak bagi penghuninya, bahkan dapat pula dikatakan bahwa para
penghuni benar-benar berada dalam lingkungan yang sangat
membahayakan kehidupannya.
Oleh karena itu perlu mendapatkan perhatian yang serius dalam
penanganan permukiman kumuh bukan permukiman liar (squatters). Hal
ini perlu ditekankan mengingat penanganan kedua jenis permukiman
tersebut sangat berbeda. Permukiman kumuh terdiri dari beberapa aspek
penting, yaitu tanah/lahan, rumah/perumahan, komunitas, sarana dan
prasarana dasar yang terajut dalam suatu sistem sosial, sistem ekonomi
dan budaya baik dalam suatu ekosisitem lingkungan kumuh itu sendiri
atau ekosisitem kota. Oleh karena itu permukiman kumuh harus
senantiasa dipandang secara utuh dan integral dalam dimensi yang lebih
luas.
Pola Pelaksanaan
Pola umum pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan
kawasan kumuh yang perlu ditumbuhkembangkan adalah kemitraan.
Kemitraan bukanlah sekedar kumpulan aturan main yang tertulis dan
formal atau suatu kontrak kerja, melainkan lebih menunjukan perilaku
hubungan antara dua pihak atau lebih dimana masing - masing pihak
saling membantu untuk mencapai tujuan bersama.
Kemitraan sangat diperlukan dalam kegiatan rencana peningkatan kualitas
VI. 18
Persoalan yang sudah kompleks dan kronis yang dihadapi oleh semua
pihak, para pelaku pembangunan (sektor swasta dan masyarakat) dan
penyelenggara pembangunan.
Pergeseran posisi pelaku utama dari pemerintah dan swasta ke
masyarakat.
Keterbatasan sumberdaya di semua pihak baik pihak pemerintah
maupun pihak pelaku pembangunan lainnya.
Pelaksana Kegiatan
Secara umum, pelaksanaan rencana peningkatan kualitas kawasan
kumuh dapat dibagi beberapa tahap yaitu :
a. Tahap Persiapan
Kegiatan - kegiatan utama dalam tahap persiapan :
1. Penyiapan lokasi
Dalam penyiapan lokasi ini paling tidak mencakup kegiatan
identifikasi dan penyusunan daftar prioritas lingkungan permukiman
kumuh pada setiap kota / kabupaten, mengacu pada data potensi
Kampung / Kelurahan (PODES) serta pedoman Teknis Tata Cara
Perhitungan Penilaian Tingkat Kekumuhan.
2. Orientasi program
Melalui suatu lokakarya orientasi peningkatan kualitas lingkungan
permukiman kumuh untuk membangun kesepahaman dan
komitmen sinergi tindak pusat - daerah guna menjamin efektifitas
dan efesiensi pelaksanaan kegiatan peningktan kualitas
permukiman kumuh.
3. Kampanye Nasional
4. Penyiapan Masyarakat
b. Tahap Pelaksanaan
Kegiatan - kegiatan utama dalam tahap persiapan :
1. Penyusunan Detail Engineering Design ( DED)
VI. 19
3. Pelaksanaan Pengguliran dana rehabilitasi rumah tinggal, prasarana
dan sarana lingkungan dan kegiatan peningkatan pendapatan rumah
tangga
4. Pengawasan terhadap implementasi DED.
c. Tahap Pengelolaan
Kegiatan ini sedapat mungkin diarahkan untuk dilaksanakan oleh
masyarakat sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan rasa
memiliki serta rasa mempunyai kepentingan bersama yang harus selalu
dijaga dan dipelihara dengan sebaik - baiknya.
d. Tahap Pengembangan
Tahap ini tanggung jawab berada pada kelompok masyarakat penerima
manfaat. Kegiatan yang tercakup dalam tahap pengembangan adalah
mobilisasi sumberdaya dan sumber dana pembangunan yang tidak
mengikat melalui suatu mekanisme kerja operasional atau kemitraan
dengan suatu lembaga keuangan dan pemberian layanan atau
dukungan dari pemerintah daerah.
Perbaikan Kawasan Kumuh
Karaktersitik Permukiman Kumuh adalah sebagai berikut:
1. Kondisi fisik lingkungan yang tidak memenuhi peryaratan teknis dan
kesehatan, yaitu tidak tersedianya prasarana dan sarana permukiman.
2. Tata letak bangunan tidak teratur dan kondisi bangunan sangat buruk,
bahan bangunan yang digunakan bersifat semi permanen.
3. Kepadatan bangunan dan kepadatan penduduk yang sangat tinggi.
Kawasan kumuh yang banyak terjadi adalah pada daerah bantaran
sungai, bantaran rel kereta api, daerah lereng bukit, daerah Saluran Udara
Listrik Tegangan Tinggi (SUTET).
Berdasarkan lokasinya terdapat 5 (lima) kelompok lingkungan perumahan
VI. 20
1. Lingkungan perumahan kumuh yang berada pada lokasi yang sangat
strategis dalam mendukung fungsi kota yang menurut rencana kota
dapat dibangun bangunan komersial untuk memberikan pelayanan
yang lebih baik. Peremajaan dilakukan dengan prinsip membiayai
sendiri atau mengembalikan modal sendiri dengan keuntungan yang
wajar.
2. Lingkungan kumuh yang berada pada lokasi yang kurang strategis dan
dalam rencana kota dapat dibangun bangunan komersial, namun
kurang memiliki potensi komersial.
3. Lingkungan kumuh yang berada pada lokasi tidak strategis dan dalam
rencana kota hanya boleh dibangun untuk perumahan. Peremajaan
tidak dapat dibiayai sendiri, sehingga memerlukan subsidi.
4. Lingkungan kumuh yang berada pada lokasi dalam rencana kota tidak
diperuntukan bagi perumahan. Peremajaan pada lingkungan ini
dilakukan dengan memindahkan seluruh penghuninya ke tempat lain
5. Lingkungan kumuh yang berada pada lokasi yang berbahaya, yang
menurut rencana kota disediakan untuk jalur pengaman seperti
bantaran sungai, jalur jalan kereta api dan jalur listrik tegangan tinggi.
Pada daerah ini tidak boleh diremajakan tapi harus dibongkar
Adapun arahan perbaikan / peningkatan kawasan permukiman di
perkotaan khususnya untuk kawasan kumuh adalah sebagai berikut :
Permukiman Bantaran Sungai / Saluran Air
Permukiman kumuh di tepi sungai adalah permukiman kumuh yang
berada di luar garis sepadan sungai ( GSS ). Karakteristik bangunan
di lingkungan ini dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu tipe rakit,
panggung dan tipe bukan panggung.
Arahan peningkatan kualitas lingkungan kawasan permukiman di
bantaran sungai adalah sebagai berikut :Konsep pandangan rumah
yang membelakangi sungai diarahkan dibalik menjadi menghadap
sungai dengan cara pembuatan jalan sepanjang kanan-kiri sungai
VI. 21
Komponen - komponen program revitalisasi, rehabilitasi, renovasi,
rekonstruksi dan atau preservasi dapat berupa perbaikan sarana
dan prasarana, seperti halnya perbaikan sanitasi/drainase, listrik
dan air bersih dengan metode atau teknologi yang khusus.
Pengaturan jalan akses dan tata letak bangunan rumah melalui
Program Perbaikan Kampung (KIP).
Permukiman Lereng Bukit
Arahan peningkatan kualitas lingkungan kawasan permukiman di
Lereng Bukit adalah sebagai berikut:
Tidak direkomendasikan pembangunan perumahan di lereng bukit
karena merupakan salah satu lahan kritis yang tidak boleh
dibangun. Permukiman kumuh yang ada sebaiknya direlokasi atau
dipindahkan atau diremajakan menjadi kawasan yang lebih tepat,
misalnya untuk rekreasi, dsb.
Bangunan rumah pada kawasan ini harus memiliki struktur
bangunan yang memenuhi kriteria / persyaratan teknis
pengamanan konstruksi bangunan.
Arahan relokasi kawasan permukiman di lereng bukit yang sudah
mendesak di Kota Kotabumi dan Bukit Kemuning, sedangkan di
kota lainnya dibatasi pembangunan rumah pada areal tersebut.
Permukiman Rel Kereta Api
Arahan peningkatan kualitas lingkungan kawasan permukiman di
bantaran Rel Kereta Api adalah sebagai berikut:
Sebaiknya kawasan ini direlokasi / dipindahkan kepada kawasan
lain yang tidak berbahaya di wilayah sekitarnya. Adapun batasan
jarak rumah dengan rel kereta api yang masih diperbolehkan pada
kawasan padat minimal 10 meter sisi kanan-kiri rel.
Arahan kegiatan ini dilakukan di wilayah perkotaan yang dilewati
jalur rel kereta api seperti di Kota Kotabumi dan Bukit Kemuning .
Konsolidasi lahan melalui pengaturan jalan akses dan tata letak
VI. 22
Permukiman Saluran Udara Tegangan Listrik Ekstra Tinggi (SUTET)
Arahan peningkatan kualitas lingkungan kawasan permukiman di
Saluran Udara Tegangan Listrik Ekstra Tinggi adalah sebagai berikut:
Daerah berbahaya yang memiliki tegangan listrik maupun
gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh kabel tegangan
tinggi, sebaiknya kawasan ini direlokasi / dipindahkan kepada
kawasan lain yang tidak berbahaya di wilayah sekitarnya.
Kota Kotabumi dan Bukit Kemuning tidak memiliki permukiman di
daerah SUTET
INDIKASI PROGRAM PEMBANGUNAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN
DAN PERMUKIMAN
Dasar Penetapan Program
Penyusunan Program Pembangunan Pengembangan Perumahan dan
Permukiman Kota Kotabumi dan Bukit Kemuning memiliki kaitan dengan
dokumen perencanaan dan kebijaksanaan pemerintah, Kota Kotabumi dan
Bukit Kemuning dalam rangka melayani dan memfasilitasi kegiatan
pembangunan perumahan dan permukiman. Berdasarkan hal tersebut,
maka penyusunan tahapan pelaksanaan program pembangunan akan
mempertimbangkan :
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Kotabumi dan Bukit Kemuning
yang merupakan dasar bagi pola pengembangan Tata Ruang Wilayah
Kota Kotabumi dan Bukit Kemuning.
Kebijaksanaan dan program pembangunan daerah dalam hal kegiatan
pembangunan dan pengembangan perumahan permukiman.
Dokumen perencanaan lain yang disusun oleh pemerintah pusat,
pemerintah propinsi ataupun pemerintah kabupaten.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka program pembangunan
pengembangan perumahan dan permukiman di Kota Kotabumi dan
VI. 23
Penyediaan ruang bagi pengembangan perumahan dan permukiman
yang dapat menunjang pengembangan wilayah kota.
Pembangunan dan pengembangan prasarana sarana dasar
permukiman yang lebih merata dan terintegrasi.
Meningkatkan skala pelayanan prasarana sarana dasar perumahan
permukiman.
Pengembangan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan
pembangunan dan pengembangan perumahan permukiman dengan
melakukan pendekatan - pendekatan terhadap masyarakat serta
melakukan sosialisasi terhadap program - program yang baru, sedang dan
akan dilaksanakan.
Indikasi Program Pembangunan Permukiman
Indikasi program yang diusulkan dalam rangka menunjang program
pembangunan pengembangan permukiman di Lampung Utara adalah :
Program Perencanaan, Pembinaan dan Bantuan Teknis
Penyusunan Rencana Pembangunan Pengembangan Perumahan
dan Permukiman Daerah (RP4D)
Penyusunan Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM)
khususnya dibidang perumahan dan permukiman untuk tingkat kota
yang disesuaikan dengan potensi dan kemampuan masing -
masing daerah
Pengembangan sistem informasi pelayanan pembangunan
perumahan dan permukiman.
Program Sistem Kelembagaan dan Pengendalian Kawasan
Perumahan dan Permukiman
Penyederhanaan sistem perijinan dan sertifikasi
Pembentukan Badan Koordinasi Penyelenggaraan Pembangunan
Perumahan dan Permukiman Daerah (BKP4P) Kota Kotabumi dan
VI. 24
Pelembagaan pembangunan perumahan permukiman yang
bertumpu pada kelompok (P2BPK).
Pelaksanaan konsolidasi tanah
Peningkatan kemampuan PDAM, pengelolaan persampahan serta
integrasi prasarana air limbah.
Pemberian legalisasi atau status hukum terhadap Rencana
Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman di
Daerah (RP4D)
Program Pembiayaan Perumahan Permukiman
Pengembangan pola pembiayaan pembangunan perumahan dan
permukiman yang terjangkau dan tersedia untuk setiap segmen
pendapatan masyarakat.
Pengembangan subsidi pembiayaan perumahan maupun
subsidi prasarana lingkungan perumahan permukiman bagi
masyrakat berpenghasilan rendah.
Pengembangan skim - skim pembiayaan melalui Kredit Pemilikam
Rumah (KPR) seperti Subsidi Uang Muka, Subsidi Bunga Kredit
dan sabagainya serta skim subsidi prasarana sarana dasar
perumahan.
Program Pengembangan Kawasan Perumahan Permukiman
Pengembangan Kawasan Siap Bangun (KASIBA) dan Lingkungan
Siap Bangun (LISIBA) serta Lingkungan Siap Bangun Berdiri
Sendiri (LISIBA BS).
Mixed Use Development, dalam rangka memberikan peluang
penyediaan ruang huni ataupun ruang kerja kepada masyarakat.
Pengalokasian lahan perumahan permukiman bagi masyarakat
berpenghasilan rendah.
Pengembangan prasarana sarana dasar perumahan permukiman
secara tertintegrasi.
VI. 25
Program Peningkatan Kualitas Kawasan Perumahan Permukiman
Penataan dan perbaikan kawasan permukiman kumuh.
Perbaikan dan pengembangan prasarana sarana dasar lingkungan
perumahan permukiman.
Pelestarian bangunan yang dilindungi dan lingkungan perumahan
tradisional
Pembangunan rumah susun sewa sederhana (rusunawa) untuk
masyarakat berpendapatan rendah pada daerah kegiatan ekonomi
yang cepat tumbuh di wilayah perkotaan.
6.1.4.1 Analisa Kawasan Permukiman
Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan
tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Pemanfaatan ruang kawasan permukiman dikembangkan dalam rangka
mencapai tujuan :
1.Terciptanya kegiatan permukiman yang memiliki aksebilitas dan
pelayanan infrastruktur yang memadai sehingga perlu disesuaikan
dengan rencana struktur tata ruangnya dan tingkat pelayanan wilayah
(struktur/hirarki kota).
2.Menyediakan permukiman untuk memenuhi kebutuhan penduduk dan
perkembangannya.
3.Menciptakan aktivitas sosial ekonomi yang harmonis dengan seluruh
komponen pengembangan wilayah seperti dengan aktifitas
perdagangan dan jasa, industri, pertanian, dan lain-lain.
Rencana pengembangan permukiman di wilayah Kabupaten Lampung
Utara diselaraskan dengan meningkatnya jumlah penduduk yang
VI. 26
kelayakan dan mampu menunjang aktivitas masyarakat dalam
berkehidupan dan berpenghidupan.
A. Kawasan Permukiman Perkotaan
Dengan memperhatikan berbagai hal, seperti kondisi topografi,
ketersediaan sumber air bersih, daerah rawan bencana alam, sempadan
sungai, penggunaan lahan perkotaan saat ini, daya dukung prasarana dan
sarana lingkungan permukiman, serta tingkat kepadatan bangunan hunian
yang dipersyaratkan, maka pengembangan permukiman perkotaan lebih
diarahkan dengan pola memusat (concentric) untuk permukiman di
kawasan perkotaan.
Hal ini diupayakan guna mengoptimalkan dan mengefektifkan
pemanfaatan lahan-lahan di kawasan perkotaan. Disamping itu, arahan
pemusatan permukiman perkotaan akan lebih mengefisienkan investasi
prasarana dan sarana lingkungan permukiman, dengan tetap optimal
memberikan pelayanan kepada masyarakat perkotaan. Dengan demikian
pula, kawasan perkotaan menjadi kawasan yang nyaman untuk dihuni,
sehingga kualitas hidup masyarakatnya terutama dari sisi ketersediaan
pelayanan prasarana dan sarana permukiman. Pengembangan kawasan
permukiman perkotaan dilakukan pada wilayah-wilayah dengan
konsentrasi penduduk tinggi dan memiliki lokasi yang strategis. Kawasan
yang diarahkan dengan tingkat intensitas permukiman tinggi yakni
maksimum 50 unit rumah/ha (rumah tidak bersusun) berada di Kotabumi
(PKW), juga Bukit Kemuning sebagai pusat kegiatan lokal (PKL).
Rencana pola ruang untuk kawasan permukiman perkotaan dapat pula
dikembangkan dengan pola linier jaringan jalan utama yang
dikembangkan di Kecamatan Sungkai Utara, Abung Surakarta dan Abung
Selatan sebagai kawasan PKL promosi.
B. Kawasan Permukiman Perdesaan
Permukiman perdesaan yang lebih cenderung berorientasi pada lokasi
VI. 27
berpotensi terjadinya bencana alam seperti ancaman banjir, terutama
pada kawasan sempadan sungai. Karena memang wilayah Kabupaten
Lampung Utara terdapat banyak sungai, baik sungai besar maupun sungai
kecil. Disamping itu, pengembangan permukiman perdesaan harus
mempertimbangkan aspek legalitas lokasi hunian, dimana areal hutan ini
berada di kawasan perdesaan yang seringkali tanpa sepengetahuan atau
tanpa seizin pihak terkait, masyarakat perdesaan menjadikannya sebagai
tempat hunian.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut diatas, maka rencana
pengembangan permukiman perdesaan lebih diarahkan dengan pola
memanjang (linear) mengikuti pola jaringan jalan perdesaan. Dengan pola
linear ini akan lebih memudahkan aksesibilitas dari/dan ke pusat-pusat
pelayanan perdesaan, ataupun pusat kegiatan yang lebih tinggi seperti ke
pusat pelayanan kawasan/lingkungan (PPK/L) terdekat. Untuk
mendukung pengembangan permukiman perdesaan tersebut, penting
pula mengembangkan sistem jaringan air bersih dan listrik perdesaan,
serta ketersediaan moda angkutan umum perdesaan. Disamping itu,
dengan memanfaatkan jaringan jalan perdesaan sebagai orientasi
permukiman akan memudahkan dilakukan evakuasi jika terjadi bencana
alam, seperti banjir.
Rencana pengembangan kawasan permukiman, khususnya permukiman
perkotaan, pada dasarnya harus mempertimbangkan aspek daya dukung
lahan yang ada di wilayah Kabupaten Lampung Utara. Alokasi
pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman Kabupaten Lampung
Utara untuk kegiatan pengembangan permukiman dan perkotaan adalah ±
22.550,47 Ha atau 8,27% dari luas wilayah Kabupaten Lampung Utara
yang tersebar di seluruh kecamatan. Rencana pengelolaan kawasan
permukiman :
1) Memanfaatkan ruang yang sesuai untuk tempat bermukim di kawasan
permukiman dengan menyediakan lingkungan yang sehat dan aman
VI. 28
sesuai bagi pengembangan masyarakat, dengan tetap memperhatikan
kelestarian fungsi lingkungan hidup.
2) Peraturan Pemerintah RI No. 10 tahun 2010 tentang Tata cara
perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan, maka pembangunan
di luar kegiatan kehutanan yang bersifat permanen yang harus
menggunakan kawasan hutan, menghilangkan permukiman tersebut
dan/atau enclave dalam rangka memudahkan pengelolaan kawasan
hutan, dan memperbaiki batas kawasan hutan.
3) Mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran
penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian
dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan
keseimbangan kepentingan, terutama bagi masyarakat berpenghasilan
rendah (MBR).
4) Meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi
pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian
fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan
perdesaan.
5) Menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam
lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan
berkelanjutan.
6) Kawasan permukiman harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana
permukiman sesuai dengan hirarki dan tingkat pelayanan
masing-masing.
7) Arahan persebaran pemukiman akan dibuat tersebar merata sebagai
usaha untuk mencegah terjadinya pemusatan penduduk, dengan
memperhatikan pula faktor aksesibilitas, faktor kesesuaian lahan (jenis
dan topografi tanah), dan ketersediaan fasilitas yang memadai.
8) Pengendalian pengembangan kawasan permukiman secara ekstensif
pada jalur utama regional untuk menghindari alih fungsi lahan sawah
beririgasi teknis. Upaya yang dapat dilakukan adalah melalui
pengarahan kegiatan pada pusat-pusat yang telah ada melalui
VI. 29
9) Pengembangan Permukiman Perkotaan :
Pengembangan permukiman perkotaan yan berada diluar wilayah
kota (Kawasan industri, lokasi strategis transportasi dan
perdagangan) pengembangannya mengikuti jaringan jalan yang
ada.
Permukiman perkotaan diarahkan pada penyediaan hunian yang
layak dan dilayani oleh sarana dan prasarana permukiman yang
memadai.
Peningkatan penyehatan lingkungan permukiman.
Pengembangan prasarana dan sarana kawasan cepat tumbuh kota.
10) Pengembangan Permukiman Pedesaan:
Pada masing-masing pusat desa, untuk permukiman dalam kawasan
hutan dilakukan enclave.
Permukiman perdesaan yang berlokasi di bukit-bukit dikembangkan
dengan berbasis perkebunan disertai pengolahan hasil.
Pengembangan sistem jaringan transportasi yang mendukung alur
produksi antar kota, antar wilayah, dan antar perkotaan dan
perdesaan.
Pengembangan prasarana dan sarana kawasan perdesaan.
11) Pengembangan permukiman kawasan khusus seperti permukiman
sebagaimana tabel dan peta berikut ini pada halaman selanjutnya. pada
kawasan pariwisata dan kawasan industri dilakukan dengan tetap
memegang kaidah lingkungan hidup dan berkesesuaian dengan
rencana tata ruang
6.1.4.2 Alternatif Pemecahan dan Rekomendasi
Dari permasalahan-permasalahan diatas terlihat bahwa belum adanya
suatu pedoman bagi penyelenggaraan pembangunan perumahan dan
permukiman di Kota Kotabumi dan Bukit Kemuning yang bertumpu pada
kondisi daerah yang bersangkutan. Untuk mengantisipasi permasalahan
perumahan dan permukiman dimasa mendatang perlu disusun suatu
VI. 30
perumahan permukiman yang meliputi prasarana sarana dasar dan
kelembagaan yang mengelolanya serta aspek pembiayaan dalam usaha
kepemilikan rumah sehat.
• Pusat Pemerintahan Kabupaten
• Pusat Perdagangan dan Jasa dengan skala Kabupaten
• Pusat Distribusi dan Koleksi Barang dan Jasa
• Simpul Transportasi Jalan dan Rel Kereta Api Utama (Terminal dan Stasiun Utama)
• Pusat Pendidikan Menengah - Tinggi
• Pusat Industri dan Jasa Pariwisata
• Permukiman Perkotaan Pusat Kegiatan Lokal
(PKL)
BUKIT
KEMUNING
• Pusat Pemerintahan Kecamatan
• Simpul Transportasi Jalan Utama
• Pusat Perdagangan dan jasa skala Wilayah dan Kecamatan
• Pusat Kesehatan (Rumah Sakit Tipe C)
• Pengembangan Perkebunan
• Industri Pengolahan Perkebunan
• Pusat Permukiman Perkotaan
Pusat Pemerintahan Kecamatan
Pusat Perdagangan dan Jasa skala Kecamatan
Kawasan Industri Pengolahan Perkebunan
Kawasan Hutan Produksi
Pertambangan Non-Mineral Logam (Pasir,
Batu, dan Tanah Liat untuk industri batu bata)
VI. 31
ABUNGSURAKARTA
Pusat Pemerintahan Kecamatan
Pusat Perdagangan dan Jasa skala Kecamatan
Pengembangan LP2B
Industri Pengolahan Pertanian dan Perkebunan
Permukiman Perkotaan
ABUNG
SELATAN
Pusat Pemerintahan Kecamatan
Pusat Perdagangan dan Jasa skala Kecamatan
Pengembangan LP2B
Pegembangan Kawasan Agropolitan
Kawasan Perkebunan dan Industri Pengolahan
Perkebunan Karet
Pertambangan Non-Mineral Logam (Pasir)
Permukiman Perkotaan
Pusat Pemerintahan Kecamatan
Pusat Perdagangan Regional
Pusat Distribusi
Simpul Transportasi Regional
Pengembangan LP2B
Pusat koleksi komoditas pertanian yang dihasilkan sebagai bahan mentah industri
Pengembangan Perkebunan dan Industri
Pengolahan Kelapa Sawit
Permukiman Perkotaan
BUNGA
MAYANG
Pusat Pemerintahan Kecamatan
Pusat Perdagangan dan Jasa skala Kecamatan
Pengembangan Perkebunan Tebu
Kawasan Industri Pengolahan Perkebunan Tebu
Kawasan Hutan Produksi
Pertambangan Non-Mineral Logam (Pasir)
Permukiman Perkotaan dan Semi Perkotaan
TANJUNG
RAJA
Pusat Pemerintahan Kecamatan
Pusat Perdagangan dan Jasa skala Kecamatan
Pengembangan LP2B
Permukiman Perkotaan dan Semi Perkotaan
VI. 32
PusatPelayanan Kawasan
(PPK)
ABUNG BARAT Pusat Pemerintahan Kecamatan
Pusat Perdagangan dan Jasa skala Kecamatan
Pertambangan Non-Mineral Logam (Batuan)
Permukiman Perkotaan dan Semi Perkotaan
KOTA BUMI
UTARA
Pusat Pemerintahan Kecamatan
Pusat Perdagangan dan Jasa skala Kecamatan
Pusat Distribusi
Pusat Pendidikan Menengah
Kawasan Industri Pengolahan
Permukiman Perkotaan dan Semi Perkotaan
ABUNG
TENGAH
Pusat Pemerintahan Kecamatan
Pengembangan LP2B
Pusat Pemerintahan Kecamatan
Perdagangan skala lingkungan/kawasan
Pengembangan Perkebunan
Pertambangan Non-Mineral Logam
(Batuan-Batu Gunung)
Pusat Kegiatan Industri Pertanian
Pengembangan Perkebunan
Perdagangan skala lingkungan/kawasan
VI. 33
GedungMakripat
(Hulu Sungkai)
Pusat Lingkungan
Pengembangan Perkebunan dan Hortikultura
Perdagangan skala lingkungan
Pengembangan Perkebunan dan Industri
Pengolahannya
Pertambangan Non-Mineral Logam (Batuan,
batu Mangan)
Pengembangan Perkebunan dan Industri
VI. 35
Lingkungan Perumahan dan Permukiman
Pengembangan program-program pembangunan perumahan dan
permukiman serta perbaikan lingkungan perumahan dan permukiman
daerah kumuh berupa kegiatan reviatalisasi, pemberdayaan masyarakat
squatter serta pengelolaan dan pemeliharaan lingkungan perumahan
secara berkelanjutan.
Pemberian disinsentif bagi perumahan yang tidak berada pada daerah
peruntukan permukiman. Pemberian disinsentif ini dapat berupa pengenaan
pajak yang tinggi ataupun pembatasan pemberian prasarana sarana dasar
perumahan. Hal ini dilakukan dalam usaha untuk mengendalikan
perkembangan perumahan permukiman di Kota Kotabumi dan Bukit
Kemuning agar tidak mengarah ke daerah yang bukan merupakan
peruntukan bagi lahan perumahan.
Pelaksanaan sosialisasi terhadap produk-produk perencanaan maupun
program-program pemerintah khususnya yang berkaitan dengan masalah
perumahan dan permukiman secara berkesinambungan.
Kelembagaan Perumahan dan Permukiman
Pengembangan Institusi Pelayanan Perumahan dan Permukiman Satu
Atap yang memungkinkan terciptanya proses koordinasi dan keterpaduan
program pembangunan perumahan dan permukiman. Adapun institusi
tersebut menyelenggarakan fungsi-fungsi sebagai berikut :
- Pusat informasi (informasi kebijaksanaan dan arahan pembangunan
perumahan dan permukiman, informasi program pembangunan
perumahan dan permukiman, informasi kesesuaian lahan dan
lingkungan / kawasan siap bangun)
- Perizinan (penyederhanaan prosedur / birokrasi perizinan sehingga
masyarakat memperoleh kemudahan dalam mendapatkan sertifikat
VI. 36
- Pusat Pelayanan Teknis (pemberian pelayanan kepada masyarakatdalam proses perencanaan pembangunan perumahan dan permukiman)
Pengembangan instrumen pendukung dari institusi pelayanan perumahan
dan permukiman tersebut seperti skim-skim pembiayaan, maupun
peraturan perundangan termasuk sanksi atas jenis-jenis pelanggaran yang
dilakukan dalam kegiatan penyelenggaraan pembangunan perumahan dan
permukiman
Peninjauan kembali terhadap perijinan yang telah dikeluarkan khususnya
untuk pemanfaatan lahan skala besar dikaitkan dengan kesesuaian
rencana tata ruang kota, alokasi lahan perumahan serta dinamika
pembangunan wilayah
Pembentukan dan pengembangan forum komunikasi dan kerjasama lintas
wilayah kabupaten/kota dalam rangka mendukung proses koordinasi dan
keterpaduan dalam kegiatan pengawasan dan pengendalian pembangunan
perumahan dan permukiman
6.1.5 Usulan Program dan Kegiatan
Prioritas Dan Tahapan Program Pembangunan Pengembangan Perumahan
Dan Permukiman
Adanya keterbatasan sumberdaya dan kemampuan pembiayaan yang ada,
maka diperlukan suatu prioritas pelaksanaan dari program - program yang
telah disusun yang berkaitan dengan perumahan dan permukiman. Sebagai
pertimbangan penetapan prioritas, maka diperlukan kriteria - kriteria
sebagai berikut :
a. Pemenuhan Kebutuhan
Alokasi kawasan permukiman pada setiap tahapan didasarkan pada
peningkatan jumlah penduduknya.
b. Keterpaduan
Program pembangunan yang ada dilaksanakan dengan tahapan -
tahapan yang terintegrasi sehingga diperoleh hasil yang optimal.
VI. 37
Setiap kegiatan pembangunan yang dikembangkan pada suatu lokasi
harus mampu memicu kegiatan pembangunan di kawasan itu sendiri dan
di kawasan sekitarnya.
d. Strategi Kebijaksanaan
Program pembangunan dalam jangka pendek tidak akan memberikan
manfaat secara langsung, namun dalam jangka panjang akan
memberikan manfaat yang mendasar
e. Pemecahan Masalah
Program pembangunan yang dilaksanakan pada setiap tahapan harus
dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi pada saat itu maupun
pada masa mendatang
f. Kesesuaian dan Keterkaitan dengan rencana yang ada
Suatu program yang telah dilegalkan dan memiliki instrumen perundang -
undangan maka program tersebut layak untuk diprioritaskan
Berdasarkan kriteria - kriteria diatas, maka program pembangunan yang
akan dilaksanakan dan jabarkan dalam beberapa tahapan :
Tahap l ( 2015 – 2016 )
Tahap ini merupakan tahap persiapan dan koordinasi antar instansi,
pembentukan instansi pengelola, aspek legalitas dan sosialisasi
kepada masyarakat mengenai pelaksanaan Rencana Pembangunan
dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman di Daerah (RP4D)
dan usaha peningkatan kualitas lingkungan kawasan perumahan
permukiman sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada pada
daerah setempat.
Tahap II ( 20017 – 2019 )
Pada tahap ini mengarah kepada upaya pemenuhan kebutuhan
perumahan permukiman dengan pembentukan kawasan perumahan
VI. 38
permukiman dan prasarana sarana dasar permukiman hingga akhir
tahun perencanaan.
PERAN SERTA PARA PELAKU PEMBANGUNAN
Pelaku penyelenggaraan Pembangunan dan Pengembangan Perumahan
dan Permukiman di Kabupaten Lampung Utara adalah :
a. Pemerintah, terdiri dari:
- Pemerintah Pusat
- Pemerintah Propinsi Lampung
- Pemerintah Kabupaten Lampung Utara
b. Swasta, terdiri dari:
- BUMN : Perumnas, PT. Telkom, PT. PLN
- BUMD: PDAM, perusahaan daerah lainnya
- Swasta Murni: Pengembang, kontraktor dan investor lainnya
- Koperasi
c. Masyarakat, melalui swadaya, swadana dan swakelola
- Kelompok Masyarakat
- Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
- Organisasi Sosial Kemasyarakatan
6.2 Penataan Bangunan dan Lingkungan
6.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Rencana tata bangunan dan lingkungan pada dasarnya bertitik tolak kepada
peraturan perundang-undangan maupun kebijakan yang berlaku. Peraturan
dan perundangan maupun kebijakan yang perlu diacu tersebut diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
2. Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan
VI. 39
3. Kepmeneg PU Nomor 10/KPTS/2000, tentang Ketentuan Teknis
Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan
4. Kepmen PU Nomor 441/KPTS/1998, tentang Persyaratan Teknis
Bangunan Gedung
5. Kepmeneg PU Nomor 11/KPTS/2000, tentang Ketentuan Teknis
Manajemen Penanggulangan Kebakaran di Perkotaan
6. Standar Nasional Indonesia (SNI)
7. Keputusan Dirjen Perumahan dan Permukiman Nomor :
58/KPTS/DM/2002, tentang Petunjuk Teknis Rencana Tindakan Darurat
Kebakaran Pada Bangunan Gedung
6.2.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang
diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang,
terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di
perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungan.
Visi penataan bangunan dan lingkungan adalah terwujudnya bangunan
gedung dan lingkungan yang layak huni dan berjati diri, sedangkan misinya
adalah:
i) Memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan
gedung yang tertib, berjati diri, serasi dan selaras,
ii) Memberdayakan masyarakat agar mandiri dalam penataan lingkungan
yang produktif dan berkelanjutan.
Dalam penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan
dan tantangan yang antara lain:
1. Permasalahan dan tantangan di bidang Bangunan Gedung
Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan
kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah
VI. 40
Kurangnya prasarana dan sarana hidran kebakaran, bahkan
banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian
Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung serta
rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan.
2. Permasalahan dan tantangan di Bidang Gedung dan Rumah Negara
Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi
persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang
tertib dan efisien
Masih banyaknya asset Negara yang tidak teradministrasi dengan
baik.
3. Permasalahan dan tantangan di bidang Pemberdayaan Masyarakat di
Perkotaan
Jumlah penduduk miskin yang semakin meningkat
Belum mantapnya kelembagaan komunitas untuk meningkatkan
peran masyarakat
Belum dilibatkannya masyarakat secara aktif dalam proses
perencanaan dan penetapan prioritas pembangunan di wilayahnya.
6.2.3 Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan
Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman adalah sebagai berikut :
1. Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);
2. Bantuan teknis pengelolaan Ruang terbuka Hijau (RTH);
3. Pembangunan prasarana dan sarana peningkatan lingkungan
permukiman kumuh dan nelayan;
4. Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan permukiman
tradisional;
Permasalahan dan tantangan di bidang Penataan Lingkungan
1. Masih adanya permukiman kumuh yang tersebar di Kota Kota Kotabumi
VI. 41
2. Kurang diperhatikannya permukiman-permukiman tradisional dan
bangunan gedung bersejarah, padahal mempunyai potensi wisata seperti
perumahan tradisional di daerah Kotabumi
3. Sarana lingkungan hijau/open space yang dalam pengaturannya masih
belum memiliki acuan/pedoman agar penataan ruang-ruang terbuka hijau
kota dapat terarah khususnya di daerah Kotabumi
Untuk penanganan kawasan permukiman kumuh, kawasan permukiman
kumuh teridentifikasi di Kotabumi dengan kondisi lingkungan yang tidak
teratur, pandangan atau tata letaknya membelakangi sungai, jalan masuk
sempit, jenis perkerasan tanah dan sering mengalami genangan, tipe rumah
bervariasi, kondisi rumah semi permanen dan kurang didukung prasarana dan
sarana permukiman yang memadai sehingga cenderung terkesan kumuh.
Pada daerah ini terdapat permukiman yang berada di bantaran saluran irigrasi
yang memiliki lebar sekitar 10 – 12 meter. Permukiman tersebut dipisahkan
oleh jalan inspeksi saluran irigasi dan muka rumah juga menghadap ke arah
saluran irigrasi tersebut. Jalan inspeksi saluran irigrasi dan muka rumah juga
menghadap ke arah saluran irigrasi tersebut. Jalan inspeksi saluran irigrasi
memiliki perkerasan jalan aspal dengan lebar sekitar 5 – 6 meter. Keadaan ini
tidak menimbulkan suatu lingkungan yang terlihat kumuh.
6.2.4 Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan PBL
Pada saat ini pencapaian penataan bangunan gedung dan lingkungan pada
sub sektor Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran masih jauh dari ideal,
yakni hanya sebuah (1) Pos Pemadam Kebakaran yang terletak di komplek
kantor Bupati Lampung Utara. Jauh dari ideal karena bangunan tersebut
terlalu kecil untuk dijadikan kantor kebakaran. Sedangkan prasarana dan
prasarana penanggulangan kebakaran Kabupaten Lampung Utara saat ini
berupa :
a. Pasokan air :
1. Hidran