• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGASUHAN ORANG TUA DI YOGYAKARTA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGASUHAN ORANG TUA DI YOGYAKARTA SKRIPSI"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGASUHAN ORANG TUA DI YOGYAKARTA SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh: Anita Septiningsih

099114046

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN MOTTO

Hidup ini seper t i r oda, kadang akan ber ada di at as,

kadang-kadang akan ber ada di bawah. Tidak pent ing ket ika kit a ber ada di at as

at au di bawah. Tapi yang paling pent ing adalah mensyukur i ket ika

sukses, dan sabar ket ika gagal.

- Hit am Put ih-

“You can when you believe”

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Ku persembahkan karya ini kepada : Bapaku yang ada di surga, TUHAN YESUS KRISTUS

Bapakku Sutarman

Ibukku Pudentiana Surani

Kakakku Andhika Kustaryono

Teman- temanku Psikologi USD Angkatan 20 09

(6)
(7)

vii

PENGASUHAN ORANG TUA DI YOGYAKARTA

Studi Pada Mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Anita Septiningsih

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui praktek pengasuhan orang tua yang tinggal di Yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif-deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara. Penelitian ini menggunakan subjek orang tua (ayah & ibu) yang tinggal di Yogyakarta, dan masih memiliki anak dengan maksimal usia 10 tahun. Komposisi subjek dibuat cukup representatif, yaitu dapat mewakili lokasi tempat tinggal, tingkat pendidikan, dan pekerjaan yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar praktek pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua di Yogyakarta saat ini terkait dengan penanaman disiplin dan nilai-nilai, mendorong / mengajarkan pengelolaan diri, dan mengajarkan kemandirian. Praktek pengasuhan lainnya yang muncul terkait dengan perihal memberikan perhatian dan kasih sayang, memberikan dukungan dalam tugas akademik dan minat anak, memenuhi kebutuhan dasar, keterlibatan dan kehadiran dalam kegiatan anak, memberikan kesenangan pada anak, dan pengabaian. Cara-cara yang paling banyak digunakan orang tua dalam praktek pengasuhan antara lain memberikan nasehat pada anak, melibatkan secara langsung, dan memberikan contoh kepada anak.

(8)

viii

PARENTING IN YOGYAKARTA Study Psychology in Sanata Dharma University

Anita Septiningsih

ABSTRACT

The research aimed to know the parenting practices in Yogyakarta currently. The research used descriptive qualitative method. Researchers used an open interview method with the order written questions in detail. The subjects of this research was parents ( father and mother ) who lives in Yogyakarta, and still have a child bellow 10 years old. The results showed that parents in Yogyakarta mostly associated their child with discipline and value, encourage / teach self-management, and teach self-reliance. Other parenting practices that appear associated with attention and affection, providing support in academic work and interests of children, fullfill the basic needs, involve and presence at the child's activities, provide fun thing, and neglect. Javanese parent’s used same pattern in parenting practices include providing advice to the child, direct engagement, and provide an example to children.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang

atas limpahan rahmat dan kasih-Nya penulis bisa menyelesaikan tugas skripsi ini.

Perjuangan dalam menyelesaikan semua ini sungguh luar biasa. Begitu banyak

kesulitan dan hambatan yang penulis temui selama proses penyelesaian skripsi ini.

Tugas akhir ini dikerjakan demi memenuhi salah satu syarat guna

memperoleh gelar sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Sanata Dharma.

Terselesaikannya skripsi ini tentunya tak lepas dari dorongan, dukungan, dan

uluran tangan berbagai pihak. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada

pihak-pihak yang ikut ambil bagian dalam penelitian ini. Beberapa pihak tersebut

adalah:

1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, S.Psi., M.Si. selaku dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma yang memberikan ijin untuk penelitian ini.

2. Ibu Agnes Indar Etikawati., S.Psi., M.Psi. selaku dosen pembimbing skripsi

yang dengan sabar mendampingi, memberikan perhatian, semangat, saran, dan

kritik yang membangun untuk penyelesaian skripsi.

3. Para dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji

hasil penelitian ini.

4. Bapak Agung Santoso, M.A. selaku ex dosen pembimbing akademik yang

selalu memberikan motivasi selama perkuliahan mengenai penulisan skripsi

(11)

xi

5. Ibu Tjipto Susana selaku dosen pembimbing akademik yang selalu

memberikan semangat dan dorongan untuk terus maju dan tidak putus asa.

6. Seluruh dosen psikologi yang dengan sabar memberikan ilmunya yang

sungguh luar biasa, keakraban dengan mahasiswa yang sangat baik, sehingga

penulis merasa bahagia dan bangga berada di Fakultas Psikologi Sanata

Dharma Yogyakarta.

7. Segenap staf Fakultas Psikologi, Mas Gandung, Bu Nanik, Mas Muji, dan Mas

Doni yang dengan sabar memberikan pelayanan dan membantu proses

kelancaran administrasi kepada penulis selama kuliah di sini.

8. Pak Gik yang selalu semangat bekerja, ceria saat disapa dan baik hati untuk

membukakan lift kepada penulis dan setiap mahasiswa yang membutuhkan.

Semangat terus Pak Gik.

9. Mitra perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah melayani dengan

sangat baik, sehingga mempermudah penulis selama menyelesaikan tugas

akhir ini dan penulis merasa kerasan selama di dalam perpustakaan.

10.Bapak dan Ibuku tersayang yang selalu memberikan semangat dan

mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini, dan terima

kasih untuk semua doa yang tak pernah putus diberikan untuk penulis.

11.Kakakku Andhika Kustaryono yang selalu menjadi tempat untuk bercerita

ketika penulis merasa putus asa. Terima kasih untuk doa, wejangan, dan

motivasi yang diberikan untuk membangkitkan semangat penulis.

12.Cella, Angel, Brigit, Sherly, Grety, Nao terima kasih untuk segala bentuk

(12)

xii

mendapatkan subjek tambahan sesuai dengan kriteria yang diharapkan penulis.

Bantuan kalian sungguh luar biasa untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

13.Christy, Indri, Vera, Leo teman-teman satu bimbingan, terima kasih untuk

canda tawanya, suka duka kita lewati bersama, dan kata “semangat” lah yang

selalu terucap dari kalian yang menambah semangat penulis untuk segera

menyelesaikan skripsi ini.

14.Sherly, Ayu Bali, Wayan yang selalu memberikan semangat dan mengajarkan

banyak hal kepada penulis. Terima kasih untuk tambahan ilmunya yang

penulis rasa sangat kurang dalam pengetahuan sumber dan teori.

15.Terima kasih untuk seluruh subjek penelitian saya yang telah berbagi

pengalamannya dan sangat ramah kepada penulis.

16.Terima kasih untuk rumah belajar “Dobby” yang sangat ramah dan membantu

penulis mendapatkan subjek penelitian sehingga memperlancar penulis dalam

proses pengerjaan skripsi ini.

17.Semua teman-temanku di Psikologi angkatan 2009 yang saling berjuang

bersama selama empat tahun terakhir ini, saling memberikan motivasi dan

semangat saat penulisan skripsi. Semangat buat kalian yang dalam

menyelesaikan skripsi.

18.Prasma Bakcti terimakasih bisa menjadi teman, sahabat, dan kekasih yang

sabar menghadapi sikap penulis yang labil saat menjalani pengerjaan skripsi

ini, menjadi tempat keluh kesah penulis, dan canda tawa yang diberikan.

19.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi yang

(13)

xiii

Akhirnya, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari

sempurna dan tentunya masih memiliki banyak kesalahan, dan kekurangan.

Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi

kepatutan dalam penelitian selanjutnya. Akhir kata, atas perhatian dan

dukungannya penulis ucapkan terima kasih.

Yogyakarta, 22 Mei 2014

Penulis

(14)

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ...xviii

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

1. Manfaat Teoritis ... 6

(15)

xv

BAB II: LANDASAN TEORI ... 8

A. Pengasuhan Orang Tua ... 8

1. Definisi Pengasuhan ... 8

2. Cakupan Pengasuhan ... 9

B. Yogyakarta dan Budaya Jawa ... 13

C. Pengasuhan Tradisional Orang Tua Jawa ... 14

D. Pengasuhan Orang Tua di Yogyakarta Saat Ini ... 16

E. Pertanyaan Penelitian ... 18

BAB III: METODE PENELITIAN ... 19

A. Jenis Penelitian ... 19

B. Fokus Penelitian ... 20

C. Subjek Penelitian ... 20

D. Metode Pengumpulan Data ... 21

E. Pedoman Wawancara ... 22

F. Prosedur Penelitian ... 23

G. Teknik Analisa Data ... 24

H. Teknik Keabsahan Data ... 25

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 27

A. Proses Pengambilan Data ... 27

1. Pelaksanaan Penelitian ... 27

2. Identitas Subjek... 29

B. Analisis Hasil... 30

(16)

xvi

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 60

1. Bagi Orang Tua ... 61

2. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Pedoman Wawancara ... 22

Tabel 4.1 Pelaksanaan Wawancara Langsung ... 28

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Kategorisasi ... 67

Lampiran 2. Tabel Praktek Pengasuhan 1 ... 73

Lampiran 3. Tabel Praktek Pengasuhan 2 ... 85

Lampiran 4. Verbatim Subjek Keluarga Pertama ... 93

Lampiran 5. Verbatim Subjek Keluarga Kedua ... 105

Lampiran 6. Verbatim Subjek Keluarga Ketiga ... 121

(19)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keluarga merupakan lingkungan yang paling berperan dalam

perkembangan anak. Di dalam keluarga, orang tua adalah pihak yang

sangat bertanggung jawab terhadap anak-anaknya. Oleh karenanya, orang

tua berkewajiban untuk mengasuh, membesarkan, dan mendidik anak agar

mampu mandiri (Moesono, 2003). Peran pengasuhan dan pendampingan

orang tua adalah sesuatu yang sangatlah penting di dalam keluarga. Hal

tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Astuti (2004) bahwa peran

orang tua lebih besar di dalam keluarga daripada peran lingkungannya.

Bagaimana anak dididik dan dibesarkan oleh orang tua dalam sebuah

keluarga akan membawa dampak yang sifatnya bukan sementara, namun

termanifestasi selama hidup anak tersebut, baik dalam perilaku, pola pikir,

maupun cara pandang anak. Masalah pengasuhan menjadi menarik untuk

dibahas karena pengasuhan merupakan dasar utama orang tua dalam

mengasuh dan mendidik anak dan pengasuhan akan berpengaruh pada

kepribadian anak. Orang tua memiliki tanggung jawab dalam

mengembangkan eksistensi anak melalui pengasuhannya (Gunarsa, 1998).

Pengasuhan orang tua adalah cara khas orang tua dalam

(20)

terbentuknya kepribadian yang kuat (Hadinoto, 1991). Pengasuhan sering

dipahami dalam dua konteks yakni pola asuh (parenting style) dan praktek

pengasuhan (parenting practice).

Berdasarkan referensi dari barat, selama ini pola asuh seringkali

dibedakan atas pola asuh otoriter, permisif, dan demokratis (Baumrind

dalam Hurlock, 1993). Pola asuh permisif kemudian dibedakan menjadi

dua yakni permissive-indulgent dan permissive-indifferent (Baumrind

dalam Santrock, 2002). Pola asuh otoriter memberikan kendali yang

tinggi, kurang menunjukkan kehangatan serta mengharuskan anak

mematuhi peraturan yang telah dibuat. Pada pola asuh demokratis, orang

tua memberikan perhatian penuh, menunjukkan kehangatan pada anak,

dan menghargai kebebasan anak. Pola asuh permisif tidak mengajarkan

peraturan kepada anak dan tidak akan menghukum anak ketika melanggar

peraturan. Pada pola asuh permissive-indulgent, orang tua sangat

memanjakan dan melindungi anak, sedangkan pada pola asuh

permissive-indifferent orang tua justru sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak dan

cenderung menelantarkan anak.

Menurut Darling & Steinberg (dalam Spera, 2005) menjelaskan

bahwa praktek pengasuhan adalah suatu perilaku tertentu yang digunakan

orang tua untuk mensosialisasikan anak. Dalam praktek pengasuhan

(parenting practice) tidak ada kategorisasi dan tidak ada organisasi dalam

pengasuhannya. Artinya, pengasuhan itu tidak dapat digolongkan karena

(21)

Selain itu, praktek pengasuhan lebih menggambarkan perilaku pengasuhan

yang dilakukan.

Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk mendapatkan

gambaran mengenai praktek pengasuhan orang tua yang tinggal di

Yogyakarta. Yogyakarta merupakan pusat kebudayaan Jawa selain

Surakarta. Selain itu, keberadaaan keraton Yogyakarta dipandang sebagai

salah satu pusat budaya yang masih kental dengan nilai-nilai budaya

Jawa.

Begitu banyak warisan budaya yang ada, yang menjadikan kota

Yogyakarta menarik perhatian para pendatang dari luar, dan tidak sedikit

pula orang untuk tinggal di Yogyakarta. Bahkan masyarakat pendatang

yang masuk dan tinggal di Yogyakarta turut mengenal dan berperan dalam

mempraktekkan budaya yang ada di Yogyakarta (Prabowo, 2011).

Akulturasi merupakan perubahan dalam cara pengasuhan yang dihasilkan

dari kontak secara terus menerus dengan budaya lain (Segall, 1999; dalam

Sarah Wise & Lisa da Silva,2007). Sebagai contoh adalah kasus migrasi

orang dari suatu daerah yang menyesuaikan diri dengan budaya yang ada

dalam daerah lain.

Pengasuhan anak sangat bergantung pada nilai-nilai budaya yang

ada dalam keluarga. Kebudayaan asal orang tua akan mempengaruhi

pengasuhannya kepada anak (Geertz, 1983). Budaya Jawa merupakan

(22)

memiliki nilai-nilai keluhuran dan kearifan budaya yang menjadi ciri khas

masyarakat Jawa. Budaya Jawa memiliki ciri khas yang sangat kental

dengan tata krama yang mementingkan unggah-ungguh dan sopan santun

(Geertz, 1983).

Pengasuhan anak dalam budaya Jawa bertujuan untuk membentuk

anak menjadi orang Jawa. Geertz (1983) menyatakan bahwa anak-anak itu

harus menjadi orang Jawa sepenuhnya yakni njawani yang berarti anak

dapat berperilaku sopan, bijak, matang, serta berperilaku rukun. Kesadaran

individu sebagai orang Jawa selalu berpedoman pada dua prinsip dasar,

yaitu prinsip rukun dan hormat yang menjadi dasar setiap perilaku.

Kemahiran dalam mempergunakan sikap hormat yang tepat dikembangkan

pada orang Jawa sejak kecil melalui pendidikan di dalam keluarga.

Sebagaimana dikemukakan oleh Geertz (1983), untuk mencapai tujuan

pendidikan itu cara yang digunakan berdasarkan nilai-nilai budaya Jawa

adalah dengan mengajarkan anak-anaknya untuk wedi, isin, dan sungkan.

Wedi berarti takut sebagai reaksi terhadap ancaman fisik maupun sebagai

rasa takut terhadap sesuatu yang asing akibat kurang menyenangkan dari

suatu tindakan. Isin berarti malu, enggan, canggung, merasa bersalah

akibat suatu pelanggaran sosial yang ditimpakan diri sendiri. Sungkan

adalah rasa malu dalam arti positif tanpa adanya perasaan berbuat suatu

kesalahan, bukanlah rasa malu yang harus dicegah. Sungkan sebagai rasa

(23)

Dalam pengasuhannya, cara yang digunakan orang tua Jawa yakni

melindungi anak, merawat anak (memberi makan, mengeloni,

mengemong, menyuapi, memandikan), menyediakan teladan bagi anak,

memberikan kasih sayang dan perhatian, mengajarkan tata cara

kemasyarakatan, membuatkan keputusan bagi anak, serta memberikan

hukuman bagi anak ketika melakukan kesalahan (Geertz, 1983). Hal yang

sama diungkapkan oleh Ihroni (dalam Hartati, 1991) bahwa dalam

mengasuh anak, orang tua Jawa menanamkan hal-hal yag bersifat baik

seperti memberikan nasehat-nasehat, menerangkan disiplin dalam tugas

sehari-hari, memberikan tauladan tanggung jawab baik dalam lingkungan

keluarga maupun lingkungan di luar keluarga. Hal ini dimaksudkan agar

anak tetap dapat bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan adat budaya

yang ada.

Beberapa penelitian mengenai pengasuhan yang sudah dilakukan

lebih menggunakan pola asuh dari Baumrind. Sebagian besar penelitian

yang dilakukan di Yogyakarta menemukan bahwa orang tua di Yogyakarta

lebih menerapkan pola asuh demokratis. Di samping itu, ditemukan pola

asuh yang lain seperti permisif dan otoriter.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengasuhan

Jawa sendiri sudah cukup lama ada seperti yang disampaikan dalam buku

Geertz tahun 1983. Seiring perkembangan zaman, besar kemungskinan

pengasuhan orang tua mulai bergeser. Unsur-unsur kebudayaan asing

(24)

dalam pengasuhannya kepada anak. Selain itu, penelitian mengenai

pengasuhan yang pernah dilakukan di Yogyakarta lebih memetakan

pengasuhan berdasarkan pola asuh dari Baumrind dan lebih bersifat

deduktif. Oleh sebab itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui

praktek pengasuhan yang dilakukan di Yogyakarta yang bersifat induktif.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana praktek

pengasuhan anak yang dilakukan oleh orang tua di Yogyakarta saat ini?

C. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana praktek

pengasuhan orang tua di Yogyakarta saat ini dalam mengasuh anak.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan tambahan wacana yang berkaitan dengan ilmu

psikologi khususnya Psikologi Perkembangan dan Sosial, yang

memfokuskan pada teori pola asuh, khususnya pada pengasuhan

orang tua saat ini.

b. Dapat digunakan sebagai literature dalam pelaksanaan penelitian

(25)

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi kepada para psikolog dan praktisi konseling mengenai

pengasuhan orang tua saat ini.

b. Bagi para orang tua dan masyarakat, hasil penelitian ini dapat

(26)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengasuhan Orang Tua 1. Definisi Pengasuhan

Keluarga merupakan lingkungan utama bagi anak-anak. Dalam

proses pengasuhan orang tua sekaligus merupakan tempat menerima

pelajaran mengenai norma-norma adat. Pengasuhan anak akan

menentukan sikap dan perilaku untuk menuju perkembangan anak menjadi

dewasa (Hartati,1991). Menurut Dewi (2002) orang tua adalah ayah, ibu

sebagai suatu kesatuan karena dalam pengasuhan anak, ayah dan ibu

mempunyai tanggung jawab yang sama. Orang tua merupakan sosok yang

paling dekat dengan anak-anaknya. Selama masa bayi dan kanak-kanak,

orang tua merupakan sosok yang paling bertanggung jawab terhadap

anak-anaknya. Fungsi dan tanggung jawab orang tua adalah mengasuh,

memelihara, melindungi dan melatih anak untuk bersosialisasi.

Pada dasarnya hubungan orang tua dan anak tergantung pada

pengasuhan orang tua (Hurlock, 1993). Dari sinilah sikap orang tua

tampak dalam mempengaruhi anak melalui cara orang tua mengasuh.

Hadinoto (1991) mengatakan bahwa pengasuhan orang tua adalah cara

khas orang tua dalam memperlakukan anak-anaknya yang berhubungan

(27)

Balson (1993) berpendapat bahwa pengasuhan adalah cara-cara

yang digunakan orang tua dalam mengasuh anaknya. Di sisi lain, Hartati

(1991) menjelaskan dalam proses pengasuhan anak, terlihat berbagai

aktivitas seperti mendidik, merawat, mengajarkan gotong royong,

kerukunan, tata krama serta membimbing anak dalam keluarga untuk

menjadi anggota keluarga dan anggota masyarakat yang sesuai dengan

norma yang berlaku dalam budaya yang ada.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengasuhan

orang tua adalah suatu cara yang dilakukan oleh orang tua dalam

mengasuh anak, agar membuat anak merasa nyaman, dan dapat

berkembang menjadi pribadi yang diharapkan dalam masyarakat. Untuk

selanjutnya, penelitian ini lebih difokuskan pada pengasuhan orang tua

(parenting pracctice).

2. Cakupan Pengasuhan

Pengasuhan dibedakan menjadi dua yaitu gaya pengasuhan

(parenting style) dan praktek pengasuhan (parenting practice).

Menurut Diana Baumrind (dalam Bukatko, 2004), secara tradisional

ada dua dimensi utama dalam gaya pengasuhan (parenting style) yakni

kehangatan dari orang tua (parental warmth) dan kontrol orang tua

(demandingness). Berdasarkan dua dimensi tersebut gaya pengasuhan

(parenting style), menurut Baumrind (dalam Santrock, 2002) ada tiga

gaya pengasuhan anak oleh orang tuanya yaitu authoritative,

(28)

asuh permisif dibedakan menjadi dua yaknipermissive-indulgent dan

permissive-indifferent.

a. Pola asuh authoritative / demokratis

Orang tua yang authoritative berperilaku hangat tapi

tegas.Orang tua mendorong anak-anak agar mandiri tetapi masih

menetapkan batas-batas dan pengendalian atas tindakan-tindakan

mereka. Orang tua authoritative menanamkan kebiaaan-kebiasaan

rasional, berorientasi pada masalah, sering terlibat dalam

perbincangan-perbincangan dan penjelasan dengan anak dan

memegang teguh disiplin.

b. Pola asuh authoritarian / otoriter

Orang tua otoriter beranggapan bahwa anak-anak harus

menerima aturan-aturan dan standar yang ditentukan orang tua tanpa

mempersoalkannya.

c. Pola asuh permissive / permisif

Orang tua permisif tidak memberikan batasan-batasan atau

aturan-aturan yang sifatnya wajib / dipaksakan. Maccoby dan Martin

membagi pola asuh permisif menjadi dua bentuk, yaitu

permissive-indulgent dan permissive-indifferent.

1. Permissive-indulgent

Pada pola asuh ini orang tua sangat terlibat dalam

(29)

batas dan kendali terhadap perilaku mereka selalu menuruti atau

terlalu membebaskan.

2. Permissive-indifferent

Pada pola asuh ini orang tua sangat tidak terlibat dalam

kehidupan. Orang tua ini hanya memiliki sedikit waktu dan

perhatian yang diluangkan untuk anak.

Praktek pengasuhan (parenting practice) lebih beragam karena

pada dasarnya praktek pengasuhan lebih menekankan pada perlakuan

atau cara orang tua dalam mengasuh (Spera, 2005). Menurut Darling &

Steinberg (dalam Spera, 2005) menjelaskan praktek pengasuhan adalah

suatu perilaku tertentu yang digunakan orang tua untuk

mensosialisasikan anak. Misalnya ketika mensosialisasikan anak-anak

mereka untuk berhasil di sekolah, orang tua memberlakukan praktek

pengasuhan tertentu, keterlibatan orang tua dalam menghadiri

pertemuan antara orang tua dan guru, melakukan pekerjaan rumah

bersama anak-anak, memberikan nasehat bagi anak untuk

menggunakan waktu luang untuk membaca, membantu anak-anak

mengerjakan tugas dari sekolah, dan memonitor perilaku anak-anak

setelah pulang sekolah.

Paul & Fowler (2002) memberikan contoh pengasuhan (parenting

practice) seperti terlibat langsung dalam kegiatan ektrakurikuler anak

(30)

pujian dan umpan balik positif terhadap prestasi anak, mengajak

diskusi anak mengenai olahraga, musik, dan seni.

Praktek pengasuhan juga lebih baik digunakan untuk memprediksi

perilaku daripada gaya pengasuhan. Asumsinya adalah bahwa dimensi

luas gaya pengasuhan mungkin tidak cukup menangkap kompleksitas

perkembangan anak (Carlo, McGinley, Hayes, Batenhorst, Wilkinson,

2007). Dalam praktek pengasuhan (parenting practice) tidak ada

kategorisasi dan tidak ada organisasi dalam pengasuhannya. Artinya,

pengasuhan itu tidak dapat digolongkan karena tidak dijelaskan secara

teoritis seperti gaya pengasuhan (parenting style).

Faktor pengasuhan meliputi perilaku orang tua sebagai parental

support dan parental control (Henry, 1994, dalam Families

Consortium). Parental support merupakan dukungan orang tua yang

dirancang untuk menunjukkan penerimaan orang tua dan persetujuan

terhadap anak. Parental support ini ditunjukkan oleh orang tua melalui

perilaku seperti adanya dorongan, kasih sayang, perawatan, serta

pujian terhadap anak. Sedangkan parental control merupakan teknik /

cara yang orang tua gunakan untuk mendapatkan kepatuhan dari anak

sesuai yang diharapkan oleh orang tua. Parental control ini

ditunjukkan oleh orang tua melalui perilaku seperti mengontrol

perilaku anak, pemberian hukuman kepada anak, monitoring perilaku

(31)

pembatasan kasih sayang pada anak (tidak memanjakan anak) (Henry,

1994).

Jika dicermati, perilaku-perilaku orang tua yang termasuk dalam

praktek pengasuhan (parenting practice) juga tercakup dalam fungsi

parenting. Fungsi parenting tersebut meliputi disiplin (discipline),

membimbing (guidance), merawat (nurturance), dan aksesbilitas

(accessibility) (Bross, 1982).

B. Yogyakarta dan Budaya Jawa

Yogyakarta merupakan pusat kebudayaan Jawa selain Surakarta.

Yogyakarta masih sangat kental dengan budaya Jawanya (Prabowo, 2011).

Hal ini disebabkan karena adanya keraton Yogyakarta yang dipandang

sebagai salah satu pusat budaya Jawa yang masih sangat kental dengan

warisan budaya etnik Jawa. Bagaimana tidak, di Keraton masih banyak

menyimpan tentang berbagai kesenian, hasil budaya, ragam pakaian adat

dan bentuk rumah ala jawa yang indah. Tidak berhenti disitu saja, di

Keraton Jogja juga mempertunjukkan bagaimana supelnya orang jawa

dalam berkomunikasi dan bersapa dengan semua orang yang datang

disana. Selain itu warga sekitar keraton pun juga masih kental dalam

penggunaan bahasa Jawa-nya. Hal ini dikarenakan untuk menghormati dan

melestarikan kebudayaan Jawa yang ada (Prabowo, 2011)

Salah satu wujud kebudayaan yang ada di Indonesia adalah

(32)

yang hidup dalam alam pikiran, sebagian besar dari masyarakat mengenai

apa yang dianggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup, sehingga

dapat berfungsi sebagai suatu pedoman hidup bagi masyarakat Jawa

(Endraswara, 2005). Budaya ini terus menerus dikembangkan, agar apa

yang menjadi cita- cita para leluhur dapat tercapai, yaitu terbentuknya

masyarakat Jawa yang berbudaya. Keragaman budaya ini dapat

mempengaruhi proses pengasuhan yang terjadi dalam masyarakat Jawa.

C. Pengasuhan Tradisional Orang Tua di Jawa

Proses pengasuhan anak dalam masyarakat Jawa dilakukan sejak

kecil. Sejak kecil, anak dibuat untuk merasa kerasan dalam lingkungan

rumahnya yang hangat, sehingga rasa kepercayaan yang mendalam

khususnya kepada ibu tumbuh pada diri anak, karena pada umumnya ibu

menjadi pengasuh utama. Sebagaimana dikemukakan oleh Geertz (1983),

cara yang digunakan berdasarkan nilai-nilai budaya Jawa adalah dengan

mengajarkan anak-anaknya untuk wedi, isin, dan sungkan.

Wedi berarti takut, baik dalam arti jasmaniah maupun dalam arti

sosial terhadap suatu kecemasan atas akibat dari suatu tindakan yang tidak

menyenangkan. Isin berarti malu, enggan, canggung, merasa bersalah

akibat suatu pelanggaran sosial yang ditimpakan diri sendiri.Belajar

merasa malu (ndue isin) merupakan langkah pertama ke arah kepribadian

Jawa yang matang. Sebaliknya penilaian untuk tidak tahu malu (ora ndue

isin) merupakan suatu kritik yang amat tajam dala budaya Jawa. Rasa isin

(33)

tamu dan lain sebagainya apabila ia melakukan sesuatu yang pantas

ditegur. Sungkan adalah malu dalam arti yang positif tanpa adanya

perasaan berbuat suatu kesalahan bukanlah rasa malu yang harus dicegah.

Sungkan sebagai suatu rasa hormat yang sopan terhadap atasan atau

sesama yang belum akrab.

Geertz (1983) mempunyai anggapan bahwa pengasuhan dalam

masyarakat Jawa ditentukan oleh dua prinsip yaitu prinsip rukun dan

prinsip hormat. Prinsip rukun dimaksudkan untuk mempertahankan

masyarakat dalam keadaan harmoni. Hidup rukun berarti usaha

terus-menerus oleh semua individu untuk bersikap tenang satu sama lain dan

untuk menyingkirkan unsur-unsur yang mungkin menimbulkan

perselisihan dan keresahan. Untuk dapat menjadi rukun satu sama lain,

maka individu dituntut untuk menjadi “Jawa” dan “Ngerti”. Menjadi

jawa berarti individu menjadi orang jawa yang sepenuhnya yakni menjadi

sopan, bijak dan matang serta individu mampu mengendalikan diri dan

berperilaku sesuai dengan tata krama. Ngerti berarti individu mengerti

akan unggah-ungguh dan sopan santun yang ada dalam budaya

masyarakat. Kemudian prinsip hormat yang diartikan bahwa setiap orang

dalam cara bicara dan membawa diri selalu harus menunjukkan sikap

hormat terhadap orang lain sesuai dengan derajat dan kedudukannya.

Dalam budaya Jawa sendiri, cara yang digunakan oleh orang tua

Jawa dalam mengasuh anaknya yakni dengan melindungi anak, merawat

(34)

menyediakan teladan bagi anak, memberikan kasih sayang dan perhatian,

mengajarkan tata cara kemasyarakatan, membuatkan keputusan bagi anak,

serta memberikan hukuman bagi anak ketika melakukan kesalahan

(Geertz, 1983).

D. Pengasuhan Orang Tua Di Yogyakarta Saat Ini

Pengasuhan merupakan suatu cara yang digunakan orang tua dalam

mengasuh anak dan membimbing anak agar anak merasa nyaman dalam

membentuk pribadi yang kuat dan dapat berkembang menjadi pribadi yang

baik yang diharapkan dalam masyarakat.

Pengasuhan tradisional orang Jawa merupakan suatu cara yang

digunakan oleh orang tua Jawa dalam mengasuh anak dengan

mengajarkan anak-anaknya tata cara kemasyarakatan, membuatkan

keputusan bagi anak, menyediakan teladan bagi anak, memberikan

hukuman bagi anak, merawat anak dan melindungi anak (Suseno, 1985).

Kemudian cara yang digunakan orang tua jawa berdasarkan nilai-nilai

Jawa yaitu dengan mengajarkan anaknya untuk wedi, isin, dan sungkan.

Tuntutan zaman yang bersifat modernisasi dan westernisasi seperti

sekarang ini mendorong individu untuk mengadaptasi unsur-unsur

kebudayaan barat, salah satunya adalah orang Jawa saat ini. Budaya jawa

saat ini mulai bergeser akibat adanya proses adaptasi yang dilakukan oleh

orang jawa dengan mengadopsi unsur budaya barat. Salah satu

(35)

Masuknya unsur-unsur budaya barat mengakibatkan perubahan perilaku

orang tua jawa, khususnya perubahan cara mengasuh anak. Orang tua

Jawa saat ini telah bergeser menjadi orang tua yang modern yang

terpengaruh era globalisasi yang serba instan dan cepat, sehingga

berdampak pada perubahan pengasuhan anak secara tradisional

(Endraswara, 2005).

Selain itu, hasil survey yang dilakukan peneliti terhadap beberapa

orang tua di Yogyakarta mengenai pergeseran praktek budaya Jawa dalam

pengasuhan kepada anaknya, bahwa sebagian orang tua saat ini sedikit

mengajarkan bahasa jawa kepada anaknya. Sebagian orang tua juga mulai

meninggalkan pengasuhan seperti tidak membatasi inisiatif anak seperti

anak diberi kebebasan untuk bermain, orang tua menyediakan fasilitas

internet dirumah agar anak tidak ketinggalan informasi dan berkembang

secara mandiri. Disamping itu, orang tua juga tetap mengajarkan disiplin

pada anak seperti ketepatan waktu dalam belajar, membuat jadwal rutinitas

sehari-hari, serta memberi batasan waktu bagi anak untuk bermain. Selain

itu, orang tua masih mengarahkan perilaku anak seperti adanya batasan

saat bermain bersama teman, menghukum anak saat melakukan kesalahan

dengan cara memarahi.

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan peneliti kepada orang tua

di Yogyakarta, para orang tua itu melakukan pengasuhan dalam parental

support seperti mengajari anak ketika mengalami kesulitan, menemani

(36)

anak tidak ketinggalan informasi, meluangkan waktu untuk mengajak anak

bercerita saat kumpul bersama. Sedangkan dalam hal parental control cara

yang digunakan oleh orang tua adalah mengarahkan perilaku anak seperti

mengajarkan anak agar terbiasa belajar tepat waktu dengan cara membuat

jadwal rutinitas, memberi batasan kepada anak untuk jam bermain dan

menonton televisi.

E. Pertanyaan Penelitian

Dari semua uraian di atas dapat disimpulkan bahwa praktek

pengasuhan adalah suatu cara yang dilakukan oleh orang tua dalam

mengasuh anak, agar membuat anak merasa nyaman, dan dapat

berkembang menjadi pribadi yang diharapkan dalam masyarakat.

Berdasarkan hasil survei di atas ditemukan adanya indikasi pergeseran

praktek pengasuhan. Maka, pertanyaan dalam penelitian ini adalah

bagaimana praktek pengasuhan yang digunakan oleh orang tua di

(37)

19

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan

pendekatan deskriptif. Melalui pendekatan deskriptif, peneliti berusaha

untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dari situasi atau

kejadian yang terjadi saat ini (Azwar, 1998). Hal ini sejalan dengan

pendapat Bogdan & Taylor dalam Basrowi (2008) yang menyatakan

“metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan

data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

perilaku yang dapat diamati.

Poerwandari (2005) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif

menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkrip

wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video, dan lain

sebagainya. Dalam penelitian kualitatif ini, peneliti tidak melakukan

pengukuran berupa angka-angka, namun hanya berdasarkan pemahaman

yang mendalam tentang pengasuhan saat ini. Oleh sebab itu, penelitian ini

bermaksud untuk mengetahui pengasuhan orang tua di Jawa saat ini dan

(38)

B. Fokus Penelitian

Pengasuhan merupakan suatu cara yang dilakukan oleh orang tua

dalam mengasuh anak, agar membuat anak merasa nyaman, dan dapat

berkembang menjadi pribadi yang diharapkan dalam masyarakat. Cara

pengasuhan tersebut sering disebut sebagai praktek pengasuhan (parenting

practice). Fokus penelitian ini adalah praktek pengasuhan yang dilakukan

orang tua di Yogyakarta.

C. Subjek Penelitian

Pemilihan subjek dipilih dengan memperhatikan beberapa kriteria

yang sebelumnya telah ditentukan oleh peneliti. Adapun kriteria subjek

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Subjek merupakan orang tua (ayah & ibu) dan tinggal di

Yogyakarta. Pemilihan subjek orang tua yang dikhususkan

pada orang tua yang tinggal di Yogyakarta karena disesuaikan

dengan tujuan penelitian.

b. Subjek merupakan kedua orang tua yang masih memiliki anak

maksimal usia 10 tahun. Peneliti memilih subjek dengan

kriteria tersebut dikarenakan anak dengan umur maksimal 10

tahun masih berada pada tahap akhir kanak-kanak (Santrock,

(39)

c. Dalam penelitian ini, komposisi subjek dibuat cukup

representatif, yaitu dapat mewakili lokasi tempat tinggal,

tingkat pendidikan, dan pekerjaan yang berbeda.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode wawancara. Wawancara (interview) adalah suatu teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya jawab atau bentuk

komunikasi verbal yang bertujuan memperoleh informasi (Moleong,

2000).

Peneliti menggunakan jenis wawancara semi terstruktur, yaitu

dengan menggunakan pedoman wawancara yang ditulis namun

disampaikan secara fleksibel. Wawancara jenis ini bermanfaat dilakukan

apabila yang diwawancarai (interviewee) cukup banyak jumlahnya dalam

Basrowi & Suwandi (2008). Adapun kelebihan dalam wawancara (Sattler,

2002), yakni:

a. Interviewer dapat berkomunikasi dan menjelaskan secara langsung

tujuan dari proses interview

b. Interviewer dapat menyelesaikan secara jelas respon ambigu yang

muncul dari responden

c. Interviewer dapat meminta responden untuk lebih menjelaskan

(40)

d. Interviewer dapat memparafrase pertanyaan yang kurang dimengerti

oleh responden

e. Interviewer dapat memperoleh informasi lebih banyak misalnya

mengenai tentang peristiwa kehidupan keluarga masa lalu dan saat ini

E. Pedoman Pertanyaan dalam Wawancara

Pedoman wawancara dibawah ini disusun dalam bentuk

pertanyaan-pertanyaan terbuka sesuai dengan survey awal dan kosultasi dengan

pemerhati pengasuhan anak (dalam hal ini dosen pembimbing skripsi)

yang dilakukan oleh peneliti. Berdasarkan survey awal dan kosultasi

dengan pemerhati pengasuhan anak (dalam hal ini dosen pembimbing

skripsi) maka didapatkan beberapa tema yang muncul. Berikut ini adalah

pedoman wawancara yang akan digunakan oleh peneliti :

Tabel 3.1

Pedoman wawancara

No Pertanyaan

1. Hal – hal penting seperti apa yang bapak dan ibu tanamkan pada anak ?

2. Bagaimana cara bapak dan ibu menanamkan / mengajarkan hal – hal penting tersebut ?

3. Sebagai orang tua, kebutuhan apa saja yang harus dipenuhi untuk anak ?

4. Apa yang biasa bapak dan ibu lakukan saat bersama dengan anak ?

(41)

dilakukan oleh anak ?

6. Apa yang bapak dan ibu lakukan saat anak mengalami kesulitan ?

7. Apa saja yang bapak dan ibu lakukan saat waktu luang bersama anak ?

8. Bagaimana cara bapak dan ibu mengarahkan perilaku anak agar bisa menjalankan rutinitasnya?

F. Prosedur Penelitian

Prosedur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mempersiapkan pengumpulan data. Dalam hal ini peneliti

mempersiapkan pengumpulan data yang berfungsi untuk

mempermudah peneliti dalam proses pemerolehan data melalui

beberapa langkah meliputi survei awal, membuat poin pertanyaan, dan

wawancara.

b. Persiapan subjek. Persiapan subjek dilakukan peneliti berdasarkan

tujuan dari penelitian ini. Subjek dalam penelitian ini adalah 12 pasang

orang tua yang tinggal di Yogyakarta, dan komposisi subjek dibuat

cukup representatif yaitu dapat mewakili lokasi tempat tinggal, tingkat

pendidikan dan pekerjaan yang berbeda.

c. Pengolahan data. Pengolahan data dilakukan dengan membuat

verbatim, melakukan koding, dan membuat kategorisasi.

d. Pemeriksaan keabsahan data. Hal ini dilakukan dengan Triangulasi.

(42)

sumber data yang lain, member check, dan mengkonsultasikan data

dengan dosen pembimbing.

G. Teknik Analisa Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

pendekatan analisis induktif. Dikatakan induktif karena peneliti tidak

memaksa diri untuk hanya membatasi penelitian pada upaya menerima

atau menolak dugaan-dugaan yang muncul, melainkan berupaya

memahami situasi sesuai dengan situasi tersebut menampilkan diri

(Poerwandari, 2005). Analisa data ini bertujuan untuk memberikan

deskripsi mengenai subjek penelitian berdasarkan data dari variabel yang

diperoleh dari kelompok subjek yang diteliti dan tidak bermaksud untuk

pengujian hipotesis (Azwar, 1998). Data itu dikumpulkan dengan

menggunakan wawancara. Setelah data dikumpulkan maka langkah

selanjutnya adalah melakukan analisa data dengaan content analysis atau

menganalisis isi dari data yang telah di dapatkan dengan langkah-langkah

sebagai berikut (Audifax, 2008) :

1. Organisasi data

Dalam mengorganisasi data, peneliti membuat verbatim dengan

memindahkan data kasar dari alat perekam (handphone) ke dalam

catatan lengkap dari semua kalimat yang ada dalam rekaman.

(43)

Peneliti mengenali mana data dan mana yang bukan data. Pada

tahap ini, peneliti memperkirakan kategori-kategori yang mungkin

muncul. Pada tahap ini, peneliti membuat coding tanpa merubah

esensi kalimat dan melakukan interpretasi.

3. Pemilahan data

Peneliti memberi nama kategori pada setiap domain yang

ditemukan berdasarkan penguasaan literatur peneliti.

4. Review terhadap pemilahan

Peneliti melakukan check dan recheck mengenai logika peneliti

dalam mengkategorikan data dengan orang lain yang dianggap

capable atau memiliki kompetensi

5. Merangkai dan membunyikan data

Pada tahap ini, peneliti mencoba melihat apa yang telah didapat

dan kemudian dijelaskan dengan pembahasan yang baik.

H. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Tahap selanjutnya setelah dilakukan analisis data adalah

melakukan pemeriksaan keabsahan data. Dalam penelitian kualitatif

pemeriksaan keabsahan data merupakan hal yang penting, karena dengan

melakukan pemeriksaan keabsahan data, penelitian diharapkan memiliki

hasil yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.

Cara yang dilakukan guna memeriksa keabsahan data tersebut

(44)

penelitian ini dilakukan dengan pengecekan terhadap sumber data yang

lain yakni anak-anak dari para responden. Selain itu peneliti juga

melakukan konfirmasi kembali kepada para responden mengenai hasil

(45)

27 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PROSES PENGAMBILAN DATA 1. Pelaksanaan

Dalam proses pengambilan data, peneliti mendapatkan subjek

dengan bertanya kepada teman yang memiliki saudara maupun

tetangga sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya

oleh peneliti. Dari bantuan teman, ada lima subjek yang bersedia

untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Selain itu, peneliti

mendapatkan subjek dengan cara berkunjung ke salah satu tempat

bimbingan belajar mahasiswa bahasa inggris Universitas Sanata

Dharma.

Setelah melakukan pendekatan terhadap beberapa subjek,

peneliti berkunjung ke rumah subjek untuk lebih mengenal dan

membahas jadwal pelaksanaan proses wawancara.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

wawancara dengan cara bercerita sehingga data yang diperoleh dari

subjek penelitian berupa hasil wawancara. Proses wawancara

dilakukan pada waktu sore maupun malam hari. Hal ini dilakukan

karena sebagian subjek memiliki kesibukan bekerja yang

berbeda-beda. Tempat yang diperoleh peneliti untuk memperoleh data

(46)

merasa nyaman dan lebih leluasa untuk bercerita sesuai dengan

kondisi lingkungannya.Tempat yang dipilih oleh subjek penelitian

adalah tempat tinggal (rumah) subjek. Berikut ini adalah uraian

data pelaksanaan wawancara dengan subjek.

Tabel 4.1

Pelaksanaan Wawancara Langsung dengan Subjek

No Inisial Waktu Pelaksanaan Tempat Pelaksanaan

1. Ayah : I.P

Sabtu, 16 November

2013 (20.00-20.35) Ngaglik, Sleman Ibu : C.N

2013 (19.15-20.00) Timbulrejo, Maguwoharjo Ibu : E

(47)

9. Ayah : Y.F Rabu, 4 Desember 2013

(19.30-20.15) Ngemplak, Sleman

Ibu : R.S

10. Ayah : B.S

Minggu, 8 Desember 2013 (16.00-16.35)

Samirono, Caturtunggal, Sleman

Ibu : W

11. Ayah : H Rabu, 8 Januari 2013

(13.30-14.00) Wukirsari, Cangkringan Ibu : S.S

12. Ayah : Y.A Rabu, 8 Januari 2013

(15.30-16.00) Wukirsari, Cangkringan Ibu : S.P

2. Identitas Subjek

Subjek dalam penelitian ini merupakan orang tua yang

tinggal di Yogyakarta yang masih memiliki anak dengan usia

maksimal 10 tahun. Para orang tua dalam penelitian ini adalah

ayah dan ibu yang memiliki usia, tingkat pendidikan, lokasi tempat

tinggal, dan pekerjaan yang berbeda-beda. Perbedaan inilah dapat

memberikan gambaran mengenai pengasuhan yang bervariasi pada

masing-masing subjek. Berikut ini adalah uraian identitas subjek.

Tabel 4.2 Identitas Subjek

No Inisial Usia Pendidikan Pekerjaan Lokasi Tempat Tinggal

1. Ayah : I.P 38 SMA Karyawan swasta

Ngaglik, Sleman

(48)

B. ANALISIS HASIL

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dalam

penelitian ini ditemukan beberapa praktek pengasuhan. Dari semua

2. Ayah : W.S 48 SMA Karyawan Swasta /

Satpam Candi Binangun, Pakem,

Sleman

Ibu : C.I 38 D3 Perawat

3. Ayah : D 37 SMA

Wiraswasta / dagang Paingan, Maguwoharjo, Sleman

Wiraswasta / dagang Timbulrejo, Maguwoharjo, Sleman

Karyawan Swasta Ngemplak, Sleman

(49)

data wawancara yang muncul, peneliti melakukan kategori terhadap

data praktek pengasuhan yang muncul. Praktek pengasuhan secara

berturut dari yang sering muncul adalah penanaman disiplin dan

nilai-nilai, mendorong / mengajarkan pengelolaan diri, memberikan

perhatian dan kasih sayang, mengajarkan kemandirian anak,

memberikan dukungan dalam tugas akademik dan minat anak,

memenuhi kebutuhan dasar, keterlibatan dan kehadiran dalam kegiatan

anak, memberikan kesenangan pada anak, dan pengabaian.

Praktek pengasuhan yang paling banyak muncul adalah penanaman

disiplin dan nilai-nilai. Praktek pengasuhan ini muncul pada sebagian

besar subjek. Sub kategori yang paling banyak muncul dari kategori

penanaman disiplin dan nilai-nilai adalah mengenai penanaman

kedisiplinan, penanaman nilai agama, nilai minat sosial dan

penanaman nilai kesopanan. Sedangkan sub kategori dari penanaman

disiplin dan nilai-nilai yang jarang muncul adalah penanaman nilai

kejujuran, dan nilai kesederhanaan.

1. Penanaman Disiplin dan Nilai-Nilai

Praktek pengasuhan terkait penanaman kedisipilinan pada anak,

perilaku yang muncul dari para orang tua seperti pembatasan uang

saku pada anak di bawah standar maksimal dari sekolah, mengajari

untuk berperilaku disiplin sesuai usia anak, dan pembatasan waktu

bermain untuk anak. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan wawancara

(50)

“kemudian berusaha untuk memberi saku itu tidak lebih dari yang menjadi ketentuan dari sekolah maksimal Rp 5000, kalo saya biasanya memberi Rp

3000 atau kadang Rp 4000” (s.2;b.20-22) memberikan arahan dan motivasi “sebelum kamu besok pendidikan SMA atau SLTA belum punya SIM kamu belum boleh naik motor, di depan pun kamu juga belum boleh” (s.2;b.34-37)

“untuk pola bermain anak tu kan kita sebagai orang tua tidak bisa membiarkan anak sepanjang hari itu bermain, ada batas waktunya dimana dia untuk tidur, jam makan, nahh itu baru sebatas itu saya mencoba untuk membatasi anak untuk bermain”

(s.4;b.29-31) a. Penanaman Nilai Agama

Praktek pengasuhan terkait penanaman nilai agama adalah

mengajarkan anak untuk berdoa sebelum dan sesudah melakukan

aktivitas, melibatkan anak dalam kegiatan keagamaan. Selain itu,

mengajarkan anak untuk menyisihkan sedikit materi yang dimiliki

untuk membantu orang yang membutuhkan. Hal ini dapat dilihat

dalam kutipan wawancara berikut :

“Misalnya ya ehmm dengan cara rajin berdoa,

rajin ke gereja, ikut kegiatan-kegiatan di

lingkungan maupun misalnya untuk rosario

bersama di lingkungan maupun di sekolah.

(s.1;b.21-23)

“kemudian kalo untuk pendampingan imannya itu

saya mendukung untuk kegiatan-kegiatan

(51)

(s.2;b.213-215) mengajarkan untuk mengikuti TPA, ada pengajian-pengajian selalu diikutsertakan begitu. Jadi anak ikut terlibat dalam hal tersebut mbak”

(s.3;b.20-25) mengajarkan berdoa sebelum tidur, saat akan makan, ke gereja harus duduk mendengarkan apa yang disampaikan romo,diem. (s.4;b.122-124)

“misalnya untuk kebutuhan beribadah ya saya mencoba juga menanamkan ke anak untuk sedikit menyisihkan sedikit yang dia punya untuk orang lain, seperti itu, bisa lewat materi, kemudian tolong menolong, kasih saran atau masukan ke teman yang

membutuhkan” (s.6;b.148-151)

“opo yo.. ya waktunya sholat yaa diajak sholat, terus diajak jumatan” (s.7;b.19)

“terus kalo beribadah setiap sholat selalu saya ajak,meskipun kadang-kadang tidak mau, tapi kan saya sudah berusaha untuk mengajak”(s.7;b.70-72)

“kemudian untuk kebutuhan pendidikan secara rohani dengan cara mengajak ke gereja, sekolah

minggu” (s.8;b-58-59)

(52)

“Kebetulan saya kan aktif di lingkungan, sebagai prodiakon juga, nah dengan sendirinya secara gak langsung anak itu sudah mengikuti misalnya ada kegiatan di lingkungan itu anak selalu ikut, misalkan doa rosario 30 hari itu anak juga bisa full

ikut” (s.10;b.16-19)

“terus kalo ibadah itu waktunya sholat ya shoat, maghriban ya ta suruh ke masjid gitu” (s.11;b.71)

“kalo agama, kita kan islam, setiap kali sholat yaa anak itu saya ajak gimana caranya doa, dan ibadah

(s.12;b.50-51) b. Penanaman Nilai Kesopanan

Perilaku lainnya yang muncul dalam praktek pengasuhan mengenai

penanaman nilai kesopanan adalah mengajarkan anak untuk bertata

bicara tidak njangkar dengan orang yang lebih tua, menghormati orang

yang lebih tinggi kedudukannya, membiasakan menyapa dan

memberikan salam kepada orang saat berjumpa di jalan, mengajarkan

anak untuk mengetok pintu terlebih dahulu saat bertamu, dan

menjelaskan pada anak untuk tidak memasuki kamar tidur saat

bermain. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan wawancara berikut :

“Ehhmm ya ini kalo sama orang yang lebih tua

saya mengajarkan ehhmm untuk lebih

menghormatii.. ehhhmm untuk tidak beranii.. selain itu yaa terutama ehmm misalnya dalam tata bahasa mbak..misalnya bahasa jawanya itu istilahnya yaa harus menggunakan bahasa jawa krama inggil, kalo misalnya dengan budhenya, atau dengan

tetangga kakaknya yang lebih dewasa itu

bahasanya tidak jangkar mbak. ehh tapi karna saya juga tidak menguasai bahasa karma inggil yang baik. ya Yaya saya ajari yang sekiranya cukup dan bisa digunakan keseharian aja gitu”

(53)

“Jadi, sejak dini itu anak saya sudah saya ajarkan bertata cara bicara dengan orang tua, orang seumurannya,itu sudah harus bisa membedakan dan tau tempatnya setidaknya anak harus sopan gituu, ehhm istilahnya tidak njangkar gitu”(s.3;b.169-171)

“Ehmm kalo untuk menghormati ya saya

mengajarkan anak dari perilaku dan perkataannya, perbuatannya. Misalkan saat meminta tolong sesuatu ya harus berkata “tolong”, terus kalo sudah diberikan sesuatu ya harus bilang “terimakasih” begitu. Terus tidak boleh berani sama orang tua. Terus misalkan kalo dipanggil sama orang tua itu harus bilang “dalem” gitu misalnya, atau bilang terimakasih itu ya “maturnuwun” yaa yang simple-simple saja kayak yang diajarkan di sekolahan kan

juga seperti itu” (s.4;b.132-139)

“yaa pokoke saya mengajari anak itu cara ngomong sama orang yang lebih tua itu harus lebih sopan dan lebih menghormati. Ehmm yaa kalo saya mendidik itu saya tidak mengajari dengan bahasa krama, tapi yaa sedikit-sedikit soalnya anak jaman sekarang kan gak terlalu bisa, yaa pokoknya tau gak sama seperti temennya sendiri” (s.5;b.17-26)

“Lalu kalo sopan santun dengan lingkungannya yaa kalo manggil orang yang lebih tua itu bisa panggil mas atau mbak, yaa terus sama orang tua yaa harus mbah gitu gak boleh langsung sebut nama”

(s.7;b.73-75)

“itu mbak kalo maen di tempat orang itu gak boleh

masuk dikamar yang utama itu, harus didepan itu

cukup, jangan sampai masuk kamar. Begitu”

(54)

bersikap seperti itu baik dilakukan gak, nah dari situ anak belajar menyimpulkan sendiri dan menilai sendiri mengenai etika kesopanan, nanti kalo anak kurang pas menjawab, nanti baru kita tambahi”

(s.8;b.41-45) “Oiya rika ini kan tinggalnya masih di desa, yaa dia selalu saya ajarkan kesopananan dalam lingkungannya, jadi kalo ada orang diluar maupun di jalan yang lebih tua darinya itu harus disapa, dipanggil namanya dengan sopan. seperti misalnya kebetulan saya kan sekretaris di lingkungan yaa, nah erika sering saya suruh untuk mengantarkan undangan, kalo mengantar undangan itu harus ketok pintu dulu, bilang permisi, kalo ada orangnya boleh langsung diberikan, kalo gak ada orangnya boleh di selipkan dibawah pintu, tapi berusaha memastikan dengan ketok pintu dulu, seperti itu. lalu kalo ditanya orang menggunakan bahasa jawa, yaa harus dijawab menggunakan bahasa jawa tapi

yang lebih sopan” (s.9;b.197-209)

“misalkan di lingkungan sini kalo naik motor memasuki kampung dimatikan mesinnya, lalu di dorong, terus menyapa orang yang ada, lalu mengucapkan terima kasih kalo diberi sesuatu. terus cara berbicara orang tua dengan orang lain kan anak bisa mencontohnya,oo misalkan kita lewat dan ada orang kita berbicara permisi, nyuwun menyapa, atau mengucapkan salam kalo orang islam gitu. terus kalo bicara sama orang yang lebih tua itu jawanya itu ya harus boso gitu lho tergantung sama orang yang diajak bicara, campur-campur gitu, istilahnya kalo orang jawaa itu tidak boleh menyebut “ aku dan kowe” harus menghargai orang yang lebih tinggilah gitu”

(s.11;b.58-65) “opo-opo ki dilakukan dengan tangan kanan, seumpama kaki itu tidak boleh begini begitu, ya kayak gitulah”

(55)

c. Penanaman Nilai Minat Sosial

Praktek pengasuhan lainnya yang muncul dari beberapa orang

tua adalah mengenai penanaman nilai minat sosial. Perilaku orang tua

yang muncul dalam praktek pengasuhan ini adalah mengajarkan anak

untuk ikut bersosialisasi di dalam masyarakat, memberikan bantuan

kepada teman, saudara yang membutuhkan bantuan, dan menyanyangi

saudara. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan wawancara berikut :

“Kalo saya sering mengajarkan berinteraksi dengan masyarakat itu kayak ikut sembahyangan itu, walaupun maksudnya saya sering saya tdak bisa ikut karena kerjaan, tapi kadang dari diri anak sendiri yang tidak mau ikut berkumpul dengan masyarakat, alasannya lha wong gak mamah kok,

gak mau” (s.1;b.200-203)

“ehmm misalnya disini kan banyak anak-anak usianya di bawah Yaya, sebisa mungkin Yaya diajari sosialisasi dengan lingkungan yaa. ehmm biasanya itu Yaya sering ngajarin adik-adiknya di lingkungan sini malah untuk belajar menggambar,

menulis membaca” (s.2;b.218-221)

“mengajari untuk menyayangi sesama ehm ya kita mengajarkan untuk sayang adik misalnya dengan pelukan, ciuman seperti itu” (s.4;b.140-141)

“kebutuhan hubungan sosial dengan teman-teman itu kita bebaskan dan kita arahkan

batasan-batasannya kebutuhan dengan lingkungan

masyarakat itu sangat berperan sekali yaa umpamanya ada organisasi itu yaa silahkan mengikuti supaya bisa bergaul dengan teman di lingkungan, biar dapat pengalaman. Selalu bapak tanamkan bahwa pendidikan itu bisa berasal dari

teman-teman dan pengalaman luar dari

(56)

“Kemudian saya mengajarkan keterlibatan dengan sosial dan kepekaan sosial, dengan bersosialisasi itu paling gak anak bisa mengerti orang lain dan menghargai orang lain sebagaimana dia juga

belajar tidak menjadi egois” (s.8;b.19-21)

“lalu mengenai motivasi saya ke anak untuk pergaulan masyarakat selalu saya bilang ke anak bahwa kita ini tidak bisa hidup sendiri di lingkungan, maka kita harus baik dengan tetangga, maupun teman-teman sekitar rumah sini”

(s.10;b.48-50)

Praktek pengasuhan terkait penanaman disiplin dan nilai-nilai yang

jarang muncul yakni mengajarkan nilai kejujuran pada anak dengan

cara mengecek perilaku dan aktivitas anak, mengajarkan untuk

meminta ijin terlebih dahulu saat mengambil sesuatu, berkata jujur dan

tidak menghendaki kepunyaan orang lain. Hal ini dapat dilihat dalam

kutipan wawancara berikut :

“saya juga selalu mengecek dengan menanyakan misalnya “tadi beli apa di sekolahan”bukannya saya tidak percaya terhapadap anak, biar anak

jujur” (s.2;b.21-24)

“ehmm dengan kalo mislany anak itu kita tanya dia jawabnya berbohong gitu kan keliatan dari mimik wajah dan jaabannya mbak, kita tahu klao dia gak jujur.misalnya dia minta uang buat hal lalin, terus sampai rumah kita tanya lagi apakah uangnya dipakai untuk keperluan tadi apa gak gitu”

(s.2;b.181-186)

“Lalu kalau kejujuran, selalu bapak tanamkan bahwa dalam salah satu kejujuran, entah dalam bentuk hal apapun mau ngambil apapun yang bukan haknya atau itu milik orang tua sekalipun harus ada omong-omongan dulu istilahnya harus

(57)

“kemudian untuk keujuran saya juga memberikan contoh untuk tidak mencuri, lalu tidak menghendaki kepunyaan orang lain, ehmm ya itu biasa saya lakukan caranya ke anak. Tidak menyembunyikan sesuatu yang bukan haknya gitu, kemudian

berbicara jujur” (s.6;b.134-137)

2. Mendorong / Mengajarkan Pengelolaan Diri

Kategori lain yang muncul dalam praktek pengasuhan ini

adalah mendorong / mengajarkan pengelolaan diri. Perilaku orang tua

yang muncul dalam praktek pengasuhan ini adalah mengajarkan

rutinitas atau pembiasaan anak dalam kehidupan sehari-hari,

mengajarkan tanggung jawab ke anak seperti mengajarkan cara

menjalankan tanggung jawab atas keputusan anak, dan mengajarkan

untuk membereskan dan mengembalikan sesuatu yang sudah

dilakukan. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan wawancara berikut :

“Dan mengajarkan tanggungjawab, nah dia kan punya tanggungjawab untuk ke sekolah. Jadi saya pernah bilang ke anak, nanti kalo kamu tidak bisa bangun pagi, gak akan dibangunin, dan gak usah sekolah. Nah itu kan namanya melatih anak untuk bertanggungjawab, untuk ke sekolah. Nah perlu belajar, kamu punya tanggung jawab untuk belajar, nanti kalo nilai mu jelek nanti yang rugi kamu sendiri. Nah kayak gitu mbak” (s.1;b.113-118)

“ehmm pasti mengajarkan untuk membereskan rumah ya mbak, pokoknya setiap apa yang dia maen harus diselesaikan harus diberesin, nah itu juga masuk salah satu tanggungjawabnya yaa”

(s.4;b.190-192)

(58)

(s.6;b.139-141)

“salah satunya terus diajarin abis makan itu harus

beresin sendiri itu piring, gelas” (s.7;b.69)

terus kalo tentang tanggung jawab mereka di

rumah itu misalkan sehabis makan selesai ya kamu harus mencucinya, terus bantu nyapu”

(s.8;b.185-186)

“lalu saya mengajarkan kepercayaan saya kepada dia adalah “ kalo kamu sudah milih sekolah yang

kamu pilih, kamu harus bisa

mempertanggungjawabkan pilihanmu itu”

(s.8;b.16-18)

“misalkan anak saya mecahkan apa gitu, harus membersihkan dan membereskan sendiri. sampai orang di sekitarnya bilang “mesakne cah cilik kok dikon ngresiki” yaa waktu itu sebenarnya juga ada pergumulan batin juga alam diri saya, tapi yaa itu saya mengajarkan tanggung jawab ke anak dari kecil dengan hal-hal semacam itu” (s.8;b.239-244)

“kalo tanggung jawab itu ya tanggung jawab dia sebagai anak yang masih sekolah yang dia haus mengerjakan tugas dari sekolah seperti PR itu”

(s.9;b.111-113)

“Misalnya kalo kebersihan itu ya diajari misalnya ya dari tata tertib mandi itu, misalnya kalo mandi itu sehari dua kali lalu harus rajin gosok gigi, kalo habis makan itu juga kalo yang kotor itu ya ditaruh di tempat yang kotor gitu” (s.11;b.52-54)

“neg dalam keluarga pernah bapak itu beri kepercayaan ke anak untuk megang uang sendiri, meminute keuangan sendiri, jadi ibuknya itu ngasih uang jajan sendiri seminggu sekali ataupun ditambah uang dari saudara itu dipegang sendiri, itu bapak kasih kepercayaan untuk melatih tanggung jawabnya gitu” (s.3;b.87-90)

Selain itu, pengelolaan diri diajarkan oleh orang tua terkait

(59)

dengan cara mengajak anak untuk melakukan aktivitas secara teratur

dan pada waktu yang tepat seperti tidur pada waktu jam tidur, makan

saat jam makan, mematikan tv saat jam belajar. Hal ini dapat dilihat

dalam kutipan wawancara berikut :

“Jadi misalnya saya mengajarkan anak rutinititas setiap harinya misalnya bangun pagi. Bangun pagi itu apa yang harus dilakukan steleah bangun pagi itu merapikan tempat tidur, atau mandi, tata buku untuk kesekolah seperti itu. Terus sehabis pulang sekolah misalnya ganti baju, makan, terus tidur bosan ya untuk menjalankan rutinitas itu”

(s.1;b.170-172) “mengingatkan untuk selalu lipat selimut setelah bangun tidur saja selalu lupa untuk dilakukannya. Dia sulit, sendal sepatu untuk ditata di tempatnya makan siang, buku itu diletakkan di tempatnya, yaa selalu tetep kita ingatkan tidak jenuh-jenuhnya”

(s.2;b.189-192)

Gambar

Tabel 4.1 Pelaksanaan Wawancara Langsung .................................................
Tabel 3.1 Pedoman wawancara
Tabel 4.1 Pelaksanaan Wawancara Langsung dengan Subjek
Tabel 4.2 Identitas Subjek

Referensi

Dokumen terkait

Pendekatan korelasional digunakan untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu variabel terikat ( ambiguitas peran ) yang diberi simbol X, dengan variabel bebas (

adalah untuk lebih mendalami pribadi anak, merangsang kecerdasan, dan mengasah bakat anak. Pola interaksi pembelajaran yang baik di TK dimaksudkan untuk lebih

Orang yang menyakini allah memiliki sifat al-akhir akan menjadiakn allah sebagai satu-satunya tujuan hidup yang tiada tujuan hidup selainnya, tidak ada permintaan kepada selainnya,

Ada sebagian orang yang senang sekali membatasi hidup orang lain berdasarkan warna yang dia gunakan, misalnya mengatakan “kamu sih suka baju warna hitam,

Rancangan penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan menggunakan desain penelitian adalah pre-test dan post-test design group untuk mengetahui efektifitas terapi

Ajaran dalam agama selalu dianggap sebagai akar kepada segala ketidakadilan atau diskriminasi terhadap perempuan, sedangkan kenyataannya bukanlah seperti demikian,

Berdasarkan gambar sequence diagram (gambar 3) yang berjalan saat ini terlihat 2 (dua) actor yang melakukan kegiatan diantaranya: pegawai, dan wajib pajak, yang akan

Penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian observasional dengan pendekatan kuantitatif (pengukuran). Lokasi penelitian di Instalasi Radiologi RSUD Sungai Dareh