• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN KEBERADAAN LARVA Aedes sp. PADA KONTAINER DALAM RUMAH ANTARA RW 03 DAN RW 07 KELURAHAN CEMPAKA PUTIH BARAT, JAKARTA PUSAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBANDINGAN KEBERADAAN LARVA Aedes sp. PADA KONTAINER DALAM RUMAH ANTARA RW 03 DAN RW 07 KELURAHAN CEMPAKA PUTIH BARAT, JAKARTA PUSAT"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN KEBERADAAN LARVA Aedes sp. PADA

KONTAINER DALAM RUMAH ANTARA RW 03 DAN RW 07

KELURAHAN CEMPAKA PUTIH BARAT, JAKARTA PUSAT

Sari Mardiah*, Rawina Winita**

*Mahasiswa Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia **Staf Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

ABSTRAK

Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, salah satunya yaitu Jakarta. Cempaka Putih merupakan salah satu zona merah kasus DBD yang terdapat di Jakarta Pusat. Vektor penyakit DBD yaitu nyamuk Aedes sp.

dengan tempat perkembangbiakan terseringnya yaitu kontainer dalam rumah. Penelitian ini dilakukan dengan metode cross-sectional melalui survey larva secara single larval method

terhadap kontainer dalam rumah di dua RW Kelurahan Cempaka Putih Barat dengan karakteristik pemukiman yang berbeda. RW 03 memiliki karakteristik pemukiman menengah ke atas dengan jarak antar rumah yang cukup jauh dan RW 07 dengan karakter pemukiman menengah ke bawah dan jarak antar rumah yang dekat. Hasil penelitian menunjukkan jumlah kontainer dalam rumah pada RW 03 (242 kontainer) lebih banyak dari RW 07 (199 kontainer), dengan jenis kontainer terbanyak yaitu bak mandi di kedua RW tersebut. Begitu juga dengan jumlah kontainer dalam rumah positif larva pada RW 03 (delapan belas kontainer), lebih banyak dari RW 07 (empat belas kontainer) dengan jenis kontainer dalam rumah positif larva terbanyak juga bak mandi. Hasil uji kemaknaan Chi-square (p=0,86) menunjukkan keberadaan larva Aedes sp. antara kedua RW tersebut tidak memiliki perbedaan bermakna. Ini menunjukkan bahwa keberadaan larva tidak berhubungan dengan karakteristik pemukiman kedua RW tersebut.

Kata Kunci :

Cempaka Putih Barat; DBD; kontainer dalam rumah; larva Aedes sp.; RW 03; RW 07

ABSTRACT

Dengue Hemorragic Fever (DHF) is still be one of the public health problem in Indonesia, especially in Jakarta. Cempaka Putih is one of the red zone of DHF in Central Jakarta. DHF is a vector-borne disease carried by Aedes sp. mosquitos as the vector, the most dominant breeding place of which is in indoor containers. This research was using cross-sectional method to identify the distribution of indoor containers and the existence of Aedes sp. larvae in two regions in Kelurahan Cempaka Putih Barat which have different characteristic of settlement. The characteristic of RW 03 is upper middle class settlement with distance between houses are far enough and RW 07 consists of lower middle class settlement with distance between houses are quite close. The result of this research showed indoor containers found in RW 03 (242 containers) more than RW 07 (199 containers), with bathtub as the most frequent types of containers. Also the indoor containers with positive larvae, larvae were found in RW 03 (eighteen containers) more than in RW 07 (fourteen containers), with bathtub as the most frequent types of containers with positive larvae. In conclusion, based on the results of statistical tests (p=0,86), the existence of Aedes sp. larvae in indoor containers in the two regions is not significantly different. It means that the existence of larvae was not related to the characteristics of the two regions.

Keywords :

(2)

PENDAHULUAN

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorragic Fever (DHF) merupakan penyakit menular berbahaya yang menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.1,2 Penyakit ini dapat menyebabkan kematian ataupun wabah. Penyakit ini terjadi akibat infeksi virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama dan Aedes albopictus sebagai vektor sekunder.1,3

Nyamuk Aedes sp. ini memiliki empat tahap dalam perkembangan hidupnya, yaitu telur, larva, pupa, dan nyamuk dewasa. Stadium larvanya dapat ditemukan di tempat-tempat penampungan air bersih. Identifikasi larva pada kontainer dapat dilakukan untuk mengetahui persebaran dari nyamuk ini, khususnya kontainer yang terdapat di dalam rumah.4 Berdasarkan penelitian, 76% nyamuk Aedes aegypti lebih menyukai kontainer yang terletak di dalam rumah sebagai tempat bertelur. Berbeda dengan Aedes albopictus yang persentase bertelur pada kontainer dalam dan luar rumahnya relatif sama. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya sinar matahari, sehingga memberikan rasa aman bagi nyamuk untuk berkembang biak.5,6

Jumlah kasus DBD di Indonesia saat ini tercatat masih tertinggi di antara negara-negara ASEAN dengan jumlah penderita yang terus meningkat setiap tahunnya.7 Hal ini berkaitan dengan peningkatan mobilitas serta kepadatan penduduk di Indonesia.1 Berdasarkan data Kemenkes RI, jumlah kasus DBD pada tahun 2009 adalah 156.052 dengan angka kematian 1.420 jiwa. Jumlah ini cenderung stabil pada tahun 2010. Sedangkan di DKI Jakarta sendiri, jumlah kasus DBD pada tahun 2009 adalah sekitar 18.642 dengan angka kematian 27 jiwa dan meningkat jumlahnya pada tahun 2010 mencapai 19.285 dengan angka kematian 33 jiwa.8 Jakarta Pusat menjadi salah satu wilayah dengan kasus besar DBD di DKI Jakarta. Salah satu zona merah DBD yang terdapat di Jakarta Pusat adalah daerah Cempaka Putih, dengan jumlah kasus DBD sebanyak 100 jiwa sejak Januari hingga Maret 2010. Jumlah penderita terbanyak terdapat pada Kelurahan Cempaka Putih Barat sebanyak 44 kasus.9

Oleh karena DBD hingga saat ini belum ada obat dan vaksinnya, maka prinsip pemberantasan DBD adalah mengontrol keberadaan vektor di lingkungan sekitar manusia. Beberapa upaya telah dilakukan pemerintah dalam menanggulangi kasus DBD di Indonesia seperti 3M (Menguras bak mandi, Menutup TPA, dan Mengubur kaleng bekas) dengan tujuan mengontrol vektor imatur dan fogging untuk mengontrol vektor nyamuk dewasa.10 Namun, upaya tersebut tidak akan berhasil tanpa adanya kesadaran masyarakat. Masih tingginya jumlah kasus dan angka kematian akibat DBD yang terjadi umumnya karena cepatnya laju perkembangbiakan nyamuk Aedes sp. disertai kurangnya upaya pemberantasan dan pencegahan yang dilakukan oleh masyarakat.

(3)

Dalam upaya memberantas dan mencegah penyebaran penyakit DBD, perlu dilakukan penelitian mengenai keberadaan larva Aedes sp., khususnya pada kontainer dalam rumah di RW 03 dan RW 07 Kelurahan Cempaka Putih Barat. Identifikasi larva pada kontainer di dalam rumah berdasarkan penelitian yang menunjukkan nyamuk Aedes sp. lebih menyukai kontainer yang terletak di dalam rumah sebagai tempat bertelur karena tidak terkena sinar matahari secara langsung dan kelembaban udara yang cenderung tinggi. Penelitian dilakukan di Kelurahan Cempaka Putih Barat, khususnya RW 03 dan 07 karena merupakan daerah endemis DBD di Kelurahan tersebut. RW 03 memiliki karakteristik perumahan menengah ke atas dengan rumah-rumah yang cukup besar dan jarak antar rumah yang cukup jauh. Sedangkan RW 07 memiliki karakteristik perumahan menengah ke bawah dengan jumlah rumah yang lebih padat serta jarak antar rumah yang dekat. Data hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam pemberantasan dan pencegahan DBD.

TINJAUAN PUSTAKA

Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang masih sering terjadi sampai saat ini.4 DBD merupakan suatu penyakit yang memiliki manifestasi klinis bervariasi dengan perjalanan penyakit yang sulit diramalkan.

Pada tahun 2007, jumlah kasus DBD di Indonesia yaitu sebanyak 156.767 kasus dengan 1570 kematian. Sepanjang tahun 2008 dilaporkan sebanyak 136.339 kasus dengan jumlah kematian 1170 orang. Angka insidens tertinggi terdapat pada provinsi DKI Jakarta yaitu 317,09 per 100.000 penduduk dan terendah di provinsi Maluku yaitu 0,00 per 100.000 penduduk. Berdasarkan data Kemenkes RI, jumlah kasus DBD di Indonesia pada tahun 2009 adalah 158.912 dengan angka kematian 1.420 jiwa. Jumlah ini cenderung stabil pada tahun 2010 dengan jumlah kasus 49.486 dengan angka kematian 1358 jiwa.11 Sedangkan di DKI Jakarta sendiri, jumlah kasus DBD pada tahun 2009 adalah sekitar 18.642 dengan angka kematian 27 jiwa dan meningkat jumlahnya pada tahun 2010 mencapai 19.285 dengan angka kematian 33 jiwa.8

DBD disebabkan oleh virus Dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang saat ini lebih dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan memiliki empat jenis serotype, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4.Keempat serotype tersebut menimbulkan manifestasi klinis yang sama dan dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. DEN-3, khususnya, banyak ditemukan di Asia Tenggara dan menunjukkan manifestasi klinis yang berat.10,12,13

(4)

DBD diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:12

1. Dengue tanpa tanda bahaya (Dengue without warning sign) 2. Dengue dengan tanda bahaya (Dengue with warning signs) 3. Dengue berat (severe Dengue)

Penyakit DBD termasuk dalam penyakit menular. Penularan penyakit ini yaitu melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama dan Aedes albopictus sebagai vektor sekunder yang membawa virus dengue.13,14 Risiko penyakit DBD menurun secara perlahan setelah usia 12 tahun. DBD umumnya lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria, ras kaukasia dibanding ras kulit hitam, dan pada individu gizi baik dibanding malnutrisi.15

Vektor DBD

DBD disebabkan oleh virus dengue yang dibawa dan ditularkan oleh nyamuk penular disebut sebagai vektor. Nyamuk penular yang berperan sebagai vektor, yaitu nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama dan Aedes albopictus sebagai vektor sekunder.14 Nyamuk Aedes

sp. tersebut merupakan jenis nyamuk pemukiman yang stadium pradewasanya berkembangbiak di tempat penampungan air yang relatif jernih.4 Berdasarkan taksonomi,

Aedes sp. digolongkan dalam filum Arthropoda, kelas Insekta, ordo Diptera, famili Culicidae, tribus Culicini, dan genus Aedes.16

Tempat Perkembangbiakan

Nyamuk Aedes aegypti lebih sering ditemukan dan berkembang biak di tempat-tempat penampungan air (TPA) yang mengandung air jernih atau sedikit terkontaminasi.4 Aedes aegypti lebih menyukai tempat berkembangbiak di dalam rumah karena tidak terkena sinar matahari secara langsung dan kelembaban udara lebih tinggi dibandingkan di luar rumah. Selain itu, Aedes aegypti tidak dapat hidup pada tempat berkembang biak yang berhubungan langsung dengan tanah.4 Keberadaan larva Aedes aegypti dalam suatu kontainer dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis kontainer, letak kontainer, warna kontainer, kondisi tutup kontainer, adanya ikan pemakan larva, volume kontainer, kegiatan pengurasan kontainer, dan kegiatan abatisasi.17 Spesies nyamuk tersebut memiliki sifat anthropofilik yaitu lebih menyukai menghisap darah manusia serta multiple bites yaitu menghisap darah beberapa kali dalam memenuhi kebutuhan darah dalam satu periode siklus gonotropik.14

Siklus Hidup

Dalam siklus hidupnya, nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yaitu dengan bentuk siklus hidup berupa telur, larva, pupa, dan dewasa.16 Dalam prosesnya berkembang biak, nyamuk Aedes sp. betina akan meletakkan telurnya pada

(5)

dinding tempat penampungan air/kontainer sekitar 1-2 cm di atas permukaan air. Rata-rata, seekor nyamuk betina dapat meletakkan 150 butir telurnya setiap kali bertelur. Telur kemudian akan menetas dalam waktu satu sampai dua hari menjadi larva.4 Dalam waktu lima sampai lima belas hari, larva akan mengalami pengelupasan kulit sebanyak empat kali dan berkembang menjadi pupa.4,16 Setelah dua hari, nyamuk dewasa akan keluar dari dalam pupa yang kemudian menetap untuk sementara waktu sampai sayapnya sempurna untuk dapat terbang. Proses tumbuh kembang mulai dari telur hingga dewasa membutuhkan waktu sembilan hari dalam kondisi optimum. Setelah dewasa, nyamuk jantan dan betina akan berkopulasi, kemudian nyamuk betina akan menghisap darah untuk proses pematangan telurnya.4

Gambar 1. Siklus hidup Aedes sp.18

Aktivitas Menggigit dan Beristirahat

Nyamuk Aedes sp. betina umumnya menghisap darah manusia pada siang hari, di dalam rumah maupun di luar rumah. Penghisapan darah berlangsung dari pagi hari sampai petang dengan dua puncak waktu penghisapan yaitu pagi hari setelah matahari terbit (pukul 08.00 – 10.00) dan sore hari sebelum matahari terbenam (pukul 15.00 – 17.00).4

Setelah Nyamuk Aedes sp. betina merasa kenyang, umumnya nyamuk akan beristirahat selama dua sampai tiga hari untuk mematangkan telur. Nyamuk akan beristirahat pada semak-semak atau tanaman rendah seperti rerumputan yang sering terdapat pada pekarangan rumah. Selain itu, nyamuk juga sering beristirahat pada benda-benda yang tergantung di dalam rumah seperti baju, sarung, peci, dan sebagainya.16 Usia nyamuk dewasa betina hidup di alam bebas sekitar sepuluh hari, tetapi dapat mencapai dua bulan dengan kondisi khusus di laboratorium.4,16 Jarak terbang Aedes sp. pada umumnya sekitar empat

(6)

puluh meter, dapat mencapai jarak maksimal seratus meter secara pasif misalnya akibat terbawa angina tau terbawa kendaraan sehingga dapat berindah lebih jauh.4

Identifikasi Aedes sp.

Stadium Telur

Telur Aedes aegypti memiliki bentuk elips/lonjong dan permukaan yang polygonal dengan warna putih ketika baru diletakkan dan menghitam setelah empat puluh menit kemudian.4,13 Telur Aedes aegypti berukuran kecil menyerupai torpedo dengan panjang sekitar 0,6 mm dan berat 0,0113 mg. Telur-telur tersebut dapat bertahan hingga enam bulan setelah diletakkan. Telur biasanya diletakkan satu persatu 1-2 cm di atas permukaan air yang jernih pada tempat penampungan air di dalam rumah. Tempat penampungan air di dalam rumah lebih disukai oleh nyamuk sebagai tempat perindukkan karena terlindung dari cahaya matahari langsung.4 Telur akan menetas dalam waktu satu sampai tiga hari pada temperature 30oC.16

Stadium Larva

Larva Aedes aegypti terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, toraks, dan abdomen. Pada ujung abdomennya terdapat segmen anal dan sifon. Larva menggantungkan dirinya pada permukaan air dengan menempatkan sifonnya di atas permukaan air untuk mendapatkan oksigen dari udara.4,16 Larva sangat sensitif terhadap rangsang getaran dan cahaya sehingga larva akan menyelam selama beberapa detik jika muncul rangsangan.4 Larva dikenal sebagai

bottom feeder karena mengambil makanan dari dasar tempat penampungan air. Larva akan melakukan pergantian kulit sebanyak empat kali dan berubaha menjadi pupa setelah tujuh hari.4,16

Stadium Pupa

Pupa berbentuk agak pendek dengan bagian tubuh berupa sefalotoraks, abdomen, dan kaki pengayuh pada bagian distal abdomen. Pada sefalotoraks terdapat corong pernapasan berbentuk segitiga. Kaki pengayuh berbentuk lurus dan runcing yang berfungsi sebagai alat gerak pupa dalam air jika merasa terancam. Pupa akan bergerak turun ke bagian dasar tempat penampungan air selama beberapa detik jika merasa terganggu kemudian muncul kembali ke permukaan air. Dalam waktu dua sampai tiga hari pupa perkembangan pupa sudah mulai sempurna, maka kulit pupa akan pecah dan nyamuk dewasa muda akan segera keluar.4,16

(7)

Stadium Nyamuk Dewasa

Tubuh nyamuk Aedes aegypti dewasa terdiri dari tiga bagian, yaitu kepala, toraks, dan abdomen. Selain itu, terdapat proboscis berwarna hitam, skutelum berwarna putih dengan sisik lebar, abdomen berpita putih pada bagian basal, serta ruas tarsus belakang yang juga berpita putih.4 Morfologi khas yang dimiliki yaitu dua garis melengkung berwarna putih tebal di kedua sisi lateral serta dua garis putih tipis sejajar di garis median punggungnya yang berwarna dasar hitam. Nyamuk dewasa Aedes albopictus mudah dibedakan dengan Aedes aegypti dengan melihat garis toraks yang hanya berupa garis lurus di tengah toraks.16

Pengaruh Letak Kontainer Terhadap Keberadaan Larva Aedes sp.

Keberadaan larva Aedes sp. dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu letak kontainer. Dari beberapa penelitian didapatkan bahwa letak kontainer di dalam rumah lebih disukai oleh nyamuk Aedes sp. untuk meletakkan telurnya. Hal ini disebabkan oleh TPA dalam rumah yang umumnya merupakan tempat penampungan air bersih, tidak terkena sinar matahari secara langsung sehingga kelembaban udara cenderung tinggi, dan tidak langsung berhubungan dengan tanah. Beberapa sebab tersebut membuat nyamuk merasa aman untuk bertelur.4 Hal tersebut juga sesuai dengan perilaku hidup nyamuk Aedes aegypti

yang lebih menyukai beristirahat di tempat yang gelap, lembab, dan tersembunyi di dalam rumah/gedung serta perilaku nyamuk yang antropofilik.17

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Salim M dan Febriyanto19 didapatkan bahwa kontainer yang terletak di dalam rumah berpeluang lebih besar untuk terdapat larva Aedes sp.. Ini dipengaruhi oleh kondisi dalam rumah yang gelap karena cahaya yang kurang sehingga membuat udara rumah cenderung lembab. Kondisi yang lembab dan keadaan rumah yang gelap memberikan rasa aman dan tenang kepada nyamuk untuk bertelur sehingga telur yang diletakkan lebih banyak dan larva yang terbentuk lebih banyak pula. Selain itu, keadaan rumah yang gelap membuat keberadaan larva tidak terlihat jelas sehingga luput dari perhatian oleh masyarakat.19

METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah metode cross-sectional yang bersifat observasional analitik

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dan pengambilan data dilakukan pada Maret 2010 di RW 03 dan RW 07 Kelurahan Cempaka Putih Barat, Jakarta Pusat. Selanjutnya, identifikasi larva dilakukan di

(8)

Laboratorium Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Waktu Penelitian yaitu Maret hingga Juni 2013.

Populasi Penelitian

Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh container dengan atau tanpa larva di Kelurahan Cempaka Putih Barat. Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah seluruh container dengan atau tanpa larva yang terletak di dalam rumah di RW 03 dan RW 07 Kelurahan Cempaka Putih Barat. Subjek penelitian ini adalah container dalam rumah di seratus rumah penduduk RW 03 dan seratus rumah penduduk RW 07 yang diteliti.

Sampel Penelitian

Penelitian dilakukan pada seratus rumah RW 03 dan seratus rumah RW 07 Kelurahan Cempaka Putih Barat yang ditentukan dengan cara simple random sampling berdasarkan standar minimal WHO (2009). RW 03 memiliki karakteristik pemukiman menengah ke atas dengan jarak antar rumah yang jauh. Sedangkan RW 07 memiliki karakteristik pemukiman menengah ke bawah dengan jarak antar rumah yang dekat. Kedua RW tersebut memiliki karakteristik perumahan yang homogen di masing-masing RW. Pengambilan larva dilakukan dengan cara single larva method yaitu dengan hanya mengambil satu larva yang ditemukan pada tiap kontainer dalam rumah. Selanjutnya, larva tersebut diidentifikasi di laboratorium menggunakan mikroskop dan ditentukan spesiesnya. Jika larva yang diidentifikasi merupakan larva Aedes sp., maka dapat dinyatakan seluruh larva pada container tersebut adalah larva

Aedes sp..

Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi ialah seluruh kontainer dengan atau tanpa larva yang terletak di dalam rumah di RW 03 dan RW 07 Kelurahan Cempaka Putih Barat. Kriteria eksklusi ialah kontainer dalam rumah yang tidak mendapat izin untuk dilakukan survey oleh pemiliki rumah dan kontainer yang letaknya sulit dijangkau oleh peneliti.

Alat dan Bahan

- Gayung - Pipet - Botol kecil - Senter - Air panas

- Kaca benda dan penutupnya - Mikroskop

- Formulir survey - Kertas label

Cara Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan dengan cara mengambil satu larva yang terdapat pada tiap kontainer di dalam rumah menggunakan gayung atau pipet dan memasukkannya ke dalam

(9)

botol kecil. Kemudian botol diberi label sesuai dengan data pada formulir agar tidak tertukar. Sebelum mengidentifikasi larva, larva dimatikan terlebih dahulu dengan menggunakan air panas. Selanjutnya, identifikasi larva dilakukan dengan menggunakan mikroskop di laboratorium. Jenis larva yang berhasil diidentifikasi kemudian dicatat pada formulir sebagai hasil identifikasi.

Rencana Manajemen dan Analisis Data

Larva dan nyamuk diidentifikasi menggunakan mikroskop dengan kunci identifikasi Depkes. Kemudian hasil pengamatan dimasukkan ke dalam master tabel. Master tabel dibagi berdasarkan variabel-variabel yang akan dianalisis. Master tabel kemudian dianalisis dengan menggunakan uji statistik Chi-square. Kesimpulan ditentukan berdasarkan hasil analisis.

HASIL PENELITIAN Data Umum

Penelitian dilakukan di Kelurahan Cempaka Putih Barat Jakarta Pusat. Kelurahan Cempaka Putih Barat memiliki luas wilayah sekitar 121,87 hektar yang terdiri dari tiga belas Rukun Warga (RW) dan 151 Rukun Tetangga (RT). Di sebelah utara, Cempaka Putih Barat berbatasan dengan Jl Letnan Suprapto, sebelah barat dengan Jl Cempaka Putih Barat, di sebelah selatan dengan Jl Cempaka Putih Raya, dan sebelah timur dengan Jl Percetakan Negara serta Kali Utan Kayu. Jumlah penduduk di Kelurahan Cempaka Putih Barat yaitu 28.218 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 7.347 jiwa.

Data Khusus

Berdasarkan survei entomologi yang dilakukan pada seratus rumah di RW 03 dan seratus rumah di RW 07 Kelurahan Cempaka Putih Barat, diketahui jumlah kontainer dalam rumah yang positif larva Aedes sp. lebih banyak di RW 03 daripada di RW 07 Kelurahan Cempaka Putih Barat.

Jumlah kontainer dalam rumah yang ditemukan pada RW 03 sebanyak 242 buah dan delapan belas kontainer di antaranya positif larva (7,4%). Pada RW 07, kontainer dalam rumah yang ditemukan sebanyak 199 buah dan empat belas kontainer di antaranya positif larva (7,0%) (Tabel 1).

(10)

Tabel 1. Keberadaan larva Aedes sp. pada kontainer dalam rumah di RW 03 dan RW 07 Kelurahan Cempaka Putih Barat

Lokasi Positif Negatif

RW 03 18 224

RW 07 14 185

Berdasarkan sebaran jenis kontainer dalam rumah pada RW 03, beberapa jenis kontainer yang banyak ditemukan di antaranya yaitu bak mandi, ember, drum, kolam/akuarium, dan penampungan air dispenser. Kontainer dalam rumah positif larva berjumlah delapan belas kontainer dari 242 kontainer (7,44%), diantaranya yaitu bak mandi (3,3%), ember (2,4%), penampung air dispenser (0,8%), kolam/akuarium (0,4%), serta tempayan (0,4%). Dari 99 bak mandi yang ditemukan delapan diantaranya positif larva, dari 77 ember yang ditemukan enam diantaranya positif larva, dari tiga belas penampungan air dispenser yang ditemukan dua diantaranya positif larva, dari tiga belas kolam/akuarium yang ditemukan satu diantaranya positif larva, dan dari tujuh tempayan yang ditemukan satu diantaranya positif larva. Larva paling banyak ditemukan pada bak mandi sebanyak delapan kontainer (Tabel 2).

Tabel 2. Sebaran jenis kontainer dalam rumah terhadap keberadaan larva Aedes sp. di RW 03 Kelurahan Cempaka Putih Barat

Jenis Kontainer Positif Negatif Jumlah

Bak Mandi 8 91 99 Bak WC 0 5 5 Drum 0 19 19 Tempayan 1 6 7 Ember 6 71 77 Baskom 0 2 2 Gelas/Botol Bekas 0 2 2 Vas/Pot Bunga 0 1 1 Kolam/Akuarium 1 12 13

Saluran Air Lain 0 2 2

Penampungan Air Dispenser 2 11 13

Penampungan Air AC 0 1 1

Kulkas 0 1 1

(11)

Pada RW 07, berdasarkan jenis sebaran kontainer dalam rumah, kontainer yang paling banyak ditemukan yaitu bak mandi, ember, dan penampungan air dispenser. Kontainer dalam rumah positif larva yang ditemukan berjumlah empat belas kontainer dari 199 kontainer (7,04%) di antaranya yaitu bak mandi (3,01%), penampung air dispenser (3,01%%), drum (0,50%), dan alas pot bunga (0,50%). Dari 93 bak mandi yang ditemukan enam diantaranya positif larva, dari dua puluh penampungan air dispenser yang ditemukan enam diantaranya positif larva, dari tujuh drum yang ditemukan satu diantaranya positif larva, dan dari satu alas pot bunga yang ditemukan dinyatakan positif larva. Larva paling banyak ditemukan pada bak mandi dan penampungan air dispenser yaitu masing-masing sebanyak enam kontainer. (Tabel 3).

Tabel 3. Sebaran jenis kontainer dalam rumah terhadap keberadaan larva Aedes sp. di RW 07 Kelurahan Cempaka Putih Barat

Jenis Kontainer Positif Negatif Jumlah

Bak Mandi 6 87 93 Bak WC 0 2 2 Drum 1 6 7 Tempayan 0 3 3 Ember 0 59 59 Baskom 0 4 4 Vas/Pot Bunga 0 1 1 Kolam/Akuarium 0 2 2

Penampungan Air Dispenser 6 14 20

Alas Pot Bunga 1 1 2

Kulkas 0 5 5

Tong 0 1 1

Total 14 185 199

Untuk mengetahui perbandingan keberadaan larva Aedes sp. pada kontainer dalam rumah antara RW 03 dan RW 07 Kelurahan Cempaka Putih Barat, maka dilakukan perhitungan statistik menggunakan Chi-square dengan hasil tercantum pada Tabel 4.

(12)

Tabel 4. Perbandingan keberadaan larva Aedes sp. pada kontainer dalam rumah di RW 03 dan RW 07 Kelurahan Cempaka Putih Barat

Lokasi Keberadaan Larva Uji Kemaknaan Positif Negatif

RW 03 18 224 Chi-square

(7,44%) (92,56%)

RW 07 14 185 p=0,860

(7,04%) (92, 96%)

Jumlah kontainer dalam rumah yang positif larva Aedes sp. pada RW 03 yaitu delapan belas kontainer (7,44%) lebih banyak dibandingkan pada RW 07 yaitu empat belas kontainer (7,04%). Namun, setelah dilakukan uji statistik Chi-square didapatkan nilai p=0,860 sehingga Ho tidak dapat ditolak yang berarti terdapat perbedaan tidak bermakna (p>0,05). Hasil tersebut menunjukkan terdapat perbedaan yang tidak bermakna antara jumlah kontainer dalam rumah positif larva Aedes sp. di RW 03 dan RW 07 Kelurahan Cempaka Putih Barat.

DISKUSI

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sebaran jenis kontainer dalam rumah dan keberadaan larva Aedes sp. pada kontainer dalam rumah di RW 03 dan RW 07 Kelurahan Cempaka Putih Barat, Jakarta Pusat. Penelitian ini merupakan survei entomologi dengan memeriksa seluruh kontainer dalam rumah, baik TPA maupun nonTPA, pada 100 rumah di masing-masing RW. Penelitian ini menggunakan metode survei single larval method yaitu pengambilan satu larva di setiap kontainer dalam rumah yang positif larva. Larva tersebut kemudian diidentifikasi untuk menentukan spesiesnya menggunakan mikroskop.

Pada penelitian ini didapatkan bahwa jumlah kontainer dalam rumah yang ditemukan di RW 03 lebih banyak daripada di RW 07. Begitu juga dengan kontainer dalam rumah positif larva yang ditemukan di RW 03 lebih banyak daripada di RW 07. Berdasarkan hasil penelitian tersebut jumlah kontainer dalam rumah berkaitan dengan sebaran larva Aedes sp.

pada kontainer dalam rumah. Semakin banyak jumlah kontainer dalam rumah, sebaran larva

Aedes sp. juga semakin meningkat. Dengan demikian, jumlah kontainer dalam rumah berbanding lurus dengan jumlah kontainer positif larva Aedes sp. pada kedua RW. RW 03 Cempaka Putih Barat, memiliki ciri pemukiman menengah ke atas, yang terdiri dari rumah-rumah yang cukup besar dan jarak antar rumah-rumah yang cukup jauh. Hal tersebut memungkinkan

(13)

jumlah kontainer pada setiap rumah yamg lebih banyak jika dibandingkan dengan RW 07. RW 07 memiliki ciri pemukiman menengah ke bawah yang terdiri dari rumah-rumah yang lebih kecil dan jarak antar rumah yang lebih sempit.

Pada RW 03 Kelurahan Cempaka Putih Barat, kontainer dalam rumah yang positif larva Aedes sp. ditemukan pada kontainer TPA dan non-TPA, di antaranya yaitu bak mandi, tempayan, ember, kolam/akuarium, dan penampungan air dispenser. Dari seluruh kontainer dalam rumah yang positif larva, larva paling banyak ditemukan pada bak mandi. Pada RW 07 Kelurahan Cempaka Putih Barat, kontainer dalam rumah yang positif larva Aedes sp. juga ditemukan pada bak mandi, drum, penampungan air dispenser, dan alas pot bunga. Dari seluruh kontainer dalam rumah yang positif larva, larva paling banyak ditemukan pada bak mandi dan penampungan air dispenser.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, sebaran jenis kontainer dalam rumah positif larva terbanyak yaitu pada bak mandi, baik pada RW 03 maupun pada RW 07. Hal ini terkait dengan bak mandi merupakan kontainer yang paling banyak ditemukan karena terdapat pada hampir setiap rumah. Keberadaan larva pada bak-bak mandi menunjukkan kurangnya perhatian masyarakat untuk menjaga kebersihan bak mandi sehingga jarang dibersihkan atau dikuras. Kurangnya perhatian mengenai kebersihan tersebut dapat juga disebabkan ketidaktahuan warga mengenai cara-cara pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Sulina PS dkk.20 yang juga menunjukkan jenis TPA positif larva terbanyak adalah bak mandi. Keberadaan larva pada tempat-tempat penampungan air sangat erat hubungannya dengan tindakan pencegahan yang dilakukan, seperti 3M (menguras, menutup, mengubur) plus menabur larvasida, penyebaran ikan pada TPA, penggerakan juru pemantau jentik (jumantik), serta pengenalan gejala DBD dan penanganannya di rumah tangga.

Pada RW 07, selain bak mandi, kontainer positif larva terbanyak juga ditemukan pada penampungan air dispenser. Hal ini juga dapat disebabkan oleh pengetahuan mengenai PSN oleh masyarakat kedua RW tersebut yang kurang mengenai tempat-tempat perindukan nyamuk. Masyarakat kurang menyadari adanya tempat-tempat perkembangbiakan larva Aedes sp. yang tersembunyi dari perhatian seperti pada penampungan air dispenser. Penampungan air dispenser merupakan TPA buatan yang menampung air bersih, tidak berhubungan langsung dengan tanah, terletak di dalam rumah, dan sering luput dari perhatian masyarakat dalam PSN. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Doni RWM21 dan Budiyanto A17 yang mengatakan bahwa penampung air dispenser merupakan salah satu jenis kontainer non-TPA yang harus diwaspadai. Menurut Doni RWM21, besarnya angka positif pada penampung air

(14)

dispenser disebabkan dapat dipengaruhi oleh keberadaan tawas atau alum yang berfungsi sebagai penjernih air dan mempengaruhi perkembangan telur Ae.aegypti secara signifikan. Selain itu, air dispenser bersuhu stabil karena terhangatkan oleh mesin, nyaris tidak pernah dibuang atau diganti sehingga menjadi tempat yang kondusif untuk pertumbuhan larva.21 Selain penampungan air dispenser, kontainer positif larva lainnya yang juga sering luput dari perhatian yaitu alas pot bunga. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Suwasono Hadi22 bahwa alas pot bunga merupakan jenis TPA positif larva Aedes sp. kedua terbanyak yang ditemukan di Jepara.

Berdasarkan hasil uji kemaknaan Chi-square tidak terdapat perbedaan bermakna dalam hal jumlah kontainer dalam rumah positif larva antara RW 03 dan RW 07. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan kontainer dalam rumah positif larva tidak berkaitan dengan karakteristik kedua RW tersebut. Hal ini diduga karena adanya faktor-faktor lain yang juga dapat mempengaruhi keberadaan larva, misalnya pengetahuan masyarakat mengenai Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Pada kedua RW tersebut proporsi kontainer positif larva ditemukan pada penampung air dispenser dan alas pot bunga yang keduanya merupakan tempat perindukkan Aedes sp. yang sering luput dari perhatian masyarakat. Berdasarkan penelitian Wulan Sari dan Tri Puji Kurniawan11 didapatkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat dengan keberadaan jentik di Desa Ngesrep Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali. Masyarakat yang pengetahuan kurang dengan rumah yang terdapat jentik lebih banyak dibandingkan dengan masyarakat yang pengetahuan baik dengan rumah tidak terdapat jentik. Hal ini terkait dengan tingkat pendidikan seseorang. Rendahnya pendidikan akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai baru yang diperkenalkan sehingga akan mempengaruhi perilaku masyarakat dalam melaksanakan PSN DBD.

KESIMPULAN

Jumlah kontainer dalam rumah di RW 03 yaitu 242 kontainer dengan jenis kontainer terbanyak adalah bak mandi dan kontainer dalam rumah positif larva Aedes sp. paling banyak juga ditemukan pada bak mandi. Sedangkan pada RW 07, jumlah kontainer dalam rumah yaitu 199 kontainer dengan jenis kontainer terbanyak juga merupakan bak mandi dan kontainer positif larva Aedes sp. terbanyak ditemukan di bak mandi dan penampungan air dispenser. Kontainer dalam rumah di RW 03 berjumlah lebih banyak dibanding dengan RW 07 begitu pula dengan kontainer dalam rumah positif larva Aedes sp. di RW 03 berjumlah lebih banyak dibanding dengan di RW 07. Tidak terdapat perbedaan bermakna keberadaan

(15)

larva Aedes sp. pada kontainer dalam rumah antara RW 03 dan RW 07 Kelurahan Cempaka Putih Barat Jakarta Pusat.

SARAN

Berdasarkan hasil dan analisis penelitian, maka terdapat beberapa saran yang diberikan yaitu meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai tempat-tempat yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan Aedes sp, meningkatkan pengetahuan dan motivasi masyarakat mengenai pentingnya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan penyuluhan. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam menjalankan PSN di dalam maupun luar rumah. Mengajak pemerintah untuk berpartisipasi aktif dalam program PSN.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

1. Yudhastuti R, Vidiyani A. Demam berdarah dengue Surabaya: hubungan kondisi lingkungan, kontainer, dan perilaku masyarakat dengan keberadaan larva nyamuk aedes aegypti di daerah endemis. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2005;1(171):170-82.

2. World Health Organization. Dengue trend in Indonesia. Geneva: World Health Organization, 2007. Diunduh dari http://www.who.org. Diakses 11 Agustus 2011.

3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Badan Litbang dan Pengembangan Kesehatan. Kajian masalah kesehatan demam berdarah dengue. Jakarta:Depkes RI; 2005. 4. Sungkar S. Demam berdarah dengue. Jakarta: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan

Ikatan Dokter Indonesia; 2002.

5. Santoso, Budiyanto A. Hubungan pengetahuan sikap dan perilaku (psp) masyarakat terhadap vektor dbd di kota Palembang provinsi sumatera selatan. Jurnal Ekologi Kesehatan. 2008; 7(2): 732-9.

6. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) – pengertian, penyebab, & gejala DBD. Diunduh dari http://organisasi.org/penyakit-demam-berdrah-dengue-dbd-pengertian-penyabab-gejala-dbd. Diakses 10 Agustus 2011.

7. Anna LK. Jakarta dan Bali paling rawan Diunduh dari http://health.kompas. com/read/2011/06/13/06011957/Jakarta.dan.Bali.Paling.Rawan.DBD. Diakses 6 November 2011.

8. Wresti MC. Penderita DBD menurun. Diunduh dari http://megapolitan. kompas.com/read/2011/09/07/13050038/Penderita.DBD.Menurun Diakses 6 November 2011.

9. Sudin Kesehatan Masyarakat. Rekapitulasi penderita. Diunduh dari http://www.surveilansdinkesdki.net/ rekap_harian.php. Diakses 16 Maret 2010.

10.Achmadi UF. Manajemen demam berdarah berbasis wilayah. Buletin jendela epidemiologi. 2012;2:15-20.

11.Sari W, Kurniawan TP. Hubungan tingkat dan perilaku PSN dengan keberadaan jentik

Aedes aegypti di Desa Ngesrep Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali. Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621. 2012: 5(1); 66-73.

12.Sudjana P. Diagnosis dini penderita demam berdarah dengue dewasa. Buletin jendela epidemiologi. 2012: 2; 21 – 5.

(17)

13.Irwadi D, Arif M, Hardjoeno. Gambaran serologis IgM-IgG cepat dan hematologi rutin penderita DBD. Indonesian journal of clinical pathology and medical laboratory. 2007: 13(2); 45-8.

14.Sukowati S. Masalah vektor demam berdarah dengue (DBD) dan pengendaliannya di Indonesia. Buletin jendela epidemiologi. 2010: 2; 26-30.

15.Fauci AS, et al. Harrison’s manual of medicine. 17thed. New York: Mc Graw Hill; 2009. p.599.

16.Palgunadi BU, Rahayu A. Aedes aegypti sebagai vektor penyakit demam berdarah dengue. Diunduh dari:

http://www.fk.uwks.ac.id/archieve/jurnal/vol.2.nol.januari2011/AEDES%0AEGYPTI%20 SEBAGAI%20VEKTOR%20PENYAKIT%20DEMAM%20BERDARAH%20DENGUE. pdf. Diakses 26 Mei 2013.

17.Budiyanto A. Karakteristik kontainer terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti di sekolah dasar. Jurnal Pembangunan Manusia. 2012:6(1);17-22.

18.Hopp MJ, Folley J. Global-scale relationships between climate and the dengue fever vector aedes aegypti climate change. 2001; 48: 441-63.

19.Salim M, Febriyanto. Survey jentik Aedes aegypti di desa Saung Naga Kabupaten Oku tahun 2005. Diunduh dari: http://www.infodiknas.com/143survey-jentik-aedes-aegypti-di-desa-saung-naga- kab-oku-tahun-2005.html. Diakses 31 Mei 2013.

20.Sulina PS, Dharma S, Hasan W. Hubungan keberadaan jentik Aedes aegypti dan pelaksanaan 3M plus dengan kejadian penyakit DBD di lingkungan XVIII Kelurahan Binjai Kota Medan tahun 2012 [skripsi]. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara; 2012.

21.Doni RWM. Keberadaan Aedes sp. pada container non-TPA di Kelurahan Cempaka Putih, Jakarta Pusat setelah pemberian Bacillus Thuringiensis Israelensis [skripsi]. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.

22.Hadi S, Suwaryono T. Spot survai entomologi vektor demam berdarah dengue di beberapa kecamatan di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, tahun 2008. Buletin Human Media. 2008; 3(03): 16-20.

Gambar

Gambar 1. Siklus hidup Aedes sp. 18
Tabel 1. Keberadaan larva Aedes sp. pada kontainer dalam rumah di RW 03 dan RW 07  Kelurahan Cempaka Putih Barat
Tabel 3. Sebaran jenis kontainer dalam rumah terhadap keberadaan larva Aedes sp. di  RW 07 Kelurahan Cempaka Putih Barat
Tabel 4. Perbandingan keberadaan larva Aedes sp. pada kontainer dalam rumah di   RW 03 dan RW 07 Kelurahan Cempaka Putih Barat

Referensi

Dokumen terkait

MENGUMUMKAN RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA UNTUK PELAKSANAAN KEGIATAN TAHUN ANGGARAN 2013 SEPERTI DIBAWAH INI

Presentase (%) kelayakan 88% Sangat layak Berdasarkan hasil validasi kelayakan teoritis media flash untuk melatihkan berpikir kritis materi ekosistem yang dilihat

Gramedia Asri Media Cabang Emerald Bintaro dengan pencapaian kinerja karyawan yang belum memenuhi target dan harapan yang ditetapkan PT Gramedia Asri

Untuk itu penulis menganggap perlu melakukan analisis yang berhubungan dengan "A nalisis Kesalahan Berbahasa Arab sebagai Bahasa Asing Mahasiswa Kelas Bahasa Indonesia

Validasi terhadap soal post test .... Analisis

Pada penelitian kali ini Data yang telah diinput dan dianalisis serta dihitung oleh SPSS mengenai hubungan variabel independent dengan variabel dependen yang

Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH. netral dengan kisaran antara asam lemah sampai

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan bimbinganNya sehingga kami dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Faktor Yang Berhubungan