• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Keterampilan Membaca a. Pengertian Keterampilan Membaca - BAB II PUJI RAHAYU PGSD'18

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Keterampilan Membaca a. Pengertian Keterampilan Membaca - BAB II PUJI RAHAYU PGSD'18"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Keterampilan Membaca

a. Pengertian Keterampilan Membaca

Keterampilan membaca merupakan satu dari empat keterampilan yaitu menulis, menyimak, dan berbicara yang harus dikuasai oleh siswa. Menurut Sundari & Damayanti (2017: 984) keterampilan membaca permulaan adalah keterampilan membaca secara mekanik dan teknis yang bertujuan untuk membelajarakan siswa mengenai cara mengubah tulisan kata dan kalimat menjadi bunyi-bunyi bahasa. Keterampilan membaca permulaan merupakan keterampilan membaca yang ditekankan pada membaca kata dan kalimat. Aspek-aspek dalam membaca permulaan, seperti ketepatan lafal, ketepatan intonasi, kelancaran, kejelasan suara, dan membaca utuh.

(2)

bahasa. Unsur-unsur itu dapat merupakan kelompok bunyi kompleks yang dapat disebut sebagai kata, frase, atau kalimat.

Dari kedua teori di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan membaca adalah kemampuan seseorang dalam mengartikan sebuah tulisan baik kata atau kalimat menjadi bunyi bahasa. Keterampilan membaca merupakan kemampuan bagi seseorang agar dapat membaca sebuah bacaan dengan baik dan benar sesuai dengan aspek-aspek membaca.

b. Penilaian Keterampilan Membaca

Kegiatan membaca hendaknya dapat berjalan dengan baik dan berkelanjutan. Kegiatan membaca dapat dikatakan baik dan berhasil apabila memenuhi kriteria penilaian keterampilan membaca. Penilaian keterampilan membaca merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang memiliki penilaian sendiri. Agar dapat memiliki keterampilan membaca yang baik, maka seseorang hendaknya menguasai beberapa criteria penilaian keterampilan membaca. Adapun kriteria penilaian keterampilan membaca menurut Nurgiyantoro (2013: 391) yaitu, pemahaman detail isi teks, kelancaran pengungkapan, ketepatan diksi, ketepatan struktus kalimat, dan kebermaknaan penuturan.

(3)

ketepatan. Dimana pemahaman menjelaskan tentang pemahaman siswa tentang bentuk-bentuk aksara Jawa, ketepatan menjelaskan tentang ketepatan membaca huruf aksara Jawa, dan kelancaran menjelaskan tentang kelancaran dalan pengucapan bahasa.

c. Membaca

1) Pengertian Membaca

Membaca merupakan kegiatan yang penting dalam kehidupan. Menurut Tarigan (2008: 7) membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis, sedangkan menurut Tampubolon (1987: 5) membaca adalah satu dari empat kemampuan bahasa pokok, dan merupakan satu bagian atau komponen dari komunikasi tulisan. Dalam komunikasi tulisan, sebagaimana telah dikatakan, lambang-lambang bunyi bahasa diubah menjadi lambang-lambang-lambang-lambang tulisan atau huruf-huruf.

(4)

2) Tujuan membaca

Membeca bukan kegiatan yang tidak memiliki tujuan, tetapi membaca memiliki tujuan yang bermanfaan untuk kehidupan seseorang. Tujuan utama membaca menurut Tarigan (2008: 9) adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan, sedangkanmenurut Prasetyono (2008: 60) tujuan membaca dijabarkan sebagai berikut:

1. Membaca sebagai suatu kesenangan tidak melibatkan proses pemikiran yang rumit. Aktivitas ini biasanya dilakukan untuk mengisi waktu senggang.

2. Membaca untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan, seperti membaca buku pelajaran atau buku ilmiah.

3. Membaca untuk dapat melakukan suatu pekerjaan atau profesi. Misalnya membaca buku keterampilan teknis yang praktis atau buku pengetahuan umum (ilmiah populer).

Jadi dari beberapa pendapat tentang tujuan membaca di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan membaca adalah untuk memahami bacaan yang dibaca. Diharapkan dengan membaca siswa dapat meningkatkan keterampilan membaca, sehingga siswa juga akan memperoleh pengetahuan yang lebih luas serta memahami isi dari sebuah bacaan.

2. Prestasi Belajar

a. Pengertian Prestasi Belajar

Hamdaniو(2011:و138)وmenyatakanو“Prestasiوdiوbidangوpendidikanو

(5)

intrumen relevan. Jadi, prestasi belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf maupun kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anakوpadaوperiodeوtertentu”.وMenurutوRatnawatiوdalamوBasriو(2015:و153)و

prestasi belajar diartikan sebagai prestasi yang dicapai oleh seorang siswa pada jangka waktu tertentu dan dicatat dalam buku rapor sekolah.

Pendapat lain datang dari Arifin (2013: 12) yang mengemukakan bahwa prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan. Kata prestasi banyak digunakan dalam berbagai bidang dan kegiatan antara lain dalam kesenian, olahraga, dan pendidikan, khususnya pembelajaran. Merupakan suatu masalah yang bersifat perenial dalam sejarah kehidupan manusia, karena sepanjang rentang kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing.

(6)

b. Faktor-faktor yang Memengaruhi Prestasi Belajar

Belajar merupakan suatu proses yang di dalamnya terdapat perubahan-perubahan tingkah laku, sedangkan prestasi belajar merupakan sebuah hasil dari belajar itu sendiri. Prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor yang saling berkaitan. Menurut Basri (2015: 155-156) faktor yang memengaruhi prestasi belajar terdiri atas dua macam, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

1) Faktor internal

Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang dapat memengaruhi prestasi belajar. Faktor ini dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:

a) Faktor fisiologis, yaitu faktor yang berkaitan dengan kesehatan dan pancaindra.

b) Faktor psikologis, faktor psikologis yang memengaruhi prestasi belajar siswa, antara lain sebagai berikut:

(1) Intelegensi, yaitu kemampuan menetapkan dan mempertahankan tujuan, untuk mengadakan penyesuaian, untuk mencapai tujuan dengan cara menilai keadaan diri secara kritis dan objektif.

(2) Sikap, yaitu kesiapan seseorang untuk bertindak terhadap hal-hal tertentu.

(3) Motivasi, yaitu penggerak perilaku atau pendorong seseorang untuk belajar. Selain itu, juga merupakan keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar.

2) Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa, faktor eksternal terdiri atas hal-hal berikut:

a) Faktor lingkungan keluarga, yaitu sosial ekonimi keluarga, pendidikan orang tua, serta perhatian orang tua dan suasana hubungan antar anggota keluarga.

b) Faktor lingkungan sekolah, yaitu sarana dan prasarana, kompetensi guru dan siswa, serta kurikulum dan metode mengajar.

(7)

Dalam penelitian ini dibatasi pada penelitian yang membahas tentang keterampilan membaca dan prestasi belajar siswa. Dimana upaya meningkatkan prestasi belajar tersebut berhubungan dengan faktor internal dan faktor eksternal. Pada fakto internal yaitu motivasi, artinya dengan adanya penelitian ini diharapkan motivasi belajar siswa menjadi lebih besar karena pada penelitian ini menggunakan model pembelajaran serta media pembelajaran yang pada pembelajaran sebelumnya belum pernah digunakan, sehingga diharapkan prestasi belajar siswa akan lebih maksimal. Selain itu pada faktor eksternal yaitu faktor lingkungan sekolah, artinya lingkungan sekolah menjadi salah satu faktor dalam peningkatan prestasi belajar. Karena seperti yang kita tahu, apabila sekolah mendukung proses pembelajaran yang lebih efektif hal tersebut akan membuat prestasi belajar menjadi lebih maksimal juga.

3. Pembelajaran Bahasa Jawa a. Pengertian Bahasa Jawa

(8)

Jambi, Kalimantan Tengah; dan beberapa tempat di luar negeri, yaitu: Suriname, Belanda, New Caledonia, dan Pantai Barat Johor.

Pendapat lain juga dikemukakan oleh Anwar (2013: 36) yang berpendapat bahwa bahasa Jawa merupakan bahasa yang memiliki jumlah penutur paling banyak di Indonesia. Jumlah penutur bahasa Jawa relatif dominan di Pulau Jawa. Bahasa Jawa juga digunakan hingga Suriname, Malaysia, Singapura, dan lain-lain, seiring dengan menyebarnya orang-orang Jawa.

b. Pembelajaran Bahasa Jawa di Sekolah Dasar

Mata pelajaran muatan lokal mata pelajaran Bahasa Jawa merupakan muatan lokal wajib untuk provinsi Jawa Tengah, yang dimulai dari kelas I sampai dengan kelas VI. Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 423.5/5/2010 tanggal 27 Januari 2010 tentang Kurikulum mata pelajaran Bahasa Jawa tahun 2004. Dalam pembelajaran Bahasa Jawa khususnya aksara atau huruf Jawa dapat dikategorikan 2 macam. Pertama, keterampilan membaca Aksara Jawa yang di dalamnya diajarkan cara membaca serta memahami kata maupun kalimat sederhana berhuruf Jawa. Kedua, adalah keterampilan menulis Aksara Jawa.

Standar Kompetensi (SK) membaca dalam pembelajaran bahasa Jawa kelas IV Sekolah Dasar semester dua difokuskan untuk mengetahui kemampuan siswa membaca dan memahami teks sastra, dan membaca

(9)

huruf Jawa dalam SK tersebut dijabarkan lebih rinci dalam KD yang pertama yaitu 7.1 membaca teks sastra (misal percakapan, sandiwara dan sebagainya) dan 7.2 membaca kata berhuruf Jawa yang menggunakan sandhangan panyigeg wanda (layar, cecak, wignyan). Namun pada penelitian ini mengambil materi dari KD kedua yaitu membaca kata berhuruf Jawa yang menggunakan sandhangan panyigeg wanda (layar, cecak, wignyan). Peneliti mengambil SK dan KD tersebut berdasarkan hasil kondisi awal pada siswa yang dianggap kurang dalam membaca aksara Jawa menggunakan sandhangan, karena siswa masih sering tertukar-tukar antara aksara satu dengan yang lain, dan sandhangan satu dengan yang lain.

c. Tujuan Pembelajaran Bahasa Jawa di Sekolah Dasar

Bahasa Jawa sangat penting untuk dipelajari di Sekolah Dasar. Menurut Kurniati (2015: 107) mata pelajaran bahasa Jawa SD meliputi pembelajaran bahasa, sastra, dan budaya Jawa. Tujuan pembelajaran bahasa Jawa adalah agar siswa dapat berkomunikasi dengan bahasa Jawa yang santun dan berbudi pekerti luhur sesuai budaya Jawa. Di samping itu, pembelajaran bahasa Jawa sebagai wujud konservasi budaya. Namun, kenyataannya siswa SD kurang dilatih berbahasa Jawa di sekolah karena guru merasa kesulitan membelajarkan bahasa Jawa.

(10)

jenjang pendidikan SD/SDLB/MI, SMP/SMPLB/MTs Negeri dan Swasta Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan keputusan tersebut, pembelajaran bahasa Jawa memiliki tujuan yaitu menanamkan nilai-nilai budi pekerti dan penguasaan bahasa Jawa bagi siswa.

4. Aksara Jawa

Aksara Jawa merupakan salah satu dari sekian warisan budaya leluhur bangsa Indonesia. Aksara Jawa memiliki masing-masing makna pada tiap barisnya, yaitu berhubungan dengan kehidupan manusia sebagai makhluk Tuhan dan manusia didalam kehidupan sosial. Menurut Budhi & Adipranata (2015: 195)banyak orang di pulau Jawa menggunakan bahasa Jawa di dalam percakapannya. Bahasa Jawa memiliki bentuk huruf tersendiri yang berbeda dari aksara Romawi. Pengenalan aksara Jawa memiliki kesulitan tersendiri karena bentuk karakter dasarnya, vokal, karakternya yang komplementer, dan sebagainya. Karena karakternya sulit dikenali, tidak banyak orang bisa membaca atau menulis naskah bahasa Jawa lagi. Untuk banyak orang, aksara Jawa pada akhirnya akan dianggap sebagai hiasan saja dan tidak berarti. Hal ini secara bertahap akan mengikis keberadaan aksara Jawa dan pada akhirnya juga akan mempengaruhi budaya Jawa pada umumnya.

Sejalan dengan pendapat di atas, pendapat lain datang dari Puspitasari (2016: 1.754) yang menyatakan bahwa pada era sekarang ini, banyak masyarakat Jawa yang sudah melupakan aksara Jawa sebagai bagian dari

(11)

dipergunakannya lagi aksara Jawa sebagai media baca tulis sehari-hari. Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta telah mencoba melestarikan kebudayaan Jawa tersebut dengan memasukkan materi aksara Jawa dalam mata pelajaran bahasa Jawa pada setiap jenjang pendidikan formal baik itu SD, SMP, dan SMA. Melalui jalur pendidikan tersebut, dirasa cukup efektif untuk melestarikan aksara Jawa, sebab generasi penerus bangsa mulai dikenalkan kembali dengan aksara Jawa pada saat berada di sekolah.

Jadi dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa aksara Jawa merupakan salah satu peninggalah budaya yang tidak ternilai harganya. Bentuk aksara dan seni pembuatnya pun menjadi peninggalan yang patut untuk dilestarikan salah satunya yaitu dengan diadakannya pembelajaran tentang aksara Jawa di sekolah. Penelitian ini akan belajar tentang keterampilan membaca kata berhuruf Jawa yang menggunakan sandhangan panyigeg wanda (layar, cecek, wignyan).

a. Aksara Carakan

Aksara carakan merupakan huruf Jawa yang digunakan dalam ejaan bahasa Jawa yang terdiri atas dua puluh aksara pokok. Berikut adalah contoh aksara carakan :

(12)

b. Sandhangan

Sandhangan merupakan vokal sebagai pengubah bunyi di dalam tulisan Jawa. Aksara yang tidak menggunakan sandhangan diucap dengan vokal a. Sandhangan dibagi menjadi dua yaitu:

1) Sandhangan swara

Sandhangan swara yaitu sandhangan bunyi vokal yang terdiri dari 5 macam yaitu sebagai berikut:

a) Wulu (……).

Wulu dipakai untuk melambangkan vokal i dalam suatu kata.

Contoh:

- Siji :

b) Pepet ( ...)

Pepet dipakai untuk melambangkan vokal e/وƏ/.

Contoh: - Sega :

c) Suku (.... )

Suku digunakan untuk melambangkan bunyi vokal u.

Contoh:

- Tuku buku :

(13)

Taling dipakai untuk melambangkan bunyi vokal é.

Contoh:

- Sate :

e) Taling tarung ( … )

Taling tarung dipakaiوuntukوmelambangkanوbunyiوvokalو“o”

Contoh:

Loro :

2) Sandhangan panyigeg wanda (layar, cecek, wignyan)

Sandhangan panyigeg wanda (layar, cecek, wignyan)

merupakan konsonan penutup kata yang terdiri dari 4 macam yaitu: a) Wignyan (… )

Wignyan yaitu sandhangan yang dipakai untuk

melambangkan konsonan h penutup suku kata. Contoh:

- Gabah :

b) Layar( ....)

Layar yaitu sandhangan yang dipakai untuk melambangkan

konsonan r penutup suku kata. Contoh:

(14)

c) Cecak ( ....)

Cecak yaitu sandhangan yang dipakai untuk melambangkan

konsonan ng penutup suku kata. Contoh:

- Bawang :

d) Pangkon (… )

Pangkon merupakan aksara mati atau aksara konsonan

penutup suku kata. Contoh:

- Wedus : 5. Model Pembelajaran

a. Pengertian Model Pembelajaran

(15)

Sejalan dengan pendapat di atas, Komalasari (2011: 57) model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran adalah kerangka konseptual untuk mencapai tujuan belajar dan berfungsi sebagai pedoman bagi para guru dalam merancang perencanaan pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran. Selain itu model pembelajaran juga merupakan pendekatan pembelajaran yang di dalamnya terdapat tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, dan pengelolaan kelas, sehingga dalam prosesnya siswa akan lebih mudah menerima apa yang disampaikan oleh guru.

b. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif merupakan model dimana siswa belajar secara berkelompok. Menurut Isjoni (2009: 6) secara sederhana “cooperative”وberartiوmengajarkanوsesuatuوsecaraوbersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu tim. Jadi cooperative learning dapat diartikan belajar bersama-sama, saling membantu antara

satu dengan yang lain dalam belajar dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok mencapai tujuan atau tugas yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa cooperative

(16)

dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri dari 4-6 orang.

Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Majid (2013: 174) pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan kerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif (cooperative learrning) merupakan model pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolabiratif, yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa cooperative learning atau pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan anggota kelompok kecil yang umumnya berjumlah 4-6 orang siswa dengan tingkat kemampuan yang berbeda, yang dalam setiap anggotanya harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran secara maksimal.

Terdapat langkah-langkah utama atau tahapan di dalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif menurut Suprijono (2013: 65) yaitu:

Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik

(17)

Fase 2

Menyajikan informasi

Mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal Fase 3

Mengorganisir peserta didik ke dalam tim-tim belajar

Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien

Fase 4

Membantu kerja tim dan belajar

Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya

Fase 5

Mengevaluasi

Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

Fase 6

Memberikan penghargaan

Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok c. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

Trianto (2013: 82) mengatakan“Numbered Head Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa dan sebagaiو alternatifو terhadapو strukturو kelasو tradisional”.و Sejalanو denganو

(18)

tiga tujuan pembelajaran, kemampuan akademik, penerimaan perbedaan individu, dan pengembangan keterampilan sosial.

Trianto (2013: 82-83) berpendapat bahwa dalam mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat fase sebagai sintaks NHT:

a. Fase 1: Penomoran

Dalam fase ini guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5 b. Fase 2: Mengajukan pertanyaan

Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. c. Fase 3: Berpikir bersama

Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim. d. Fase 4: Menjawab

Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

Selain itu menurut Suprijono (2013: 111) terdapat langkah-langkah model pembelajaran NHT yaitu:

1) Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil

2) Setelah kelompok terbentuk guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap-tiap kelompok

3) Tiap-tiapو kelompokو menyatukanو kepalanyaو “Heads Together”و berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan dari guru

(19)

masing-masing kelompok mendapat gilliran memaparkan jawaban atas pertanyaan guru.

5) Berdasarkan jawaban itu guru mengembangkan lebih dalam, sehingga peserta didik dapat menemukan jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh.

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT memiliki banyak keuntungan. Sanjaya dalam Nismarni (2017: 34) berpendapat bahwa keuntungan dari pembelajaran kooperatif NHT adalah: (a) siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri; (b) dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan; (c) dapat membantu anak untuk merespon orang lain; (d) dapat memberdayakan siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar; (e) dapat meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial; (f) dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik; (g) dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata; dan (h) dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir.

Selain memiliki kelebihan seperti yang dijelaskan oleh Sanjaya dalam Nismarni, model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) juga memiliki kekurangan menurut Haniyah, dkk (2014:

(20)

diulang oleh guru, artinya guru dapat memanggil nomor yang sama, selain itu tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

6. Media Pembelajaran

a. Pengertian Media Pembelajaran

Media pembelajaran merupakan sarana yang penting dalam proses pembelajaran. Sadiman, dkk (2008: 7) berpendapat bahwa media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta peralatannya. Media hendaknya dapat dimanipulasi, dapat dilihat, didengar dan dibaca. Apa pun batasan yang diberikan, ada persamaan di antara batasan tersebut yaitu bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi

Sejalan dengan pendapat di atas, Heinich, dan kawan-kawan dalam Arsyad (2007: 4) mengemukakan istilah medium sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima. Jadi, televisi, film, foto, radio, rekaman audio, gambar yang diproyeksikan, bahan-bahan cetakan, dan sejenisnya adalah media komunikasi. Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran. Menurut Trianto (2007: 75) media pembelajaran adalah

(21)

massages) dari beberapa sumber saluran ke penerima pesan (the receiver

of the massages).

Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan oleh guru sebagai penyampai materi kepada siswa. Merupakan perantara sebagai alat peraga yang diguanakan oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran untuk menyampaikan informasi kepada siswa, sehingga siswa dapat lebih mudah menerima materi yang disampaikan.

b. Media Kartu Aksara

Media pembelajaran kartu terdiri atas berbagai jenis, yaitu kartu aksara, kartu gambar, kartu kata, atau kartu gambar dengan kombinasi kata-kata. Terdapat beberapa sebutan untuk media kartu dalam pembelajaran Bahasa Jawa, salah satunya yaitu media Karwa, atau media kartu aksara Jawa. sejalan dengan pengertian di atas, menurut Fravika dan Subrata (2017: 1664) media karwa atau disebut kartu aksara Jawa termasuk ke dalam media pembelajaran visual grafis kartu, karena media karwa (kartu aksara jawa) terdiri atas aksara-aksara Jawa. Penggunaan media karwa ini bertujuan untuk melatih keterampilan membaca kalimat sederhana atau biasa disebut ukara lamba dalam bahasa Jawa menggunakan aksara Jawa. Media karwa dalam pembelajaran dapat memberikan pemahaman kepada siswa mengenai bentuk aksara-aksara

(22)

pasangan yang benar dan lebih menarik dengan warna yang berbeda pada setiap kartunya.

Selain itu menurut Sundari & Damayanti (2017: 982-983) terdapat media kartu suka baca yang memiliki beberapa kelebihan, di antaranya: 1) mudah dibawa (praktis), 2) mudah disajikan, 3) mudah dibuat, 4) penyimpanannya mudah, karena tidak memerlukan tempat yang besar, 5) sesuai jika digunakan untuk kelompok kecil maupun besar, dan 6) dapat melibatkan semua siswa dalam penyajiannya, 7) dapat dijadikan sebagai permainan yang menyenangkan, 8) meningkatkan interaksi antar siswa sehingga dapat meningkatkan kemampuan membaca siswa, 9) merangsang kemampuan berpikir siswa, dan 10) meningkatkan motivasi belajar siswa.Di samping sejumlah kelebihan yang dimiliki, media kartu juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain: 1) mudah rusak, 2) bentuknya relatif tidak menarik, 3) hanya berbentuk visual saja, tidak ada audionya, dan 4) cepat membosankan jika metode pengajaran kurang menarik, 5) proses belajar mengajar membutuhkan waktu yang lama, terutama dalam evaluasi membaca, 6) kondisi kelas kurang kondusif (suasana kelas ramai).

Terdapat langkah-langkah penggunaan media kartu aksara dengan menggunakan model pembelajaran NHT antara lain yaitu:

(23)

2) Guru mengambil satu persatu dari kartu aksara tersebut, kemudian menunjukkannya kepada siswa.

3) Guru menempelkan kartu aksara yang telah ditunjukkan kepada siswa di papan.

4) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok dan membagikan nomor kepada setiap anggota pada masing-masing kelompok.

5) Guru membagikan soal kepada tiap-tiap kelompok untuk dikerjakan. 6) Guru memanggil salah satu anak dari tiap-tiap kelompok yang

memiliki nomor yang sama untuk menjawab pertanyaan dari guru 7) Guru bersama siswa yang lain mengoreksi jawaban siswa yang

ditunjuk.

Gambar 2.1 Media kartu aksara B. Hasil Penelitian yang Relevan

Beberapa telaah pustaka yang telah dilakukan berikut ini dikemukakan beberapa penelitian yang ada kaitannya dengan variabel-variabel penelitian yang dilakukan:

(24)

Jawa (Karwa) dalam Keterampilan Menulis Aksara Jawa Ukara Lambapada Siswa Kelas IV SDN Kebraon I/436 Surabaya”,menunjukkan bahwa penggunaan media karwa dalam keterampilan menulis aksara Jawa dapat membuat rata-rata hasil belajar menjadi lebih tinggi. Penggunaan media karwa efektif digunakan dalam keterampilan menulis aksara Jawa ukara lamba pada siswa kelas IV SDN Kebraon I/436 Surabaya. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan 4 hal yaitu pelaksanaan pembelajaran dengan nilai reliabel 0,809 dengan pencapaian pelaksanaan pembelajaran yaitu 100%. Hasil rata-rata nilai pretest siswa kelas IV SDN Kebraon I/436 Surabaya adalah 63,67 dengan rata-rata waktu siswa dapat menyelesaikan soal sekitar 33 menit, sedangkan rata-rata nilai posttest adalah 82,10 dengan waktu 24 menit sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Hal tersebut membuktikan bahwa terdapat perubahan nilai siswa sebelum diberi perlakuan dan sesudah diberikan perlakuan yang berupa media kartu aksara jawa (karwa).

2. Berdasararkan penelitian yang dilakukan oleh Hendri Marhadi yang berjudulو “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together(NHT) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas Vd SDNو 184و Pekanbaru”,و menunjukkanو bahwaوhasil belajar siswa kelas Vd SDN 184 Pekanbaru dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT mengalami peningkatan dari sebelum tindakan. Hasil belajar sebelum

(25)

memahami materi masih agak mengalami kesulitan yang berdampak terhadap hasil belajar siswa yang rendah. Setelah dilakukan tindakan dengan penerapan model pembelajaran kooperatif learning tipe Numbered Head Together (NHT) pada data UH I dan UH II hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Pembelajaran dengan model kooperatif learning tipe NHT siswa belajar lebih aktif, saling berbagi satu sama lain, dengan guru sebagai fasilitator, mediator dan sebagainya sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi pelajaran karena mengalami sendiri pembelajaran yang berlangsung. Hal ini berdampak pada meningkatnya hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar dari sebelum tindakan kesesudah tindakan yakni dari skor dasar dengan rata-rata 68,63 meningkat pada UH I sebesar 5,63% dengan rata-rata 72,50 dan meningkat lagi pada UH II dari skor dasar sebesar 25,54% dengan rata-rata 86,16.

C. Kerangka Pikir

Kondisi awal keterampilan membaca dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Jawa khususnya materi aksara Jawa hanya beberapa siswa yang sudah lancar dan paham bentuk bentuk aksara Jawa dan dapat membaca lancar, tepat dan jelas. Keterampilan membaca siswa yang rendah dibuktikan dengan tidak lancarnya siswa dalam membaca aksara Jawa karena siswa kesulitan dalam menghafal aksara Jawa, dimana hal tersebut akan berpengaruh juga pada prestasi belajar siswa. Hal tersebut terjadi dikarenakan selama proses pembelajaran guru hanya menggunakan metode ceramah dan

(26)

sehingga siswa mudah bosan dan akhirnya menjadi malas mengikuti proses pembelajaran Bahasa Jawa khususnya pada materi membaca aksara Jawa, dimana siswa malas menghafal banyaknya bentuk-bentuk aksara Jawa. Artinya perlu adanya tindakan dalam proses pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan membaca serta prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Jawa khususnya materi membaca aksara Jawa.

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan media kartu aksara menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Model pembelajaran ini dapat membantu siswa untuk menelaah materi dalam pembelajaran Bahasa Jawa, selain itu melatih belajar bekerjasama. Setiap kelompok berdiskusi untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Selain itu model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, membuat siswa lebih mandiri dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.Selain model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) penggunaan media kartu aksara dapat berpengaruh dalam meningkatkan keterampilan membaca aksara Jawa.

Penggunaan media kartu aksara ini diharapkan siswa dapat aktif dan berpartisipasi dalam menerima materi yang disampaikan oleh guru, karena media yang menarik dapat menumbuhan motivasi siswa dalam membaca aksara Jawa. Maka dengan menggunakan media kartu aksara tersebut diharapkan siswa menjadi lebih trampil dan lebih meningkatkan keinginan siswa untuk memahami serta menghafal bentuk-bentuk aksara Jawa beserta

(27)

pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dan media kartu aksara dapat meningkatkan keterampilan membaca dan prestasi belajar

pada siswa kelas IV SDN 04 Tritih Wetan.

Gambar 2.2 Kerangka Pikir Penelitian

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut :

1) Keterampilan membaca siswa pada pembelajaran Bahasa Jawa kelas IV SDN 04 Tritih Wetan dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan media kartu aksara.

Dengan model

Kondisi Awal Tindakan Kondisi Akhir

(28)

Gambar

Gambar 2.1 Media kartu aksara
Gambar 2.2 Kerangka Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Standar kompetensi membaca kelas satu semester dua yaitu memahami teks pendek dengan membaca lancar dan membaca puisi anak, terdiri atas dua kompetensi dasar: (1)

1) Fobia : penolakan terhadap benda-benda dan situasi yang dihadapi. Contohnya takut dengan sesuatu yang dianggap merupakan ancaman yang berbahaya. 2) Agrofobia : ketakutan

Menurut Cockroft (1982: 1-5) dalam (Abdurrahman, 2009: 253) matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan; (2)

Pelajaran dua belas ini adalah menemukan satu tanda yang berbeda setiap. baris (tanda 1

Kata-kata yang digunakan adalah kata-kata khusus dalam bahasa ajakan dengan tujuan untuk menarik perhatian dan mudah dipahami oleh pembacanya.. yang digunakan bertujuan

Mandiri merupakan sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.Dengan mandiri seseorang akan hidup lebih

Berdasarkan tabel persamaan dan perbedaan penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilaksanakan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penelitian yang telah

karakter demokratis di antaranya ialah siswa menghormati pendapat dan hak orang lain; tidak memaksakan kehendak kepada orang lain; melaksanakan musyawarah dalam mengambil keputusan;