• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENILAIAN ANAK JALANAN TERHADAP PELAYANAN RUMAH SINGGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENILAIAN ANAK JALANAN TERHADAP PELAYANAN RUMAH SINGGAH"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PENILAIAN ANAK JALANAN TERHADAP PELAYANAN

RUMAH SINGGAH

7. 1 Faktor Internal

7.1.1 Hubungan Usia dengan Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah

Usia diduga memiliki hubungan dengan penilaian anak jalanan dalam pelayanan rumah singgah. Semakin muda umur anak jalanan maka semakin positif penilaiannya terhadap pelayanan rumah singgah. Hal ini disebabkan semakin dewasa anak jalanan maka kebutuhannya semakin kompleks. Apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka tingkat kepuasannya akan semakin rendah. Artinya penilaian mereka terhadap pelayanan tersebut negatif.

H0 : Tidak terdapat hubungan antara usia responden dengan penilaian

responden terhadap pelayanan rumah singgah.

H1 : Terdapat hubungan antara usia responden dengan penilaian responden

terhadap pelayanan rumah singgah.

Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Usia dan Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi, 2010. Penilaian terhadap Pelayanan Rumah Singgah Usia Total

15 sampai 18 tahun 19 sampai 22 tahun

n % n % n %

Sangat tidak puas 0 0 0 0 0 0

Tidak puas 3 18,8 7 50 10 33,3

Puas 12 75,0 6 42,9 18 60,0

Sangat Puas 1 6,2 1 7,1 2 6,7

Total 16 100 14 100 30 100

Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa sebagian besar anak jalanan (75 persen) dengan usia 15 sampai 18 tahun merasa puas dengan pelayanan yang diberikan RSBAP, sedangkan 18,8 persen anak jalanan dengan usia 15 sampai 18 tahun merasa tidak puas akan pelayanan rumah singgah. Terdapat 50 persen anak jalanan dengan usia 19 sampai 22 tahun yang merasa tidak puas, 42,9 persen yang

(2)

merasa puas dan 7,1 persen yang merasa sangat puas dengan pelayanan yang diberikan rumah singgah.

Hasil penelitian menunjukkan penilaian anak jalanan yang berusia 15 sampai 18 tahun memiliki penilaian yang lebih baik terhadap pelayanan rumah singgah dibanding dengan anak jalanan yang berusia 19 sampai 22 tahun. Anak jalanan yang usianya sudah dewasa memiliki penilaian yang lebih rendah terhadap pelayanan rumah singgah.

Berdasarkan hasil uji Rank-Spearman yang dilakukan pada variabel usia dengan penilaian anak jalanan, pada tingkat signifikansi 0,05 diperoleh nilai Asymp.Sig (2-side) sebesar 0,286 sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini

menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan penilaian anak jalanan dalam pelayanan RSBAP.

Hasil penelitian menunjukkan selisih usia anak jalanan yang dibina RSBAP tidak jauh berbeda, yaitu berada pada usia remaja yang beranjak dewasa. Kebutuhan yang mereka rasakan mungkin tidak terlalu berbeda sehingga tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan tingkat kepuasan mereka terhadap pelayanan RSBAP. Kebutuhan yang dirasakan anak jalanan meliputi pendidikan, kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari (sandang, pangan dan papan).

Anak binaan dengan usia sekolah, yakni 15 sampai 18 tahun mendapatkan pelayanan sosial seperti pendidikan formal, pelatihan keterampilan serta pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Anak binaan yang di atas umur sekolah dapat mengakses pelatihan keterampilan dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Walaupun begitu, anak jalanan yang sudah melewati usia sekolah dapat mengakses program pendidikan Kejar Paket A, B ataupun C.

Pembina RSBAP dalam melakukan pembinaan dilakukan dengan suasana kekeluargaan. Penanganan dilakukan sesuai dengan karakteristik anak binaan. Hal ini menyebabkan penilaian anak jalanan tidak berhubungan dengan usia anak jalanan.

(3)

7.1.2 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah

Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah dilakukan anak jalanan. Tingkat pendidikan anak jalanan diduga berhubungan dengan penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah.

H0 : Tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan

penilaian responden terhadap pelayanan rumah singgah.

H1 : Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan penilaian

responden terhadap pelayanan rumah singgah.

Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi, 2010. Penilaian terhadap Pelayanan Rumah Singgah Tingkat Pendidikan Total

Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % n %

Sangat tidak puas 0 0 0 0 0 0 0 0

Tidak puas 6 33,3 2 22,2 2 66,7 10 33,3

Puas 11 61,1 6 66,7 1 33,3 18 60,0

Sangat Puas 1 5,6 1 11,1 0 0 2 6,7

Total 18 100 9 100 3 100 30 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak jalanan dengan tingkat pendidikan rendah yang merasa tidak puas dengan pelayanan rumah singgah sebesar 33,3 persen, yang merasa puas terdapat 61,1 persen dan yang merasa sangat puas terdapat 5,6 persen. Anak jalanan dengan tingkat pendidikan sedang yang merasa tidak puas dengan pelayanan rumah singgah terdapat 22,2 persen, yang merasa puas sebesar 66,7 persen dan yang merasa sangat puas sebesar 11,1 persen. Data tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan mengenai penilaian antara anak jalanan yang berpendidikan rendah dan sedang terhadap pelayanan rumah singgah Berbeda halnya dengan anak jalanan yang berpendidikan tinggi. Sebagian besar dari mereka (66,7 persen) merasa tidak puas dengan pelayanan rumah singgah.

Berdasarkan hasil korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Asymp.Sig (2-side) sebesar 0,830 lebih besar dari α (0,05) sehingga H0 diterima dan H1 ditolak.

(4)

Artinya, tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar anak jalanan tingkat pendidikannya rendah. Status pendidikan mereka hampir serupa, yaitu tidak bersekolah formal. Jenjang pendidikan terakhir anak jalanan kebanyakan didapat dengan mengikuti program pendidikan Kejar Paket. Artinya, anak jalanan tidak mendapatkan pembelajaran formal setiap harinya, mereka belajar ketika menjelang ujian akhir saja. Hal inilah yang menyebabkan tidak berbeda jauh antara pengetahuan yang dimiliki anak jalanan terkait dengan tingkat pendidikannya. Jika dilihat dari segi penilaian, sebagian besar anak jalanan memiliki penilaian yang positif terhadap pelayanan rumah singgah. Pelayanan rumah singgah dinilai berhasil karena sebagian besar anak jalanan yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, sedang dan tinggi merasa puas dengan pelayanan rumah singgah.

7.1.3 Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah

Pekerjaan adalah cara yang paling sering digunakan anak jalanan untuk mendapatkan uang. Jenis pekerjaan anak jalanan dibagi ke dalam empat kategori, yaitu usaha dagang, jasa, pengamen dan kerja serabutan. Diduga ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah.

H0 : Tidak terdapat hubungan antara jenis pekerjaan responden dengan

penilaian responden terhadap pelayanan rumah singgah.

H1 : Terdapat hubungan antara jenis pekerjaan responden dengan penilaian

(5)

Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi, 2010. Penilaian terhadap Pelayanan Rumah Singgah Jenis Pekerjaan Total

Berdagang Jasa Pengamen Serabutan

n % n % n % n % n %

Sangat tidak puas 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Tidak puas 1 50 2 28,6 5 33,3 2 33,3 10 33,3

Puas 1 50 4 57,1 10 66,7 3 50 18 60

Sangat Puas 0 0 1 14,3 0 0 1 16,7 2 6,7

Total 2 100 7 100 15 100 6 100 30 100

Persentase responden yang merasa puas dan tidak puas dengan pelayanan rumah singgah berdasarkan jenis pekerjaan hampir serupa. Sebagian dari mereka merasa puas. Data tersebut mengindikasikan bahwa jenis pekerjaan anak jalanan tidak berhubungan dengan penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah. Penilaian antara anak jalanan yang bekerja di bidang jasa, berdagang, mengamen dan bekerja serabutan tidak jauh berbeda.

Pernyataan di atas diperkuat dengan hasil uji statistik Chi-Square yang memperoleh nilai Asymp.Sig (2-side) sebesar 0,956 lebih besar dari α (0,05) sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya, jenis pekerjaan tidak berhubungan

dengan penilaian anak jalanan dalam pelayanan rumah singgah. Pada pengujian statistik menggunakan Chi-Square, data penilaian anak jalanan dikelompokkan menjadi dua kategori yakni tidak puas dan puas. Hal ini disebabkan terdapat tabel kosong ketika menggunakan tabel 4x4.

RSBAP dalam memberikan pelayanan kepada anak jalanan tidak dibedakan menurut jenis pekerjaannya. Semua anak binaan dapat mengakses pelayanan yang sama. Pengajaran keterampilan pun tidak dibedakan menurut jenis pekerjaan mereka. Walaupun beberapa anak jalanan tidak memiliki pengalaman dalam berwirausaha, namun mereka mengikuti pelatihan wirausaha yang diselenggarakan RSBAP bekerja sama dengan Dinas Sosial DKI Jakarta. Selain itu, pada bulan Ramadhan diselenggarakan festival musik religi yang bertujuan untuk menampung aspirasi dan menyalurkan anak binaan di bidang musik. Anak

(6)

jalanan yang mengikuti kegiatan ini tidak hanya anak jalanan yang berprofesi sebagai pengamen saja. Kegiatan dirancang dalam bentuk festival sehingga ada keterlibatan anak jalanan dari lembaga lainnya. Kompetisi yang terjadi dapat memicu anak jalanan untuk meningkatkan kemampuan mereka di bidang musik. Melihat bakat anak jalanan dalam kegiatan ini, Kementrian Sosial RI membantu anak binaan RSBAP untuk meluncurkan sebuah album dan sekarang masih dalam proses rekaman.

Pelatihan keterampilan yang diselenggarakan oleh RSBAP bertujuan agar anak jalanan memiliki berbagai keterampilan sebagi bekal mereka di dunia kerja. Sertifikat yang diterima anak jalan, dapat dijadikan modal anak binaan untuk melamar pekerjaan yang lebih baik. Namun, hanya sedikit anak binaan yang meninggalkan pekerjaannya sebagai anak jalanan dan beralih ke pekerjaan yang lebih baik.

7.1.4 Hubungan Alasan Utama Menjadi Anak Jalanan dengan Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah

Latar belakang anak turun ke jalan dapat dikelompokkan mejadi tiga tipe, yaitu ekonomi keluarga yang rendah, disharmoni keluarga dan keinginan anak untuk mencari pengalaman kerja. Alasan menjadi anak jalanan diduga berhubungan dengan penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah. H0 : Tidak terdapat hubungan antara alasan utama responden menjadi anak

jalanan dengan penilaian responden terhadap pelayanan rumah singgah. H1 : Terdapat hubungan antara alasan utama responden menjadi anak jalanan

dengan penilaian responden terhadap pelayanan rumah singgah.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar anak turun ke jalan karena ekonomi keluarga yang rendah (70,6 persen) merasa puas dengan pelayanan rumah singgah. Terdapat 50 persen anak yang turun ke jalan karena disharmoni keluarga dan merasa puas dengan pelayanan rumah singgah. Sebaliknya, anak yang turun ke jalanan karena faktor disharmoni keluarga dan merasa tidak puas dengan pelayanan rumah singgahsebanyak 40 persen. Anak yang bekerja di jalanan karena keinginannya untuk pencari pengalaman dan merasa puas terdapat

(7)

33,3 persen, sedangkan yang merasa tidak puas terhadap pelayanan rumah singgah terdapat 66,7 persen.

Tabel 12. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Alasan Menjadi Anak Jalanan dan Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi, 2010.

Penilaian terhadap Pelayanan Rumah

Singgah

Alasan Menjadi Anak Jalanan

Total Ekonomi Keluarga Rendah Disharmoni Keluarga Mencari Pengalaman Kerja n % n % n % n %

Sangat tidak puas 0 0 0 0 0 0 0 0

Tidak puas 4 23,5 4 40,0 2 66,7 10 33,3

Puas 12 70,6 5 50,0 1 33,3 18 60,0

Sangat Puas 1 5,9 1 10,0 0 0 2 6,7

Total 17 100 10 100 3 100 30 100

Berdasarkan hasil uji statistik Chi-Square diperoleh nilai Asymp.Sig (2-side) sebesar 0,296 lebih besar dari α (0,05) sehingga H0 diterima dan H1 ditolak.

Artinya, alasan menjadi anak jalanan tidak berhubungan dengan penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah. Pada pengujian statistik menggunakan

Chi-Square, data penilaian anak jalanan dikelompokkan menjadi dua kategori yakni tidak puas dan puas. Hal ini disebabkan terdapat tabel kosong ketika menggunakan tabel 3x4.

Anak yang turun ke jalanan karena ekonomi keluarga yang rendah, mendapatkan pelayanan dari rumah singgah yang tidak dapat diperoleh dari keluarganya. Keterbatasan ekonomi keluarga membuat anak mencari nafkah di jalan hingga mereka mengabaikan pendidikannya. Sebagai upaya memberdayakan anak jalanan, RSBAP memberikan berbagai pelatihan keterampilan dan memberikan bea siswa bagi anak binaan yang ingin melanjutkan sekolah.

RSBAP memenuhi kebutuhan sehari hari anak jalanan di bidang pangan, sandang dan papan. Beberapa anak jalanan dengan tingkat ekonomi keluarga yang rendah mengaku bahwa orang tua hanya mampu memenuhi kebutuhan pangan mereka. Tidak jarang pula mereka makan kurang dari tiga kali sehari. Kondisi rumah mereka pun tergolong kurang baik, seperti yang dialami DDS (15 tahun). Keluarganya yang beranggotakan lima orang tinggal di sebuah rumah petakan

(8)

dengan luas sekitar 3x4 meter. Luas rumah tidak sebanding dengan jumlah orang yang tinggal, sehingga DDS memutuskan untuk tinggal di RSBAP.

Keberadaan rumah singgah memberikan keluarga baru bagi anak jalanan. Hubungan yang tidak harmonis dengan keluarganya menyebabkan anak jalanan kurang mendapat perhatian dan kasih sayang. Pembina rumah singgah yang berperan sebagai orang tua maupun kakak, dapat melengkapi kasih sayang yang dibutuhkan anak jalanan.

Kebutuhan utama anak yang turun ke jalan karena ingin bekerja ialah pengalaman bekerja dan tambahan uang saku. Rumah singgah memberikan uang saku kepada anak binaan agar mereka mengurangi keberadaannya di jalanan. Selain itu, upaya yang dilakukan rumah singgah untuk memberikan pengalaman kerja kepada anak jalanan ialah dengan mengadakan pelatihan keterampilan yang dilanjutkan dengan magang kerja.

Pelayanan sosial yang diberikan RSBAP dapat mengakomodasi kebutuhan anak jalanan sesuai dengan latar belakang mereka turun ke jalan. Hal ini menyebabkan tingkat kepuasan mereka tidaklah jauh berbeda. Oleh karena itu, alasan anak turun ke jalan tidak berhubungan dengan tingkat kepuasan mereka terhadap pelayanan rumah singgah.

7.1.5 Hubungan Tipe Anak Jalanan dengan Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah

Berdasarkan hubungan dengan keluarganya, terdapat dua tipe anak jalanan yang ditemui dalam penelitian ini, yaitu children on the street dan children of the street. Tipe anak jalanan diduga berhubungan dengan tingkat kepuasan anak jalanan dalam pelayanan rumah singgah. Anak jalanan dengan tipe children of the street diduga memiliki penilaian yang lebih positif dibandingkan anak jalanan dengan tipe children on the street. Anak jalanan dengan tipe children of the street

tidak memiliki ketergantungan dengan orang tuanya dalam kehidupan sehari-hari. Mereka memenuhi kebutuhan mereka tanpa adanya bantuan dari orangtua. Ketika mereka mendapat pelayanan rumah singgah diduga memiliki tingkat kepuasan yang tinggi yang berimplikasi pada penilaian yang positif terhadap pelayanan rumah singgah.

(9)

H0 : Tidak terdapat hubungan antara tipe anak jalanan dengan penilaian anak

jalanan terhadap pelayanan rumah singgah.

H1 : Terdapat hubungan antara anak jalanan dengan penilaian anak jalanan

terhadap pelayanan rumah singgah.

Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tipe Anak Jalanan dan Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi, 2010.

Penilaian terhadap Pelayanan Rumah

Singgah

Tipe Anak Jalanan

Total Children on the street Children of the

street

n % n % n %

Sangat tidak puas 0 0 0 0 0 0

Tidak puas 8 32 2 40 10 33,3

Puas 15 60 3 60 18 60,0

Sangat Puas 2 8 0 0 2 6,7

Total 25 100 5 100 30 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kepuasan anak jalanan dengan tipe children on the street dan children of the street tidak jauh berbeda. Sebagian dari mereka merasa puas dengan pelayanan yang diberikan rumah singgah. Hal ini diperkuat dengan hasil uji statistik Chi-Square yang memperoleh nilai Asymp.Sig (2-side) sebesar 0,729 lebih besar dari α (0,05) sehingga H0

diterima dan H1 ditolak. Artinya, tipe anak jalanan tidak berhubungan dengan

penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah. Pada pengujian statistik menggunakan Chi-Square, data penilaian anak jalanan dikelompokkan menjadi dua kategori yakni tidak puas dan puas. Hal ini disebabkan terdapat tabel kosong ketika menggunakan tabel 3x4.

Anak jalanan dengan tipe children on the street masih berhubungan dengan keluarganya namun sangat jarang. Mereka berhubungan melalui saluran komunikasi telepon ataupun pesan elektronik. Pemenuhan kebutuhannya tidak diperoleh dari keluarganya tetapi dari hasil bekerja di jalanan. Hal ini tidak jauh berbeda dengan kondisi anak jalanan dengan tipe children of the street. Anak jalanan dengan tipe ini sudah putus hubungan dengan keluarganya. Mereka memenuhi kebutuhan sehari-hari dari hasil bekerja di jalan. Oleh karena itu tidak

(10)

ada perbedaan antara kedua tipe anak jalanan dalam hal tingkat kepuasan terhadap pelayanan rumah singgah.

7.1.6 Hubungan Pengalaman Anak Jalanan di Rumah Singgah dengan Penilaian Anak Jalanan Terhadap Pelayanan Rumah Singgah

Pengalaman anak jalanan di rumah singgah adalah lamanya anak jalanan menjadi anak binaan Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi. Pengalaman anak binaan di rumah singgah diduga berhubungan dengan tingkat kepuasan dalam pelayanan rumah singgah. Semakin lama pengalaman anak jalanan di rumah singgah maka semakin positif penilaiannya terhadap pelayanan rumah singgah. Semakin lama anak jalanan dibina oleh RSBAP maka semakin banyak pelayanan sosial yang mereka terima.

H0 : Tidak terdapat hubungan antara pengalaman responden di rumah singgah

dengan penilaian responden terhadap pelayanan rumah singgah.

H1 : Terdapat hubungan antara pengalaman responden di rumah singgah

dengan penilaian responden terhadap pelayanan rumah singgah.

Tabel 14. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pengalaman Anak Jalanan di rumah singgah dan Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi, 2010.

Penilaian terhadap Pelayanan Rumah

Singgah

Pengalaman di Rumah Singgah

Total

< 5 tahun 5 sampai 8

tahun > 8 tahun

n % n % n % n %

Sangat tidak puas 0 0 0 0 0 0 0 0

Tidak puas 7 46,7 1 9,1 2 50,0 10 33,3

Puas 8 53,3 8 72,7 2 50,0 18 60,0

Sangat Puas 0 0 2 18,2 0 0 2 6,7

Total 15 100 11 100 4 100 30 100

Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa sebagian besar anak binaan yang memiliki pengalaman satu sampai empat tahun, lima sampai delapan tahun dan di atas 8 tahun memiliki penilaian yang positif yakni merasa puas dengan pelayanan yang diberikan rumah singgah. Hasil korelasi Rank Spearman

(11)

menunjukkan nilai Asymp.Sig (2-side) sebesar 0,223 lebih besar dari α (0,05) sehingga H0 diterima dan H1 diterima. Artinya, tidak terdapat hubungan antara

pengalaman anak jalanan di rumah singgah dengan penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah.

Pelayanan yang diberikan RSBAP kepada anak binaan tidak berdasarkan lamanya mereka menjadi anak binaan. Pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan diberikan secara merata kepada anak binaan. Pembinaan yang dilakukan setiap hari ditujukan untuk semua anak binaan. Semua anak binaan mendapatkan perlakuan yang sama. Contohnya, apabila anak binaan memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar maka pembina RSBAP bersedia membiayainya tidak melihat ia anak binaan yang baru bergabung atau yang telah lama bergabung.

Pengalaman anak jalanan di rumah singgah tidak menentukan keaktifan mereka dalam mengikuti setiap kegiatan RSBAP. Menurut pimpinan RSBAP, terdapat anak jalanan yang telah lama terdaftar sebagai anak binaan namun mereka tidak aktif mengikuti kegiatan yang diselenggarakan RSBAP. Hal ini sangat disayangkan, karena apabila mereka aktif mengikuti kegiatan yang diselenggarakan terutama terkait dengan pendidikan dan pemberdayaan, mereka akan mendapatkan manfaat bagi kehidupan mereka. Hal ini disebabkan kegiatan-kegiatan tersebut sengaja dirancang untuk meningkatkan keberdayaan anak jalanan.

7. 2 Faktor Eksternal

7.2.1 Hubungan Tingkat Kekerasan dengan Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah

Anak jalanan rentan mendapatkan kekerasan baik secara fisik maupun non-fisik. Tingkat kekerasan diduga berhubungan dengan tingkat kepuasan anak jalanan dalam pelayanan rumah singgah. Semakin tinggi tingkat kekerasan yang dialami anak jalanan di jalanan maka semakin positif penilaian anak jalanan. Upaya perlindungan yang diberikan rumah singgah membuat anak jalanan dengan tingkat kekerasan yang tinggi merasa aman sehingga diduga mempengaruhi penilaian mereka.

(12)

H0 : Tidak terdapat hubungan antara tingkat kekerasan yang dialami responden

dengan penilaian responden terhadap pelayanan rumah singgah.

H1 : Terdapat hubungan antara tingkat kekerasan yang dialami responden

dengan penilaian responden terhadap pelayanan rumah singgah.

Tabel 15. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Kekerasan dan Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi, 2010. Penilaian terhadap Pelayanan Rumah Singgah Tingkat Kekerasan Total

Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % n %

Sangat tidak puas 0 0 0 0 0 0 0 0

Tidak puas 9 34,6 1 25,0 0 0 10 33,3

Puas 15 57,7 3 75,0 0 0 18 60

Sangat Puas 2 7,7 0 0 0 0 2 6,7

Total 26 100 4 100 0 0 30 100

Anak jalanan dengan tingkat kekerasan rendah, terdapat 34,6 persen yang merasa tidak puas, 57,7 persen yang merasa puas dan 7,7 persen yang merasa sangat puas dengan pelayanan yang diberikan Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi. Anak jalanan dengan tingkat kekerasan yang sedang memiliki penilaian yang hampir sama dengan anak jalanan yang mengalami tingkat kekerasan yang rendah. Anak jalanan dengan tingkat kekerasan sedang, terdapat 25 persen yang merasa tidak puas dan 75 persen yang merasa puas pelayanan rumah singgah.

Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan nilai Asymp.Sig (2-side) sebesar 0,891 lebih besar dari α (0,05) sehingga H0 diterima

dan H1 ditolak. Artinya, tidak terdapat hubungan antara tingkat kekerasan dengan

penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah.

Upaya rumah singgah untuk melindungi anak jalanan yang mengalami kekerasan yaitu dengan menyediakan tempat berlindung yang aman dan melakukan penanganan bagi anak yang mengalami tindak kekerasan. Apabila anak jalanan ditangkap oleh petugas keamanan atau polisi, pihak RSBAP akan mengupayakan mereka agar keluar dari penjara. Keberadaan mereka di dalam penjara memungkinkan mereka mendapatkan kekerasan dari orang di dalamnya.

(13)

Anak jalanan dengan tingkat kekerasan rendah maupun sedang, sebagian besar merasa puas dengan pelayanan rumah singgah. Pelayanan rumah singgah dalam hal perlindungan dari kekerasan, diberikan sama kepada setiap anak binaan. Anak binaan dengan tingkat kekerasan yang rendah merasa tinggal di rumah singgah lebih aman dibanding tinggal di jalanan. Resiko untuk menerima penindasan dari orang lain menjadi berkurang. Hal serupa juga dirasakan oleh anak jalanan dengan tingkat kekerasan yang sedang.

7.2.2 Hubungan Tingkat Interaksi dalam Rumah Singgah dengan Penilaian Anak Jalanan Terhadap Pelayanan Rumah Singgah

Interaksi anak jalanan dalam rumah singgah dilihat dari tingkat kehadiran anak jalanan dalam kegiatan yang dilaksanakan rumah singgah dan tingkat kekraban antara anak jalanan dengan pembina maupun sesama anak binaan rumah singgah. Diduga tingkat interaksi anak jalanan dalam rumah singgah berhubungan dengan penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah.

H0 : Tidak terdapat hubungan antara tingkat interaksi responden dalam rumah

singgah dengan penilaian responden terhadap pelayanan rumah singgah. H1 : Terdapat hubungan antara tingkat interaksi responden dengan penilaian

responden terhadap pelayanan rumah singgah.

Tabel 16 menunjukkan bahwa sebagian besar anak jalanan dengan tingkat interaksi yang tinggi memiliki penilaian yang positif terhadap pelayanan rumah singgah, yakni 80 persen responden merasa puas dan 10 persen responden merasa sangat puas. Anak jalanan yang tingkat interaksinya rendah memiliki penilaian yang rendah pula. Hal ini ditunjukkan dengan 66,7 persen responden merasa tidak puas dengan pelayanan yang diberikan rumah singgah.

(14)

Tabel 16. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Kekerasan dan Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi, 2010.

Penilaian terhadap Pelayanan Rumah

Singgah

Tingkat Interaksi dalam Rumah Singgah

Total

Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % n %

Sangat tidak puas 0 0 0 0 0 0 0 0

Tidak puas 2 66,7 7 41,2 1 10,0 10 33,3

Puas 1 33,3 9 52,9 8 80,0 18 60,0

Sangat Puas 0 0 1 5,9 1 10,0 2 6,7

Total 3 100 17 100 10 100 30 100

Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan nilai Asymp.Sig (2-side) sebesar 0,040 lebih kecil dari α (0,05) sehingga sehingga H1 diterima dan H0

ditolak. Tingkat interaksi anak jalanan dalam rumah singgah berhubungan dengan penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah. Nilai koefisian korelasi sebesar 0.395 yang berarti hubungan antara duavariabel tersebut rendah tetapi pasti. Artinya, semakin tinggi tingkat interaksi anak jalanan dalam rumah singgah maka semakin positif penilaian anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah.

Kegiatan yang diikuti anak jalanan RSBAP, meliputi bimbingan agama, pendidikan paket A/B/C, pelatihan keterampilan kerja, bekerja bakti, curhat bersama dan menginap di rumah singgah. Tingginya frekuensi anak jalanan dalam kegiatan tersebut membuat anak jalanan memperoleh manfaat yang lebih banyak. Hal ini terkait dengan tingkat kepuasan anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah.

Tingkat keakraban yang tinggi dapat membuat anak jalanan merasa memiliki keluarga baru yang memberikan kasih sayang kepada mereka. Pembina RSBAP berperan sebagai kakak maupun orang tua. Sementara itu, kebanyakan anak jalanan memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan keluarganya. Peran pembina ini sangat dibutuhkan anak jalanan. Hal inilah yang mempengaruhi tingkat kepuasan anak jalanan terhadap pelayanan yang diberikan rumah singgah.

(15)

7.2.3 Ikhtisar

Penilaian anak jalanan terhadap pelayanan Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi ternyata tidak berhubungan dengan usia anak jalanan, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, alasan menjadi anak jalanan, tipe anak jalanan, pengalaman anak jalanan di rumah singgah dan tingkat kekerasan yang dialami anak jalanan. Pelayanan yang diberikan rumah singgah disesuaikan dengan karakteristik anak jalanan, sehingga tingkat kepuasan tidak dipengaruhi oleh faktor tersebut.

Faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan anak jalanan terhadap pelayanan rumah singgah adalah tingkat interaksi anak jalanan di rumah singgah. Interaksi anak jalanan dalam rumah singgah dilihat dari tingkat kehadiran anak jalanan dalam kegiatan yang dilaksanakan rumah singgah dan tingkat kekraban antara anak jalanan dengan pembina maupun sesama anak binaan rumah singgah. Tingginya frekuensi anak jalanan dalam kegiatan yang diadakan di rumah membuat anak jalanan memperoleh manfaat yang lebih banyak. Tingkat keakraban yang tinggi dapat membuat anak jalanan merasa memiliki keluarga baru yang memberikan kasih sayang kepada mereka. Hal inilah yang mempengaruhi tingkat kepuasan anak jalanan dalam pelayanan yang diberikan rumah singgah.

Gambar

Tabel 9.   Jumlah  dan  Persentase  Responden  Berdasarkan  Usia  dan  Penilaian  Anak  Jalanan  terhadap  Pelayanan  Rumah  Singgah  Bina  Anak  Pertiwi,  2010
Tabel 10.  Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan  Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah Bina Anak  Pertiwi, 2010
Tabel 11.  Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan  Penilaian Anak Jalanan terhadap Pelayanan Rumah Singgah Bina Anak  Pertiwi, 2010
Tabel 12.  Jumlah  dan  Persentase  Responden  Berdasarkan  Alasan  Menjadi  Anak  Jalanan  dan  Penilaian  Anak  Jalanan  terhadap  Pelayanan  Rumah  Singgah Bina Anak Pertiwi, 2010
+2

Referensi

Dokumen terkait

Koping menjadi penting dilakukan karena tekanan ekstrim yang dialami oleh petugas kesehatan selama pandemi dapat meningkatkan hasil buruk tidak hanya untuk kesejahteraan

Izin Peruntukan Penggunaan Tanah yang selanjutnya disingkat IPPT adalah izin yang dipersyaratkan kepada perorangan dan/atau Badan untuk setiap penggunaan tanah yang

Berdasarkan pengertian pendidikan kesehatan diatas tersirat unsur-unsur pendidikan kesehatan yaitu input (sasaran pendidikan yaitu individu, kelompok atau masyarakat dan

Hasil yang diperoleh dari analisis penelitian tersebut adalah adanya pengaruh signifikan positif antara tiap dimensi keadilan organisasi dan kepercayaan organisasi,

Penyebab lain perbedaan jumlah perhitungan harga pokok produk menurut perusahaan dibanding dengan hasil analisis adalah pembebanan biaya overhead pabrik yang tidak sesuai

Hasil : Masalah utama yang ditemukan yaitu gangguan pertukaran gas, pola nafas tidak efektif,nyeri akut, intoleransi aktivitas dan gangguan kebutuhan nutrisi, gangguan pertukaran

Dari hasil analisis statistik dengan uji Chi Square antara masa kerja dengan temuan retikulosit darah, hubungan masa kerja dengan hemoglobin darah, dan hubungan masa

Farmakogenomik merupakan studi variabilitas genetik yang bertujuan menyusun suatu pemetaan variasi DNA pada outcomes terapi spesifik, yang menggambarkan