• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP DASAR KAFALAH. Bagi seorang pengusaha dalam menjalankan suatu usaha, sangat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KONSEP DASAR KAFALAH. Bagi seorang pengusaha dalam menjalankan suatu usaha, sangat"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

15 A. Pengertian Kafalah

Bagi seorang pengusaha dalam menjalankan suatu usaha, sangat diperlukan ketekunan, keuletan dan sifat pantang menyerah untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Disamping sifat-sifat di atas, seorang pengusaha juga memerlukan suatu modal dalam rangka membantu menjalankan roda usahanya atau mengembangkan usahanya. Modal yang diperlukan dapat berupa keahlian atau berupa uang. Yang jelas kedua jenis modal ini saling menggantungkan satu sama lainnya.

Modal dalam bentuk uang walaupun bukan merupakan segala-galanya, adalah mutlak diperlukan untuk berbagai tahap kegiatan. Modal dalam bentuk uang dapat diberikan dalam bentuk uang tunai atau semacam jaminan dalam surat-surat berharga. Masalahnya terkadang untuk memperoleh uang tunai bukanlah merupakan hal yang mudah. Oleh karena itu diperlukan model lain berupa surat-surat berharga atau aset untuk membiayai suatu usaha. Surat-surat berharga atau aset perusahaan dapat dijadikan jaminan untuk membiayai suatu usaha atau proyek.

Jaminan semacam ini baisanya diberikan oleh bank dengan catatan terlebih dahulu nasabah harus menyediakan jaminan lawan dimana besarnya jaminan lawan biasanya melebihi nilai proyek. Hal ini dilakukan untuk menjamin nasabah apabila akan mengerjakan suatu proyek tertentu atau untuk mengikuti tender di instansi tertentu pula. Jaminan ini merupakan bukti bahwa

(2)

nasabah memiliki sejumlah uang sehingga si pemberi proyek merasa yakin tidak akan dirugikan, jika proyeknya dijalankan.1

Sebelum membahas lebih jauh tentang kafalah, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu tentang pengertian kafalah. Secara umum

kafalah merupakan bagian pembahasan hukum Islam (fiqh) yang sudah disoroti para ulama terdahulu (salaf).

Secara lughowi / etimologis kafalah adalah :

Artinya : “Kafalah menurut bahasa ialah menggabungkan.”2

Di dalam al-Qur’an terdapat kata “kafalah” yang berarti pemeliharaan sebagaimana firman Allah SWT

!

Artinya : “Dan Allah menjadikan Zakaria pemeliharanya.” (Q.S. Ali Imran : 37).3

Kafalah dapat berarti juga sebagai jaminan (dhoman). Sebagaimana dalam hadits nabi :

"

"

#$ % & ' ( ) *# +

Artinya : “Saya dan penjamin anak yatim bagaikan dua jari.”4

1 Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta : Raja Grafindo Persada, Cet. 1, 2002. 2 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz III, Kutubul Arabiyah, Dar al-Kutub, t.ch., hlm. 283 3 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya : Mahkota, Edisi Revisi, 1989, hlm. 81.

4 M. Zuhri al-Ghomrowi, Siroj al Wahaj al Matan al Minhaj, Beirut : Dar al-Kutub al Alamiyah, t. th., hlm. 239.

(3)

Lafadh / kata al-Kafalah merupakan masdar (kata awal) yang fiil madhinya ialah kafala ( ) dan fi’il mudhori’nya yakfulu ( ), yang secara umum berarti beban ( ) yakni hamlun ( ).

Adapun pengertian al-Kafalah menurut istilah ahli hukum Islam (syara’), secara umum ialah :

* , -.

/

/

Artinya : “Kafalah ialah penggabungan tanggungan yang satu kepada yang lain tentang hak yang saling menuntut.”5

Para ulama memberikan definisi kafalah dengan redaksi yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, diantaranya :

1. Menurut Mazhab Hanafi bahwa kafalah memiliki dua pengertian, yang pertama arti kafalah ialah :

0 1 #* * ,

/(

/

Artinya : Menggabungkan dzimah kepada dzimah yang lain dalam penagihan dengan jiwa, utang atau zat benda.”

Yang kedua, arti kafalah ialah :

0 )

/(

/

Artinya : “Menggabungkan dzimah kepada dzimah yang lain dalam pokok (asal) utang.”

2. Menurut mazhab Maliki bahwa kafalah ialah

5 Syeh Qosim al-Kounsy, Anis al-Fuqoha Muassanah al Kutub Assqofiyah, Jeddah : Dar al-Wifa, t.th., hlm. 223

(4)

& / 2

/ -. 3 . )

4 $

5 %

6 "

7 4

6 " /

4

Artinya : “Orang yang mempunyai hak mengerjakan tanggungan pemberi beban serta bebannya sendiri yang disatukan, baik menanggung pekerjaan yang sesuai (sama) maupun pekerjaan yang berbeda.”

3. Menurut Mazhab Hambali bahwa yang dimaksud dengan kafalah adalah :

" $

&8 6* 2

3 9

"

-. 3 . )

-. &

.

Artinya : “Iltizam sesuatu yang diwajibkan kepada orang lain serta kekekalan benda tersebut yang dibebankan atau iltizam orang yang mempunyai hak menghadirkan dua harta (pemiliknya) kepada orang yang mempunyai hak.”

4. Menurut Mazhab Syafi’i bahwa yang dimaksud dengan kafalah ialah :

.

/

: *; -.

"

"6 06

. -."%

0*

.

#

<

Artinya : “Akad yang menetapkan iltizam yang tetap pada tanggungan (beban) yang lain atau menghadirkan zat benda yang dibebankan atau menghadirkan badan oleh orang yang berhak menghadirkannya.”

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat ditarik pengertian atau definisi yang lebih operasional bahwa yang dimaksud dengan kafalah

atau dhaman ialah menggabungkan dua beban (tanggungan) dalam permintaan dan utang.”6

6 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta : Raja Grafindo Persada, cet pertama, 2002, hlm. 187-188

(5)

B. Dasar-dasar Hukum Kafalah

Dasar hukum untuk akad memberi kepercayaan ini dapat dipelajari dalam al-Qur’an pada bagian yang mengisahkan Nabi Yusuf, yaitu firman Allah SWT :

&* ##=">?" &

@6;A

=">B=" ". A=C D&%AE$ A

+

F %

!

Artinya : “Ya’kub berkata : sekali-sekali aku tidak akan melepaskannya (pergi) bersama-sama kamu sebelum kamu memberikan janji yang teguh kepadaku atas nama Allah bahwa kamu pasti kembali kepadaku” (QS Yusuf : 66)7

Ayat al-Qur’an di atas memberikan penjelasan bahwa dalam jaminan atau tanggungan (al kafalah) harus terkandung suatu perjanjian akad yang kokoh antara para pihak serta harus berlandaskan rasa saling percaya atas nama Allah, agar semata-mata akad itu terjadi karena keyakinan seorang muslim.

Masih ada kaitannya dengan kafalah, secara lebih kongkrit lagi dalam peristiwa muamalah yang disebut penjamin adalah pembayar seperti dalam firman Allah SWT :

G

&* #$ H C* EA. &* 59 A

I J K D) D06J# =+

F %

!

Artinya : Penyeru-penyeru itu berseru, kami kehilangan piala raja, barang siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh

(6)

makanan (seberat) beban unta dan aku menjamin terhadapnya (QS Yusuf : 72)8

Kata zaim yang artinya penjamin dalam surat Yusuf tersebut adalah

gharim , apa yang bertanggung jawab atas pembayaran.9

Landasan syari’ah dari pemberian fasilitas dalam bentuk jaminan

kafalah pada ayat di atas dipertegas dalam hadis Rasulullah SAW sebagai berikut :

! "#$ %&'( ) *+,

-,. /0+ 1 23+ *4(5

)6%

7

Artinya : “Dari Anas ia berkata : Rasulullah Saw telah merungguhkan baju besi beliau kepada seorang Yahudi di Madinah, sewaktu belaiu mengutang sya’ir (gandum) dari seorang Yahudi untuk ahli rumah beliau”. (HR. Ahmad, Bukhari, Nasa’I dan Ibnu Maajah)10

Ijma’ ulama juga membolehkan dhamaan dalam muamalah karena

dhamaan sangat diperlukan dalam waktu tertentu. Adakalanya orang memerlukan modal dalam usaha dan untuk mendapatkan modal itu biasanya harus ada jaminan dari seseorang yang dapat dipercaya.11

Adapun dasar hukum kafalah menurut ijma’ ulama bahwa kaum muslimin telah berijma’ atau sepakat atas pembolehan kafalah secara umum

8Ibid., hlm. 360.

9 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah, Suatu Pengenalan Umum, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999, hlm. 177

10 Sulaiman Rasyid, fiqh Islam, Jakarta : Sinar Baru Algesindo, 2003, hlm. 309. 11Ibid.

(7)

(‘am), karena keperluan atau hajat manusia kepadanya untuk saling menolong serta untuk menghindarkan atau menolak bahaya dari orang yang berhutang.12

Selain berdasarkan alasan di atas, para ulama juga telah berijma’ dalam pembolehan kafalah karena umat Islam pada masa Nabi Muhammad masih hidup telah melakukannya, bahkan sampai saat ini tidak seorang pun yang menentangnya.13

C. Rukun dan Syarat Kafalah

Menurut mazhab Hanafi, rukun kafalah itu hanya satu, yaitu ijab dan qabul.14 Sedangkan menurut ulama yang lainnya, rukun dan syarat kafalah adalah sebagai berikut :15

1. Dhamin ( ), kafil atau za’im, yaitu orang yang menjamin dimana ia disyaratkan sudah baligh, berakal, tidak dicegah membelanjakan hartanya (mahjur) dan dilakukan dengan kehendaknya sendiri.

2. Madmunlah ( ), yaitu orang yang berpiutang, syaratnya ialah bahwa yang berpiutang diketahui oleh orang yang menjamin, sebab watak manusia berbeda-beda dalam menghadapi orang yang berhutang, ada yang keras, dan ada yang lunak. Penetapan syarat ini terutama sekali dimaksudkan untuk menghindari kekecewaan dibelakang hari bagi penjamin, bila orang yang dijamin membuat ulah dan salah.

3. Orang yang berhutang ( ), orang yang berhutang , tidak disyaratkan baginya kerelaannya terhadap penjamin karena pada

12 Wahbah az-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islamy wa Adilatuhu, Juz V, Beirut : Dar al-Fikr, 1989, hlm. 130.

13 Sayyid Sabiq, op.cit., hlm. 284.

14 Abdurrahman Jaziri, Fiqh ‘ala Madzhib al Arba’ah, t.tp, t.p, t.th, hlm. 226 15 Hendi Suhendi, op.cit., hlm. 191.

(8)

prinsipnya hutang itu harus lunas, baik orang yang berhutang rela atau tidak. Namun lebih baik dia rela.

4. Obyek jaminan hutang ( ), berupa uang , barang, atau orang. Obyek jaminan hutang disyaratkan bahwa keadaannya diketahui dan telah ditetapkan. Oleh sebab itu tidak sah dhamaan (jaminan) jika obyek jaminan hutang tidak diketahui dan belum ditetapkan, karena ada kemungkinan hal ini ada gharar (penipuan).

5. Sighat ( ), yaitu pernyataan yang diucapkan penjamin. Disyaratkan keadaan sighat mengandung makna jaminan, tidak digantungkan pada sesuatu.16

D. Macam-macam Kafalah

Kafalah terbagi menjadi dua macam, yaitu kafalah dengan jiwa ( ) dan kafalah dengan harta ( ) 17

1. Kafalah dengan jiwa

Dikenal pula dengan jaminan muka, yaitu adanya kemestian pada pihak kafil untuk menghadirkan orang yang ia tanggung kepada yang ia janjikan tanggungan (makful lahu). Dan akad kafalah ini sah dengan cara mengucapkan “Aku sebagai kafil si Fulan dengan (menghadirkan) badannya atau wajahnya. Atau Aku menjadi penjamin atau Aku menjadi penanggung, dan yang seumpamanya. Hal ini boleh, jika persoalannya adalah menyangkut hak manusia. Orang yang dijamin atau ditanggung

16 M. Ali Hasan, op.cit., hlm. 262

(9)

harus mengetahui persoalan, karena kafalah menyangkut badan, bukan harta.18

Menurut Imam Syafi’i dalam pendapatnya yang baru (qaul jadid) diriwayatkan bahwa tanggungan itu tidak boleh. Daud juga mengemukakan pendapat yang sama. Kedua faqih itu beralasan dengan firman Allah :

A L/=M>?#A$& /C +

D<0J# # " #A09

F %

8

!

Artinya : “Aku berlindung kepada Allah dari menahan (seseorang) kecuali orang yang kami dapati harta benda kami padanya”

(Q.S Yusuf : 79).

Fuqaha yang membolehkan tanggungan beralasan dengan keumuman sabda nabi SAW, “Penanggung itu menanggung kerugian”. Mereka juga berpegang bahwa tanggungan itu terdapat kebaikan, dan diriwayatkan pula dari masa pertama.19

Adapun seandainya kafalah menyangkut hak Allah, maka tidak sah. Apakah itu dalam kaitan hak Allah seperti had khamr, atau hak manusia seperti had menuduh berzina. Demikianlah menurut pendapat kebanyakan ulama dengan berdasarkan kepada hadis Umar bin Sya’aib dari bapaknya, dari Nabi SAW, beliau bersabda :

0.(

N

# &# + F C 0#% * 6 * <

!

Artinya : “Tidak ada kafalah dalam masalah had” (Riwayat al Baihaqi dengan isnad dhaif, dan ia mengatakan hadis ini munkar).

18Ibid. hlm. 178

19 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, jilid IV, Jakarta : Pustaka Amani, 1995, cet. I, hlm. 416.

(10)

Menurut sahabat-sahabat as-Syafi’i, kafalah dinyatakan sah dengan menghadirkan orang yang berkewajiban (terkena kewajiban) menyangkut hak manusia, seperti qishash dan qazf (menuduh berzina). Karena hal ini adalah hak lazim. Adapun bila ia menyangkut hak Allah, maka untuk hal itu tidak sah dengan kafalah.20

Tetapi Ibnu Hazm tidak menyetujui pendapat ini, ia mengatakan : “Menjamin dengan menghadirkan badan (yang dikenal dengan dhamaan bil wajhi) pada pokoknya tidak boleh, baik menyangkut persoalan harta maupun had, dan bahkan untuk apa saja. Karena syarat apapun yang tidak terdapat dalam kitabullah adalah batil.

Namun demikian, kafalah bil wajhi ini dibenarkan oleh sejumlah ulama. Mereka berargumentasi, bahwa Rasulullah SAW pernah menjamin urusan tuduhan. Dijawab oleh Ibnu Hazm : “Berita itu batil, karena diriwayatkan Ibrahim bin Khaitsam bin ‘Arrak. Dia dan bapaknya sangat lemah (dhoif sekali), tidak boleh mengambil riwayat dari kedua orang itu.21

Jika seseorang menjamin akan menghadirkan seseorang, maka orang tersebut wajib menghadirkannya, bila ia tidak dapat menghadirkannya, sedangkan penjamin masih hidup atau penjamin itu sendiri berhalangan hadir, menurut mazhab Maliki dan penduduk Madinah penjamin wajib membayar hutang orang yang ditanggungnya, dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda :

20 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13, op.cit., hlm. 179 21Ibid.

(11)

O

0 0 * <

!

Artinya : “Penjamin adalah berkewajiban membayar” (Riwayat Abu Daud).

Sedangkan menurut mazhab Hanafi bahwa perjanjian (kafil atau

dhamin) harus ditahan sampai ia dapat menghadirkan orang tersebut atau sampai penjamin mengetahui bahwa ashil telah meninggal dunia, dalam keadaan demikian penjamin tidak berkewajiban membayar dengan harta, kecuali bila ketika menjamin mensyaratkan demikian (akan membayarnya).22

Jika ia mensyaratkan tanggungan muka (badan) tanpa harta, sedang ia pun menjelaskan syarat tersebut, maka Imam Malik berpendapat bahwa harta tersebut tidak menjadi wajib atasnya. Dan seingat saya, tidak ada perselisihan dalam masalah ini. Karena apabila demikian (yakni apabila harta itu menjadi wajib atasnya), berarti ia telah dibebani perbuatan yang bertentangan dengan apa yang disyaratkannya itu. Demikianlah hukum-hukum yang berkenaan dengan tanggungan muka (dhamanul wajhi).23

2. Kafalah harta

Yaitu kewajiban yang mesti ditunaikan oleh dhamin atau kafil dengan pembayaran (pemenuhan) berupa harta. Kafalah ada tiga macam, yaitu :

22 Hendi Suhendi, op.cit., hlm. 193 23 Ibnu Rusyd, op.cit., hlm. 418

(12)

a. Kafalah bi dayn, yaitu kewajiban membayar hutang yang menjadi beban orang lain. Dalam hadis Salamah bin Aqwa diriwayatkan bahwa Nabi SAW, tidak mau menshalatkan mayat yang mempunyai kewajiban membayar hutang, kemudian Qathadah r.a berkata :

%

&

)

&

) &#0

'

Artinya : “Shalatkanlah dia dan saya akan membayar hutangnya, Rasulullah kemudian menshalatkannya”.

Dalam kafalah hutang disyaratkan sebagai berikut :

1) Hendaknya nilai barang tersebut tetap pada waktu terjadinya transaksi jaminan, seperti hutang qiradh, upah dan mahar, seperti seseorang berkata : “juallah benda itu kepada A dan aku berkewajiban menjamin pembayarannya dengan harga sekian, maka harga penjualan benda tersebut adalah jelas, hal ini disyaratkan menurut mazhab Syafi’i. Sementara Abu Hanifah, Malik dan Abu Yusuf berpendapat boleh menjamin sesuatu yang nilainya belum ditentukan

2) Hendaklah barang yang dijamin diketahui. Menurut mazhab Syafi’i dan Ibnu Hazm, bahwa seseorang tidak sah menjamin barang yang tidak diketahui, sebab perbuatan tersebut adalah termasuk gharar (penipuan), sementara Abu Hanifah, Malik dan Ahmad berpendapat bahwa seseorang boleh menjamin sesuatu yang tidak diketahui.

(13)

b. Kafalah dengan materi atau dengan menyerahkan, yaitu kewajiban menyerahkan benda-benda tertentu yang ada di tangan orang lain, seperti mengembalikan barang yang dighasab dan menyerahkan barang jualan kepada pembeli, disyaratkan materi tersebut yang dijamin untuk ashil (orang yang berhutang) seperti dalam kasus

ghasab. Namun bila bukan berbentuk jaminan maka kafalah batal. c. Kafalah dengan aib, maksudnya bahwa barang yang didapati berupa

harta penjual dan mendapat bahaya (cacat), karena waktu yang terlalu lama atau karena hal-hal lainnya. Maka ia (pembawa barang) sebagai jaminan untuk hak membeli pada penjual seperti jika terbukti barang yang dijual adalah milik orang lain atau barang tersebut adalah barang gadai.24

Mengenai tanggungan harta, fuqaha telah berpendapat bahwa apabila orang yang ditanggung itu meninggal atau bepergian, maka penanggung harus mengganti kerugian. Kemudian mereka berselisih pendapat apabila penanggung dan orang yang ditanggung itu sama-sama ada di tempat dan sama-sama kaya.

Imam Malik mengatakan dalam satu pendapatnya bahwa kreditur tidak boleh mengambil penanggung jika orang yang ditanggung itu masih ada. Ia juga mempunyai pendapat lain seperti yang dikemukakan oleh jumhur ulama.

(14)

Abu Tsaur berpendapat bahwa hamalah dan kafalah adalah sama karenanya barangsiapa menanggung orang lain pada harta, maka harta tersebut menjadi wajib atasnya, sedang orang yang ditanggung menjadi bebas karenanya, dan tidak boleh satu macam harta itu ditanggung oleh dua orang. Pendapat seperti ini juga dikemukakan oleh Ibnu Abi Laila dan Ibnu Syubramah.

Tentang pendapatnya yang mengatakan bahwa penuntut yakni kreditur boleh menuntut penanggung, harta orang yang ditanggung itu bepergian atau tidak, kaya atau miskin, ia beralasan dengan hadis Qubaishah bin al Makhariqi ra., ia berkata : “Aku membawa suatu tanggungan, maka aku mendatangi nabi SAW, kemudian aku tanya kepada beliau mengenai tanggungan. Beliaupun bersabda, “Kami akan mengeluarkan tanggungan tersebut atas namamu dari unta sedekah ya Qibaishah, sesungguhnya perkara ini halal kecuali pada tiga hal.” Kemudian beliau menyebutkan tentang seorang laki-laki yang membawa suatu tanggungan dari laki-laki lain hingga ia melunasinya.

Segi pengambilan dalil hadis ini ialah bahwa nabi SAW membolehkan penuntutan terhadap orang yang menanggung tanpa mempertimbangkan kondisi orang yang ditanggung.25

Juga hutang belum terjadi tidak pula dapat dijamin. Umpamanya seseorang berkata, berilah pinjaman kepada si Anu, kalau ia tidak bayar

(15)

saya menjamin. Hal ini tidak sah, karena hutang belum terjadi ketika ia melafalkan kesukaannya menjadi penjamin itu.26

Pelaksanaan kafalah dapat dibedakan dalam lima bentuk : 1) Kafalah bin nafs

Merupakan akad memberikan jaminan atas diri (personal guarantee) sebagai contoh dalam praktek perbankan untuk kafalah bin nafs adalah seorang nasabah yang mendapat pembiayaan dengan jaminan nama baik dan ketokohan seseorang atau pemuka masyarakat. Walaupun bank secara fisik tidak memegang barang apapun tetapi bank berharap tokoh tersebut dapat mengusahakan pembayaran ketika nasabah yang dibiayai mengalami kesulitan.

2) Kafalah bil maal

Merupakan jaminan pembayaran barang atau perlunasan hutang. 3) Kafalahbit taslim

Jenis kafalah ini bisa dilakukan untuk menjamin pengembalian barang yang disewa, pada waktu sewa menyewa berakhir. Jenis pemberian jaminan ini dapat dilaksanakan oleh bank untuk kepentingan nasabahnya dalam bentuk kerjasama dengan perusahaan penyewaan (leasing company). Jaminan pembayaran bagi bak dapat berupa deposito / tabungan dan bank dapat membebankan uang jasa / fee

kepada nasabah.

4) Kafalahal munjazah !

26 Siradjuddin Abbas, Kitab Fikih Ringkas, Jakarta : Pustaka Tarbiyah, 2004, cet. Ke V, hlm. 102

(16)

Kafalah al munjazah adalah jaminan yang tidak dibatasi oleh jangka dan untuk kepentingan / tujuan tertentu. Salah satu bentuk kafilah al Munjazah adalah pemberian jaminan dalam bentuk performance bonds (jaminan prestasi), suatu hal yang lazim di kalangan perbankan dan hal ini sesuai dengan bentuk akad ini.27

5) Kafalah al muallaqah "#

Kafalahal muallaqah adalah menjamin sesuatu dengan dikaitkan pada sesuatu, seperti seseorang berkata “Jika kamu menghutangkan pada anakku, maka aku akan membayarnya” atau “Jika kamu ditagih pada A, maka aku akan membayar,28 seperti firman Allah SWT :

&* #$ H C* EA. &* 59 A

I J K D) D06J# =+

G

F %

!

Artinya “Barangsiapa yang dapat mengembalikan piala raja, akan memperoleh bahan makanan seberat beban unta dan Aku memimpin terhadapnya.(QS Yusuf : 72)29

Pada prinsipnya kafalah hanya bisa diberikan untuk kepentingan pihak lain (pihak ketiga) atas dasar adanya suatu kontrak atau perjanjian yang telah disepakati, baik untuk mengerjakan suatu proyek tertentu atau keterkaitan dengan kewajiban pembayaran sesuai dengan batas waktu yang telah diperjanjikan.30

27 Muhammad Syafi’i Antonio, op.cit., hlm. 178 28 Hendi Suhendi, op.cit., hlm. 195.

29 Depag RI, Loc.cit

30 Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank

Referensi

Dokumen terkait

Panti asuhan sebagai lembaga sosial adalah tempat anak mendapatkan keluarga pengganti yang tidak anak dapatkan dari keluarga kandungnya, terlebih lagi bagi orang tua

Jaringan GPRS disediakan oleh berbagai layanan seluler di Indonesia melalui Base Transceiver Station (BTS). Dengan demikian, maka terhubungnya perangkat dengan

Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan peran Pimpinan Ranting Muhammadiyah dalam menanamkan ideologi Muhammadiyah dan faktor-faktor apa saja yang menjadi

Hasil Analisis Regrsi Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng Terhadap Jumlah Biji Basah.. Model Summary b Mod el R R Square Adjusted R Square

Menurut kementerian lingkungan hidup dan kehutanan (KLHK), 2,6 juta hektar lahan dan hutan telah terbakar Antara bulan juni hingga oktober 2015. Luasannya sebanding

Strategi merupakan cara untuk mencapai tujuan, oleh karena itu pada penelitian kali ini dengan judul “Perancangan Branding Trowulan Melalui Situs Purbakala Sebagai

Pembukuan dibutuhkan untuk memantau setiap transaksi dan aktivitas akuntansi dalam suatu unit bisnis, selain itu dengan adanya penerapan akuntansi yang sesuai dengan Standar

1) Karakteristik amplitudo getaran motor induksi ketika kondisi normal sangatlah kecil terlihat dari hasil pengujian sinyal getaran motor induksi normal pada