HAMPARAN PERAK, KABUPATEN DELI SERDANG, PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
HABIB AKHMAD AZHARI 151201014
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2022
PERAK, KABUPATEN DELI SERDANG, PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Oleh
HABIB AKHMAD AZHARI 151201014
Skripsi sebegai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2022
Judul Penelitian : Analisis Komunitas Dan Zonasi Mangrove di Desa Paluh Kurau, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara
Nama : Habib Akhmad Azhari
NIM 151201014
Program Studi : Kehutanan Peminatan : Budidaya Hutan
Disetujui oleh Komisis Pembimbing
Onrizal S.Hut, M.Si, Ph.D.
Pembimbing Utama Mengetahui,
Dr. Ir. Tito Sucipto, S.Hut, M.Si, IPU Ketua Program Studi Kehutanan
Dr. Alfan Gunawan Ahmad, S.Hut., M.Si Wakil Dekan I Fakultas Kehutanan
Tanggal ujian : 25 Mei 2022
PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Habib Akhmad Azhari
NIM 151201014
Judul Skripsi : Analisis Komunitas Dan Zonasi Mangrove di Desa Paluh Kurau, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.
menyatakan bahwa skripsi ini adalah dengan benar hasil karya sendiri.
Pengutipan−pengutipan yang penulis lakukan pada bagian−bagian tertentu dan hasil karya orang lain dalam penulisan hasil penelitian ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Medan, Mei 2022
Habib Akhmad Azhari NIM 151201014
HABIB AKHMAD AZHARI. Community Analysis And Mangrove Zonation In Paluh Kurau Village, Hamparan Perak District, Deli Serdang Regency, North Sumatera Province. Supervised by ONRIZAL
Mangroves are plant communities that are tolerant of forest types that grow in tidal areas, mangrove ecosystems fight to protect coastlines from erosion, sea waves and hurricanes, and also act as natural shields and stabilize the soil.
Mangrove vegetation is an element that plays a major role in balancing environmental quality and neutralizing environmental pollutants, so the purpose of this research is to identify mangrove vegetation in Paluh Kurau village and measure the diversity of mangrove vegetation types in Paluh Kurau village. Paluh Kurau Village, Hamparan Perak District, Deli Serdang Regency, North Sumatra Province. The results showed that the Mangrove community in Paluh Kurau village consisted of 7 species (Avicennia alba, Avicennia marina, Bruguiera gymnorhiza, Bruguiera parviflora, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Sonneratia alba). The mangrove vegetation in Paluh Kurau Village, Hamparan Perak District, which has the highest distribution is Avicennia alba and the lowest distribution is Bruguiera parviflora.
Keywords: Mangrove Vegetation, Mangrove Community, Environment
ABSTRAK
HABIB AKHMAD AZHARI. Analisis Komunitas dan Zonasi Mangrove di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara dibimbing oleh ONRIZAL
Mangrove merupakan komunitas tumbuhan yang toleransi terhadap tipe hutan yang tumbuh di daerah pasng surut, ekosistem mangrove berperang dalam melindungi garis pantai dari erosi, gelombang laut dan angin topan, serta berperan juga sebagai perisai alam dan menstabilkan tanah. Vegetasi mangrove merupakan elemen yang banyak berperan dalam penyeimbang kualitas lingkungan dan penetralisir bahan pencemar lingkungan, sehingga tujuan penilitian ini adalah mengidentifikasi vegetasi mangrove di desa Paluh Kurau dan mengukur keanekaragaman jenis vegetasi mangrove di desa Paluh Kurau.Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif yang bertempat di desa Paluh Kurau, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.
Hasil penelitian Menunjukkan bahwa komunitas Mangrove di desa Paluh Kurau terdiri dari 7 jenis (Avicennia alba, Avicennia marina, Bruguiera gymnorhiza, Bruguiera parviflora, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Sonneratia alba) indeks keberagaman jenis pada kawasan tersebut didominasi oleh Avicennia alba. Vegetasi mangrove di Desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparan Perak yang memiliki sebaran tertinggi adalah Avicennia alba dan yang memiliki sebaran yang terendah adalah Bruguiera parviflora.
Kata Kunci : Vegetasi Mangrove, Komunitas Mangrove, Lingkungan
Penulis lahir di Medan, pada tanggal 26 Februari 1998.Penulis merupakan anak kedua dari 3 (tiga) bersaudara yang dirawat dan dibesarkan dengan baik oleh seorang ayah bernama Amsar Syahril S.H dan seorang ibu bernama Dra.
Indriaty Ningsih B. M.Hum.
Penulis memulai Pendidikan Dasar di SD SWASTA KESATRIA MEDAN dari tahun 2003-2009, kemudian melanjutkan pendidikan tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMP NEGERI 28 MEDAN dari tahun 2009-2012, setelah itu melanjutkan pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA NEGERI 21 MEDAN dari tahun 2012-2015,
Selama masa perkuliahan di Universitas Sumatera Utara, penulis telah mengikuti kegiatan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada tahun 2017 di KHDTK Pondok Buluh, Semasa kuliah penulis merupakan anggota tetap Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS-USU). Pada tahun 2019 penulis juga telah menyelesaikan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Taman Nasional Batang Gadis (TNBG). Pada 2020 penulis melaksanakan penelitian dengan judul Analisis Komunitas dan Zonasi Mangrove di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara dibimbing oleh Onrizal S.Hut, M.Si, Ph.D.
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan karunia-Nya,sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Komunitas dan Zonasi Mangrove di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara”. Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir dalam penelitian Strata-1 dan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkanterimakasih kepada:
1. Bapak Onrizal, S.Hut., M.Si., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan ilmu serta mengarahkan dan memeberikan masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Dwi Endah Widyastuti S.Hut., M.Si., Harisyah Manurung S.Hut, M.Si., yang telah bersedia menjadi penguji serta memberi arahan kepada penulis.
3. Ketua dan sekretaris Program Studi Kehutanan Bapak Dr. Ir. Tito Sucipto, S.Hut., M.Si.,IP. Dan Ibu Arida Susilowati, S.Hut., M.Si. Serta seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Program Studi Kehutanan USU.
4. Orang Tua Tercinta Bapak Amsar Syahril S.H, dan Ibu Dra. Indriaty Ningsih B.
M.Hum, Kakak saya Nurhasanah Alfi Syahrin, S.E., M.Si., Ak., Ca dan adik saya Akhmad Fadhil Qori yang senantiasa mendukung baik material dan spritual tanpa pernah putus dan senantiasa memberikan semangat untuk belajar.
5. Saudara-saudara yang saya sayangi yaitu Sakti Muriswan, M. Syamsu Ramdhonni, Aditya Nugraha, M. Nadhifa Alfairuz, M. Farhan Syamsu, M. Aqil Fahroji, Fadli Nahar Daulay, dan Dedy Aprian Saputra yang selalu memberi support dalam setiap proses pengerjaan Tugas Akhir Skripsi.
6. Pihak Desa Paluh Kurau yang telah memberikan izin bagi penulis untuk melakukan penelitian, membantu dan memberikan fasilitas yang baik selama penelitian.
7. Teman-teman yang saya sayangi yaitu Anggun Nisa Rangkuti, Tubagus Mardongan Siagian, S.Hut, Nicko Septuari Hutabarat, S.Hut, Oppie Aprilia Lubis S.Hut, Angelia Silitonga S.Hut, yang selalu memberikan support serta memberikan saran dan solusi disaat saya kebingungan dalam proses pengerjaan Tugas Akhir Skripsi ini
8. Terakhir penulis hendak menyapa setiap nama yang tidak penulis cantumkan satu persatu, terimakasih atas d’oa dan dukungan yang senantiasa mengalir tanpa sepengetahuan penulis Terimakasih kepada orang-orang yang turut bersuka cita atas keberhasilan penulis menyelesaikan skripsi ini.
Terakhir penulis hendak menyapa setiap nama yang tidak penulis cantumkan satu persatu, terimakasih atas d’oa dan dukungan yang senantiasa mengalir tanpasepengetahuan penulis Terimakasih kepada orang-orang yang turut bersuka cita atas keberhasilan penulis menyelesaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga pihak yang telah memberikan semua bentuk bantuan mendapat balasan dari Allah SWT atas amal perbuatannya. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembanagn ilmu pengetahuan.
Medan, Mei 2022
Habib Akhmad Azhari
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ... i
PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
RIWAYAT HIDUP ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Manfaat Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Lokasi Penelitian ... 4
Analisis Vegetasi ... 4
Penyebaran Ekosistem Mangrove... 5
Zonasi Mangrove ... 6
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 8
Alat dan Bahan ... 9
Prosedur Penelitian ... 9
Pengambilan Data ... 9
Analisis Data ... 9
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi dan Dominansi Jenis... 12
Indeks Keanekaragaman Hayati ... 15
Zonasi Mangrove ... 17
Analisis Komunitas LBDS Pohon ... 23
Analisis Komunitas Jumlah Pohon ... 25
Analisis Komunitas Pancang ... 28
Analisis Komunitas Semai ... 30
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 32
Saran ... 32 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
1. Komposisi dan Dominansi Jenis ... 12
2. Indeks Nilai Penting Tingkat Pohon ... 13
3. Indeks Nilai Penting Tingkat Pancang ... 14
4. Indeks Nilai Penting Tingkat Semai ... 15
5. Indeks Keanekaragaman Hayati Pada Tingkat Pohon ... 16
6. Indeks Keanekaragaman Hayati Pada Tingkat Pancang ... 16
7. Indeks Keanekaragaman Hayati Pada Tingkat Semai ... 17
8. Tingkat Pertumbuhan Vegetasi Zonasi I ... 18
9. Tingkat Pertumbuhan Vegetasi Zonasi II... 20
10. Tingkat Pertumbuhan Vegetasi Zonasi III ... 21
11. Nilai INP pada LBDS Komunitas 1 (B8-A2) ... 24
12. Nilai INP pada LBDS Komunitas 2 (A6-A1) ... 25
13. INP Jumlah Pohon Komunitas 1 (B8-B4) ... 26
14. INP Jumlah Pohon Komunitas 2 (B9-A7) 26 15. INP Jumlah Pohon Komunitas 3 (B5-A4) ... 26
16. INP Jumlah Pohon Komunitas 4 (A2) ... 27
17. INP Jumlah Pohon Komunitas 5 (A6-A1) ... 27
18. Klasifikasi Pancang Komunitas 1 (B9-A6) ... 28
19. Klasifikasi Pancang Komunitas 2 (B8-A4) ... 29
20. Klasifikasi Pancang Komunitas 3 (A2) ... 29
21. Klasifikasi Pancang Komunitas 4 (B3-A1) ... 29
22. Klasifikasi Semai Komunitas 1 (B9-A7)... 30
23. Klasifikasi Semai Komunitas 2 (B5-A4)... 30
24. Klasifikasi Semai Komunitas 3 (B2-A1)... 31
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
1. Peta Lokasi Penelitian. ... 8
2. Model Peletakan Plot Penelitian ... 11
3. Peta Kelerengan Analisis Vegetasi dan Zonasi Mangrove 2020 23 4. Tabel Dendogram Nilai LBDS Pohon ... 24
5. Tabel Dendogram Jumlah Pohon ... 25
6. Tabel Dendogram Klasifikasi Pancang ... 28
7. Tabel Dendogram Klasifikasi Semai ... 31
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman 1. Tabel Data Penelitian ... 36 2. .Tabel Keanekaragaman Hayati ... 38 3. Gambar Kondisi Penelitian... 38
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mangrove merupakan tumbuhan yang hidup di pesisir pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove juga merupakan tumbuhan yang berperan penting dalam menjaga keberlangsungan hidup biota perairan (Dekky dan Wardoyo, 2016). Mangrove berperan penting dalam melindungi pantai dari abrasi yaitu sebagai pemecah ombak dan tegakan mangrove dapat melindungi pemukiman dari angin kencang. Akar mangrove mampu mengikat dan menstabilkan substrat lumpur, hutan mangrove juga mempunyai fungsi hayati sebagai sumber pakan, tempat pembiakan, perlindungan dan pemeliharaan biota perairan, burung dan mamalia.
Hutan mangrove bisa diartikan sebagai satu satunya tipe hutan yang dapat tumbuh di daerah yang mengalami pasang surut air laut sebab komunitas tumbuhan mangrove dapat bertoleransi terhadap garam yang terkandung pada pinggiran laut/pantai. Hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai yang tergenang pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam.Selanjutnya ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme yang berinteraksi dengan faktor lingkungannya (Martiningsih et al. 2015).
Indonesia merupakan negara kepulauan yang sepanjang garis pantainya ditumbuhi hutan mangrove ,hutan mangrove di Indonesia termasuk sangat luas namun seiring berjalannya waktu hutan mangrove di indonesia mulai berkurang karna masih kurangnya pengetahuan oleh masyarakat sekitar pantai tentang bagaimana pentingnya tanaman mangrove sehingga banyak sekali lahan mangrove yang sudah bergantin fungsi sebagai tambak. Luas hutan mangrove di Indonesia pada Tahun 1999 mencapai 8,60 juta Ha dan yang telah mengalami kerusakan sekitar 5,30 juta Ha. Kerusakan mangrove dapat terjadi secara alami atau melalui tekanan masyarakat sekitarnya. Secara alami umumnya kadar kerusakannya jauh lebih kecil dari pada kerusakan akibat ulah manusia.
Kerusakan alami terjadi karena peristiwa alam seperti adanya angin topan atau badai dan iklim kering berkepanjangan yang menyebabkan akumulasi kadar garam dalam tanaman. Sedangkan kerusakan yang terjadi akibat tekanan masyarakat atau ulah manusia disebabkan karena banyaknya aktifitas manusia disekitar kawasan hutan mangrove (Ario et al., 2016).
Ekosistem mangrove memiliki 2 fungsi yaitu fungsi ekologis dan fungsi ekonomis yang dimana fungsi ekologis dari ekosistem mangrove adalah untuk melindungi garis pantai, pemecah ombak, dan sebagai habitat biota perairan, sedangkan fungsi ekonomis dari ekosistem hutan mangrove diantaranya adalah sebagai penghasil bibit dan untuk keperluan rumah tangga masyarakat pesisir pantai (Wiyantoa dan Faiqoha, 2015) hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat, tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Sedangkan fungsi ekonominya antara lain : penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit.
Mangrove adalah ekosistem yang unik sebab mangrove tumbuh pada daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut dimana mangrove dapat menstabilkan zona pantai dari ancaman erosi (Setiawan, 2015), ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang unik, karena berada pada daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Ekosistem mangrove didefinisikan sebagai hutan intertidal yang sangat produktif yang terdistribusi sepanjang pantai tropis dan mampu menstabilkan zona pantai dari erosi serta bertindak sebagai zona penyangga antara darat dan laut.
Dalam beberapa tahun terakhir hutan mangrove terus mengalami penurunan luasan yang disebabkan oleh pemanfaatan masyarakat setempat yang kurang tepat atau juga perubahan fungsi yang dilakukan masyarakat sekitar pesisir pantai (Tanjung et al., 2015). Kondisi dan luasan hutan mangrove terus mengalami penurunan dari tahun ketahun. Luas mangrove telah mengalami
degradasi karena berbagai sebab dan permasalahan yang dihadapi diantaranya pemanfaatan yang kurang tepat atau mengalami perubahan fungsi.
Rusaknya hutan mangrove mengakibatkan hilangnya beberapa biota laut yang bergantung pada ekosistem mangrove, apabila hal ini berlaku hingga jangka panjang maka akan terjadi hilangnya keseimbangan pada pesisir pantai (Akbar et al, 2015). Dampak ekologis akibat berkurang dan rusaknya ekosistem mangrove adalah hilangnya berbagai spesies flora dan fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove, yang dalam jangka panjang akan mengganggu keseimbangan ekosistem mangrove khususnya dan ekosistem pesisir umumnya.
Aktivitas pengrusakan mangrove sendiri pada beberapa dekade terakhir ini, terus meningkat, bukan saja dari segi pemanfaatan lahan, tapi juga dari segi pemanfaatan pohon mangrovenya, baik secara sederhana maupun komersil.
Menurunnya kualitas dan kuantitas hutan mangrove telah mengakibatkan dampak yang sangat mengkawatir- kan, seperti abrasi yang meningkat, penurunan tangkapan perikanan pantai, intrusi air laut yang semakin jauh ke arah darat, dan meningkatnya angka kejadian malaria. Kerusakan mangrove juga dapat menurunkan keragaman jenis biota laut serta pendapatan kelompok nelayan.
Pemanfaatan mangrove harus didasarkan dengan kondisi ekologi/daya dukung pada lokasi tersebut, dengan begitu ekosistem mangrove tidak akan mengalami kerusakan (Onrizal dan Kusmana, 2008).
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui perbedaan yang terdapat pada dua jalur yang digunakan pada penelitian ini
2. Mengetahui pengaruh gangguan yang terdapat di lokasi penelitian
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh informasi tentang vegetasi hutan mangrove di Provinsi Sumatera Utara Kabupaten Deli Serdang khususnya Hamparan Perak yang mana termasuk ke dalam kawasan kesatuan pengelolaan hutan (KPH) wilayah 1 dan sebagai langkah dalam reabilitasi, supaya dalam menanam bisa sesuai dengan pola zonasi hutan mangrove.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini terletak di Desa Paluh Kurau yang terletak di Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.
Desa ini terletak diantara kawasan SM Karang Gading dan Pelabuhan Belawan, kawasan mangrove Desa Paluh Kurau merupakan kawasan Mangrove terbesar yang terdapat di Kecamatan Hamparan Perak, Namun jumlah vegetasi mangrove yang terdapat di Desa Paluh Kurau sudah banyak berkurang akibat aktifitas masyarakat setempat yang mengubah ekosistem mangrove menjadi tambak.
Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang memiliki luas 31.441,024 ha. Terdiri dari 20 desa yang berada pada garis lintang 3˚ 38’0”
sampai 3˚ 54’0” dan garis bujur 98˚ 30’00” sampai 98˚ 42’00”. Ketinggian tempat 13 – 28 m dpl dengan kemiringan lereng 0-15 % tetapi di dominasi oleh lereng.
Adapun batas batas wilayah Kecamatan ini adalah sebagai berikut:
(1) Sebelah Utara berbatas dengan Kecamatan Percut Sei Tuan, (2) Sebelah Selatan berbatas dengan Kecamatan Sunggal, (3) Sebelah Barat berbatas dengan Kecamatan Medan Sunggal dan (4) Sebelah Timur berbatas dengan Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat (Nora et al., 2015).
Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi merupakan langkah penting yang dilakukan untuk mengetahui jumlah vegetasi mangrove yang terdapat pada daerah tersebut, sebab vegetasi merupakan unsur pokok dalam usaha konservasi tanah dan air.
Keberadaan hutan akan menjadikan permukaan tanah tertutup serasah dan humus.
Tanah menjadi berpori, sehingga air mudah terserap ke dalam tanah dan mengisi persediaan air tanah. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis vegetasi mengenai keberadaan tumbuhan, analisis vegetasi dalam ekologi tumbuhan adalah cara untuk mempelajari struktur vegetasi dan komposisi jenis tumbuhan. Analisis vegetasi bertujuan untuk mengetahui komposisi jenis (susunan) tumbuhan dan bentuk (struktur) vegetasi yang ada di wilayah yang dianalisis (Azizah, 2017).
Dengan dilakukannya analisis vegetasi mangrove, kita dapat mengetahui komposisi dan struktur vegetasi mangrove, serta permasalahan yang mempengaruhi terdegradasinya ekosistem mangrove pada Desa Paluh Kurau, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.
Setelah dilakukannya analisis vegetasi kita dapat mengetahui spesies apa yang dominan di daerah tersebut, jumlah kerapatan tiap spesies, spesies yang terdapat pada daerah tersebut, dan juga jumlah suatu spesies pada daerah tersebut.
Vegetasi sebagai komponen dalam ekosistem hutan merupakan hal yang sangat kompleks sehingga pengkajiannya tidak mudah di lakukan. Untuk menganalisis suatu vegetasi, dibutuhkan data taksonomi tumbuhan beserta data biologinya tumbuhan tersebut. Data analisis vegetasi dapat memberi berbagai informasi dalam aspek ekologi, misalnya mengetahui profil luar suatu vegetasi serta upaya konservasi kawasan mangrove. Tumbuhan mangrove memiliki macam macam jenis dimana setiap jenisnya memiliki karakteristik yang berbeda beda, ini bisa dilihat pada pola tempat tumbuhnya, bagaimana substrat tempat tumbuhnya, salinitas air tempat tumbuhnya yang setiap jenis tumbuhan mangrove memiliki karakteristik yang berbeda beda (Martiningsih et al., 2015).
Penyebaran Ekosistem Mangrove
Dari luas hutan mangrove di dunia 15,9 juta hektare, lebih kurang 27%
berada di Indonesia. Sementara itu, luas total kawasan yang berpotensi mangrove di pantai utara Jawa Tengah 77.326 hektare. Berdasarkan tingkat kerusakannya, tergolong rusak berat seluas 61.194,16 hektare atau 64,19% dan rusak sedang (31.237,53 hektare atau 32,76%). Adapun yang tidak rusak hanya 2.902,33 hektare atau 3,05% (Puryono, 2018).
Menurut Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, hak kepemilikan hutan mangrove di Indonesia diklasifikasikan menjadi hutan negara dan hutan hak. Pasal 2 Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menegaskan, mangrove merupakan ekosistem hutan. Karena itu, pemerintah bertanggung jawab dalam pengelolaan yang berasaskan kemanfaatan dan kelestarian, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan (Puryono, 2018).
Kondisi fisiografi pantai Indonesia sangat beranekaragam hingga hutan mangrovenya berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya. Mangrove tumbuh pada pantai-pantai yang terlindung atau pantai-pantai yang datar dan sejajar dengan arah angin. Mangrove tidak tumbuh di pantai yang terjal dan berombak kuat dengan arus pasang surut kuat, karena hal ini tidak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur dan pasir. Namun, pada tempat yang mempunyai muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung sedimen lumpur dan pasir, mangrove tumbuh dan luas. Mangrove seperti ini dapat dijumpai di Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya (Samsumarlin dan Toknok, 2015).
Zonasi Mangrove
Zonasi adalah kondisi dimana kumpulan vegetasi yang saling berdekatan mempunyai sifat atau tidak ada sama sekali jenis yang sama walaupun tumbuh dalam lingkungan yang sama dimana dapat terjadi perubahan lingkungan yang dapat mengakibatkan perubahan nyata di antara kumpulan vegetasi, selanjutnya perubahan vegetasi tersebut dapat terjadi pada batas yang jelas atau tidak jelas atau bisa terjadi bersama-sama (Mughofar et al., 2018).
Ekosistem mangrove sering disebut sebagai hutan payau atau hutan bakau.
Hutan mangrove memiliki fungsi sebagai penahan gelombang dan perangkap sedimen. Dari segi ekologi, hutan mangrove mempunyai peranan yang sangat penting sebagai daerah pemijahan dan daerah pembesaran berbagai jenis ikan, udang, kepiting, kerang-kerangan dan organisme lainnya. Selain memiliki berbagai fungsi, mangrove juga membentuk susunan atau distribusi vegetasi mangrove yang dimulai dari arah laut hingga ke arah daratan yang disebut dengan zonasi mangrove (Sunarni et al., 2019).
Ekosistem mangrove dapat diartikan sebagai ekosisitem yang ditumbuhi oleh berbagai vegetasi khas mangrove yang tidak dapat digantikan oleh vegetasi lainnya. Vegetasi tersebut sangat khas baik dalam hal penampakan (habitus) hingga pengelompokan (clustering). Untuk dapat bertahan hidup pada kondisi habitat tersebut, vegetasi mangrove mempunyi pola adaptasi tertentu, mulai dari adaptasi peakaran, adaptasi daun hingga adaptasi bunga dan buah. Salah satu
bentuk adaptasi yang khas adalah membentuk struktur komunitas, memiliki pola asosiasi dan zonasi tertentu (Hilmi et al., 2015).
Jenis mangrove tumbuh dengan baik pada tanah berlumpur, terutama tanah endapan lumpur terakumulasi. Dalam hubungannya dengan zonasi pada hutan mangrove sesuai dengan pernyataan Noor et al., (1999) membaginya menjadi 4 zona yaitu:
1. Mangrove terbuka, yaitu kawasan mangrove yang berhadapan langsung dengan laut. Di sini pada tempat-tempat yang tanahnya berpasir dan agak keras didominasi oleh Sonneratia alba, sedangkan pada tanah berlumpur cenderung didominasi oleh Avicenia marina dan Rhizophora mucronata (Ding Hou, 1958).
Disebutkan pula bahwa Avicenia alba seringkali mendominasi vegetasi mangrove pada tanah yang berlumpur (Nontji, 2002). Avicenia marina merupakan salah satu jenis penyusun mangrove yang dapat bertahan pada tempat-tempat yang bersalinitas hingga lebih dari 90 (Supriharyono, 2002).
2. Mangrove tengah, adalah kawasan mangrove yang berada di belakang mangrove terbuka dan terhindar dari hempasan gelombang. Di sini Rhizophora masih mendominasi tempat-tempat yang berlumpur dengan perakaran terendam saat air laut pasang (Arief, 2003). Di bagian dalam dari zona ini didominasi oleh jenis dari marga Bruguiera yang dapat berkembang dengan baik pada salinitas kurang dari 25 (Supriharyono, 2002). Jenis pohon lain yang juga sering dijumpai di sini adalah Excoecaria agallocha dan Xylocarpus granatum.
3. Mangrove payau, terdapat di sepanjang tepi sungai yang berair payau sampai hampir tawar. Jenis-jenis tumbuhan yang biasanya mendominasi vegetasi di daerah ini antara lain adalah nipah (Nypa fruticans) dan jenis-jenis dari marga Sonneratia. Jenis-jenis pohon lainnya adalah Cerbera manghas, Gluta velutina dan Xylocarpus granatum.
4. Mangrove daratan, terletak di perairan payau (hampir tawar) di belakang jalur hijau mangrove. Zona ini memiliki keanekaragaman yang lebih tinggi dari zona yang lain karena berbatasan langsung dengan ekosistem darat. Jenis-jenis pohon yang umum dijumpai antara lain adalah Lumnitzera racemosa, Intsia bijuga, Ficus microcarpus, Heritiera littoralis, Nypa fruticans dan Pandanus spp
8
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan mangrove Desa Paluh Kurau, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2020. Pengolahan data dilakukan di Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.
Penelitian ini dilakukan pada 3 zona yang terdapat pada Desa Paluh Kurau, yang diambil dari bibir pantai, tengah, hingga ke daratan. Pada tiap zona terdapat 3 plot dengan luas 20 m x 20 m pada masing masing plot, dengan total luas sebesar 1200 m pada tiap zona. Terdapat dua jalur yang digunakan pada lokasi penelitian ini yaitu jalur bebas hambatan dan Jalur dengan hambatan ( tambak ikan, mangrove terdegradasi).
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah laptop dengan dilengkapi Microsoft Excel. Peralatan lainnya yang digunakan di lapangan adalah GPS, kamera, meteran, pita transek/tali rafia.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah vegetasi hutan mangrove dan data informasi yang relevan.
Prosedur Penelitiaan Pengambilan data
Metode yang digunakan pengambilan data pada penelitian ini adalah metode zonasi yang dilakukan dengan menggunakan survei lapangan dengan kuantitatif. Penelitian eksploratif merupakan metode penelitian yang mengkaji dan mengungkapkan sesuatu dari lapangan sebagai suatu temuan yang dapat digunakan untuk menyusun model dan menarik. Metode zonasi dilakukan dengan membagi lokasi penelitian menjadi 3 zonasi dengan cara purposive sampling.
Pada setiap zona baik yang dari bibir pantai, tengah, dan mengarah ke darat diambil 3 plot, yang dimana tiap plot berukuran 20 m x 20 m untuk pohon, 5 m x 5 m untuk pancang, dan 2 m x 2 m untuk semai.
Analisis Data Indeks Nilai Penting
Data hasil penelitian yang telah dikumpulkan kemudian diolah untuk mendapatkan indeks nilai penting (INP). Nilai penting diperoleh dari penjumlahan kerapatan relatif, frekuensi relatif, dan dominansi relatif. Sehingga kita bias dapat mengetahui potensi tumbuhan dan tegakan mangrove. INP dapat diketahui dengan menggunakan rumus perhitungan analisis vegetasi menurut Soerianegara dan Indrawan (2005), Sebagai berikut :
Kerapatan = Kerapatan Relatif = Frekuensi =
Frekuensi Relatif = Dominansi =
Dominansi Relatif =
Nilai Penting (pohon) KR FR DR Nilai Penting (semai dan pancang) KR FR Indeks keanekaragaman Hayati
Dalam mencari struktur vegetasi diperlukan transek yang dbuat dengan pita transek ataupun dengan tali rafia, Didalam transek terdapat masing masing plot. Ukuran setiap plot di dalamnya terdapat sub plot dengan ukuran yang berbeda-beda. Ukuran plot 20 x 20 meter untuk pohon atau, ukuran sub plot 5 x 5 meter untuk pancang, dan ukuran sub plot 2x2 meter untuk semai (Latifah, 2005).
Pengambilan data dalam penelitian ini antara lain : jenis mangrove, jumlah tegakan untuk mengetahui nilai kerapatan, diameter batang setinggi dada (DBH) untuk menentukan nilai dominansi, tinggi tegakan, jenis (fraksi) substrat, dan kondisi fisik kimia saat pengambilan data seperti pH, suhu, salinitas, dan intensitas cahaya.
H = Indeks diversitas
ni = Jumlah individu masing-masing jenis N = Total semua jenis
Untuk menentukan nilai indeks dominansi digunakan rumus Simpson.
²
C = Indeks dominansi
ni = Nilai penting untuk tiap spesies N = Total nilai penting
Metode Zonasi mangrove
Pengambilan data zonasi mangrove dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dan survei lapangan dengan eksploratif. Penelitian eksploratif merupakan metode penelitian yang mengkaji dan mengungkapkan sesuatu dari lapangan sebagai suatu temuan yang dapat digunakan untuk menyusun model dan menarik kesimpulan (Masserschmidt, 1995). Membagi lokasi penelitian menjadi 3 zonasi dengan cara purposive sampling. Langkah langkah yang dilakukuan untuk menentukan zonasi mangrove adalah sebagai berikut:
1. Setiap zonasi dibuat tiga plot yaitu dari pinggir ke bagian tengah kemudian kedalam. Kemudian setiap plot diambil data vegetasi mangrove yang meliputi, ukuran plot 20 m x 20 m untuk pohon setinggi dada ≥10 cm , ukuran plot 5 m x 5 m untuk pancang, ukuran 2 m x 2 m untuk semai, semak, dan herba.
2. Vegetasi yang diperoleh kemudian dihitung jumlah individu dan jumlah spesies. Spesies yang belum diketahui diidentifikasi dengan menggunakan buku.
3. Data perhitungan mangrove seperti kerapatan, kerapatan relatif, frekuensi, frekuensi relatif, dominansi, dominansi relatif, dan Indeks nilai penting (INP) (Mughofar et al, 2018).
Dengan jalur yang digunakan untuk menentukan zonasi diambil dari bibir pantai sampai pada mangrove yang terdapat di dekat daratan penarikan jalur yang dilakukan ada 2 jalur yaitu:
1. Jalur bebas hambatan
2. Jalur dengan hambatan ( tambak ikan, mangrove terdegradasi)
2m
5m 2m
5m 2m 5m
Plot 1 Plot 2 Plot n
20m 20m 20m
Gambar 2. Model Peletakan Plot Penelitian
La u t
12
HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi dan Dominansi Jenis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan dominansi jenis di ekosistem mangrove di Desa Paluh Kurau diketahui bahwa pada lokasi tersebut terdapat 7 jenis mangrove yaitu, Avicennia alba, Avicennia marina, Bruguiera gymnorrhiza, Bruguiera parviflora, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Sonneratia alba, Pada jenis mangrove yang terdapat pada lokasi penelitian tersebut seluruh jenis tersebut tersedia pada seluruh tingkatan pertumbuhan. Tingkat pertumbuhan yang sangat banyak pada lokasi tersebut adalah tingkat pertumbuhan pohon, dengan jumlah sebanyak 810 pohon.
Mangrove merupakan suatu kawasan yang terdiri dari beberapa zonasi, hal ini digunakan untuk mengetahui jenis vegetasi yang dapat hidup pada zona tersebut, sesuai dengan pernyataan Atmoko dan Sidiyasa (2007) yang menyatakan bahwa, ekosistem mangrove secara umum tersusun atas zonasi-zonasi vegetasi mulai dari pantai menuju ke arah daratan. Pola zonasi tersebut erat kaitannya dengan kondisi ekologi terutama yang berhubungan dengan kemampuan hidup jenis tumbuhan penyusunnya terhadap berbagai tingkat salinitas, suhu, sedimentasi, terjangan ombak, lamanya periode pasang surut air laut dan pasokan air tawar dari darat.
Vegetasi pada ekosistem mangrove terdiri dari 3 tingkatan yaitu; pohon, pancang dan semai. Analisis vegetasi pada tingkat pohon dapat dilihat pada Tabel 2. Analisis vegetasi pada tingkat pohon pada jalur bebas hambatan jenis yang memiliki nilai kerapatan paling tinggi adalah Avicennia alba sebesar 9,00 kerapatan relatif sebesar 27,84%, frekuensi sebesar 2,33 frekuensi relatif sebesar 21,88%, nilai dominansi sebesar 0,0066 dominansi relatif sebesar 47,45%.
Sedangkan pada jalur hambatan nilai kerapatan paling tinggi juga dimiliki oleh Avicennia alba sebesar 11,00 kerapatan relatif sebesar 31,28%, frekuensi sebesar 1,33 frekuensi relatif sebesar 15,38%, dominansi sebesar 0,0080 dan dominansi relatif sebesar 51,38%.
Tabel 1. Indeks Nilai Penting Tingkat Pohon
Jenis Bebas Hambatan Hambatan
INP
Avicennia alba 97,16 98,04
Avicennia marina 43,13 47,77
Bruguiera gymnorrhiza
36,43 38,64
Bruguiera parviflora
14,90 27,35
Rhizophora apiculata
38,09 40.10
Rhizophora mucronata
47,07 22,18
Sonneratia alba 23,31 25,91
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa INP tertinggi pada jalur bebas hambatan terdapat pada Avicennia alba dengan INP sebesar 97,16 dan yang terendah terdapat pada Bruguiera parviflora dengan INP sebesar 14,90 hal ini disebabkan karna jenis Avicennia alba memiliki kerapatan yang tinggi dibandingkan dengan Bruguiera parviflora. Pada jalur hambatan nilai INP tertinggi didapatkan pada jenis vegetasi Avicennia alba dengan INP sebesar 98,04 dan yang terendah didapatkan pada jenis vegetasi Rhizophora mucronata dengan INP sebesar 22,18, hal ini disebebkan karena Avicennia alba memiliki kerapatan yang tinggi dibandingkan dengan Rhizophora mucronata.
Analisis vegetasi pada tingkat pancang ekosistem mangrove di Desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparan Perak, dapat dilihat pada Tabel 3 dimana pada jalur bebas hambatan Avicennia marina memiliki nilai kerapatan yang paling tinggi yaitu sebesar 1,50 kerapatan relatif sebesar 32,14% dan nilai frekuensi sebesar 2,00 frekuensi relatif sebesar 21,43% .pada jalur hambatan avicennia alba memiliki nilai kerapatan yang paling tinggi sebesar 1,08 kerapatan relatif sebesar 28,26%, nilai frekuensi sebesar 1,67 dan frekuensi relatif sebesar 20,00%
Tabel 2. Indeks Nilai Penting Tingkat Pancang
Jenis Bebas Hambatan Hambatan
INP
Avicennia alba 23,21 48,26
Avicennia marina 53,57 27,22
Bruguiera gymnorrhiza
25,00 43,91
Bruguiera parviflora
12,50 22,87
Rhizophora apiculata
37,50 24,70
Rhizophora mucronata
32,14 24,70
Sonneratia alba 16,07 8,35
Berdasarkan hasil penelitian pada ekosistem mangrove di Desa Paluh Kurau, Kecamatan Hamparan Perak pada tingkat pancang didapatkan bahwa nilai INP tertinggi pada jalur bebas hambatan terdapat pada jenis vegetasi Avicennia marina dengan nilai INP sebesar 53,57 dan yang terendah pada jenis vegetasi Bruguiera parviflora dengan nilai INP sebesar 12,50, hal ini disebabkan karena kerapata pada jenis vegetasi Avicennia marina lebih besar dibandingkan dengan Bruguiera parviflora. Pada jalur hambatan terdapat nilai INP tertinggi pada jenis vegetasi Avicennia alba dengan nilai INP sebesar 48,26 dan yang terendah terdapat pada jenis vegetasi Sonneratia alba dengan INP sebesar 8,35.
Analisis vegetasi pada tingkat semai ekosistem mangrove di Desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparan Perak, dapat dilihat pada Tabel 4. Dimana pada jalur bebas hambatan Avicennia alba memiliki nilai kerapatan yang paling tinggi yaitu sebesar 0,58 kerapatan relatif sebesar 21,21%, frekuensi 1,00 dan frekuensi relatif sebesar 17,65%. Sedangkan pada jalur hambatan Avicennia marina memiliki nilai kerapatan yang paling besaar yaitu sebesar 0,50 kerapatan relatif sebesar 24,00%, frekuensi sebesar 1,00 dan frekuensi relatif sebesar 21,43%.
Tabel 3. Indeks Nilai Penting Tingkat Semai
Jenis Bebas Hambatan Hambatan
INP
Avicennia alba 38,86 33,43
Avicennia marina 47,95 45,43
Bruguiera gymnorrhiza
8,91 34,29
Bruguiera parviflora
20,86 15,14
Rhizophora apiculata
32,80 41,43
Rhizophora mucronata
17,83 11,14
Sonneratia alba 32,80 19,14
Berdasarkan hasil penelitian pada ekosistem mangrove di Desa Paluh Kurau, Kecamatan Hamparan Perak pada tingkat semai didapatkan bahwa nilai INP tertinggi pada jalur bebas hambatan terdapat pada jenis vegetasi Avicennia marina dengan nilai INP sebesar 47,95 dan yang terendah pada jenis vegetasi Bruguiera gymnorrhiza dengan nilai INP sebesar 8,91, hal ini disebabkan karena kerapata pada jenis vegetasi Avicennia marina lebih besar dibandingkan dengan Bruguiera gymnorrhiza. Pada jalur hambatan terdapat nilai INP tertinggi pada jenis vegetasi Avicennia marina dengan nilai INP sebesar 45,43 dan yang terendah terdapat pada jenis vegetasi Rhizophora mucronata dengan INP sebesar 11,14.
Vegetasi yang memiliki nilai INP tetingi, juga memiliki kerapatan yang tinggi. Sesuai dengan pernyataan Gunawan, et al (2011) yang menyatakan bahwa jenis yang mempunyai kerapatan tertinggi juga mempunyai nilai frekuensi tertinggi pada masing-masing tipe ekosistem/tipe vegetasi hutan. Nilai penting pada mangrove dapat mengetahui peranan dari suatu jenis tumbuhan.
Indeks Keanekaragaman Hayati
Pada Tabel 4 dapat dilihat nilai diversitas dan dominansi pada tingkatan pohon yaitu pada jalur bebas hambatan didapatkan hasil nilai diversitas (H) sebesar 1,827 dan nilai dominansi (C) sebesar 0,178. Sedangkan pada jalur dengan hambatan didapatkan hasil nilai diversitas (H) sebesar 1,835 dan nilai
dominansi (C) sebesar 0,181 yang berarti nilai diversitas dan dominansi pada jalur hambatan memiliki nilai yang lebih tinggi daripada jalur bebas hambatan.
Tabel 4. Indeks Keanekaragaman Hayati Pada Tingkat Pohon
Jenis Bebas Hambatan Hambatan
Pi H’ C Pi H’ C
Avicennia alba 0,278 1,827 0,178 0,313 1,835 0,181
Avicennia marina 0,124 0,128
Bruguiera gymnorrhiza 0,186 0,161
Bruguiera parviflora 0,062 0,114
Rhizophora apiculata 0,106 0,111
Rhizophora mucronata 0,175 0,081
Sonneratia alba 0,070 0,092
Pada Tabel 5 dapat dilihat nilai diversitas dan dominansi pada tingkatan pancang yaitu pada jalur bebas hambatan didapatkan hasil nilai diversitas (H) sebesar 1,314 dan nilai dominansi (C) sebesar 0,159. Sedangkan pada jalur dengan hambatan didapatkan hasil nilai diversitas (H) sebesar 1,439 dan nilai dominansi (C) sebesar 0,180 yang berarti nilai diversitas dan dominansi pada jalur hambatan memiliki nilai yang lebih tinggi daripada jalur bebas hambatan.
Tabel 5. Indeks Keanekaragaman Hayati Tingkat Pancang
Jenis Bebas
Hambatan Hambatan
Pi H’ C Pi H’ C
Avicennia alba 0,125 1,314 0,159 0,283 1,439 0,180
Avicennia marina 0,321 0,152
Bruguiera gymnorrhiza 0,107 0,239
Bruguiera parviflora 0,054 0,109
Rhizophora apiculata 0,161 0,087
Rhizophora mucronata 0,143 0,087
Sonneratia alba 0,089 0,043
Pada Tabel 6 dapat dilihat nilai diversitas dan dominansi pada tingkatan semai yaitu pada jalur bebas hambatan didapatkan hasil nilai diversitas (H) sebesar 1,301 dan nilai dominansi (C) sebesar 0,169. Sedangkan pada jalur dengan hambatan didapatkan hasil nilai diversitas (H) sebesar 1,443 dan nilai dominansi (C) sebesar 0,158 yang berarti nilai diversitas dan dominansi pada jalur hambatan memiliki nilai yang lebih tinggi daripada jalur bebas hambatan.
Tabel 6. Indeks Keanekaragaman Hayati Tingkat Semai
Jenis Bebas Hambatan Hambatan
Pi H’ C Pi H’ C
Avicennia alba 0,212 1,301 0,169 0,120 1,443 0,158
Avicennia marina 0,303 0,240
Bruguiera gymnorrhiza 0,030 0,200
Bruguiera parviflora 0,091 0,080
Rhizophora apiculata 0,152 0,200
Rhizophora mucronata 0,061 0,040
Sonneratia alba 0,152 0,120
Zonasi Mangrove
Komposisi hutan mangrove yang ditemukan di Desa Paluh Kurau, Kecamatan Hamparan perak melalui hasil perhitungan indeks nilai penting (INP).
Secara keseluruhan kategori pohon yang ditemukan di lokasi penelitian termasuk dalam tujuh spesies yaitu Bruguiera gymnorrhiza, Rhizophora mucronata, Avicennia marina, Sonneratia alba, Rhizophora apiculata, Avicennia alba, dan Bruguiera parviflora, indeks nilai penting (INP) pohon, pancang dan semai.
Pembagian zonasi mangrove di Desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparan Perak terdapat 3 pembagian jenis zonasi. Zonasi I, dimana pada zonasi ini letaknya berada dekat dengan laut sehingga pada zonasi ini biasanya ditemukan area yang berkadar garam tinggi. Zonasi II, yaitu zonasi yang terletak di belakang garis pantai, berada hampir dekat dengan laut dan biasanya pada area ini jenis vegetasi memiliki perakaran yang kuat. Zonasi III merupakan zonasi yang sangat jauh dari laut, biasanya bebatasan dengan daratan.
Indeks nilai penting pada zonasi I yang menunjukkan bahwa vegetasi hutan mangrove pada zonasi I telah ditemukan 4 jenis yaitu Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata Avicennia marina dan Avicennia alba. INP pada semai paling tinggi sebesar 66,57%, pancang sebesar 68,65%, dan pohon 176,97%. Avicennia alba merupakan salah satu mangrove yang mudah tumbuh dan buahnya dapat dimanfaatkan masyarakat untuk membuat sirup. Indeks nilai penting pada zonasi I dapat kita lihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Tingkat Pertumbuhan Vegetasi Zonasi 1
Tingkat pertumbuhan Jenis Bebas Hambatan Hambatan
INP INP
Avicennia alba 110,00 87,50
Semai Sonneratia alba 90,00 54,17
Rhizophora apiculata - 58,33
Avicennia alba 41,67 125,00
Pancang Avicennia marina 70,83 41,67
Rhizophora mucronata 22,92 -
Sonneratia alba 64,58 33,33
Avicennia alba 143,91 186,15
Avicennia marina 49,90 -
Pohon Rhizophora apiculata 26,40 52,60
Rhizophora mucronata 12,99 -
Sonneratia alba 66,80 61,26
Berdasarkan data yang dihasilkan menunjukkan bahwa terdapat 4 jenis spesies vegetasi mangrove pada jalur bebas hambatan dan jalur hambatan yaitu Avicennia alba, Rhizophora apiculata, Avicennia marina dan Rhizophora mucronata. Pada jalur bebas hambatan jenis yang tidak ditemukan adalah Rhizophora apiculata, jenis ini tidak ditemukan pada tingkat pertumbuhan semai.
Pada jalur hambatan jenis yang tidak ditemukan adalah Rhizophora mucronata tidak ditemukan pada tingkat pancang dan pohon dan jenis Avicennia marina tidak ditemukan pada tingkat pohon.
Terdapat 4 jenis spesies vegetasi mangrove pada jalur bebas hambatan yaitu Avicennia alba, Rhizophora apiculata, Avicennia marina dan Rhizophora mucronata. Pada tingkat pertumbuhan pohon Avicennia alba memiliki nilai INP tertingi sebesar 143,91, tingkat pancang Avicennia marina memiliki nilai INP tertingi dengan nilai 70,83, untuk tingkat semai Avicennia alba yang memiliki nilai INP tertinggi dengan nilai sebesar 110. Pada jalur hambatan untuk tingkat semai Avicennia alba memiliki nilai INP tertinggi sebesar 87,50. Pada tingkat pancang Avicennia alba memiliki nilai INP tertinggi dengan nilai sebesar 125 dan di tingkat pohon Avicennia alba memiliki nilai INP tertinggi sebesar 186,15.
Jenis Avicennia marina dilapangan ditemui pada area yang berlumpur, hal ini sesuai dengan pernyataan dari Fadli et al., (2015) yang menyatakan bahwa
Jenis Avicennia dapat berkembang pada daerah yang didukung oleh kondisi substrat umumnya berlumpur yang mampu menahan semaian dari terjangan arus pasang surut, sedangkan, pada lokasi aktivitas rendah dengan substrat berpasir yang miskin hara jenis ini kurang mampu menahan perakaran mangrove untuk bertahan dari arus pasang surut.
Jenis Avicennia biasanya ditemui pada tempat sedimentasinya lebih halus.
Semakin kearah laut tekstur sedimen tempat tumbuh mangrove cenderung lebih halus dibandingkan dengan arah tumbuh tengah dan darat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nugroho dan Basit (2014), bahwa semakin ke arah pantai ataupun teluk maka ukuran butir yang diperoleh akan semakin halus. Keadaan ini menunjukkan bahwa sumber sedimen telah mengalami proses perpindahan.
Pada zonasi II telah ditemukan 6 spesies yaitu Avicennia alba, Bruguiera gymnorrhiza, Rhizophora mucronata, Avicennia marina, Sonneratia alba dan Rhizophora apiculata. Avicennia marina merupakan spesies yang memiliki INP paling tinggi pada jalur bebas hambatan di tingkat semai yaitu sebesar 83,33%, pada pancang juga memiliki INP paling tinggi yaitu sebesar 66,40%, dan pada tingkat pohon Rhizophora mucronata yang memiliki INP terbesar yaitu sebesar 117, 71%. Indeks nilai penting pada zonasi II dapat kita lihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Tingkat Pertumbuhan Vegetasi Zona II
Tingkat pertumbuhan Jenis Bebas Hambatan Hambatan
INP INP
Avicennia marina 83,33 135,00
Rhizophora apiculata 61,90 65,00
Semai Avicennia alba 18,25 -
Rhizophora mucronata 18,25 -
Sonneratia alba 18,25 -
Avicennia alba 31,23 14,97
Avicennia marina 66,40 26,74
Pancang Bruguiera gymnorrhiza 13,44 53,48
Rhizophora apiculata 49,01 44,92
Rhizophora mucronata 39,92 44,92
Bruguiera parviflora - 14,97
Avicennia alba 80,36 -
Pohon Avicennia marina 55,25 115,50
Rhizophora apiculata 46,69 74,06
Rhizophora mucronata 117,71 -
Bruguiera parviflora - 30,15
Bruguiera gymnorrhiza - 80,29
Rhizophora mucronata 117,71 -
Berdasarkan data yang didapatkan diketahui bahwa jenis yang tidak ada pada jalur bebas hambatan adalah Bruguiera parviflora tidak terdapat pada tingkat pertumbuhan pancang dan pohon, jenis Bruguiera gymnorrhiza juga tidak terdapat pada tingkat pertumbuhan pohon. Pada jalur hambatan jenis yang tidak ada yaitu, Avicennia alba, Rhizophora mucronata dan Sonneratia alba jenis ini tidak tersedia pada tingkat pertumbuhan semai, pada tingkat pertumbuhan pohon jenis yang tidak tersedia yaitu, Avicennia alba dan Rhizophora mucronata.
Nilai INP pada jenis Rhizophora mucronata tinggi disebabkan karena Rhizophora mucronata tidak dapat hidup pada daerah yang selalu digenangi oleh air pasang. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Hariphin dan Wardoyo (2016) yang menyatakan bahwa tingginya kerapatan Rhizophora mucronata disebabkan oleh faktor lingkungan yang mendukung seperti kondisi tanah berlumpur halus dan tergenang pada saat pasang normal lebih toleran terhadap substrat yang lebih keras dan pasir.
Pada zonasi dua tingkat pertumbuhan vegetasi pada jalur hambatan terdapat empat jenis spesies vegetasi yaitu; Avicennia marina, Rhizophora apiculata, Avicennia marina dan Sonneratia alba. Avicennia marina memiliki nilai INP tertinggi pada tingkatan vegetasi semai dan pohon. Pada tingkat semai memiliki nilai INP sebesar 135% dan pada tingkat pohon sebesar 115,50%. Pada tingkat pancang jenis yang memiliki INP tertinggi adalah Bruguiera gymnorrhiza dengan nilai INP sebesar 53,48%.
Nilai kerapatan pada jenis Bruguiera gymnorrhiza tinggi disebabkan karena jenis ini kemampuan beradaptasi yang tinggi, sehingga dapat hidup pada zona transisi. Bruguiera gymnorrhiza juga mampu tumbuh dengan baik pada wilayah berlumpur dan berpasir. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Agustini et al., (2016) yang menyatakan bahwa nilai kerapatan jenis Bruguiera tinggi diduga karena kondisi substratnya lebih berlumpur jika dibandingkan dengan stasiun lainnya yang memiliki substrat pasir berlumpur.
Tabel 9. Tingkat Pertumbuhan Vegetasi Zona III
Tingkat Pertumbuhan Jenis Bebas Hambatan Hambatan
INP INP
Avicennia marina 61,90 -
Bruguiera gymnorrhiza 25,40 112,50
Semai Bruguiera parviflora 61,90 50,00
Rhizophora apiculata 25,40 37,50
Rhizophora mucronata 25,40 37,50
Avicennia marina 26,74 28,76
Avicennia alba - 39,87
Pancang Bruguiera gymnorrhiza 56,68 51,63
Bruguiera parviflora 35,83 45,75
Rhizophora apiculata 50,80 16,99
Rhizophora mucronata 29,95 16,99
Avicennia alba 55,44 26,33
Avicennia marina 37,56 74,48
Pohon Bruguiera gymnorrhiza 95,84 61,29
Bruguiera parviflora 44,64 58,28
Rhizophora apiculata 33,22 13,80
Rhizophora mucronata 33,31 65,82
Berdasarkan data, diketahui bahwa pada jalur hambatan dan bebas hambatan, hamper seluruh tingkat pertumbuhan memiliki vegetasi. Seperti yang diketahui zona III merupakan zona yang berbatasan dengan daratan, maka hal itu yang dapat memungkinkan untuk semua jenis vegetasi tersedia pada zona ini.
Pada jalur hambatan jenis Avicennia marina tidak tersedia pada tingkat pertumbuhan semai dan pada jalur bebas hambatan jenis Avicennia alba tidak tersedia pada tingkat pertumbuhan pancang.
Berdasarkan data yang didapat, tingkat pertumbuhan vegetasi pada zona III pada jalur bebas hambatan didapatkan vegetasi hutan mangrove 7 spesies yaitu Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata Avicennia marina, Avicennia alba, Bruguiera gymnorrhiza, Bruguiera parviflora dan Sonneratia alba. Avicennia marina dan Bruguiera parviflora merupakan spesies yang memiliki INP paling tinggi pada tingkat semai yaitu sebesar 61,90% pada tingkat pancang dan pohon yang memiliki nilai INP tertinggi adalah jenis Bruguiera gymnorrhiza sebesar 56,68%, dan pada tingkat pohon sebesar 95,84%.
Berdasarkan data yang didapat, tingkat pertumbuhan vegetasi pada zona III pada jalur hambatan didapatkan vegetasi hutan mangrove 7 spesies yaitu Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, Avicennia marina, Avicennia alba, Bruguiera gymnorrhiza, Bruguiera parviflora dan Sonneratia alba. Bruguiera gymnorrhiza merupakan spesies yang memiliki INP paling tinggi pada tingkat semai dan juga pancang yaitu sebesar 112,50%, juga pada pancang sebesar 51,63%, dan pada tingkat pohon sebesar yang memiliki nilai INP terbesar yaitu jenis Avicennia marina dengan nilai INP sebesar 74,48%.
Pada zonasi III jalur bebas hambatan dan hambatan jenis Bruguiera gymnorrhiza merupakan jenis yang sangat dominan pada tingkat pancang.
Diketahui bahwa jenis Bruguiera gymnorrhiza penyebarannya lebih tinggi untuk tingkat pancang, keberadaan jenis ini dapat ditentukan juga dengan tingkat salinitas yang memungkinkan mangrove dapat tumbuh secara optimal. Vegetasi pada setiap zonasi memiliki tingkat kelerengan yang berbeda, perbedaan setiap kelerengan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Peta Kelerengan Analisis Vegetasi dan Zonasi Mangrove 2020
Analisis Komunitas LBDS Pohon
Berdasarkan gambar 2 dapat diketahui plot mana saja yang memiliki nilai kesamaan, pada klaster nilai LBDS ditemukan ada 3 komunitas yaitu plot B9, B8, A2, dan B9. Lalu pada klaster jumlah pohon, komunitas yang ditemukan ada 3 dengan beberapa plot yaitu plot B9, B6, A3,pada klaster komunitas pancang terdapat 2 pembagian komunitas, yaitu B9 dan B6, dan pada klaster komunitas semai juga ada 2 pembagian komunitas yaitu, B7 dan B3. Setiap klaster komunitas
Nearest neighbour
B8 B4 B5 B7 A9 B9 B6 A8 A7 A4 A2 A6 A5 B1 B3 B2 A3 A1
0.7 0.75 0.8 0.85 0.9 0.95 1
Simple Matching Coefficient
Gambar 4. Tabel Dendogram Nilai LBDS Pohon
Tabel 10. Nilai INP pada LBDS Komunitas 1 ( B8-A2)
Komunitas 1
Komunitas 2
No Jenis Kerapatan
Relatif (%)
Frekuensi Relatif (%)
Dominansi Relatif (%)
INP (%)
1 Avicennia alba 10,71 11,76 24,40 46,88
2 Avicennia marina 15,76 20,59 25,04 61,38
3 Bruguiera gymnorrhiza 29,41 20,59 16,79 66,79
4 Bruguiera parviflora 15,13 14,71 7,59 37,42
5 Rhizophora apiculata 9,87 14,71 6,11 30,69
6 Rhizophora mucronata 17,44 14,71 17,86 50,00
7 Sonneratia alba 1,68 2,94 2,21 6,83
Total 100,00 100,00 100,00 300,00
Pada Tabel 10 diketahui bahwa nilai LBDS pohon berdasarkan komunitas 1 didapatkan nilai INP tertinggi didapatkan pada jenis Bruguiera gymnorrhiza sebesar 66,79 dan yang terendah pada jenis Sonneratia alba sebesar 6,83, hal ini disebabkan karena sebaran Bruguiera gymnorrhiza lebih banyak dibandingkan dengan Sonneratia alba yang membuat kerapatan relatif, frekuensi relatif dan juga dominansi relatif pada jenis Avicennia alba lebih tinggi. Indeks kerapatan pada komunitas 1 jika dilihat berdasarkan tabel dendogram menunjukkan bahwa jenis Bruguiera gymnorrhiza dapat tumbuh dengan baik dengan nilai 0,429.
Tabel 11. Nilai INP pada LBDS Komunitas 2 (A6-A1)
No Jenis Kerapatan
Relatif (%)
Frekuensi Relatif (%)
Dominansi
Relatif (%) INP (%)
1. Avicennia alba 56,58 30,43 71,35 158,37
2. Avicennia marina 8,08 13,04 7,29 28,42
3. Rhizophora apiculata 12,28 30,43 5,03 47,74
4. Rhizophora mucronata 5,69 8,70 3,25 17,64
5. Sonneratia alba 17,37 17,39 13,08 47,84
Total 100,00 100,00 100,00 300,00
Berdasarkan Tabel 11 diketahui bahwa nilai LBDS pohon pada komunitas 2 didapatkan nilai INP tertinggi pada jenis Avicennia alba dengan nilai INP sebesar 158,37 dan yang terendah pada jenis Rhizophora mucronata dengan nilai INP sebesar 17,64, hal ini disebabkan karena jenis Avicennia alba lebih banyak sebarannya dibandingkan dengan Rhizophora mucronata. Indeks kerapatan pada komunitas 1 jika dilihat berdasarkan tabel dendogram menunjukkan bahwa jenis Avicennia alba dapat tumbuh dengan baik dengan nilai 0,714.
Berdasarkan data yang didapatkan pada seluruh komunitas jenis yang memiliki indeks kerapatan paling tinggi adalah jenis Api-api yaitu pada jenis Avicennia alba, hal ini disebabkan karena jenis Avicennia alba berada dekat dengan laut, sesuai seperti yang dinyatakan Laremba (2014) bahwa A. alba dapat tumbuh dengan baik karena tempat tumbuh mangrove jenis A. alba adalah pada daerah yang dekat dengan laut.
Analisis Komunitas Jumlah Pohon
Nearest neighbour
0.7 0.75 0.8 0.85 0.9 0.95 1
Simple Matching Coefficient
B8 B4 B9 B6 A8 A7 B5 A9 B7 A4 A2 A6 A5 B1 B3 B2 A3 A1
Komunitas 1 Komunitas 2 Komunitas 3 Komunitas 4
Komunitas 5
Gambar 5. Tabel Dendogram Jumlah Pohon
Tabel 12. INP Jumlah Pohon Komunitas 1 (B8-B4)
No Jenis Kerapatan
Relatif (%)
Frekuensi Relatif (%)
Dominansi
Relatif (%) INP (%)
1. Avicennia marina 28,395 33,333 33,33 95,06
2. Bruguiera parviflora 41,975 16,667 16,667 33,33 3. Rhizophora apiculata 18,519 33,333 33,333 85,18 4. Rhizophora mucronata 11,111 16,667 16,667 44,44
Total 100,00 100,00 100,00 300,00
Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa nilai INP tertinggi pada tingkat pohon di komunitas 1 terdapat pada jenis Avicennia marina dengan nilai INP sebesar 95,06 dan yang terendah pada jenis Bruguiera parviflora dengan nilai INP sebesar 33,33. Indeks kerapatan pada komunitas 1 jika dilihat berdasarkan tabel dendogram menunjukkan bahwa jenis Avicennia marina dapat tumbuh dengan baik dengan nilai 0,429.
Tabel 13. INP Jumlah Pohon Komunitas 2 (B9-A7)
No Jenis Kerapatan
Relatif (%)
Frekuensi Relatif (%)
Dominansi
Relatif (%) INP (%)
1. Avicennia alba 16,97 21,43 19,38 57,78
2. Avicennia marina 2,42 7,14 4,973 14,54
3. Bruguiera gymnorrhiza 44,85 28,57 36,06 109,48 4. Bruguiera parviflora 23,03 28,57 26,02 77,63 5. Rhizophora apiculata 12,73 14,29 13,569 40,58
Total 100,00 100,00 100,00 300,00
Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa nilai INP tertinggi pada tingkat pohon di komunitas 2 terdapat pada jenis Bruguiera gymnorrhiza dengan nilai INP sebesar 109,48 dan yang terendah pada jenis Avicennia marina dengan nilai INP sebesar 14,54. Indeks kerapatan pada komunitas 1 jika dilihat berdasarkan tabel dendogram menunjukkan bahwa jenis Avicennia alba dapat tumbuh dengan baik dengan nilai 0,429.
Tabel 14. INP Jumlah Pohon Komunitas 3 (B5-A4)
No Jenis Kerapatan
Relatif (%)
Frekuensi Relatif (%)
Dominansi
Relatif (%) INP (%)
1. Avicennia marina 25,00 36,36 31,05 92,41
2. Bruguiera gymnorrhiza 34,38 27,27 30,60 92,24
3. Rhizophora apiculata 3,65 9,09 6,54 19,28
4. Rhizophora mucronata 36,98 27,27 31,81 96,07
Total 100,00 100,00 100,00 300,00