• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

8

2.1.1 Definisi Perilaku Hidup bersih dan Sehat (PBHS)

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang keluarga, kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. Dengan demikian, PHBS mencakup beratus-ratus bahkan mungkin beribu-ribu perilaku yang harus dipraktikkan dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Kemenkes, 2012).

2.1.2 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat diberbagai Tatanan

Di atas disebutkan bahwa PHBS mencakup semua perilaku yang harus dipraktikkan di bidang pencegahan dan penanganan penyakit, penyehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, gizi, farmasi dan pemeliharaan kesehatan. Perilaku-perilaku tersebut harus dipraktikkan dimana pun seseorang berada di rumah tangga, di institusi pendidikan, di tempat kerja, di tempat umum dan di fasilitas pelayanan kesehatan – sesuai dengan situasi dan kondisi yang dijumpai.

2.1.3 Manfaat PHBS

Manfaat PHBS secara umum adalah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mau menjalankan hidup bersih dan sehat. Hal tersebut agar masyarakat bisa mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan. Selain itu, dengan menerapkan PHBS masyarakat mampu menciptakan lingkungan yang sehat dan meningkatkan kualitas hidup.

2.1.3.1 Manfaat PHBS Di Sekolah

PHBS di sekolah merupakan kegiatan memberdayakan siswa,guru dan masyarakat lingkungan sekolah untuk mau melakukan pola hidup sehat untuk menciptakan sekolah sehat.

(2)

Manfaat PHBS di Sekolah mampu menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat, meningkatkan proses belajarmengajar dan para siswa, guru hingga masyarakat lingkungan sekolah menjadi sehat.

2.1.3.2 Manfaat PHBS Di Rumah Tangga

Menerapkan PHBS di rumah tangga tentu akan menciptakan keluarga sehat dan mampu meminimalisir masalah kesehatan.

Manfaat PHBS di Rumah tangga antara lain, setiap anggota keluarga mampu meningkatkan kesejahteraan dan tidak mudah terkena penyakit, rumah tangga sehat mampu meningkatkan produktifitas anggota rumah tangga dan manfaat phbs rumah tangga selanjutnya adalah anggota keluarga terbiasa untuk menerapkan pola hidup sehat dan anak dpt tumbuh sehat dan tercukupi gizi

2.1.3.3 Manfaat PHBS Di Tempat Kerja

PHBS di Tempat kerja adalah kegiatan untuk memberdayakan para pekerja agar tahu dan mau untuk melakukan perilaku hidup bersih dan sehat dan berperan dalam menciptakan tempat kerja yang sehat. manfaat PHBS di tempat kerja yaitu para pekerja mampu meningkatkan kesehatannya dan tidak mudah sakit, meningkatkan produktivitas kerja dan meningkatkan citra tempat kerja yang positif .

2.1.3.4 Manfaat PHBS di Masyarakat

Manfaat PHBS di masyarakat adalah masyarakat mampu menciptakan lingkungan yang sehat, mencegah penyebaran penyakit, masyarakat memanfaatkan pelayanan fasilitas kesehatan dan mampu mengembangkan kesehatan yang bersumber dari masyarakat.

(3)

2.1.4 Indikator PHBS Di Sekolah

PHBS Di Sekolah merupakan langkah untuk memberdayakan siswa,guru dan masyarakat lingkungan sekolah agar bisa dan mau melakukan perilaku hidup bersih dan sehat dalam menciptakan sekolah yang sehat. Contoh PHBS di sekolah :

2.1.4.1 Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan 2.1.4.2 Mengkonsumsi jajanan sehat

2.1.4.3 Menjaga kesehatan gigi dan mulut 2.1.4.4 Menggunakan jamban bersih dan sehat 2.1.4.5 Olahraga yang teratur

2.1.4.6 Memberantas jentik nyamuk

2.1.4.7 Tidak merokok di lingkungan sekolah 2.1.4.8 Membuang sampah pada tempatnya, dan

2.1.4.9 Melakukan kerja bakti bersama warga lingkungan sekolah untuk menciptakan lingkungan yang sehat.

2.2 Konsep kesehatan gigi

Pendidikan kesehatan gigi adalah suatu proses belajar yang timbul oleh karena adanya kebutuhan kesehatan sehingga menimbulkan aktivitas-aktivitas perseorangan atau masyarakat dengan tujuan untuk menghasilkan kesehatan yang baik. Proses pendidikan adalah proses transformasi atau perubahan kemampuan potensial siswa menjadi kemampuan nyata untuk meningkatkan taraf hidup lahir dan batin (Herijulianti, 2012).

Proses pendidikan adalah terbentuk dan adanya perubahan perilaku karena proses interaksi antara individu dengan lingkungan dan terjadi melalui suatu proses. Perubahan yang diharapkan terjadi dalam proses pendidikan bukanlah sekedar penambahan atau pengurangan perilaku atau keterampilan, namun perubahan struktur pola perilaku dan pola kepribadian menuju pola yang makin sempurna. Perubahan kualitas tingkah laku secara implisit adalah kemampuan dan keterampilan siswa bertambah untuk mengerjakan beraneka

(4)

ragam tugas dan pekerjaan. Proses pendidikan bergantung pada partisipasi siswa, dan diharapkan terjadi komunikasi yang bersifat dua arah.

Keuntungan dari komunikasi yang bersifat dua arah di dalam pendidikan yaitu dapat memberikan suatu informasi baru yang lebih bagi siswa. Hasil akhir yang diharapkan melalui proses pendidikan yaitu siswa mempunyai kemampuan dan keterampilan secara mandiri meningkatkan taraf hidup lahir bathin, dan meningkatkan perannya sebagai pribadi, anggota keluarga, dan makhluk Tuhan. Pendidikan kesehatan gigi pada anak yaitu suatu usaha yang secara emosional akan menghilangkan rasa takut, menumbuhkan rasa ingin tahu, mau mengamati, dan akhirnya secara fisik akan melakukan aktivitas sedemikian rupa sehingga baik untuk kesehatan pribadi.

Maksud dan tujuan pendidikan kesehatan gigi dan mulut pada anak-anak pada hakekatnya adalah memperkenalkan anak dengan dunia kesehatan gigi serta segala persoalan mengenai gigi, sehingga mampu memelihara kesehatan gigi, melatih anggota badan anak sehingga mereka dapat membersihkan gigi sesuai dengan kemampuannya, dan mendapatkan kerjasama yang baik dari anak bila memerlukan perawatan pada giginya.

Pendapat lain menyebutkan bahwa tujuan pendidikan kesehatan gigi dan mulut adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan khususnya kesehatan gigi dan mulut, dapat berperan aktif dalam upaya menunjang kesehatan khususnya kesehatan gigi dan mulut, merubah pola tingkah laku seseorang untuk hidup sehat khususnya yang berkaitan dengan kesehatan gigi dan mulut, serta menunjang pembangunan kesehatan secara umum.

2.3 Karakteristik gigi anak usia sekolah

Secara fisiologis anak usia sekolah dimulai dengan tanggalnya gigi

susu yang pertama dan diakhiri dengan masa pubertas dan

(5)

tumbuhnya gigi permanen, kecuali geraham belakang. Gigi permanen yang tumbuh pada anak usia sekolah harus diperhatikan kebersihan giginya karena perpindahan dari gigi susu menuju gigi permanen memiliki risiko tinggi terkena karies gigi (Potter &

Perry, 2013). Pada usia 6 tahun sampai 7 tahun, gigi yang tumbuh antara lain gigi seri tengah dan gigi geraham pertama.

Usia 7 sampai 8 tahun tumbuh gigi seri tengah, dan gigi seri lateral. Usia 9 sampai 10 tahun tumbuh gigi taring bagian mandibula. Usia 10 sampai 12 tahun tumbuh gigi geraham kecil pertama, gigi taring bagian maksila, dan gigi geraham kecil kedua (Hockenberry & Wilson, 2015).

2.4 Konsep Pulpitis 2.4.1 Definisi pulpitis

Menurut Henry H. Burchard, pulpitis adalah fenomena peradangan dalam jaringan pulpa. Pulpitis merupakan peradangan pulpa, kelanjutan dari hiperemi pulpa, yaitu bakteri yang telah menggerogoti jaringan pulpa (Tarigan, 2012). Menurut Ingle, atap pulpa mempunyai persyarafan terbanyak dibanding bagian lain pada pulpa. Jadi, saat melewati pembuluh saraf yang terbanyak ini, bakteri akan menimbulkan peradangan awal dari pulpitis akut (Ingle, 2018).

Pulpitis adalah suatu radang yang terjadi pada jaringan pulpa gigi dengan gambaran klinik yang akut. Merupakan penyakit lanjutan karena didahului oleh terjadinya karies hyperemia pulpa baru setela itu menjadi pulpitis, yaitu ketika radang sudah mengenai kavum pulpa.

(Walton & Torabinejad, 2013).

(6)

2.4.2 Klasifikasi Pulpitis

Menurut Tarigan (2012), klasifikasi pulpitis adalah sebagai berikut.

2.4.3.2 Berdasarkan sifat eksudat yang keluar dari pulpa, pulpitis terbagi atas:

a) Pulpitis akut serosa

Secara struktur, jaringan pulpa sudah tidak dikenali lagi, tetapi sel-selnya masih terlihat jelas. Pulpitis akut dibagi menjadi pulpitis akut serosa parsialis yang hanya mengenai jaringan pulpa di bagian kamar pulpa saja dan pulpitis akut serosa totalis jika telah mengenai saluran akar.

b) Pulpitis akut fibrinosa

Banyak ditemukan fibrinogen pada pulpa.

c) Pulpitis akut hemoragi

Di jaringan pulpa terdapat banyak eritrosit.

d) Pulpitis akut purulenta

Terlihat infiltrasi sel-sel masif yang berangsur berubah menjadi peleburan jaringan pulpa. Bergantung pada keadaan pulpa, dapat terjadi pernanahan dalam pulpa:

1) Pada beberapa bagian terjadi peleburan jaringan pulpa sehingga terbentuk abses.

2) Pernanahan terajadi berkesinambungan sehingga terjadi flegmon pada pulpa yang menghancurkan keseluruhan jaringan pulpa.

2.4.3.3 Berdasarkan ada tidaknya gejala, pulpitis terbagi atas:

a) Pulpitis simtomatis

Pulpitis ini merupakan respons peradangan dari jaringan pulpa terhadap iritasi, dengan proses eksudatif memegang peranan. Rasa sakit timbul karena adanya peningkatan tekanan intrapulpa. Rasa sakit ini berkisar antara ringan sampai sangat hebat dengan intensitas tinggi, terus menerus,

(7)

dan berdenyut. Yang termasuk dalam pulpitis simtomatis adalah:

1) Pulpitis akut

Pulpitis akut dengan periodontitis apikalis akut/ kronis 2) Pulpitis subakut

Gambaran radiografi memperlihatkan adanya karies yang luas dan dalam, kadang-kadang terjadi sedikit pelebaran ligamen periodontal. Pada pulpitis simtomatis yang disertai periodontitis apikalis terjadi kepekaan terhadap perkusi. Rangsangan panas akan menyebabkan sakit, sebaliknya rasa sakit berkurang dengan adanya rangsang dingin. Pada stadium awal, gigi menunjukkan kepekaan yang tinggi terhadap tes elektrik, selanjutnya kepekaan ini berkurang sejalan dengan keparahan penyakit.

b) Pulpitis asimtomatis

Merupakan proses peradangan yang terjadi sebagai mekanisme pertahanan dari jaringan pulpa terhadap iritasi dengan proses proliferasi berperan di sini. Tidak ada rasa sakit karena adanya pengurangan dan keseimbangan tekanan intrapulpa. Yang termasuk pulpitis asimtomatik:

1) Pulpitis kronik ulseratif 2) Pulpitis kronik hiperplastik

3) Pulpitis kronis yang bukan disebabkan oleh karies (prosedur operatif, trauma, gerakan ortodonti).

(8)

2.4.3.4 Berdasarkan gambaran histopatologi dan diagnosis klinis, pulpitis terbagi atas:

a) Pulpitis reversibel

Yaitu vitalitas jaringan pulpa masih dapat dipertahankan setelah perawatan ortodonti. Yang termasuk pulpitis reversibel adalah:

1) Peradangan pulpa stadium transisi 2) Atrofi pulpa

3) Pulpitis akut b) Pulpitis ireversibel

Yaitu keadaan ketika vitalitas jaringan pulpa tidak dapat dipertahankan, tetapi gigi masih dapat dipertahankan di rongga mulut setelah perawatan endodonti dilakukan. Yang termasuk pulpitis ireversibel adalah:

1) Pulpitis kronis parsialis tanpa nekrosis 2) Pulpitis kronis parsialis dengan nekrosis 3) Pulpitis kronis koronalis dengan nekrosis 4) Pulpitis kronis radikulairs dengan nekrosis 5) Pulpitis kronis eksaserbasi akut

2.4.3 Etiologi pulpitis

Menurut Tarigan (2012), Sebab-sebab dari penyakit pulpa adalah sebagai berikut.

2.4.3.1 Faktor Bakteri

Bakteri dan produk-produknya adalah penyebab utama penyakit endodontik. Khususnya, pulpa yang terekspos akan memburuk dan menjadi nekrotik total dengan pembentukan abses jika hanya terdapat bakteri.

2.4.3.2 Faktor Iatrogenik

Penyebab umum kedua dari penyakit endodontik adalah akibat usaha perbaikan penyakit gigi. Misalnya saat prosedur operatif

(9)

yang mengakibatkan panas atau kekeringan yang berlebihan, teknik saat mencetak gigi, material dan bahan kimia yang digunakan dalam kedokteran gigi juga dapat menyebabkan iritasi pulpa.

2.4.3.3 Faktor Trauma

Respon terhadap trauma tergantung keparahan trauma tersebut.

Misalnya, trauma yang relative ringan dari oklusi akan sedikit atau tidak mempunyai pengaruh, namun, trauma oklusi yang lebih berat mungkin akan mempunyai efek ke pulpa yang lebih signifikan. Beberapa gigi merespon trauma dengan meningkatkan kalsifikasi pulpanya. Tetapi ada juga yang menjadi nekrotik. Trauma yang menyebabkan fraktur pada gigi memberikan jalan kepada oral flora mencapai pulpa. Hal ini dapat membuat gejala klinis aneh, sehingga diagnosa menjadi sulit.

2.4.3.4 Faktor Idiopatik

Perubahan pulpa juga terjadi karena alasan-alasan yang belum diketahui (idiopathic). Contoh umumnya adalah resorpsi interna.

Walaupun sudah diketahu bahwa trauma memperluas resorpsi interna, namun tidak dapat menjelaskan kejadiannya secara keseluruhan. Secara mikroskopis, macrophages dan multinucleated giant cells ditemukan di dentin yang teresorbsi.

Juga terlihat gambaran radiolusensi di bagian periapikal yang mungkin berhubungan dengan resorpsi interna, menandakan nekrosis pulpa sebagai lanjutan dari reaksi tersebut.

.

2.4.4 Tanda dan Gejala Pulpitis

Berikut adalah tanda yang merupakan gejala terjadinya pulpitis (ingle, 2019), yaitu :

2.4.4.1 Gejala pada pulpitis reversible kronik, gejala khas : rasa sakit telah ada sejak lama (biasanya berbulan bulan), sensitiv sekali

(10)

terhadap panas dan dingin, rasa sakit hanya terjadi dengan perubahan suhu yang ekstrem, rasa sakitnya tajam tetapi ringan dan berlangsung singkat.

Gambar 2.4.4.1 : pulpitis reversibel, Kemenkes (2012).

2.4.4.2 Gejala pada pulpitis reversible akut, gejala khas : rasa sakit hanya ada untuk waktu yang singkat (biasanya beberapa jam atau hari), rasa sakit hadir setiap kali stimulus diterapkan pada gigi, ada kepekaan terhadap panas dan dingin. Rasa sakit hanya terjadi dengan perubahan suhu yang ekstrem, rasa sakitnya tajam tetapi ringan dan durasi pendek.

2.4.4.3 Gejala pada pulpitis ireversibel kronik, gejala khas : rasa sakit telah ada sejak lama (biasanya berbulan bulan), rasa sakit karena panas, dingin dan menggigit. Nyeri terjadi dengan perubahan suhu ringan. Rasa sakitnya tajam dan parah, kemudian menjadi sakit tumpul, rasa sakit tetap ( biasanya lebih dari lima menit).

Gambar 2.4.4.3 : pulpitis irreversibel, Kemenkes (2012).

(11)

2.4.4.4 Gejala pada pulpitis ireversibel akut gejala khas : rasa sakit hanya ada untuk waktu yang singkat (biasanya beberapa hari atau kurang), rasa sakit karena panas perubahan suhu. Rasa sakit bisa spontan, rasa sakit dapat membangunkan pasien di malam hari.

2.4.5 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Pulpitis

Pulpitis dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar (Yoga, dkk., 2018) yaitu:

2.4.5.1 Faktor dalam yaitu faktor yang disebabkan oleh gigi itu sendiri meliputi :

a) Karies

Karies gigi adalah suatu proses penghancuran setempat jaringan kalsifikasi yang dimulai pada bagian permukaan gigi melalui proses dekalsifikasi lapisan email gigi yang diikuti oleh lisis struktur organik secara enzimatis sehingga terbentuk kavitas (lubang) yang bila didiamkan akan menembus email serta dentin dan dapat mengenai pada bagian pulpa (Dorland, 2010).

Karies gigi merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh demineralisasi email dan dentin yang berhubungan dengan konsumsi makanan kariogenik yang paling disukai anak- anak. Terjadinya karies gigi disebabkan oleh bakteri penyebab karies yang terdapat pada golongan streptococcus yang secara kolektif disebut streptococcus mutans. Karies gigi merupakan penyakit yang paling banyak diderita anak- anak maupun orang dewasa. Karies gigi yang tidak dirawat lambat laun akan mencapai bagian pulpa dan mengakibatkan peradangan pulpa atau pulpitis.

(12)

b) Mekanis

Pulpitis ditimbulkan oleh rangsangan yang diterima melalui struktur gigi yaitu email, kemudian diteruskan ke dentin, sampai ke hubungan pulpa-dentin yang mengandung reseptor nyeri dan akhirnya ke pulpa. Reseptor nyeri tersebut merupakan nosiseptor yang berasal dari saraf maksilaris dan mandibularis dan merupakan cabang saraf trigeminal rangsangan yang diterima akan diubah menjadi implus dan di hantarkan menuju susunan saraf pusat rangsangan.

2.4.5.2 Faktor luar adalah faktor yang disebabkan di luar dari gigi tersebut meliputi :

a) Usia

Menurut Depkes RI (2009), Usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Usia terbagi 3 jenis perhitungan yaitu: Usia kronologis, usia mental dan usia biologis. Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perawatan gigi pada anak.

Usia erat kaitannya dengan tingkat kedewasaan teknik maupun psikologis. Semakin bertambah usia seseorang maka berbanding lurus dengan pengetahuan yang dimiliki. Menurut Tarigan (2012), Pada masa pubertas terjadi perubahan hormonal yang dapat menimbulkan pembengkakan gusi, sehingga kebersihan mulut menjadi kurang terjaga. Hal ini yang menyebabkan persentase pulpitis lebih tinggi.

b) Jenis kelamin

Menurut Depkes RI (2009), kelompok atau kelas yang terbentuk dalam suatu spesies sebagai sarana atau sebagai

(13)

akibat digunakannya proses reproduksi seksual untuk mempertahankan keberlangsungan spesies itu. Jenis kelamin merupakan suatu akibat dari dimorfisme seksual, yang pada manusia dikenal menjadi laki-laki dan perempuan.

Menurut mansour (2013), jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Jenis kelamin memiliki faktor yang mempengaruhi terjadinya kejadian pulpitis, menyatakan bahwa terdapat perbedaan da laki-laki dan perempuan, anak perempuan memiliki prevalensi lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki.

Hal ini disebabkan oleh gigi perempuan erupsi pada usia yang lebih dini. Erupsi dini sangat berpengaruh pada kerentanan gigi.

Hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Dawan I menujukkan hasil dengan persentase jenis kelamin perempuan yang terkena pulpitis sebesar 63,0% sedangkan jenis kelamin laki-laki yang mengalami pulpitis sebesar 37,0%.

c) Sosial ekonomi

Sosial ekonomi adalah keadaan atau kedudukan seseorang dalam masyarakat sekelilingnya (Basrowi & Juariyah, 2010).

Menurut yoga pada penelitiannya sosial ekonomi berpengaruh pada angka kejadian pulpitis. bahwa responden dengan sosial ekonomi rendah yaitu responden dengan pendapatan dibawah UMR yang mengalami pulpitis adalah sebesar 96,3% dan responden dengan sosial ekonomi tinggi

(14)

yaitu responden dengan pendapatan diatas UMR yang mengalami pulpitis sebesar 3,7%

Tingginya prevalensi pada penduduk dengan sosial ekonomi rendah disebabkan oleh kebiasaan membersihkan mulut yang buruk, kurangnya kesadaran, asupan makanan yang tidak tepat, status keluarga dan biaya pengobatan.

d) Tingkat pendidikan

Menurut dainur (2012) pengetahuan yang diperoleh baik secara langsung maupun dari pengalaman orang lain selalu memiliki tingkatan – tingkatan seiring dengan bertambah dan berkembangnya pengetahuan itu. Dan seiring dengan oses interaksi yang berlangsung dinamis dan terus - menerus menjadikan pengetahuan yang didapat menjadi sesuatu yang akhirnya menyatu dengan individu tersebut dan sedikit banyak akan mempengaruhi pola perilaku (ferizal, 2018).

responden yang memiliki pendidikan rendah (SD) lebih tinggi mengalami pulpitis yaitu sebesar 63,0% dibandingkan dengan responden yang memiliki pendidikan tinggi (perguruan tinggi) yaitu sebesar 7,4%. Seseorang yang memiliki pengetahuan kesehatan gigi dan mulut yang baik akan mempengaruhi perilaku dalam menjaga kebersihan mulutnya. Masyarakat yang memiliki perilaku kebersihan mulut yang baik memiliki status kebersihan mulut yang baik pula. Sebaliknya, masyarakat yang pengetahuan kesehatan giginya kurang memiliki status kebersihan mulut yang buruk.

(15)

e) Jarak ke pelayanan kesehatan

faktor jarak dan waktu tempuh ke pusat pelayanan kesehatan gigi terhadap kesehatan gigi masyarakat yaitu semakin dekat jarak dan waktu tempuh ke pusat pelayanan kesehatan gigi semakin besar persentase kesehatan gigi masyarakat dan begitu juga sebaliknya, semakin jauh jarak dan waktu tempuh ke pusat pelayanan kesehatan gigi semakin buruk kesehatan gigi masyarakat pada masyarakat, kecenderungan kejadian pulpitis pada responden dengan jarak ke pelayanan kesehatan jauh lebih tinggi sebesar 70,4% dibandingkan responden dengan jarak ke pelayanan kesehatan lebih dekat yaitu sebesar 29,6%.

f) Kebiasaan

Kebiasaan Menurut kandari (2010) Tingkah laku yang dilakukan seseorang secara terus menerus. Menurut yoga dalam penelitiannya kebiasaan sangat berperan penting untuk pencegahan pulpitis pada anak usia sekolah, contohnya Kebiasaan menggosok gigi 2 kali sehari pagi dan malam hari sebelum tidur. Pada anak - anak kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung gula, yang dapat menyebabkan karies gigi yang mana kalau tidak ditangani akan menyebabkan gejala dari pulpitis yang akan parah seiring waktu.

Responden yang memiliki kebiasaan buruk lebih cenderung terkena pulpitis sebesar 66,7% dibandingkan dengan responden yang memiliki kebiasaan baik yaitu sebesar 33,3%

(16)

g) Perilaku

Menurut (Wawan & Dewi, 2011), Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi, dan tujuan baik disadari maupun tidak. Perilaku kesehatan adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman dan pelayanan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut ini mencakup mencegah atau melindungi dari penyakit dan masalah kesehatan gigi dan mulut, meningkatkan kesehatan dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah.

perilaku menjaga kesehatan gigi dan mulut lebih cenderung pada perilaku yang buruk sebesar 85,2% daripada perilaku yang baik yaitu sebesar 14,8%. keterkaitan antara kejadian pulpitis berdasarkan perilaku menjaga kesehatan.

h) Asupan nutrisi

Nutrisi baik yang sering dikonsumsi akan membuat tubuh sehat dan juga akan menjaga kesehatan mulut, sehingga akan melindungi mulut dari bakteri yang dapat merusak kesehatan mulut. Nutrisi yang baik meliputi makan makanan yang sehat seperti buah, permen mengandung xylitol, berkumur dengan pembersih mulut dan mengkonsumsi vitamin. Vitamin merupakan salah satu nutrisi yang dapat menjaga kesehatan mulut.

Menurut yoga dalam penelitiannya kecenderungan kejadian pulpitis pada responden dengan asupan nutrisi yang kurang

(17)

yaitu 100% dibandingkan dengan responden dengan asupan nutrisi yang baik sebesar 0%.

2.4.6 Pencegahan Untuk pulpitis

Perawatan gigi merupakan usaha untuk mencegah kerusakan gigi dan penyakit gusi. Perawatan gigi sangat penting dilakukan karena dapat menyebabkan rasa sakit pada anak, infeksi, bahkan malnutrisi. Gigi yang sehat adalah gigi yang bersih tanpa ada lubang atau penyakit gigi lainnya. Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan (Kemenkes, 2012):

2.4.6.1 Pemeriksaan gigi dan mulut

Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut harus dilakukan secara berkala, baik pada saat merasa sakit maupun pada saat tidak ada keluhan Penting untuk diingat bahwa sebaiknya perawatan gigi dan mulut dilakukan sampai tuntas, walaupun sudah tidak ada rasa sakit. Misalnya dalam keadaan sakit berdenyut atau bengkak, dokter akan memberi obat untuk meredakan rasa sakit.

2.4.6.2 Cara sikat gigi dengan benar

Menyikat gigi yang baik dan benar adalah menyikat gigi yang dilakukan dengan menggunakan cara yang dapat membersihkan seluruh permukaan gigi tanpa mencederai jaringan lunak dalam mulut serta dilakukan secara berurutan dari satu sisi ke sisi yang lainnya secara teratur. Adapun frekuensi dan waktu menyikat gigi sebaiknya dilakukan paling sedikit dua kali sehari, pagi setengah jam setelah sarapan dan malam sebelum tidur.

Cara menyikat gigi:

a. Untuk membersihkan gigi bagian depan atas (digerakkan dari atas ke bawah, gerakan sikat dengan arah ke atas ke bawah atau memutar).

b. Untuk membersihkan gigi bagian samping, gerakan sikat dengan arah ke atas ke bawah atau memutar.

(18)

c. Gerakan ke depan ke belakang dapat dilakukan untuk membersihkan bagian pengunyahan gigi.

d. Bagian dalam dan belakang gigi dapat dibersihkan dengan cara menggerakkan sikat ke atas ke bawah.

Gambar 2.4.6.2 : cara menyikat gigi, PDGI (2015).

2.4.6.3 Mengurangi konsumsi makanan dan minuman yang dapat memicu terjadinya gigi berlubang seperti permen, kue, dan minuman bersoda.

2.4.6.4 Hindari makanan yang terlalu panas atau dingin.

2.4.6.5 Memilih sikat gigi yang sesuai dengan umur.

Gambar 2.4.6.5 : jenis sikat gigi, PDGI (2015).

(19)

2.5 Anak Usia Sekolah

2.5.1 Karakteristik Anak Usia Sekolah

Anak usia sekolah merupakan anak dengan usia 6 sampai 12 tahun.

Pada usia ini anak mulai mengembangkan kemampuan berpikir secara logis. Ia juga mulai melihat hubunganantar informasi yang ia miliki dalam kaitan yang lebih kompleks (Dian, 2013).

Secara relatif, pada masa ini anak-anak lebih mudah dibimbing daripada masa sebelum dan sesudahnya. Terdapat dua fase dalam masa usia sekolah dasar yaitu masa usia 6 atau 7 tahun sampai 9 atau 10 tahun dan masa usia 9 atau 10 tahun sampai umur 12 atau 13 tahun. Masa usia 6 atau 7 tahun sampai 9 atau 10 tahun sekolah dasar memiliki sifat anak yaitu adanya hubungan keadaan jasmani dengan prestasi (apabila keadaan jasmani sehat maka prestasi yang didapatkan akan banyak), cenderung untuk memuji diri sendiri, suka membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain, apabila tidak dapat menyelesaikan suatu masalah, maka masalah tersebut dianggap tidak penting (Yusuf, 2011).

Masa usia 9 atau 10 tahun sampai umur 12 atau 13 tahun sekolah dasar pada anak memiliki sifat khas yaitu anak dapat menghadapi tugas- tugasnya dengan baik dan berusaha untuk menyelesaikannya, amat realistik, ingin mengetahui, dan ingin belajar (Yusuf, 2011).

2.5.2 Tahapan Perkembangan Anak

Tahapan perkembangan anak (Yusuf, 2011) dalam pendekatan perkembangan kognitif menurut model Piaget, yaitu :

2.5.2.1 Sensorimotor (0-2 tahun)

Pengetahuan anak didapat dari interaksi fisik, baik dari orangtua atau objek (benda). Interaksi masih berbentuk reflek-reflek sederhana, seperti menggenggam, memukul, menghisap, dan mengikuti objek yang bergerak dengan mata.

(20)

2.5.2.2 Praoperasional (2-6 tahun)

Anak sudah memberi pengertian suatu objek, anak mampu untuk mengikuti atau menirukan tingkah laku objek yang dilihatnya, anak masih memperhatikan objek yang dilihatnya dari perspektif atau pendapatnya sendiri namun tidak memperhatikan perspektif atau pandangan yang berbeda, perasaan dan pandangan masih berpusat pada diri sendiri (egosentrisme).

2.5.2.3 Operasional konkret (6-11 tahun)

Anak sudah mampu memperhatikan suatu objek dari perspektif atau pandangan yang berbeda dan dapat menghubungkan suatu objek satu sama lain.Anak sudah dapat mengatur atau mengklasifikasikan suatu objek secara konkrit.

2.5.2.4 Operasional formal (11 tahun sampai dewasa)

Anak usia 11 tahun atau lebih (remaja) tidak membedakan antara situasi yang dipikirkannya sendiri dengan yang dipikirkan orang lain, remaja pada tahap ini cenderung memikirkan atau memperhatikan pendapat orang lain terhadap dirinya dan ingin menjadi pusat perhatian.

2.5.3 Tugas Perkembangan Usia Sekolah

Menurut Yusuf (2011), tugas perkembangan pada masa sekolah (6- 12 tahun), yaitu :

2.5.3.1 Belajar mendapatkan keterampilan fisik yang berupa penguasaan otot untuk melakukan kegiatan/ permainan, dalam pertumbuhan fisik dan otak, anak belajar dan melakukan kegiatan olahraga seperti berlari dan melakukan senam pagi, serta dapat melakukan permainan ringan (sepakbola, loncat tali, berenang, dll).

(21)

2.5.3.2 Belajar membuat perilaku yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis, seperti mengembangkan kebiasaan untuk memelihara badan (kebersihan, keselamatan diri, dan kesehatan), membedakan sikap positif terhadap jenis kelaminnya (laki-laki atau perempuan) dan juga menerima dirinya (rupa wajah maupun postur tubuh) secara positif.

2.5.3.3 Belajar bergaul dengan teman-teman sebaya untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru.

2.5.3.4 Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya.

2.5.3.5 Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung.

2.5.3.6 Belajar mengembangkan konsep sehari-hari, yakni dapat mengingat sesuatu dengan panca indera mengenai pengamatan yang telah lalu. Bertambahnya pengalaman dan pengetahuan, maka semakin tambah pula konsep yang diperoleh.

2.5.3.7 Mengembangkan kata hati, yakni mengembangkan sikap dan perasaan yang berhubungan dengan norma-norma agama. Tugas perkembangan ini berhubungan dengan masalah benar-salah, boleh-tidak boleh, seperti jujur itu baik, bohong itu buruk, dll.

2.5.3.8 Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi, dapat menjadi orang yang berdiri sendiri (membuat rencana, berbuat untuk masa sekarang dan masa yang akan datang), bebas dari pengaruh orangtua dan orang lain.

2.5.3.9 Mengembangkan sifat yang positif terhadap kelompok sosial dan lembaga-lembaga, dapat mengembangkan sikap sosial yang demokratis dan menghargai hak orang lain, seperti mengembangkan sikap tolong-menolong, sikap tenggang rasa, bersedia bekerjasama dengan orang lain, toleransi terhadap pendapat orang lain, dan menghargai hak orang lain.

(22)

2.6 Kerangka Teori

Diagnosa Medis : 1. Reversibel 2. Ireversibel Tanda gejala:

1. Rasa sakit tumpul atau tajam 2. Rasa sakit terasa lama atau

singkat

3. Sensitiv terhadap perubahan suhu

Faktor berdasarkan etiologi :

1. Faktor Bakteri 2. Faktor Iatrogenik 3. Faktor Trauma 4. Faktor Idiopatik Pulpitis

Pencegahan:

1. Pemeriksaan gigi dan mulut 2. Cara menyikat gigi dengan benar 3. Mengurangi konsumsi makanan

dan minuman yang dapat memicu gigi berlubang seperti : coklat, permen

4. Hindari makanan yang terlalu panas atau dingin

5. memilih sikat gigi yang sesuai dengan umur

(23)

2.7 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan landasan terori dan permasalahan yang ada, maka disusunlah kerangka kosep penelitian:

Variabel independen Variabel dependent

Keterangan :

= Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti

2.8 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ada faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pulpitis pada anak usia sekolah di klinik gigi Puskesmas Mabu’un Kabupaten Tabalong, sebagai berikut :

2.8.1 Ada hubungan jenis kelamin dengan jenis pulpitis.

2.8.2 Ada hubungan kebiasaan menggosok gigi dengan jenis pulpitis.

2.8.3 Ada hubungan perilaku menjaga kesehatan gigi dan mulut dengan jenis pulpitis.

Faktor luar:

1. Jenis kelamin 2. Kebiasaan

menggosok gigi 3. Perilaku menjaga

kesehatan gigi 4. ras

5. usia

6. sosial ekonomi, 7. tingkat pendidikan 8. jarak ke pelayanan

kesehatan 9. asupan nutrisi

Faktor dalam : 1. Karies 2. Mekanis 3. Kimiawi

Kejadian pulpitis pada anak usia sekolah

Gambar

Gambar 2.4.4.1 : pulpitis reversibel, Kemenkes (2012).
Gambar 2.4.6.2 : cara menyikat gigi, PDGI (2015).

Referensi

Dokumen terkait

Menurut standard definition for childhood injury research perilaku kekerasan adalah perilaku terhadap orang lain, yang menyimpang dari norma tingkah laku yang mempunyai

Tingkah laku negative yang muncul ketika seseorang mengalami stres pada aspek gejala tingkah laku adalah mudah menyalahkan orang lain dan mencari kesalahan orang

Menurut Malau (2017:217), perilaku konsumen merupakan tingkah laku tentang individu, kelompok, ataupun organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan membuang produk, jasa,

Banyak sekali penemuan para ahli sosiolog dan ahli gerontologi menyatakan bahwa faktor sosial sangat berperan terhadap proses terjadinya tingkah laku atau perbuatan seseorang yang

Senyawa ini diproduksi untuk mempertahankan diri dari habitatnya, produksinya hanya dalam jumlah sedikit tidak terus-menerus dan tidak berperan penting dalam proses

dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketenteraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini menurut Herzberg merupakan kebutuhan yang berlangsung terus-menerus,

Ukuran disiplin kerja karyawan yang lain adalah melihat pada tingkah laku karyawan, atau yang lebih tepat disebut dengan moral kerja karyawan, sebab tingkah laku

Adapun kategori pengisian opsi jawaban adalah sebagai berikut Firdaus, 2021 : 4 Selalu : terus menerus, tidak pernah tidak 3 Sering : kerap kali dilakukan, tidak secara teru- menerus