• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II ZAKAT DALAM ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II ZAKAT DALAM ISLAM"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

ZAKAT DALAM ISLAM

A. Pengertian Zakat dan Dasar Hukumnya

Secara etimologi (bahasa), zakat berasal dari kata “zakaa” yang artinya

“tumbuh berkembang, bersih dan terpuji.1 Adapun pengertian zakat secara terminology (istilah) adalah sebagai berikut:

1. Dalam ensiklopedi al-Qu‟ran disebutkan

Menurut istilah hukum Islam, zakat itu maksudnya mengeluarkan sebagian harta, di berikan kepada yang berhak menerimanya, supaya harta yang tinggal menjadi bersih dan orang-orang yang memperoleh harta menjadi suci jiwa dan tingkah lakunya.2

Mengeluarkan zakat adalah perintah (kewajiban). Penggunaan Fill

„Amr dalam kata „Athu jelas menunjukkan arti perintah seperti dalam ayat- ayat al-Qur‟an:

a. surat al-Baqarah, ayat: 43 dan 83

















Artinya: “dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.”

…























Artinya: “... dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.”

1 H. Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia,( Jakarta: Djambatan, 1992), 1003

2 H. Fahruddin Hs, Ensiklopedia Al-Qu’ran, cet. I, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), 618

(2)

b. Surat al-Ahzab ayat: 33





































Artinya: “… dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih- bersihnya.”

c. Surat al-Hajj ayat: 22



























Artinya: “… Maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka Dialah Sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong.”

Maka mengeluarkan zakat berarti mentaati perintah. Di dalamnya terkandung makna kepatuhan dan kepasrahan total kepada Allah. Di samping itu juga, sesuai dengan ajaran Nabi Ibrahim, berzakat juga berarti bertauhid, mengesakan Allah dengan tidak mencintai selain dari pada Allah dan tidak mengaitkan hati selain kepada Allah. Orang tersebut tidak cinta dunia (harta).

2. Zakat Menurut Undang-Undang.

Pengertian zakat menurut Undang-Undang zakat RI No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat bab I pasal 1 ayat 2, Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.3

3 Undang-Undang Zakat RI No23, 2011.

(3)

3. Zakat Menurut Para Ulama Madhab

Beberapa definisi zakat yang di kemukakan „ulama madhab adalah;

pertama, „Ulama Madhab Maliki mendefinisikannya dengan “mengeluarkan bagian tertentu dari harta tertentu yang telah mencapai satu nisab bagi orang yang berhak menerimanya, dengan ketentuan harta itu milik sempurna, telah haul, dan bukan merupakan barang tambang”4. Definisi ini hanya untuk zakat mal, tidak mencakup pengertian zakat fitrah.

Kedua; „Ulama madhab Hanafi mendefinisikannya dengan “pemilikan bagian tertentu dari harta tertentu yang di miliki seseorang berdasarkan ketetapan Allah”. Definisi ini hanya untuk zakat harta, karena pengertian harta tertentu di maksudkan sebagai harta yang telah mencapai nisab.

Ketiga; „Ulama Madhab Syafi‟i mendefinisikannya dengan “sesuatu yang dikeluarkan dari harta atau jiwa dengan cara tertentu”. Dalam definisi ulama madhab Syafi‟i bahwa zakat yang dimaksudkan adalah zakat harta dan zakat fitrah.

Keempat; „Ulama Madhab Hanbali mendefinisikannya dengan “hak wajib pada harta tertentu bagi kelompok orang tertentu pada waktu yang tertentu pula.” Definisi ini hanya mencakup zakat harta saja, tidak termasuk zakat fitrah, karena ungkapan “harta tertentu” mengandung pengertian bahwa harta itu telah mencapai satu nisab, sedangakan satu nisab adalah salah satu syarat wajib zakat harta.

Itulah zakat yang artinya peningkatan, pertumbuhan karena ia mengantarkan kepada peningkatan kesejahteraan di dunia dan pertambahan pahala di akhirat. Dan diartikan suci karena mensucikan pelakunya dari dosa- dosa. Dari pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa zakat adalah sesuatu yang di keluarkan dari harta atau jiwa dengan pemilikan penuh, diberikan kepada yang berhak menerimanya yang telah mencapai nisab dan haul yang di

4 Wahbah al-Zuhayly, Al-Fiqh al-Islami wa adillatuhu, Juz II,( Beirut Dar al-Fikr, t.th), 730

(4)

keluarkan menurut syarat-syarat yang telah ditentukan dengan tujuan untuk membersihkan harta yang dimilikinya.

Adapun menurut penulis sendiri zakat itu, pemberian sebagian harta kekayaan yang dimiliki seseorang karena adanya kelebihan dari yang dibutuhkan, untuk menyucikan kekayaan yang dimilikinya.

Hubungan antara makna zakat secara bahasa dan istilah ini berkaitan erat sekali, yaitu bahwa setiap harta yang sudah dikeluarkan zakatnya akan menjadi suci, bersih, baik, berkah, tumbuh dan berkembang. Firman Allah SWT dalam al-Qur‟an surat al-Taubah ayat: 103;



































Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.

Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.

B. Istilah Lain Zakat Dalam Al-Qur’an

Selain kata zakat, ada juga kata lain yang dipergunakan dalam al-Qur‟an, tetapi maksud sesungguhnya adalah zakat, kata tersebut di antaranya:

1. Sadaqah

Sadaqah atau sedekah adalah pemberian suka rela yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, terutama kepada orang-orang miskin. Setiap kesempatan terbuka yang tidak ditentukan baik jenis, jumlah maupun waktunya.5 Pengertian sedekah sama dengan pengertian infak, termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuan. Hanya saja, jika infak berkaitan dengan

5 Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Wakaf, Cet. I,( Jakarta: UI Press, 1988), 23

(5)

materi. Sedekah memiliki arti luas, menyangkut hal yang bersifat non material. Firman Allah SWT surat al-Taubah ayat 79 :











































Artinya; “(Orang-orang munafik) yaitu orang-orang yang mencela orang- orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih”.6

2. Infak

Infak adalah pengeluaran sukarela yang di lakukan seseorang, setiap kali memperoleh rezeki, sebanyak yang di kehendakinya sendiri.7 Adapun kata infak, kadangkala juga dimaksudkan zakat sebagaimana firman Allah SWT:





























































Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (QS. al- Baqarah : 267)

6 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,( Semarang : Toha Putra, 1989), 292

7 Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Wakaf, Cet. I, (Jakarta: UI Press, 1988), 23

(6)

Kata infak kalau tidak mengandung arti zakat maka menurut terminologi syari‟at berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan atau penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam.

Jika zakat ada nisabnya, infak tidak mengenal nisab. Infak dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia di saat lapang maupun sempit dalam al-Qur‟an disbutkan:





























Artinya: “Orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun sempit”. (ali „Imran : 134)

Jika zakat harus di berikan kepada mustahiq tertentu, maka infak boleh diberikan kepada siapapun juga, misalnya untuk kedua orang tua, anak yatim dan sebagainya.

Yang perlu diperhatikan bahwa zakat merupakan salah satu ketetapan Tuhan menyangkut harta, demikian pula sadaqah dan infak. Karena Allah SWT, menjadikan harta benda sebagai sarana kehidupan untuk umat manusia seluruhnya maka ia harus diarahkan guna kepentingan bersama.20 Oleh karenanya bila seseorang telah menunaikan kewajiban zakat tetapi masih memiliki kelebihan harta, sangat dianjurkan sekali untuk berinfak atau bersedekah.

Dari uraian zakat, sadaqah dan infak di atas, bahwa antara ketiganya ada unsur kesamaan, yaitu sama-sama ditekankan Allah untuk di laksanakan oleh umat muslim. Perbedaannya terletak, bahwa zakat adalah ibadah wajib, mempunyai fungsi yang jelas untuk menyucikan atau membesihkan harta dan jiwa pemberinya. Sedangkan sadaqah dan infak adalah ibadah sunnah, bukan merupakan suatu kewajiban, sifatnya sukarela dan tidak terikat pada syarat- syarat tertentu dalam pengeluarannya baik mengenai jumlah, waktu dan

(7)

kadarnya. Jika zakat di atur sedemikian rupa, baik menyangkut siapa yang mengeluarkan, apa yang di keluarkan, dan kapan mengeluarkannya, berbeda dengan shadaqah dan infak yang tidak diatur dengan ketat. Mengenai sadaqah dan infak, dari segi hukum keduanya sama-sama sunnah, tetapi jika di lihat dari macam apa yang diberikan, nampak bahwa infak lebih di tekankan pada aspek maliah, sedangkan sadaqah berupa apa saja.8

C. Syarat dan Rukun Zakat

Keadilan yang di ajarkan oleh Islam dan prinsip-prinsip keinginan yang terdapat di dalam ajaran tidak mungkin akan membebani orang-orang yang terkena kewajiban itu melaksanakan sesuatu yang tidak mampu di laksanakan dan menjatuhkannya kedalam kesulitan yang oleh Tuhan sendiri tidak di inginkannya.

Oleh karena itu mestilah diberi batasan tentang sifat kekayaan. Syarat orang yang wajib berzakat yaitu: Muslim, Merdeka, Baligh dan berakal. Menurut para ahli hukum Islam, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kewajiban zakat dapat di bebankan pada harta yang di miliki oleh seorang muslim, syarat-syarat itu adalah:9

1. Milik penuh (sempurna), artinya harta itu dibawah kekuasaan orang yang wajib zakat atau yang berada di tangannya, tidak tersangkut di dalamnya hak orang lain.

2. Harta itu berkembang, artinya berkembang baik secara alami berdasarkan sunnatullah maupun bertambah karena usaha manusia.

3. Melebihi kebutuhan pokok, artinya harta yang di miliki oleh seseorang itu melebihi kebutuhan pokok yang diperlukan oleh diri dan keluarga.

4. Bersih dari hutang, artinya harta yang di miliki oleh seseorang itu bersih dari hutang.

8 Saifudin Zuhri, Zakat Kontekstual, Cet. I, (Semarang: Bima Sakti, 2000), 23

9 Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam zakat dan Wakaf, cet. I, (Jakarta : UI Press, 1988), 41

(8)

5. Mencapai nisab, artinya harus mencapai jumlah minimal yang wajib di keluarkan zakatnya.

6. Mencapai haul, artinya harus mencapai waktu tertentu.

Adapun persyaratan harta menjadi sumber atau obyek zakat adalah sebagai berikut:

1. Harta tersebut harus di dapatkan dengan cara baik dan yang halal.

Artinya bahwa harta yang haram, baik substansi bendanya maupun cara mendapatkannya, jelas tidak dapat dikenakan kewajiban zakat karena Allah SWT tidak akan menerimanya. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 267:





























































Artinya; “Hai orang-orang yang beriman nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya.

Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya Lagi Maha Terpuji.”

Kemudina dalam Surat al-Nisa‟ ayat: 29 juga dijelaskan:

















































(9)

Artinya: “Hari orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu suka membunuh, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang Kepadamu.”

(QS. An-Nisa‟ : 29)

Harta tersebut berkembang atau berpotensi untuk di kembangkan, seperti melalui kegiatan usaha, perdagangan, melalui pembelian saham, atau ditabungkan, baik dilakukan sendiri maupun bersama orang atau pihak lain, harta yang tidak berkembang atau tidak berpotensi untuk berkembang, maka tidak di kenakan kewajiban zakat.10

Maksud berkembang disini menurut terminologi berarti “tambah” sedangkan menurut (istilah) maknanya terbagi dua, yakni; bertambah secara kongkrit akibat pembiakan seperti perdagangan dan sejenisnya. Dan bertambah tidak secara kongkrit dimana kekayaan itu sama-sama berpotensi berkembang (baik berada ditangannya maupun ditangan orang lain), tetapi atas namanya.11

Syarat ini sesungguhnya mendorong setiap muslim untuk memproduktifkan harta yang di milikinya. Harta yang di produktifkan akan selalu berkembang dari waktu ke waktu. Hal ini sejalan dengan salah satu makna zakat secara bahasa, yaitu al-Nama’ berkembang dan bertambah.12

2. Milik penuh, artinya harta tersebut berada di bawah kontrol dan dalam kekuasaan pemiliknya. Di dalamnya tidak tersangkut dengan hak orang lain dan ia dapat menikmatinya.

Adapun yang menjadi alasan penetapan syarat ini, dalam penetapan pemiliknya yang jelas (misalnya harta kamu atau harta mereka) dalam

10 Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, Cet. I,( Jakarta : Gema Insani, 2002), 20 – 22

11 Yusuf al-Qardawy, Hukum Zakat,( Bandung : Mizan, 1996), 138

12 Didin Hafidhuddin, 23

(10)

berbagai pendapat dalam ayat al-Qur‟an dan al-Hadith Nabi yang berkaitan dengan zakat. Misalnya firman Allah dalam surat al-Ma‟arij ayat: 24-25:



















Artinya: “Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)”.

3. Harta tersebut menurut pendapat Jumhur „ulama harus mencapai nisab, yaitu jumlah minimal yang menyebabkan terkena kewajiban zakat. Contohnya nisab zakat emas adalah 85 gram nisab zakat hewan ternak kambing adalah 40 ekor dan sebagainya.

4. Sumber-sumber zakat tertentu, seperti perdagangan, peternakan, emas dan perak, harus sudah berada atau di miliki ataupun di usahakan oleh muzakki dalam tenggang waktu satu tahun. Contohnya tenggang waktu dengan 1422 H. Inilah yang disebut dengan persyaratan al-haul.

5. Sebagian „ulama Hanafi mensyaratkan kewajiban zakat setelah terpenuhi kebutuhan pokok atau dengan kata lain, zakat di keluarkan setelah terdapat kelebihan dari sandang, pangan, papan. Mereka berpendapat bahwa yang di maksud dengan kebutuhan pokok adalah kebutuhan yang jika tidak dipenuhi akan mengakibatkan kerusakan dan kesengsaraan dalam hidup.

Adapun yang menjadi alasannya adalah firman Allah Swt, dalam surat al- Baqarah:























































Artinya: “… Dan mereka bertanya kepadamu, apa yang akan mereka nafkahkan, katakanlah yang lebih dari keperluan…” (QS. al-Baqarah : 219).

(11)

Jenis harta yang wajib di zakatkan yang di sebutkan dalam nas secara tegas, menurut para Ahli fiqih yaitu: Emas dan perak, perhiasan, zakat barang dagang, zakat hasil pertanian, zakat barang tambang dan harta terpendam.

Adapun orang yang mengeluarkan zakat adalah: muslim, merdeka, baligh dan berakal.13 Dan orang-orang yang berhak menerima zakat menurut firman Allah dalam surat al-Taubah ayat 60 ada 8 golongan yang















































Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang di wajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. al-Taubah: 60)

Rukun zakat adalah mengeluarkan sebagian dari (nisab) harta, dengan melepaskan kepemilikan terhadapnya, menjadikannya sebagai milik orang fakir dan menyerahkannya kepadanya atau harta tersebut di serahkan kepada wakilnya; yakni imam atau orang yang bertugas memungut zakat.14

D. Macam-macam Zakat

13 Abdul Aziz Dahlan, et. al., Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, Cet. I, 1996), 1987

14 Wahbah al-Zauhayly, Zakat Kajian berbagai Madhab, Penerjemah Agus Effendi dan Bahruddin Fannany,( Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 1995), 97 – 98

(12)

Para Fuqoha menetapkan dan menyebutkan jenis-jenis harta kekayaan yang wajib di zakati dan berikut nishab, kadar dan presentasi zakatnya, antara lain:

1. Barang Tambang

Kewajiban membayar zakat emas dan perak melalui syarat-syarat yang berlaku bagi keduanya, baik berupa logam cair maupun gumpalan. Pengertian harta kekayaan yang berupa mas dan perak wajib dizakati bila sampai satu nishab, yaitu 20 dinar yang menurut perhitungan jumhur fuqoha sama dengan 91 23/25 gram atau dibulatkan menjadi 92 gram. Zakatnya sebanyak 2 1/2 persen atau 1/40 dari jumlah harta tersebut dengan syarat telah berlalu selam satu tahun dimilikinya.

Mengingat alat tukar atau alat bayar kebanyakan diperankan oleh uang, maka jika harta kekayaannya dalam bentuk uang kertas dan mata uang lainnya dikenakan wajib zakat. Dalam hal ini tentu jka sampai satu nishab dan presentasi zakatnya yaitu disamakan dengan emas yaitu 20 dinar, dengan zakatnya 2,5 persen.15

2. Harta Perniagaan

Harta perniagaan adalah segala harta kekayaan yang dipersiapkan untuk diperdagangkan, Para fuqoha telah sepakat menetapkan bahwa kewajiban zakat atas harta perniagaan. Zakat perniagaan dikiaskan kepada harta emas dan perak karena nishabnya diperhitugkan dengan nilai, maka zakatnya dikeluarkan dalam bentuk nilai, dengan dasar pemikiran bahwa tujuan utama dari zakat ialah untuk menutupi kebutuhan orang-orang fakir miskin. Oleh karena itu tidak mesti dengan benda-benda yang diperhitungkan nishabnya.16 3. Zakat Hewan

15 Jalaluddin Rahmad. 2000. Islam Aktual.( Bandung: Mizan), 190

16 Jalaluddin Rahmad. 2000. Islam Aktual.( Bandung: Mizan.) , 191

(13)

Muhammad Kamil, 17 mengatakan menurut jumhur Ulama, syarat bagi dikenakan zakat bagi hewan adalah setelah mencapai nishab dan haulnya serta digembalakan (dikembang biakkan). Secara jelas mengkhususkan bagi binatang yang digembalakan, artinya binatang tersebut dicarikan makanan dari pengembala. Dari ketentuan-ketentuan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut;

a. Nishab dan Zakat Sapi dan Kerbau Kambing

Nisab Zakatnya Umur

30 – 39

40 – 59

60 – 69

70 - …

1 ekor anak sapi atau 1 ekor kerbau

1 ekor anak sapi atau 1 ekor kerbau

2 ekor anak sapi atau 1 ekor kerbau

1 ekor anak sapi atau 1 ekor kerbau

2 tahun lebih

2 tahun lebih

1 tahun lebih

2 tahun lebih

b. Nishab dan Zakat Kambing

Nisab Zakatnya Umur

40 – 120

120 – 200

201 – 399

1 ekor kambing betina atau 1 ekor domba betina

2 ekor kambing betina atau 2 ekor domba betina

2 tahun lebih 1 tahun lebih

2 tahun lebih 1 tahun lebih

17 Muhammad Kamil. 2002. Sosial Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), 286

(14)

400 - …

3 ekor kambing betina atau 3 ekor domba betina

4 ekor kambing betina atau 4 ekor domba betina

2 tahun lebih 1 tahun lebih

2 tahun lebih 1 tahun lebih

c. Zakat Makanan dan Tumbuh-tumbuhan

Wahbah al- Zuhaily,18 mengatakan bahwa zakat tanaman dan yang tumbuh dari tanah, para fuqaha mempunyai dua pendapat. Pertama, zakat yang wajib dikeluarkan dari tanaman yang tumbuh dari bumi, baik dalam jumlah sedikit maupun banyak / kayu bakar, rumput, bambu, pelepah pohon kurma, tangkai pohon dan setiap tanaman yang tumbuh tidak dikehendaki. Tetapi tanaman-tanaman yang tumbuh dan dipelihara oleh manusia wajib dikeluarkan zakatnya, yaitu 1/10 kewajban zakat. Kedua, zakat tanaman dan buah-buahan hukumnya tidak wajib kecuali tanaman dan buah-buahan yang mengenyangkan, bisa disimpan, bisa dikeringkan, bertahan lama, dan bisa ditakar.

E. Sistem Pendistribusian Zakat

Secara formal, pendistribusian zakat langsung di atur oleh Allah SWT.

sendiri, tidak memberikan kesempatan kepada Nabi dan ijtihad para Mujtahid untuk mendistribusikannya. Dalam ayat al Qur'an yang menerangkan tentang zakat ditemukan kata-kata yang menunjukkan adanya perintah untuk memungut

18 Wahbah Al-Zuhaili. 1997. al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuh,( Bairut: Dar al-Fikr), 186-187

(15)

zakat. Dalam hal ini tentunya orang yang mempunyai kewenangan lah yang dapat melakukannya, yaitu para penguasa. Bahkan, terhadap mereka yang enggan membayar zakat, para penguasa dapat mengambilnya dengan menggunakan kekerasan.19 Dan untuk keperluan menghimpun zakat ini, hendaklah para penguasa membentuk badan 'amalah atau petugas zakat. Oleh petugas-petugas zakat inilah kemudian zakat yang telah di ambil dari para muzakki dibagikan kepada yang berhak menerimanya. Dan kepada siapa saja zakat itu diberikan secara jelas telah di atur dalam Surat Al Taubah:















































Artinya: "Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk orang-orang yang berhutang, para budak, untuk jalan Allah dan orang-orang yang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana". (Q.S. At-taubah ayat 60)

Sesuai dengan prinsip yang di atur dalam Surat al- Taubah ayat 60, ulama' sepakat bahwa distribusi zakat hanya diperuntukkan kepada delapan asnaf, tidak untuk yang lain. Delapan asnaf itu adalah:

1. Fakir dan Miskin yaitu; orang yang sama sekali tidak punya pekerjaan, atau mempunyai pekerjaan akan tetapi penghasilanya sangat kecil, sehingga tidak cukup untuk memenuhi setengah dari kebutuhannya. Sedangkan yang di maksud dengan miskin adalah orang yang mempunyai kekayaan yang melebihi dari kekayaan orang fakir, yaitu orang yang mempunyai pekerjaan

19 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shidieqy, Pedoman Zakat,(Semarang: Pustaka Rizki

Putra, Cet.III, 1999), 57

(16)

dan penghasilaan yang hanya bisa menutupi setengah lebih sedikit dari kebutuhnya.20 Jumhur ulama' sepakat, bahwa fakir dan miskin itu sama saja.

Dalam artian, bahwa fakir dan miskin sama-sama tidak dapat memenuhi kebutuhan.21

2. Amil adalah para pekerja yang telah diserahi oleh penguasa atau penggantinya untuk mengambil harta zakat, mengumpulkan, menjaga dan memindah- mindahkannya. Sehingga termasuk dalam hal ini adalah petugas keamanan, sekretaris, petugas keamanan, penimbang, tukang hitung dan perangkat lainnya yang dibutuhkan untuk pengumpulan dan pembagian zakat.22

3. Muallaf adalah, mereka yang perlu ditarik simpatinya kepada Islam, atau mereka yang dimantapkan hatinya di dalam Islam, juga mereka yang perlu dikhawatirkan berbuat jahat terhadap orang Islam dan mereka yang diharap akan membela Islam.23

4. Riqab adalah mereka yang masih dalam perbudakan, dan yang dimaksud dalam ayat 60 dari surat al Taubah "segala mereka yang hendak melepaskan dirinya dari ikatan riqab atau perbudakan".24

5. Gharim adalah mereka yang mempunyai hutang, tak dapat lagi membayar hutangnya, karena telah jatuh fakir. Termasuk kedalamnya mereka yang berhutang untuk kemaslahatan sendiri, mereka yang berhutang untuk kemaslahatan umum, dan kemaslahataan-kemaslahatan bersama yang lain.25 6. Sabilillah, Menurut Syaikh Ahmad Mustafa Al-Maraghi yang di maksud

dengan sabilillah adalah sarana untuk menuju keridlaan Allah dan pahala-

20 Muhammad Abdul Qadir Abu Faris, Kajian Kritis Pendayagunaan Zk, terj. Said Agil Husin Al Munawar,( Semarang : Dina Utama, t.t), 1

21 Saifudin Zuhri, Zakat Kontekstual,(Semarang : Bima Sejati, 2000), 57

22 Saifudin Zuhri, Zakat Kontekstual,(Semarang : Bima Sejati, 2000), 61

23 Teungku Muhammad Hasbi As-Shiddieqy, 179

24 Teungku Muhammad Hasbi As-Shiddieqy, 183

25 Teungku Muhammad Hasbi As-Shiddieqy, 185

(17)

Nya. Hal ini mengandung pengertian semua kepentingan bagi umat Islam secara umum yang bertujuan untuk menegakkan agama dan negara."26

7. Ibnu sabil adalah orang yang terhenti dalam perjalananya. Mereka tidak mempunyai harta lagi untuk memenuhi kebutuhanya dan kebutuhan keluarga yang sedang bepergian bersamanya. Mereka itu diberi bagian harta zakat untuk memenuhi kebutuhan dalam perjalananya, walaupun pada dasarnya di daerah asal mereka termasuk orang kaya.27

Dari uraian tersebut, apakah zakat wajib dibagikan kepada 8 kelompok tersebut atau boleh dibagikan kepada salah satu atau beberapa kelompok saja.

menurut madzhab Syafi'i; jika pada suatu tempat 8 kelompok tersebut ada, maka zakat wajib dikeluarkan kepada delapan kelompok tersebut, namun jika hanya ada beberapa saja diantaranya, misalnya yang ada hanya kelompok faqir, miskin, sabilillah, maka zakat harus diberikan kepada kelompok yang ada tersebut.

Sedangkan menurut jumhur (Hanafi, Maliki dan Hambali) zakat boleh dibagikan hanya kepada salah satu kelompok dari delapan kelompok penerima zakat, walaupun masih ada kelompok penerima zakat yang lain.28

F. Tujuan dan Hikmah Zakat

Segala sesuatu yang telah menjadi hukum-hukum Allah tentunya tidak lepas dari tujuan dan hikmah yang terkandung didalamnya, begitu juga dengan zakat yang merupakan salah satu rukun Islam yang keempat tentunya mempunyai tujuan dan hikmah-hikmah yang mendalam bagi kehidupan manusia yang mendambakan kesejahteraan lahir batin. Yang di maksud dengan tujuan zakat adalah sasaran

26 Muhammad Abdul Qadir Abu Faris, Kajian Kritis Pendayagunaan Zk, terj. Said Agil Husin Al Munawar, (Semarang : Dina Utama, t.t), 47

27Muhammad Abdul Qadir Abu Faris, Kajian Kritis Pendayagunaan Zk, terj. Said Agil Husin Al Munawar,( Semarang : Dina Utama, t.t.), 21

28 Wahbah Al- Zuhaily, 278-279

(18)

praktisnya. Dalam hal ini, menurut Syaifuddin Zuhri, tujuan zakat adalah untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.29

Adapun secara terperinci Daud Ali menjelaskannya sebagai berikut:30

1. Mengangkat derajat fakir-miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup serta penderitaan;

2. Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh para gharimin, ibnu sabil, dan mustahiq lainnya;

3. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam dan manusia pada umumnya;

4. Menghilangkan sifat kikir dan atau loba pemilik harta;

5. Membersihkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati orang-orang miskin;

6. Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin dalam suatu masyarakat;

7. Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang, terutama pada mereka yang mempunyai harta;

8. Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain yang ada padanya;

9. Sarana pemerataan pendapatan (rizki) untuk mencapai keadilan sosial.

Dari keterangan tersebut dipahami bahwa tujuan zakat dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu tujuan zakat yang dinisbatkan kepada si pemberi dan tujuan zakat yang dihubungkan dengan si penerima dan orang yang memanfaatkannya.

Zakat sebagai lembaga Islam juga mengandung hikmah (makna yang dalam atau manfaat) yang bersifat rohaniah dan filosofis. Hikmah tersebut antara lain:31

29 Saifudin Zuhri, Zakat Kontekstual(,Semarang : Bima Sejati, 2000), 43

30 Mohammad Daud Ali, Sisitem Ekonomi Islam; Zakat dan Wakaf(, Jakarta : UI-Press, 1988), 40

31 Wahbah al Zuhaily, Zakat Kajian Berbagai Madzhab,( Bandung : Remaja Rosda

(19)

1. Zakat sebagai manifestsi rasa syukur dan pernyataan rasa terimakasih hamba kepada Allah yang telah menganugerahkan rahmat dan nikmat-Nya yang berupa kekayaan.

2. Zakat mendidik manusia agar tidak bakhil, kikit, dan rakus, sebaliknya dengan zakat mendidik manusia menjadi dermawan, pemurah, melatih disiplin dalam menunaikan kewajiban dan amanah kepada yang berhak dan yang berkepentingan.

3. Zakat menjadi alat untuk menghilangkan jurang pemisah antara orang-orang kaya dan orang-orang miskin, antara si kuat dan si lemah.

4. Zakat menjaga dan memelihara harta dari incaran mata dan tangan para pendosa dan pencuri.32

Dalam prespektif ilmu ekonomi, zakat dapat pula dijadikan sebagai instrument utama kebijakan fiskal. Meskipun sangat disayangkan, bahwa hingga saat ini belum ada satu Negara Islam pun di dunia ini, yang menjadikan zakat sebagai instrument utama kebijakan fiscal. Sebagaimana dapat dilihat dalam bagan berikut ini:33

Karya, 1995), 86

32 Nasruddin Razak, Dienul Islam,( Bandung : Al-Ma'arif, , Cet. XIII, 1996), 193.

33 Abdul Aziz, Mariyah Ulfah. Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer.( Bandung: Alfabeta 2010), 84

Fungsi Zakat

Pembangunan dan Pemberdayaan

Masyarakat Stabilisator Perekonomian

Redistribusi Pendapatan dan

Kekayaan

(20)

Referensi

Dokumen terkait

Minhaj al-Muslim oleh abu Bakr al-Jaza’iri, Hasanuddin dan Didin Hafidhuddin, Pedoman Hidup Muslim , (Jakarta: PT Pustaka Litera AntarNusa, 2003), cet.. ketiga macamnya

Berdasarkan pendapat para ulama madzhab yang dikemukakan oleh Al-Qaradhawi dalam kitab Fiqh al-Zakat tentang hukum zakat harta penghasilan dengan membandingkan

Tetapi sekedar penekanan bahwa yang lebih utama dalam pembagian zakat fitrah adalah kepada orang miskin, karena dalam zakat maal Nabi pun bersabda ‘Diambilah

Hasil dari analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa batas wilayah pendistribusian dana Zakat menurut pendapat Wahbah az-Zuh{aili dengan Istinba>t hukum , baik

Zakat adalah ibadah wajib yang berkaitan dengan harta benda. 1 Zakat merupakan salah satu sendi pokok ajaran Islam. Bahkan al-Qur'an menjadikan zakat dan shalat

tampak bahwa pendapat yang lebih kuat adalah pendapat ulama yang melarang untuk menginvestasikan harta zakat, sehingga zakat bisa diserahkan kepada fakir miskin dalam wujud uang tunai,

Sedangkan secara istilah, zakat yaitu hak yang wajib diambil dari harta yang banyak bagi seorang muslim untuk diberikan kepada kelompok tertentu mustahik yang telah ditentukan dalam

Tetapi untuk perintah zakat tidak diwajibkan atas para nabi, pendapat terakhir ini yang disepakati para ulama karena zakat yang dimaksudkan sebagai penyuci untuk orang-orang yang