ANALISA DAN KAJIAN EKSPERIMENTAL BALOK KOMPOSIT TERSUSUN KAYU KELAPA DENGAN MENGGUNAKAN BAUT SEBAGAI SHEAR
CONNECTOR
TESIS
Oleh :
M. AGUNG PUTRA HANDANA 057016012 / T. SIPIL
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2010
ANALISA DAN KAJIAN EKSPERIMENTAL BALOK KOMPOSIT TERSUSUN KAYU KELAPA DENGAN MENGGUNAKAN BAUT SEBAGAI SHEAR
CONNECTOR
TESIS
Untuk memperoleh Gelar Magister Teknik dalam Program Studi Teknik Sipil
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh :
M. AGUNG PUTRA HANDANA 057016012 / T. SIPIL
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : ANALISA DAN KAJIAN EKSPERIMENTAL
BALOK KOMPOSIT TERSUSUN KAYU KELAPA
DENGAN MENGGUNAKAN BAUT SEBAGAI SHEAR CONNECTOR
Nama Mahasiswa : M.Agung Putra Handana Nomor Pokok : 057 016 012
Program Studi : Teknik Sipil
Menyetujui Komisi Pembimbing
( Prof.Dr.Ing. Johannes Tarigan ) ( Ir. Sanci Barus, MT ) Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur
( Dr. Ir. Roesyanto, MSCE ) ( Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B.,M.Sc)
Tanggal Lulus : 03 Maret 2010
Telah diuji pada
Tanggal 03 Maret 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan Anggota :
1. Ir. Sanci Barus, MT
2. Prof. Dr.Ir. Bachrian Lubis, MSc
ABSTRAK
Kayu kelapa merupakan salah satu material yang dapat dipakai sebagai bahan konstruksi. Namun keterbatasan ukuran yang tersedia menyebabkan keterbatasan besar beban yang dapat dipikul. Untuk mengatasi hal ini, dapat digunakan sistem struktur komposit dengan balok tersusun. Agar balok – balok yang disatukan itu bisa bekerjasama sebagai aksi komposit maka diperlukan penghubung geser (shear connector) yang menyatukan lapisan – lapisan balok tersebut. Baut merupakan salah satu material yang dapat dipakai sebagai penghubung geser (shear connector).
Jumlah dan jarak baut yang dipasang akan menentukan perilaku balok komposit kayu kelapa tersusun tersebut. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui besarnya lenturan dan regangan yang terjadi pada balok komposit yang berbeda jumlah dan jarak bautnya, baik secara analitis dan percobaan di laboratorium.
Model balok yang digunakan adalah dua buah balok kelapa berbeda mutu ukuran 5 X 7,5 cm yang disatukan dengan baut. Jarak baut divariasikan menjadi 4 type yaitu dengan jarak 500 mm, 250 mm, 125 mm, dan 62,5 mm. Pembebanan dilakukan secara bertahap sampai balok komposit mengalami keruntuhan. Pada setiap tahap pembebanan dibaca besarnya lenturan dan regangan yang terjadi.
Hasil perhitungan dan percobaan pada penelitian menunjukkan bahwa jarak dan jumlah baut mempengaruhi energi regangan yang tersimpan pada balok komposit sehingga mempengaruhi besarnya lenturan dan regangan yang terjadi. Semakin rapat jarak baut maka lenturan dan regangan yang terjadi semakin kecil.
Kata kunci : komposit, shear connector, kayu kelapa, energi regangan, slip antarbidang.
ABSTRACT
Timber from coconut tree is one of the natural materials that can be used in construction. However, this material only available at limited size and length, which make this material can only carry small amount of construction’s load. To solve this problem, stack of beam from coconut timber composed as composite can be used as structural’s beam. To assure the entire beam can work as composite beam, shear connectors is needed. Bolt is one of material that can be used as shear connector. The distance and the amount of bolt that is set to the composite beam determine the beam’s structural behaviour. This experiment is intended to determine the deflection and strain occur at the composite beam with different distance and amount of bolt as shear connector.
Two beam from coconut tree in 5 x 7, 5 cm size with different strength merged by bolts to form a structural composite beam. There are four type of composite beam formed with different shear connector distance. The distances are 500 mm, 250 mm, 125 mm, and 62,5 mm. Load is given step by step to every type of beam until failure occurs to all the beams. Strain and deflection are measured in every loading step.
The analysis and experiment result indicate that the distance and amount of bolts influencing the amount of strain energy stored in the composite beam. This also make the deflection and strain occurs in the composite beam differs in every type of beam. The more amount of shear connector, which mean lesser the distance, the deflection and the strain occur is smaller.
Keywords: composite, shear connector, coconut timber, strain energy, interlayer slip.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Tesis ini berjudul “ Analisa dan Kajian Eksperimental Balok Komposit Tersusun Kayu Kelapa dengan Menggunakan Baut Sebagai Shear Connector “ yang disusun untuk melengkapi persyaratan untuk menyelesaikan Program Master bidang Teknik Sipil, Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, sebagai ketua komisi pembimbing yang telah memberikan ilmu dan pemahaman yang sangat diperlukan dalam penulisan tesis ini.
2. Bapak Ir. Sanci Barus, MT, sebagai anggota komisi pembimbing yang banyak memberikan masukan dalam penulisan tesis ini.
3. Bapak Dr. Ir. Roesyanto, MSCE, selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil PPs Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT, selaku Sekretaris Program Studi Magister Teknik Sipil PPs Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh dosen dan staf Program Studi Magister Teknik Sipil PPs Universitas Sumatera Utara.
6. Kedua orangtua saya H. Haryanto dan Hj. Wan Chairina Savilla atas seluruh dukungan dan motivasinya
7. Istri saya Hj. Rahmi Karolina ST, MT atas semua bantuan, pengorbanan, kesabaran, dukungan, dan motivasi yang telah diberikan kepada saya.
8. Didi , Amsal, Fahmi, Sopian, Memed, yang telah banyak membantu saya.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman serta referensi yang saya miliki. Penulis sangat mengharapkan saran – saran dan kritik demi perbaikan pada masa mendatang.
Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya pada bidang teknik sipil.
Medan, Februari 2010
M. Agung Putra Handana 057 016 012
RIWAYAT HIDUP
A. DATA PRIBADI
Nama : M. Agung Putra Handana Tempat / Tgl Lahir : Medan / 06 Desember 1982
Alamat : Jl. Lizadri Putera no.119 kom. Kejaksaan blok. A Medan, 20135
Agama : Islam
Anak ke- : Pertama Jenis Kelamin : Laki - laki
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
- SD Kemala Bhayangkari 1 Medan 1988 - 1994
- SLTP Negeri 1 Medan 1994 - 1997
- SMU Negeri 1 Medan 1997 - 2000
- Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil USU 2000 - 2005 - Magister Teknik Sipil Program Pasca Sarjana USU 2005 - 2010
C. RIWAYAT PEKERJAAN
- Perencanaan Rumah Sakit USU 2005 – 2006 - Perencanaan Taman Simalem Resort 2006 - 2007 - Perencanaan Mesjid Jami Al-Munawarah UISU 2007 - Perencanaan Laboratorium IPA Terpadu 2007, 2008, 2009 - Perencanaan Jembatan Jl. Sudirman 2008 - Manajemen Konstruksi Pembangunan RS USU 2008 - Sekarang
DAFTAR ISI
ABSTRAK……… i
ABSTRACT……….. ii
KATA PENGANTAR……….. iii
RIWAYAT HIDUP…..……….……... v
DAFTAR ISI……….……... vi
DAFTAR GAMBAR……….……... x
DAFTAR TABEL……….…… xiii
DAFTAR NOTASI……….……. xvi
DAFTAR LAMPIRAN……….………… xviii
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……… 1
1.2. Perumusan Masalah……….…..…… 3
1.3. Tujuan Penelitian.………..……… 5
1.4. Pembatasan Masalah………..……… 6
1.5. Metodologi………...…….. 7
1.6. Sistematika Penulisan……….……... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Latar Belakang………...……… 13
2.2 Anatomi Kayu……… 15
2.3 Sifat Fisis dan Mekanis Kayu………... 20
2.3.1 Kadar Air…………...……..……….………..…….. 20
2.3.2 Berat Jenis………..….……….………..………… 22
2.3.3 Kekuatan Kayu………...….……….………..…………... 23
2.3.3.1 Kokoh Tarik…....……….………... 25
2.3.3.2 Kokoh Tekan...……….………... 25
2.3.3.4 Kokoh Lentur...……….………... 26
2.3.3.5 Kekakuan…...……….………... 27
2.4 Perbaikan Sifat Kayu………..………..…... 27
2.4.1 Pengeringan Kayu…..……..……….………..……... 27
2.4.1.1 Pengeringan Alami.……….………... 27
2.4.1.2 Pengeringan dalam Dapur Pengering (Dry Kiln)………... 27
2.4.2 Keawetan Alami, Keterawetan dan Pengawetan Kayu …..……... 28
2.4.2.1 Ketentuan Kayu yang Diawetkan…...………... 30
2.4.2.2 Bahan Pengawet………...………... 31
2.5 Komposit…………..………..………..…... 32
2.6 Penghubung Geser (Shear Connector)…...………..…... 33
III. LANDASAN TEORI 3.1 Analisa Struktur dengan Metode Pendekatan………... 35
3.2 Prinsip Energi Potensial Stationer…………..……… 37
3.2.1 Prinsip Perpindahan Virtual.……….………..…….. 37
3.2.2 Prinsip Energi Potensial Stasioner…..…….………..……… 40
3.2.3 Evaluasi Beban Kritis………..……….………..……... 44
3.3 Metode Penyelesaian Untuk Aplikasi Prinsip Energi……….…………... 45
3.3.1 Kalkulus Variasi………..………….………..……... 45
3.3.2 Metode Rayleigh – Ritz………..………….………..……… 46
3.3.3 Metode Galerkin………..………….………..……... 47
3.4 Analisa Balok Kayu Komposit dengan Metode Energi…….…………... 47
3.4.1 Energi Regangan Akibat Lentur dan Aksial……….. 48
3.4.2 Energi Regangan Akibat Slip Antar Bidang……….. 51
3.4.3 Energi Potensial Akibat Gaya Luar……….……….. 53
3.4.4 Total Energi pada Balok Komposit……….……….. 55
3.4.5 Penyelesaian Persamaan Energi…………..……….. 56
3.4.6 Aplikasi dari Penyelesaian Persamaan Energi….……….. 60
IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Pengujian Sampel Kayu di Laboratorium…………..………... 62
4.1.1 Persiapan Pengujian……….……….. 62
4.1.2 Standar Pelaksanaan Pengujian………..….……….. 62
4.1.3 Prosedur Pemeriksaan Kadar Air….…..….………... 63
4.1.4 Prosedur Pemeriksaan Berat Jenis……….……….. 65
4.1.5 Prosedur Pengujian Kuat Tekan………..….………... 66
4.1.6 Prosedur Pengujian Kuat Geser Langsung Baut – Kayu.………….. 68
4.1.7 Prosedur Pengujian Kuat Lentur pada Penurunan Izin..…………... 70
4.1.8 Prosedur Pengujian Elastisitas………... 71
4.2 Pengujian Balok Kayu Komposit Struktural……..………... 73
4.2.1 Persiapan Pengujian……….……….. 73
4.2.2 Standar Pelaksanaan Pengujian………. 74
4.2.3 Prosedur Pengujian Balok Kayu Komposit Berukuran Struktural.... 74
V. ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Sifat Fisis dan Mekanis Kayu……….. 78
5.1.1 Hasil Pengujian Kayu pada Kondisi Basah………... 78
5.1.1.1 Pemeriksaan Kadar Air Kayu……… 78
5.1.1.2 Pemeriksaan Berat Jenis Kayu………... 81
5.1.1.3 Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat Kayu….………... 83
5.1.1.4 Pengujian Elastisitas dan Kuat Lentur Kayu..………... 86
5.1.2 Hasil Pengujian Kayu pada Kondisi Kering Udara………... 92
5.1.2.1 Pemeriksaan Kadar Air Kayu……… 92
5.1.2.2 Pemeriksaan Berat Jenis Kayu……….. 95
5.1.2.3 Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat Kayu……….... 98
5.1.2.4 Pengujian Kuat Geser Langsung Baut - Kayu………... 101
5.1.2.5 Pengujian Elastisitas dan Kuat Lentur Kayu..………... 102
5.3 Implementasi Hasil Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis Kayu pada
Analisa Lendutan dan Regangan Balok Komposit………... 112
5.3.1 Perhitungan Perpindahan Horizontal dan Vertikal pada Balok Komposit……… 113
5.3.1.1 Perhitungan Balok B.500……….. 113
5.3.1.2 Perhitungan Balok B.250………... 119
5.3.1.3 Perhitungan Balok B.125………... 125
5.3.1.4 Perhitungan Balok B.62,5………...…... 131
5.4 Hasil Pengujian Balok Komposit Struktural……….……….. 137
5.4.1 Pengukuran Lendutan pada Balok………..………... 137
5.4.2 Pengukuran Perubahan Aksial pada Balok……….... 146
5.4.3 Hubungan antara Nilai Lendutan dan Regangan Hasil Percobaan.... 155
5.5 Pembahasan Hasil Perhitungan Analitis dan Pengujian Laboratorium Balok Komposit Struktural……….………..…. 162
5.5.1 Hasil Perhitungan Analitis………..……….. 162
5.5.2 Hasil Percobaan Laboratorium.………..………... 164
5.5.3 Perbandingan Hasil antara Analitis dengan Percobaan di Laboratorium... 168
5.6 Aplikasi...……….………. 170
VI. KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan………...……….. 165
6.2 Saran……..………...……….. 171
DAFTAR PUSTAKA 172
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Hal Gambar Pembagian Kekuatan pada Pohon
Kelapa………..
3
Gambar Diagram Tegangan pada Balok
Komposit………...
4
Gambar Model Struktur yang Akan
Diuji………. 7
Gambar Potongan Melintang Model Struktur yang akan
Diuji... 8
Gambar Penempatan Shear Connector pada Balok B.
500………...
9
Gambar Penempatan Shear Connector pada Balok B.
250………...
9
125………...
Gambar Penempatan Shear Connector pada Balok B.
62,5……….. 10
Gambar Mekanisme Kerja Sistem
Komposit...
14
Gambar Struktur Sel
Kayu...
...
16
Gambar Penampang Melintang
Kayu... 17
Gambar Arah Longitudinal, Tangensial dan Radial pada Kayu...
19
Gambar Penyusutan pada
Kayu...
21
Gambar Distorsi Bentuk Pada
Kayu……….
22
Gambar Grafik Hubungan Antara Beban Dengan Deformasi Untuk Tegangan Tarik dan Tegangan Tekan Sejajar Serat Pada Kayu...
24
Gambar Beban dan Gaya Dalam Material yang Mengalami
Tekanan, Tarikan dan 26
Geser………
……
Gambar Material yang Mengalami Gaya Dalam Keteguhan Lengkung…...
26
Gambar Perpindahan Virtual dari Partikel
Massa……….
37
Gambar Model Pegas-Massa dari Badan
Elastis………...
39
Gambar Perpindahan Virtual Sebuah Partikel pada Model Pegas – Massa..
41
Gambar Notasi Lapisan – lapisan Balok pada Metode Energi………..
48
Gambar Perpindahan Geometri dari
Balok………...
49
Perpindahan………...
Gambar Gaya – gaya Luar yang Bekerja pada Balok Komposit…………...
53
Gambar Posisi Kerja Gaya-gaya Luar dan Perpindahan Arah Sumbu
Tegak………
………...
54
Gambar Sampel Pengujian Kadar
Air………...
64
Gambar Sampel Pengujian Berat Jenis
………
65
Gambar Sampel Pengujian Kuat
Tekan………
66
Gambar Pembebanan pada Pengujian Kuat Tekan………...
67
Gambar Sampel Pengujian Kuat Geser Langsung Baut – 68
Kayu…………...
Gambar Pembebanan pada Pengujian Geser Langsung Baut – Kayu……...
69
Gambar Sampel Pengujian Kuat
Lentur………
70
Gambar Penempatan Dial dan Beberapa Pada Sampel...
71
Gambar Sampel Pengujian
Elastis………
72
Gambar Penempatan Dial dan Beban Pada Sampel………..
72
Gambar Sampel Pengujian Balok
Komposit………
75
Gambar Penempatan Dial dan Beban pada Pengujian Balok Komposit...
76
Gambar Penempatan Kancing Dial
Regangan………..
76
Gambar Hubungan Lendutan – Beban Teoritis Balok B.500………...
118
Gambar Hubungan Tegangan – Regangan Teoritis Balok B.500………….
118
Gambar Hubungan Lendutan – Beban Teoritis Balok B.250………...
124
Gambar Hubungan Tegangan – Regangan Teoritis Balok B.250………….
124
Gambar Hubungan Lendutan – Beban Teoritis Balok 130
B.125………...
Gambar Hubungan Tegangan – Regangan Teoritis Balok B.125………….
130
Gambar Hubungan Lendutan – Beban Teoritis Balok B.62,5...…………...
136
Gambar Hubungan Tegangan – Regangan Teoritis Balok B.62,5…...…….
136
Gambar Hubungan Lendutan – Beban Percobaan Balok B.500 I..………...
138
Gambar Hubungan Lendutan – Beban Percobaan Balok B.500 II.………...
139
Gambar Hubungan Lendutan – Beban Percobaan Balok B.250 I..………...
140
Gambar Hubungan Lendutan – Beban Percobaan Balok B.250 II.………...
141
Gambar Hubungan Lendutan – Beban Percobaan Balok B.125 I..………...
142
Gambar Hubungan Lendutan – Beban Percobaan Balok B.125 II..………..
143
Gambar Hubungan Lendutan – Beban Percobaan Balok B.62,5 I..………..
144
Gambar Hubungan Lendutan – Beban Percobaan Balok B.62,5 II.………..
145
Gambar Hubungan Tegangan – Regangan Percobaan Balok B.500 I..…….
147
Gambar Hubungan Tegangan – Regangan Percobaan Balok B.500 II…….
148
Gambar Hubungan Tegangan – Regangan Percobaan Balok B.250 I..…….
149
Gambar Hubungan Tegangan – Regangan Percobaan Balok B.250 II…….
150
Gambar Hubungan Tegangan – Regangan Percobaan Balok B.125 I..…….
151
Gambar Hubungan Tegangan – Regangan Percobaan Balok B.125 II…….
152
Gambar Hubungan Tegangan – Regangan Percobaan Balok B.62,5 I…….
153
Gambar Hubungan Tegangan – Regangan Percobaan Balok B.62,5 II...….
154
Gambar Resume Hubungan Beban – Lendutan Teoritis Tengah Bentang....
164
Gambar Resume Lendutan-Beban Hasil Percobaan pada Tengah Bentang
Balok...
...
167
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Hal
Tabel Rencana Variasi Shear Connector pada Sampel Pengujian Balok…..
8
Tabel Kelas Awet Kayu
Indonesia………
28
Tabel Klasifikasi
Keterawetan………
……..
29
Tabel Retensi dan Penembusan Bahan
Pengawet……….
32
Tabel Hasil Pemeriksaan Keluruhan Kadar Air Kayu Kondisi Basah……..
79
Tabel Hasil Pemeriksaan Kadar Air Kayu Basah Kelompok I……….
79
Kelompok II…..
Tabel Hasil Pemeriksaan Keseluruhan Berat Jenis Kayu Kondisi Basah….
81
Tabel Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Kayu Kondisi Basah Kelompok I…..
82
Tabel Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Kayu Kondisi Basah Kelompok II….
82
Tabel Hasil Pemeriksaan Keseluruhan Kuat Tekan Sejajar Serat
Kayu Kondisi Basah………
………..
84
Tabel Hasil Pemeriksaan Kuat Tekan Sejajar Kayu Kondisi Basah Kelompok
I………
……..
84
Tabel Hasil Pemeriksaan Kuat Tekan Sejajar Serat Kayu Kelompok II…..
85
Tabel Hasil Pemeriksaan Keseluruhan Elastisitas Lentur 87
Kayu…………...
Tabel Hasil Pemeriksaan Elastisitas Lentur Kayu Kondisi Basah Keseluruhan………
……….
88
Tabel Hasil Pemeriksaan Elastisitas Lentur Kayu Kondisi Basah Kelompok
I………
……..
88
Tabel Hasil Pemeriksaan Elastisitas Lentur Kayu Kelompok II…………...
90
Tabel Hasil Pemeriksaan Keseluruhan Kadar Air Kayu Kondisi Kering
Udara………
………
92
Tabel Hasil Pemeriksaan Kadar Air Kayu Kondisi Kering Udara Kelompok
I………
93
Tabel Hasil Pemeriksaan Kadar Air Kayu Kondisi Kering Udara Kelompok
II………
…….
94
Tabel Hasil Pemeriksaan Keseluruhan Berat Jenis Kayu Kondisi Kering
Udara………
………
95
Tabel Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Kayu Kondisi Kering Udara Kelompok
I………
……..
96
Tabel Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Kayu Kondisi Kering Udara Kelompok
II………
…….
97
Tabel Hasil Pemeriksaan Keseluruhan Kuat Tekan Sejajar Serat Kayu Kondisi Kering
Udara……….
.
98
Tabel Hasil Pemeriksaan Kuat Tekan Sejajar Serat Kayu Kondisi
Kering Udara Kelompok 99
I………...
Tabel Hasil Pemeriksaan Kuat Tekan Sejajar Serat Kayu Kondisi Kering Udara Kelompok
II………...
100
Tabel Hasil Pemeriksaan Geser Langsung Baut – Kayu Kondisi Kering
Udara………
………...
101
Tabel Hasil Pemeriksaan Keseluruhan Elastisitas Lentur Kayu
………...
103
Tabel Hasil Pemeriksaan Keseluruhan Elastisitas Lentur Kayu Kondisi Kering Udara Kelompok
………..………..
104
Tabel Hasil Pemeriksaan Elastisitas Lentur Kayu Kondisi Kering Udara Kelompok
I………
…….
105
II………
…….
Tabel Rangkuman Pengujian Kayu Kondisi Basah………...
108
Tabel Rangkuman Pengujian Kayu Kondisi Kering Udara………...
108
Tabel Hasil Perhitungan Balok
B.500………...
117
Tabel Hasil Perhitungan Balok
B.250………...
123
Tabel Hasil Perhitungan Balok
B.125………...
129
Tabel Hasil Perhitungan Balok
B.62,5…...………...
135
Tabel Hasil Pengukuran Lendutan Balok B. 500 (sampel 1)...
138
Tabel Hasil Pengukuran Lendutan Balok B. 500 (sampel 2)...
139
Tabel Hasil Pengukuran Lendutan Balok B. 250 (sampel
1)... 140
Tabel Hasil Pengukuran Lendutan Balok B. 250 (sampel
2)... 141
Tabel Hasil Pengukuran Lendutan Balok B. 125 (sampel 1)...
142
Tabel Hasil Pengukuran Lendutan Balok B. 125 (sampel
2)... 143
Tabel Hasil Pengukuran Lendutan Balok B. 62,5 (sampel 1)...
144
Tabel Hasil Pengukuran Lendutan Balok B. 62,5 (sampel 2)...
145
Tabel Hasil Pengukuran Regangan Balok B. 500 (sampel 1)...
147
Tabel Hasil Pengukuran Regangan Balok B. 500 (sampel
2)... 148
Tabel Hasil Pengukuran Regangan Balok B. 250 (sampel 1)...
149
Tabel Hasil Pengukuran Regangan Balok B. 250 (sampel
2)... 150
Tabel Hasil Pengukuran Regangan Balok B. 125 (sampel
1)... 151
Tabel Hasil Pengukuran Regangan Balok B. 125 (sampel 2)...
152
Tabel Hasil Pengukuran Regangan Balok B. 62,5 (sampel
1)... 153
Tabel Hasil Pengukuran Regangan Balok B. 62,5 (sampel 2)...
154
Tabel Perhitungan Lendutan dari Regangan Balok B. 500 (sampel 1)...
156
Tabel Perhitungan Lendutan dari Regangan Balok B. 500 (sampel 2)...
157
Tabel Perhitungan Lendutan dari Regangan Balok B. 250 (sampel 1)...
157
Tabel Perhitungan Lendutan dari Regangan Balok B. 250 (sampel 2)...
158
Tabel Perhitungan Lendutan dari Regangan Balok B. 125 (sampel 2)...
159
Tabel Perhitungan Lendutan dari Regangan Balok B. 62,5 (sampel 1)...
160
Tabel Perhitungan Lendutan dari Regangan Balok B. 62,5 (sampel 2)...
161
Tabel Resume Hasil Perhitungan Lendutan Pada Tengah Bentang Balok....
163
Tabel Resume Lendutan-Beban Hasil Percobaan pada Tengah Bentang
Balok………
……….
166
DAFTAR NOTASI δW = Usaha virtual total
δWi = Usaha virtual internal δWe = Usaha virtual eksternal δU = Energi Regangan δV = Energi Potensial
∑ Fir = Resultan gaya yang bekerja pada partikel Ei = Elastisitas lentur
Ei = Elastisitas balok kayu komposit lapisan i Ei+1 = Elastisitas balok kayu komposit lapisan i+1 I = Inersia lentur
Ii = Inersia balok kayu komposit lapisan i Ii+1 = Inersia balok kayu komposit lapisan i+1
Ai = Luas penampang balok kayu komposit lapisan i Ai+1 = Luas penampang balok kayu komposit lapisan i+1 hi = Tinggi balok kayu komposit lapisan i
hi+1 = Tinggi balok kayu komposit lapisan i+1
v1 = Perpindahan arah sumbu datar suatu elemen struktur v2 = Perpindahan arah sumbu vertikal suatu elemen struktur u = Perpindahan axial pada pertengahan tinggi suatu lapisan
Δ = Slip pada bidang pertemuan antar lapisan F = Kekuatan penghubung geser
n = Jumlah penghubung geser dalam satu baris s = Jarak antar penghubung geser dalam satu baris P1,2 = Beban pada balok komposit
m = Kadar air (%)
Ba = Berat sampel mula – mula (gr) Bko = Berat sampel kering (gr) G = Berat Jenis kayu (gr / cm³) l = Panjang sampel (cm) b = Lebar sampel (cm) h = Tinggi sampel (cm)
fc║ = Tegangan tekan sejajar serat (kg/cm2) fb = Tegangan lentur (Kg/cm2)
P = Beban Tekan Maksimum (Kg) A = Luas bagian yang tertekan (cm2) Ø = Diameter baut
ε = Regangan
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Pengujian Mechanical Properties Kayu Kondisi Basah Pengujian Kadar Air dan Berat Jenis Kayu
Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat Kayu Pengujian Kuat Lentur dan Elastisitas
Lampiran 2 : Pengujian Mechanical Properties Kayu Kondisi Kering Pengujian Kadar Air dan Berat Jenis Kayu
Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat Kayu Pengujian Kuat Geser Langsung
Pengujian Kuat Lentur dan Elastisitas
Lampiran 3 : Pengujian Balok Komposit Struktural Balok B.500 I
Balok B.500 II Balok B.250 I Balok B.250 II Balok B.125 I Balok B.125 II Balok B.62,5 I Balok B.62,5 II
Lampiran 4 : Dokumentasi
ABSTRAK
Kayu kelapa merupakan salah satu material yang dapat dipakai sebagai bahan konstruksi. Namun keterbatasan ukuran yang tersedia menyebabkan keterbatasan besar beban yang dapat dipikul. Untuk mengatasi hal ini, dapat digunakan sistem struktur komposit dengan balok tersusun. Agar balok – balok yang disatukan itu bisa bekerjasama sebagai aksi komposit maka diperlukan penghubung geser (shear connector) yang menyatukan lapisan – lapisan balok tersebut. Baut merupakan salah satu material yang dapat dipakai sebagai penghubung geser (shear connector).
Jumlah dan jarak baut yang dipasang akan menentukan perilaku balok komposit kayu kelapa tersusun tersebut. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui besarnya lenturan dan regangan yang terjadi pada balok komposit yang berbeda jumlah dan jarak bautnya, baik secara analitis dan percobaan di laboratorium.
Model balok yang digunakan adalah dua buah balok kelapa berbeda mutu ukuran 5 X 7,5 cm yang disatukan dengan baut. Jarak baut divariasikan menjadi 4 type yaitu dengan jarak 500 mm, 250 mm, 125 mm, dan 62,5 mm. Pembebanan dilakukan secara bertahap sampai balok komposit mengalami keruntuhan. Pada setiap tahap pembebanan dibaca besarnya lenturan dan regangan yang terjadi.
Hasil perhitungan dan percobaan pada penelitian menunjukkan bahwa jarak dan jumlah baut mempengaruhi energi regangan yang tersimpan pada balok komposit sehingga mempengaruhi besarnya lenturan dan regangan yang terjadi. Semakin rapat jarak baut maka lenturan dan regangan yang terjadi semakin kecil.
Kata kunci : komposit, shear connector, kayu kelapa, energi regangan, slip antarbidang.
ABSTRACT
Timber from coconut tree is one of the natural materials that can be used in construction. However, this material only available at limited size and length, which make this material can only carry small amount of construction’s load. To solve this problem, stack of beam from coconut timber composed as composite can be used as structural’s beam. To assure the entire beam can work as composite beam, shear connectors is needed. Bolt is one of material that can be used as shear connector. The distance and the amount of bolt that is set to the composite beam determine the beam’s structural behaviour. This experiment is intended to determine the deflection and strain occur at the composite beam with different distance and amount of bolt as shear connector.
Two beam from coconut tree in 5 x 7, 5 cm size with different strength merged by bolts to form a structural composite beam. There are four type of composite beam formed with different shear connector distance. The distances are 500 mm, 250 mm, 125 mm, and 62,5 mm. Load is given step by step to every type of beam until failure occurs to all the beams. Strain and deflection are measured in every loading step.
The analysis and experiment result indicate that the distance and amount of bolts influencing the amount of strain energy stored in the composite beam. This also make the deflection and strain occurs in the composite beam differs in every type of beam. The more amount of shear connector, which mean lesser the distance, the deflection and the strain occur is smaller.
Keywords: composite, shear connector, coconut timber, strain energy, interlayer slip.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
Balok merupakan sistem struktur yang sangat banyak dan umum dipakai pada dunia konstruksi. Namun seiring bertambahnya fungsi struktur dan beban yang harus dipikul oleh struktur, diperlukan ukuran balok yang cukup besar untuk memenuhi tuntutan tersebut. Namun untuk material struktur kayu, hal tersebut menjadi masalah yang besar karena ukuran kayu yang tersedia biasanya tidak cukup besar.
Untuk memecahkan masalah tersebut, digunakan sistem balok bersusun.
Sistem ini memungkinkan untuk mendapatkan ukuran, inersia, dan kekuatan lentur yang lebih besar dengan menggabungkan dua atau lebih balok. Penyatuan balok – balok kayu tersebut dilakukan dengan menggunakan material yang disebut dengan penghubung geser (shear connector).
Balok bersusun dapat disusun dengan balok kayu yang sama ukuran dan kekuatannya. Namun dapat juga disusun dengan balok kayu yang berbeda ukuran maupun kekuatannya, yang dikenal dengan sebutan balok komposit. Penyusunan balok dengan mutu ataupun ukuran yang berbeda lebih menguntungkan karena penggunaan balok kayu disesuaikan dengan kebutuhan balok. Balok kayu yang lebih kuat dapat diletakkan di posisi yang memerlukan kekuatan lebih, dan demikian juga sebaliknya, balok kayu yang lebih lemah dapat diletakkan di posisi yang tidak memerlukan kekuatan tinggi.
Teknik penyatuan balok dengan penghubung geser (shear connector) merupakan hal terpenting pada sistem balok bersusun, sebab bila balok tidak dihubungkan dengan benar, maka balok hanya akan bekerja sendiri – sendiri.
Penghubung geser dapat bersifat menerus bila menggunakan material lem, dan resin.
Penghubung geser dapat juga bersifat terputus – putus (discreet) bila menggunakan material seperti baut, paku, dan pasak sebagai alat penghubungnya. Sistem penghubung geser model ke dua inilah yang sering ditemukan pada kebanyakan sistem balok bersusun karena kemudahan dalam pengerjaannya.
Kayu kelapa merupakan kayu yang dapat dipakai sebagai material bangunan.
Kayu ini tidak sekuat kayu kelas atas seperti damar, jati dan lainnya, namun seiring dengan sulitnya mendapatkan kayu kelas 1, maka penggunaan kayu kelapa menjadi suatu alternatif. Pada dasarnya batang pohon kelapa dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian pangkal, bagian tengah, dan bagian pucuk. Biasanya bagian atas, yaitu bagian yang dekat dengan daun akan dibuang, karena sangat lemah. Yang dipakai hanya bagian bawah dan bagian tengahnya. Bagian pangkal yang cukup kuat dapat dimanfaatkan untuk memikul beban yang besar pada sistem balok bersusun, sementara bagian tengah yang lebih lemah harus ditempatkan pada lapisan yang menerima beban tidak terlalu besar.
Gambar 1.1 Pembagian kekuatan pada pohon kelapa
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Pentingnya penghubung geser (shear connector) pada sistem balok bersusun membuat perhitungan penghubung geser (shear connector) juga penting. Penghubung geser menerus tidak memerlukan penempatan yang tepat, namun karena penghubung geser model discreet yang paling banyak ditemukan, mudah dikerjakan, dan memerlukan penempatan yang tepat, maka yang akan digunakan adalah penghubung geser tipe ini.
Baut baja merupakan material yang gampang didapat dan dapat dipakai sebagai penghubung geser (shear connector). Karena baut merupakan penghubung geser dengan sifat discreet, maka jumlah penghubung geser dan jaraknya merupakan hal yang krusial. Penghubung geser yang terlalu rapat akan menyebabkan keborosan dalam pemakaian bahan, sementara jumlah penghubung geser yang kurang akan menyebabkan balok tidak bekerja dengan aksi komposit secara penuh, namun hanya bekerja secara parsial. Percobaan dengan membuat variasi jarak dan jumlah baut sebagai penghubung geser merupakan cara terbaik untuk melihat perbedaan antara balok yang bersifat komposit penuh maupun yang bersifat komposit parsial. Dua balok kayu kelapa akan digabungkan menjadi balok komposit dengan menggunakan baut sebagai penghubung gesernya. Balok kayu kelapa tersebut akan disusun sedemikian rupa sehingga balok kayu yang kuat akan diproyeksikan untuk memikul beban tarik pada bagian bawah, sementara balok kayu yang lebih lemah akan diproyeksikan untuk memikul beban tekan pada bagian atas. Variasi jarak dan jumlah baut akan diatur untuk mendapatkan perbandingan yang tepat dari aksi komposit kayu kelapa tersebut.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Dari tugas akhir ini penulis mempunyai beberapa tujuan akhir yang ingin dicapai yaitu:
1. Mendapatkan Mechanical Properties, yaitu elastisitas lentur, kuat lentur, kuat tekan sejajar serat, kuat geser, poisson’s ratio, berat jenis, dan kadar air dari kayu kelapa melalui serangkaian percobaan di laboratorium.
2. Melakukan perhitungan secara analitis konstruksi gelagar kayu tersusun yang menggunakan shear connector, dengan mengunakan variasi jarak shear connector seperti pada percobaan di laboratorium.
3. Membuat model struktur gelagar kayu tersusun dengan kombinasi jarak shear connector, dan kemudian melakukan pengujian pembebanan di laboratorium.
Pada pengujian tersebut akan diukur besarnya lendutan dan regangan yang terjadi pada masing – masing lapisan balok.
4. Membandingkan hasil pengujian di laboratorium dengan hasil perhitungan konstruksi secara analitis.
Dengan demikian dapat diketahui perilaku balok gelagar komposit kayu kelapa tersusun yang jarak shear connectornya divariasikan. Variasi shear connector dimaksudkan untuk melihat perilaku balok komposit yang dibebani sampai runtuh apabila shear connectornya kurang, sesuai, ataupun berlebih. dan dapat diketahui kesesuaian antara hasil perhitungan dengan kemampuan struktur yang sebenarnya.
1.4 PEMBATASAN MASALAH
Pada penelitian ini permasalahan dibatasi pada:
1. Kayu bersifat linier elastis sesuai dengan hukum Hooke.
2. Penghubung geser bersifat linier elastis sesuai dengan hukum Hooke.
3. Mechanical Properties konstan dari setiap jenis kayu pada satu balok kayu.
4. Mechanical Properties dihitung pada dua kondisi, yaitu pada saat kayu baru ditebang dan pada saat kayu telah kering udara. Namun yang dipakai pada perhitungan secara analitis adalah Mechanical Properties kayu pada saat kering udara.
5. Pengaruh gesekan antara layer balok pada balok kayu komposit diabaikan.
6. Balok – balok kayu yang digunakan adalah balok langsing, dimana panjang batang jauh lebih besar dari lebar dan tinggi balok.
7. Jumlah lapisan balok yang disatukan sebagai balok komposit adalah 2 lapis.
8. Kayu yang dipergunakan adalah kayu kelapa.
9. Kayu kelapa yang diteliti merupakan kayu yang masih alami. Tidak ada perubahan Mechanical Properties kayu akibat proses pengawetan atau proses kimiawi lainnya.
10. Perhitungan strruktur secara analitis dilakukan dengan metode energi metode Rayleigh – Ritz
11. Pengujian sampel kayu kelapa menggunakan metode pengujian dari Standard
1.5 METODOLOGI
Dalam penelitian ini akan dilakuan metode penelitian unuk mendapatkan hasil yang diharapkan, antara lain
1. Pengujian sifat fisis dan mekanis kayu pada kondisi basah dan kering untuk mendapatkan:
a. Elastisitas lentur kayu.
b. Tegangan tekan izin sejajar serat kayu.
c. Tegangan lentur izin kayu.
d. Kuat geser langsung baut – kayu.
e. Kadar air kayu.
f. Berat jenis kayu.
2. Perhitungan struktur secara analitis dengan mengunakan hasil yang didapat dari pengujian Mechanical Properties kayu pada kondisi kering udara. Akan dihitung besarnya lendutan dan regangan teoritis pada balok komposit di tengah bentang dan dibawah beban. Pada perhitungan secara analitis direncanakan menggunakan dimensi – dimensi seperti yang tertera pada gambar dibawah ini
P P
A
A
Gambar 1.3 Model struktur yang akan diuji
E2
E1
Gambar 1.4 Potongan Melintang Model struktur yang akan diuji
Dimana L1 direncanakan sepanjang 70 cm, L2 sepanjang 60 cm, L sepanjang 200 cm, b adalah 7,5 cm, h1 dan h2 adalah 5 cm. Perhitungan secara analitis akan dilakukan pada 4 macam model balok dengan ukuran seperti yang tertulis di atas, namun dengan perbedaan variasi jarak shear connector. Variasi – variasi shear connector tersebut dimulai dari jarak shear connector yang paling jarang sampai kepada jarak shear connector yang paling rapat Variasi jarak shear connector direncanakan sebagai berikut :
Tabel 1.1 Rencana Variasi Shear Connector pada Sampel Pengujian Balok VARIASI SHEAR CONNECTOR
B. 500 Ø43” – 500mm
B. 250 Ø43” – 250mm
B. 125 Ø43” – 125mm
B. 62,5 Ø43 ” – 62,5mm JUMLAH
SAMPEL
2 2 2 2
Penempatan baut dengan jarak shear connector seperti yang tertera di atas dapat dilihat pada sket gambar berikut ini.
P P
Gambar 1.5 Penempatan Shear Connector pada Balok B. 500
P P
Gambar 1.6 Penempatan Shear Connector pada Balok B. 250
P P
Gambar 1.7 Penempatan Shear Connector pada Balok B. 125
P P
Gambar 1.8 Penempatan Shear Connector pada Balok B. 62,5
3. Pengujian secara eksperimental dengan model struktur di laboratorium. Dimana akan dilakukan pengujian 8 benda uji dari 4 variasi jarak shear connector seperti yang tertera pada perhitungan secara analitis di atas. Setiap variasi jarak shear connector diwakili oleh 2 buah benda uji.. Dari pengujian ini akan didapat
lendutan yang terjadi pada struktur, regangan yang terjadi, dan beban maksimum yang mampu dipikul oleh struktur. Pada percobaan di laboratorium, akan diukur besarnya lendutan yang terjadi pada balok komposit di tengah bentang dan dibawah beban. Selain itu juga akan diukur besarnya regangan yang terjadi. Hasil eksperimen ini akan dibandingkan dengan hasil perhitungan struktur untuk mencari kesesuaian dan perbedaan antara perencanaan / perhitungan dengan eksperimen.
1.6 SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan tesis ini adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisikan hal – hal umum dan latar belakang penelitian, permasalahan yang akan diamati, tujuan yang akan dicapai, pembatasan masalah dan metodologi penelitian yang dilaksanakan oleh penulis.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini berisikan keterangan – keterangan umum dan khusus mengenai tata cara pengujian dan perencanaan kayu, yang akan diteliti berdasarkan referensi – referensi yang penulis dapatkan.
BAB II I LANDASAN TEORI
Pada bab ini berisikan landasan teori yang dipakai dalam penurunan rumus – rumus dalam mencari penyelesaian secara analitis. Serta perhitungan analitis dari model percobaan.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini berisikan persyaratan dan pemeriksaan bahan – bahan yang akan digunakan dalam penelitian, pembuatan benda uji, prosedur pengujian, dan pengambilan data.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisikan data – data hasil pengujian dan pembahasan data – data dari pengujian di laboratorium, serta perbandingan antara perhitungan analitis dengan penelitian dilakukan.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan kesimpulan – kesimpulan yang didapat dari proses penulisan tesis ini serta saran – saran untuk pengembangan penelitian serta saran – saran yang membangun agar dapat diperoleh penulisan tesis yang lebih baik lagi dikemudian hari.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 LATAR BELAKANG
Kayu adalah suatu bahan yang dihasilkan oleh pohon – pohonan. Perbedaan jenis pohon, tempat tumbuh, dan iklim tempat tumbuh menghasilkan pohon – pohonan yang sangat bervariasi, yang juga akan menghasilkan kayu yang sangat bervariasi. Banyaknya variasi kayu menyebabkan kayu dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan. Namun pada bidang konstruksi bangunan, variasi yang terlalu banyak tersebut menyebabkan kayu kurang digemari untuk dipakai sebagai bahan konstruksi dibandingkan dengan material lain seperti baja, dan beton. Untuk dapat mempergunakan kayu secara maksimal, maka dirasa penting untuk mempelajari sifat – sifat fisis dan mekanis dari kayu yang akan dipergunakan tersebut.
Komposit dapat didfenisikan sebagai gabungan dari dua atau lebih material struktur yang mempunyai kekuatan yang berbeda. Material – material tersebut digabungkan untuk bekerjasama memikul gaya – gaya yang terjadi pada struktur.
Penggabungan material – material tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan dari masing – masing material. Komposit dapat terdiri dari; kayu, beton, dan baja, dengan kombinasi seperti kayu dengan baja, kayu dengan beton, kayu dengan kayu, beton dengan baja, dan kombinasi – kombinasi lainnya.
Komposit akan beraksi sebagai satu kesatuan tunggal bila dihubungkan dengan suatu penghubung geser (shear connector), yang berfungsi memilkul dan memindahkan gaya – gaya geser antara lapisan balok.
Aksi gabungan dari balok komposit dapat dijelaskan dengan gambar dibawah ini. Jika sistem tidak bekerjasama sebagai gabungan, interaksi antar lapisan hanya diberikan oleh gesekan. Bila gesekan diabaikan, maka masing – masing lapisan akan memikul beban secara terpisah. Akan terjadi ketidaksinambungan pada bidang kontak antar lapisan (gambar atas). Bila sistem bekerja secara gabungan, maka tidak akan terjadi slip antara masing – masing lapisan balok. Gaya – gaya horizontal (geser) timbul dan akan memendekkan permukaan bawah dari struktur atas dan memanjangkan permukaan atas balok. Dengan demikian ketidaksinambungan pada bidang kontak dapat dihilangkan bila perlawanan horizontal dapat dikerahkan sepenuhnya (gambar bawah).
Gambar 2.1 Mekanisme kerja sistem komposit
Ide untuk menggunakan dua macam kayu ialah supaya kayu yang lebih kuat dipergunakan di bagian yang lebih dibutuhkan atau sebaliknya, dimana tidak dibutuhkan kayu yang kuat dipakai kayu yang lebih lemah. Dapat dikatakan bahwa penggunaan kualitas kayu disesuaikan dengan diagram tegangan dan regangan, jadi lebih rasional dan ekonomis. Perbandingan kekuatan kayu biasanya sebanding dengan perbedaan kekakuan / modulus elastisitas, dimana bagian yang lebih kaku diharapkan untuk memiku beban yang lebih besar.
2.2 ANATOMI KAYU
Batang kayu terdiri sel – sel yang berlekatan satu sama lain. Struktur sel kayu dapat dibedakan menurut kelasnya, yaitu antara kayu berdaun lebar (angiosperma) dan kayu berdaun jarum (gymnosperma). Dinding sel terdiri dari zat selulosa. Antara satu sel dengan sel lainnya dihubungkan dengan zat perekat yang disebut lignin.
Karena serat – serat kayu merupakan susunan dari sel – sel maka arah serat kayu adalah sejajar dengan arah sumbu batang. Daya lekat sel – sel dapat menentukan tinggi rendahnya geser sejajar serat kayu. Selain itu kepadatan sel juga menentukan kekokohan batang, karena semakin padat selnya berarti semakin tinggi berat jenis kayunya.
Gambar 2.2 Struktur sel kayu
Senyawa utama penyusun kayu adalah selulosa, hemiselulosa, dan lignindengan komposisi 50 % selulosa, 25% hemiselulosa, dan 25% lignin. Sel – sel
kayu ini kemudian secara berkelompok membentuk pembuluh, parenkim, dan serat.
Pembuluh memiliki bentuk seperti pipa yang berfungsi menyalurkan air dan zat hara.
Parenkim memiliki bentuk kotak, berdinding tipis dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara hasil fotosintesis. Serat memiliki panjang langsing dan berdinding tebal serta berfungsi sebagai penguat pohon.
Gambar 2.3 Penampang melintang kayu
Penampang sebatang pohon yang dipotong melintang seperti gambar 2.3 di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Kulit luar (outer bark), bagian ini kering dan bersifat sebagai pelindung.
2. Kulit dalam (bast), bagian ini lunak dan basah. Berfungsi untuk mengangkut bahan makanan dari daerah daun ke bagian lain dari tumbuhan.
3. Kambium, berada di bagian dalam kulit dalam. Bagian inilah yang membuat sel – sel kulit dan sel – sel kayu. Lapisan kambium bagian luar membentuk sel – sel kulit dalam dan lapisan kambium bagian dalam membentuk sel – sel kayu muda. Pembelahan sel – sel kambium terjadi pada musim penghujan dan pada waktu musim kemarau tidak terjasi pembelahan sel sama sekali. Dengan demikian terjadinya pembelahan sel – sel dari satu musim penghujan ke musim penghujan lainnya menimbulkan batas – batas. Batas – batas inilah yang disebut lingkaran tahunan. Pada keadaan musim yang teratur maka lingkaran tahun dapat menunjukkan umur pohon. Pohon kayu yang mengalami pertumbuhan cepat akan memiliki cincin tahunan yang lebih besar bila debandingkan dengan pohon kayu yang pertumbuhannya lambat. Cincin tahunan dapat dipakai sebagai parameter untuk menentukan kaulitas kayu.
Batang – batang yang memiliki lapisan lingkaran tahunan tipis mempunyai kualitas lebih baik daripada batang yang lapisan tahunannya tebal, karena semakin tipis lingkaran tahunan berarti pori – pori semakin rapat.
5. Kayu teras (heartwood), bagian ini warnanya lebih tua dari kayu gubal. Kayu teras sebelumnya adalah kayu gubal, namun sudah tidak berfungsi seperti kayu gubal. Perubahannya menjadi kayu teras terjadi secara perlahan – lahan.
Dibandingkan kayu gubal, kayu teras umumnya lebih tahan terhadap serangan serangga, bubuk kayu, jamur, dan sebagainya. Kayu teras inilah yang biasanya diambil dan dimanfaatkan sebagai “kayu” pada bangunan
6. Hati (pith), adalah bagian lingkaran kecil yan berada paling tengah.
7. Jari – jari teras (rays), bagian ini yang menghubungkan berbagai bagian dari pohon untuk penyimpanan dan peralihan makanan.
Kayu adalah bahan alam yang tidak homogen. Sifat tidak homogen ini disebabkan oleh pola pertumbuhan batang dan kondisi lingkungan yang tidak sama.
Sifat – sifat fisis dan mekanis kayu berbeda pada arah longitudinal, radial, dan tangensial.
Gambar 2.4 Arah longitudinal, tangensial, dan radial pada kayu
2.3 SIFAT FISIS DAN MEKANIS KAYU
Kayu memiliki beberapa sifat fisis dan mekanis yang berbeda untuk setiap jenis kayu. Beberapa sifat tersebut yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kadar air, berat jenis, dan kekuatan kayu.
2.3.1 Kadar Air
Kayu memiliki kadar air yang terkandung di dalamnya, yang kadangkala beratnya lebih besar dari berat kayu itu sendiri. Kandungan air ini diketahui dapat mempengaruhi karakteristik dari kayu seperti berat, kekuatan, dan penyusutan.
Kandungan air juga memungkinkan terjadinya serangan dari berbagai serangga dan jamur yang dapat membuat kayu menjadi rapuh dan juga dapat merusak struktur penyusun kayu tersebut.
Karena kadar air berpengaruh terhadap karakteristik kayu, maka perlu diketahui secara pasti kadar air dari kayu tersebut. Kadar air pada kayu berbeda untuk setiap kondisi cuaca, namun akan relatif tetap untuk kayu yang berada pada kondisi kering udara.
Ada tiga macam kadar air pada kayu, yaitu kadar air basah, kadar air kering udara, dan kadar air kering mutlak. Kayu yang baru ditebang masih basah sekali.
Kadar airnya berkisar antara 40% - 200%, bergantung pada jenis kayu. Kayu yang masih basah tersebut semakin lama semakin kering hingga mencapai kadar air 24% - 30% yang disebut fibre saturation point. Setelah fibre saturation point tercapai, kayu
Besarnya kadar air pada suatu material biasanya dinyatakan sebagai persentase berat kering dari material terebut. Ada beberapa cara untuk mencari kadar air pada suatu material, antara lain dengan cara pengeringan, dengan peralatan, dan desilasi. Cara yang paling sesuai dan akurat adalah dengan metode pengeringan.
Kadar air juga dipengaruhi oleh keadaan udara disekitar kayu yaitu suhu udara dan kelembaman relatif. Semakin besar suhu udara disekitar kayu, maka kadar air akan semakin rendah dan berbanding terbalik dengan kelembaman relatif.
Perubahan kadar air juga diikuti oleh perubahan dimensi kayu. Dalam proses pengeringan kayu akan terjadi perubahan dimensi yang disebut dengan penyusutan (shrinkage), dimana penyusutan arah radial (lebar) lebih besar daripada penyusutan longitudinal (panjang).
Sesudah pengeringan Sebelum pengeringan Gambar 2.5 Penyusutan pada kayu
Namun apabila terjadi perbedaan penyusutan yang cukup besar pada arah longitudinal, tangensial, dan radial, maka akan tejadi distorsi bentuk pada balok atau papan kayu berupa; pembengkokan, lengkung busur, lengkung mangkok, dan puntiran.
Gambar 2.6 Distorsi bentuk pada kayu 2.3.2 Berat Jenis
Berat jenis didefenisikan sebagai berat dari satuan volume suatu material.
Berat jenis diperoleh dengan membagikan berat benda kepada volume benda itu.
Berat benda diperoleh dengan menimbang benda tersebut dengan suatu timbangan dengan angka akurat sesuai dengan yang diperlukan. Sedangkan untuk menentukan volume, cara yang paling umum dan mudah untuk dilakukan adalah dengan
Berat jenis juga didefenisikan sebagai berat jenis relatif benda tersebut terhadap berat jenis standar, dalam hal ini berat jenis air dalam gram per sentimeter kubik. Air dipakai sebagai bahan standar karena berat satu sentimeter kubik air adalah satu gram. Jadi dapat dikatakan bahwa berat jenis suatu benda adalah berat benda tersebut per satuan volumenya dan berat jenis benda itu relatif terhadap berat jenis standar, yaitu air.
Sepotong kayu yang kering tersusun dari material padat yang terdiri dinding sel dan rongga sel, yang mengandung udara dan sejumlah kecil zat lain. Berat jenis atau berat jenis relatif dari material padat dinding sel pada umumnya sama pada semua jenis kayu, yaitu sekitar 1,5. Dapat juga dikatakan bahwa dinding sel sekitar satu setengah kali lebih berat dari air. Dalam satu meter kubik kayu padat, tanpa rongga sel dan ruang antar sel, beratnya dapat mencapai 1500 Kg. Maka berat kayu berkisar antara 160 sampai 1250 Kg per meter kubik. Perbedaan berat jenis pada tiap jenis kayu ini dikarenakan perbedaan rasio dinding sel dengan rongga sel untuk tiap jenis kayu. Rasio ini dikontrol oleh kandungan relatif saluran dinding tipis (thinner- walled vessel), sel parenchyma, dinding serat padat (thicker-walled fibres), dan
perpanjangan dari dinding serat sekunder (extent of secondary walls of the fibres).
2.3.3 Kekuatan Kayu
Istilah kekuatan kayu pada suatu material seperti kayu adalah kemampuan material itu untuk menahan gaya luar atau beban yang berusaha untuk mengubah bentuk dan ukuran dari material tersebut. Akibat yang terjadi pada material karena bekerjanya gaya luar tersebut adalah timbulnya gaya dalam pada material yang
menahan terjadinya perubahan ukuran dan bentuk tersebut. Perubahan ukuran dan bentuk ini dikenal dengan nama deformasi, dimana deformasi berbanding lurus dengan pertambahan beban. Jika beban kemudian dihilangkan, maka material tersebut akan berusaha kembali ke bentuk semulanya, disebut dengan nama elastisitas material. Dapat atau tidaknya material itu kembali ke bentuk semula tergantung pada besarnya elastisitas material itu. Deformasi sebanding dengan besarnya beban yang bekerja hingga pada suatu titik. Titik ini adalah limit proporsional. Setelah melewati limit proporsional ini, besarnya deformasi akan bertambah lebih cepat dari besarnya beban yang diberikan. Hubungan antara beban dan deformasi ini ditunjukkan pada gambar 2.7 berikut. Jika beban bekerja melebihi daya kohesi antar jaringan – jaringan kayu maka akan terjadi keruntuhan.
∆L
Gambar 2.7 Grafik hubungan antara beban dengan deformasi untuk tegangan tarik
Sifat mekanik atau kekuatan kayu yang terpenting ada beberapa macam, antara lain sebagai berikut:
2.3.3.1 Kokoh Tarik
Kekuatan atau kokoh tarik dari suatu jenis kayu adalah kekuatan kayu untuk menahan gaya – gaya yang berusaha untuk menarik kayu tersebut. Kekuatan tarik terbesar pada kayu adalah pada arah sejajar serat kayu. Kekuatan tarik tegak lurus arah serat lebih kecil daripada kekuatan tarik sejajar arah serat, dan mempunyai hubungan dengan ketahanan kayu terhadap pembelahan.
2.3.3.2 Kokoh Tekan
Kokoh tekan suatu jenis kayu adalah kekuatan kayu untuk menahan gaya tekan (kompresi) yang bekerja pada kayu tersebut.
Kokoh tekan terbagi atas dua, yaitu kokoh tekan sejajar arah serat dan kokoh tekan tegak lurus arah serat. Kokoh tekan menyebabkan kayu memiliki kekuatan untuk menahan tekuk yang dapat terjadi akibat gaya tekan, baik sejajar arah serat maupun tegak lurus arah serat.
2.3.3.3 Kokoh Geser
Kokoh geser adalah suatu ukuran kekuatan kayu dalam hal kemampuannya menahan gaya – gaya yang membuat suatu bagian dari kayu tersebut bergeser atau bergelingsir dari bagian lain di dekatnya. Dalam hubungan ini dibedakan atas 3 macam kekuatan yaitu; kuat geser sejajar arah serat, kuat geser tegak lurus arah serat, dan kuat geser miring.
Gambar 2.8 Beban dan gaya dalam material yang mengalami tekanan, tarikan,
dan geser
2.3.3.4 Kokoh Lentur
Kokoh lentur adalah kekuatan untuk menahan gaya yang berusaha melengkungkan kayu, atau untuk menahan beban – beban mati maupun beban hidup selain beban tumbukan yang harus dipikul oleh kayu tersebut. Dalam hal ini dibedakan atas kekuatan lengkung statik dan kekuatan lengkung pukul/tumbuk.
Kekuatan lengkung statik menunjukkan kekuatan kayu menahan gaya yang mengenainya secara perlahan, sedangkan kekuatan lengkung pukul menunjukkan kekuatan kayu menahan gaya yang mengenainya secara mendadak seperti pukulan/tumbukan.
2.3.3.5 Kekakuan
Kekakuan kayu adalah suatu ukuran kekuatan kayu untuk mampu menahan perubahan bentuk ataupun lengkungan. Kekuatan tersebut dinyatakan dalam modulus elastisitas, yang berasal dari pengujian keteguhan lengkung statik.
2.4 PERBAIKAN SIFAT KAYU 2.4.1 Pengeringan Kayu
Pengeringan adalah salah satu cara yang penting dalam usaha memperbaiki sifat kayu. Pengeringan yang dilakukan dengan baik, selain memantapkan dimensi juga membebaskan kayu dari tegangan yang dapat menimbulkan retak, pecah, atau berbagai perubahan bentuk. Beberapa metode pengeringan yang sampai saat ini umum dilakukan adalah:
2.4.1.1 Pengeringan Alami
Cara ini seluruhnya mengandalkan faktor alam, yaitu sinar matahari, kelembaban nisbi, dan angin. Karena itu lamanya pengeringan sangat tergantung pada iklim. Kelemahan utama cara pengeringan ini adalah waktu pengeringan yang lebih panjang serta kadar air yang masih terlalu tinggi.
2.4.1.2 Pengeringan dalam Dapur Pengering (Dry Kiln)
Cara ini sering menjadi pilihan karena waktu pengeringan yang relatif singkat dan kadar akhir air yang bisa dicapai dapat disesuaikan dengan keperluan. Faktor penting dalam cara ini adalah ketepatan pemilihan bagan pengeringan yang digunakan agar diperoleh waktu pengeringan yang sesingkat mungkin dengan cacat kayu minimal.
2.4.2 Keawetan Alami, Keterawetan dan Pengawetan Kayu
Dari sifatnya, kayu memiliki keawetan yang beragam. Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan membagi keawetan kayu Indonesia dalam 5 kelas awet, yaitu:
Tabel 2.1 Kelas awet kayu Indonesia
NO KONDISI I II III IV V
1. Selalu berhubungan dengan tanah lembab
8 thn 5 thn 3 thn Sangat pendek
Sangat pendek 2. Hanya dipengaruhi cuaca
tapi dijaga agar tidak terencam air dan tidak kekurangan udara
20 thn 15 thn 10 thn Beberapa tahun
Sangat pendek
3. Di bawah atap, tdk
berhubungan dengan tanah lembab & tidak kekurangan udara
Tak terbatas
Tak terbatas
Sangat lama
Beberapa tahun
Pendek
4. Seperti No. 3, tapi
dipelihara dengan baik dan dicat secara teratur
Tak terbatas
Tak terbatas
Tak terbatas
20 thn 20 thn
5. Serangan rayap tanah Tidak jarang Agak
cepat
Sangat cepat
Sangat cepat 6. Serangan bubuk kayu
kering
Tidak tidak Hampir tidak
Tidak berarti
Sangat cepat
Keterawetan merupakan salah satu sifat kayu yang menunjukkan mudah tidaknya suatu jenis kayu dimasuki larutan bahan pengawet. Pengawetan kayu
maka artinya memperpanjang umur bangunan serta mempertahankan kualitas dan nilai artistik dari bangunan itu sendiri.
Pada umumnya jenis kayu yang berdaun lebar lebih sukar diawetkan daripada jenis kayu berdaun jarum. Sifat keterawetan kayu ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :
a. Sifat Kayu b. Cara pengawetan
c. Bahan pengawet yang digunakan.
Tabel 2.2 Klasifikasi keterawetan
KETERAWETAN KETERANGAN PENETRASI (%) I Mudah 90
II Sedang 50 – 90
III Sukar 10 – 50
IV Sangat sukar Kurang dari 10
Secara tradisional pengawetan bukanlah hal baru bagi masyarakat Indonesia.
Dahulu masyarakat biasanya mengawetkan kayu dengan cara merendam atau mengubur kayu di sawah. Ada juga yang melaburkan kayu dengan minyak kemiri.
Namun cara – cara tersebut hanya bisa mengatasi jenis rayap / jamur tertentu, tetapi tidak mampu mengatasi semua jenis hama yang menjadi musuh kayu. Sebagai contoh minyak kemiri efektif untuk menangkal jamur biru, tetapi tidak efektif untuk rayap.
Ketahanan kayu dahulu yang dilaburi minyak kemiri lebih disebabkan umur kayu yang cukup tua dan kekerasannya sudah maksimal, sehingga tidak disukai rayap.
Karena itu untuk menangkal seluruh jenis hama dibutuhkan metode pengawetan yang efektif dan obat pengawet.
Ada beberapa metode pengawetan seperti ; proses vakum tekan, proses rendaman panas – dingin, proses rendaman dingin, dan difusi. Pemilihan metode pengawetan yang akan dipakai tergantung dari sifat jaringan kayu, jumlah kayu, dan waktu yang dibutuhkan. Misalnya proses vakum tekan. Proses ini membutuhkan waktu singkat, namun sebaiknya dilakukan dengan volume kayu yang besar untuk menekan harga. Sebaliknya proses rendaman lebih sederhana alat dan pengerjaannya, sehingga bisa dilakukan dalam jumlah kecil.
2.4.2.1 Ketentuan Kayu yang Diawetkan
a. Kayu yang harus diawetkan adalah adalah jenis kayu yang mempunyai keawetan alami atau kelas awet III, IV, dan V serta kayu gubal dari kelas awet I dan II. Pengawetan harus dilakukan sebelum finishing.
b. Kayu yang akan diawetkan harus memiliki kadar air sesuai dengan metode pengawetannya. Pada proses vakum tekan, kering udara kayu sampai maksimal 35%. Pada proses rendaman, kering udaranya maksimal 45%.
c. Permukaan kayu harus bersih, bebas dari segala macam kotoran dan tidak berkulit.
d. Kayu harus sudah dalam bentuk siap pakai. Kalaupun ada pegerjaan lanjutan yang terpaksa dilakukan setelah pengawetan, maka bagian yang terbuka dan
e. Pengawetan harus dilakukan tersendiri untuk tiap jenis kayu yang mempunyai sifat keterawetan, berat jenis, ataupun ukuran yang berbeda.
2.4.2.2 Bahan Pengawet
a. Bahan pengawet yang dapat digunakan adalah bahan yang diijinkan untuk diedarkan oleh Komisi Pestisida, Departemen Pertanian, dengan golongan CCB1, CCB2, CCB3, dan CDF. Merk dagang dari golongan bahan pengawet tersebut bermacam – macam dan dijual oleh agen penjual pestisida.
b. Bahan pengawet harus dapat mencegah serangan rayap tanah, rayap kayu kering, bubuk kayu kering, dan jamur perusak kayu.
c. Formulasi bahan pengawet harus memenuhi salah satu komposisi bahan aktif berupa garam hidrat, garam anhidrat, oksida asam, atau hidroksida. Bentuk formulasi dapat berupa serbuk kering, pasta, dan konsentrat.
d. Retensi (zat yang tertinggal) dan penetrasi (penembusan) bahan pengawet memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Tabel 2.3 Retensi dan Penembusan Bahan Pengawet RETENSI (kg/mm3) GOLONGAN BENTUK /
FORMULASI Di bawah atap
Di atas atap
PENEMBUSAN (mm)
1. Bahan aktif garam 6,4 9,1 5
CCB1
2. Formulasi 8,4 11,6 5
1. Bahan aktif garam 8,0 11,4 5
CCB2
2. Formulasi 8,2 11,3 5
1. Bahan aktif garam 8,0 11,0 5
CCB3
2. Formulasi 8,0 11,0 5
1. Bahan aktif garam 6,0 8,6 5
CCB4
2. Formulasi 6,0 8,6 5
2.5 KOMPOSIT
Pada dasarnya pengertian komposit merupakan gabungan dua macam atau lebih komponen yang berbeda, digabung menjadi satu komponen. Komposit dibuat dengan maksud untuk mendapatkan sifat gabungan yang lebih baik dari sifat masing – masing komponen penyusunnya.
Di dalam komponen struktur, perbedaan komponen penyusun struktur yang dimaksudkan adalah perbedaan Mecahnical Properties seperti perbedaan Elastisitas, Kuat Lentur, Kuat Geser, dan Kuat Tekan. Penggabungan dua komponen atau lebih dari bahan yang sama menjadi satu komponen juga dianggap sebagai struktur komposit.
Beberapa contoh struktur komposit yang lazim dijumpai pada bangunan – bangunan adalah :
1. Komposit Beton - Baja, komposit tipe ini sering digunakan pada jembatan gelagar baja dengan pelat lantai beton, lantai bangunan dari beton dengan balok dari baja, jembatan beton yang diperkuat dengan pelat baja. Beton bertulang juga merupakan jenis komposit ini.
2. Komposit Beton – Beton, komposit tipe ini dijumpai pada struktur jembatan prategang yang mutu gelagar betonnya lebih tinggi dari mutu pelat lantai betonnya.
3. Komposit Beton – Kayu, komposit tipe ini sering digunakan pada jembatan gelagar kayu dengan pelat lantai beton, dan lantai bangunan sederhana dari beton dengan balok dari kayu.
4. Komposit Baja – Kayu, komposit tipe ini sering digunakan pada gelagar kayu yang dipekuat dengan pelat baja.
5. Komposit Kayu – Kayu, komposit tipe ini sering dijumpai pada balok kayu majemuk.
6. Komposit – komposit lainnya, seperti beton bertulang yang diperkuat FRP, Sandwich Panel, dll.
2.6 PENGHUBUNG GESER (SHEAR CONNECTOR)
Penghubung geser (shear Connector) adalah alat sambung mekanik yang berfungsi sebagai penahan gaya geser yang timbul pada bidang permukaan dari komponen – komponen yang membentuk komponen komposit. Agar aksi komposit
dapat tercipta dengan sempurna, maka bidang kontak antara dua komponen yang akan disatukan tidak boleh terjadi geser (slip). Untuk itu pada bidang kontak harus dipasang penghubung geser (shear connector). Penghubung geser yang dipasang pada bidang kontak balok dapat berupa penghubung geser menerus seperti perekat / lem, atau dapat juga penghubung geser yang dipasang secara discrete seperti baut, paku, pasak, dan alat penghubung geser lainnya yang sifatnya dipasang secara satuan.
Pada penghubung geser yang dipasang menerus seperti perekat / lem, tidak akan terjadi slip pada bidang kontak. Maka komposit yang memakai lem sebagai penghubung geser akan beraksi sebagai komposit sempurna. Namun pemasangan penghubung geser seperti ini cukup rumit mengingat besarnya bidang kontak yang harus direkatkan dan harus ada alat khusus untuk menahan dan melakukan pressing terhadap elemen – elemen yang akan disatukan. Penghubung geser yang dipasang secara discrete juga dapat beraksi sebagai komposit sempurna seperti pada komposit yang disatukan dengan perekat dengan cara memasang penghubung geser sedekat / serapat mungkin. Namun pemasangan penghubung geser yang terlalu rapat dapat menyebabkan perlemahan pada elemen struktur. Oleh karena itulah dibutuhkan perhitungan yang tepat dan akurat untuk mendapatkan ukuran dan jarak penghubung geser yang paling tepat dan efisien.