• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Demam Tifoid

2.1.1 Pengertian Demam Tifoid

Demam tifoid adalah salah satu penyakit yang paling sering terjadi di negara tropis dan berkembang (endemic) yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhii (Jones M. Mutua et al., 2017). Angka kejadian demam tifoid paling tinggi pada usia 3 hingga 19 tahun karena usia tersebut merupakan usia produktif karena memiliki banyak aktivitas fisik yang membuat individu kurang memperhatikan pola hidup atau kebersihan sehingga resiko untuk terinfeksi bakteri Salmonella Thypi lebih besar yang mungkin diakibatkan karena ketidaktahuannya terhadap penyebab terjadinya demam tifoid. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus (terutama di illeosecal) yang ditandai dengan demam selama 1 minggu atau lebih, gangguan saluran pencernaan, gangguan kesadaran serta dengan komplikasi berat (Wahyudi Rahmat Kartin Akune M. Sabir, 2019).

Demam tifoid adalah infeksi umum akut pada system retikuloendotelial, limfoid usus, jaringan, dan kandung empedu yang disebabkan oleh Salmonella typhi (Evans & Barachman, n.d.). infeksi tifoid selalu terjadi karena mengkonsumsi makanan atau minuman yang telah terkontaminasi oleh kotoran manusia yang mengandung Salmonella typhii. Demam tifoid jarang terjadi di negara-negara industry modern dimana penduduknya memilik akses pasokan air olahan dan sanitasi yang membuang kotoran manusia . Sebaliknya, populasi di negara kurang berkembang yang tidak memiliki fasilitas seperti yang disebutkan

(2)

8

sebelumnya akan sering terjadi demam tifoid. Selain itu, demam tifoid sering terjadi pada anak dinegara berkembang (Evans & Barachman, n.d.).

Angka kejadian demam tifoid diperkirakan sekitar 17 juta kasus diseluruh dunia dimana kejadian tertinggi pada mereka yang berusia 5 hingga 12 tahun. Di Asia Tenggara sendiri angka kejadian demam tifoid beragam yang mana di Vietnam angka kejadian demam tifoid 24/100.000 orang dalam setahun, di Indonesia 180/100.000 orang dalam setahun, dan di India 494/100.000 orang dalam setahun. Sedangkan untuk angka kematian sekitar 420.000 kematian terjadi setiap tahun di Asia akibat demam tifoid.(Tjokroprawiro et al., 2015)

2.1.2 Etiologi Demam Tifoid

Demam tifoid penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhii sering terdapat pada tinja, urin maupun muntahan penderita demam tifoid.

Makanan dan minuman yang tidak dimasak dengan sempurna menjadi sumber penularan (Woo et al., 2019). Bahkan, makanan yang telah dimasak dengan baik juga dapat menularkan jika bersentuhan dengan tangan yang telah terkontaminasi oleh bakteri Salmonella Thypi (Nanda & Maulina, 2016). Bakteri tersebut masuk ke tubuh melalui saluran pencernaan manusia dan menyebar melalui system pembulu darah yang kemudian meradang di selaput usus kecil dan usus besar (1Ahmad, M.

M., 2Umar, U. Z., 2Abdullahi, I. I., 2Mukhtar & Isa, 2019). Bakteri tersebut masuk ke tubuh melalui saluran pencernaan manusia dan menyebar melalui system pembulu darah yang kemudian meradang di selaput usus kecil dan usus besar (1Ahmad, M. M., 2Umar, U. Z., 2Abdullahi, I. I., 2Mukhtar & Isa, 2019). Etiologi dari demam tifoid adalah; 1) 96% disebabkan oleh Salmonella typhi, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora. Bakteri tersebut akan

(3)

9

mait pada pemanasan 57oC selama beberapa menit. Bakteri itu mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen yaitu;

a. Antigen O adalah antigen somatic yang terdiri dari zat komplek lipolisakarida, tidak menyebar

b. Antigen yang terdapat pada flagella dan bersifat termolobil atau menyebar c. Antigen VI adalah antign kapsul yang meliputi tubuh kuman dan

melindungi antigen O terhadap fagositosis.

Ketiga antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukan tiga macam anti body yang biasa disebut aglitinin. 2) feces dan urin yang telah terkonaminasi oleh penderita demam tifoid, 3) Salmonella paratyphi A, 4) Salmonella paratyphi B, 5) Salmonella paratyphi C (Cholifah, 2018).

2.1.3 Manifestasi Klinis

Gejala umum demam tifoid yang sering dijumpai adalah demam,. Gejala demam meningkat secara perlahan ketika menjelang sore hingga malam hari dan akan turun pada siang hari. Demam tersebut pada umumnya akan semakin tinggi (39 hingga 40 derajat celcius) dan menetap pada minggu kedua dan untuk masa inkubasi demam tifoid sekitar 7 hingga 14 hari (Levani, Yelvi & Prastya, 2020). Gejala klinis demam tifoid cenderung tidak khas, pada awal tanda gejala demam tifoid berupa anoreksia (sulit menelan), sakit kepala -pada bagian depan, rasa malas, nyeri otot, lidah kotor (putih ditengah dan tepi lidah kemerahan dan disertai tremor lidah), dan nyeri perut yang membuat sulit untuk mendiagnosa karena gejala mirip dengan penyakit lain (Dardi & Ika, 2020).

Gambaran klini demam tifoid terbagi menjadi empat fase, diantaranya sebagai berikut :

(4)

10

a. Pada fase pertama, demam merupakan gejalan utama. Awalnya demam hanya samar-samar saja yang kemudian suhu tubuh akan menjadi turun naik, dimana suhu akan meningkat pada malam hari dan akan turun pada pagi hari demam dapat mencapai 39oC – 40oC, sakit kepala atau pusing, nyeri otot, mual, muntah, batuk, nadi meningkat, denyut melemah, distensi abdomen, diare atau konstipasi, lidah kotor dan epistaksis.

b. Fase kedua suhu tubuh konsisten tinggi, terjadi gangguan pada pendengeran, lidah tampak kering dan merah, diare kerap terjadi, munculnya darah pada feses akibat perforasi usus, serta terdapat hepatomegaly.

c. Fase ketiga, suhu tubuh perlahan akan turun dan menjadi kembali normal yang terjadi tanpa adanya komplikasi, sebaliknya jika keadaan menjadi buruk dengan terjadinya tanda-tanda khas seperti delirium atau stupor, otot-otot yang terus bergerak, inkontinensia urine, pendarahan pada usus, dan nyeri abdomen

d. Fase keempat merupakan fase penyembuhan dan keadaan penderita membaik (Dardi & Ika, 2020)

2.1.4 Patofisiologi

Manusia adalah satu-satunya factor penyebab yang alamiah dan merupakan reservoir bagi bakter Salmonella typhi dimana bakteri tersebut mampu bertahan hidup selama berhari-hari di air, tanah, kolam, laut dan selama berbulan-bulan dalam telur yang sudah terkontaminasi atau tiram yang dibekukan. Salmonella typhi mampu bertahan pada pH lambung 1,5. Antasida, hisramin-2 antagonist reseptor (H2 blocker), inhibitor pompa proton, gastrektomi, dan achlorhydria akan menurukan keasaman lambung dan memudahkan infeksi Salmonella typhi (Tjokroprawiro et al., 2015 : 648). Bakteri akan masuk ke dalam tubuh melalui oral bersama dengan

(5)

11

makanan atau minumn yang telah diterkontaminasi oleh bakteri Salmonella typhi.

Bakteri yang telah masuk ke dalam tubuh tersebut hanya sebagian yang lolos dan menuju ke usus halus (ileum dan jejenum) untuk berkembang biak. Apabila system imun tidak dalam kondisi baik, maka akan memudahkan bakteri untuk menyerang ke dalam sel epitel usus halus dan ke lamia propia kemudia akan masuk ke dalam sirkulasi darah (Levani, Yelvi & Prastya, 2020).

Demam tifoid berawal dari masuknya kuman kedalam mulut melalui makanan dan minuman yang telah terkontaminasi oleh Salmonella typhi yangmana sebagian kuman dapat dimusnahkan oleh HCL lambung dan sebagian lagi masuk kedalam usus halus. Jika keadaan imunitas humoral mukosa (IgA) usus abnormal maka basil Salmonella akan menembus sel epitel (sel M) dan kemudian ke laminan propia dan berkembang biak di jaringan limfoid plak nyeri di ileum disal dan kelenjar getah bening mengalami pembengkakan (Dardi & Ika, 2020)

2.1.5 Komplikasi

Ada beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita demam tifoid jika tidak ditangani dengan baik (Marchello et al., 2020), diantaranya yaitu:

a. Perforasi usus

b. Pendarahan saluran pencernaan c. Hepatitis

d. Kolesistitis e. Miokarditis f. Syok

g. Ensefalopati h. Pneumonia

(6)

12 i. Dan anemia

Demam tifoid adalah penyakit multisystem yang hampir semua organ tubuh terlibat dengan potensi timbulnya suatu koplikasi yang dapat membahayakan penderita seperti perforasi ileum, perdarahan intestinal, syok septik, miokarditis, koagulasi intravascular diseminata (KID) dan neuropsikiatrik. Komplikasi terjadi pada 10-15% pasien terutama pada minggu kedua atau lebih (Nasronudin, 2011 : 196)

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Darah Tepi

Pemeriksaan darah tepi adalah pemeriksaan yang bermanfaat untuk memeriksa atau mengetahui bentuk dari bagian padat dari penyusun darah atau jumlah dari eritrosit, leukosit dan trombosit yang umumnya tidak spesifik untuk mendiagnosis demam tifoid. Jumlah leukosit yang abnormal, anemia normokromik normositer dapat ditemukan beberapa minggu setelah terinfeksi demam tifoid. Kondisi ini dapat berkaitan dengan perdarahan dan perforasi usus (Levani, Yelvi & Prastya, 2020)

b. Pemeriksaan Serologi Widal

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui atau mendeteksi antibody terhadapa bakteri Salmonella typhii. Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengobservasi aglutinasi dalam serum penderita agglutinin H dan agglutinin Vi. Pemeriksaan widal sebaiknya dilakukan pada minggu pertama demam karena agglutinin baru meningkat pada minggu pertama dan akan semakin meningkat pada minggu keempat. Pembentukan agglutinin di mulai dari agglutinin O dan disertai aglutinin H (Levani, Yelvi & Prastya, 2020)

(7)

13 c. Uji Typhidot

Uji ini dilakukan guna mendetksi antibody IgM dan IgG yang terdapat pada protein mebran bakteri Salmonella typhi. Waktu yang dibutuhkan untuk uji typhidot adalah 3 jam. Uji typhidot mempunyai nilai diagnostic yang baik untuk penyakit tifoid (Nasronudin, 2011 : 195-196)

d. Pemeriksaan Kultur

Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan yang memeliki sensitivitas 100%.

Pemeriksaan kultur salmonella typhi dari darah dan feses atau dapat juga dilakukan dengan menggunakan sampel urin dan cairan aspirasi sumsum tulang belakang pada minggu pertama infeksi memilik tingkat sensitivtas sebesar 85-90% dan akan menurun seiring berjalannya waktu (Levani, Yelvi

& Prastya, 2020)

2.1.7 Penatalaksanaan

Menurut (Hulu et al., 2020 : 106) trilogi pentalaksanaan pengobatan demam tifoid yang tepat adalah sebagai berikut :

a. Istirahat yang cukup. Istirahat dan perawatan dengan total di tempat seperti makan, minum, mandi, buang air kecil dan buang air besar akakn mempercepat penyembuhan. Saat perawatan, tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang akan digunakan diperhatikan kebersihannya. Untuk mencegah decubitus dan pneumonia, posis pasien harus selalu diperhatikan.

b. Diet berperan penting karena makanan yang kurang (kekurangan nutrisi) akan menurunkan gizi pasien yang akan menghambat proses penyembuhan.

Peneliti berpendapat bahwa pemberian makan padat dini (nasi dengan lauk

(8)

14

pauk) yang rendah sulosa (menghindari sayuran berserat) dapat diberikan dengan aman pada penderita demam tifoid.

Pemberian antimikroba seperti Kloramfenikol, Tiamfenikol, Kotrimoksazol, Ampisilin dan Amoksisilin, Sefalosporin Generasi Ketiga, Golongan Fluorokuinolon dan Kortikosteroid. Antibiotic golongan fluoroquinolone merupakan terapi yang efektif untuk demam tifoid karena isolate tidak resisten terhadap fluoroquinolone dengan angka kesembuhan klinis 98%, waktu penurunan demam 4 hari dan angka kekambuhan kurang dari 2%. Fluoroquinolone dapat membunuh bakteri Salmonella Typhi intraseluler di dalam monosit, serta mencapai kadar yang tinggi dalam kandung empedu dibandingkan antibiotic lain.

2.1.8 Pencegahan Demam Tifoid

Pencegahan demam tifoid dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan lingkungan, mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, pembuangan sampah yang tepat dan klorinasi air minum untuk membunuh bakteri pada air. Selain itu, untuk mencegah demam tifoid yang dapat dilakukan adalah memberikan vaksinasi seperti vaksin Vi Polysaccharide (Soedarto, n.d.). Penyediaan air minum yang bersih dengan cara merebus hingga mendidih air yang digunakan untuk minum atau dikonsumsi (Tjipto & Kristiana, 2012)

Upaya pencegahan terjadinya demam tifoid lainnya adalah dengan melakukan penyuluhan atau edukasi yang berisi tentang : (Hulu et al., 2020)

a. Memberikan eduksi terkait factor risiko, penyebab, penanganan awal, komplikasi dan pencegahan kekambuhan demam tifoid

b. Memberikan edukasi terkait personal hygiene seperti mencuci tangan dengan benar dan memotong kuku

(9)

15

c. Memberikan edukasi terkait pola makan yang baik untuk anak-anak maupun dewasa

d. Memberikan edukasi kepada keluarga pasien terkait factor risiko dan pentingnya melakukan perilaku hidup bersih dan sehat.

2.2. Konsep Pengetahuan 2.2.1. Pengertian Pengetahuan

Menurut Kamus Besar Indonesia (KBBI), pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui, kepandaian atau segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal mata pelajaran. Pengetahuan (knowledge) akar katanya adalah “tahu” yang menurut Kamus Bahasa Indonesia memiliki arti “mengerti sesudah melihat, memahami, kenal, mengenal, mengerti. Pengetahuan merupakan informasi informasi yang diketahui atau disadari (Siswati, 2017) seorang maupun kelompok dan belum dapat dipelajari oleh umum dan bisa menjadi ilmu apabila telah dikaji dan diuji sehingga bisa tersedia untuk umum (Ibda, 2018).

Menurut Notoatmodjo pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu yang terjadi melalui panca indera manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Namun, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (indera pendengaran dan penglihatan). Pengetahuan pada dasarnya adalah hasil dari suatu proses melihat, mendengar, dan berfikir yang menjadi dasar manusia (Siswati, 2017)

2.2.2. Jenis-jenis Pengetahuan

Jenis-jenis pengetahuan ditinjau dari sudut bagaimana pengetahuan itu diperoleh. Faktor-faktor yang mempengaruh pengetahuan dalam diri seseorang yaitu

(10)

16

pendidikan, informasi atau media massa, social budaya dan ekonomi, lingkungan, pengalaman dan usia. Secara umum, jenis pengetahuan dibagi menjadi 6 yaitu:

a. Pengetahuan langsung (Immediate) b. Pengetahuan tidak langsung (Mediated) c. Pengetahuan indrawi (Perceptual) d. Pengetahuan konseptual (Conceptual) e. Pengetahuan partikular (Particular) f. Pengetahuan universal (Universal)

Sedangkan, dalam studi filsafat, jenis pengetahuan dibagi menjadi sebagai berikut (Ibda, 2018 : 20-22):

a. Pengetahuan Biasa

Pengetahuan biasa adalah pengetahuan yang digunakan untuk kehidupan sehari-hari tanpa mengetahui pengetahuan tersebut seluas-luasnya.

Pengetahuan ini terjadi ketika seseorang melalui suatu proses. Bahasa lainnya disebut sebagai pengetahuan yang dimiliki dengan sekedar tahu.

b. Pengetahuan ilmiah atau ilmu pengetahuan

Pengetahuan ini diperoleh dengan cara khusus, bukan sekedar untuk digunakan tetapi ingin mengetahui lebih dalam dan lebih luas lagi.

Pengetahuan ilmiah pada umumnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan sebuah common sense.

c. Pengetahuan filsafat

Pengetahaun filsafat merupakan pengetahuan yang tidak ada batas, sehingga yang ingin diketahui hal yang paling dalam dan hakiki dan diatas pengalaman yang biasa. Objek pembahasannya selalu mengutamakan aspek ontology, epistimologi dan aksiologi.

(11)

17 d. Pengetahuan Agama

Pengetahuan ini adalah pengetahuan yang diperoleh dari Tuhan lewat utusannya yaitu Nabi dan Rasul yang bersifat mutlak dan wajib bagi para pemeluknya.

2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang diantaranya sebagai berikut :

a. Pendidikan : pendidikan adalah suatu proses untuk merubah sikap dan perilaku seseorang maupun kelompok serta untuk mendewasakan seseorang melalui proses pengajaran. Semakin tinggi pendidikan akan mempengaruhi luasnya pengetahuan seseorang.

b. Media : media yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah media yang dapat dijangkau oleh masyarakat luas, contohnya seperti;

televisi, radio, koran, dan majalah.

c. Informasi : informasi dapat sangat mempengaruhi banyak dan luasnya pengetahuan seseorang. Informasi ini dapat diperoleh dalam kehidupan sehari-hari atau dari pengamatan terhadap kehidupan sekitarnya(Bagaskoro, S.Kom., 2019 : 42).

2.2.4. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan merupakan ranah yang penting dalam membentuk tindakan dan sikap seseorang (Dr. John Fresly Hutahayan, S.H., 2019 : 97-98). Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif memilik 6 tingkat diantaranya yaitu:

(12)

18

a. Tahu (know) yang diartikan sebagai suatu kemampuan mengingat hal yang telah dipelajari sebelumnya. Tingkat “tahu” ini merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah

b. Memahami (comprehension) yang diartikan sebagai kemampuan untuk mendeskrpsikan dan menginterpretasikan suatu objek yang diketahui dengan benar. Ketika seseorang memahami suatu materi, maka mereka mampu untuk menjelaskan atau menyimpulkan objek yang telah dipelajari

c. Aplikasi (application) yang diartikan sebagai kemampuan untuk mengaplikasikan suatu mater yang telah dipelajarinya

d. Analisis (analysis) yaitu kemampuan untuk menafsirkan suatu materi dengan detail. Tingkatan ini dapat dilihat dari kemampuan membedakan dan mengelompokkan.

e. Sintesis (synthesis) yaitu kemampuan untuk menghubungkan bagian- bagian menjadi bentuk keseluruhan yang actual. Contohnya seperti dapat menyusun, menyesuaikan atau meringkaskan suatu teori yang ada.

f. Evaluasi (evaluation) yaitu kemampuan seorang untuk menilai suatu materi. Hal ini didasarkan pada suatu kriteria yang telah ditentukan.

2.2.5. Pengukuran Tingkat Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan melakukan wawancara atau kuisioner yang menanyakan perihal materi yang ingin diukur dari suatu subjek yang diteliti (sample). Pengetahuan yang ingin dinilai dapat disesuaikan dengan tingkatannya (Dra. Zulmiyetri, 2020 : 51). Jika seseorang mampu menjawab terkait materi tertentu baik secara lisan maupun tulis, maka dikatakan individu tersebut mengetahui bidang tersebut, sekumpulan jawaban yang diberikan disebut pengetahuan.

(13)

19

Pengukuran tingkat pengetahuan individu ditetapkan menurut hal sebagai berikut : (Cholifah, 2018)

a. Tingkat 1 : Rendah b. Tingkat 2 : Sedang c. Tingkat 3 : Tinggi

Referensi

Dokumen terkait

usus halus yang di sebabkan oleh bakteri salmonella typhosa dengan gejala demam lebih dari satu minggu, terjadi gangguan pada pencernaan... Anatomi

Pembulu darah kapiler pembulu darah yang sangat kecil yang berasal dari cabang terhalus dari arteri sehingga tidak tampak kecuali dibawah mikroskop. Kapiler membentuk anyaman

muntah, mual dan infeksi jamur pada saluran pencernaan dan mulut. Dalam kasus yang jarang terjadi, antibiotika dapat menyebabkan batu. ginjal, gangguan darah,

1) Berikan makanan yang tidak merangsang saluran pencernaan dalam porsi kecil dan hangat 5–6 kali/hari: makanan yang merangsang dapat meningkatkan peristaltik usus

dengan jumlah yang banyak maka bakteri akan masuk ke dalam usus halus1. selanjutnya masuk ke dalam sistem peredaran darah sehingga

Prebiotik merupakan karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan usus manusia, tetapi menguntungkan terhadap penghuni bakteri kolon, dengan cara meningkatkan

Bau pada ekskreta tubuh, seperti urine dan feses dapat disebabkan karena aktivitas mikroba saluran pencernaan yang menghasilkan nitogen volatil (amonia), senyawa amina

Pada umumnya, cara pemasukan antigen ke dalam tubuh dapat langsung melalui kulit, organ pernafasan, saluran pencernaan atau disuntikan, dan masing-masing cara