BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Febris typhoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus. Sinonim
dari febris typhoid adalah paratifoid, paratyphoid fever, enteric fever, tifus,
dan paratifus abdomenalis, demam paratifoid menunjukan manifestasi yang
sama dengan tifoid, namun biasanya lebih ringan (Mansjoer,dkk. 2001)
Typhoid abdominalis ialah suatu penyakit infeksi menular yang
menyerang pada saluran pencernaan di bagian usus halus (Murwani Arita,
2009)
Demam typhoid adalah suatu penyakit sistemik yang disebabkan oleh
kuman salmonella typhossa.Sampai saat ini demam typhoid masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, serta berkaitan erat dengan sanitasi yang buruk
terutama di Negara-negara berkembang (Tumbelaka, 2003)
Kesimpulan typhoid abdominalis merupakan penyakit infeksi pada
B. Anatomi Dan Fisiologi
1. Anatomi sistem pencernaan
Gambar i. anatomi sistem pencernaan http://www.google.co.id/
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut
sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk
menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian
makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari
tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus.Sistem
pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran
pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
2. Fisiologi sistem pencernaan
Menurut evelin c. pearce,(1999).
1. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan
dan air pada manusia.Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya
merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir
di anus.
2. Tenggorokan ( Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.
3. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang
dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam
lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan
4. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk
seperti kandang keledai.Lambung berfungsi sebagai gudang makanan,
yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan
enzim-enzim.
5. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran
pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding
usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang
diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir
(yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga
melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan
lemak.
6. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus
antara usus buntu dan rektum.Fungsi utama organ ini adalah menyerap
air dari feses.
7. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam
istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus
penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini
besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora
eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya
digantikan oleh umbai cacing.
8. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus
buntu.Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai
cacing.Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah
dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis
(infeksi rongga abdomen).
9. Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”)
adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah
kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai
tempat penyimpanan sementara feses.Biasanya rektum ini kosong
karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon
desendens.Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam
rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di
dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan
untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali
material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air
akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang
10.Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki
dua fungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta
beberapa hormon penting seperti insulin.Pankreas terletak pada bagian
posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua
belas jari).
11.Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan
manusia.Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan
memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan
glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat.Dia juga
memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan.
12.Kandung empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang
dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Pada manusia, panjang
kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap –
bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan
empedu yang dikandungnya.Organ ini terhubungkan dengan hati dan
C. Etiologi
Menurut Mansjoer (2001) penyebab dari typhoid adalah salmonella typhi. Sedangkan paratyphoid disebabkan oleh organism yang termasuk dalam spesies salmonella enteritidis, yaitu S. enteritidis bioserotipe paratyphi A,S. enteritidis bioserotipe paratyphi B, S. schottmuelleri dan S. hirschfeldii.
D. Tanda dan Gejala
Menurut Mansjoer, A. dkk. (2001) manifestasi klinis typhoid
bervariasi, gejela-gejala yang timbul bervariasi. Dalam minggu pertama,
keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu
demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi
atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epitaksis. Pada
pemeriksaan fisik hanya di dapatkan suhu badan.
pada minggu pertama penulis tidak menemukan kesenjangan antara
teori dan praktek tanda dan gejala pada Tn.M sama dengan apa yang tertulis di
teori.
Dalam minggu ke dua gejala menjadi lebih jelas berupa demam,
bradikardi relatife, lidah typhoid (kotor ditengah, tepi, dan ujung mertah serta
tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan kesadaran
E. Patofisiologi
Menurut mansjoer, A. dkk. (2001) S. typhi masuk dalam tubuh
manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman di
musnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan
mencapai jaringan limfoid plak peyeri di ileum terminalis yang hipertrofi. Bila
terjadi komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal, kuman menembus
lamina propia, masuk aliran limfe mencapai kelenjar limfe mesentrial, dan
masuk aliran darah melalui duktus torasikus. S. typhi lain dapat mencapai hati
melalui sirkulasi portal dari usus. S. typhi bersarang di plak peyeri, limpa,
hati, dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial. Endotoksin S. typhi
berperan dalam proses inflamasi local pada jaringan tempat kuman tersebut
berkembang biak. S. typhi dan endotoksinnya menyerang sintesis dan
pelepasan zat pirogen dan leukosit pada jaringan yang meradang, sehingga
F. Pathway Keperawatan
fekal cuci tangan tidak bersih makanan terkontaminasi
salmonella thypii
masuk saluran pencernaan
bersarang di dinding usus halus
bakterimia kuman masuk peredaran darah
ke seluruh tubuh terutama di organ RES
kuman mengeluarkan endotoksin
usus halus
termoregulator di
hipotalamus terganggu proses sistem cerna resiko
inflamasi terganggu komplikasi
hipertermi
distensi abdomen terjadi gangguan
peningkatan nyeri epigastrik motilitas usus
metabolisme mekanisme patologis
kehilangan cairan tubuh nyeri akut hiperperistaltik
dehidrasi
diare anoreksia
resiko kekurangan mual muntah
volume cairan penurun tonus otot
perubahan nutrisi kurang
intoleransi aktivitas kelemahan fisik dari kebutuhan tubuh
gangguan kesadaran dirawat di rumah sakit
kurang terpaparnya
gangguan pola tidur bedrest total informasi
dampak hospitalisasi kurang pengetahuan
cemas
G. Diagnosa yang Mungkin Muncul
1. Hipertermi berhubungan dengan infeksi bakteri salmonella typhossa.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologi.
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan proses
metabolisme yang berlebih.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
absorbsi nutrisi.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan suhu tubuh/lingkungan,
kegaduhan.
7. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan
keterbatasan informasi.
8. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, lingkungan
yang tidak dikenal, prosedur yang menimbulkan stress.
H. Fokus Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Menurut NANDA. (2009)
1. Hipertermi b.d infeksi bakteri salmonella typhossa
Tujuan (NOC):
a. Temperature kulit sesuai yang di harapkan
b. Temperature tubuh sesuai yang di harapkan
c. Tidak ada sakit kepala
e. Tidak ada tremor/gemetar
f. Tidak ada perubahan warna kulit
g. Melaporkan kenyamanan suhu tubuh
Intervensi (NIC):
a. Monitoring suhu sesering mungkin
b. Monitor warna dan suhu kulit
c. Monitor tekanan darah, suhu dan RR
d. Monitor tingkat kesadaran
e. Monitor intake dan output
f. Berikan cairan IV
g. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila.
2. Nyeri akut b.d agen injury biologi
Tujuan (NOC):
a. Melaporkan adanya nyeri
b. Luas bagian tubuh yang terpengaruh
c. Frekuensi nyeri
d. Panjangnya episode nyeri
e. Pernyataan nyeri
f. Ekspresi nyeri pada wajah
Intervensi (NIC):
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif
b. Observasi reaksi non verbal
d. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
e. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan proses
metabolisme yang berlebih
Tujuan. (NOC) :
a. Keseimbangan intake dan output 24 jam
b. Berat badan stabil
c. Tidak ada mata cekung
d. Tidak haus berlebihan
e. Membran mukosa lembab
f. Kelembaban kulit dalam batas normal
Intervensi (NIC) :
a. Monitor berat badan tiap hari.
b. Pertahankan intake dan output yang akurat.
c. Monitor status hidrasi (membran mukosa) yang adekuat.
d. Monitor indikasi kelebihan cairan.
e. Motivasi pasien untuk meningkatkan intake cairan.
f. Monitor vital sign.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
absorbsi nutrisi.
Tujuan (NIC):
a. Intake zat gizi.
c. Energy.
d. Masa tubuh.
e. Berat badan.
f. Ukurean kebutuhan nutrisi secara biokimia.
Intervensi (NIC):
a. Kaji adanya alergi makanan.
b. Kolaborasi dengan ahli gizi.
c. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
d. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan (NOC) :
a. Istirahat dan aktivitas seimbang.
b. Tidur siang.
c. Mengetahui keterbatasan energinya.
d. Memelihara nutrisi yang adekuat.
e. Mengubah gaya hidup sesuai dengan tingkat energi.
a. Selalu menunjukkan.
Intervensi (NIC) :
a. Menentukan penyebab toleransi aktivitas (fisik, psikologis atau
motivasional).
b. Berikan periode aktivitas selama beraktivitas.
c. Pantau respon kardiopulmonal setelah melakukan aktivitas.
e. Monitor intake nutrisi untuk memastikan kecukupan sumber energi.
6. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan
keterbatasam informasi
Tujuan (NIC):
a. Familiar dengan nama penyakit.
b. Mendeskripsikan proses penyakit.
c. Mendeskripsikan perjalanan penyakit.
d. Mendeskripsikan tanda dan gejala dari komplikasi.
Intervensi (NOC):
a. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan.
b. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul.
c. Gambarkan proses penyakit.
d. Hindari jaminan yang kosong.
e. Kuatkan informasi yang disediakan anggota tim medis lain.
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kegaduhan, lingkungan
Tujuan (NIC):
a. Observasi waktu tidur, kualitas tidur, pola tidur.
b. Perasaan segar setelah tidur.
c. Rutinitas tidur.
d. TTv dalam rentang normal.
Intervensi (NOC):
a. Pantau pola tidur pasien.
c. Hindari suara keras, berikan lingkungan yang tenang.
d. Anjurkan untuk tidur siang jika diperlukan.
8. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, lingkungan
yang tidak dikenal, prosedur yang menimbulkan stress
Tujuan (NOC) :
a. Menyingkirkan tanda kecemasan.
b. Menggunakan strategi koping efektif.
c. Melaporkan penurunan durasi dari episode cemas.
d. Mempertahankan konsentrasi.
e. Tidak ada manifestasi perilaku kecemasan.
Intervensi (NIC) :
a. Tenangkan klien.
b. Jelaskan seluruh prosedur tindakan kepada klien dan perasaan yang
mungkin muncul pada saat dilakukan tindakan.
c. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan.
d. Sediakan aktivitas untuk menurunkan ketegangan.