• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN NIFAS

N/A
N/A
Nabella Indra Putry Sukmawaty

Academic year: 2022

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN NIFAS"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN

Asuhan Nifas Fisiologis dengan Keterampilan Kebutuhan Rasa Nyaman (Manajemen Nyeri)

di PMB Maria Hagul

DISUSUN OLEH:

Nabella Indra Putry S (012011233032)

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 2022

(2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Proses persalinan merupakan proses yang fisiologis dialami oleh hampir semua wanita, begitu pula masa nifas. Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai enam minggu setelah melahirkan. Masa setelah seorang ibu melahirkan bayi yang dipergunakan untuk memulihkan kesehatannya kembali yang umumnya memerlukan waktu 6-12 minggu Komplikasi dapat terjadi pada ibu post partum seperti hemoragic atau pendarahan post partum, trombosis, tromboflebitis (Nugroho et al., 2014). Masa nifas (Post Partum) adalah masa dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat kandungan kembali semula seperti sebelum hamil, yang berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari.

Selama masa pemulihan tersebut berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan fisik yang bersifat fisiologis dan banyak memberikan ketidaknyamanan pada awal post partum, yang tidak menutup kemungkinan untuk menjadi patologis bila tidak diikuti dengan

perawatan yang baik (Yuliana & Hakim, 2020).Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masa nifas merupakan fase setelah kelahiran plasenta dan terjadi proses pemulihan tubuh mirip dengan kondisi awal sebelum hamil.

Menurut Wulandari (2020) Ada beberapa tahapan yang dialami oleh wanita selama masa nifas, yaitu sebagai berikut :

a. Immediate puerperium, yaitu waktu 0-24 jam setelah melahirkan. ibu telah diperbolehkan berdiri atau jalan-jalan

b. Early puerperium, yaitu waktu 1-7 hari pemulihan setelah melahirkan. pemulihan menyeluruh alat-alat reproduksi berlangsung selama 6- minggu Later puerperium, yaitu waktu 1-6 minggu setelah melahirkan, inilah waktu yang diperlukan oleh ibu untuk pulih dan sehat sempurna. Waktu sehat bisa berminggu minggu, bulan dan tahun.

Dalam proses adaptasi ini tentunya ibu mengalami beberapa ketidaknyamanan ini seperti Ketidaknyamanan pasca partum disebabkan oleh trauma perineum selama persalinan dan kelahiran, involusi uterus, proses pengembalian ukuran rahim ke ukuran semula,

pembengkakan payudara dimana alveoli mulai terisi ASI, kekurangan dukungan dari

keluarga dan tenaga kesehatan, ketidaktepatan posisi duduk, dan faktor budaya (PPNI, 2018).

(3)

Ketidaknyamanan ini sangat penting untuk segera diatasi untuk memberikan kenyamanan ibu untuk dirinya dan bayinya dalam laktasi dan perawatan, dampak bila ketidaknyamanan ini tidak segera diatasi dalam penelitian oleh Rahayuningsih 2013 menyatakan bahwa akibat dari laserasi perineum yang terjadi pada ibu Postpartum adalah adanya nyeri perineum sebanyak 70,9% dan dampak dari nyeri perineum tersebut adalah stress, traumatik,takut terluka dan tidak nafsu makan,sulit tidur hingga depresi. Dan hal terpenting yang berdampak dari nyeri yang tidak diatasi ini adalah pada keterlambatan bonding antara ibu dan bayi.

Sehingga,penting laporan ini dituliskan dalam memberikan asuhan nifas fisiologis dalam memberikan kebutuhan rasa nyaman berupa management nyeri.(Rahayuningsih,2017).

1.2 TUJUAN

1.2.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memahami konsep dasar kebutuhan kenyamanan ibu nifas serta mampu mengimplementasikan pada asuhan sayang ibu nifas.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mampu memberikan edukasi kebutuhan kenyamanan pada ibu nifas 2. Mahasiswa mampu melakukan manajemen nyeri pada nifas

3. Mahasiswa mampu melakukan pendokumentasian dalam bentuk SOAP.

4. Mahasiswa mampu mengevaluasi tindakan yang telah dilaksanakan.

1.3 MANFAAT

1.3.1 Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat untuk pemenuhan kebutuhan kenyamanan ibu nifas.

1.3.2 Bagi Penulis

Diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan, dan keterampilan penulis tentang asuhan nifas dalam pemenuhan kebutuhan rasa nyaman.

1.3.3 Bagi Institusi Kesehatan

Diharapkan dapat memberikan asuhan yang bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan terutama asuhan nifas dalam pemenuhan kebutuhan rasa nyaman sebagai subjek untuk menilai keterampilan dan pemahaman penulis dalam menyikapi suatu kasus

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Nifas Fisiologis

2.1.1 Pengertian Nifas Fisiologis

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Puerperium yaitu dari kata Puer yang artinya bayi dan Parous yang artinya melahirkan. Jadi Puerperium berarti masa setelah melahirkan bayi yaitu masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra hamil. Sekitar 50% kematian ibu terjadi pada 24 jam pertama post partum sehingga pelayanan pasca persalinan yang berkualitas harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi (Rini,2016).

Proses persalinan merupakan proses yang fisiologis dialami oleh hampir semua wanita, begitu pula masa nifas. Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai enam minggu setelah melahirkan. Masa setelah seorang ibu melahirkan bayi yang dipergunakan untuk memulihkan kesehatannya kembali yang umumnya memerlukan waktu 6-12 minggu (Nugroho et al., 2014).

Masa nifas atau post partum disebut juga puerperium yang berasal dari bahasa latin yaitu dari kata “Puer” yang artinya bayi dan “Parous” berarti melahirkan. Nifas yaitu darah yang keluar dari rahim karena sebab melahirkan atau setelah melahirkan Masa nifas (Post Partum) adalah masa dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat kandungan kembali semula seperti sebelum hamil, yang berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari.

Selama masa pemulihan tersebut berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan fisik yang bersifat fisiologis dan banyak memberikan ketidaknyamanan pada awal post partum, yang tidak menutup kemungkinan untuk menjadi patologis bila tidak diikuti dengan perawatan yang baik (Yuliana & Hakim, 2020).

2.1.2 Tahapan Nifas Fisiologis

Puerperium dini, Suatu masa kepulihan dimana ibu diperbolehkan untuk berdiri dan berjalan-jalan. Puerperium intermedial, Suatu masa dimana pemulihan dari organ-organ reproduksi selama kurang lebih enam minggu. Remote puerperium,waktu yang diperlukan

(5)

untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan sempurna terutama ibu bila selama pada waktu persalinan mengalami komplikasi (Nugroho et al., 2014).

Sedangkan menurut Wulandari (2020) Ada beberapa tahapan yang dialami oleh wanita selama masa nifas, yaitu sebagai berikut :

a. Immediate puerperium

yaitu waktu 0-24 jam setelah melahirkan. ibu telah diperbolehkan berdiri atau jalan-jalan

b. Early puerperium

yaitu waktu 1-7 hari pemulihan setelah melahirkan. pemulihan menyeluruh alat- alat reproduksi berlangsung selama 6- minggu Later puerperium, yaitu waktu 1-6 minggu setelah melahirkan, inilah waktu yang diperlukan oleh ibu untuk pulih dan sehat sempurna. Waktu sehat bisa berminggu minggu, bulan dan tahun.

c. Remote Puerperium

Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan, tahunan.

Sedangkan dalam aspek psikologis 3 tahap penyesuaian psikologi ibu dalam masa post partum Menurut Sutanto (2019) :

a. Fase Talking In (Setelah melahirkan sampai hari ke dua) 1) Perasaan ibu berfokus pada dirinya.

2) Ibu masih pasif dan tergantung dengan orang lain.

3) Perhatian ibu tertuju pada kekhawatiran perubahan tubuhnya.

4) Ibu akan mengulangi pengalaman pengalaman waktu melahirkan.

5) Memerlukan ketenangan dalam tidur untuk mengembalikan keadaan tubuh ke kondisi normal.

(6)

6) Nafsu makan ibu biasanya bertambah sehingga membutuhkan peningkatan nutrisi.

7) Kurangnya nafsu makan menandakan proses pengembalian kondisi tubuh tidak berlangsung normal.

8) Gangguan psikologis

b. Fase Taking Hold (Hari ke-3 sampai 10)

1) Ibu merasa merasa khawatir akan ketidakmampuan merawat bayi, muncul perasaan sedih (baby blues).

2) Ibu memperhatikan kemampuan menjadi orang tua dan meningkatkan teng gung jawab akan bayinya.

3) Ibu memfokuskan perhatian pada pengontrolan fungsi tubuh, BAK, BAB dan daya tahan tubuh.

c. Fase Letting Go (Hari ke-10 sampai akhir masa nifas)

1) Ibu merasa percaya diri untuk merawat diri dan bayinya. Setelah ibu pulang ke rumah dan dipengaruhi oleh dukungan serta perhatian keluarga.

2) Ibu sudah mengambil tanggung jawab dalam merawat bayi dan memahami kebutuhan bayi

2.1.3 Ketidaknyamanan dalam Nifas Fisiologis

Ketidaknyamanan pasca partum adalah perasaan tidak nyaman yang berhubungan dengan kondisi setelah melahirkan (PPNI, 2018). Ketidaknyamanan pasca partum disebabkan oleh trauma perineum selama persalinan dan kelahiran, involusi uterus, proses pengembalian ukuran rahim ke ukuran semula, pembengkakan payudara dimana alveoli mulai terisi ASI, kekurangan dukungan dari keluarga dan tenaga kesehatan, ketidaktepatan posisi duduk, dan faktor budaya (PPNI, 2018).Terdapat beberapa ketidaknyamanan pada masa nifas.

Meskipun dianggap normal, ketidaknyamanan tersebut dapat menyebabkan distres fisik yang bermakna, seperti :

(7)

1) Nyeri setelah melahirkan

Nyeri setelah melahirkan disebabkan oleh kontraksi dan relaksasi uterus yang berurutan yang terjadi secara terus menerus.

2) Keringat berlebih

Ibu post partum mengeluarkan keringat berlebihan karena tubuh menggunakan rute ini dan diuresis untuk mengeluarkan kelebihan cairan interstisial yang disebabkan oleh peningkatan normal cairan intraseluler selama kehamilan.Cara menguranginya sangat sederhana yaitu dengan membuat kulit tetap bersih dan kering.

3) Pembesaran payudara

Diperkirakan bahwa pembesaran payudara disebabkan oleh kombinasi akumulasi dan stasis air susu serta peningkatan vaskularitas dan kongesti.Kombinasi ini mengakibatkan kongesti lebih lanjut karena stasis limfatik dan vena.Hal ini terjadi saat pasokan air susu meningkat, pada sekitar hari ketiga post partum baik pada ibu menyusui maupun tidak menyusui dan berakhir sekitar 24 hingga 48 jam.

4) Nyeri perineum

Beberapa tindakan dapat mengurangi ketidaknyamanan atau nyeri akibat laserasi atau luka episiotomi dan jahitan laserasi atau episiotomi tersebut. Sebelum tindakan dilakukan, penting untuk memeriksa perineum untuk menyingkirkan komplikasi seperti hematoma.

5) Konstipasi

Rasa takut dapat menghambat fungsi bowel jika wanita takut bahwa hal tersebut dapat merobek jahitan atau akibat nyeri yang disebabkan oleh ingatannya tentang tekanan bowel pada saat persalinan.Konstipasi lebih lanjut mungkin diperberat dengan longgarnya abdomen dan oleh ketidaknyamanan jahitan robekan perineum derajat tiga atau empat.

6) Hemoroid

(8)

Jika wanita mengalami hemoroid, mungkin mereka sangat merasakan nyeri selama beberapa hari. Hemoroid yang terjadi selama masa kehamilan dapat menimbulkan trauma dan menjadi lebih edema selama kala dua persalinan.

2.1.4 Nyeri dalam Nifas Fisiologis

Nyeri setelah melahirkan disebabkan oleh kontraksi dan relaksasi uterus yang berurutan yang terjadi secara terus menerus. Nyeri ini lebih umum terjadi pada paritas tinggi dan pada wanita menyusui. Alasan nyeri yang lebih berat pada wanita dengan paritas tinggi adalah penurunan tonus otot uterus secara bersamaan,menyebabkan relaksasi intermiten. Berbeda pada wanita primipara yang tonus ototnya masih kuat dan uterus tetap berkontraksi tanpa relaksasi intermiten. Pada wanita menyusui, isapan bayi menstimulasi produksi oksitosin oleh hipofisis posterior. Pelepasan oksitosin tidak hanya memicu refleks let down (pengeluaran ASI) pada payudara, tetapi juga menyebabkan kontraksi uterus. Nyeri setelah melahirkan akan hilang jika uterus tetap berkontraksi dengan baik saat kandung kemih kosong. Kandung kemih yang penuh mengubah posisi uterus ke atas, menyebabkan relaksasi dan kontraksi uterus lebih nyeri.Dengan hal ini penting untuk mengosongkan kandung kemih pasca bersalin. Fakta menggambarkan bahwa banyak ibu bersalin yang mengalami robekan pada perineumnya. Robekan Tersebut terjadi karena adanya tindakan medis yaitu karena adanya indikasi tertentu atau yang biasa disebut episiotomi.Episiotomi adalah tindakan membuat luka perineum yang disengaja untuk memperbesar muara vagina pada saat perineum dan vagina meregang sebelum keluar kepala bayi, biasanya karena adanya bayi besar. Selain itu luka perineum juga bisa terjadi karena ruptur perineum yaitu karena adanya robekan perineum secara alami yang lukanya tidak teratur, yang disebabkan adanya desakan kepala janin yang terlalu cepat atau bahu pada proses persalinan.Oleh karena itu bentuk luka perineum dibedakan menjadi 2 yaitu bentuk luka perineum ruptur dan episiotomi. Menurut Henderson sekitar 85% wanita yang melahirkan spontan pervaginam mengalami trauma perineum berupa 32-33% karena tindakan episiotomi dan 52% merupakan laserasi spontan. Luka perineum ada yang ringan sampai berat. Luka perineum dibedakan menjadi derajat luka, dari luka derajat 1 sampai luka derajat 4.Tentu saja semakin dalam dan lebar luka perineum akan semakin menyebabkan nyeri. Luka perineum derajat 1 meliputi mukosa vagina, kulit perineum tepat dibawahnya. Umumnya robekan tingkat 1 dapat sembuh sendiri, penjahitan tidak diperlukan jika tidak perdarahan dan luka dapat menyatu dengan baik.Luka perineum

(9)

derajat 2 meliputi mucosa vagina, kulit perineum dan otot perineum. Perbaikan luka dilakukan setelah diberi anestesi lokal kemudian otot-otot diafragma urogenitalis dihubungkan di garis tengah dengan jahitan dan kemudian luka pada vagina dan kulit perineum ditutupi dengan mengikutsertakan jaringan - jaringan dibawahnya.Luka perineum derajat 3 meliputi mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum dan otot sfingter ani eksternus . Pada laserasi partial denyut ketiga yang robek hanyalah spingter.Luka perineum derajat 4 yaitu pada laserasi yang total spingter recti terpotong dan laserasi meluas sehingga dinding anterior rektum dengan jarak yang bervariasi.Luka perineum pada kenyataannya sering membuat ibu post partum sangat tidak nyaman bahkan mengalami ketakutan untuk melakukan mobilisasi dini. Padahal mobilisasi dini sangat penting untuk melancarkan pengeluaran lokea, mengurangi infeksi pada luka, mempercepat involusio alat kandungan, melancarkan peredaran darah, mencegah tromboplebitis dan akan mempercepat penyembuhan luka. Selain itu nyeri laserasi perineum akan mengganggu ibu berinteraksi dengan bayinya, membuat ibu lebih rentan terkena infeksi dan kemungkinan akan menyebabkan terjadinya perdarahan jika laserasi perineum tidak dipantau dengan baik. Nyeri laserasi perineum jelas akan menimbulkan dan mempengaruhi kesejahteraan perempuan secara fisik, psikologis dan sosial pada periode postnatal baik secara langsung maupun dalam jangka panjang.Oleh karena itu akan lebih baik jika ibu bersalin bisa melahirkan tanpa mengalami laserasi perineum. Luka perineum biasanya dirasakan sangat nyeri oleh ibu nifas tapi ternyata ada juga ibu nifas yang tidak merasakan nyeri meskipun ada laserasi di perineumnya.Hal tersebut terjadi karena ambang nyeri pada setiap orang berbeda beda.(Mulati dan Susilowati, 2018).

2.1.5 Dampak Nyeri dalam Nifas Fisiologis

Dampak bila ketidaknyamanan ini tidak segera diatasi dalam penelitian oleh Rahayuningsih 2013 menyatakan bahwa akibat dari laserasi perineum yang terjadi pada ibu Postpartum adalah adanya nyeri perineum sebanyak 70,9% dan dampak dari nyeri perineum tersebut adalah stress, traumatik,takut terluka dan tidak nafsu makan,sulit tidur hingga depresi. Dan hal terpenting yang berdampak dari nyeri yang tidak di atasi ini adalah pada keterlambatan bonding antara ibu dan bayi. Sehingga,penting laporan ini dituliskan dalam memberikan asuhan nifas fisiologis dalam memberikan kebutuhan rasa nyaman berupa management nyeri.(Rahayuningsih,2017).

(10)

Nyeri akut yang dirasakan pasien akan berdampak pada fisik, perilaku, dan aktifitas sehari- hari (Mubarak et al., 2015) :

1) Tanda dan gejala fisik

Tanda fisiologi dapat menunjukan nyeri pada pasien yang berupaya untuk tidak mengeluh atau mengakui ketidaknyamanan. Sangat penting untuk mengkaji tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik termasuk mengobservasi keterlibatan saraf otonomi. Saat awitan nyeri akut, denyut jantung tekanan darah dan frekuensi pernapasan meningkat.

2) Dampak perilaku

Pasien yang mengalami nyeri menunjukkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang khas dan berespon secara vokal serta mengalami kerusakan dalam interaksi sosial. Pasien sering kali meringis, mengernyitkan dahi, menggigit bibir, gelisah, imobilisasi mengalami ketegangan otot, melakukan gerakan melindungi bagian tubuh sampai dengan menghindari percakapan, menghindari kontak sosial, dan hanya fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri.

3) Pengaruh pada aktivitas sehari-hari

Pasien yang mengalami nyeri setiap hari kurang mampu berpartisipasi dalam aktivitas rutin seperti mengalami kesulitan dalam melakukan tindakan kebersihan normal serta dapat mengganggu aktivitas sosial dan hubungan seksual.

2.2 Konsep Dasar Teori KDPK (Kebutuhan Rasa Nyaman/Manajemen Nyeri) 2.2.1 Kebutuhan Rasa Nyaman Masa Nifas

Kebutuhan rasa nyaman saat nifas merupakan hal yang harus dipenuhi untuk mendukung kenyamanan ibu dalam menjaga kesehatan dan pemulihan setelah melahirkan serta membantu bonding dengan bayi guna memberikan laktasi yang terbaik.Kebutuhan rasa nyaman adalah suatu keadaan yang membuat seseorang merasa nyaman, terlindung dari ancaman psikologis, bebas dari rasa sakit terutama nyeri. Nyeri adalah suatu sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan terkait kerusakan jaringan yang aktual maupun potensial, atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut.Nyeri merupakan pengalaman pribadi yang diperlihatkan dengan cara berbeda pada setiap individu. Setiap individu memiliki

(11)

pengalaman nyeri dengan skala tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan dipersepsikan individu berdasarkan pengalamannya. Nyeri menjadi alasan paling umum seseorang mencari perawatan kesehatan karena merasakan terganggu dan menyulitkan mereka. Nyeri secara serius jika tidak ditangani dapat menyebabkan ketidakmampuan dan imobilisasi pada individu, sehingga kondisi tersebut akan merusak kemampuan individu untuk melakukan aktivitas perawatan diri, menyebabkan isolasi sosial, depresi serta perubahan konsep diri (Purwanto dalam Karendehi, 2015).

Dengan demikian,kebutuhan rasa nyaman saat bersalin (nyeri) sangat perlu dilakukan asuhan secara benar untuk kesejahteraan ibu dan bayi.

2.2.2 Penilaian Klinis Nyeri

Ada beberapa cara untuk membantu mengetahui akibat nyeri menggunakan skala assessment nyeri unidimensional (tunggal) atau multidimensi.

1. Unidimensional:

- Hanya mengukur intensitas nyeri - Cocok (appropriate) untuk nyeri akut

- Skala yang biasa digunakan untuk evaluasi pemberian analgetik - Skala assessment nyeri unidimensional ini meliputi:

• Visual Analog Scale (VAS)

Cara yang paling banyak digunakan untuk menilai nyeri. Skala linier ini menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri yang mungkin dialami seorang pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis sepanjang 10 cm, dengan atau tanpa tanda pada tiap sentimeter (Gambar 1). Tanda pada kedua ujung garis ini dapat berupa angka atau pernyataan deskriptif.

(12)

Gambar 1 Visual Analog Scale

•Verbal Rating Scale (VRS)

Skala verbal menggunakan kata - kata dan bukan garis atau angka untuk menggambarkan tingkat nyeri. Skala yang digunakan dapat berupa tidak ada nyeri, sedang, parah (Gambar 2).

Gambar 2 Verbal Rating Scale

• Numeric Rating Scale (NRS)

Skala ini menggunakan angka-angka 0 sampai 10 untuk menggambarkan tingkat nyeri.

(Gambar 3).

Gambar 3 Numeric Rating Scale 2. Multidimensional

- Mengukur intensitas dan afektif (unpleasantness) nyeri

- Diaplikasikan untuk nyeri kronis - Dapat dipakai untuk penilaian klinis - Skala multidimensional ini meliputi:

• McGill Pain Questionnaire (MPQ)

Terdiri dari empat bagian: (1) gambar nyeri, (2) indeks nyeri (PRI), (3) pertanyaan pertanyaan mengenai nyeri terdahulu dan lokasinya; dan (4) indeks intensitas nyeri yang

(13)

dialami saat ini. Terdiri dari 78 kata sifat/adjektif, yang dibagi ke dalam 20 kelompok.

Setiap set mengandung sekitar 6 kata yang menggambarkan kualitas nyeri yang makin meningkat. Kelompok 1 sampai 10 menggambarkan kualitas sensorik nyeri (misalnya, waktu/temporal, lokasi/spatial, suhu/thermal). Kelompok 11 sampai 15 menggambarkan kualitas efektif nyeri (misalnya stres, takut, sifat-sifat otonom). Kelompok 16 menggambarkan dimensi evaluasi dan kelompok 17 sampai 20 untuk keterangan lain- lain dan mencakup kata-kata spesifik untuk kondisi tertentu. Penilaian menggunakan angka diberikan untuk setiap kata sifat dan kemudian dengan menjumlahkan semua angka berdasarkan pilihan kata pasien maka akan diperoleh angka total.

• The Brief Pain Inventory (BPI)

kuesioner medis yang digunakan untuk menilai nyeri. Awalnya digunakan untuk mengakses nyeri kanker, namun sudah divalidasi juga untuk assessment nyeri kronik.

• Memorial Pain Assessment Card

Instrumen yang cukup valid untuk evaluasi efektivitas dan pengobatan nyeri kronis secara subjektif. Terdiri atas 4 komponen penilaian tentang nyeri meliputi intensitas nyeri, deskripsi nyeri, pengurangan nyeri dan mood.

(Tjahya, 2017)

2.2.3 Pengkajian Respon Nyeri

1. Kaji Karakteristik nyeri ( Metode P, Q, R, S, T)

• Faktor pencetus ( P : Provocate)

Mengkaji tentang penyebab atau stimulus- stimulus nyeri pada klien. Dapat melakukan observasi bagian- bagian tubuh yang mengalami cedera. Menanyakan pada klien perasaan perasaan apa yang dapat mencetuskan nyeri.

• Kualitas (Q : Quality)

Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang diungkapkan oleh klien, seringkali klien

(14)

mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-kalimat: tajam, tumpul, berdenyut, berpindah- pindah,

seperti tertindih, perih tertusuk dimana tiap-tiap klien mungkin berbeda-beda dalam melaporkan

kualitas nyeri yang dirasakan.

• Lokasi (R: Region)

Meminta klien untuk menunjukkan semua bagian / daerah dirasakan tidak nyaman oleh klien.

Untuk melokalisasi nyeri lebih spesifik, maka dapat meminta klien untuk melacak daerah nyeri

dan titik yang paling nyeri, kemungkinan hal ini akan sulit apabila nyeri yang dirasakan bersifat

difus (menyebar).

• Keparahan (S: Severe)

Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang paling subjektif.

Pada

pengkajian ini klien diminta untuk menggambarkan nyeri yang ia rasakan sebagai nyeri ringan,

nyeri sedang atau berat.

• Durasi (T: Time)

Menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan, durasi, dan rangkaian 2. Respon perilaku

• Mencakup pernyataan verbal, vokal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dengan orang lain, ataupun perubahan respon

(15)

terhadap lingkungan.

• Individu yang mengalami nyeri akut dapat menangis, merintih,

merengut, tidak menggerakkan bagian tubuh, mengepal, atau menarik diri

3. Respon afektif

• Respon ini bervariasi sesuai situasi, derajat, durasi, interpretasi,

dan faktor lain.

• Bidan perlu mengeksplorasi perasaan ansietas, takut, kelelahan,

depresi, dan kegagalan klien 4. Pengaruh nyeri terhadap kehidupan kita

• Klien yang setiap hari merasakan nyeri akan mengalami gangguan

dalam kegiatan sehari-harinya.

• Pengkajian pada perubahan aktivitas ini bertujuan untuk

mengetahui kemampuan klien dalam berpartisipasi terhadap kegiatan sehari-hari, sehingga perawat mengetahui sejauh mana ia dapat membantu aktivitas yang dilakukan oleh pasien

5. Persepsi klien terhadap nyeri

Dalam hal ini bidan perlu mengkaji persepsi klien terhadap nyeri, bagaimana klien dapat menghubungkan antara nyeri yang ia rasakan dengan proses penyakit atau hal lain dalam diri maupun lingkungan disekitar klien

(16)

6. Mekanisme adaptasi klien terhadap nyeri

Tiap individu memiliki cara masing-masing dalam beradaptasi terhadap nyeri. Dalam hal ini,bidan perlu mengkaji cara-cara apa saja yang biasanya selalu dilakukan klien untuk menurunkan rasa nyeri yang ia rasakan.

Apabila cara yang dilakukan oleh klien tersebut efektif, maka bidan dapat memasukkannya dalam rencana tindakan

2.2.4 Penatalaksanaan Nyeri 1.DISTRAKSI

• Stimulus sensori yang menyenangkan menyebabkan pelepasan endorphin

• mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain (menurunkan kewaspadaan terhadap

nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri.)

• bekerja memberi pengaruh paling baik untuk jangka waktu singkat, untuk mengatasi

• bekerja memberi pengaruh paling baik untuk jangka waktu singkat, untuk mengatasi

nyeri intensif (MENIT) 2.HIPNOTIS

•mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif

•sugesti-diri dan kesan tentang perasaan yang rileks dengan menggunakan

berbagai ide pikiran dan kemudian kondisi yang menghasilkan respons tertentu bagi mereka

3.MENGURANGI PERSEPSI NYERI

• Diatasi dengan mengantisipasi kejadian yang menyakitkan.

(17)

• Upaya ini hanya membutuhkan suatu pertimbangan sederhana tentang rasa tidak

nyaman yang klien alami dan sedikit waktu ekstra dalam upaya menghindari situasi yang menyebabkan nyeri.

4.STIMULASI KUTANEUS

• Stimulasi kulit yang dilakukan untuk menghilangkan nyeri (Masase, mandi air hangat, kompres es)

• Mengaktifkan transmisi serabut saraf sensorik A-beta yang lebih besar dan lebih cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan delta A berdiameter kecil. Gerbang sinap

mengatakan transmisi impuls nyeri.

5.RELAKSASI DAN TEKNIK IMAJINASI

• Mengubah persepsi kognitif dan motivasi-afektif

• Kontrol diri ketika terjadi

• Rasa nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri

(Sari et al., 2018)

2.3 KONSEP DASAR ASUHAN KEBIDANAN PADA NIFAS FISIOLOGIS DALAM MANAGEMENT NYERI

2.3.1 Pengkajian (Data Subjektif, Data Objektif) Data subyektif

Adalah data yang didapat dari hasil wawancara (anamnesa langsung) kepada klien dan keluarga dan tim kesehatan lainnya. Data subyektif ini mencakup semua keluhan-keluhan dari klien terhadap masalah kesehatannya. Anamnesa terhadap klien meliputi hal-hal berikut:

1) Biodata a) Ibu

(18)

-Nama ibu : untuk memudahkan memanggil/menghindari kekeliruan.

-Umur : untuk mengetahui adanya resiko seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum matang, mental dan psikisnya belum siap. Sedangkan umur lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk terjadi perdarahan dalam masa nifas.

-Pekerjaan : untuk mengetahui tingkat sosial ekonomi, karena berpengaruh dalam gizi pasien tersebut.

-Pendidikan : untuk memudahkan pemberian KIE.

-Agama : untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk membimbing atau mengarahkan pasien dalam berdo’a.

-Alamat : untuk mempermudah kunjungan rumah bila diperlukan.

b) Bayi

-Nama bayi : untuk mengetahui identitas bayi dan menghindari kekeliruan.

-Tanggal lahir : untuk untuk mengetahui kapan bayi lahir, sesuai atau tidak dengan perkiraan lahirnya

-Jenis kelamin : Untuk mencocokkan identitas sesuai nama bayi,beserta menghindari kekeliruan bila terjadi kesamaan nama dengan bayi lain.

-Umur : Untuk mengkaji usia bayi karena pada minggu minggu awal masa neonatus memerlukan pengawasan dan asuhan khusus yang nanti akan disesuaikan dengan tindakan yang akan dilakukan.

0-8 hari : neonatus dini 8-28 hari : neonatus lanjut 2) Keluhan Utama

Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan masa nifas, misalnya pasien merasa mules, sakit pada jalan lahir karena adanya jahitan pada perineum .

(19)

3) Riwayat Kesehatan Sekarang

Bagaimana keadaan kesehatan klien saat ini, apakah klien menderita penyakit tertentu : penyakit TBC, penyakit kusta, penyakit menurun (DM, HT, asma, dll) 4) Riwayat kesehatan yang lalu

Data yang diperlukan untuk mengetahui kemungkinan ada riwayat atau penyakit akut, kronis seperti : jantung, diabetes,hipertensi, asma.

5) Riwayat kesehatan keluarga

Data yang diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan pasien dan bayinya, yaitu apabila ada penyakit keluarga yang menyertai

6) Riwayat Haid

Ditanyakan kapan pertama kali klien mendapat haid (menarche), apakah haidnya teratur atau tidak, berapa hari siklus haidnya, berapa lama haidnya, berapa banyak darah haid yang keluar selama haid, bagaimana warna darah haidnya, bagaimana baunya dan konsistensinya. Juga ditanyakan keluhan apa saja yang dialami klien saat haid. Apakah ibu mengalami dismenore dan fluor albus

7) Riwayat Kehamilan, Persalinan, Nifas a) Riwayat Kehamilan

Untuk mengetahui apakah selama kehamilan pernah ada penyulit atau gangguan serta masalah – masalah yang mempengaruhi masa nifas.

b) Riwayat Persalinan

Data ini perlu ditanyakan karena riwayat persalinan dapat mempengaruhi masa nifas ibu, misalnya saat persalinan terjadi retensio plasenta, perdarahan, preeklampsia atau eklampsia. Selain itu yang perlu ditanyakan adalah tanggal persalinan, jenis persalinan, jenis kelamin pada anak, keadaan bayi meliputi PBL, BBL, penolong persalinan untuk mengetahui apakah proses persalinan mengalami kelainan atau tidak yang bisa berpengaruh pada masa nifas saat ini

(20)

c) Riwayat Nifas

Apakah ibu pernah mengalami pusing berlebihan, kaki bengkak, lemas, perdarahan atau masalah – masalah lain yang dapat mempengaruhi masa nifas selanjutnya 8) Riwayat KB

Untuk mengetahui apakah ibu pernah ikut KB dengan kontrasepsi jenis apa, berapa lama, adakah keluhan selama menggunakan kontrasepsi serta rencana KB setelah masa nifas.

9) Pola Kebiasaan Sehari-hari selama Hamil dan saat Nifas.

a) Nutrisi

Kebutuhan energi ibu nifas atau menyusui pada 6 bulan pertama kira-kira 700 kkal/hari dan enam bulan kedua 500 kkal/hari sedangkan ibu menyusui bayi berumur 2 tahun rata-rata sebesar 400 kkal/hari.

b) Eliminasi

BAK : ibu diminta untuk buang air kecil (miksi) 6 jam postpartum. Jika dalam 8 jam postpartum belum dapat berkemih atau sekali berkemih melebihi 100cc, maka dilakukan kateterisasi. Akan tetapi, kalau ternyata kandung kemih penuh, tidak perlu menunggu 8 jam untuk kateterisasi.

BAB : ibu postpartum diharapkan dapat buang air besar (defekasi) setelah hari ke- 2 postpartum. Jika hari ke-3 belum juga buang air besar,maka perlu diberikan obat pencahar per oral atau per rektal. Jika setelah pemberian obat pencahar masih belum bisa BAB, maka dilakukan klisma (huknah).

c) Istirahat

Menganjurkan ibu istirahat cukup untuk mencegah kelelahan. Sarankan ibu untuk kembali melakukan kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan serta untuk tidur siang atau beristirahat selama bayi tidur. Ibu mengatur kegiatan rumahnya sehingga dapat menyediakan waktu untuk istirahat pada siang hari kira-kira 2 jam dan malam hari 7-8 jam. Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal antara

(21)

lain mengurangi jumlah ASI, memperlambat involusi uteri dan memperbanyak perdarahan, dan mengakibatkan depresi (Widyasih,dkk. 2012).

d) Personal Hygiene

Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga kebersihan tubuh terutama pada daerah genetalia, karena pada masa nifas masih mengeluarkan lokia. Mandi minimal 2x/hari, gosok gigi minimal 2x/hari, ganti pembalut setiap kali penuh atau sudah lembab

e) Seksual

Apabila perdarahan telah berhenti dan episiotomi sudah sembuh maka coitus bisa dilakukan pada 6-8 minggu postpartum (Dewi & Sunarsih, 2012).

10) Data psikososial a) Fase Taking In

Ibu mengatakan bahagia anaknya lahir dengan selamat meskipun klien tampak lelah.

Ibu merasa cemas karena tidak bisa meneteki.

b) Fase Taking Hold

Klien mengatakan siap merawat bayinya dan berusaha sedapat mungkin untuk bisa menyusui bayinya dengan mendengarkan berbagai anjuran petugas untuk perawatan diri terutama payudaranya.

c) Fase Letting Go

Klien mengatakan siap menerima tanggung jawab sebagai seorang ibu, dan dari anggota keluarga yang lain mengatakan siap menerima kehadiran bayi sebagai anggota keluarga baru.

d) Post Partum Blues

Ibu mengatakan bahagia atas kelahiran bayinya dengan selamat dan tidak ada kelainan.

(22)

f) Latar Belakang Budaya

(1) Apakah mengadakan selamatan setelah melahirkan.

(2) Apakah ibu tidak boleh tidur siang

(3) Apakah ibu pantang terhadap makanan (Anggraeni, 2010).

Data Objektif 1) Ibu

a) Pemeriksaan Umum

(1) Kesadaran umum : baik/cukup/lemah

(2) Kesadaran :composmentis/apatis/delirium/somnolens /koma (3) Tekanan Darah : 90/60 – 140/90 mmHg (normal)

(4) Suhu : 36,5 -37,50 C (normal) (5) Nadi : 60-80 kali/menit (normal)

(6) Pernapasan : frekuensi 16-24 kali/menit (normal) b) Pemeriksaan Fisik

(1) Inspeksi

● Kepala : kulit kepala dan rambut bersih/tidak,rambut rontok/tidak

● Muka : apakah ada oedema pada wajah, adakah cloasma gravidarum.

● Mata : konjungtiva anemis (pucat) menunjukkan adanya anemia karena kekurangan protein dan Fe sebagai sumber pembentukan eritrosit.

● Hidung : hidung bersih/tidak, ada/tidak ada secret;keberadaan secret dapat mengganggu jalan nafas.

● Mulut dan gigi : gigi berlubang/ tidak, gigi yang berlubang dapat menjadi port de entry bagi mikroorganisme dan bisa beredar secara sistemik

(23)

● Leher : adanya pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe/tidak, adanya bendungan vena jugularis/tidak.

● Payudara : melihat bentuk dan ukuran, simetris atau tidak,puting payudara (menonjol, datar, atau masuk kedalam) warna kulit, warna sekitar areola mammae.

● Genitalia : -Terdapat Lokia

Lokia rubra/merah: Lokia muncul pada hari pertama sampai hari ke 4 masa postpartum. Cairan yang keluar berwarna merah karena berisi darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi) dan mekonium.

Lokia Sanguinolenta: Cairan yang keluar berwarna merah kecoklatan dan berlendir. Berlangsung hari ke 4 sampai hari ke 7 postpartum.

Lokia Serosa : Lokia ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum, leukosit dan laserasi plasenta. Munculnya pada hari ke 7 sampai hari ke 14 postpartum.

Lokia Alba : Mengandung leukosit, sel desidua,sel epitel, selaput lendir serviks dan serabut jaringan yang mati. Lochea alba bisa berlangsung selama 2 sampai 6 minggu postpartum.

- Luka Jahitan Episiotomi

Pada bekas luka sayatan episiotomi atau luka perineum, jaringan sekitarnya membengkak ada / tidak, tepi luka menjadi merah dan bengkak ada / tidak, jahitan mudah terlepas / tidak, ada luka yang terbuka menjadi ulkus dan mengeluarkan pus / tidak.

● Ekstremitas : ada tidaknya oedema, tanda-tanda tromboflebitis, ada tidaknya varises, dan kemerahan pada daerah tersebut

(24)

(2) Palpasi

● Leher : tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, tidak ada pembengkakan vena jugularis

● Payudara : tidak ada benjolan abnormal, kolostrum sudah keluar atau belum.

● Abdomen : menentukan TFU, memantau kontraksi uterus. Pengkajian diastasis recti. Terjadi penurunan bertahap sebesar 1 cm/ hari. Dihari pertama TFU berada 12 cm di atas simpisis pubis. Pada hari ke – 7 sekitar 5 cm di atas simpisis pubis. Pada hari ke – 10 uterus hampir tidak dapat dipalpasi atau bahkan tidak terpalpasi (Medforth, 2012).

● Ekstremitas : Oedema ada / tidak, varises ada / tidak, tanda homan ada / tidak.

(3) Auskultasi

Ronchi ada / tidak, wheezing ada / tidak.

(4) Perkusi

Reflek patella ada / tidak.

c) Pemeriksaan penunjang

Apabila ada indikasi infeksi yang memerlukan pemeriksaan penunjang (1) Hemoglobin, hematokrit, leukosit.

(2) Ultrasonografi untuk melihat sisa plasenta.

2) Bayi

● Keadaan umum: Untuk mengetahui keadaan umum bayi.

● Kesadaran : Kesadaran penderita meliputi tingkat kesadaran (sadar

penuh, apatis, gelisah, koma) , gerakan ekstrim, dan ketegangan otot

(25)

● Nadi : Normalnya 120-160 denyut per menit; bervariasi ketika tidur atau menangis dari 100-180 denyut per menit .Denyut jantung normal 130-160 kali/menit (Sondakh, 2013).

● Pernapasan : Normalnya 30-60 kali/menit; pernapasan diafragma disertai gerakan dinding abdomen

● Pernapasan normal 40-60 kali/menit (Sondakh, 2013).

● Suhu : pengukuran suhu meliputi: Aksila normalnya 36,5ºC- 37ºC ,Kulit normalnaya 36ºC-36,5ºC

● Berat badan : Normal 2500-4000 gram (Sondakh, 2013). Seminggu setelah persalinan biasanya berat badan bayi turun 10% dari berat saat lahir.

● Panjang badan : Antara 48-52 cm (Sondakh, 2013).

● Lingkar Kepala : Normalnya adalah 35 cm. Pengukuran dimulai dari bregma frontal melalui oksiput dan kembali ke semula (Rochmah, 2012).

● Kepala : Ubun-ubun, sutura, molase, caput succedaneum, cephal hematoma, hidrosefalus

● Muka : Warna kulit merah, tampak simetris dan tidak ada kelainan wajah yang khas seperti Sindrom Down (Marmi dan Rahardjo, 2015).

● Mata : Sklera putih, periksa adanya perdarahan subkonjungtiva atau retina, periksa adanya strabismus. Normalnya mata bayi bersih, tidak ada kotoran/sekret.

● Hidung : Lubang simetris, bersih, tidak ada sekret (Sondakh, 2013). Periksa adanya pernapasan cuping hidung, jika cuping hidung mengembang menunjukkan adanya gangguan pernapasan (Marmi dan Rahardjo, 2015).

● Mulut : Labio/palatoskisis, trush, mukosa kering/basah Normalnya, bibir, gusi, langit-langit utuh dan tidak ada bagian yang terbelah.

● Telinga : Bentuk telinga bayi dapat tidak sama antara kanan dan kiri, kadang terlipat dan berbulu.Akan tetapi, hal ini tidak akan menetap (Tando, 2016).

(26)

● Leher : Periksa bentuk dan kesimetrisan leher, adanya pembengkakan/ benjolan, kelainan tiroid atau adanya pembesaran kelenjar getah bening, dan tanda abnormal lain (Tando, 2016).

Pergerakan harus baik, jika terdapat keterbatasan pergerakan kemungkinan ada kelainan tulang leher (Marmi dan Rahardjo, 2015).

● Dada : Simetris atau tidak, apakah ada retraksi dinding dada atau tidak, dan gangguan pernapasan (Tando, 2016).

● Tali pusat : Periksa apakah ada penonjolan di sekitar tali pusat pada saat bayi menangis, perdarahan tali pusat, jumlah pembuluh darah pada tali pusat (Tando, 2016). Normalnya tidak ada perdarahan, pembengkakan, nanah, bau yang tidak enak pada tali pusat, atau kemerahan sekitar tali pusat.

● Abdomen : Periksa bentuk abdomen bayi. Apabila abdomen bayi cekung, kemungkinan terjadi hernia diafragmatika. Apabila abdomen bayi kembung, kemungkinan disebabkan oleh perforasi usus yang biasanya akibat ileus mekonium (Tando, 2016).

● Genitalia : Kelamin laki-laki: panjang penis, testis sudah turun dan berada dalam skrotum, orifisium uretra di ujung penis, dan kelainan (fimosis, hipospadia/ epispadia).Sedangkan,Kelamin perempuan: labia mayora dan labia minora, klitoris, orifisium vagina, orifisium uretra, sekret, dan kelainan (Tando, 2016).

● Anus : Terdapat atresia ani/tidak (Marmi dan Rahardjo, 2015).

● Ekstremitas : Ekstremitas atas, bahu, dan lengan: periksa gerakan, bentuk, dan kesimetrisan ekstremitas atas. Hitung jumlah jari tangan bayi.Sedangkan Ekstremitas bawah, tungkai, dan kaki: periksa apakah kedua kaki bayi sejajar dan normal (Tando, 2016).

2.3.2 Interpretasi Data (Diagnosa dan Masalah) a. Ibu

Melakukan identifikasi yang benar terhadap masalah atau diagnosis interpretasi yang benar atas data – data yang telah dikumpulkan. Diagnosis, masalah, serta kebutuhan ibu nifas tergantung dari hasil pengkajian terhadap ibu (Dewi dan Sunarsih, 2012).

(27)

Diagnosa : P...Ab...nifas normal hari ke 1 / 2 jam

Data Subyektif : Data subyektif yang mendukung diagnosa tersebut, seperti ibu mengatakan telah melahirkan anak ke....

Data Obyektif : Data obyektif yang mendukung diagnosa tersebut,seperti keadaan umum, kesadaran, tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan, kontraksi baik / tidak,Tinggi Fundus Uteri (TFU)

Masalah :

1) Nyeri perut (afterpain) sehubungan dengan proses involusi uteri Data Subyektif :Melaporkan kram

Data Objektif :Perilaku melindungi/ distraksi, wajah menunjukkan rasa nyeri 2) Gangguan pola tidur

Data Subyektif :Mengungkapkan laporan – laporan kesulitan tidur /tidak merasa segar setelah istirahat dan peka rangsangan.

Data Obyektif :Lingkar bawah mata gelap dan sering menguap 3) Kurangnya pengetahuan mengenai perawatan bayi

Data Subyektif :Mengungkapkan masalah, keragu – raguan dalam atau ketidak adekuatan melakukan aktivitas.Data Obyektif :Ketidaktepatan perilaku (respon terhadap bayinya)

4) Konstipasi

Data Subyektif :Melaporkan rasa penuh pada abdomen / rektal, mual, feses kurang dari biasanya, mengejan pada saat defekasi.

Data Obyektif :Bising usus berkurang, teraba skibala pada saat palpasi pada abdomen

5) Kurangnya nutrisi pada ibu

(28)

Data Subyektif :Ibu mengatakan keluarga memegang adat atau kepercayaan sehingga ibu harus tarak, makan gorengan dan tidak boleh makan amis. Data Obyektif :Terjadi konstipasi, luka tidak lekas sembuh (Sulistyawati, 2015).

6) Kurangnya pengetahuan cara menyusui yang benar Data Subyektif :Ungkapan ibu akan tingkat kepuasan.

Data Obyektif :Payudara lecet, payudara bengkak, salah posisi saat menyusui, respon / penambahan berat badan bayi.

7) Payudara nyeri dan bengkak

Data Subyektif :Ungkapan ketidaknyamanan pada payudara Data Obyektif :Terdapat nyeri tekan, teraba keras pada payudara (Sulistyawati, 2015).

8) Nyeri pada luka jahitan perineum

Data Subyektif :Melaporkan ketidaknyamanan perineal.

Data Obyektif :Wajah menunjukkan nyeri b. Bayi

Diagnosa :Bayi baru lahir normal, usia ...

Data subjektif :Bayi lahir tanggal ... jam ...

Data objektif :Tangisan kuat, warna kulit kemerahan, tonus otot baik. Refleks hisap, menelan, dan morro telah terbentuk Rambut kepala tumbuh baik, rambut lanugo hilang Suhu : normal 36,5-37,50 C ,Pernafasan : normal 130-160 kali/menit ,Nadi : normal 130-160 kali/menit ,Berat Badan : normal 2500-4000 gram,Panjang Badan : 48-52 cm (Sondakh, 2013).

Masalah :

a. Muntah dan Gumoh

(29)

b. Ruam popok / Diaper Rash c. Oral Trush

d. Seborrhea

e. Obstipasi / konstipasi . f. Milliariasis

g. Diare

(Marmi dan Rahardjo, 2015).

2.3.3 Identifikasi Masalah Potensial

Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial yang mungkin akan terjadi. Pada langkah ini diidentifikasi masalah atau diagnosa potensial berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa hal ini membutuhkan antisipasi, pencegahan, bila memungkinkan menunggu mengamati dan bersiap-siap apabila hal tersebut benar- benar terjadi. Melakukan asuhan yang aman penting sekali dalam hal ini.

a. Ibu

1) Endometritis 2) Peritonitis 3) Infeksi Perineum 4) Hemoragic Post Partum 5) Mastitis

(Marmi dan Rahardjo, 2015).

b. Bayi 1) Hipotermi 2) Infeksi

(30)

3) Asfiksia 4) Ikterus

(Marmi dan Rahardjo, 2015).

2.3.4 Identifikasi Kebutuhan Segera

Langkah ini memerlukan kesinambungan dari manajemen kebidanan. Identifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi pasien

2.3.5 Perencanaan tindakan

Perencanaan tindakan kebidanan merupakan langkah lanjutan setelah diagnosa kebidanan ditegakkan dan merupakan bentuk pedoman dalam pemberian asuhan kebidanan. Dalam menyusun rencana perlu disesuaikan dengan prioritas masalah klien secara menyeluruh. Sedangkan perumusan meliputi 3 bagian yaitu : tujuan, intervensi, rasional tindakan, sehingga tindakan kebidanan yang dilakukan bidan dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan metode ilmiah.

● Melakukan pendekatan pada klien secara terapeutik

● Melakukan pemeriksaan umum

● Melakukan pemeriksaan fisik (Payudara,TFU,Lochea)

● Menjelaskan penyebab nyeri kepada pasien

● Menganjurkan klien untuk early ambulation

● Membantu ibu melakukan relaksasi dan nafas dalam

● Mengajarkan prosedur kompres panas atau dingin pada perineum

● Membantu ibu mengerti pentingnya menjaga kebersihan diri dan genetalianya.

● Mendemonstrasikan ibu teknik duduk dan berbaring miring salah satu sisi melalui otot gluteus

● Mengingatkan ibu minum obat analgesik yang diberikan bidan

● Mengajarkan ibu masase uterus

● Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk bila perdarahan berlanjut

(31)

● Menjelaskan pada klien tentang tanda-tanda bahaya masa nifas

2.3.6 Implementasi

Langkah pelaksanaan dalam asuhan kebidanan dilaksanakan oleh bidan berdasarkan rencana yang telah ditetapkan pada langkah ini bidan dibantu melakukan tindakan kebidanan secara mandiri tapi dalam pelaksana penyelesaian kasus klien. Sewaktu- waktu bidan juga harus melaksanakan kegiatan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya.Sewaktu melaksanakan tindakan kebidanan tersebut bidan diharuskan memotivasi kemajuan kesehatan klien di dalam pelaksanaan asuhan kebidanan dimungkinkan terjadi perbaikan rencana asuhan kebidanan yang disesuaikan dengan tindakan perkembangan kemajuan kesehatan klien, pelaksana asuhan kebidanan selalu diupayakan dalam waktu sesingkat dan seefektif mungkin, hemat dan berkualitas (Anggraeni, 2010).

2.3.7 Evaluasi

Mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, ulangi kembali proses manajemen dengan benar terhadap setiap aspek asuhan yang sudah dilaksanakan tetapi belum efektif atau merencanakan kembali asuhan yang belum terlaksanakan

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, E & Wulandari, D. 2020. Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta: Medika.

Anggraini, Yetti. 2010. Asuhan kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta : Pustaka Rihama.

Ari Sulistyawati. (2015). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Yogyakarta : Perpustakaan Nasional.

(32)

Dewi, V. N. L. dan Tri Sunarsih. 2012. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta: Salemba Medika

Jenny J. S. Sondakh 2013, Asuhan Kebidanan Persalinan & Bayi Baru Lahir

Karendehi, Rompas, Bidjuni.(2015).Pengaruh Pemberian Musik Terhadap Skala Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Pada Pasien Pasca Operasi Di Ruang Perawatan Bedah Flamboyan Rumah Sakit TK.III 07.06.01R.W Monginsidi Manado.

Marmi, Rahardjo,(2015). Asuhan neonatus, Bayi, balita dan Anak prasekolah. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar

Medforth, 2012,Kebidanan Oxford : EC,Jakarta

Mubarak, I.W., et al., (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar (Buku 1). Salemba Medika : Jakarta.

Mulati, T. S. dan Susilowati, D. (2018) “Pengaruh Derajat Robekan Perineum Terhadap Skala Nyeri Perineum Pada Ibu Nifas Di Kabupaten Wonogiri,” Jurnal Kebidanan dan Kesehatan Tradisional, 3(1), hal. 51–56. doi: 10.37341/jkkt.v3i1.6

Nugroho, T., dkk. (2014). Buku ajar asuhan kebidanan nifas (askeb 3). Yogyakarta : Nuha Medika

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. 1st edn. Jakarta: DPP PPNI.

Rahayuningsih, F. B. (2017). Hubungan Aktivitas Ibu Nifas dengan Kualitas Hidup Ibu Nifas di Wilayah Puskesmas Miri Sragen. In PROSIDING SEMINAR NASIONAL &

INTERNASIONAL. https://scholar.google.co.id/scholar?hl=en&as_sdt=0%2C5&q Rini, S. dan F. Kumala. 2016. Panduan Asuhan Nifas dan Evidence Based Pratice.

Yogyakarta : Deepublish

Sari, D. P. et al. (2018) “Nyeri persalinan,” Stikes Majapahit Mojokerto, hal. 1–117.

Sutanto, A. V. (2019). Asuhan Kebidanan Nifas & Menyusui. PT. PUSTAKA BARU Tando, Naomy Marie. 2016. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Anak Balita. Jakarta : EGC.

(33)

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tjahya, A. (2017) “Penilaian nyeri,” Academia,hal. 133–163. Tersedia pada:

http://www.academia.edu/download/49499859/pemeriksan-dan-penilaian-nyeri.pdf

Widyasih, Hesty dkk. 2012. Perawatan Masa Nifas.Yogyakarta: Fitramaya

Yuliana Wahida, & Hakim, B. N. (2020). Emodemo Dalam Asuhan Kebidanan Masa Nifas.

In asuhan kebidanan masa nifas (p.2). https://books.google.co.id/books?id

Referensi

Dokumen terkait

6 - 8 jam setelah persalinan bertujuan mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri, mendeteksi dan merawat pasien penyebab perdarahan, memberikan konseling pada ibu

Teori Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Perdarahan karena Atonia Uteri. Adapun penerapan 7 langkah varney pada ibu nifas

yang berupa lokhea dn TFU dalam batas normal. Ibu nifas dengan perdarahan karena retensi sisa plasenta mulai. membaik,tanda dan gejala maupun

A P1A0 dengan Perdarahan post partum karena retensio sisa plasenta, waktu studi kasus pada tanggal 17-20 juli 2012, teknik pengumpulan data yang digunakan

Retensio plasenta dengan perdarahan (Langsung dilakukan plasenta manual. Melakukan vulva hygiene pada vagina ibu. Lalu memasukkan tangan dalam posisi obstetri.

6-8 jam setelah persalinan: mencegah perdarahan krn atonia uteri atau penyebab lainnya, konseling pada ibu atau keluarga bagaimana mencegah perdarahan nifas, pemberian ASI awal,

kasus Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas dengan Perdarahan Karena Sisa.. Plasenta di

Mendeteksi adanya komplikasi persalinan kala III dan cara penanganannya : Perdarahan pada Kala III • Atonia Uteri, • Retensio Plasenta, • Perlukaan jalan lahir f.. Teknik Relaksasi