Oleh :
A.Muh.Akbar Jaya (KM.21.10.007)
Pembimbing : Dr.Zamli,SKM,M.Kes
PROGRAM MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS MEGA BUANA PALOPO
2022
i
B. Anamnesis ... 3
C. Pemeriksaan Fisik ... 5
D. Karakteristik Demografi Keluarga ... 7
E. Resume ... 7
F. Diagnosa Holistik ... 8
G. Identifikasi Fungsi-Fungsi Dalam Keluarga... 9
H. Genogram Keluarga ... 12
I. Pola Interaksi Keluarga ... 12
J. Mandala Of Health ... 13
K. Identifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan ... 14
L. Denah Rumah ... 16
M. Kemampuan Penyelesaian Masalah Dalam Keluarga ... 16
N. Five Level Of Prevention ... 20
BAB III Tinjauan Pustaka ... 21
3.1 Definisi Skabies ... 21
3.2 Etiologi ... 21
3.3 Epidemiologi ... 21
3.4 Faktor Risiko ... 22
3.5 Patogenesis ... 22
3.6 Gambaran Klinik ... 23
3.7 Diagnosis ... 25
3.8 Penatalaksanaan Skabies Bentuk Tertentu ... 27
3.9 Penatalaksanaan Simptomatik ... 27
3.10 Pencegahan ... 28
3.11 Komplikasi ... 28
Daftar Pustaka ... 30
ii
1 BAB I PENDAHULUAN
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi Sarcoptes scabiei var. hominis. Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Acarina, famili Sarcoptidae. Skabies dapat menjangkiti semua orang pada semua umur, ras, dan tingkat ekonomi sosial.
Sekitar 300 juta kasus skabies di seluruh dunia dilaporkan setiap tahunnya.
Menurut Depkes RI, berdasarkan data dari puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 2008, angka kejadian skabies adalah 5,6%-12,95%.
Skabies masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Prevalensi penyakit scabies di Indonesia adalah sekitar 6-27% dari populasi umum dan cenderung lebih tinggi pada anak-anak dan remaja. Skabies di Indonesia menduduki urutan ke tiga dari dua belas penyakit kulit tersering. Skabies seringkali diabaikan karena tidak mengancam jiwa sehingga prioritas penanganannya rendah. Akan tetapi, penyakit ini dapat menjadi kronis dan berat serta menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Lesi pada skabies menimbulkan rasa tidak nyaman karena sangat gatal sehingga penderita seringkali menggaruk dan mengakibatkan infeksi sekunder terutama oleh bakteri Grup A Streptococcus dan Staphylococcus aureus.
Penularan penyakit ini terjadi secara kontak langsung. Penyakit ini tersebar hampir diseluruh dunia terutama pada daerah tropis dan penyakit ini endemis di beberapa negara berkembang. Di beberapa wilayah lebih dari 50%
anak-anak terinfestasi Sarcoptes scabies.
Beberapa faktor yang berperan dalam penyebaran scabies antara lain keadaan sosial ekonomi yang rendah, kebersihan yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan demografik seperti keadaan penduduk dan ekologi. Keadaan tersebut memudahkan transmisi dan infestasi Sarcoptes scabiei. Oleh karena itu, prevalensi skabies yang tinggi
umumnya ditemukan di lingkungan dengan kepadatan penghuni dan kontak interpersonal yang tinggi seperti asrama, panti asuhan, dan penjara.
3 BAB II
LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA
Family Folder No. Berkas : -
Puskesmas Kassi Kassi No. RM : -
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny.R
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : perempuan Pekerjaan : IRT
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Alamat : Jl. Tidung VII, Lr.V, No.209 Status Perkawinan : kawin
Suku : Bugis (Bulukumba) Tanggal periksa : 15 Oktober 2022 B. ANAMNESIS
(Anamnesis dilakukan pada tanggal 15 Oktober 2022, pukul 13.00 wita) 1. Keluhan utama
Keluhan gatal pada kedua tangan, sela sela jari, badan dan sela sela jari kaki, keluhan dirasakan sejak 3 minggu yang lalu
2. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan gatal dirasakan sepulang dari pesta panen di kampung halaman suami (kab. Pinrang), pasien mengatakan keluhan yang dialami sama dengan keluhan yang dimiliki oleh keluarganya di kampung, intensitas gatal meningkat pada malam hari dan mengganggu tidur pasien.
Pasien memeriksakan diri ke puskesmas batua (3 November 2022), awalnya pasien takut dengan keluhan gatal yang dialaminya oleh sekeluarga karena banyak isu di masyarakat bahwa gejala infeksi dari virus corona / covid-19 yakni gatal pada seluruh tubuh.
Riwayat gatal sebelumnya tidak ada dan pertama kalinya sekeluarga mengalami keluhan gatal dalam keluarga secara bersamaan.
Pada pemeriksaan di puskesmas pasien diberikan terapi anti histamine dan salep anti gatal.
3. Riwayat penyakit dahulu
1) Riwayat penyakit yang sama disangkal 2) Riwayat alergi disangkal
4. Riwayat penyakit dalam keluarga
Riwayat anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama di kampong halaman yakni kakek pasien
5. Riwayat hygiene
1) Pasien menggantung pakaian disembarang tempat
2) Pasien jarang membersihkan dan menjemur kasur dan bantal dalam sebulan
3) Ventilasi dan penerangan rumah kurang sehingga kondisi rumah lembab
4) Pasien mandi satu kali sehari, mandi menggunakan air bersih dan sabun mandi.
C. PEMERIKSAAN FISIK 1) Ny. R (50 Tahun)
a. Keadaan umum Tampak sakit ringan b. Kesadaran
Compos mentis c. Tanda-tanda vital
Tekanan darah 100/70 mmHg
Nadi 80x/menit
Respirasi 20x/menit
Suhu 36,5 oC
d. Status gizi
Berat Badan 68 kg Tinggi Badan 165 cm
IMT 25
e. Status generalisata
Kepala Rambut : alopesia (-)
Mata : konjungtiva tidak anemis dan sclera tidak ikterik
Hidung : sekret (-)
Mulut : Hiperemis (-), erosi mukosa buccal (-)
Gigi : karies (-)
THT : tonsil T1/T1, tidak hiperemis dan faring tidak hiperemis
Leher KGB: tidak teraba membesar,
massa (-)
Thoraks Bentuk dan gerak simetris
BP vesicular, Rh-/-, Wh -/- BJ regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen Bunyi peristlatik normal
Ekstremitas Deformitas pada ekstrmitas bawah
(-), udem (-) f. Status dermatologis
Distribusi Generalisata
Lokasi Sela jari tangan dan pergelangan tangan
Efloresensi Papula dan vesikel miliar sampai lentikular disertai ekskoriasi (scratch mark). Lesi yang khas adalah terowongan (kanalikulus) miliar, tampak berasal dari salah satu papula atau vesikel, panjang kira-kira 1 cm, berwarna putih abu-abu
Dokumentasi
D. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Nama Pasien : Ny.R
Alamat : Jl. Tidung VII, Lr.V, No.209 Bentuk Keluarga : Keluarga Inti (Nuclear Family)
Tabel 1.1 Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal dalam Satu Rumah No Nama Status L/P Umur Pendidikan
terakhir
Pekerjaan Pasien Klinik Ket
1.
Tn.T Suami L 53
Tahun
SMA Wiraswasta
-
2.
Ny.R
Ibu P 40
Tahun
SMA Ibu Rumah Tangga
Gatal Scabies
Sumber : Data primer,15 Oktober 2022 E. RESUME
Pada tanggal 3 November 2022 pasien datang ke puskesmas kassi-kassi mengeluh kulit gatal. Keluhan dirsakan Sejak 3 minggu yang lalu dan memberat pada malam hari. Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan sebelumnya, didapatkan kesadaran compos mentis, status gizi kesan baik.
Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik didapatkan data :
Anamnesa:
Kulit gatal, keluhan semakin gatal jika malam hari, dan tidak memiliki riwayat alergi makanan sebelumnya.
Pemeriksaan fisik didapatkan :
Didapatkan Papula dan vesikel miliar sampai lentikular disertai ekskoriasi (scratch mark). Pada sela jari pergelangan tangan, badan, punggung kaki dan sela sela jari.
F. DIAGNOSA HOLISTIK 1. Diagnosa dari segi biologis
Scabies
2. Diagnosa dari segi psikologis
Pasien tinggal bersama dengan suami pasien terjalin dengan baik, tetapi pengetahuan pasien dan keluarga mengenai kesehatan, gizi, dan higienitas masih kurang sehingga tidak ada tindakan saling mengingatkan agar berperilaku/berpola hidup sehat dalam keluarga.
3. Diagnosa dari segi sosial
Pasien hanya sebagai anggota masyarakat biasa dan terkadang pasien ikut serta di beberapa kegiatan lingkungan seperti ngaji di mushola dan bermain bersama teman-temannya.
a. Personal
Keluhan utama : Gatal di kulit dan bernanah
Harapan : Segera sembuh dan bertambah parah Kekhawatiran : Takut semakin parah dan di amputasi b. Klinis
Diagnosis klinis Scabies c. Resiko Internal
Kurangnya kesadaran keluarga dalam menerapakan perilaku hidup bersih dan sehat seperti, menggantung dan menumpuk pakaian di sembarang tempat dan tidak memperhatikan kebersihan kamar tidur d. Resiko Eksternal
Kurangnya pengetahuan keluarga mengenai infeksi tungau atau disebut sarcoptes scabies sehingga menggap keluhan gatalnya akan hilang secara sendirinya walaupun tanpa memeriksakan diri ke pusat pelayanan kesehatan.
e. Fungsional
Derajat 1 (mampu melakukan pekerjaan seperti sebelum sakit serta mandiri dalam perawatan diri, bekerja baik di dalam dan luar rumah)
G. IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI DALAM KELUARGA 1. Fungsi Holistik
a. Fungsi biologis
Keluarga ini terdiri dari 4 orang anggota keluarga. Seluruh anggota keluarga tinggal serumah. Keluarga ini menganggap keluhan yg dirasakan bisa sembuh sendiri tanpa memeriksakan diri ke pusat pelayanan kesehatan.
b. Fungsi Psikologis
Hubungan antara anggota keluarga sangat baik, dimana satu sama lain saling mendukung, memperhatikan dan saling pengertian.
c. Fungsi Sosial
Keluarga ini memiiki hubungan dengan tetangga sangat baik dan rukun.
d. Fungsi Fisiologis
APGAR Terhadap Keluarga Sering/
selalu
Kadang- kadang
Jarang/
Tidak Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi masalah
v
Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya
V
Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru
V
Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
V
Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama
V
Ket erangan :
0 : jarang/tidak sama sekali
1 : kadang-kadang
2 : sering/selalu
e. Fungsi Patologis
SUMBER PATHOLOGY KET
Social Tidak mengalami hambatan untuk bersosialisasi dengan masyarakat setempat, masih bisa berkumpul dengan anggota keluarga seperti biasanya.
Cultural Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik, penderita menggunakan bahasa jawa dalam kehidupan sehari-hari.
Religius Pemahaman terhadap ajaran agama cukup, demikian juga ketaatanya dalam beribadah.
Economy Ekonomi keluarga ini termasuk cukup, pendapatan dari usahanya sudah mencukupi standart hidup layak sehari- hari.
Education Pendidikan terakhir adalah tamatan kurang mengerti dengan kondisi kesehatannya
Medica Pasien mendapat pelayanan yg baik dalam kesehatan karena dijamin dlm JKN
H. GENOGRAM KELUARGA
keterangan :
: laki-laki : perempuan : pasien
: Tinggal serumah I. POLA INTERAKSI KELUARGA
Keterangan : N y . S
: Berhubungan baik
Tn.T Ny.R
Tn.A Tn.B Tn.C Ny.D Ny.E Ny.F
N y . S
Tn.T Ny.R
Tn.A Tn.B Tn.C Ny.D Ny.E Ny.F
J. MANDALA OF HEALTH
K. IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN
1. Identifikasi Faktor Perilaku Dan Non Perilaku Keluarga a. Faktor Perilaku Keluarga
1) Pengetahuan
Keluarga ini pengetahuan tentang kesehatan kurang. Menurut pendapat anggota keluarga, penyakit yang sedang dialam karena alergi makanan dan akan sembuh secara sendirinya.
2) Sikap
Keluarga ini peduli terhadap kesehatan pasien maupun anggota keluarga yang lain. Jika ada anggota keluarga yang menderita sakit, maka diperiksakan ke bidan atau puskesmas di sekitar rumah.
3) Tindakan
Setelah memeriksakan diri ke puskesmas keluhan gatal yang dialami sekeluarga mulai berkurang dan sudah dapat tidur nyeyak dimalam hari dibanding sebelum memeriksakan diri ke puskesmas.
b. Faktor Non Perilaku Keluarga
Faktor non perilaku yang mempengaruhi kesehatan masyarakat adalah lingkungan hidup. Lingkungan hidup adalah segala sesuatu baik benda maupun keadaan yang berada disekitar manusia, yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia dan masyarakat, yaitu lingkungan biologi, lingkungan fisik, lingkungan ekonomi dan lingkungan social.
Keadaan perkampungan adalah salah satu faktor yang menentukan keadaan hygiene dan sanitasi lingkungan. Perkampungan yang terlalu padat dan sempit mengakibatkan tingginya kejadian penyakit, kecelakaan dan lain- lain. Rumah yang sehat menurut Winslow adalah yang mampu memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis, menghindari terjadinya kecelakaan, dan menghindari terjadinya penyakit
1) Lingkungan
Sampai laporan ini disusun, kami melakukan home visit sebanyak 2 kali, mengenai keadaan lingkungan rumah digambarkan terlampir dalam foto.
2) Pelayanan kesehatan
Menurut pengakuan kepala rumah tangga,rumah mereka cukup dekat dengan Puskesmas. Sehingga jika sakit, paien dan keluarga bisa segera mendatangi tempat pelayanan kesehatan tersebut.
3) Keturunan
Ayah dari suami mengalami gejala yang sama di kampung halaman (kab,Pinrang)
2. Diagram faktor perilaku dan non perilaku Pengetahuan
Keluarga ini kurang mengerti masalah kesehatan pasien
Sikap
Keluarga ini peduli dengan kesehatan anggota keluarga satu sama lain.
Tindakan
Ny. R telah memeriksakan diri ke puskesmas Kassi Kassi
Lingkungan
dilakukan observasi keadaan kebersihan rumah cukup bersih namun sering menumpuk dan menggantung pakain disembarang tempat
Pelayanan kesehatan Dekat dengan bidan dan puskemas, tetapi jauh dengan tempat klinik rawat inap
Keturunan
Saudara dari suami mengalami keluhan yang sama di kampung halaman Keluarga
Ny. R
L. DENAH RUMAH
M. KEMAMPUAN PENYELESAIAN MASALAH DALAM KELUARGA
No masalah Upaya penyelesaian Resume hasil perbaikan 1 Fungsi biologis
Pasien mengalami keluhan gatal setelah tinggal dirumah saudara suami pasien dengan keluhan yang sama
Edukasi mengenai penyakit dan pencegahan
Terselenggaranya penyuluhan
Keluhan berkurang
Faktor perilaku kesehatan keluarga
Hygiene pribadi dan lingkungan kurang
Berobat jika hanya ada keluhan
Edukasi mengenai hygiene
Edukasi dan motivasi untuk memeriksakan kesehatan secara berkala karena adanya resiko untuk terjadi kekambuhan
Keluarga mencuci baju setelah dipakai, rumah sudah bersih
Keluarga sudah berkeinginan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala
wc
Ruang Keluarga
Kamar
Ruang makan Dapur Ruang tamu
kamar
Teras depan
Lingkungan rumah
Ventilasi dan penerangan
didalam rumah baik
Kurangnya
perhatian mengenai kebersihan kamar
Menumpuk dan menggantung pakaian disembarang tempat
Edukasi agar dalam waktu 1 pekan
menyempatkan mengganti sarung bantal, sprei dan menjemur kasur dan karpet di bawah sinar matahari bila perlu dapat dilakukan vacuum kasur
Memperbaiki ventilasi dan penerangan rumah dengan membuka pintu, jendela dan menggunakan kipas angina yang selalu dibersihkan
Edukasi mencuci dan menyetrika baju yang menumpuk
Tidak
menggunakan handuk yang sama secara bergantian
Kasur, sprei dan bantal sudah dijemur dibawah sinar matahari dan telah melakukan vacuum pada kasur
Tiap pagi pasien telah membuka jendela dan pintu agar sirkulasi berjalan baik dan kipas angin telah dibersihkan
Pakaian sudah tidak ditumpuk dan digantung disembarang tempat
Penggunaan handuk yang sama secara bersamaan masih dilakukan
BERIKUT DOKUMENTASI DAN INTERVENSI DILAKUKAN PADA KELUARGA.
Tampak depan rumah
Dapur
Kegiatan vacum kasur dan karpet
Ruang tamu
N. FIVE LEVEL OF PREVENTION
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Definisi Skabies
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabiei varian hominis beserta produknya.
Sinonim atau nama lain skabies adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo.
3.2 Etiologi
Skabies disebabkan oleh tungau kecil berkaki delapan, dan didapatkan melalui kontak fisik yang erat dengan orang lain yang menderita penyakit ini.
Tungau skabies (Sarcoptes scabiei) ini berbentuk oval, dengan ukuran 0,4 x 0,3 mm pada jantan dan 0,2 x 0,15 pada betina.
3.3 Epidemiologi
Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi.
Daerah endemik skabies adalah di daerah tropis dan subtropis seperti Afrika, Mesir, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Amerika Utara, Australia, Kepulauan Karibia, India, dan Asia Tenggara. Diperkirakan bahwa terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia terjangkit tungau skabies.
Studi epidemiologi memperlihatkan bahwa prevalensi skabies cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja dan tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras, umur, ataupun kondisi sosial ekonomi. Faktor primer yang berkontribusi adalah kemiskinan dan kondisi hidup di daerah yang padat, sehingga penyakit ini lebih sering di daerah perkotaan. 4 Terdapat bukti menunjukkan insiden kejadian berpengaruh terhadap musim di mana kasus skabies lebih banyak didiagnosis pada musim dingin dibanding musim panas. Insiden skabies semakin meningkat sejak dua dekade ini dan telah memberikan pengaruh besar terhadap wabah di rumah-rumah sakit, penjara, panti asuhan,dan panti jompo.
Skabies menduduki peringkat ke-7 dari sepuluh besar penyakit utama di puskesmas dan menempati urutan ke-3 dari 12 penyakit kulit tersering di Indonesia. Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies.
Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain keadaan
sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis dan perkembangan dermografik seperti keadaan penduduk dan ekologi.
Penyakit ini juga dapat dimasukkan dalam Infeksi Menular Seksual.Pada kelompok usia dewasa muda, cara penularan yang paling sering terjadi adalah melalui kontak seksual. Meskipun demikian rute infeksi agak sulit ditentukan karena periode inkubasi yang lama dan asimptomatis. Apabila dalam satu keluarga terdapat beberapa anggota mengeluh adanya gatal-gatal, maka penegakan diagnosis menjadi lebih mudah. Tidak seperti penyakit menular seksual lainnya, skabies dapat menular melalui kontak non seksual di dalam satu keluarga. Kontak kulit dengan orang yang tidak serumah dan transmisi tidak langsung seperti lewat handuk dan pakaian sepertinya tidak menular, kecuali pada skabies yang berkrusta atau skabies Norwegia. Sebagai contoh, meskipun skabies sering dijumpai pada anak-anak usia sekolah, penularan yang terjadi di sekolah jarang didapatkan
3.4 Faktor Risiko
Semua kelompok umur bisa terkena skabies. Penularan dapat terjadi melalui kontak fisik yang erat seperti berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual, serta dapat juga melalui pakaian dalam, handuk, sprei, dan tempat tidur
Beberapa fakor yang dapat membantu penyebaranya adalah kemiskinan, higiene yang jelek, seksual promiskuitas, diagnosis yang salah, demografi, ekologi dan derajat sensitasi individual
3.5 Patogenesis
Reaksi alergi yang sensitif terhadap tungau dan produknya memperlihatkan peran yang penting dalam perkembangan lesi dan terhadap timbulnya gatal.
Masuknya S. scabiei ke dalam epidermis tidak segera memberikan gejala pruritus.
Rasa gatal timbul 1 bulan setelah infestasi primer serta adanya infestasi kedua sebagai manifestasi respons imun terhadap tungau maupun sekret yang dihasilkan terowongan di bawah kulit. Sarcoptes scabiei melepaskan substansi sebagai
respon hubungan antara tungau dengan keratinosit dan sel-sel Langerhans ketika melakukan penetrasi ke dalam kulit.
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe IV dan tipe I. Pada reaksi tipe I, pertemuan antigen tungau dengan Imunoglobulin E pada sel mast yang berlangsung di epidermis menyebabkan degranulasi sel-sel mast. Sehingga terjadi peningkatan antibodi IgE. Keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe IV akan memperlihatkan gejala sekitar 10-30 hari setelah sensitisasi tungau dan akan memproduksi papul-papul dan nodul inflamasi yang dapat terlihat dari perubahan histologik dan jumlah sel limfosit T banyak pada infiltrat kutaneus. Kelainan kulit yang menyerupai dermatitis tersebut sering terjadi lebih luas dibandingkan lokasi tungau dengan efloresensi dapat berupa papul, nodul, vesikel, urtika, dan lainnya. Di samping lesi yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei secara langsung, dapat pula terjadi lesi-lesi akibat garukan penderita sendiri. Akibat garukan yang dilakukan oleh pasien dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta hingga terjadinya infeksi sekunder.
3.6 Gambaran Klinik
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes scabiei sangat bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan gambaran klinis berupa keluhan subjektif dan objektif yang spesifik. Dikenal ada 4 tanda utama atau tanda kardinal pada infestasi skabies, antara lain
1. Pruritus nokturnal
Pruritus nokturnal adalah rasa gatal terasa lebih hebat pada malam hari karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan panas. Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan penderita menjadi gelisah. Pada infeksi inisial, gatal timbul setelah 3 sampai 4 minggu, tetapi paparan ulang menimbulkan rasa gatal hanya dalam waktu beberapa jam. Studi lain menunjukkan pada infestasi rekuren, gejala dapat timbul dalam 4-6 hari karena telah ada reaksi sensitisasi sebelumnya.
2. Sekelompok orang
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam sebuah pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat menular hampir ke seluruh penduduk. Di dalam kelompok mungkin akan ditemukan individu yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga tidak menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa (carier) bagi individu lain.
3. Adanya terowongan (kunikulus)
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada kemampuannya meletakkan telur, larva, dan nimfa di dalam stratum korneum. Oleh karena itu, tungau ini sangat menyukai bagian kulit yang memiliki stratum korneum yang relatif lebih longgar dan tipis, seperti sela- sela jari tangan, telapak tangan bagian lateral, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria). Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi, papul, dan nodul. Erupsi eritem atous dapat tersebar di bagian badan sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap antigen tungau. Bila ada infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).
Lesi yang patognomonik adalah terowongan yang tipis dan kecil seperti benang, berstruktur linear kurang lebih 1-10 mm, berwarna putih abu-abu, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel yang merupakan hasil dari pergerakan tungau di dalam stratum korneum.
Terowongan ini terlihat jelas kelihatan di sela-sela jari, pergelangan tangan, dan daerah siku. Akan tetapi, terowongan tersebut sukar ditemukan di awal infeksi karena aktivitas menggaruk pasien yang hebat.
4. Menemukan Sarcoptes scabiei
Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh kemungkinan besar kita dapat menemukan tungau dewasa, larva, nimfa, maupun skibala (fecal pellet) yang merupakan poin diagnosis pasti. Akan tetapi, kriteria
yang keempat ini agak susah ditemukan karena hampir sebagian besar penderita pada umumnya datang dengan lesi yang sangat variatif dan tidak spesifik.13 Pada kasus skabies yang klasik, jumlah tungau sedikit sehingga diperlukan beberapa lokasi kerokan kulit. Teknik pemeriksaan ini sangat tergantung pada operator pemeriksaan, sehingga kegagalan menemukan tungau sering terjadi namun tidak menyingkirkan diagnosis skabies
3.7 Diagnosis
Menurut Handoko, 2007, diagnosis ditegakkan jika terdapat setidaknya dua dari empat tanda kardinal skabies yaitu:
1. Pruritus nokturna, yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok.
3. Adanya terowongan pada tempat- tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu- abuan, berbentuk lurus atau berkelok, rata- rata panjang 1cm, dan pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Tempat predileksinya adalah tempat- tempat dengan stratum korneum yang tipis seperti jari- jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, umbilikus, genetalia pria dan perut bagian bawah.
4. Menemukan tungau. Untuk menemukan tungau atau terowongan, dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
a. Kerokan kulit
Papul atau terowongan yang baru dibentuk dan utuh ditetesi minyak mineral/ KOH, kemudian dikerok dengan scalpel steril untuk mengangkat atap papul atau terowongan. Hasil kerokan diletakkan di gelas obyek dan ditutup dengan lensa mantap, lalu diperiksa di bawah mikroskop.
b. Mengambil tungau dengan jarum
Jarum ditusukkan pada terowongan di bagian yang gelap dan digerakkan tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat keluar.
c. Epidermal shave biopsy
Papul atau terowongan yang dicurigai diangkat dengan ibu jari dan telunjuk lalu diiris dengan scalpel no. 15 sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat superfisial sehingga perdarahan tidak terjadi dan tidak perlu anestesi.
d. Burrow ink test
Papul skabies dilapisi tinta cina dengan menggunakan pena lalu dibiarkan selama dua menit kemudian dihapus dengan alkohol. Tes dinyatakan positif bila tinta masuk ke dalam terowongan dan membentuk gambaran khas berupa garis zig- zag.
e. Swab kulit
Kulit dibersihkan dengan eter lalu dilekatkan selotip dan diangkat dengan cepat. Selotip dilekatkan pada gelas obyek kemudian diperiksa dengan mikroskop.
f. Uji tetrasiklin
Tetrasiklin dioleskan pada daerah yang dicurigai ada terowongan, kemudian dibersihkan dan diperiksa dengan lampu Wood. Tetrasiklin dalam terowongan akan menunjukkan fluoresesnsi (Sungkar, 2000).
Dari berbagai macam pemeriksaan tersebut, pemeriksaan kerokan kulit merupakan cara yang paling mudah dan hasilnya cukup memuaskan. Agar pemeriksaan berhasil, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni:
1. Kerokan harus dilakukan pada lesi yang utuh (papula, kanalikuli) dan tidak dilakukan pada tempat dengan lesi yang tidak spesifik.
2. Sebaiknya lesi yang akan dikerok diolesi terlebih dahulu dengan minyak mineral agar tungau dan produknya tidak larut, sehingga dapat menemukan tungau dalam keadaan hidup dan utuh.
3. Kerokan dilakukan pada lesi di daerah predileksi.
Oleh karena tungau terdapat dalam stratum korneum maka kerokan harus dilakukan di superficial dan menghindari terjadinya perdarahan. Namun karena sulitnya menemukan tungau maka diagnosis scabies harus dipertimbangkan pada setiap penderita yang datang dengan keluhan gatal yang menetap.
3.8 Penatalaksanaan Skabies Bentuk Tertentu
a. Skabies Norwegian (skabies berkrusta) dan skabies pada HIV/AIDS
Terapi skabies ini mirip dengan bentuk umum lainnya, meskipun skabies berkrusta berespon lebih lambat dan umumnya membutuhkan beberapa pengobatan dengan skabisid. Kulit yang diobati meliputi kepala, wajah, kecuali sekitar mata, hidung, mulut, khusus dibawah kuku jari tangan dan jari kaki diikuti dengan penggunaan sikat di bagian bawah ujung kuku.
Pengobatan diawali dengan krim permetrin dan jika dibutuhkan diikuti dengan lindane dan sulfur. Pengobatan keratolitik seperti asam salisilat 6%
sebelum pemberian skabisid mungkin sangat membantu.
b. Skabies nodular
Nodul tidak mengandung tungau namun merupakan hasil dari reaksi hipersensitivitas terhadap produk tungau. Nodul akan tetap terlihat dalam beberapa minggu setelah pengobatan. Skabies nodular dapat diobati dengan kortikosteroid intralesi atau menggunakan primecrolimus topikal dua kali sehari.
3.9 Penatalaksanaan Simptomatik
Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi gatal yang secara karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah terapi dengan anti skabeis yang adekuat. Pada bayi, aplikasi hidrokortison 1% pada lesi kulit yang sangat aktif dan aplikasi pelumas atau emolient pada lesi yang kurang aktif mungkin sangat membantu, dan pada orang dewasa dapat digunakan triamsinolon 0,1%.Setelah pengobatan berhasil untuk membunuh tungau skabies, masih terdapat gejala pruritus selama 6 minggu sebagai reaksi
eczematous atau masa penyembuhan. Pasien dapat diobati dengan Emolien dan kortikosteroid topikal, dengan atau tanpa antibiotik topikal tergantung adanya infeksi sekunder oleh Staphylococcus aureus. Crotamiton antipruritus topikal sering membantu pada kulit yang gatal.
3.10 Pencegahan
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan skabies, orang-orang yang kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran skabies karena seseorang mungkin saja telah mengandung tungau skabies yang masih dalam periode inkubasi asimptomatik. Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui sprei, bantal, handuk dan pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan dikeringkan dengan udara panas karena tungau skabies dapat hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet, dan kain pelapis lainnya.
3.11 Komplikasi
Infeksi sekunder pada pasien skabies merupakan akibat dari infeksi bakteri atau karena garukan. Keduanya mendominasi gambaran klinik yang ada. Erosi merupakan tanda yang paling sering muncul pada lesi sekunder. Infeksi sekunder dapat ditandai dengan munculnya pustul, supurasi, dan ulkus. Selain itu dapat muncul eritema, skuama, dan semua tanda inflamasi lain pada ekzem sebagai respon imun tubuh yang kuat terhadap iritasi. Nodul-nodul muncul pada daerah yang tertutup seperti bokong, skrotum, inguinal, penis, dan axilla.5 Infeksi sekunder lokal sebagian besar disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan biasanya mempunyai respon yang bagus terhadap topikal atau antibiotik oral, tergantung tingkat piodermanya. Selain itu, limfangitis dan septiksemia dapat juga terjadi terutama pada skabies Norwegian, glomerulonefritis post streptococcus bisa terjadi karena skabies-induced pyodermas yang disebabkan oleh Streptococcus pyogens.2,3
Semua pasien harus diberikan informasi bahwa bercak-bercak dan gatal karena skabies tersebut mungkin akan menetap lebih dari 2 minggu setelah terapi selesai. Ketika gejala dan tanda masih menetap lebih dari 12
minggu, terdapat beberapa kemungkinan yang dapat dijelaskan diantaranya resistensi terapi, kegagalan terapi, reinfeksi dari anggota keluarga lain atau teman sekamar, alergi obat, atau perburukan gejala karena reaktivitas silang dengan antigen dari penderita skabies lainnya.Respon yang buruk dan dugaan resistensi terhadap lindane pernah dilaporkan di tempat lain. Kegagagalan terapi yang tidak berhubungan dengan resistensi terapi bisa disebabkan karena kegagalan penggunaan terapi skabisid topikal. Pasien dengan skabies berkrusta mungkin memiliki penetrasi obat skabisid yang buruk ke dalam lapisannya yang bersisik tersebut dan mungkin karena tungau bersembunyi di lapisan yang sulit di penetrasi. Untuk menghindari infeksi berulang, direkomendasikan agar seluruh kontak dekat dengan pasien harus dieradikasi.
3.12 Prognosis
Infestasi skabies dapat disembuhkan. Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor prediposisi (antara lain higiene), maka penyakit ini dapat diberantas dan memberikan prognosis yang baik. Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Oleh karena manusia merupakan penjamu (hospes) definitif, maka apabila tidak diobati dengan sempurna, Sarcoptes scabiei akan tetap hidup tumbuh pada manusia.Pada individu yang immunokompeten, jumlah tungau akan berkurang seiring waktu
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, Kemas Yahya. "Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kejadian Skabies Di Pondok Pesantren." Jurnal Medika Hutama 2.01 (2022): 261-265.
Engelman, D., et al. "The 2022 international alliance for the control of scabies consensus criteria for the diagnosis of scabies." British Journal of Dermatology 183.5 (2022): 808-820.
Engelman, Daniel, et al. "The public health control of scabies: priorities for research and action." The Lancet 394.10192 (2019): 81-92.
Handoko R. Skabies. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, ed. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi ke-5, cetakan ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2009: 119-22.
Saputra, Rico, Wahidyanti Rahayu, and Ronasari Mahaji Putri. "Hubungan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan timbulnya penyakit scabies pada santri." Nursing News: Jurnal Ilmiah Keperawatan 4.1 (2019).
Steyn, Lynda. "Managing scabies: skin care." SA Pharmacist's Assistant 20.2 (2022): 23-24.
Sungkar S. Skabies. Jakarta : Yayasan Penerbitan IDI. 1995: 1-25.
Wasitaatmadja SM. Anatomi Kulit. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, ed.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi ke-5, cetakan ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2009: 3-6.