9 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ruang Lingkup Komunikasi 2.1.1 Definisi Komunikasi
Menurut Everett M. Rogers dalam Mulyana (2012:69) komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. Komunikasi dengan tujuan lain bermaksud dapat mempengaruhi orang lain akan berperilaku seperti kita.
Komunikasi pasti dilakukan sehari-hari untuk berlangsungnya suatu interaksi.
Adapun definisi menurut Devito (1997:73) komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau baik mengirim dan menerima pesan yang terdistorisi oleh gangguan (noise) terjadi dalam satu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik. Selain itu Devito menegaskan bahwa lingkungan atau konteks komunikasi setidak-tidaknya memiliki tiga dimesi yaitu dimensi fisik, dimensi sosial psikologis, dan dimensi temporal.
Komunikasi untuk mempengaruhi seseorang tidak begitu saja berjalan dengan baik karena dalam komunikasi terdapat noise selama proses menerima dan mengirim pesan. Setelah adanya noise dilihat bagaimana umpan balik yang diberikan atau respon penerima pesan. Noise terjadi tidak hanya karena pesan yang tidak jelas melainkan bisa berupa faktor fisik seperti tidak mudah paham akan sesuatu begitu saja atau mungkin memiliki kekurang dalam panca indera karena komunikasi tidak hanya dilakukan dengan kata-kata saja melainkan juga menggunakan kode seperti lambaian tangan, berkedip dan sebagainya. Kemudian
10 faktor sosial psikologis yang berarti bagaimana keadaan lingkungan dan faktor temporal biasa disebut waktu dimana waktu tersebut mempengaruhi suasana emosional kita. Maksudnya ketika berkomunikasi sebaiknya mengerti dulu bagaiamana mood lawan bicara agar komunikasi dapat berjalan dengan semestinya.
Sulit mengatakan kapan komunikasi dimulai dan berhenti karena apa yang terjadi jauh sebelum berbicara dengan seseorang bisa mempengaruhi interaksi dan apa yang muncul di dalam sebuah pertemuan tertentu bisa berkelanjutan dimasa depan.
Seseorang tidak dapat membekukan komunikasi kapanpun. Komunikasi juga sistematis yang berarti bahwa itu terjadi dalam suatu sistem pada bagian yang saling berhubungan yang mempengaruhi satu sama lain. Selain itu, lingkungan fisik dan waktu merupakan elemen-elemen dari sistem itu yang mempengaruhi interaksi.
Setiap individu memiliki memiliki kemampuan berkomunikasi dengan individu lain untuk memiliki kesempatan hidup. Apabila individu tersebut tidak dapat berkomunikasi dianggap sebagai bentuk patologi kepribadian yang serius. Kadang anak yang telah dikucilkan dari anak lainnya pada tahun pertama karena kurangnya kemampuan berkomunikasi (Masmuh, 2005)
2.1.2 Komponen Komunikasi
Menurut Harold Lasswell bahwa cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut, “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?” atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana? Berdasarkan definisi Lasswell ini dapat diturunkan lima unsure komunikasi yang saling bergantung satu sama lain yaitu : (Mulyana,2012:69-71)
11 a. Sumber
Sumber (source), sering disebut juga pengirim (sender), penyandi (encoder), komunikator (communicator), pembicara (speaker) atau originator. Sumber adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber boleh jadi seorang individu, kelompok, organisasi, perusahaan atau bahkan suatu negara. Untuk menyampaikan apa yang ada dalam hati (perasaan) atau dalam kepala (pikiran), sumber harus mengubah perasaan atau pikiran tersebut ke dalam simbol verbal dan non verbal yang mudah dipahami oleh penerima pesan.
b. Pesan
Pesan yaitu apa yang dikomunikasikasikan oleh sumber kepada penerima.
Pesan merupakan seerangkat simbol verbal atau nonverbal yang menggambarkan perasaan, nilai, gagasan atau maksud sumber tadi. Pesan mempunyai tiga komponen seperti makna, simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna dan bentuk atau organisasi pesan.
c. Saluran atau Media
Alat yang digunakan sumber untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. Saluran boleh jadi merujuk pada bentuk pesan yang disampaikan kepada penerima, apakah saluran verbal atau nonverbal. Pada dasarnya komunikasi manusia menggunakan dua saluran yaitu cahaya dan suara, meskipun bisa juga menggunakan kelima indera untuk menerima pesan dari orang lain. Saluran juga merujuk pada cara penyajian pesan, apakah langsung atau tidak langsung dengan menggunakan media cetak, elektronik, sistem suara multimedia dan sebagainya. Pengirim pesan akan memilih saluran- saluran itu bergantung pada situasi, tujuan yang hendak dicapai dan jumlah penerima pesan yang dihadapi.
12 1. Penerima (receiver)
Penerima sering juga disebut sasaran atau tujuan (destination), komunikate (communicate), penyandi balik (decoder) atau khalayak (audience), pendengar (listener), penafsir (interpreter), yaitu orang yang menerima pesan dari sumber.
2. Efek
Efek yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah menerima pesan tersebut, misalnya penambahan pengetahuan (dari tidak tahu menjadi tahu), terhibur, perubahan sikap (dari tidak setuju menjadi setuju), perubahan keyakinan, perubahan perilaku (dari tidak bersedia membeli barang menjadi bersedia membeli barang) dan sebagainya.
2.1.3 Bentuk-Bentuk Komunikasi
Menurut Mulyana (2012:80-84) indikator paling umum untuk mengklasifikasikan komunikasi berdasarkan konteksnya adalah jumlah orang yang terlibat dalam komunikasi yaitu :
a. Komunikasi Intrapersonal
Komunikasi yang dilakukan diri sendiri sehingga dalam konteks inilah tidak diperlukan orang lain untuk menjadikan lawan bicara.
b. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi yang dilakukan antara orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap orang dapat menangkap reaksi orang lain secara langsung. Meskipun setiap orang dalam komunikasi dapat mengubah topik pembicaraan, kenyataannya komunikasi bisa didominasi oleh satu pihak.
c. Komunikasi Kelompok
Komunikasi yang dilakukan oleh sekumpulan orang saling berinteraksi satu sama lain memiliki tujuan sama atau saling bergantung satu sama lain dan mengenal satu sama lain meskipun setiap orang memiliki peran berbeda.
13 d. Komunikasi Publik
Komunikasi antara satu orang dengan lawan bicara banyak orang namun tidak saling mengenal dan biasanya bersifat informal.
e. Komunikasi Organisasi
Komunikasi yang terjadi dalam suatu organisasi, bersifat formal atau informal dan langsung dalam jaringan yang lebih besar dari komunikasi kelompok.
f. Komunikasi Massa
Komunikasi yang dilakukan dengan bantuan media massa baik cetak maupun elektronik dan memiliki biaya relatif mahal. Biasanya dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang ditujukan kepada sejumlah besar orang di banyak tempat, anonym dan heterogen.
2.2 Komunikasi Interpersonal
2.2.1 Definisi Komunikasi Interpersonal
Menurut Devito dalam Effendy (2003:59-60) mengartikan the process of sending and receiving messages between two person, or among a small group of persons, with some effect and some immediate feedback (komunikasi interpersonal adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang, atau diantara sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa umpan balik seketika).
Dibandingkan dengan bentuk komunikasi lainnya, komunikasi interpersonal dinilai paling berpengaruh untuk mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku orang lain.
Hal ini dikarenakan komunikasi dilakukan dengan tatap muka, maka terjadilah kontak pribadi. Pribadi komunikator menyentuh pribadi komunikan.
Ketika komunikator menyampaikan pesan, maka feedback terjadi seketika.
Komunikator dapat mengetahui langsung bagaimana respon komunikan terhadap pesan yang disampaikan komunikator. Apabila feedback yang diberikan positif,
14 maka tanggapan komunikan yaitu pesan yang disampaikan bisa dimengerti oleh komunikan atau sesuai yang diingankan komunikator sehingga komunikasi dapat dipertahankan. Sebaliknya apabila respon negatif, maka komunikator dapat mengubah gaya komunikasinya sampai komunikasi berhasil (Effendy,2003:31).
Menurut Jalaluddin dalam Agisya (2016:30) komunikasi interpersonal adalah bagaiamana melihat pengaruh konsep diri terhadap perilaku manusia, bagaimana setiap orang memandang diri sendiri serta memandang orang lain yang akan mempengaruhi pola interaksi dengan orang lain dan konsep diri mewarnai komunikasi seseorang dengan orang lain meliputi keakraban, respon yang tepat, penerimaan nada emosional yang tepat dan sikap sportif. Hal-hal tersebut diatas, lebih menitik beratkan pada komunikasi antara sesame atau adanya interaksi antara satu orang dengan orang lainnya.
2.2.2 Proses Komunikasi Interpersonal
Menurut Courtland L. Bovee dan John V. Thil dalam dalam Agisya (2016:33) proses komunikasi terdiri dari enam tahap yaitu :
a. Pengirim mempunyai suatu idea tau gagasan b. Pengirim mengubah ide menjadi suatu pesan c. Pengirim menyampaikan pesan
d. Penerima menerima pesan e. Penerima menafsirkan pesan
f. Penerima memberi tanggapan dan mengirim umpan balik kepada pengirim
2.2.3 Tahap-Tahap Komunikasi Interpersonal
Menurut Devito dalam Agisya (2016:37) menyatakan bahwa tahapan dalam hubungan terbina pada lima tahapan yaitu :
15 a. Kontak
Tahap ini penampilan fisik begitu penting karena dimensi fisik paling terbuka untuk diamati secara mudah. Meskipun demikian, kualitas lain seperti sikap bersahabat, kehangatan, keterbukaan dan dinamisme terungkap pada tahap ini.
b. Keterlibatan
Tahap ini merupakan pengenalan lebih jauh ketika kita mengikatkan diri kita untuk lebih mengenal orang lain dan juga mengungkapkan diri kita.
c. Keakraban
Tahap ini adanya komitmen diantara kedua pasangan baik berupa komitmen untuk perkawinan dan lainnya. Hanya sedikit orang yang melalui tahap ini.
d. Perusakan
Tahap ini merupakan penurunan hubungan karena ketidak sepahaman antara kedua belah pihak baik permasalahan terkecil hingga yang memungkinkan hubungan ini tidak berlanjut.
e. Pemutusan
Tahap ini pemutusan ikatan yang mempertalikan kedua pihak. Jika bentuk ikatan itu adalah perkawinan, pemutusan hubungan dilambangkan dengan perceraian, walaupun pemutusan hubungan actual dapat berupa hidup berpisah.
2.3 Pola Komunikasi Remaja 2.3.1 Pola Komunikasi
Istilah pola komunikasi biasa disebut juga sebagai model tetapi maksudnya sama, yaitu sistem yang terdiri atas berbagai komponen yang berhubungan satu sama lain untuk mencapai tujuan pendidikan keadaan masyarakat. Pola adalah bentuk atau model yang biasa di pakai untuk membuat atau untuk menghasilkan suatu atau bagian dari sesuatu, khususnya jika yang di timbulkan cukup mencapai suatu sejenis untuk pola dasar yang dapat di tunjukan atau terlihat.
16 Pola Komunikasi adalah proses yang dirancang untuk mewakili kenyataan keterpautannya unsur-unsur yang di cakup beserta keberlangsunganya, guna memudahkan pemikiran secara sistematik dan logis ( Effendy, 1989). Komunikasi adalah salah satu bagian dari hubungan antar manusia baik individu maupun kelompok dalam kehidupan sehari-hari (Effendy, 1986) dari pengertian ini jelas bahwa Komunikasi melibatkan sejumlah orang dimana seorang menyatakan sesuatu kepada orang lain, jadi yag terlibat dalam Komunikasi itu adalah manusia itu. Komunikasi berawal dari gagasan yang ada pada seseorang, gagasan itu di olahnya menjadi pesan dan di kirimkan melalui media tertentu kepada orang lain sebagai penerima. Penerima pesan, dan sudah mengerti pesannya kepada pangirim pesan, dengan menerima tanggapan dari si penerima pesan itu, pengirim pesan dapat menilai efektifitas pesan yang di kirimkannya.Berdasarkan tanggapan itu, pengirim dapat mengetahui apakah pesannya di mengerti dan sejauh mana pesanya di mengerti oleh orang yang di kirimi pesan itu.
Sedangkan pola komunikasi menurut Effendy adalah proses yang dirancang untuk mewakili kenyataan keterpautannya unsur-unsur yang di cakup beserta keberlangsunganya, guna memudahkan pemikiran secara sistematik dan logis. Pola komunikasi dibagi menjadi tiga yaitu,komunikasi satu arah, komunikasi dua arah dan komunikasi multi arah. Menurut Effendy, (1989:32) Pola Komunikasi terdiri atas 3 macam yaitu :
1. Pola Komunikasi satu arah adalah proses penyampaian pesan dari Komunikator kepada Komunikan baik menggunakan media maupun tanpa media, tampa ada umpan balik dari Komunikan dalamhal ini Komunikan bertindak sebagai pendengar saja.
17 2. Pola Komunikasi dua arah atau timbale balik (Two way traffic communication) yaitu Komunikator dan Komunikan menjadi saling tukar fungsi dalam menjalani fungsi mereka, Komunikator pada tahap pertama menjadi komunikan dan pada tahap berikutnya saling bergantian fungsi. Namun pada hakekatnya yang memulai percakapan adalah komunikator utama, komunikator utama mempunyai tujuan tertentu melalui proses Komunikasi tersebut, Prosesnya dialogis, serta umpan balik terjadi secara langsung.
3. Pola Komunikasi multi arah yaitu Proses komunikasi terjadi dalam satu kelompok yang lebih banyak di mana Komunikator dan Komunikan akan saling bertukar pikiran secara dialogis. (Rusdy, 2011)
2.3.2 Interaksi Sosial
Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, di mana simbol diartikan sebagai sesuatu yang dinilai atau maknanya diberikan kepada oleh yang menggunakannya.
Interaksi sosial memiliki aturan, dan aturan itu dapat dilihat melalui dimensi ruang dan dimensi waktu dari Robert T Hall dan Definisi Situasi dari W.I. Thomas.
Hall membagi ruangan dalam interaksi sosial menjadi 4 batasan jarak, yaitu jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, dan jarak publik. Selain aturan mengenai ruang, Hall juga menjelaskan aturan mengenai Waktu. Pada dimensi waktu ini terlihat adanya batasan toleransi waktu yang dapat mempengaruhi bentuk interaksi. Aturan yang terakhir adalah dimensi situasi yang dikemukakan oleh W.I. Thomas. Definisi situasi merupakan penafsiran seseorang sebelum memberikan reaksi dan dibuat oleh individu dan masyarakat.
18 Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat (Soekanto, 2012:58) yaitu adanya kontak sosial (social contact) dan adanya komuikasi.
a. Kontak Sosial (social contact)
Kontak sosial berasal dari bahasa latin con atau cum yang berarti bersama-sama dan tango yang berarti menyentuh. Jadi secara harfiah kontak adalah bersama- sama menyentuh. Secara fisik, kontak baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah. Sebagai gejala sosial itu tidak perlu berarti suatu hubungan badaniah, karena orang dapat mengadakan hubungan tanpa harus menyentuhnya, seperti misalnya dengan cara berbicara dengan orang yang bersangkutan. Dengan berkembangnya teknologi pada jaman seperti sekarang ini, orang-orang dapat berhubungan satu sama lain dengan melalui telepon, telegraf, radio, dan yang lainnya yang tidak perlu memerlukan sentuhan badania.
Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk (Soekanto, 2012:59) yaitu sebagai berikut :
1. Antara orang-perorangan
Kontak sosial ini adalah apabila anak kecil mempelajari kebiasaan-kebiasaan dalam keluarganya. Proses demikian terjadi melalui komunikasi, yaitu suatu proses dimana anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat di mana dia menjadi anggota.
2. Antara orang-perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya Kontak sosial ini misalnya adalah apabila seseorang merasakan bahwa tindakan-tindakannya berlawanan dengan norma-norma masyarakat.
19 3. Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya.
Kontak sosial memiliki beberapa sifat, yaitu kontal sosial positif dan kontak sosial negative. Kontak sosial positif adalah kontak sosial yang mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan kontak sosial negative mengarah kepada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan kontak sosial. Selain itu kontak sosial juga memiliki sifat primer atau sekunder.
Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka, sebaliknya kontak yang sekunder memerlukan suatu perantara.
b. Komunikasi
Komunikasi adalah bahwa seseorang yang memberi tafsiran kepada orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan- perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan. Dengan adanya komunikasi sikap dan perasaan kelompok dapat diketahui oleh kelompok lain atau orang lain. Hal ini kemudian merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang akan dilakukannya. Dalam komunikasi kemungkinan sekali terjadi berbagai macam penafsiran terhadap tingkah laku orang lain. Seulas senyum misalnya, dapat ditafsirkan sebagai keramah tamahan, sikap bersahabat atau bahkan sebagai sikap sinis dan sikap ingin menunjukan kemenangan. Dengan demikian komunikasi memungkinkan kerja sama antar perorangan dan atau antar kelompok. Tetapi disamping itu juga komunikasi bisa menghasilkan pertikaian yang terjadi karena salah paham yang masing-masing tidak mau mengalah.
20 Dalam interaksi sosial terdapat bentuk-bentuk interaksi, yaitu bentuk proses asosiatif (processes of association) dan bentuk proses disosiatif.
1. Proses Asosiatif (Processes of Association) a. Kerja Sama (Cooperation)
Kerja sama disini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Kerja sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya (in-group-nya) dan kelompok lainnya (out-group-nya). Kerja sama mungkin akan bertambah kuat apabila ada bahaya luar yang mengancam atau ada tindakan-tindakan luar yang menyinggung kesetiaan yang secara tradisional atau institusional telah tertanam di dalam kelompok, dalam diri seseorang atau segolongan orang. Kerja sama dapat bersifat agresif apabila kelompok dalam jangka waktu yang lama mengalami kekecewaan sebagai akibat perasaan tidak puas, karena keinginan-keinginan pokoknya tak dapat terpenuhi oleh karena adanya rintangan-rintangan yang bersumber dari luar kelompok itu.
b. Akomodasi (Accomodation)
Istilah akomodasi dipergunakan dalam dua arti yaitu untuk menunjuk pada suatu keadaan dan untuk menunjuk pada suatu proses. Akomodasi yang menunjuk pada suatu keadaan, berarti adanya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara orang peorangan atau kelompok- kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma-norma sosial dan nilai- nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu
21 pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan. Tujuan akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu:
a) Untuk mengurangi pertentangan antara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia sebagai akibat perbedaan paham.
b) Mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu atau secara temporer.
c) Untuk memungkinkan terjadinya kerja sama antara kelompok-kelompok sosial yang hidupnya terpisah sebagai akibat faktor-faktor sosial psikologis dan kebudayaan, seperti yang dijumpai pada masyarakat yang mengenal sistem kasta.
d) Mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial yang terpisah.
2. Proses Disosiatif
a. Persaingan (Competition)
Adalah suatu proses social, di mana individu atau kelompok- kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui bidang- bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian public atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan.
b. Kontraversi (Contravention)
Kontraversi merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Kontraversi ditandai oleh gejala-gejala adanya ketidaakpastian mengenai diri seseorang atau suatu rencana dn perasaan tidak suka yang disembunyikan, kebencian, atau keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang.
22 c. Pertentangan (Pertikaian atau Conflict)
Pertentangan atau pertikaian adalah suatu proses social di mana individu atau kelompok berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan dengan ancaman atau kekerasan.
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik antara individu satu dengan individu lain, individu dengan kelompok serta kelompok dengan kelompok dimana timbulnya rasa saling mempengaruhi satu sama lain dan saling membutuhkan satu dengan yang lain. Dalam hal ini, indikator yang menunjang terjadinya interaksi sosial adalah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya interaksi sosial remaja, bentuk interaksi yang terjadi pada interaksi sosial remaja, dan proses terjadinya interaksi sosial remaja.
2.3.3 Remaja
Remaja yang dalam bahasa latin sering disebut adolesence mempunyai arti yaitu tumbuh ke arah kematangan baik itu dalam fisik maupun sosial psikologis, juga merupakan periode antara pubertas dengan kedewasaan (dalam Hurlock, 2002). Rentang kehidupan remaja merupakan suatu rentang kehidupan yang penuh dengan warna tersendiri. Sehingga masa remaja akan menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan (Colon dalam Monks,dkk, 2001) jadi remaja adalah suatu masa atau periode yang sangat penting dalam proses kehidupan ini karena pada masa remaja inilah individu dapat memperoleh banyak hal yang berhubungan dengan masa depan.
23 Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelum dan sesudahnya (Al-Mighwar, 2006:63), antara lain :
1. Masa remaja sebagai masa yang penting.
Semua periode dalam rentang kehidupan memang penting, tetapi ada perbedaan dalam tingkat kepentingannya. Adanya akibat yang langsung terhadap sikap dan tingkah laku serta akibat-akibat jangka panjangnya menjadikan periode remaja lebih penting daripada periode lainnya. Baik akibat langsung maupun akibar jangka panjang sama pentingnya bagi remaja karena adanya akibat fisik dan akibat psikologis. Cepat dan pentingnya perkembangan fisik remaja diiringi oleh cepatnya perkembangan mental, khususnya pada awal masa remaja. Dari semua perkembangan tersebut, diperlukan penyesuaian mental dan pembentukan sikap, serta nilai dan minat baru.
2. Masa remaja sebagai masa transisi
Transisi merupakan tahap peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya. Pada setiap periode transisi, tampak ketidakjelasan status individu dan munculnya keraguan terhadap peran yang harus dimainkannya. Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak dan bukan juga orang dewasa. Bila remaja bertingkah laku seperti anak- anak, maka dia akan diajari untuk bertindak sesuai dengan usianya. Di sisi lain, ketidakjelasan status itu juga menguntungkan karena memberi peluang kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola tingkah laku, nilai, dan sifat yang paling relevan dengannya.
24 3. Masa remaja sebagai masa perubahan
Selama masa remaja, tingkat perubahan sikap dan perilaku sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat selama masa awal remaja, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Bila terjadi penurunan dalam perubahan fisik, penurunan juga akan terjadi pada perubahan sikap dan tingkah laku.
4. Masa remaja sebagai masa yang bermasalah
Meskipun setiap periode memiliki masalah sendiri, masaa remaja termasuk masalah yang sulit dibatasi, baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Alasannya, pertama, sebagian masalah yang terjadi selama masa kanak-kanak diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga mayoritas remaja tidak berpengalaman dalam mengatasinya.
Kedua, sebagian remaja sudah merasa mandiri sehingga menolak bantuan orang tua dan guru-guru karena ingin mengatsai masalahnya sendiri.
5. Masa remaja sebagai masa pencarian identitas
Penyesuaian diri dengan standar kelompok dianggap jauh lebih penting bagi remaja daripada individualitas. Bagi remaja, penyesuain diri dengan kelompok pada tahun-tahun awal masa remaja adalah penting. Secara bertahap, mereka mulai mengharapkan identitas diri dan tidak lagi mereka puas dengan adanya kesamaan dalam segala hal dengan teman-teman sebayanya.
Banyak cara yang dilakukan remaja untuk menunjukan identitasnya, antara lain penggunaan simbol-simbol status dalam bentuk kendaraan, pakaian, dan pemilikan barang-barang lain yang mudah dilihat. Melalui cara seperti ini, remaja berusaha menarik perhatian orang lain agar mereka memandangnya sebagai individu. Di samping itu, dia juga berusaha mempertahankan identitas dirinya terhadap kelompok sebaya.
25 6. Masa munculnya ketakutan
Majeres berpendapat, “Banyak yang beranggapan bahwa popularitas mempunyai arti yang bernilai, dan sayangnya banyak diantranya yang bersifat negatif.” Persepsi negatif terhadap remaja seperti tidak dapat dipercaya, cenderung merusak dan berperilaku merusak, mengindikasikan pentingnya bimbingan dan pengawasan orang dewasa. Demikian pula, terhadap kehidupan remaja muda yang cenderung tidak simpatik dan takut bertanggung jawab.
Konsep diri dan sikap remaja terhadap dririnya sendiri juga dipengaruhi oleh stereotip populer, seperti pendapat Anthony, “Stereotip juga berfungsi sebagai cermin yang ditegakkan masyarakat bagi remaja, yang menggambarkan cita diri remaja sendiri, yang lambat laun dianggap sebagai gambaran yang asli dan remaja membentuk perilakunya sesuai gambaran ini.” Menyetujui stereotip ini dan meyakini bahwa orng dewasa mempunyai persepsi yang buruk tentang remaja mengakibatkan sulitnya peralihan ke masa remaja. Hal ini juga mengakibatkan munculnya banyak konflik antara orang tua reamaja, serta adanya pengahalang untuk saling membantu antara keduanya dalam mengatasi beragam masalah.
7. Masa yang tidak realistik
Pandangan subjektif cenderung mewarnai remaja. Mereka memandang diri sendiri dan orang lain berdasarkan keinginannya, dan bukan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, apalagi dalam hal cita-cita.
Tidak hanya berakibat bagi dirinya sendiri, bahkan bagi keluarga dan
26 teman-temannya. Cita-cita yang tidak realistik ini berakibat pada tingginya emosi yang merupakan ciri awal masa remaja. Semakin tinggi realistik cita-citanya, semakin tinggi kemarahannya.
8. Masa menuju masa dewasa
Saat usia kematangan kian dekat, para remaja merasa gelisah untuk meninggalkan stereotip usia belasan tahun yang indah di satu sisi, dan hanerus bersiap-siap menuju usia dewasa di sisi lainnya. Kegelisahan itu timbul akibat kebimbangan tentang bagaimana meninggalkan masa remaja dan bagaimana pula memasuki masa dewasa. Mereka mencari- cari sikap yang dipandangnya pentas untuk itu. Bila kurang arahan atau bimbingan, tingkah laku mereka akan menjadi ganjil, seperti berpakaian dan bertingkah laku meniru-niru orang dewasa. Hal ini karena di satu sisi mereka ingin segera menyesuaikan diri dengan tipe orang dewasa yang sudah matang, tetapi di sisi lain mereka masih belum lepas dari tipe remaja yang belum matang.
2.4 Teman Sebaya Sebagai Kelompok Reference Bagi Remaja 2.4.1 Teman Sebaya
Menurut Santrock (2007:55) Peers Group atau bisa dikenal dengan sebutan teman sebaya adalah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama. Pertemanan berdasarkan tingkat usia dengan sendirinya akan terjadi meskipun sekolah tidak menerapkan sistem usia. Remaja dibiarkan untuk menentukan sendiri komposisi masyarakat mereka.
27 Vembriarto (1993:54) kelompok teman sebaya berarti individu- individu anggota kelompok sebaya itu mempunyai persamaan-persamaan dalam berbagai aspek. Perkembangan teman sebaya dengan pengaruh yang cukup kuat merupakan hal yang penting dalam masa remaja. Pada kelompok teman sebaya untuk pertama kalinya remaja menerapkan prinsip-prinsip hidup bersama dan bekerja sama. Jalinan yang kuat ini terbentuk norma, nilai-nilai dan symbol-simbol tersendiri yang lain dibandingkan dengan apa yang ada di rumah mereka masing-masing.
Kelompok sebaya ini sangat berpengaruh terhadap perilaku individu dibandingkan dengan kelompok teman sebaya sebelumnya. Dalam kelompok sebaya ini remaja merasa mendapatkan teman dan juga dukungan dari teman-temannya. Melalui kelompok teman sebaya itu anak belajar menjadi manusia yang baik sesuai dengan gambaran dan cita-cita masyarakatnya tentang kejujuran, keadilan, kerjasama, tanggung jawab, tentang peranan sosialnya sebagai pria dan wanita, memperoleh berbagai macam informasi, meski kadang kala informasi yang menyesatkan, serta mempelajari kebudayaan khusus masyarakat yang bersifat etnik, keagamaan, kelas sosial dan kedaerahan.
Dari penjelasan beberapa ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa teman sebaya merupakan sekumpulan remaja yang memiliki kesamaan dalam berbagai hal. Teman yang tidak selamanya harus seumuran, tetapi memiliki minat, hobi dan beberapa kesamaan. Sehingga remaja merasanya cocok dan nyaman saat berkumpul bersama teman sebayanyaatau terkadang disebut sebagai teman dekat.
28 Teman sebaya sebagai kelompok reference dapat menghubungkan seorang individu dengan perilaku dan gaya hidup yang baru. Kelompok referensi juga mempengaruhi sikap dan konsep diri (self concept) seseorang karena biasanya dia memiliki keinginan menyesuaikan diri dengan kelompok tersebut (Kotler, 2000:228). Besar kecilnya pengaruh yang diberikan oleh kelompok referensi terhadap perilaku seseorang, tergantung dari sifat-sifat dasar individu. Contohnya seorang remaja yang masuk dalam kelompok remaja-remaja yang disebutnya teman dekat.
Remaja akan mengikuti sikap dan perilaku temannya, ketika temannya memilih untuk bolos sekolah, remaja tersebut juga akan mengikuti apa yang dilakukan temannya karena menganggap apa yang dilakukan temannya itu tidak salah. Dengan masuk dan bergabung bersama kelompok referensi, seseorang akan mendapatkan banyak pengetahuan, ilmu, dan pengalaman yang belum pernah didapatnya karena anggota-anggota dari kelompok referensi akan saling berbagai pengetahuan dan pengalaman mereka kepada anggota lainnya.
Kelompok referensi pada masa remaja cenderung memiliki suatu campuran individu-individu dari berbagai kelompok. Interaksi yang semakin intens menyebabkan kelompok bertambah kohesif. Dalam kelompok dengan kohesif yang kuat maka akan berkembanglah iklim dan norma-norma tertentu. Namun hal ini berbahaya bagi pembentukan identitas dirinya. Karena pada masa ini, dia lebih mementingkan perannya sebagai anggota kelompok daripada pola pribadinya. Tetapi terkadang adanya paksaan dari norma kelompok membuatnya sulit untuk membentuk keyakinan diri.
Piaget dan Sullivan dalam Santrock (2007: 205) menyatakan bahwa anak belajar bagaimana menerima hal-hal yang terdapat pada teman sebayanya dan juga belajar menanggapinya saat melakukan interaksi dengan sebayanya. Anak belajar memformulasikan dan menyatakan pendapat mereka, menghargai pandangan teman, beusaha menawarkan
29 solusi saat terjadi konflik secara kooperatif, yang nantinya akan mengubah standar perilaku yang diterima anggota kelompok. Anak pun belajar mengidentifikasi minat-minat dan pandangan pemikiran yang berkembang, dalam lingkungan teman sebayanya untuk selanjutnya berusaha agar diterima dan melakukan aktivitas sebaya. Selain itu, anak akan mengembangkan pemahaman pada keadaan teman-temannya, sehingga logika moral mereka akan semakin tumbuh. Prinsip kebaikan dan keadilan akan terpupuk seiring terjadinya perselisihan dengan rekan sebayanya.
(Piaget dan Kohlberg, dalam Santrock, 2007:205-206).
Vembriarto (1993: 60-62) mengemukakan bahwa kelompok sebaya memiliki fungsi, diantaranya :
1) Anak belajar bergaul dengan sesamanya. Mereka belajar memberi dan menerima. Bergaul dengan teman sebaya merupakan persiapan penting bagi kehidupan seseorang setelah dewasa.
2) Anak mempelajari kebudayaan masyarakatnya. Mereka belajar bagaimana menjadi manusia yang baik sesuai dengan gambaran dan cita-cita masyarakatnya, tentang kejujuran, keadilan, kerja sama, tanggung jawab tentang peranan sosialnya sebagai pria atau wanita, memperoleh berbagai macam informasi, meskipun kadang-kadang informasi yang menyesatkan, serta mempelajari kebudayaan khusus masyarakatnya yang bersifat etnik, keagamaan, kelas sosial, dan kedaerahan.
3) Mengajarkan mobilitas sosial. Kerap kali terjadi pergaulan antara anak-anak yang berasal dari kelas sosial yang berbeda. Anak dari
30 kelas sosial bawah bergaul akrab dengan anak-anak dari kelas sosial menengah dan atas. Melalui pergaulan sebaya, mereka menangkap nilai-nilai, cita-cita, dan pola-pola tingkah laku anak-anak dari golongan menengah ke atas. Dengan mengadopsi nilai, cita-cita, dan pola tingkah laku itu anak-anak dari kelas sosial bawah mempunyai motivasi untuk mobilitas sosial.
4) Anak mempelajari peranan sosial yang baru. Anak yang berasal dari keluarga yang bersifat otoriter mengenal suasana kehidupan yang demokratik dalam kelompok sebaya, dan sebaliknya.
5) Anak belajar patuh pada aturan sosial yang impersonal dan kewibawaan yang impersonal pula.
6) Mengembangkan sikap sosial dalam diri anak.
2.4.2 Konformitas Teman Sebaya
Konformitas merupakan salah satu bentuk penyesuaian dengan melakukan perubahan-perubahan perilaku yang disesuaikan dengan norma kelompok. Konformitas terjadi pada remaja karena pada perkembangan sosialnya, remaja melakukan dua macam gerak yaitu remaja mulai memisahkan diri dari orangtua dan menuju ke arah teman-teman sebaya.
Kuatnya pengaruh kelompok dalam lingkungan lingkungan pertemanan akan mempengaruhi perilaku dan sifat konformitas dalam diri remaja.
Kartono dan Gulo (2000) mengatakan bahwa konformitas adalah kecenderungan untuk dipengaruhi tekanan kelompok dan tidak menentang norma-norma yang telah digariskan oleh kelompok sehingga seseorang yang melakukan konformitas terhadap kelompoknya hanya karena perilaku individu didasarkan pada harapan kelompok. Baron & Byrne (2004) mengatakan bahwa apabila seseorang menampilkan tindakan tertentu karena setiap orang lain menampilkan perilaku serupa lebih dikenal dengan istilah konformitas.
31 Teman sebaya merupakan kelompok yang penting bagi remaja sebab frekuensi kebersamaan dengan teman lebih sering daripada dengan keluarga di rumah. Oleh karena itu pengaruh konformitas teman sebaya pada remaja sangat besar baik dalam hal sikap, minat maupun perilaku.
Pengaruh tersebut dapat mendorong remaja untuk berperilaku sama dengan perilaku kelompoknya. Hal ini dilakukan agar remaja memiliki banyak kesempatan untuk dapat diterima dalam kelompoknya dan tidak mengalami penolakan. Dengan demikian, perilaku putus sekolah banyak diakibatkan oleh pengaruh kelompok dimana individu tidak akan putus sekolah karena melihat orang lain di kelompoknya juga tidak melakukan perilaku tersebut.
Konformitas adalah suatu tuntutan yang tidak tertulis dari kelompok teman sebaya terhadap anggotanya tetapi memiliki pengaruh yang kuat dan dapat menyebabkan munculnya perilaku-perilaku tertentu pada anggota kelompok. Konformitas teman sebaya dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku yang terjadi apabila remaja mengadopsi sikap atau perilaku teman- temannya karena merasa didesak oleh mereka baik desakan nyata atau hanya bayangan saja (Santrock, 2012).
2.5 Keputusan tidak Melanjutkan Sekolah 2.5.1 Putus Sekolah
Putus sekolah merupakan predikat yang diberikan kepada mantan peserta didik yang tidak mampu menyelesaikan suatu jenjang pendidikan, sehingga tidak dapat melanjutkan studinya ke jenjang pendidikan
32 berikutnya. Misalnya seorang warga masyarakat atau anak yang hanya mengikuti pendidikan di SD sampai kelas lima, disebut sebagai putus sekolah SD. Jenis putus sekolah dapat dikelompokkan atas tiga, yaitu : 1. Putus sekolah atau berhenti dalam jenjang
Putus sekolah dalam jenjang ini yaitu seorang murid atau siswa yang berhenti sekolah tapi masih dalam jenjang tertentu. Contohnya seorang siswa yang putus sekolah sebelum menamatkan sekolahnya pada tingkat SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi.
2. Putus sekolah di ujung jenjang
Putus sekolah di ujung jenjang artinya mereka yang tidak sempat menamatkan pelajaran sekolah tertentu. Dengan kata lain mereka berhenti pada tingkatan akhir dalam dalam tingkatan sekolah tertentu.
Contohnya, mereka yang sudah duduk di bangku kelas VI SD, kelas III SLTP, kelas III SLTA dan sebagainya tanpa memperoleh ijazah.
3. Putus sekolah atau berhenti antara jenjang
Putus sekolah yang dimaksud dengan berhenti antara jenjang yaitu tidak melanjutkan pelajaran ketingkat yang lebih tinggi. Contohnya, seorang yang telah menamatkan pendidikannya di tingkatan SD tetapi tidak bisa melanjutkan pelajaran ketingkat yang lebih tinggi.
Putus sekolah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah berhentinya anak atau anak yang keluar dari suatu lembaga pendidikan sebelum mereka menamatkan pendidikan sesuai dengan jenjang waktu sistem persekolahan yang diikuti, baik SD, SMP, maupun SMA.
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
33 yang dimaksud dengan anak putus sekolah adalah keadaan dimana seseorang yang usianya seharusnya masih dalam usia sekolah namun harus keluar atau berhenti dari lembaga pendidikan yang diikuti.
2.6 Pengaruh Teman Sebaya terhadap Pengambilan Keputusan pada Remaja
Pada dasarnya manusia memiliki dua hasrat utama yaitu keinginan untuk bersatu dengan masyarakat dan keinginan untuk bersatu dengan alam sekitarnya, oleh karena itu kemudian dibentuklah kelompok-kelompok sosial yang menempatkan individu bersama dengan orang-orang disekelilingnya untuk memenuhi keinginan tersebut. Kelompok teman sebaya sebagai lingkungan sosial bagi remaja mempunyai peranan penting bagi perkembangan kepribadiannya, salah satunya untuk mengembangkan identitas diri, mengembangkan kemampuan komunikasi interpersonal dalam pergaulan dengan kelompok teman sebaya serta pengambilan keputusan remaja.
Remaja lebih banyak melibatkan temannya dalam segala hal, seperti pada proses pencarian identitas diri. Kelompok teman sebaya menyediakan suatu lingkungan, yaitu dunia tempat remaja dapat melakukan sosialisasi dengan nilai yang berlaku, bukan lagi nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa, melainkan oleh teman seusianya, dan tempat dalam rangka remaja menemukan jati dirinya, sehingga mereka merasa lebih nyaman dan merasa teman sebaya merupakan tempat yang pas bagi mereka (Al-Mighwar, 2006:65). Kelompok teman sebaya juga merupakan faktor penting yang
34 mempengaruhi perilaku remaja, mengingat semakin dominannya peran kelompok sebaya daripada orangtua pada usia-usia remaja atau menjelang dewasa, dibandingkan masa-masa sebelumnya. Keakraban remaja yang terjalin dengan teman sebayanya, akan menimbulkan beberapa efek yang tanpa disadari langsung oleh remaja tersebut. Remaja akan cenderung mengikuti atau bahkan meniru gaya dari teman sebayanya, dan menirukan sikap dan tingkah laku yang terkadang tanpa disadari merupakan perilaku yang kurang baik. Kata-kata yang diucapkan oleh teman sebaya kepada remaja, akan memberikan pengertian tersendiri bagi si remaja.
Perubahan perilaku yang terjadi pada remaja sebagai usaha untuk menyesuaikan diri dengan kelompok sebaya baik ada maupun tidak ada tekanan secara langsung yang berupa suatu tuntutan tidak tertulis dari kelompok teman sebaya terhadap anggotanya namun memiliki pengaruh yang kuat dan dapat menyebabkan munculnya perilaku-perilaku tertentu pada remaja anggota kelompok tersebut (Mappiare, 1982:161). Teman sebaya juga dapat mempengaruhi remaja dalam pengambilan keputusan.
Jika dalam suatu kelompok reference, terdapat remaja yang merokok maka tanpa disadari remaja lainnya akan membuat keputusan untuk mengikuti temannya merokok sehingga rasa pertemanan atau persahabatan mereka lebih dekat lagi. Begitupun dalam bidang pendidikan, remaja rela meninggalkan pelajaran dan sekolah karena ajakan membolos temannya.
Teman sebaya memiliki pengaruh dalam masa-masa perkembangan remaja. Besar kecilnya pengaruh yang diberikan oleh kelompok teman sebaya terhadap perilaku remaja, tergantung dari sifat-sifat dasar remaja tersebut.
35 2.7 Teori Belajar Sosial
Teori pembelajaran sosial (social learning theory) dari Albert Bandura didasarkan pada reciprocal determinism (determinis resiprokal atau konsep yang saling menentukan), Beyond Reinforcement (tanpa penguatan), dan self-regulation and cognition (pengaturan diri dan kognisi).
Teori ini menjelaskan mengenai hubungan antara tingkah laku, kepribadian, dan lingkungan dimana seseorang berada. Menurut teori pembelajaran sosial, ketiga aspek ini saling mempengaruhi dalam membentuk sikap seseorang. Teori pembelajaran sosial menyatakan bahwa faktor-faktor sosial atau lingkungan, kognitif dan tingkah laku berperan penting dalam pembelajaran. Menurut Bandura setiap anak akan mentransformasikan setiap pengalamannya secara kognitif. Sebagian besar hal yang dipelajari manusia terjadi melalui peniruan (imitation) dan contoh perilaku (modeling). Manusia merupakan makhluk yang aktif membuat suatu pilihan, menghadapi proses-proses perkembangan untuk membentuk tingkah lakunya.
Menurut Bandura, efikasi diri yang tinggi membuat anak lebih percaya diri dan pantang menyerah ketika belum berhasil mencapai suatu hal. Proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai model merupakan tindakan belajar. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola belajar sosial. Contohnya, seseorang yang hidup dan dibesarkan di dalam lingkungan keluarga
36 demokratis, maka anak akan cenderung memiliki tingkah laku yang baik, berorientasi pada prestasi, ramah, suka menolong, rajin beribadah, sopan dan tentunya akan menghindari perilaku-perilaku buruk di dalam pergaulannya. Belajar sosial yang terjadi mencakup belajar berperilaku yang diterima dan diharapkan oleh khalayak banyak agar dikuasai individu.
Perilaku anak akan sangat bergantung dengan lingkungannya sesuai dengan stimulus yang diterima. Mekanisme perolehan tingkah laku anak merupakan hasil dari conditioning dan modelling dimana pelaku sosialisasinya adalah model-model atau idola yang sangat berpengaruh, orang-orang dewasa dan teman dekat. (Sukma, 2014)