• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kesiapan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Pasien Yang Menderita Penyakit Terminal Di Rumah Sakitmurni Teguh Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Hubungan Kesiapan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Pasien Yang Menderita Penyakit Terminal Di Rumah Sakitmurni Teguh Medan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

Hubungan Kesiapan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Pasien Yang Menderita Penyakit Terminal Di Rumah Sakitmurni Teguh Medan

Seriga Banjarnahor

Ilmu Keperawatan,STIKes Murni Teguh, Jl. Jawa No.2, Gg. Buntu, Medan Tim., Kota Medan, Sumatera Utara 20236

E-mail : banjarnahorseriga@gmail.com

Abstrak-Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan kesiapan keluarga dengan kualitas hidup pasien yang menderita penyakit terminal di Rumah Sakit Murni Teguh Medan.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian jenis penelitian deskriptif korelasional dengan menggunakan desain cross-sectional. Populasi penelitian ini adalah Pasien yang menderita penyakit terminal yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Murni Teguh Medan dengan menggunakan sampel berjumlah 30 orang dengan cara purposive sampling. Dari hasil penelitian didapatkan sebanyak 24 responden (75%) berada dalam kategori tidak siap dalam merawat pasien penyakit terminal dan 8 orang (25%) dalam kategori siap dan semua pasien penyakit terminal dalam kategori kualitas hidup sedang yaitu sebanyak 32 orang (100%). Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Spearman rank Correlation diperoleh korelasi nilai korelasi 0,031 dengan tingkat signifikasi 5% (derajat kepercayaan α = 95%). Nilai 0,031 <0,05, maka Ho ditolak atau dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan antara kesiapan keluarga dengan kualitas hidup pasien penyakit terminal dengan kekuatan korelasi yaitu sebesar 0,382. Saran untuk penelitian selanjutnya diharapkan agar mengambil sampel dengan jumlah sampel yang lebih besar sehingga hasil penelitian lebih representatif.

Kata kunci: kesiapan, kualitas hidup, penyakit terminal, keluarga

1. Pendahuluan

Pasien penyakit terminal adalah pasien yang sedang menderita sakit dimana tingkat penyakitnya telah mencapai stadium lanjut sehingga pengobatan medis sudah tidak mungkin dapat menyembuhkan lagi. Jadi keadaan terminal adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak ada harapan lagi bagi yang sakit untuk sembuh. Keadaan sakit tersebut dapat disebabkan oleh suatu penyakit atau suatu kecelakaan (Adde, 2012).

Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit akut dan kronis tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan paliatif (Doyle & Mac. Donald, 2003). Oleh karena itu, pasien penyakit terminal harus mendapatkan perawatan paliatif yang bersifat meredakan gejala penyakit, namun tidak lagi berfungsi untuk menyembuhkan (Adde, 2012).

Data dari Poli Perawatan Paliatif RS Margono Soekarjo Purwokerto menyebutkan bahwa pasien di Poli Perawatan Paliatif RS Margono Soekarjo Purwokerto ini semakin hari jumlah penderita gagal ginjal terminal (GGT) semakin meningkat akhir-akhir dari 3.962 pasien di tahun 1993 menjadi sekitar 4.298 di tahun 2001, meningkat 11,34%. Sekitar 26,14% pasien berusia 45-54 tahun dan 13,56% berusia 30-44 tahun, jadi sekitar 39,7% pasien Poli Perawatan Paliatif RS Margono Soekarjo Purwokerto adalah orang-orang yang berada pada usia produktif (Mayda, 2015). Estimasi global menyebutkan, pada tahun 2020 akan mengalami peningkatan menjadi 157 juta orang yang menderita penyakit kronis yang juga termasuk dalam kategori penyakit terminal (Partnership for solutions, 2004, dalam Lubkin dan Larsen, 2006).

(2)

2 Ketika seseorang didiagnosa sakit yang tergolong berat dengan stadium lanjut dimana pengobatan medis sudah tidak mungkin diterima pasien,. Kematian merupakan satu jawaban bagi pasien penyakit terminal. Seiring dengan berjalannya waktu, bagi para pasien penyakit terminal adalah hari-hari yang sangat menyiksa karena mereka harus menantikan kematian sebagai jawaban pasti dengan penderitaan rasa nyeri yang sangat hebat. (Megawe, 1998). Penyebab kematian merupakan fenomena yang selalu mengalami dinamika perubahan sesuai dengan dinamika perubahan manusia sebab kematian adalah akhir dari tahapan tugas-tugas perkembangan hidup manusia (Pradana, dkk, 2012).

Manusia yang mati secara mendadak tanpa melalui proses menuju kematian atau sekarat dalam jangka waktu yang relatif pendek pasti tidak menunjukan dinamika sebagaimana yang dikemukakan oleh Kubbler Rose (1998) atau Pattison dalam Papalia (1977); sedangkan mereka yang mati melalui proses menuju kematian dalam jangka waktu yang relatif panjang seperti pasien penyakit terminal akan menunjukan dinamika yang sangat kompleks.

Berbagai macam peran hidup yang dijalani selama ini pasti akan menghadapi kendala baik itu disebabkan karena kendala fisik, psikologis, sosial, kultural maupun spiritual. Demikian pula, prognosis akan kematian pada para pasien terminal akan lebih memberikan dampak konflik psikologis, sosial, kultural maupun spiritual yang sangat unik (Fitria, 2010).

Ketakutan dan kecemasan akan suatu kematian merupakan fenomena yang umum dialami oleh semua manusia. Ketakutan dan kecemasan itu dapat muncul karena waktu tibanya yang tidak diketahui dan belum adanya kesiapan untuk menghadapi kematian itu sendiri. Kesiapan akan meninggalkan orang-orang yang disayangi, kesiapan untuk meninggalkan dunia yang mungkin penuh dengan kenikmatan, dan menuju suatu tempat atau kehidupan lain yang berbeda. Hal ini berarti bahwa waktu kematiannya lebih jelas diketahui dan menjadi suatu hal yang pasti. Meskipun waktu kematian yang sudah dapat dilihat dengan lebih pasti, namun rasa tidak terima, takut, marah, cemas, dan sedih menghinggapi pasien terminal illness setelah ia didiagnosis. Diagnosis terminal illness dapat menyebabkan trauma bagi pasien dan keluarganya (Fitria, 2010).

Keluarga sebagai orang yang sangat dekat dengan pasien sangat berperan dalam memberikan perawatan lanjutan dan memenuhi kebutuhan perawatan diri pasien yang tidak dapat dilakukan sendiri olehnya (Friedman, 1998). Selain itu dalam kondisi stress yang berkepanjangan yang dialami oleh keluarga yang merawat, maka hal yang harus diperhatikan adalah kondisi kesejahteraan psikologis dari keluarga khususnya caregiver yang merawat penuh pasien (Wakhidah, 2011).

Sejak tahun 1948 WHO telah menetapkan definisi sehat yaitu tidak hanya terbebas dari penyakit tetapi juga baik dalam fisik, mental, dan sosial. Hal ini secara umum dapat dikatakan memiliki kualitas hidup yang baik. Kualitas hidup merupakan persepsi individu dalam kemampuan keterbatasan, gejala serta sifat psikososial hidupnya dalam konteks budaya dan nilai untuk menjalankan peran dan fungsinya. Kualitas hidup pasien adalah keadaan pasien yang dipersepsikan terhadap keadaan pasien sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya, termasuk tujuan hidup, harapan, dan niatnya (Nofitri, 2009).

Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung dari masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dalam dirinya. Jika menghadapi dengan positif maka akan baik pula kualitas hidupnya, tetapi lain halnya jika menghadapi dengan negatif maka akan buruk pula kualitas hidupnya (Nofitri, 2009).

Dimensi dari kualitas hidup yaitu gejala fisik, kemampuan fungsional (aktivitas), kesejahteraan keluarga, spiritual, fungsi sosial, kepuasan terhadap pengobatan (termasuk masalah keuangan), orientasi masa depan, kehidupan seksual, termasuk gambaran terhadap diri sendiri (Kepmenkes RI Nomor 812 Tahun 2007). Hal ini berarti jika seseorang sehat secara aspek fisik, psikologi, sosial dan lingkungan maka seseorang tersebut dapat dikatakan mencapai kepuasan dalam hidupnya.

(Supryadi, 2012). Kualitas hidup seseorang baik dalam jangka pendek maupun panjang dapat diprediksi dengan efikasi diri pasien itu sendiri Kualitas hidup penting untuk dimonitor karena sebagai dasar mendeskripsikan konsep sehat dan berhubungan erat dengan morbiditas dan mortalitas. (Skevington et al, 2004). Dalam sebuah penelitian oleh Heydarnejad et al (2009), mengenai kualitas hidup penderita kanker pasca kemoterapi pada 200 pasien kanker, didapatkan sebanyak 22 (11%) pasien tingkat kualitas hidupnya baik, 132 (66%) pasien tingkat kualitas hidupnya sedang, dan 46 (23%) pasien tingkat kualitas hidupnya buruk

(3)

3 Hasil observasi yang dilakukan oleh perawat di Rumah Sakit Murni Teguh Medan terdapat rata- rata 30 kasus pasien terminal yang meninggal dunia dalam setiap bulannya dan belum ada penelitian tentang kualitas hidup pasien terminal dan kesiapan keluarga dalam menghadapi kondisi terminal tersebut di Rumah Sakit Murni Teguh Medan.

Berdasarkan penjelasan diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan kesiapan keluarga dengan kualitas hidup pasien yang menderita penyakit terminal di Rumah Sakit Murni Teguh Medan.

2. Metode Penelitian

a. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif korelasional dengan menggunakan desain cross-sectional yaitu peneliti menekankan waktu pengukuran/ observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali untuk mengetahui hubungan kesiapan keluarga dengan kualitas hidup pasien yang menderita penyakit terminal di Rumah Sakit Murni Teguh Medan (Nursalam, 2008).

b. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti (Setiadi, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang menderita penyakit terminal yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Murni Teguh Medan berjumlah 45 orang.

c. Sampel

Sampel adalah adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2011). Besarnya sampel dalam penelitian ini harus representatif bagi populasi, maka penentuan besarnya sampel minimum penelitian ini diambil dengan rumus:

𝑛 = 𝑁

1 + 𝑁. 𝑑2 Keterangan :

n = Besar sampel yang diperlukan N = Jumlah populasi

d = Kesalahan maksimum yang diperbolehkan

Perhitungan:

𝑛 = 45

1 + 45. 0.12

𝑛 = 45 1 + 0.45

= 31.03 dibulatkan menjadi 31

Berdasarkan hasil perhitungan diatas diperoleh minimal jumlah sampel 31 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik purposive sample yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan atas tujuan tertentu dan syarat- syarat tertentu, caranya adalah memilih sejumlah responden berdasarkan kriteria inklusi (Arikunto, 2006).

Adapun kriteria inklusi dan kriteria ekslusi pada penilitian ini adalah:

a) Kriteria Inklusi

1) Keluarga yang memiliki anggota keluarga menderita penyakit terminal

(4)

4 2) Dapat berkomunikasi dan menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik

b) Kriteria Eksklusi

1) Responden yang menolak untuk dilakukan wawancara d. Tempat dan Waktu Penelitian

a) Tempat penelitian

Tempat penelitian merupakan lokasi dimana dilakukannya penelitian. Penelitian ini dilakukan di Ruang Rawatan Rumah Sakit Umum Murni Teguh Medan.

b) Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan selama periode Desember 2017 s/d Februari 2018.

e. Instrumen Penelitian a) Alat Penelitian

Kuesioner dalam penelitian ini menggunakan jenis kuesioner tertutup, yaitu kuesioner yang jawaban atau isinya sudah ditentukan, sehingga subjek tidak memberikan respon-respon atau jawaban yang lain.

Kuesioner kualitas hidup modifikasi dari The World Health Organization Quality of Life (WHOQoL) yang berisi 26 buah pertanyaan, terdiri dari 5 skala poin. Penilaian kuesioner kualitas hidup terdiri dari 26 pertanyaan dengan menggunakan skala likert yang terdiri pertanyaan favorable dengan klasifikasi penilaian jika menjawab Sangat Buruk bernilai 1, Buruk bernilai 2, Sedang bernilai 3, Baik bernilai 4, Sangat Baik bernilai 5 dan unfavorable dengan klasifikasi penilaian jika menjawab Sangat Buruk bernilai 5, Buruk bernilai 4, Sedang bernilai 3, Baik bernilai 2, Sangat Baik bernilai 1. Skor total dalam kuesioner ini adalah 130 dengan nilai tertinggi 130 dan nilai terendah 26 dengan klasifikasi apabila responden mampu menjawab benar dengan skor 26-47 dikategorikan kualitas hidup sangat buruk, skor 48-69 dikategorikan kualitas hidup buruk, skor 70-91 dikategorikan kualitas hidup sedang, skor 92-113 dikategorikan kualitas hidup baik, skor 114-133 dikategorikan kualitas hidup sangat baik

Sementara kuesioner kesiapan terdiri dari 15 item dengan pilihan jawaban Ya atau Tidak. Skor tertinggi pada kuesioner ini adalah 30 dan skor terendah 15. Dalam penelitian ini jika skor berada pada rentang 15-22 dikaterogikan “tidak siap” dan jika skor responden berada pada rentang 23-30 dikategorikan “siap”.

b) Konten Validitas

Konten validitas adalah jenis lain dari validitas yang sangat tergantung pada interprestasi pribadi, dan mengacu pada apakah instrumen tersebut mengandung semua dimensi yang akan dipertimbangkan oleh pengamat menjadi penting dalam mengukur hasil yang diinginkan. Jika instrumen memiliki kandungan tinggi validitas, seseorang dapat menarik kesimpulan yang lebih luas tentang individu yang diukur dalam kaitannya dengan komunitas yang lebih besar (Jennings, 2012).

f. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara : a) Administratif

1) Peneliti mengajukan surat permohonan ijin penelitian dari institusi kepada Direktur Rumah Sakit Murni Teguh Medan.

2) Setelah mendapatkan surat persetujuan Direktur Rumah Sakit Murni Teguh Medan peneliti melakukan studi pendahuluan.

3) Peneliti melakukan penelitian dengan kuesioner yang sudah valid di Direktur Rumah Sakit Murni Teguh Medan dengan cara penyusunan kuesioner dikonsultasikan dan ditentukan oleh pembimbing.

4) Data yang sudah didapatkan di entry lalu dikumpulkan menjadi satu lalu dan diberikan tanda coding.

b) Teknis

Data demografi responden yang meliputi : umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan kuesioner tentang hubungan pengetahuan tentang keselamatan pasien dengan kepatuhan perawat dalam melaksanakan enam sasaran keselamatan pasien diberikan kepada setiap responden lalu hasilnya dikumpulkan menjadi satu lalu dianalisa.

g. Teknik Pengolahan

Dalam penelitian ini dilakukan pengolahan data dengan tahap sebagai berikut:

a) Editing b) Coding

(5)

5 c) Entry data

d) Cleaning e) Tabulating h. Defenisi Operasional

Defenisi operasional pada penelitian ini adalah:

a) Variabel Independen

Kesiapan keluarga adalah keadaan siap-siaga keluarga untuk mereaksi atau menanggapi hal yang terburuk terjadi kepada pasien yang dinilai dari kualitas hidup pasien.

b) Variabel Dependen

Kualitas hidup adalah kemampuan fungsional akibat penyakit dan pengobatan yang diberikan menurut pandangan atau perasaanpasien yang diukur dari kesehatan fisik, psikologi, hubungan sosial, lingkungan (keamanan fisik, lingkungan rumah, sumber keuangan, fasilitas kesehatan, kemudahanmendapatkan informasi kesehatan, rekreasi, dan transportasi.).

i. Analisa Data

Analisa data dilakukan untuk menjawab hipotesis penelitian. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan teknik statistik kuantitatif dengan menggunakan analisis unvariat. Pada penelitian ini menggunakan sistem komputer dalam penghitungan data. Penelitian ini menggunakan analisa univariat.

Analisa univariat merupakan suatu analisa yang digunakan untuk menganalisis tiap-tiap variabel dari hasil penelitian yang menghasilkan suatu distribusi frekuensi dan prosentase dari masing-masing variabel (Notoatmodjo 2005).

Analisa univariat juga digunakan untuk menggambarkan nilai mean yang digunakan untuk data yang tidak dikelompokkan ataupun data yang sudah dikelompokkan, nilai median yang merupakan nilai yang berada di tengah dari suatu nilai atau pengamatan yang disusun, serta nilai modus yang digunakan untuk menyatakan fenomena yang paling banyak terjadi (Hidayat 2007). Analisa univariat dalam penelitian ini adalah distribusi tentang, tingkat pendidikan, umur, jenis kelamin, pekerjaan, yang hasilnya nanti akan ditampilkan dalam bentuk tabel. Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2005), yang meliputi variabel bebas yaitu kualitas hidup pasien terminal dan varibel terikatnya yaitu kesiapan keluarga pasien.

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkolerasi, yang meliputi variabel bebas yaitu kesiapan dan varibel terikatnya yaitu kualitas hidup pasien. Uji statitistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan kesiapan keluarga dengan kualitas hidup pasien penyakit terminal di Rumah Sakit Murni Teguh Medan yaitu korelasi Spearmen (Notoatmodjo, 2010).

Syarat menggunakan uji non parametrik Spearmen ini adalah data harus berskala kategorik.

Kriteria perhitungan uji adalah jika p < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima Hasil uji statistik akan diinterpretasikan ke dalam nilai r. Nilai r terbesar adalah +1 dan r terkecil adalah –1. r = +1 menunjukkan hubungan positif sempurna, sedangkan r = -1 menunjukkan hubungan negatif sempurna. Nilair tidak mempunyai satuan atau dimensi. Tanda + atau - hanya menunjukkan arah hubungan. Intrepretasi nilai r adalah sebagai berikut: (Machfocdz, 2014)

Tabel 1.

uji statistik

r Interpretasi

0 Tidak Berkorelasi

0,01-0,20 Korelasi Sangat Rendah

0,21-0,40 Rendah

0,41-0,60 Agak Rendah

0,61-0,80 Cukup

0,81-0,99 Tinggi

1 Sangat Tinggi

.

(6)

6 3. Hasil Penelitian

a. Analisis Univariat

1) Karakteristik Responden

Karakteristik responden pada penelitian ini membahas tentang usia, jenis kelamin, suku, pendidikan terakhir, pekerjaan, penghasilan, hubungan dengan pasien dan diagnosa pasien di Rumah Sakit Umum Murni Teguh Medan.

Tebel2.

Distribusi Frekuensi Usia, Jenis Kelamin, Suku, Pendidikan Terakhir, Pekerjaan, Penghasilan, Hubungan dengan Pasien dan Diagnosa Pasien (n=32).

No Karakteristik Responden Frekuensi Persentase

(%) 1 Usia (tahun)

1. 20-29 2. 30-39 3. 40-49 4. 50-59 5. 60-69

5 6 15 3 3

15,63 18, 75 46,88 9,37 9,37

Jumlah 32 100

2 Jenis Kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan

9 23

28,1 71,9

Jumlah 32 100

3 Suku

1. Batak 2. Jawa 3. Melayu 4. Dan lain-lain

21 5 4 2

65,63 15,63 12,5 6,25

Jumlah 32 100

4 Pendidikan Terakhir 1. SD 2. SMP 3. SMA 4. Diploma 5. Sarjana

6 7 11 6 2

18,8 21,9 34,4 18,8 6,2

Jumlah 32 100

5 Pekerjaan 1. PNS

2. Pegawai Swasta 3. Wiraswasta 4. Petani

5. Ibu Rumah Tangga 6. Tidak Menetap

2 3 13

2 8 4

6,2 9,4 40,6

6,2 25 12,5

Jumlah 32 100

6 Penghasilan per bulan 1. < Rp. 2.200.000,-

2. Rp. 2.200.000 s.d 5.000.000,- 3. Rp. 5.000.000,-Rp. 10.000.000,-

24 6 2

75 18,8

6,2

Jumlah 32 100

7 Hubungan dengan Pasien 1. Suami/Istri 2. Anak 3. Orangtua

15 12 5

46,9 37,51 5,6

Jumlah 32 100

8 Diagnosa Penyakit

1. Kanker 22 68,8

(7)

7 2. Leukemia

3. Hemofilia 4. Neuroblastoma

3 6 1

9,4 18,8

3,1

Jumlah 32 100

Data menunjukkan bahwa sebanyak 15 responden (46,88%) berusia 40-49 tahun dengan mean 41,81 dan SD + 12,37 dimana minimal usia adalah 22 tahun dan maksimal usia adalah 68 tahun.

Responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 9 responden (28,1%) dan berjenis kelamin perempuan sebanyak 23 orang (71,9%). Sebagian besar responden dengan suku Batak sebanyak 21 orang (65,63%) dan suku Jawa sebanyak 5 orang (15,63%). Sebanyak 11 orang (34,4%) dengan latar belakang pendidikan SMA dan 7 orang (21,9%) berlatar belakang pendidikan SMP. Pekerjaan responden yaitu wiraswasta sebanyak 13 orang (40,6%) dan sebagai ibu rumah tangga sebanyak 8 orang (25%). Penghasilan responden yaitu sekitar < Rp. 2.000.000,- per bulan sebanyak 24 orang (75%). Hubungan responden dengan pasien yaitu sebagai suami/istri sebanyak 15 orang (46,9%), sebagai anak 12 orang (37,5) dan sebagai orangtua sebanyak 5 orang (15,6%). Sebagian besar pasien terdiagnosa kanker stadium 3 dan 4 sebanyak 22 orang (68,8%) dan terdiagnosa hemofilia sebanyak 6 orang (18,8%).

b. Kesiapan Keluarga Pasien Penyakit Terminal di Rumah Sakit Murni Teguh Medan

Hasil distribusi frekuensi kesiapan keluarga pasien penyakit terminal di Rumah Sakit Murni Teguh Medan

Tebel 3.

Kesiapan Keluarga Pasien Penyakit Terminal di Rumah Sakit Murni Teguh Medan (n=32)

Kesiapan Frekuensi Persentase (%)

1. Siap 8 25

2. Tidak Siap 24 75

Jumlah 32 100

Berdasarkan data diperoleh data bahwa dari 24 responden (75%) berada dalam kategori tidak siap dalam menghadapi kemungkinan terburuk pasien penyakit terminal dan 8 orang (25%) dalam kategori siap.

c. Kualitas Hidup Pasien Penyakit Terminal Di Rumah Sakit Murni Teguh Medan.

Hasil distribusi frekuensi kualitas hidup pasien penyakit terminal di Rumah Sakit Murni Teguh Medan.

Tebel 4.

Kualitas Hidup Pasien Penyakit Terminal Di Rumah Sakit Murni Teguh Medan (n=32)

Kualitas Hidup Frekuensi Persentase (%)

1. Sangat Buruk 0 0

2. Buruk 0 0

3. Sedang 32 100

4. Baik 0 0

5. Sangat Baik 0 0

Jumlah 32 100

Berdasarkan data diperoleh data bahwa kualitas hidup semua pasien penyakit terminal dalam kategori kualitas hidup sedang yaitu sebanyak 32 orang (100%).

(8)

8 d. Analisa Bivariat.

Berikut ini adalah perbandingan antara frekuensi kesiapan keluarga dengan kualitas hidup pasien penyakit terminal.

Tebel 5.

Kesiapan Keluarga terhadap Kualitas Hidup

Tabulasi Survey

Kualitas Hidup Total

Sedang

Kesiapan Siap 8 8

Tidak Siap 24 24

Total 32 32

Berdasarkan data diatas didapatkan bahwa responden yang siap dalam menghadapi kemungkinan terburuk yang terjadi pada pasien dengan kualitas hidup pasien dengan kategori sedang berjumlah 24 orang dan responden yang tidak siap dalam menghadapi kemungkinan terburuk yang terjadi pada pasien dengan kualitas hidup pasien dengan kategori sedang sebanyak 8 orang.

Penelitian ini menggunakan uji stattistik korelasi rank Spearman dengan bantuan Program SPSSfor Windows Versi 16.0 untuk mengetahui hubungan kesiapan keluarga dengan kualitas hidup pasien yang menderita penyakit terminal di Rumah Sakit Murni Teguh Medan. Kriteria perhitungan uji adalah jika p < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hasil uji yang didapatkan adalah sebagai berikut:

e. Hasil Uji Korelasi Hubungan Kesiapan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Pasien Yang Menderita Penyakit Terminal Di Rumah Sakit Murni Teguh Medan

Tebel 6.

Hasil Uji korelasi

Variabel P value Koefisien Korelasi

Kesiapan

Kualitas Hidup 0,031 0,382

Berdasarkan data diatas, dapat diketahui bahwa dengan menggunakan uji Spearman rank Correlation diperoleh korelasi nilai kesiapan dengan kualitas hidup adalah 0,031 dengan tingkat signifikasi 5% (derajat kepercayaan α = 95%). Nilai 0,031 <0,05, maka Ho ditolak atau dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan antara kesiapan dan kualitas hidup. Kekuatan korelasi yaitu sebesar 0,382 atau berhubungan rendah (Machfocdz, 2014). Dengan arah hubungan positif dimana semakin tinggi kesiapan maka kualitas hidup akan semakin baik.

3. Pembahasan

a. Kesiapan Keluarga Pasien Penyakit Terminal di Rumah Sakit Murni Teguh Medan

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan sebagian besar responden tergolong dalam kategori tidak siap yaitu sebanyak 22 orang (75%) dan kategori siap sebanyak 8 orang (25%). Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain usia, jenis kelamin, suku atau budaya, pendidikan, hubungan keluarga dan diagnosa penyakit. Dalam penelitian ini kondisi pasien penyakit terminal sudah dalam tahap stadium akhir proses penyakitnya (stadium 3 dan 4) sedangkan hasil penelitian mayoritas keluarga tergolong dalam kategori tidak siap. Siap atau tidak siap keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit juga dipengaruhi oleh faktor lamanya pasien menderita penyakit terminal dan pengetahuan yang mencakup informasi dalam merawat pasien terminal. Semakin lama pasien menderita penyakit terminal maka semakin siap keluarga dalam merawat pasien. Kesiapan keluarga

(9)

9 sejak awal akan meningkatkan kemampuan keluarga merawat pasien yang sakit yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup pasien.

Keluarga pasien tergolong siap dan tidak siap dalam merawat pasien penyakit terminal disebabkan oleh usia yang dimiliki responden. Semakin bertambah usia seseorang maka semakin matang seseorang untuk mengambil keputusan sehingga akan mempengaruhi kesiapan untuk menghadapai hal yang terburuk sekalipun. Pada penelitian ini sebanyak 6 responden (18,75%) berada pada usia >39 tahun dan dalam kategori siap dalam menghadapi kemungkinan terburuk yang akan dialami pasien (Dalyono (2011).

Perbedaan gender juga dapat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi psikologi seseorang sehingga akan berdampak pada bentuk adaptasi yang digunakan (Tamher & Nurkasiani, 2009). Wanita lebih sensitif dan memiliki jiwa yang lemah serta tidak menyukai kondisi emosi yang tidak menyenangkan. Sedangkan pria memiliki sifat agresif dan selalu berfikir logis (Indriyawati &

Zulkaida, 2006). Berdasarkan karakter antara pria dan wanita, maka dapat diasumsikan bahwa wanita memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan pria. Kecemasan ini seiring dengan ketidaksiapan seseorang.

Bailon dan Maglaya (1998) menjelaskan keluarga yang siap dalam melaksanakan tugas kesehatan dan pemeliharaan kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan, dalam hal ini keluarga siap untuk menghadapi masalah kesehatan pasien penyakit terminal sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien.

Diagnosa penyakit kanker merupakan penyakit yang membutuhkan pengobatan dalam jangka waktu yang sangat lama, harus menerima pengobatan kemoterapi dengan berbagai macam efek sampingnya yang membuat pasien merasa tidak nyaman, kadang disertai dengan penurunan kondisi secara tiba-tiba dan akibat fatalnya adalah kematian dan ini suatu tantangan terbesar bagi keluarga untuk siap dalam merawat pasien penyakit terminal (Amalia. 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Shaheen et al (2011) menemukan bahwa reaksi suami atas diagnosis pada istrinya tergantung dari tingkat pendidikan dan kesadaran akan adanya kanker. 44%

pasien mengatakan bahwa ketika mendengar berita mengenai diagnosis ini, suami mereka menjadi terganggu dan menunjukkan sikap kurang kooperatif, 32% menunjukkan sikap kooperatif, 32% suami meminta bercerai, dan sisanya menunjukkan dukungan penuh dan mendorong untuk melawan penyakitnya.

b. Kualitas Hidup Pasien Penyakit Terminal

Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa semua responden tergolong dalam kategori kualitas hidup sedang (n=32). Pada penelitian ini kualitas hidup diukur dengan menilai kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial, hubungan dengan lingkungan dan keadaan spiritual. Sebagian besar pasien dalam keadaan bed rest total dengan kondisi perjalanan penyakit pada tahap stadium akhir. Dengan kondisi kesehatan fisik yang buruk menyebabkan kesejahteraan psikologis menjadi menurun, tingkat kemandirian harus dibantu oleh perawat dan keluarga dalam memenuhi kebutuhannya, hubungan sosial dan lingkungan menjadi berkurang dan membuat hubungan spiritual beribadah menjadi terhambat.

Kreitler et al, (2007) mengemukakan bahwa penurunan kualitas hidup pada penderita kanker dipengaruhi oleh faktor yang beranekaragam, seperti gejala, jenis perawatan yang diperoleh pasien, status penampilan pasien, depresi, dan keyakinan spiritual

Pengobatan kanker pada stadium lanjut sangat sulit dan hasilnya kurang memuaskan (Manuaba, 2008). Pada stadium lanjut, pasien kanker tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik, tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien.

Penelitian ini didukung oleh penelitian Heydarnejad et al (2009), mengenai kualitas hidup penderita kanker pasca kemoterapi pada 200 pasien kanker, didapatkan sebanyak 22 (11%) pasien tingkat kualitas hidupnya baik, 132 (66%) pasien tingkat kualitas hidupnya sedang, dan 46 (23%) pasien tingkat kualitas hidupnya buruk. Oleh sebab itu, kebutuhan pasien tidak hanya pada pemenuhan atau pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial, dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin. (Menkes RI, 2013).

Moons,Marquet,Budst,dandeGeest(2004)mengatakanbahwagenderadalahsalahsatufaktoryangm empengaruhikualitashidup.Bain,dkk(2003)menemukanadanyaperbedaanantarakualitashidupantarala ki-lakidanperempuan,dimanakualitashiduplaki-

lakicenderunglebihbaikdaripadakualitashidupperempuan.Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang

(10)

10 membuktikan bahwa kualitas hidup pasien dalam kategori sedang dan terdapat 31,25% pasien berperan sebagai suami (laki-laki).

BertentangandenganpenemuanBain,Wahl,Rustoen,Hanestad,Lerdal&Moum(2004)menemukan bahwa kualitas hidup perempuan cenderung lebih tinggi daripada laki-laki. Faddadan Jiron (1999) mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan dalam peran serta akses dan kendali terhadap berbagai sumber sehingga kebutuhan / hal-hal yang penting bagi laki-laki dan perempuan juga akan berbeda. Hal ini mengindikasikan adanya perbedaan aspek-aspek kehidupan dalam hubungannya dengan kualitas hidup pada laki-laki dan perempuan.

c. Hubungan Kesiapan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Pasien Yang Menderita Penyakit Terminal Di Rumah Sakit Murni Teguh Medan

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara kesiapan keluarga dengan kualitas hidup pasien penyakit terminal di Rumah Sakit Murni Teguh Medan. Semakin siap keluarga dalam merawat pasien penyakit terminal maka akan diikuti dengan kualitas hidup pasien yang tinggi pula. Pada penelitian ini sebagian besar responden tidak siap merawat pasien penyakit terminal dan dibuktikan kualitas hidup pasien dalam kategori sendang.

Hasil penelitian ini didukung penelitan lain yang dilakukan oleh Wahyuni (2014) yaitu bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kesiapan orang tua terhadap kualitas hidup anak yang menderita penyakit terminal dalam perawatan paliatif anak. Dalam penelitian tersebut dikatakan bahwa diperlukan upaya meningkatkan kesiapan orang tua dalam mempengaruhi kualitas hidup anak harus terus ditingkatkan.

Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2015) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat spiritualitas dengan kesiapan lansia dalam menghadapi kematian yang meningkatkan kualitas hidup. Semakin tinggi tingkat spiritualitas lansia, maka akan semakin siap dalam menghadapi kematian. Karena dengan adanya spiritualitas pada lansia dapat meningkatkan kualitas hidup pada lansia dan akan semakin siap dalam menghadapi kematian.

Kualitashidupberkaitandenganpencapaiankehidupanmanusiayangidealatausesuaidenganyangdiin ginkan(DienerdanSuh,dalamKahneman,Diener,&Schwarz,1999).

Secaraumumkualitashidupmenggambarkankesejahteraanindividualdarisuatumasyarakat(Chamberlain

;Diener;Oppongdkk;Shuessler&Fisher,dalamLiao,Fu,&Yi,2005). Semakin tinggi kesiapan keluarga dalam merawat pasien penyakit terminal maka semakin tinggi kualitas hidup pasien. Dalam penelitian ini diperoleh bahwa keluarga yang cenderung tidak siap dalam merawat pasien penyakit terminal sehingga mempengaruhi kualitas hidup pasien yang tergolong sedang.

Anggota keluarga memegang peranan vital sebagai pemberi layanan utama untuk anggota keluarganya yang mengalami penyakit fisik yang kronik ataupun penyakit mental. Fungsi kesehatan keluarga adalah bertanggung jawab untuk memonitor atau mengawasi dan mengantisipasi setiap perubahan yang terjadi pada anggota keluarga yang sakit. Konsekuensi keluarga sebagai pemberi pelayanan pada anggotanya yang sakit dapat berpotensi positif ataupun negatif. Potensi positifnya adalah keluarga merasa bertanggung jawab dan lebih dekat dengan anggota keluarganya, dan berdampak negative, bila keluarga merasakan peningkatan kebutuhan dan aktivitas yang tidak seimbang sehingga menimbulkan stress sehingga mengakibatkan rendahnya kualitas hidup anggota keluarga yang sakit.

Keluarga yang dapat mengembangkan stategi koping yang positif akan mampu adaptif terhadap perubahan-perubahan yang ada dalam keluarga. Namun jika maladaptive, keluarga akan menolak masalahnya, tanpa solusi berkepanjangan (Fridemann, 1999). Dalam hal ini strategi koping yang positif yaitu siap untuk merawat pasien penyakit terminal dan siap untuk menghadapi resiko kesehatan yang terburuk.

Kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan sangat esensial untuk mempertahankan fungsi optimal dari system keluarga. Perubahan tidak dapat dipisahkan dengan penyakit terminal yang sangat besar pengaruhnya pada keluarga. Dalam kondisi sulit kehadiran keluarga akan membantu memberikan dukungan emosional dan spiritual yang dibutuhkan pasien, memberi kekuatan bagi anggota keluarga yang sakit (Davidson, 2009).

4. Referensi

[1] Adde. F. 2012. PerawatanTerminal Illnes. Diakses tanggal 20 Oktober 2016.

(11)

11 [2] Ahyar. (2010). Konsep diri dan mekanisme koping diambil tanggal 28 April 2011 dari

http://www.konsepdiridanmekanismekopingdalamaplikasiproseskeperawatanhtm.

[3] Amalia. 2014. Kesiapan keluarga menghadapi kepulangan pasien rawat inap. (Studi kasus pada keluarga pasien rawat inap). Jurusan Psikologi Fskultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Skripsi.

[4] Angriyani, D. (2008). Kualitas Hidup pada Orang dengan Penyakit Lupus Erythematotus (Odapus). Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.

[5] Bulan, S. 2009. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup anak Thalasemia Beta Mayor. Tesis Program Pasca Sarjana Megister IlmuBiomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Saraf Universitas Diponegoro.

[6] Anggraeny, Sivya. 2009. Faktor-faktor Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia Di Panti Jompo Kelurahan Kalirejo Kecamatan Lawang. Skripsi. Malang. Fsultas Psikologi Universitas Malang.

[7] Dalyono, M. 2001. Psikologi Pendidikan. Cetekan ke 2. Jakarta : Rineka Cipta. Direktorat Kesehatan Jiwa.

1990. Hasil penilaian ; Disabilitas psikososial pasien.

[8] Dochterman, J.M., Bulechek. 2004. Nursing intervension classification. St.Louis : Mosby

[9] Doyle, Hanks and Mcdonlad, 2003. Oxford Texbook of Palliative Medicine. Oxford Medical Publications (OUP) third edition 2003.

[10] Fitria. 2010. Paliative care pada penyakit terminal . AKPER PKU Muhamadiah Surakarta . GASTER Volume 7 M NO.1.

[11] Friedeman , M.L 2005 . The Framework of Systemic Organization : Conceptual approach to families and nursing . Newbury park , CA: Sage

[12] Haan R, Faronson N. 1993. Measuring Quality of life in stroke . Stroke

[13] Hermann BP . 1993 . Developing a model of Quality of life in epilepsy the contribution of neuropsychology . Epilepsia . 34 (suppl)

[14] Heydarnejad et al. 2009. Factors affecting Quality of Life In Cancer Patients Undergoing Chemotherapy, (online), (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3158510/pdf/AFHS1102-0266.pdf,diakses 30 Oktober 2016

[15] Kepmenkes RI Nomor: 812/ Menkes/SK/VII/2007 Tentang Kebijakan Perawatan Paliative Menteri Kesehatan Republik Indonesia

[16] Koentjaningrat.2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rajawali Press

[17] Koesmanto,S. Dalam Novandhori , D.R. 2013 Hubungan Peran Keluarga Dengan Kualitas Hidup Lansia Yang Mengalami Gangguan Fungsi Kognitif Di Desa Windunegara Kecamatan Wangon Kabupaten Banuyumas.

Skripsi Universitas Jenderal Soedirman

[18] Kreitler et al. 2007. Stress, Self-efficacy and Quality of Life in Cancer Patients, (online), (http:///online library.wiley.com/doi/10.1002/pon.1063/pdf,diakses 17 Februari 2012).

[19] Larasati, T.A 2012. Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RS Abdul Moeloek Propinsi Lampung.

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Universitas Lampung, Vol.2, No.2,17-20

[20] Lubkin, I.M & Larsen,P.D. (2006). Chronic Illness;impact and intervention. USA;Jones and Bartlett Publisher, Inc.

[21] Mayda. 2015. Penyakit Terminal. Diakses tanggal 20 Oktober 2016

[22] Moons, P. , Marquet K., Budts W., Geest, Sabina.2004.Validity, Reliabity,and Responsiveness of the Schedule for the evaluation of individual Quality of live- Direct Weighting (SEIQOL-DW) in 176 Congenital Heart Disease. Health and Quality of Life Outcomes,2 1-8. USA: BioMed Ltd.

[23] Murray, Ruth Becmann, Huelskoetter.M, Marilyn Wilson.1987.Psychiatric/Mental Healthnursing: Giving Emotional Care 2nd Edition.Missouri:Norwark Appleton & Lange.

[24] Nies, M.A.,McEwen,M. (2007). Community/public health nursing:Promoting the health of populations.

Fourth ed. St.Louis; Saunders Elsevier.

[25] Nofitri NFM.2009. Gambaran Kulaitas Hidup pada Individu Dewasa Berdasarkan Karekteristik Budaya Jakarta. Depok: Universitas Indonesia

[26] Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skrisi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan.Edisi 2. Jakrta: Salemba Medika

[27] Power, M.J. Bullinger,M., HARPER,A.M, & WHOQOL Group. 2003. The world Health Organization WHOQOL-100: Tests of the university of quality life in 15 ifferent cultural groups world wide. Health Psychology.

[28] Potter perry , 2005 fundamental keperawatan edisi 4 . jakarta , EGC

[29] Pradanan, dkk . 2012 . hubungan kualitas hidup dengan kebutuhan perawatan paliatif pada pasien kankker RSUP Sanglah denpasar. Program studi ilmu keperawatan faklutas kedokteran universitas udayana.

[30] Rasmun (2004) . stres , koping dan adaptasi teori dan pohon masalah keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto

(12)

12 [31] Sari . 2015. Hubungan anatara tingkat spritualitas dengan kesiapan lanjut usia dalam menghadapi kematian

di desa puncangan kecamatan kartasura. Fakultas ilmu kesehatan universitas muhamadiyah surakarta.

Skripsi

[32] Skevington ,S.M, Lofty , M.,& O’connel ,K.A 2004. The World health organization ‘s WHOQOL-BREF Quality of life assement : psychometric properties and result of international field trial a report from the WHOQOL group. Qality of Life Research

[33] Smeltzer ,S.C & Bare . 2002 . buku ajar keperawatan medikal bedah edisi 8. Vol 2 . Jakarta: EGC

[34] Stuard, Gail Wiscartz, Sundeen, Sandra J . 1983. Principles And Practise of psychiatric Nursing . Second Edition . USA: Mosbly Company

[35] Supriyadi , Wagiyo & Widowati , S.R . 2011 . Tingkat kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik terapi hemodialisa. Jurnal kesehatan masyrakat

[36] Papalia , Sterns , & feldam . 1997 . Adult develompmet Psychology and Aging . USA : Mc. Graw Hill Company.

[37] Wahyuni . 2014 . hubungan kesiapan orang tua dengan kualitas hidup anak yang menderita penyakit terminal dalam keperawatan paliatif di yayasan rumah Rachel . Program studi ilmu keperawatan fakultas ilmu-ilmu kesehatan universitas Esa unggul Jakarta. Skripsi.

[38] Wakhidah. 2011 . Psychology Well-Being pada caregiver penyakit terminal di kota malang.

[39] Ware JE, Sherbourne CD. 1992 . The MOS 36-Item Short form health survey ( SF 36 ). Conceptual Framework and item swelection . Medical Care

[40] WHO . 1993 . Quality of Life –BREF . http://.who.int/substance_abuse /research_tools/whoqolbref/en

Referensi

Dokumen terkait

Banyak perempuan tertarik bekerja ke luar negeri (Siti Nurjannah 2008)dengan persepsi sebagai berikut: 1) Memberikan harapan untuk mendapatkan pekerjaan dengan upah

Dengan demikian pengetahuan tentang dokumentasi sangat diperlukan untuk menunjang tercapainya peningkatan kualitas pelayanan keperawatan, semakain rendahnya pengetahuan

Ada 2 kontrol kualitas yang dilakukan, yaitu :  Kontrol kualitas pertama yaitu Kontrol Kualitas Sebelum dilakukan pengecoran meliputi kontrol kualitas terhadap posisi dan

Perhatikan Gambar I menunjukkan sebuah mobil yang kita perlakukan sebagai sebuah titik atau partikel berada pada posisi x1 pada saat tr dan posisi xl pada saat

HSBC akan mengenakan iuran bulanan atas rekening Nasabah jika Nasabah gagal untuk memenuhi total saldo rata-rata minimum yang ditetapkan oleh HSBC dari waktu ke waktu dengan

12 Mingg u/ tgl/ pngjr KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN MATERI PEMBELA JARAN ISI MATERI PEMBELAJARAN BENTUK PEMBELAJARAN KRITERIA (INDIKATOR) PENILAIAN

Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti mengangkat masalah mengenai kualitas udara ambien dengan parameter gas CO pada pedagang yang berjualan di tepi jalan

Dalam menentukan materi dianalisis dengan cara melihat inti dari materi yang akan diajarkan, kemudian kompetesi yang harus dimiliki oleh peserta didik dan hasil