• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN KINERJA HUBUNGAN BALOK KOLOM (HBK) BETON BERTULANG DENGAN BAHAN BETON SERAT DAN FLY ASH PADA PEMBEBANAN STATIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINJAUAN KINERJA HUBUNGAN BALOK KOLOM (HBK) BETON BERTULANG DENGAN BAHAN BETON SERAT DAN FLY ASH PADA PEMBEBANAN STATIK"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

TINJAUAN KINERJA HUBUNGAN BALOK KOLOM (HBK) BETON BERTULANG DENGAN BAHAN BETON SERAT DAN

FLY ASH PADA PEMBEBANAN STATIK

(Review Performance of Reinforced Concrete Column Beam Connection with Fiber and Fly Ash Materials Concrete in Static Load )

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Tekn ik Pada Jurusan Tekn ik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh :

PURWANA ADI SURYA I 1109018

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

(2)

commit to user

ii

TINJAUAN KINERJA HUBUNGAN BALOK KOLOM (HBK) BETON BERTULANG DENGAN BAHAN BETON SERAT DAN

FLY ASH PADA PEMBEBANAN STATIK

(Review Performance of Reinforced Concrete Column Beam Connection with Fiber and Fly Ash Materials Concrete in Static Load )

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Tekn ik Pada Jurusan Tekn ik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh : PURWANA ADI SURYA

NIM I 1109018

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret

Persetujuan :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Edy Purwanto, ST, MT Ir. Bambang Santosa, MT

NIP. 19680912 199702 1 001 NIP. 19590823 198601 1 001

(3)

commit to user

iii

HALAMAN PENGESAHAN

TINJAUAN KINERJA HUBUNGAN BALOK KOLOM (HBK) BETON BERTULANG DENGAN BAHAN BETON SERAT DAN

FLY ASH PADA PEMBEBANAN STATIK

(Review Performance of Reinforced Concrete Column Beam Connection with Fiber and Fly Ash Materials Concrete in Static Load )

SKRIPSI

Disusun Oleh :

PURWANA ADI SURYA NIM I 1109018

Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret pada hari Rabu, 28 November 2012 :

1. Edy Purwanto, ST, MT __________________

NIP. 19680912 199702 1 001

2. Ir. Bambang Santosa, MT __________________

NIP. 19590823 198601 1 001

3. Ir. Slamet Prayitno, MT __________________

NIP. 19531227 198601 1 001

4. Wibowo, ST, DEA __________________

NIP. 19681007 199502 1 001

Mengetahui, Disahkan,

Ketua Jurusan Teknik Sipil Ketua Program S1 Non-Reguler Fakultas Teknik UNS Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik UNS

Ir. Bambang Santosa, MT Edy Purwanto, ST, MT NIP. 19590823 198601 1 001 NIP. 19680912 199702 1 001

(4)

commit to user

vi

ABSTRAK

Purwana Adi Surya, 2012. “TINJAUAN KINERJA HUBUNGAN BALOK KOLOM (HBK) BETON BERTULANG DENGAN BAHAN BETON SERAT DAN FLY ASH PADA PEMBEBANAN STATIK”. Skripsi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Banyak bangunan dan infrastruktur hancur akibat gempa. Hancurnya bangunan dan infrastruktur dikarenakan pemilihan hirarki keruntuhan pada saat desain, pelaksanaan dan penerapan detailing yang tidak tepat. Hancurnya bagian HBK menjadi pemicu terjadinya momen sekunder yang sangat besar dan mengakibatkan robohnya bangunan. Kinerja HBK dapat diperbaiki dengan jalan memperbaiki material beton antara lain dengan penambahan serat baja dan fly ash.

Penggunaan serat baja DRAMIX dan fly ash dalam beton dapat memperbaiki sifat mekanik beton. Sifat mekanik beton diantaranya adalah kuat tekan, kuat tarik, kuat lentur, dan kuat kejut dll.

Metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah eksperimental dengan benda uji yang digunakan berupa balok-kolom berbentuk T dengan ukuran balok 150 mm x 200 mm dengan panjang 1000 mm dan kolom ukuran 150 mm x 150 mm dengan panjang 2000 mm untuk uji pembebanan statik pada umur 28 hari. Total benda uji sebanyak 6 buah dimana, 3 buah benda uji beton serat+fly ash dengan penambahan serat baja DRAMIX sebesar 10 kg/m3 dengan fly ash sebesar 25%

dan 3 buah berupa beton normal.

Dari hasil pengujian diketahui bahwa benda uji HBK beton serat+fly ash didapatkan beban maksimum rata-rata sebesar 7,98 kN dengan prosentase penurunan beban 24,24 % dibandingkan benda uji HBK beton normal dengan beban maksimum rata-rata sebesar 10,53 kN dan lendutan benda uji HBK beton serat+fly ash rata-rata sebesar 70,74 mm lebih tinggi dibandingkan lendutan benda uji HBK beton normal rata-rata sebesar 58,39 mm. Dari hasil analisis benda uji HBK beton serat+fly ash didapatkan faktor daktilitas rata-rata sebesar 3,239 dengan prosentase kenaikan sebesar 27,47 % dibandingkan faktor daktilitas rata- rata benda uji HBK beton normal sebesar 2,541. Dari pengamatan pola retak terjadi perubahan pola retak pada HBK beton serat+fly ash dimana awal retak terjadi pada kolom kemudian beralih ke joint pada siklus pembebanan selanjutnya. Lebar retak HBK beton serat+fly ash lebih besar dibandingkan HBK beton normal.

Kata kunci : Hubungan balok kolom (HBK), beton serat+fly ash, serat baja DRAMIX, beban maksimum, lendutan, pola retak dan lebar retak.

(5)

commit to user

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir yang berjudul

“Tinuan Kinja Huerja bungan Balok Kolom (HBK) Beton Bertulang dengan

Bahan Beton Serat dna Fly ash pd Pemaa bebanan Statik ” guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Banyak hambatan dan rintangan yang penyusun temui dalam penyusunan laporan ini. Akan tetapi, bantuan, dukungan, semangat dan kerja sama dari berbagai pihak, semua rintangan tersebut dapat teratasi. Penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta semua staf dan karyawan.

2. Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta semua staf dan karyawan.

3. Pimpinan Program Non Reguler Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta semua staf dan karyawan

4. Agus Setiya Budi, ST, MT. selaku Pembimbing Akademik yang selalu memberikan masukan dan arahan kepada penyusun.

5. Edy Purwanto, ST, MT. selaku Dosen Pembimbing I dan Ir. Bambang Santosa, MT selaku Dosen Pembimbing II yang selalu memberikan arahan dan bimbingan kepada penyusun dalam penyelesaian laporan ini.

6. Dosen Penguji Tugas Akhir atas segala saran yang telah diberikan demi kesempurnaan penelitian ini

7. Semua staf Laboratorium Bahan dan Struktur Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

8. Semua staf pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

(6)

commit to user

ix

9. Rekan-rekan tim hubungan balok kolom serat dan fly ash, terima kasih atas kerja sama dan bantuannya.

10. Keluarga tercinta yang selalu memberikan semangat, perhatian dan dukungan penuh.

11. Teman-teman transfer angkatan 2009 terima kasih atas dukungannya.

12. Semua pihak yang telah membantu selama pelaksanaan tugas akhir hingga selesai.

Penyusun menyadari bahwa laporan tugas akhir ini masih banyak kesalahan. Kritik dan saran yang bersifat membangun selalau penyusun terima. Meskipun demikian, semoga laporan ini mampu menjadi tambahan kekayaan ilmu dan wacana bagi penyususn pada khususnya dan bagi keluarga besar Teknik Sipil UNS pada umumnya serta pihak lain yang membutuhkan.

Surakarta, Oktober 2012

Penyusun

(7)

commit to user

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………...

HALAMAN PERSETUJUAN ………...

HALAMAN PENGESAHAN ……….

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ………..

ABSTRAK ………...

KATA PENGANTAR ……….

DAFTAR ISI ………

DAFTAR GAMBAR ………...

DAFTAR TABEL ………...

DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL ………..

DAFTAR LAMPIRAN ………..

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ………. 1.2. Rumusan Masalah ………

1.3. Batasan Masalah ……… ..

1.4. Tujuan Penelitian ………. 1.5. Manfaat Penelitian ………..

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka ……… ..

2.2. Landasan Teori ………. 2.2.1. Beton ………. ………...

2.2.2. Beton Susun Beton …… ………...

2.2.2.1. Semen Portland …… ……….. ……… ..

2.2.2.2. Agregat …… ……… ……….

2.2.2.2.1. Agregat Halus ………. ……….. ………... ……… 2.2.2.2.2. Agregat Kasar ……. ………… .………... ………….

i ii iii iv vi viii x xiv xvi xviii xx

1 3 3 4 4

5 6 6 8 9 12 12 13

(8)

commit to user

xi

2.2.2.3. Air ……….. ……… ..

2.2.2.4. Bahan Tambah ……….. …..

2.2.2.4.1. Pengertian Bahan Tambah ………... ……… 2.2.2.4.2. Serat Baja ……….

2.2.2.4.3. Abu Terbang (Fly Ash) ………….. ……… ..

2.2.3. Uji Kuat Tekan Beton (f’c) ……… ..

2.2.4. Uji Kuat Tarik Belah (ft) ………. ………. 2.2.5. Hubungan Balok Kolom (HBK) …….. ……… 2.2.6. Daktilitas ……… ……….. ……… 2.2.7. Kekakuan ……… …………. ……… 2.2.8. Pola Retak ………

2.2.9. Konsep Sistem Pracetak atau Precast ………..

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian ………. ………...

3.2. Tempat Penelitian ………

3.3. Teknik Pengumpulan Data ………..

3.4. Benda Uji …… ………. ………… ……… 3.5. Bahan dan Peralatan Penelitian ……… ……… 3.5.1. Bahan …… ……… ………...

3.5.2. Peralatan Penelitian …… ………… ……… ..

3.6. Tahapan dan Prosedur Penelitian ……… ………. 3.7. Standar Penelitian dan Spesifikasi Bahan ………

3.7.1. Standar Pengujian Agregat Halus ……… 3.7.2. Standar Pengujian Agregat Kasar ……… 3.7.3. Standar Pengujian Besi Tulangan ……… 3.8. Pengujian Bahan Dasar Beton ………..

3.8.1. Pengujian Agregat Halus ……….

3.8.1.1. Pengujian Kadar Lumpur Agregat Halus ……….

3.8.1.2. Pengujian Kadar Zat Organik Agregat Halus ……… ..

3.8.1.3. Pengujian Spesific Gravity …………...

14 15 15 16 20 23 24 24 26 27 27 28

30 30 30 31 34 34 35 40 43 43 43 44 44 44 44 44 45

(9)

commit to user

xii 3.8.1.4. Pengujian Gradasi Agregat Halus ……… 3.8.2. Pengujian Agregat Kasar ……….

3.8.2.1. Pengujian Spesific Gravity …………...

3.8.2.2. Pengujian Gradasi ………

3.9. Pengujian Kuat Tarik Baja ………...

3.10. Perencanaan Campuran Beton ……….

3.11. Pembuatan Benda Uji ……… ...

3.12. Pengujian Nilai Slump ………. 3.13. Perawatan Benda Uji ………

3.14. Pengujian Kuat Tekan Beton ………...

3.15. Pengujian Kuat Tarik Belah ……….

3.16. Pengujian Hubungan Balok Kolom ……….

BAB 4. HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Pengujian Bahan ………...

4.2. Perhitungan Rancang Campur Beton ………...

4.3. Hasil Pengujian Benda Uji ………...

4.3.1. Hasil Pengujian Slump ……….

4.3.2. Hasil Pengujian Berat Jenis Beton ………...

4.3.3. Hasil Pengujian Kuat Desak Beton ……… ..

4.3.4. Hasil Pengujian Kuat Tarik Belah Beton ………. 4.3.5. Hasil Pengujian Benda Uji HBK ……….

4.3.5.1. Hubungan antara Beban dan Lendutan ……… 4.3.5.2. Hasil Pengujian Regangan dan Tegangan ………

4.3.5.3. Daktilitas ……… ..

4.3.5.4. Kekakuan ………. 4.3.5.5. Pola Retak ………

4.3.6. Hasil Pengujian dan Analisis Berkaitan dengan Pengujian Lain.

4.3.7. Pembahasan………..

46 47 47 47 47 47 48 51 52 52 53 54

57 58 58 58 59 59 61 62 62 68 71 72 74 84 86

(10)

commit to user

xiii BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ……… ..

5.1.1. Kesimpulan Hasil Pengujian Beton Serat+Fly ash ………….. … 5.1.2. Kesimpulan Berkaitan dengan Pengujian Lain ………

5.2. Saran ……… .

DAFTAR PUSTAKA ………..

LAMPIRAN ……….

90 90 92 92

94 xxi

(11)

commit to user

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Beberapa tahun terakhir hampir di seluruh wilayah Indonesia sering mengalami gempa bumi. Hal in i terjadi karena letak Indonesia yang berada pada jalur gempa aktif, yaitu bertemunya lempeng Australia dan Pasifik dengan lempeng Asia.

Gempa mengakibatkan banyak masalah, selain kerugian meteri gempa juga memberikan trauma pada korbannya. Dampak dari gempa yang dapat kita lihat secara nyata adalah kerusakan pada bangunan dan infrastuktur. Hancurnya bangunan dan infrastruktur ditengarai dikarenakan pemilihan hirarki keruntuhan pada saat desain dan pelaksanaan yang tidak tepat dan penerapan detailing struktur yang tidak memadai (Imran, I dan Budiyono, B, 2010).

Gambar 1.1. Kerusakan bangunan akibat gempa (Sumber : www.bmkg.go.id) Sebelum hancur dan roboh kerusakan bangunan biasanya terjadi pada pertemuan hubungan balok dan kolom (HBK). Mengingat pentingnya bagian HBK pada suatu

(12)

commit to user

bangunan maka diperlukan kajian yang mendalam mengenai material dan pendetailan yang dipakai pada bagian tersebut. Penelitian ini membahas tentang memperbaiki kinerja HBK yang ditempuh dengan jalan memperbaiki material beton dengan menggunakan material beton serat (sebagai mirco steel) dan limbah batu bara atau fly ash atau abu terbang dimana fly ash ini akan meningkatkan durabilitas atau daya tahan beton, karena pemakaian bahan ini dalam jangka panjang akan menghasilkan kualitas beton yang semakin bagus.

Penelitian tentang kinerja hubungan balok kolom merupakan langkah lebih lanjut dalam usaha mengurangi dampak negatif bencana bidang infrastruktur khususnya bangunan. Selama ini detailing pada elemen hubungan balok kolom (HBK) srtuktur beton bertulang menjadi titik lemah kinerja suatu bangunan, yang ditandai dengan banyaknya bangunan yang hancur ataupun roboh saat terjadi peristiwa gempa bumi.

Elemen HBK merupakan titik temu tulangan dari balok dan kolom, sehingga penempatan tulangan yang jumlahnya cukup banyak akan menjadikan susunan tulangan yang lebih rumit. Pemakaian serat yang berfungsi sebagai micro steel pada beton dan fly ash sebagai material pozzolan, keduanya akan menjadi kekuatan lain dalam peningkatan kinerja elemen hubungan balok kolom (HBK) struktur beton bertulang selain tu langan utama balok dan kolom. Kedua material juga akan meningkatkan kekuatan tarik beton yang secara otomatis juga akan meningkatkan daktilitas struktur bangunan.

State of the art mengenai pertemuan balok kolom (komite 352 ACI-ASCE dalam Chu Kia Wang) mencantumkan provisi yang terperinci untuk perencanaan dari dua kelas pertemuan antara balok dan kolom dalam hal ini termasuk pertemuan tipe I, terutama untuk pembebanan statis di mana kekuatan menjadi kriteria utama dan tidak diharapkan terjadinya deformasi yang berarti. Disini hanya dibutuhkan daktilitas saja. Penelitian kinerja hubungan balok kolom (HBK) ini diukur dari besarnya kemampuan dalam menahan beban, lendutan, nilai regangan pada stain gauge dan pola retak dari benda uji berdasarkan pembebanan statik yang ditempatkan pada ujung balok.

(13)

commit to user 1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar balakang yang disebutkan di atas dapat diambil rumusan masalah yaitu bagaimanakah pengaruh penambahan serat baja dan limbah batu bara atau fly ash atau abu terbang terhadap kinerja hubungan balok kolom (HBK) dalam menahan beban statik yang diukur berdasarkan kemampuan HBK dalam menahan beban, lendutan, nilai regangan dari strain gauge dan pola retak.

1.3. Batasan Masalah

Diperlukan batasan-batasan masalah untuk membatasi ruang lingkup pada penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Semen yang digunakan adalah PC (Portland Cement) tipe 1.

2. Mix desain direncanakan untuk f’c = 20 MPa.

3. Mix design rencana menggunakan metode sesuai SNI 03-2834-1993.

4. Benda uji yang digunakan berupa silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm untuk uji kuat tekan dan kuat tarik belah.

5. Benda uji yang digunakan berupa balok-kolom berbentuk T dengan ukuran balok 150 mm x 200 mm dan kolom ukuran 150 mm x 150 mm untuk uji pembebanan statik.

6. Serat baja yang digunakan adalah serat baja Dramix® dengan perbandingan 10kg/m3 campuran beton.

7. Fly ash yang digunakan adalah fly ash tipe F yang berasal dari hasil sisa pembakaran batu bara PT. Indo Achidatama, chemical industry, Karanganyar, Indonesia dengan kadar 25% dari berat semen.

8. Agregat halus yang digunakan berupa pasir dan agregat kasar berupa batu pecah.

9. Pengujian kuat tekan, kuat belah dan hubungan balok kolom (HBK) dilakukan pada umur 28 hari.

(14)

commit to user

10. Pengujian kuat tekan maupun kuat tarik belah menggunakan alat uji COMPRESSING TESTING MACHINE yang berupa mesin hidrolik yang ada pada Laboratorium Bahan Teknik Jurusan Teknik Sipil UNS.

11. Pengujian hubungan balok kolom dengan langkah set-up frame work yang dilakukan di Laboratorium Struktur Teknik Jurusan Teknik Sipil UNS.

12. Tidak dibahas reaksi kimia yang terjadi pada campuran tehadap bahan-bahan yang digunakan.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengkaji efektifitas pemakaian beton serat + fly ash untuk meningkatkan kinerja hubungan balok kolom (HBK) pada struktur beton bertulang.

2. Mengkaji kinerja hubungan balok kolom (HBK) struktur beton bertulang terhadap peningkatan kemampuan beban.

3. Menjadi rujukan dalam perbaikan dan peningkatan kinerja hubungan balok kolom (HBK) struktur beton bertulang.

4. Mengkaji efektifitas beton dengan bahan tambah serat baja+ fly ash sebagai sambungan sistem struktur pracetak.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah kontribusi dalam dunia teknik sipil.

b. Mengetahui pengaruh penambahan serat baja + fly ash pada hubungan balok kolom (HBK).

c. Menambah pengetahuan mengenai sifat-sifat beton berserat + fly ash.

2. Manfaat Praktis

a. Memperoleh data propertis mengenai sifat-sifat beton berserat baja+ fly ash.

b. Memberikan alternatif perbaikan hubungan balok kolom (HBK) dengan peningkatan mutu beton dengan penambahan serat baja + fly ash.

(15)

commit to user

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah atau agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari semen dan air membentuk suatu massa mirip batuan. Kadang, satu atau lebih bahan aditif ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan karakteristik tertentu, seperti kemudahan pengerjaan (workability), durabilitas, dan waktu pengerasan. (Mc Cormac, 2003).

Beton sangat banyak dipakai secara luas sebagai bahan bangunan. Bahan tersebut diperoleh dengan cara mencampurkan semen Portland, air, dan agregat (dan kadang-kadang bahan tambah, yang sangat bervariasi mulai dari bahan kimia tambahan, serat, sampai bahan buangan non-kimia) pada perbandingan tertentu.

Campuran tersebut bilamana dituang dalam cetakan kemudian dibiarkan maka akan mengeras seperti batuan. (Tjokrodimuljo, 1996).

Menurut Kardiyono Tjokrodimulyo (1996) bahan tambah adalah bahan selain unsur pokok beton (air, semen, agregat) yang ditambahkan pada adukan beton, sebelum, segera atau selama pengadukan beton. Tujuannya ialah mengubah satu atau lebih sifat-sifat beton sewaktu masih dalam keadaan segar atau setelah mengeras, misalnya mempercepat pengerasan, menambah encer adukan, menambah kuat tekan, menambah daktilitas, mengurangi sifat getas, mengurangi retak-retak pengerasan dan sebagainya.

Serat baja dapat berupa potongan-potongan kawat, atau dibuat khusus dengan permukaan halus/rata atau deform, lurus atau bengkok untuk memperbesar lekatan dengan betonnya. Serat baja akan berkarat di permukaan beton, namun akan sangat

(16)

commit to user

awet jika di dalam beton. Diameter serat baja bervariasi dari 5 sampai 500 mikrometer (1 mikrometer = 1/ 1juta meter) dan panjang sekitar 50 mm. Jumlah pemakaian serat baja sekitar 50 – 200 kg per meter kubik beton.(Kardiyono Tjokrodimuljo, 1996).

Suhendro (1990) dan Sudarmoko (1993) memberikan gambaran yang lebih jelas tentang sifat-sifat beton, terutama sifat-sifat yang kurang baik yaitu getas dan praktis kurang mampu menahan tegangan tarik dan momen lentur. Ketahanan beton yang rendah terhadap beban impact dapat diperbaiki dengan menambah serat berupa potongan-potongan kawat bendrat pada adukan beton.

Fly ash sebagai material silika adalah material pozzolan yang paling banyak digunakan sebagai bahan tambah material semen. Pengembangan dan penggunaan semen campuran semakin meningkat dalam industri konstruksi dan fly ash mendapat perhatian lebih karena penggunaannya dapat meningkatkan properti dari semen, menghemat biaya, dan mengurangi dampak negatif pada lingkungan.

(Sumreng R dan Prinya C, 2008).

Menurut ASTM C616-86, terdapat dua jenis abu terbang (fly ash), kelas F dan C.

Kelas F dihasilkan dari pembakaran batu bara jenis antrasit dan bituminous, sedangkan kelas C dari batu bara jenis lignite dan subituminous. Kelas C memiliki kadar kapur tinggi. Campuran beton untuk fly ash tipe C digunakan sebanyak 15 %- 35 % dari total berat semen, sedangkan untuk fly ash tipe F digunakan sebanyak 15% - 25% dari total berat semen. (Antoni, Paul Nugraha, 2007).

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Beton

Beton diperoleh dengan cara mencampurkan semen, air dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan (admixture) tertentu. Material pembentuk beton tersebut dicampur dengan merata dengan komposisi tertentu menghasilkan suatu campuran

(17)

commit to user

yang plastis sehingga dapat dituang dalam cetakan untuk dibentuk sesuai keinginan.

Campuran tersebut bila dibiarkan akan mengalami pengerasan sebagai akibat reaksi kim ia antara semen dan air yang berlangsung selama jangka waktu yang panjang atau dengan kata lain campuran beton akan bertambah keras sejalan dengan umurnya (Wicaksono, 2005).

Bahan penyusun beton dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bahan aktif dan pasif. Kelompok bahan aktif yaitu semen dan air, sedangkan bahan yang pasif yaitu pasir dan kerikil (disebut agregat halus dan agregat kasar). Kelompok bahan pasif disebut pengisi sedangkan yang aktif disebut perekat/pengikat (Tjokrodimuljo, 1996).

Beton normal merupakan salah satu bahan konstruksi teknik yang cukup berat, dengan berat sekitar 2400 kg/m3 dan dapat menghantarkan panas karena kepadatannya. Beton yang baik adalah setiap butir agregat seluruhnya terbungkus dengan mortar dan demikian halnya dengan ruang antar agregat juga harus terisi oleh mortar, jadi kualitas pasta atau mortar menentukan kualitas beton. Semen adalah unsur kunci dalam beton, meskipun jumlahnya hanya 7-15% dari campuran.

Beton dengan jumlah semen sedikit (sampai 7%) disebut beton kurus (lean concrete), sedangkan beton dengan jumlah semen yang banyak (sampai 15%) disebut dengan beton gemuk (rich concrete). Sifat masing-masing bahan juga berbeda dalam hal perilaku beton segar maupun pada saat sudah mengeras. Selain faktor biaya yang perlu diperhatikan, di lain pihak secara volumetris beton diisi oleh agregat sebanyak 70-75%, jadi agregat juga mempunyai peran yang sama pentingnya sebagai material pengisi beton.

Sebagai material komposit, keberhasilan penggunaan beton tergantung pada perencanaan yang baik, pemilihan dan pengadaan masing-masing material yang baik, proses penanganan, dan proses produksinya.

(18)

commit to user

Beton memiliki kelebihan dibanding material lain, diantaranya:

1. Beton termasuk bahan yang mempunyai kuat tekan yang tinggi, serta mempunyai sifat tahan terhadap pengkaratan atau pembusukan dan tahan terhadap kebakaran.

2. Harga relatif murah karena menggunakan bahan dasar dari lokal, kecuali semen portland.

3. Beton segar dapat dengan mudah diangkut maupun dicetak dalam bentuk yang sesuai keinginan.

4. Kuat tekan yang tinggi, apabila dikombinasikan dengan baja tulangan dapat digunakan untuk sruktur berat.

5. Beton segar dapat disemprotkan pada permukaan beton lama yang retak, maupun diisikan ke dalam cetakan beton pada saat perbaikan, dan memungkinkan untuk dituang pada tempat-tempat yang posisinya sulit.

6. Beton segar dapat dipompakan sehingga memungkinkan untuk dituang pada tempat-tempat yang posisinya sulit.

7. Beton termasuk tahan aus dan kebakaran, sehingga biaya perawatannya relatif rendah.

Adapun kekurangan beton adalah sebagai berikut:

1. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga mudah retak.

2. Beton segar mengalami susut pada saat pengeringan, dan beton segar mengembang jika basah.

3. Beton keras mengeras dan menyusut apabila terjadi perubahan suhu.

4. Beton sulit kedap air secara sempurna, sehingga selalu dapat dimasuki air, dan air yang membawa kandungan garam dapat merusak tulangan beton.

5. Beton bersifat getas sehingga harus dihitung dan didetail secara seksama agar setelah dikombinasikan dengan baja tulangan menjadi bersifat daktail.

2.2.2. Bahan Susun Beton

Kualitas beton dapat ditentukan antara lain dengan pemilihan bahan-bahan pembentuk beton yang baik, perhitungan proporsi yang tepat, cara pengerjaan dan

(19)

commit to user

perawatan beton yang baik, serta pemilihan bahan tambah yang sesuai dengan dosis optimum yang diperlukan. Bahan pembentuk beton terdiri atas semen, agregat halus, agregat kasar, air dan bahan tambah (admixture) jika d iperlukan. Pembuatan beton yang baik mengharuskan material-material tersebut melalui tahap penelitian yang sesuai standar penelitian yang baku, sehingga didapat material yang berkualitas baik.

2.2.2.1. Semen Portland

Fungsi semen adalah untuk merekatkan butiran-butiran agregat agar menjadi suatu massa yang kompak, padat dan kuat. Selain itu semen juga berfungsi untuk mengisi rongga-rongga diantara butiran agregat. Semen yang dimaksud dalam konstruksi beton adalah bahan yang mengeras jika bereaksi dengan air dan lazim dikenal dengan semen hidraulik (hydraulic cement). Salah satu jenis semen yang biasa dipakai dalam pembuatan beton ialah semen portland (portland cement).

Semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan menghaluskan klinker terutama terdiri dari atas silikat calsium yang bersifat hidrolis, dengan gips sebagai bahan tambahnya. Semen portland diperoleh dengan membakar secara bersamaan suatu campuran dari calcareous (yang mengandung kalsium karbonat atau batu gamping) dan argillaceous (yang mengandung alumina) dengan perbandingan tertentu. Secara mudahnya kandungan semen portland adalah kapur, silika, dan alumina. Ketiga bahan tadi dicampur dan dibakar dengan suhu 1550oC dan menjadi klinker. Setelah itu kemudian dikeluarkan, didinginkan, dan dihaluskan sampai halus seperti bubuk. Biasanya lalu klinker digiling halus secara mekanis sambil d itambahkan gips atau kalsium sulfat (CaSO4) kira-kira 2-4%

sebagai bahan pengontrol waktu pengikatan. Bahan tambah lain kadang ditambahkan untuk membentuk semen khusus (Tjokrodimuljo, 1996).

Material-material utama dari semen portland adalah batu kapur yang mengandung komponen-pomponen utama CaO (kapur) dan tanah liat yang mengandung komponen-komponen SiO2 (silica), Al2O3 (alumina), Fe2O3 (oksida besi), MgO

(20)

commit to user

(magnesium), SO3 (sulfur) serta Na2+K2O (soda/potash). Komposisi dari bahan utama pembuatan semen dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Komposisi Bahan Utama Semen

Komposisi Persentase (%)

Kapur (CaO) Silika (SiO2) Alumina (Al2O3) Besi (Fe2O3) Magnesia (MgO) Sulfur (SO3)

Potash (Na2O + K2O)

60 – 65 17 – 25 3 – 8 0,5 – 6 0,5 – 4 1 – 2 0,5 – 1 Sumber: Kardiyono Tjokrodimulyo (1996)

Walaupun demikian pada dasarnya ada 4 unsur yang paling utama dari semen, yaitu:

1. Trikalsium silikat (C3S) atau 3CaO.SiO2

Senyawa ini mengalami hidrasi sangat cepat disertai pelepasan sejumlah besar panas, berpengaruh besar pada pengerasan semen sebelum umur 14 hari, kurang ketahanan terhadap agresi kimiawi, paling menonjol mengalami disintegrasi o leh sulfat air tanah dan kemungkinan sangat besar untuk retak- retak oleh perubahan volume.

2. Dikalsium silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2

Formasi senyawa ini berlangsung perlahan dengan pelepasan panas lambat.

Senyawa ini berpengaruh terhadap proses peningkatan kekuatan yang terjadi dari umur 14 hari sampai dengan 28 hari dan seterusnya. Dengan kadar C2S banyak maka akan memiliki ketahanan tehadap agresi kimiawi yang relatif tinggi, pengerasan yang lambat, dan panas hidrasi yang rendah.

3. Trikalsium aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O3

Senyawa ini mengeras dalam beberapa jam dengan melepas sejumlah panas.

Jika kandungan unsur ini lebih besar dari 10% akan menyebabkan kurang tahan terhadap asam sulfat. Kuantitas yang terbentuk dalam ikatan menentukan

(21)

commit to user

pengaruhnya terhadap kekuatan beton pada awal umurnya terutama dalam 14 hari.

4. Tetrakalsium aluminoferit (C4AF) atau 4CaO.Al2O3.Fe2O3

Senyawa ini kurang penting karena tidak begitu besar pengaruhnya terhadap kekuatan dan kekerasan semen. C4AF hanya berfungsi untuk menyempurnakan reaksi pada dapur pembakaran pembentukan semen.

Dua unsur pertama (1 dan 2) biasanya merupakan 70-80% dan kandungan berat semen sehingga merupakan bagian yang paling dominan dalam memberikan sifat semen (Tjokrodimuljo, 1996)

Sesuai dengan tujuan dari penggunaannya, semen portland di Indonesia dibagi menjadi 5 jenis berdasarkan ASTM C-150, yaitu :

1. Tipe I adalah semen portland untuk tujuan umum. Jenis ini paling banyak diproduksi karena digunakan untuk hampir semua jenis konstruksi.

2. Tipe II adalah semen portland modifikasi, adalah tipe yang sifatnya setengah tipe IV dan setengah tipe V (moderat).

3. Tipe III adalah semen portland dengan kekuatan awal tinggi. Kekuatan 28 hari umumnya dapat dicapai dalam 1 minggu. Semen jenis ini umum dipakai ketika acuan harus dibongkar secepat mungkin atau ketika struktur harus dapat cepat dipakai.

4. Tipe IV adalah semen portland dengan panas hidrasi rendah, yang dipakai untuk kondisi dimana kecepatan dan jumlah panas yang timbul harus minimum. Misalnya pada bangunan masif seperti bendungan gravitasi yang besar. Pertumbuhan kekuatannya lebih lambat daripada semen tipe I.

5. Tipe V adalah semen portland tahan sulfat, yang dipakai untuk menghadapi aksi sulfat yang ganas. Umumnya dipakai di daerah dimana tanah atau airnya memiliki kandungan sulfat yang tinggi.

(22)

commit to user

Tabel 2.2. Jenis-jenis Semen Portland dengan Sifat-sifatnya.

Tipe semen

Sifat pemakaian

Kadar senyawa (%) Kehalusan blaine (m2/kg)

Kuat 1 hari (kg/cm3)

Panas hidrasi

(J/kg) C3S C2S C3A C4AF

I Umum 50 24 11 8 350 1000 330

II Modifikasi 42 33 5 13 350 900 250

III

Kekuatan awal tinggi

60 13 9 8 450 2000 500

IV

Panas hidrasi rendah

25 50 5 12 300 450 210

V

Tahan

sulfat 40 40 9 9 350 900 250

Sumber: Antoni, Paul Nugraha (2007)

2.2.2.2. Agregat

Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton. Agregat menempati 70-75% dari total volume beton, maka kualitas agregat akan sangat mempengaruhi kualitas beton, tetapi sifat-sifat ini lebih bergantung pada faktor-faktor seperti bentuk, dan ukuran butiran pada jenis batuannya. Berdasarkan butiran, agregat dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu agregat halus dan agregat kasar.

2.2.2.2.1. Agregat Halus

Agregat halus merupakan agregat yang lolos ayakan 4,75 mm. Agregat halus pada beton dapat berupa pasir alam atau pasir buatan. Pasir alam didapatkan dari hasil disintegrasi alami dari batu-batuan (pasir gunung atau pasir sungai). Pasir buatan adalah pasir yang dihasilkan oleh alat-alat pemecah batu atau diperoleh dari hasil sampingan dari stone crusher. Pasir (fine aggregate) berfungsi sebagai pengisi pori-

(23)

commit to user

pori yang ditimbulkan oleh agregat yang lebih besar (agregat kasar/coarse aggregate). Kualitas pasir sangat mempengaruhi kualitas beton yang dihasilkan.

Oleh karena itu, sifat-sifat pasir harus diteliti terlebih dahulu sebelum pasir tersebut digunakan dan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Persyaratan agregat halus (pasir) menurut PBI 1971 Bab 3.3. adalah:

1. Terdiri dari butir-butir tajam dan keras. Butir-butirnya harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca, seperti terik matahari dan hujan

2. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan terhadap berat kering). Yang diartikan dengan lumpur adalah bagian-bagian yang dapat melalui ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur melampaui 5% maka agregat halus harus dicuci.

3. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak yang harus dibuktikan dengan percobaan warna dari Abram-Harder (dengan larutan NaOH).

4. Agregat halus harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya dan apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan dalam pasal 3.5 ayat (1), harus memenuhi syarat-syarat berikut:

- Sisa diatas ayakan 4mm harus minimal 2% berat.

- Sisa diatas ayakan 1mm harus minimal 10% berat.

- Sisa diatas ayakan 0,25 mm harus berkisar antara 80% dan 90% berat.

5. Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai agregat halus untuk semua mutu beton, kecuali dengan petunjuk-petunjuk dari lembaga pemeriksaan bahan-bahan yang diaku i.

2.2.2.2.2. Agregat Kasar

Agregat kasar adalah agregat yang mempunyai ukuran lebih dari 4,75 mm dan ukuran maksimumnya 40 mm. Agregat ini harus memenuhi syarat kekuatan, bentuk, tekstur maupun ukuran. Agregat kasar yang baik bentuknya bersudut dan pipih (tidak bulat/blondos).

(24)

commit to user

Menurut PBI 1971 Bab 3.4. agregat kasar/split harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Terdiri dari butir-buti keras dan tidak berpori. Kerikil yang berpori akan menghasilkan beton yang mudah ditembus air. Agregat kasar yang mengandung butir-butir pipih hanya dapat dipakai jika jumlah butirannya tidak melebihi 20%

berat agregat seluruhnya. Butir-butir agregat kasar tersebut harus bersifat kekal artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca.

2. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% apabila lebih dari 1% maka agregat harus dicuci terlebih dahulu.

3. Tidak mengandung zat-zat yang merusak beton, seperti zat-zat yang reaktif dengan alkali.

4. Kekerasan dari butir- butir agregat diperiksa dengan bejana penguji dari Rudellof, atau dengan mesin pengaus Los Angeles dimana tidak boleh kehilangan berat lebih dari 50%.

5. Terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya atau bergradasi baik.

6. Besar butiran maksimum tidak boleh lebih dari 1/5 jarak terkecil antara bidang- bidang samping cetakan, 1/3 tebal pelat, atau 3/4 dari jarak bersih minimum antar tulangan yang ada.

2.2.2.3. Air

Air merupakan bahan dasar pembuatan beton yang penting namun harganya murah.

Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen, serta untuk menjadi bahan pelumas antara butir-butir agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Sifat dan kualitas air yang digunakan dalam campuran beton akan sangat mempengaruhi proses, sifat serta mutu beton yang dihasilkan.

Menurut Kardiyono Tjokrodimulyo (1996) untuk bereaksi dengan semen, air yang diperlukan hanya sekitar 25% dari berat semen, namun dalam kenyataanya nilai f.a.s yang dipakai sulit kurang dari 0,35 karena beton yang mempunyai proporsi air yang sangat kecil menjadi kering dan sukar dipadatkan. Oleh kerena itu dibutuhkan tambahan air untuk menjadi pelumas campuran agar mudah dikerjakan. Akan tetapi

(25)

commit to user

penembahan air harus memperhatikan proporsi karena air akan menguap ketika beton mengering dan meninggalkan rongga pada beton. Syarat-syarat air untuk campuran beton sesuai standar PBI 1971 Bab 3.6.

Syarat-syarat air untuk pekerjaan beton menurut PBI 1971 Bab 3.6. adalah:

1. Air untuk perawatan dan pembuatan beton tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, garam-garam, bahan-bahan organis atau bahan-bahan lain yang merusak beton dan/atau baja tulangan, dalam hal ini sebaiknya dipakai air bersih yang dapat diminum.

2. Apabila terdapat keragu-raguan mengenai air, dianjurkan untuk mengirimkan contoh air itu ke lembaga pemeriksaan bahan-bahan yang diakui untuk di selidiki sampai seberapa jauh air itu mengandung zat-zat yang dapat merusak beton dan/atau tulangan.

3. Apabila pemeriksaan contoh air seperti disebut dalam ayat (2) itu tidak dapat dilakukan, maka dalam hal adanya keragu-raguan mengenai air harus diadakan percobaan perbandingan antara kekuatan tekan campuran semen+air dengan air tersebiut dan dengan air suling. Air tersebut dapat dipakai apabila kekuatan tekan pada umur 7-28 hari paling sedikit adalah 90% dengan kekuatan tekan dengan menggunakan air suling pada umur yang sama.

4. Jumlah air yang digunakan untuk membuat adukan beton dapat ditentukan dengan ukuran isi atau ukuran berat dan harus dilakukan setepat-tepatnya.

2.2.2.4. Bahan Tambah

2.2.2.4.1. Pengertian Bahan Tambah

Bahan campuran tambahan (admixtures) adalah bahan yang bukan air, agregat maupun semen yang ditambahkan ke dalam campuran sesaat atau selama pencampuran. Fungsi dari bahan ini adalah untuk mengubah sifat-sifat beton atau pasta semen agar menjadi cocok untuk pekerjaan tertentu, atau ekonomis untuk tujuan lain seperti menghemat energi (Nawy, 1996).

(26)

commit to user

Suatu bahan tambah pada umumnya dimasukkan ke dalam campuran beton dengan jumlah sedikit, sehingga tingkat kontrolnya harus lebih besar daripada pekerjaan beton biasa. Oleh sebab itu, kontrol terhadap bahan tambah perlu dilakukan dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa pemberian bahan tambah pada beton tidak menimbulkan efek samping seperti kenaikan penyusutan kering, pengurangan elastisitas (L.J. Murdock dan K.M. Brook, 1991)

2.2.2.4.2. Serat Baja

Fiber Reinforced concrete didefinisikan sebagai beton yang terbuat dari campuran semen, agregat halus, atau agregat halus dan agregat kasar dan air serta sejumlah fiber yang disebarkan secara random (Ezeldin, A.S. dkk, 1992).

Serat sebagai salah satu bahan tambah beton dengan maksud untuk menambah kuat tarik beton, mengingat kuat tarik beton sangat rendah yang berakibat beton mudah retak, yang pada akhirnya akan mempercepat hilangnya regangan lekat. Jenis serat yang dapat dipakai untuk memperbaiki sifat kurang baik dari beton telah dilaporkan oleh ACI Committee 544, 1982. Bahan yang dimaksud adalah baja (steel), plastik (polypropylene), kaca (glass), karbon (carbon), dan untuk keperluan non structural serat alamiah (natural fiber) seperti ijuk dan serat tumbuhan lainnya juga bisa dipakai. Bahan-bahan serat tersebut masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam memperbaiki sifat-sifat beton, dengan demikian pemilihan jenis bahan serat perlu disesuaikan dengan sifat yang akan diperbaiki. Beberapa sifat tambahan yang dimiliki serat, seperti kemudahan waktu pencampuran, ketahanan terhadap korosi dan sebagainya merupakanbahan pertimbangan dalam penentuan pemakaian serat. Serat baja dan serat kaca lebih banyak dipakai untuk keperluan struktur, karena serat tersebut mempunyai faktor-faktor prinsip penguat beton, yaitu kekuatan leleh, daktilitas dan lekatan yang cukup.

Serat baja memliliki kekuatan serta modulus elastisitas yang relatif tinggi. Selain itu serat baja tidak mengalami perubahan bentuk terhadap pengaruh alkali dalam semen. Pembebanan dalam jangka waktu yang lama tidak berpengaruh terhadap

(27)

commit to user

sifat mekanikal dari serat baja. Ikatan dalam komposisi campuran dapat meningkat karena pengangkeran secara mekanikal. Kelemahan yang dimiliki serat baja ini adalah terjadinya korosi apabila serat tidak dalam posisi terlindung dalam beton.

Selain itu serat baja akan menambah berat beton.

Dasar pemakaian serat baja ke dalam adukan beton adalah memberikan tulangan secara random, sehingga dapat mencegah terjadinya retakan-retakan beton di daerah tarik yang terlalu dini akibat pembebanan (Soroushian & Bayasi 1987).

Dengan penambahan serat ini ternyata menjadikan beton menjadi tahan retak dan tahan benturan serta depat memperbaiki sifat-sifat sebagai berikut:

1. Beton akan menjadi lebih daktail 2. Ketahan terhadap kejut

3. Peningkatan kuat tarik dan atau lentur 4. Daya tahan leleh

5. Susut

6. Tahan terhadap aus

Penambahan serat pada akhir pengadukan spesi menghasilkan adukan dengan penyebaran serat yang merata berorientasi random, asal kadar serat tidak meleb ihi kadar maksimumnya. Kadar yang terlalu tinggi akan menyebabkan penggumpalan/pengelompokan pada serat-serat seoerti bola-bola serat. Keadaan ini akan banyak mempengaruhi mutu beton yang dihasilkan. Penambahan serat dengan orientasi random akan meningkatkan kuat lentur beton serat dibandingkan beton non-serat. Sifat getas dari beton dapat diatasi oleh fiber sehingga beton fiber menjadi liat (Swamy dan Al-Noori, 1975). Selain itu serat pada adukan menambah kekakuan dan mengurangi lendutan atau defleksi (Swamy dkk, 1979).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pencampuran serat dalam beton yaitu :

1. Tipe serat

2. Rasio kelangsingan, l/d dari serat 3. Fiber volume fraction, vf

(28)

commit to user

Tipe serat berbeda dari jenis bahan yang dipakai, juga b isa berbeda bentuknya.

Serat atau fiber dari bahan yang sama, tetapi bentuknya berbeda mempunyai efek yang berlainan apabila dicampurkan pada beton. Ada berbagai macam bentuk serat dan ukuran penampang serat. Untuk penampang bujur sangkar dan persegi empat mempunyai panjang rata-rata dari 6-60mm, lebar 0,5 x 0,5 mm sampai dengan 1 x 1 mm dan untuk penampang bulat mempunyai diameter ekivalen dari 0,5 mm sampai dengan 1 mm. Rasio kelangsingan, l/d dari serat adalah perbandingan antara panjang serat dengan diameter serat. Semakin kecil diameter semakin besar rasio kelangsingannya. Hal ini berarti serat-serat tersebut semakin halus. Rasio kelangsingan yang semakin besar tetapi diameter tidak terlalu kecil akan banyak mempengaruhi workability beton. Workability beton akan menurun dan kemungkinan beton akan keropos semakin besar, namun bila workability bisa dipertahankan dengan baik, semakin besar kehalusan serat, lebar retak dan jarak retak akan berkurang walau jumlah retak bertambah. Jumlah retak banyak dengan lebar retak yang kecil tidak membahayakan suatu struktur karena dengan lebar halus kedalaman retak sepanjang tinggi struktur akan berkurang. Perbandingan antara l (panjang) dan d (lebar serat) akan berpengaruh pada system pelaksanaanya.

Untuk l/d < 45, pencampuran serat ke dalam beton tidak memerlukan teknik tertentu. Apabila 45 < l/d < 100, pencampuran memerlukan teknik tertentu agar dapat homogen. Untuk l/d > 100, hampir tidak mungkin dilaksanakan agar homogen, jalan keluarnya dengan membuat kelompok. l/d di atas hanya untuk serat dengan penampang bulat. Untuk penampang persegi atau ½ lonjong l/d < 45 (pada umumnya) maka tidak memerlukan teknik pencampuran yang khusus agar homogen. Fiber Volume Fraction, vf adalah persentase/konsentrasi bagian serat dalam satuan volume beton. Makin besar volume fraction dari serat yang ditambahkan pada campuran beton, semakin meningkat kekuatan beton serat yang dihasilkan. Persentase peningkatan mutu berkurang bila vf melebihi vf maksimum dari berat tersebut. Penggunaan serat pada beton ditinjau dari workability beton memenuhi syarat pada pemakaian serat 3% dari berat campuran beton, dikarenakan penggunaan serat pada campuran yang lebih besar dari 3% sangat sulit dilaksanakan dan kurang dapat menyatu dengan campuran beton (Lilis Zulaicha, 2007).

(29)

commit to user

Zolo (1997) dan diperkuat oleh Mediyanto dkk. (2004, 2009) mengusulkan mekanisme kerja serat dalam komposit beton pada beban tekan adalah sebagai berikut :

1)

Gambar 2.1. Serat dalam beton

Serat bersama pasta beton membentuk matrik komposit, dimana serat akan menahan beban yang ada sesuai dengan modulus elastisitasnya. Dengan modulus elastisitas serat yang lebih besar dari modulus elastisitas beton, maka jelas bahwa serat dapat meningkatkan kuat tekan beton.

2)

Gambar 2.2. Aksi serat bersama pasta semen

Pasta beton akan semakin kokoh/stabil dalam menahan beban karena aksi serat (fiber bridging) yang ada di sekelilingnya.

3)

Gambar 2.3. Aksi pasak dalam beton

Serat akan berfungsi sebagai pasak sehingga pasta yang sudah retak tetap stabil/kokoh menahan beban.

d P

Gaya desak Serat

Beton

d

P

Gaya desak Serat

Beton

d

P

Gaya desak

(30)

commit to user

2.2.2.4.3. Abu Terbang (Fly Ash)

Abu terbang adalah abu sisa pembakaran batu bara, berupa butiran halus ringan, tidak porous, dan bersifat pozzolanik. Abu terbang tidak memiliki kemampuan mengikat seperti semen tapi dengan adanya air dan partikel ukuran halus, oksida silica yang terkandung di dalamnya akan bereaksi secara kim ia dengan kalsium hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan menghasilkan zat yang memiliki kemampuan mengikat (Krisbiyantoro, 2005).

Material ini mempunyai kadar bahan semen yang tinggi dan mempunyai sifat pozzolanik. Kandungan fly ash sebagian besar terdiri dari silikat dioksida (SiO2), aluminium (Al2O3), besi (Fe2O3) dan kalsium (CaO), serta magnesium, potasium, sodium, titanium, dan sulfur dalam jumlah yang lebih sedikit. (Antoni, Paul Nugraha, 2007)

Sebagai sebuah campuran, abu terbang (fly ash) berfungsi baik sebagai pengganti atau tambahan untuk semen portland dan bisa ditambahkan langsung ke dalam campuran beton di batching plant. (E. Aydin, 2009)

Sebagian besar komposisi kimia dari abu terbang tergantung tipe batu bara, menurut ASTM C618-86, terdapat dua jenis abu terbang, kelas F dan C. kelas F dihasilkan dari pembakaran batu bara jenis antrasit dan bituminous, sedangkan kelas C dari batu bara jenis lignite dan subituminous. Kelas C memiliki kadar kapur tinggi. Fly ash dapat dibedakan menjadi 3 jenis (ACI Manual of Practice 1993 Parts 1 226.3R-3) yaitu:

1. Kelas C

Fly ash yang mengandung CaO di atas 10% yang dihasilkan dari pembakaran lignite atau sub-bitumen batu bara (batu bara muda).

a. Kadar (S iO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 50%

b. Kadar CaO mencapai 10%

Dalam campuran beton digunakan sebanyak 15%-35% dari total berat semen.

(31)

commit to user

2. Kelas F

Fly ash yang mengandung CaO lebih kecil 10% yang dihasilkan dari pembakaran anthracite atau bitumen batu bara.

c. Kadar (S iO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 70%

d. Kadar CaO < 5%

Dalam campuran beton digunakan sebanyak 15%-25% dari total berat semen.

3. Kelas N

Pozzolan alam atau hasil pembakaran yang dapat digolongkan antara lain tanah diatomic, opaline chertz dan shales, tuff dan abu vulkanik, yang mana biasa diproses melalui pembakaran atau tidak melalui proses pembakaran. Selain itu juga mempunyai sifat pozzolan yang baik

Secara umum sifat-sifat abu terbang adalah mempunyai partikel yang berbentuk seperti bola dengan diameter antara 0,1-0,3µm, memiliki permukaan spesifik (specific surface) antara 0,2-0,6 m2/gram, kehalusan partikelnya sebesar 70-80%

lolos saringan 200 (75µm), dan berwarna abu-abu hingga coklat muda serta memiliki kandungan silika yang tinggi.

Sifat-sifat fisika abu terbang meliputi bentuk partikel, kehalusan dan berat jenisnya adalah sebagai berikut:

1. Bentuk Partikel

Ukuran dan bentuk partikel abu terbang tergantung pada asal lokasi pengambilan dan keseragaman batu baranya, derajat kehancuran pada saat dibakar, temperatur dan suplai oksigen pada saat pembakaran, keseragaman sistem pembakaran, pengumpulan dan pemisahan abu terbang pada saat pembakaran, dan saringannya. Abu terbang berbentuk bulat seperti bola kecil yang amorf, dan bergerombol yang saling terkait.

2. Kehalusan

Ukuran abu terbang adalah antara 1µm hingga 1mm. Semakin baik peralatan yang digunakan untuk penyaringan dan penangkapan (electrostatic precipitator) abu terbang, semakin baik dan halus pula abu terbang yang dihasilkan.

(32)

commit to user

Kehalusan abu terbang akan mempengaruhi kinerja beton, yaitu pada kekuatan, ketahanan terhadap abrasi, dan kepadatan beton.

3. Berat Jenis

Berat jenis abu terbang umumnya berkisar antara 1,97 hingga 3,02. Besar kecilnya berat jenis dipengaruhi oleh lokasi asal batu bara.

Abu terbang memiliki sifat pozzolan yang terdiri dari unsur-unsur silikat dan atau aluminat yang reaktif. Komposisi kimia masing-masing jenis abu terbang sedikit berbeda dengan komposisi kimia semen. Tabel 2.3. menjelaskan komposisi kim ia abu terbang dan semen menurut Ratmaya Urip (2003).

Tabel 2.3. Komposisi Kimia Berbagai Jenis Abu Terbang dan Semen Portland No Komposisi Kimia Jenis Abu Terbang

Semen Jenis F Jenis C Jenis N

1 SiO2 51.9 50.9 58.2 22.6

2 Al2O3 25.8 15.7 18.4 4.3

3 Fe2O3 6.98 5.8 9.3 2.4

4 CaO 8.7 24.3 3.3 64.4

5 MgO 1.8 4.6 3.9 2.1

6 SO2 0.6 3.3 1.1 2.3

7 Na2O dan K2O 0.6 1.3 1.1 0.6

Sumber: Ratmaya Urip, 2003

Tjokrodimulyo, K. 1996, mengatakan bahwa kandungan kimia dalam abu terbang akan mempengaruhi pada saat beton mengalami reaksi hidrasi antara air, semen portland dan abu terbang. Air dalam campuran beton segar akan mengikat dikalsium silikat (C2S) dan trikalsium silikat (C3S) yang kemudian menjadi kalsium silikat hidrat gel (3CaO.2SiO2.3H2O atau CSH) dan membebaskan kalsium hidroksida (Ca(OH)2). Tambahan abu terbang yang mengandung silika (S iO2) akan bereaksi dengan Ca(OH)2 yang dibebaskan dari proses hidrasi dan akan membentuk CSH kembali sehingga beton yang dibentuknya akan lebih padat dan kuat atau mutunya bertambah. Reaksi ini sering disebut reaksi sekunder dan reaksi ini berlangsung lebih lambat dan berlaku lebih lama, sehingga mutu beton diatas 28

(33)

commit to user

hari masih meningkat. Dengan demikian waktu pengerasan (setting time) beton abu terbang menjadi lebih lama bila dibandingkan dengan beton tanpa abu terbang.

Reaksi kimia pasta semen dengan abu terbang dapat dituliskan sebagai berikut:

Ca OH SiO H O O H O atau CSH

Menurut I Made Alit Karyawan Salain (2007), dengan bertambahnya waktu dan dalam kondisi perawatan yang memadai, kuantitas dari produk hidrasi, terutama CSH yang dihasilkan dari reaksi trikalsium silikat (C3S) dan dikalsium silikat (C2S) yang ada dalam semen dengan air (H2O) semakin meningkat. Men ingkatnya kuantitas CSH, senyawa utama yang bertanggung jawab terhadap perkembangan properti semen, mengakibatkan ikatan yang dihasilkan oleh semen dengan agregat semakin kuat dan ruang-ruang kosong yang awalnya terisi oleh air dan partikel- partikel semen larut diganti dengan CSH sehingga porositas beton berkurang.

Peristiwa inilah yang akhirnya memberikan kontribusi utama bagi peningkatan kuat tekan sejalan dengan berkurangnya permeabilitas beton dengan bertambahnya umur hidrasi.

Menurut Alve, 2010, kuat tekan maksimum dicapai pada penggunaan campuran fly ash 25%, beton dengan campuran fly ash 25% memiliki kuat tekan lebih besar dibandingkan beton dengan campuran fly ash 15 % dan 20% baik pada umur 7, 28, dan 54 hari.

2.2.3. Uji Kuat Tekan Beton (f’c)

Unconfined Compressive Strength Test ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kuat desak atau tekan yang mampu diterima o leh benda uji. Pengujian ini menggunakan mesin hidrolik yang ada pada Laboratorium Bahan Teknik Jurusan Teknik Sipil UNS. Pencatatan yang dilakukan pada saat pengujian adalah besarnya beban pada saat benda uji hancur dan untuk mendapatkan besarnya tegangan hancur dari benda uji tersebut dilakukan dengan perhitungan seperti pada persamaan berikut:

(kalsium silikat hidrat)

(34)

commit to user

f’c =

dimana : f’c = nilai Unconfined Compressive Strength Test = beban maksimum (KN)

A = luas permukaan benda uji tertekan (mm2)

2.2.4. Uji Kuat Tarik Belah (ft)

Kuat tarik belah adalah kuat tarik beton yang ditentukan berdasarkan kuat tekan belah dari silinder beton yang ditekan pada sisi panjangnya (SK SNI-T-15-1991- 03).

Menurut Dipohusodo (1994:10), nilai kuat tarik dan kuat tekan beton tidak berbanding lurus, setiap usaha perbaikan mutu kekuatan tekan hanya disertai peningkatan kecil nilai kuat tariknya. Secarakasar nilai kuat tarik beton normal hanya berkisar antar 9%-15% dari kuat tekannya. Tegangan tarik yang timbul saat benda uji beton terbelah disebut split cilinder strength, diperhitungkan sebagai berikut :

ft =

dimana, ft = kuat tarik belah (N/mm2)

P = beban pada waktu beton terbelah (N) L = Panjang benda uji silinder (mm) D = diameter benda uji silinder (mm)

2.2.5. Hubungan Balok Kolom (HBK)

State of the art mengenai pertemuan balok kolom (komite 352 ACI-ASCE dalam Chu Kia Wang) mencantumkan provisi yang terperinci untuk perencanaan dari dua kelas pertemuan antara balok dan kolom yaitu :

(35)

commit to user

a) Pertemuan tipe I, terutama untuk pembebanan statis di mana kekuatan menjadi kriteria utama dan tidak diharapkan terjadinya deformasi yang berarti. Disini hanya dibutuhkan daktalitas saja.

b) Pertemuan tipe II, biasanya untuk pembebanan gempa atau ledakan dimana dibutuhkan kekuatan yang dipertahankan melalui tegangan bertukar ke dalam daerah inelastik. Disini dibutuhkan daktalitas yang dipersyaratkan dalam peraturan gempa.

(Hoendayanto D, 2009), dalam perencanaan struktur beton bertulang, khususnya untuk hubungan balok kolom (HBK) pada Sistem Rangka Pemiku l Momen Khusus (SRMPK) ada beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam meninjau hubungan balok kolom antara lain :

a) Persyaratan gaya.

b) Persyaratan geometri.

c) Persyaratan tampang.

Apabila persyaratan tersebut dapat terpenuhi dengan baik maka langkah selanjutnya adalah meninjau kekuatan dari daerah efektif hubungan balok kolom (HBK), seperti tertihat pada gambar 2.1 dibawah ini :

Gambar 2.4 Luas efektif hubungan balok kolom (HBK)

Daerah efektif dalam arsiran penampang hubungan balok kolom (HBK) menjadi sangat penting untuk mempertahankan stabilitas struktur. Selama in i daerah tersebut diperhitungkan secara kuat karena adanya sistem pengekangan oleh tulangan sengkang, namun dalam prakteknya akan terdapat banyak sekali

(36)

commit to user

pertemuan dari balok dan kolom serta sengkang itu sendiri sehingga menyulitkan pelaksanaannya. Kurangnya sengkang pada derah joint tulangan utama yang tidak terkekang dan terdesak keluar akibat tekanan yang tinggi dari inti beton. Adanya kesalahan dalam detailing dan pelaksanaan pemasangan tulangan pada joint dapat menyebabkan keruntuhan seperti terlihat pada gambar 2.5 di bawah ini.

Ganbar 2.5 Keruntuhan bagian joint akibat kurangnya sengkang pada joint (sumber : http//duniatekniksipil.web.id)

Metode perbaikan beton dengan beton serat + Fly ash diharapkan akan terjadi sumbangsih kekuatan yang cukup signifikan untuk meningkatkan aspek kekuatan dan aspek daktalitas struktur.

2.2.6. Daktilitas

Berdasarkan SNI-1726-2002, daktilitas merupakan kemampuan struktur gedung untuk mengalami simpangan pasca-elastik yang besar secara berulang kali dan bolak balik akibat beban gempa diatas beban gempa yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup sehingga struktur tetap berdiri, walaupun sudah dalam kondisi di ambang keruntuhan.

(37)

commit to user

Faktor daktilitas struktur gedung (µ) adalah rasio antara simpangan ultimit dan simpangan saat terjadinya leleh pertama, seperti ditunjukan pada persamaan berikut ini :

Dengan, µ : daktilitas.

u : perpindahan dari 80% maksiimum struktur.

y : perpindahan saat leleh pertama.

2.2.7. Kekakuan

Kekakuan merupakan suatu hal yang penting terutama untuk struktur tahan gempa.

Pembatasan kekakuan berguna untuk menjaga konstruksi agar tidak mengalami displesment lebih dari displesment yang disyaratkan. Kekakuan didefinisikan sebagai gaya yang diperlukan untuk menghasilkan suatu lendutan (Gere dan Timoshenko, 1987). Kekakuan dapat dinyatakan dalam persamaan berikut ini :

Dengan, K : kekakuan (kN/mm).

P : gaya (kN).

: perpindahan (mm).

2.2.8. Pola Retak

Retak merupakan jenis kerusakan yang paling sering terjadi pada struktur beton, retak bisa terjadi pada saat beton mulai mengeras maupun setelah beton mengeras.

Retak saat beton mulai mengeras (beton belum mampu menahan beban) antara lain terjadi karena pembekuan udara dingin (pada daerah dengan musim dingin), susut (shrinkage), penurunan (settlement) dan penurunan acuan (formework).

Retak yang terjadi setelah beton mengeras salah satunya adalah retak struktural.

Retak ini terjadi akibat adanya pembebanan yang mengakibatkan munculnya

(38)

commit to user

tegangan lentur, geser dan tarik. Retak yang terjadi pada elemen atau struktur beton pada dasarnya terdiri dari 3 macam yaitu (Triwiyono, 2004) :

1. Retak lentur (flexural crak) adalah Retak yang terjadi akibat dari beban lentur yang jauh lebih besar dari beban gesernya. Bentuk retak ini merupakan garis lurus sejajar dengan arah gaya yang bekerja pada komponen tersebut (mengarah/menjalar dari bagian tarik menuju tekan).

2. Retak geser lentur (flexural shear crack) adalah retak miring yang merupakan retak lanjutan dari retak lentur yang terjadi sebelumnya. Retak ini terjad i jika gaya momen dan gaya geser yang terjadi sama besar.

3. Retak geser (shear crack) adalah retak yang terjadi akibat gaya geser dan bentuk retak ini akan membentuk sudut 450 terhadap gaya yang bekerja pada komponen tersebut. Retak ini terjadi pada lokasi yang belum mengalami retak lentur dan hal ini terjadi akibat gaya geser yang ada lebih besar dari momen yang ada.

Struktur yang mengalami beban gempa mempunyai jenis kerusakan yang sering terjadi selain retak yaitu spalling, dimana beton inti hancur dan tekuk pada tulangan memanjang. Sama halnya dengan retak, spalling akan menyebabkan kapasitas penampang dan kuat lekat antara baja dan tulangan beton akan berkurang.

Berkurangnya pengekangan dan akibat kelangsingan tulangan baja itu sendiri maka pada saat tulangan mengalami tegangan tekan akan berlanjut pada tekek sehingga beton inti (core) akan hancur karena beban yang seharusnya ditahan tulangan baja akan berlimpah pada beton inti.

2.2.9. Konsep Sistem Pracetak atau Precast

Struktur beton pracetak atau precast adalah kumpulan beberapa elemen pracetak yang suatu saat dihubungkan bersama-sama membentuk kerangka 3D yang mampu menahan beban gravitasi, angin dan gempa (Elliott, 2002). Berdasarkan SNI 03- 2847-2002, perencanaan komponen struktur beton pracetak dan sambungannya harus mempertimbangkan semua kondisi pembebanan dan kekangan deformasi

(39)

commit to user

mulai dari saat pabrikasi awal, hingga selesainya pelaksanaan struktur termasuk pembingkaran cetakan, penyimpanan, pengangkutan dan pemasangan.

Sistem pracetak atau precast memiliki masalah dalam desain sistem sambungannya yang diharapkan berperilaku mendekati sistem monolit, oleh karena itu masalah sambungan harus memenuhi beberapa persyaratan berikut (Elliott, 2002) :

1. Sambungan harus direncanakan bertranslasi dalam batas tertentu (pada titik kumpul umumnya terjadi deformasi geser yang sifnifikan dan timbulnya celah).

2. Sambungan harus direncanakan mampu menahan beban sesuai perencanaan baik sebagai sistem secara keseluruhan maupun individual member.

3. Sambungan harus direncanakan memiliki kekuatan dan kekakuan yang cukup agar mampu berperilaku stabil dalam menahan beban.

4. Sambungan pertemuan balok-kolom harus direncanakan terhadap adanya penyimpangan baik dalam hal pemasangan maupun ukuran masing-masing elemen pracetak (dalam pembuatannya, toleransi maksimum yang diijinkan sebesar 3 mm).

(40)

commit to user

30

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Tujuan yang diinginkan dalam suatu penelitian dapat tercapai dengan baik jika ada suatu metode penelitian. Metode penelitian adalah langkah atau cara penelitian suatu masalah, gejala atau fenomena dengan jalan ilmiah untuk menghasilkan jawaban yang rasional.

Metode yang dilaksanakan dalam penelitian in i adalah metode eksperimental untuk mendapatkan hasil ataupun data-data yang akan menegaskan hubungan antara variabel-variabel yang diselidiki. Eksperimen dalam penelitian ini dilaksanakan di dalam laboratorium. Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan suatu pengujian bahan, kuat tekan, kuat tarik belah dan hubungan balok kolom dengan pembebanan statik.

3.2. Tempat Penelitian

Laboratorium Bahan dan Struktur Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Meret Surakarta.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilaksanakan dengan metode eksperimen terhadap beberapa benda uji dari berbagai klasifikasi yang diuji di laboratorium. Beberapa hal pada pengujian bahan digunakan data sekunder yang dikarenakan penggunaan bahan dan sumber yang sama.

(41)

commit to user 3.4. Benda Uji

Benda uji yang digunakan dalam pengujian ini berupa benda uji silinder dan elemen struktur hubungan balok kolom (HBK) seperti terlihat pada gambar 3.1 dan 3.2. Sebagai acuan kuat tekan beton normal adalah 20 MPa dengan rincian seperti terlihat pada tabel 3.1 dan 3.2 di bawah ini.

Tabel 3.1. Jenis benda uji silinder

No. Kode Silinder Ukuran (cm) Spesifikasi Material Jumlah (buah)

1.

S-N1 S-N2 S-N3

Ø 15-H30 Beton Normal

2 2 2

2.

S-SFA1 S-SFA2 S-SFA3

Ø 15-H30 Beton Serat+Fly ash

2 2 2

Jumlah total 12

Keterangan :

S-N : benda uji dengan silinder beton normal S-SFA : benda uji dengan silinder beton serat+fly ash

Gambar 3.1 Benda uji silinder 300 mm

150 mm

(42)

commit to user

Tabel 3.2 Jenis benda uji elemen hubungan balok kolom.

No Kode Benda Uji

Ukuran Spesifikasi material

Jumlah Balok

(mm)

Kolom (mm)

Jenis

beton Prosentase

1 HBK-N 150 x

200

150 x 150

Beton

normal - 3

2 HBK-SFA 150 x

200

150 x 150

Beton serat + fly-ash

Serat 10kg/m3

Fly ash 25% 3

Jumlah 6

Keterangan :

HBK-N : benda uji dengan daerah HBK beton normal HBK-SFA : benda uji dengan daerah HBK beton serat+fly ash

(43)

commit to user

2000 mm

1000 mm

Ø8

200 mm

200 mm

6 Ø1 3

150 mm

200 mm

6 Ø1 3

Perk uatan beton serat

150 150

Gambar 3.2 Benda uji elemen hubungan balok kolom (HBK)

Perkuatan beton serat+fly ash 150 mm

150 mm

Referensi

Dokumen terkait

Lama responden bekerja lebih dari 5 tahun sebesar 54.5% sesuai dengan penelitian Su- darsono (2010) yang menyimpulkan bahwa kader telah bekerja 5-10 tahun memiliki pen- galaman

(4) PENGGUNAAN LAJUR SEBELAH KANAN HANYA DIPERUNTUKKAN BAGI KENDARAAN DENGAN KECEPATAN LEBIH TINGGI, AKAN MEMBELOK KANAN, MENGUBAH ARAH, ATAU MENDAHULUI

Program keahlian memiliki RPU dengan ukuran minimum sesuai dengan yang disyaratkan pada Standar Sarana dan Prasarana SMK/MAK dibuktikan dengan :..  Ketersediaan RPU berdasarkan

Sarung tangan pelindung yang digunakan harus mengikuti spesifikasi pada EC directive 89/686/EEC dan standar gabungan d EN374, untuk contoh KCL 898 Butoject® (kontak penuh), KCL

Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan koding pada adegan di 7 film komedi terlaris yang dibintangi oleh stand up comedian, yakni film yang berjudul “Comic

In this chapter, we characterize the maximum rate at which information can be communicated through a discrete memoryless channel (DMC) with an arbitrarily small probability of

Sinten ingkаng bаdhe tаnggung jаwаb njogo lingkungаn sekolаh niki lаn dаn Sаngаtа dаdi resik, ijo, lаn sehаt.. Jаwаbаne inggih puniko “Kito...Kito...wаrgа

Di Singapura, Bahasa Melayu dikekalkan statusnya sebagai bahasa kebangsaan walaupun Singapura mempunyai empat bahasa rasmi (iaitu Bahasa Inggeris, Cina, India, dan Melayu.) Di