• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Perlindungan Hukum Bagi Kreditor Pemegang Hak Tanggungan Yang Tidak Mendaftarkan Piutangnya Sampai Dengan Batas Akhir Pendaftaran Tagihan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of Perlindungan Hukum Bagi Kreditor Pemegang Hak Tanggungan Yang Tidak Mendaftarkan Piutangnya Sampai Dengan Batas Akhir Pendaftaran Tagihan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Perlindungan Hukum Bagi Kreditor Pemegang Hak Tanggungan Yang Tidak Mendaftarkan Piutangnya Sampai Dengan Batas Akhir

Pendaftaran Tagihan

Elisabeth Yunita, Pita Permatasari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM Jl.Kramat Raya No.25, Senen, Jakarta Pusat

[email protected], [email protected] ABSTRAK

Konsep perlindungan hukum dalam kepailitan selama ini dipandang sebagai jalan keluar dari persoalan utang piutang yang menghimpit seorang debitor pailit, dimana si debitor tidak mempunyai kemampuan lagi untuk membayar utang piutang yang telah jatuh tempo tersebut kepada kreditornya, sehingga langkah untuk mengajukan permohonan penetapan status pailit oleh Pengadilan Niaga terhadap debitor menjadi langkah yang memungkinkan untuk menyelesaikan perkara kepailitan. Dalam Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK dan PKPU) menyatakan bahwa “Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka Pengadilan”. Sedangkan Debitor adalah “orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka Pengadilan. (Pasal 170 ayat (1) UUK dan PKPU) perlindungan hukum bagi bank pemegang hak tanggungan yang tidak mendaftarkan sebagai kreditor sebagaimana Pasal 59 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU memaksimalkan upaya parate eksekusi objek jaminan debitor dalam jangka waktu 60 hari pasca insolvensi sesuai dengan waktu yang diberikan kepailitan sehingga pemegang hak tanggungan dapat pelunasan atas utang debitor melalui penjualan objek jaminan debitor. Parate eksekusi dalam Hak Tanggungan.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Kreditor.

PENDAHULUAN

Kepailitan merupakan suatu jalan keluar yang bersifat komersial untuk keluar dari persoalan utang piutang yang menghimpit seorang Debitor, 117dimana Debitor tersebut sudah tidak mempunyai kemampuan lagi untuk membayar utang- utang tersebut kepada para Kreditornya. Sehingga, bila keadaan ketidakmampuan untuk membayar kewajiban yang telah jatuh tempo tersebut disadari oleh Debitor, maka langkah untuk mengajukan permohonan penetapan status pailit terhadap dirinya (voluntary petition for self bankruptcy) menjadi suatu langkah yang memungkinkan, atau penetapan status pailit oleh Pengadilan terhadap Debitor tersebut bila kemudian ditemukan bukti bahwa Debitor tersebut memang telah tidak mampu lagi membayar utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih 118(involuntry petition for bankruptcy) (Muhammad Hadi Shubhan, 2008).

Adapun pailit merupakan suatu keadaan di mana Debitor tidak mampu untuk melakukan

117 Dr. Herri Swantoro,S.H.,M.H., Hukum Perseroan Terbatas Dan Ancaman Pailit, Jakarta : 2015

118 M. Hadi Subhan, Hukum Kepailitan, Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, (Jakarta : Kencana, 2008).

(2)

pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para Kreditornya. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan (finansial distress) dari usaha Debitor yang telah mengalami kemunduran. 119Sementara kepailitan merupakan putusan Pengadilan yang menyebabkan sita umum atas seluruh kekayaan Debitor pailit, baik yang telah ada maupun yang akan ada di kemudian hari (Muhammad Hadi Shubhan, 2008). Dalam Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) 120Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK dan PKPU) menyatakan bahwa “Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka Pengadilan”. Sedangkan Debitor adalah “orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka Pengadilan”. Pasal 2 UUK dan PKPU menentukan bahwa para pihak yang berwenang untuk dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit, yaitu sebagai berikut:

1. Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih Kreditornya.

2. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum.

3. Dalam hal Debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia.

4. Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.

5. Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.

Sehingga apabila para pihak yang mengajukan permohonan pailit sebagaimana ketentuan tersebut, maka Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri wajib untuk memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan tersebut.

Dalam hukum kepailitan dikenal beberapa jenis Kreditor yaitu sebagai berikut:

1) Kreditor Konkuren adalah para Kreditor yang memperoleh pelunasan berdasarkan pada besarnya piutang masing-masing. Para Kreditor Konkuren mempunyai kedudukan yang sama atas pelunasan utang dari harta Debitor tanpa ada yang didahulukan;

2) Kreditor Preferen adalah Kreditor yang oleh undang-undang diberikan hak istimewa untuk mendapatkan pelunasan piutang terlebih dahulu dibandingkan Kreditor lainnya. Hak istimewa ini diberikan berdasarkan sifat piutang yang harus didahulukan;

3) Kreditor Separatis adalah Kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yaitu hipotek, gadai, hak tanggungan dan fidusia. Kreditor separatis ini dipisahkan dan tidak termasuk dalam pembagian harta Debitor Pailit.

Secara keseluruhan, kepailitan dapat diartikan sebagai sita umum atas harta

119 Agustina, S. (2015). Implementasi Asas Lex Specialis Derogat Lex Generali Dalam Sistem Peradilan Pidana. Masalah Masalah Hukum, 44(4).

120 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK dan PKPU)

(3)

kekayaan Debitor baik yang pada waktu pernyataan pailit maupun yang diperoleh selama kepailitan berlangsung untuk kepentingan semua Kreditor yang pada waktu Kreditor dinyatakan pailit mempunyai utang, yang dilakukan dengan pengawasan pihak yang berwajib. Yang dimaksud pengawasan pihak berwajib tersebut adalah, proses pemberesan dan pengurusan harta pailit yang dilakukan oleh121 Kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas (Khairandy, 2019). Apabila seorang Debitor (yang utang) dalam kesulitan keuangan, tentu saja para Kreditor akan berusaha untuk menempuh jalan untuk menyelamatkan piutang dengan jalan mengajukan gugatan perdata kepada Debitor ke Pengadilan dengan disertai sita jaminan atas harta si Debitor atau menempuh jalan yaitu Kreditor mengajukan permohonan ke Pengadilan agar si Debitor dinyatakan pailit.

PT.Mega Persada Indonesia yang dinyatakan pailit dalam 122putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 39/Pdt.Sus-Pailit/2021/PN Niaga Jkt.Pst. Dalam Putusan tersebut Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menunjuk dan mengangkat Kurator yang indenpenden dan tidak mempunyai benturan kepentingan dengan Debitor dan Kreditor dan tidak sedang menangani perkara Kepailitan dan penundaan Kewajiban Pembayaran Utang lebih dari 3 (tiga) perkara. PT.

Mega Persada Indonesia dinyatakan pailit dan sampai batas waktu pendaftaran kreditor.

Bank BRI kantor cabang Jakarta Timur tidak mengajukan tagihan serta mendaftarkan diri sebagai kreditor. Adapun beberapa alasan yang menjadi pertimbangan yakni Bank BRI selaku kreditor PT. Mega Persada Indonesia tidak mendaftarkan aset yang berupa Sertifikat Hak Milik No.502 dengan luas tanah 1.094 M2, yang terletak di RT 02/RW 03, Desa/Kel: Kampung Melayu Timur, Kecamatan Teluk Naga,Kabupaten Tangerang yang adalah milik pemegang saham yang diikatkan sebagai jaminan dalam perjanjian kredit PT.

Mega Persada Indonesia. Oleh karenanya, aset tersebut menurut Bank BRI tidak termasuk dalam aset PT. Mega Persada Indonesia sehingga tidak ada kaitan dengan kepailitannya.

Pertimbangan lainnya, bahwa Bank BRI sebagai pemegang jaminan kebendaan yang dilindungi oleh hukum jaminan yang mempunyai parate eksekusi di dalam hak tanggungan.

Kurator yang telah ditunjuk akan mengurus dan membereskan harta pailit PT.Mega Persada Indonesia yang dinyatakan pailit berdasarkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 39/Pdt.Sus-Pailit/2021/PN Niaga Jkt.Pst serta diperkuat dengan putusan Kasasi nomor 716K/Pdt.Sus-Pailit/2022. Ketentuan 123Pasal 69 UUK dan PKPU menyatakan bahwa kurator yaitu mengurus dan membereskan semua harta pailit.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai dengan melakukan analisa terhadap pasal pasal dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai permasalahan yang akan dibahas. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus.

121Khairandy, 2002, Perlindungan Dalam Undang-Undang Kepailitan, Jurnal Hukum Bisnis, Jakarta.

122 putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 39/Pdt.Sus-Pailit/2021/PN Niaga Jkt.Pst

123 Pasal 69 UUK dan PKPU

(4)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perlindungan Hukum Bagi Kreditor Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Perlindungan hukum yang diberikan UUK dan PKPU bagi kreditor salah satunya juga dengan adanya actio paulina. Actio paulina sejak semula telah diatur dalam Pasal 1341 KUH Perdata, dimana hal ini memberikan hak kepada Kreditor untuk mengajukan pembatalan atas setiap tindakan hukum yang tidak diwajibkan, dilakukan oleh Debitor, baik dengan nama apapun yang dapat merugikan kreditor. Ketentuan actio paulina dalam Pasal 1341 KUH Perdata ini berkaitan dengan ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata yang mengatur prinsip paritas creditorium. Hal ini karena dengan Pasal 1131 KUH Perdata ditentukan bahwa semua harta kekayaan Debitor demi hukum menjadi jaminan atas utang-utang Debitor. Dengan demikian debitor dalam hal ini tidak bebas terhadap harta kekayaan yang dimilki ketika memiliki utang kepada pihak kreditor. Kepailitan dan penundaan atau pengunduran pembayaran utang (surseance) lazimnya dikaitkan dengan masalah utang piutang antara seseorang yang dapat disebut Debitor dengan mereka yang mempunyai dana yang disebut Kreditor. Dengan perkataan lain, antara Debitor dan Kreditor terjadi perjanjian utang piutang atau perjanjian pinjam meminjam uang.

Salah satu kewajiban Debitor adalah mengembalikan utangnya sebagai suatu prestasi yang harus dilakukan. Apabila kewajiban mengembalikan utang tersebut berjalan lancar sesuai dengan perjanjian tentu tidak merupakan masalah. Adapun pengertian utang menurut Pasal 1 ayat (6) UUK dan PKPU adalah: “Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang Asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor”. Dengan demikian dalam UUK dan PKPU Pasal 1 ayat (6) ini telah diberikan definisi yang tegas terhadap pengertian utang, yaitu ”kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata Asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang- undang dan wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor. Dalam pencocokan piutang, piutang akan dimasukkan dalam 3 daftar piutang: (pasal 126 uukpkpu)

1. Daftar Piutang Yang Diakui;

2. Daftar Piutang Yang Diakui Sementara;

3. Daftar Piutang Yang Dibantah.

Begitu pula dalam Kreditor dalam pencocokan piutang, akan digolongkan menjadi jenis- jenis Kreditor:

1. Kreditor yang diakui yang kemudian akan dimasukkan kedalam Daftar Piutang yang Diakui;

2. Kreditor yang diakui sementara yang kemudian akan dimasukkan kedalam Daftar Piutang Yang Diakui Sementara;

3. Kreditor yang dibantah yang kemudian akan dimasukkan kedalam Daftar Piutang Yang Dibantah.

Dalam UUK dan PKPU mengenai suatu piutang secara tegas menyatakan bahwa

(5)

pada Pasal 135 menyebutkan “Suatu piutang dengan syarat batal wajib dicocokkan untuk seluruh jumlahnya dengan tidak mengurangi akibat syarat batal apabila syarat tersebut terpenuhi Kemudian 124Pasal 136 ayat (1) Piutang dengan syarat tunda dapat dicocokkan untuk nilainya pada saat putusan pernyataan Pailit diucapkan, dan ayat (2) Dalam hal Kurator dan Kreditor tidak ada kata sepakat mengenai cara pencocokan, piutang wajib diterima dengan syarat untuk seluruh jumlahnya. Akibat dari dijatuhkannya pailit adalah:

a. Debitor kehilangan segala haknya untuk menguasai dan mengurus atas harta kekayaan harta bendanya ( asetnya ), baik menjual, menggadai, dan lain sebagainya serta segala sesuatu yang diperoleh selama Kepailitan sejak tanggal putusan pernyataan Pailit diucapkan;

b. Utang-utang baru tidak lagi dijamin oleh kekayaannya; Untuk melindungi kepentingan Kreditor, selama putusan atas permohonan pernyataan Pailit belum diucapkan, Kreditor dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk

125(Abdul R. Saliman, 2014):

1) Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan Debitor.

2) Menunjuk Kurator sementara untuk mengawasi pengelolaan usaha Debitor, menerima pembayaran kepada Kreditor, pengalihan atau penggunaan kekayaan Debitor (Pasal 10 UUK dan PKPU).

c. Harus diumumkan dua kali surat kabar (Pasal 15 ayat (4) UUK dan PKPU).

Pengurusan harta Pailit dilakukan oleh Kurator yang ditetapkan dalam putusan pernyataan Pailit tersebut.

Pelaksanaan pengurusan harta Pailit oleh Kurator bersifat seketika, berlaku saat itu juga terhitung sejak putusan Pailit diucapkan. Putusan pernyataan Pailit mengakibatkan harta kekayaan Debitor dimasukkan dalam harta Pailit sejak putusan tersebut dikeluarkan. Undang undang Kepailitan tidak memberi ketentuan yang eksplisit mengenai berubahnya status harta Debitor menjadi harta Pailit setelah adanya putusan pernyataan Pailit. Hal itu hanya tersirat dari ketentuan-ketentuan dalam UUK dan PKPU.

Istilah harta Pailit dipakai dalam berbagai Pasal UUK dan PKPU. Kepailitan meliputi seluruh kekayaan Debitor pada saat putusan pernyataan Pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama Kepailitan (Pasal 21 UUK dan PKPU). Ada dua macam harta Debitor yang tidak termasuk harta Pailit. Harta tersebut adalah harta Debitor yang dimaksudkan dalam Pasal 21 UUK dan PKPU dan harta bukan milik Debitor.

Perlindungan Hukum Bagi Para Kreditor Yang Mempunyai Hak Tanggungannya dan tidak mendaftarkan piutangnya sampai dengan batas akhir pendaftaran tagihan.

Kreditor Separatis yaitu kreditor pemegang jaminan kebendaan berdasarkan pasal 1134 ayat (2) KUHPerdata yaitu Gadai dan Hipotek. Selain itu kreditor separatis juga pemegang jaminan-jamainan kebendaan yang diatur dalam UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan , UU no.42 Tahun 1999 tantang Jaminan Fidusia, dan juga pemegang hak dalam UU no.9 Tahun 2011 tentang Sistem Resi Gudang, karena kedudukan kreditor tersebut memang dipisahkan dari kreditor lainnya, dalam arti dia dapat menjual sendiri

124 Mulyadi, K. (2001). Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Bandung: Alumni.

125Abdul. R. Saliman, 2014, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Jakarta, Pranadamedia Group.

(6)

dan mengambil sendiri hasil Kewajiban hukum tersebut berupa pembayaran atas utangnya dalam ranah kepailitan yang kemudian secara administratif dilakukan oleh kurator. Pemenuhan kewajiban debitor atas utangnya melalui kurator dalam kepailitan tidak hanya memberikan solusi pada siapa yang bertanggung jawab atas kewajiban utang tetapi juga memberikan kepastian hukum jaminan yang bersinggungan dengan kepailitan yang membebankan pada kurator sebagai pihak yang membereskan harta kekayaan debitor. 126Perlindungan bagi krediotr pemegang hak tanggungan atas tidak mendaftarnya sebagai kreditor dengan memaksimalkan proses lelang di muka umum sesuai waktu yang ditentukan. Ketentuan Pasal 59 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU

127secara jelas memberikan celah hukum bagi kreditor pemegang hak tanggungan untuk menjalankan parate eksekusi atas objek jaminan debitornya secara maksimal dalam waktu 60 hari pasca debitor dinyatakan dalam keadaan insolvensi. Memaksimalkan penjualan melalui pelelangan salah satu alternatif bagi pemegang hak tanggungan melalui mekanisme eksekusi atas hak kebendaan milik debitor guna memenuhi utangnya.

128Pentingnya upaya pemegang hak tanggungan dalam pemanfaatan waktu maupun pengumunan yang baik sehingga memunculkan pembeli dengan harga yang pantas.

Parate eksekusi yang dilakukan oleh pemegang hak tanggungan merupakan bagian penyelesaian dalam hukum jaminan yang memegang peranan penting dan memberikan kewenangan secara penuh kepada pemegang hak tanggungan tanpa dibatasi oleh ketentuan hukum lain maupun kewenangan kurator. 129Peranan kurator dalam tahapan ini dengan memberikan ruang bagi pemegang hak tanggungan untuk mendaftarkan sebagai kreditor dalam kepailitan apabila pendaftaran tahap kedua dalam perkara pailit tidak di buka oleh kurator. Perlindungan dalam tahapan ini menjadikan bank tetap mendapatkan hak, baik dari tagihan yang didaftarkan maupun dari objek jaminan yang dikuasai oleh kurator. Peran kurator dalam proses kepailitan sebagai pengurusan dan/atau pemberesan terhadap harta pailit milik debitor adalah sebuah amanat dari Undang-Undang dan merupakan sebuah jalan keluar dari permasalahan hukum, khususnya utang-piutang antara debitor pailit dan para kreditor. Proses yang dilakukan oleh kurator dapat dengan mudah diketahui oleh pihak-pihak yang berkepentingan, sehingga dapat meminimalisir proses pelanggaran hukum atau mal administrasi dalam menyelesaikan sebuah perkara kepailitan yang menyangkut harta kekayaan debitor pailit.

Pemegang hak tanggungan yang tidak mendaftar sebagai kreditor, terlepas atau tertundanya kewajiban debitor untuk membayar utangnya pada pemegang hak tanggungan menjadikan kerugian secara perbankan dan pemegang hak tanggungan harus menutup kerugian melalui eksekusi objek jaminan yang dikuasai. Hal tersebut menjadi persoalan yang menarik mengenai proses eksekusi yang dibatasi oleh waktu sehingga mendapatkan pembeli dengan harga tertinggi dan menguntungkan bagi pemegang hak tanggungan maupun debitor. Prinsip parate eksekusi yang melekat pada pemegang hak tanggungan tidak hapus dengan dinyatakan pailitnya debitor. Termasuk di dalamnya

126 Sularto, “Perlindungan Hukum Kreditor Separatis Dalam Kepailitan”, Mimbar Hukum UGM, Volume 22, Nomor 2, Juni 2012.

127 Pasal 59 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU

128 Yane Pakel, “Kedudukan Bank Sebagai Kreditor Separatis Dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit”, Al Amwal: Journal of Economic Law, Volume 3, Nomor 1, Maret 2018.

129 Imran Nating, 1975-. Peranan dan tanggung jawab kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit / Imran Nating. Jakarta :: Raja Grafindo Persada,, 2005..

(7)

kondisi pemegang hak tanggungan yang tidak mendaftar sebagai kreditor di dalam kepailitan. Kondisi tersebut mendudukkan pemegang hak tanggungan mempunyai hak kebendaan terhadap objek jaminannya yang telah melewati waktu 60 hari yang diberikan dalam kepailitan menjadi kehilangan kekuasaan eksekusi sendiri pada objek jaminan.

Kekuasaan terhadap kebendaan yang seharusnya melekat pada pemegang hak tanggungan sesuai dengan prinsip-prinsip hak tanggungan menjadi tidak mutlak dan tidak dapat diterapkan. Hal tersebut terjadi dalam kondisi pemegang hak tanggungan yang tidak mendaftar sebagai kreditor dalam kepailitan yang telah melewati waktu 60 hari untuk mengeksekusi sendiri objek jaminan sesuai ketentuan 130Pasal 59 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU. Keadaan tersebut mendudukkan pemegang hak tanggungan kehilangan parate eksekusi terhadap objek jaminan.

Walaupun demikian tidak kehilangan sebagai kreditor yang memiliki hak atas objek jaminan, namun hak tersebut tidak menjadi mutlak sebagaimana ketentuan dalam prinsip-prinsip hak tanggungan. Hak tersebut juga menimbulkan konsekuensi menyerahkan kekuasaannya berikut objek jaminannya kepada kurator. Kewenangan parate eksekusi objek jaminan yang beralih pada kurator menjadikan ketentuan hukum jaminan beralih pada mekanisme kepailitan yang ditentukan oleh kurator, khususnya penentuan harga maupun penjualan objek jaminan melalui pelelangan di muka umum maupun di bawah tangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

131Berpindahnya objek jaminan kepada kurator ditinjau dari hukum jaminan hal tersebut tidak sesuai dengan Parate eksekusi dalam Hak Tanggungan. Ketentuan kepailitan pasca eksekusi sendiri selama 60 hari habis melemahkan pemegang hak tanggungan secara peraturan perundang-undangan. Selain itu juga kerugian materiil berkaitan dengan piutang yang tidak dibayar debitor juga kemungkinan harga yang tidak maksimal dalam penjualan objek jaminan oleh kurator. Akan tetapi penyimpangan terhadap prinsip-prinsip hukum jaminan, khususnya hak tanggungan tersebut di atas dapat dibenarkan dengan adanya putusan pengadilan yang dalam hal ini adalah putusan pernyataan pailit, Asas pari pasu pro rata parte. 132 Pasal 1131 KUH Perdata menyatakan bahwa “ Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru aka nada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan.”

Akibat lain dari konsekuensi harga penjualan sepenuhnya menjadi kewenangan kurator, sehingga kepentingan bank berkaitan dengan masalah pemenuhan utang piutang dalam perjanjian kredit dengan debitor tidak menjadi ukuran dalam penjualan objek jaminan oleh kurator. Apabila dihubungkan dengan Pasal 59 ayat (1) dan (2) UU Kepailitan dan PKPU yang memberikan kewenangan pada kurator untuk melakukan penjualan lelang di muka umum dan di bawah tangan, sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi bank pemegang hak tanggungan. Bank juga cenderung tidak akan mendapatkan pembayaran secara maksimal dari harta kekayaan debitor pailit baik berupa objek jaminan maupun mekanisme yang diatur dalam Pasal 60 ayat (3) UU Kepailitan dan PKPU. Memaksimalkan penjualan melalui pelelangan salah satu alternatif bagi pemegang hak tanggungan melalui mekanisme eksekusi atas hak kebendaan milik debitor guna memenuhi utangnya. Pentingnya upaya pemegang hak tanggungan dalam

130 Pasal 59 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU

131 Peranan dan Tanggug Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

132 Sri Rejeki. 2000. Hukum Perdata Sebagai Dasar Hukum Kepailitan Modern, Jakarta

(8)

pemanfaatan waktu maupun pengumunan yang baik sehingga memunculkan pembeli dengan harga yang pantas. Parate eksekusi yang dilakukan oleh pemegang hak tanggungan merupakan bagian penyelesaian dalam hukum jaminan yang memegang peranan penting dan memberikan kewenangan secara penuh kepada pemegang hak tanggungan tanpa dibatasi oleh ketentuan hukum lain maupun kewenangan kurator.

Kreditor dapat menuntut pembatalan suatu perdamaian yang telah disahkan apabila Debitor lalai memenuhi isi perdamaian (Pasal 170 ayat (1) UUK dan PKPU).

Dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“PKPU”), Debitur wajib mengajukan rencana perdamaian kepada para Krediturnya untuk kemudian dilakukan pemungutan suara terhadap rencana perdamaian sesuai dengan ketentuan 133Pasal 281 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU KPKPU”). 134Perdamaian menjadi sah dan mengikat setelah disahkan oleh Pengadilan[1] dan terhadap pengesahan tersebut tidak diajukan kasasi atau diajukan kasasi namun ditolak.[2]

Setelah perdamaian disahkan dan telah berkekuatan hukum tetap, maka Debitur wajib melaksanakan isi perdamaian tersebut. Jika kemudian ternyata Debitur tidak melaksanakan isi perdamaian atau melaksanakan namun tidak sesuai dengan isi perdamaian (Debitur hanya melaksanakan pembayaran kepada beberapa kreditur saja) atau dengan kata lain Debitur lalai, maka sekaligus menjawab pertanyaan pertama, kreditur yang tidak menerima pembayaran sesuai dengan jadwal pembayaran dalam perdamaian tersebut dapat mengajukan upaya hukum pembatalan perdamaian, hal ini diatur dalam Pasal 291 jo. Pasal 170 dan Pasal 171 UU KPKPU. Pasal 170 ayat (1) dan (2) UU KPKPU

Kreditor dapat menuntut pembatalan suatu perdamaian yang telah disahkan apabila Debitor lalai memenuhi isi perdamaian tersebut. Debitor wajib membuktikan bahwa perdamaian telah dipenuhi. Dalam hal diajukan pembatalan perdamaian, Pengadilan Niaga kemudian memberikan kelonggaran kepada Debitur untuk memenuhi kewajibannya paling lama 30 hari setelah putusan pemberian kelonggaran itu diucapkan.

KESIMPULAN

Putusan pernyataan Pailit mengakibatkan harta kekayaan Debitor dimasukkan dalam harta Pailit sejak putusan tersebut dikeluarkan. Undang undang Kepailitan tidak memberi ketentuan yang eksplisit mengenai berubahnya status harta Debitor menjadi harta Pailit setelah adanya putusan pernyataan Pailit. Hal itu hanya tersirat dari ketentuan-ketentuan dalam UUK dan PKPU. Kepailitan meliputi seluruh kekayaan Debitor pada saat putusan pernyataan Pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama Kepailitan (Pasal 21 UUK dan PKPU). harta Debitor yang tidak termasuk harta Pailit. Harta tersebut adalah harta Debitor yang dimaksudkan dalam Pasal 21 UUK dan PKPU dan harta bukan milik Debitor. Perlindungan hukum bagi Kreditor terhadap pelunasan dari harta pailit dalam putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Jakarta Pusat nomor 39/Pdt.Sus-

133 Pasal 281 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU KPKPU”).

134 https://www.hukumonline.com/klinik/a/akibat-hukum-jika-debitur-lalai-memenuhi-isi-perdamaian- pkpu

(9)

Pailit/2021/PN Niaga Jkt.Pst.yang mana dalam hal ini dimana semua harta kekayaan debitor pailit diatur oleh Kurator untuk mengurus dan membereskan semua harta pailit.

Yang didalam UUK dan PKPU juga menjamin hak-hak kreditor dalam kepailitan terutama hak-hak kreditor preferen yang mempunyai kedudukan istimewa dengan upaya perdamaian serta pemberian penundaan kewajiban pembayaran utang si debitor pailit kepada kreditornya yang diatur dalam Pasal 222 UUK dan PKPU.

135Perlindungan hukum bagi bank pemegang hak tanggungan yang tidak mendaftarkan sebagai kreditor sebagaimana Pasal 59 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU memaksimalkan upaya parate eksekusi objek jaminan debitor dalam jangka waktu 60 hari pasca insolvensi sesuai dengan waktu yang diberikan kepailitan sehingga pemegang hak tanggungan dapat pelunasan atas utang debitor melalui penjualan objek jaminan debitor. Upaya lain perlindungan bagi pemegang hak tanggungan berupa melakukan pendaftaran dan mengajukan tagihan pada pendaftaran kreditor selanjutnya kepada kurator. Di dalam proses pengurusan dan pemberesan harta pailit, khususnya pihak kurator yang ditunjuk sebagai pihak yang memiliki kewenangan atas hak-hak di atas memiliki timeframe dalam melikuidasi aset-aset perusahaan yang pailit tersebut, termasuk diataranya adalah menentukan boedol pailit berdasarkan list yang telah ditentukan sebelumnya. Oleh karena itu kepastian tentang mana saja yang merupakan aset perusahaan merupakan hal yang harus secara cepat dan saksama ditentukan oleh kurator, sehingga apabila sampai ada kreditor yang belum mendaftarkan piutangnya atau mengajukan tagihan hal tersebut tidak hanya merugikan kreditor itu sendiri tetapi juga merugikan kurator secara umum dikarenakan adanya batas waktu yang kurator harus perhatikan dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit tersebut. Peran kurator membuka pendaftaran kreditor tahap kedua setelah pasca pemberesan sangat penting dalam mengakomodasi kepentingan pemegang hak tanggungan untuk mendaftar sebagai kreditor. Hal tersebut dimaksud untuk menekan aspek kerugian bagi pemegang hak tanggungan melalui pembayaran utang yang dilakukan kurator. Selain itu juga dapat meminimalisir pemegang hak tanggungan khususnya bank untuk melakukan hal-hal yang bersifat mal administratif, sehingga pada tahap inilah yang harus dimaksimalkan oleh para kreditur untuk mengajukan tagihanya.

Pembatalan perjanjian perdamaian yang disahkan dalam penundaan kewajiban pembayaran utang, yaitu pembatalan suatu perdamaian yang telah disahkan, oleh PKPU dapat dituntut oleh tiap-tiap kreditur, jika terbukti perdamaian lalai memenuhi isi perdamaian tersebut. Dalam sidang yang memeriksa pembatalan perdamaian itu, si perdamaian (pailit) juga diberikan hak melakukan pembuktian, bahwa ia benar-benar telah memenuhi kewajiban atau sebaliknya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul. R. Saliman, 2014, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Jakarta, Pranadamedia Group.

Agustina, S. (2015). Implementasi Asas Lex Specialis Derogat Lex Generali Dalam Sistem

135Sutan Remy Sjahdeini, 1938-. Sejarah, asas, dan teori hukum kepailitan : memahami undang- undang no. 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran / Sutan Remy Sjahdeini. Jakarta :: Kecana,, 2016.

(10)

Peradilan Pidana. Masalah Masalah Hukum, 44(4).

Dr. Herri Swantoro,S.H.,M.H., Hukum Perseroan Terbatas Dan Ancaman Pailit, Jakarta : 2015

https://www.hukumonline.com/klinik/a/akibat-hukum-jika-debitur-lalai-memenuhi- isi-perdamaian-pkpu

Imran Nating, 1975-. Peranan dan tanggung jawab kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit / Imran Nating. Jakarta :: Raja Grafindo Persada,, 2005..Sri Rejeki. 2000. Hukum Perdata Sebagai Dasar Hukum Kepailitan Modern, Jakarta Khairandy, 2002, Perlindungan Dalam Undang-Undang Kepailitan, Jurnal Hukum

Bisnis,Jakarta.

M. Hadi Subhan, Hukum Kepailitan, Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, (Jakarta : Kencana, 2008).

Mulyadi, K. (2001). Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Bandung: Alumni.

Pasal 59 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU

Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 39/Pdt.Sus- Pailit/2021/PN Niaga Jkt.Pst

Pasal 69 UUK dan PKPU

Pasal 59 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU

Pasal 281 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU KPKPU”).

Sularto, “Perlindungan Hukum Kreditor Separatis Dalam Kepailitan”, Mimbar Hukum UGM, Volume 22, Nomor 2, Juni 2012.

Sutan Remy Sjahdeini, 1938-. Sejarah, asas, dan teori hukum kepailitan : memahami undang-undang no. 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran / Sutan Remy Sjahdeini. Jakarta :: Kecana,, 2016.

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK dan PKPU)

Yane Pakel, “Kedudukan Bank Sebagai Kreditor Separatis Dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit”, Al Amwal: Journal of Economic Law, Volume 3, Nomor 1, Maret 2018.

Referensi

Dokumen terkait

Oleh itu, kajian ini dijalankan bertujuan untuk melihat elemen-elemen pengajaran guru berdasarkan Modul Pentaksiran Berasaskan Sekolah(MPBS) dalam sesi amali di

Jumlah kasus yang ada pada saat dilakukan penelitian adalah sebanyak 30 kasus dengan kriteria santri Pondok Pesantren X yang mengalami gejala klinis khas Hepatitis A berdasarkan

Sikap Tanggung jawab, peduli sesama, dan menghargai orang lain yang terdapat dalam kumpulan cerpen Guruku Superhero merupakan contoh dari nilai moral hubungan manusia

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh praktik income smoothing terhadap return saham dan risiko pasar saham pada perusahaan-perusahaan

Etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, dan rasa bangga menjadi guru 3. Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa keseimbangan energi dan protein (konsumsi energi, konsumsi protein, energi tercerna, protein tercerna,

Em… Siar pun apa dia, Siar ini yang musuh ah… kepada Lochen yang waktu dia orang berperang dulu pun tahu jugalah akan kehadiran, akan kehadiran Rentap ah…

lembaga pendidikan yang belum memberikan jaminan secara maksimal terhadap. pelayanan yang mereka berikan kepada