• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODUL CARA PENCEGAHAN, PENULARAN, DETEKSI & PENANGGULANGAN PENYAKIT HIV-AIDS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MODUL CARA PENCEGAHAN, PENULARAN, DETEKSI & PENANGGULANGAN PENYAKIT HIV-AIDS"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL

CARA PENCEGAHAN, PENULARAN, DETEKSI & PENANGGULANGAN

PENYAKIT HIV-AIDS

Disusun Oleh : Tati Ruhmawati

Irmawartini Mimin Karmin

DIPERUNTUKAN DALAM KEGIATAN PELATIHAN JURU SAWER

RISET INTERVENSI KESEHATAN (RIK)

2016

(2)

Kata Pengantar

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah SWT yang menguasai alam semesta, shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah atas uswah kita Rasulullah SAW, beserta keluarganya, para sahabat, serta orang-orang yang senantiasa istiqomah di dalamnya. Amin

Tujuan pembuatan modul ini terutama sebagai acuan pelatihan juru sawer dalam kegiatan Riset Intervensi Kesehatan yang berjudul

“Pemanfaatan Media Adat Sawer sebagai Upaya Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Laki-laki dan Perempuan tentang Penyakit HIV-AIDS di Kecamatan Kalijati Kabupaten Subang Jawa Barat.

Penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan modul ini, sehingga penulisan modul ini dapat terselesaikan. Akhir kata, penulis menerima dengan senang hati segala masukan untuk perbaikan modul ini.

Bandung, November 2016 Penulis,

Tati Ruhmawati Irmawartini Mimin Karmini

(3)

Daftar Isi

Halaman

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

I. Latar Belakang 1

II. Tujuan Pembelajaran 22

III. Pokok Bahasan 23

IV. Bahan Belajar 23

V. Metode Pembelajaran 24

VI. Langkah-langkah Pembelajaran 24

VII. Uraian Materi 26

VIII. Penggunaan Adat Sawer untuk Mencegah Penyakit HIV-AIDS 43

IX. Naskah Sawer Hasil Pelatihan 44

X. Referensi 46

(4)

MODUL

CARA PENCEGAHAN, PENULARAN, DETEKSI, DAN PENANGGULANGAN

PENYAKIT HIV-AIDS I. Latar Belakang

Sebagai anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (United Nations), Indonesia adalah salah satu dari 192 negara yang bersepakat untuk bersama-sama berusaha mencapai 8 (delapan) goal atau obyektif pada tahun 2015 yang dikenal sebagai Millennium Development Goals (MDGs).

Tujuan keenam dari MDGs adalah menangani berbagai penyakit menular paling berbahaya. Pada urutan teratas adalah Human Immuno Deficiency Virus (HIV). HIV adalah virus penyebab Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) (Stalker, 2008).

Di seluruh dunia pada tahun 2013 ada 35 juta orang hidup dengan HIV yang meliputi 16 juta perempuan dan 3,2 juta anak berusia kurang dari

(5)

15 tahun. Jumlah infeksi baru HIV pada tahun 2013 sebesar 2,1 juta yang terdiri dari 1,9 juta dewasa dan 240.000 anak berusia kurang dari 15 tahun.

Jumlah kematian akibat AIDS sebanyak 1,5 juta yang terdiri dari 1,3 juta dewasa dan 190.000 anak berusia kurang dari 15 tahun. Di Indonesia kasus HIV/AIDS pertama kali ditemukan di Bali pada tahun 1987. Sejak tahun 1987 sampai tahun 2014 jumlah komulatif HIV sebanyak 150.296 orang dan jumlah kumulatih AIDS adalah 55.799 orang (Kemkes RI. Infodatin,2014). Dari banyaknya Orang yang terkena HIV-AIDS di Indonesia, ibu rumah tangga menempati tempat teratas.

Jumlahnya mencapai 6539 di tahun 2014. Data ini dikumpulkan oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) di tahun 2007-2014.

Jumlah ibu rumah tangga yang terpapar HIV-AIDS ini jauh lebih tinggi dibandingkan jumlah sopir truk, pekerja seks komersial maupun sektor pekerja.Tingginya angka paparan terhadap ibu rumah tangga ini mengindikasikan banyaknya

(6)

pasangan laki-laki yang kemudian menjadi penular HIV-AIDS (Anto, 2015).

Kejadian kasus HIV-AIDS di Indonesia berdasarkan kelompok umur memiliki pola yang jelas. Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan sejak tahun 1987 sampai September 2014 terbanyak pada kelompok usia 20-29 tahun, diikuti kelompok usia 30-39 tahun, dan 40-49 tahun. Kasus HIV-AIDS yang dilaporkan sejak tahun 1987 sampai September 2014 terbanyak di Provinsi Papua, diikuti Jawa Timur, DKI Jakarta, Bali, Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, dan Sumatera Utara (Kemkes RI. Infodatin,2014). Jumlah kejadian HIV-AIDS di Jawa Barat pada September 2014 adalah HIV = 13,507 kasus dan AIDS = 4,191 kasus (Ditjen PP

& PL Kemenkes RI, 2014).

HIV-AIDS adalah penyakit menular berbahaya. Menurut Depkes tahun 2009, penularan HIV-AIDS dapat melalui penggunaan jarum suntik yang tidak steril, hubungan seks yang tidak aman, ibu yang HIV positif kepada bayinya dan transfusi

(7)

darah. Perilaku seks tidak aman antara lain melakukan hubungan seks berganti-ganti pasangan.

Adanya perilaku seks tidak aman berkaitan dengan adanya faktor pembentuk perilaku tersebut.

Teori Green (1981) menyatakan bahwa perilaku terbentuk karena adanya faktor predisposisi (predisposing factor), faktor pemungkin (enabling factor) dan faktor penguat (reinforcing factor).

Faktor predisposisi mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya. Faktor pemungkin mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat seperti, puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan. Faktor penguat meliputi faktor sikap dan

(8)

perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama dan para petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang- undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.

Faktor predisposisi yang berkaitan dengan kejadian HIV-AIDS antara lain adalah pengetahuan dan sikap. Sesuai dengan teori adaptasi, pengetahuan yang baik setidaknya akan mendorong seseorang untuk bersikap dan berperilaku baik (Widodo, dkk, 2005). Penelitian Sudikno, dkk, 2010 berdasarkan analisis data Riskesdas 2010 menemukan bahwa hanya 0,3%

remaja yang mampu menjawab dengan benar pertanyaan berkaitan dengan HIV-AIDS. Juga ditemukan bahwa pengetahuan remaja tentang HIV-AIDS lebih baik di daerah perkotaan di banding daerah pedesaan. Penelitian Putri, 2012 menemukan bahwa edukasi menjadi sangat penting sebagai salah satu upaya dalam pencegahan penularan HIV-AIDS. Penelitian Smith, 2013 berkaitan dengan pengetahuan

(9)

HIV-AIDS migran Afrika Barat di Kota NewYork menemukan bahwa adanya responden yang melakukan seks berisiko. Dari 97% yang mempunyai aktivitas seks aktif sebanyak 44%

melakukan seks oral dan dari yang melakukan hubungan seks vagina sebanyak 44% tidak pernah menggunakan kondom. Dari 50 responden sebanyak 49% mempunyai pengetahuan buruk tentang HIV-AIDS. Penelitian Kuznetsov, 2012 menemukan hubungan yang signifikan (p=0,01) antara pengetahuan dan kejadian infeksi HIV dan perilaku pencegahan. Penelitian Yoo, dkk tahun 2005 juga menemukan hubungan pengetahuan dengan perilaku berisiko HIV-AIDS (p<0,05).

Penelitian Oktarina tahun 2009 menemukan bahwa pengetahuan tentang HIV-AIDS berhubungan signifikan dengan sikap tentang HIV-AIDS (p= 0.000). Sedangkan faktor-faktor yang berhubungan signifikan dengan HIV-AIDS adalah jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan wilayah tempat tinggal.

(10)

Karakteristik penduduk juga mempengaruhi kejadian HIV-AIDS. Penelitian Letamo, 2003 menemukan bahwa umur, pendidikan dan tempat tinggal berhubungan dengan kejadian HIV-AIDS.

Umur yang berisiko HIV-AIDS adalah ,24 tahun, pendidikan yang berisiko adalah responden dengan pendidikan rendah. Responden yang berisiko dengan HIV-AIDS adalah responden yang tinggal di daerah pedesaan. Penelitian Suryoputro, dkk 2006 pada remaja di Jawa Tengah menemukan bahwa pengetahuan kesehatan reproduksi, penyakit menular seksual (PMS) dan HIV-AIDS serta sikap remaja tentang layanan kesehatan seksual dan reproduksi berhubungan signifikan dengan perilaku seksual remaja. Remaja dengan sikap dan pengetahuan rendah cenderung berperilaku seksual tidak baik. Perilaku seksual yang tidak baik merupakan faktor risiko untuk tertular penyakit HIV-AIDS.

Berdasarkan data Infodatin Depkes, 2014.

Jawa Barat berada pada peringkat ke 4 propinsi dengan jumlah kasus HIV-AIDS terbanyak. Wilayah

(11)

pantai utara (pantura) Jawa Barat merupakan daerah dengan jumlah kasus HIV-AIDS tertinggi di Jawa Barat yaitu 30,0% dari seluruh kasus HIV-AIDS Jawa Barat). Wilayah pantura Jawa Barat meliputi Cirebon, Indramayu, Subang, Karawang, dan Bekasi. Mobilitas penduduk dan jalur transportasi yang padat turut berpengaruh pada pesatnya perkembangan dan tingginya risiko penularan HIV-AIDS di wilayah pantura.

Kecenderungan penularan dan penyebaran HIV-AIDS banyak dipicu oleh perilaku seks yang tidak aman. Penularan penyakit HIV-AIDS melalui penjaja seks komersial masih menyumbangkan angka cukup tinggi setelah pecandu narkotika jenis jarum suntik. Wilayah pantura menjadi rentan karena perilaku seks tidak aman tidak jarang dipraktikkan oleh orang yang mobilitasnya tinggi (Kemkes RI. Infodatin,2014)

Berdasarkan data laporan triwulan surveilans HIV-AIDS Dinkes Jawa Barat, pada periode Oktober-Desember 2015 terdapat 57 kasus baru (insiden) HIV-AIDS. Satu-satunya wilayah

(12)

Pantura yang dilaporkan terdapat kasus baru adanya kasus baru HIV-AIDS yang dilaporkan adalah Kabupaten Subang sebanyak 19 kasus (33,33%), dengan satu kasus meninggal dunia.

Berdasarkan karakteristik, penderita laki-laki berimbang dengan jumlah penderita perempuan, dimana penderita HIV-AIDS laki-laki sebanyk 50,88% dan penderita HIV-AIDS perempuan sebanyak 49,12%. Berdasarkan jenis pekerjaan ibu rumah tangga menempati urutan kedua setelah wiraswasta yaitu sebanyak 19,3%. Faktor risiko tertinggi adalah pada kelompokm heteroseksual yaitu 59,65%. Kelompok umuir yang berisiko masih pada kelompok umur 20 -39 tahun yaitu 82,46%

(Dinkes Jawa Barat, 2015)

Kejadian HIV-AIDS di Kabupaten Subang setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun pada tahun 2012 tercatat 101 orang, tahun 2013 sebanyak 116 orang, dan tahun 2014 sudah mencapai 893 temuan HIV-AIDS di Kabupaten Subang juga menempati posisi ke enam terbanyak dari 26 Kabupaten/Kota se-Jawa Barat orang.

(13)

Secara teori jika ditemukan satu kasus HIV-AIDS maka minimal ada sebanyak 99 kasus yang ada di masyarakat tapi belum ditemukan/belum dilaporkan. (Dinkes Subang, 2015).

Melihat tingginya kasus HIV-AIDS dan kecendrungan peningkatan kasus dari tahun ke tahun, maka perlu dilakukan berbagai upaya untuk mencegahnya. Upaya dasar yang dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan pengetahuan serta sikap masyarakat berkaitan dengan HIV-AIDS. Peningkatan pengetahuan dan perbaikan sikap masyarakat harus dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan. Pada dasarnya peningkatan pengetahuan dan sikap harus dilakukan dengan cara terus menerus melakukan pendidikan kesehatan kepada masyarakat terutama pendidikan kesehatan yang berkaitan dengan HIV-AIDS. Perlu dipikirkan metode sosialisasi yang efektif dengan memberdayakan potensi-potensi yang ada di masyarakat termasuk budaya.

(14)

Berdasarkan Permenkes RI no 21 Tahun 2013 pelayanan promotif, preventif, diagnosis, kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan, angka kematian, membatasi penularan serta penyebaran penyakit agar wabah tidak meluas ke daerah lain serta mengurangi dampak negatif yang ditimbulkannya.

Dalam Penanggulangan HIV dan AIDS harus menerapkan prinsip-prinsip yaitu memperhatikan nilai-nilai agama, budaya, dan norma kemasyarakatan, menghormati harkat dan martabat manusia serta memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender. Kegiatan diarahkan untuk mempertahankan dan memperkokoh ketahanan dan kesejahteraan keluarga, kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota. Dilakukan secara sistimatis dan terpadu, mulai dari peningkatan perilaku hidup sehat, pencegahan penyakit, pengobatan, perawatan dan dukungan bagi yang terinfeksi HIV (ODHA) serta orang-orang terdampak HIV dan AIDS. Kegiatan dilakukan oleh

(15)

masyarakat dan Pemerintah berdasarkan kemitraan, melibatkan peran aktif populasi kunci dan ODHA serta orang-orang yang terdampak HIV dan AIDS; dan memberikan dukungan kepada ODHA dan orang-orang yang terdampak HIV dan AIDS agar dapat mempertahankan kehidupan sosial ekonomi yang layak dan produktif (Permenkes RI no 21 Tahun 2013).

Strategi pembangunan kesehatan seperti tertuang dalam RPJPN Bidang Kesehatan tahun 2005-2025 antara lain menyebutkan tentang pemberdayaan masyarakat. Peran masyarakat dalam pembangunan kesehatan semakin penting.

Masalah kesehatan perlu diatasi oleh masyarakat sendiri dan pemerintah. Keberhasilan pembangunan kesehatan, penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan harus berangkat dari masalah dan potensi spesifik daerah termasuk di dalamnya sosial dan budaya setempat. Sistem Kesehatan Nasional menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat bertujuan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk

(16)

berperilaku sehat, mampu mengatasi masalah kesehatan secara mandiri, berperan aktif dalam setiap pembangunan kesehatan, serta dapat menjadi penggerak dalam mewujudkan pembangunan berwawasan kesehatan.

(Kepmenkes RI No. 1383 tahun 2005)

Potensi yang dimiliki masyarakat perlu digerakkan. Potensi tersebut antara lain adalah pengetahuan tradisional yang berakar dari budaya lokal yang berkembang di masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat berbasis pada masyarakat dapat diartikan bahwa pembangunan kesehatan berbasis pada tata nilai perorangan, keluarga dan masyarakat sesuai dengan keragaman sosial budaya, kebutuhan permasalahan serta potensi masyarakat (modal sosial) (Depkes RI, 2009). Upaya pemberdayaan masyarakat, dapat dilakukan dengan memanfaatkan budaya budaya yang sudah ada di tengah masyarakat.

Suku dominan yang terdapat di Propinsi Jawa Barat adalah Suku Sunda. Sama dengan

(17)

suku-suku lain yang ada di Indonesia, masyarakat suku Sunda juga memilki budaya yang beraneka ragam. Salah satu budaya yang dapat dimanfaatkan untuk pemberdayaan masyarakat adalah budaya adat sawer pada upacara perkawinan.

Hampir semua sistem budaya, upacara atau adat perkawinan menjadi salah satu bagian tersendiri dan dalam banyak hal, memiliki fungsi identitas atas budaya yang diwakilinya. Upacara perkawinan dalam konteks budaya merupakan suatu tradisi yang bersifat ritualistik sebagaimana halnya aspek-aspek kehidupan lain dalam sistem kebudayaan tersebut. Prosesi yang dilakukan sebagai rangkaian upacara perkawinan tersebut biasanya menghadirkan sejumlah simbol-simbol budaya yang mewakili norma-norma budaya dan oleh karena itulah sering pula dikenal dengan perkawinan adat.

Prosesi perkawinan adat Sunda, terdapat berbagai rangkaian yang melibatkan banyak simbol baik berupa tindakan, maupun bahasa verbal

(18)

melalui kata-kata dalam bentuk syair atau tembang.

Salah satu bagian dari rangkaian prosesi perkawinan adat Sunda ini adalah “Sawer”. Dalam budaya Sunda, “Sawer” dalam prosesi perkawinan memiliki karakter yang khas yakni diiringi dengan tembang atau lagu berbahasa Sunda yang biasanya berisi nasihat-nasihat yang ditujukan khususnya kepada kedua mempelai dan umumnya kepada semua hadirin yang turut serta dalam prosesi perkawinan tersebut. Hal ini disebabkan oleh pandangan budaya Sunda yang menganggap bahwa sebuah pernikahan merupakan suatu ikatan suci yang harus dipelihara dengan sebaik- baiknya. Oleh karena itu, kedua mempelai harus melalui proses “sawer” sebagai sarana “pendidikan nilai” sebelum menjalankan kehidupan sebagai pasangan suami istri. Bahasa dalam tembang yang disenandungkan oleh juru sawer (orang yang memimpin ritual sawer) biasanya menggunakan petuah-petuah yang bernada simbolis. Selain kaya identitas Sunda, bait-bait dalam tembang sawer juga memiliki berbagai macam makna tersembunyi

(19)

yang jika diselami mengandung norma-norma dan nilai-nilai luhur bagi kehidupan manusia pada umumnya, tidak hanya bagi kedua mempelai.

Bahasa yang digunakan dalam tembang sawer pada umumnya bahasa yang lugas, magis, dan simbolis. Tingkat bahasa yang dipakai ialah bahasa halus dan sedang, serta berbentuk pupuh dan puisi bebas yang banyak menggunakan kata- kata pilihan. Isi teks tembang sawer umumnya mengenai nasihat, yang tersusun menjadi tiga bagian, yaitu pembukaan, inti, dan penutup. Pada bagian pembukaan, biasanya berisi permohonan maaf kepada Tuhan, Nabi, leluhur, dan hadirin, untuk melaksanakan sawer. Bagian inti berisikan nasihat-nasihat dan contoh-contoh kehidupan berumah tangga, dan bagian penutup berupa do’a bagi mempelai, keluarga dan hadirin agar mendapat keselamatan dan rahmat Tuhan.

Secara filosofi, makna yang terkandung dalam tembang sawer dapat dikategorikan pada tiga filosofi dalam kehidupan masyarakat Sunda, yaitu filosofi atau pandangan hidup tentang Tuhan,

(20)

filosofi atau pandangan hidup tentang manusia, filosofi atau pandangan hidup tentang alam yang secara keseluruhan saling melengkapi satu sama lain.

Dengan demikian, tembang sawer merupakan salah satu bentuk sembahan dari wujud kebudayaan masyarakat Sunda dengan keseluruhan filosofi hidupnya yang diwariskan secara turun temurun sehingga menjadi adat istiadat yang dalam beberapa hal dapat dianggap sakral.

Sawer pengantin merupakan bagian dari urutan adat istiadat perkawinan Suku Sunda. Isi atau makna dari “sawer” adalah nasihat, petuah, atau wasiat dari orang tuanya yang diwakilkan kepada juru sawer. Upacara sawer biasanya dilakukan setelah dilaksanakan akad nikah. Sawer dalam prosesi perkawinan memiliki karakter yang khas yaitu diiringi dengan tembang atau lagu berbahasa sunda yang biasanya berisi nasihat- nasihat yang ditujukan khususnya kepada kedua mempelai dan umumnya kepada semua hadirin

(21)

yang turut serta dalam acara perkawinan tersebut (Atmamihardja, dalam Pien Supinah, 2006).

Perkawinan dalam budaya sunda merupakan suatu ikatan suci dan harus dipelihara dengan sebaik-baiknya. Kedua mempelai harus melalui proses sawer sebagai sarana “pendidikan nilai” sebelum menjalankan kehidupan sebagai pasangan suami istri. Bahasa yang digunakan dalam tembang sawer merupakan wujud abstrak dari pandangan hidup atau filosofi masyarakat sunda dalam sistem budayanya. Terdapat tiga filosofi dalam budaya sawer ini yaitu filosofi atau pandangan hidup tentang Tuhan, filosofi tentang manusia, dan filosofi tentang alam yang secara keseluruhan saling melengkapi satu sama lain (Atmamihardja R., dalam Pien Supinah, 2006).

Mengingat pentingnya upacara sawer dalam budaya sunda, maka kegiatan ini bisa menjadi media penyuluhan untuk menyisipkan pesan-pesan kesehatan yang dikemas dalam bentuk nasihat atau petuah bagi pasangan pengantin dan tamu

(22)

undangan yang hadir pada acara perkawinan tersebut

Pada kegiatan adat sawer ini, yang memegang peranan penting adalah juru sawer.

Juru sawer ini merupakan bagian dari personil group kesenian pada acara pernikahan. Juru sawer merupakan orang yang sudah terlatih dalam menembangkan nasehat-nasehat dalam upacara adat sawer. Biasanya pada setiap desa terdapat juru sawer.

Berkaitan dengan masih lestarinya adat sawer pada suku Sunda, maka perlu dipikirkan upaya pemanfaatan adat sawer ini sebagai media peningkatan pengetahuan masyarakat tentang HIV-AIDS. Upaya ini dapat dilakukan dengan cara menyisipkan pesan-pesan kesehatan berkaitan HIV-AIDS sebagai bagian materi nasehat pada upacara adat sawer. Materi tentang HIV-AIDS dapat disisipkan pada nasehat bidang ketuhanan dan nasehat bidang kemanusiaan. Dengan melakukan pelatihan kepada juru sawer, maka sangat besar peluang upacara adat sawer dapat

(23)

dimanfaatkan sebagai media peningkatan pengetahuan.

Sekaitan dengan data sebelumnya, bahwa Subang salah satu wilayah endemis HIV-AIDS, maka sangat memungkinkan upacara adat sawer yang berisi pesan kesehatan tentang HIV-AIDS dapat diterapkan. Berdasarkan laporan surveylance Dinas Kesehatan Subang bahwa tahun 2015 kecamatan yang tertinggi ditemukan kejadian HIV-AIDS adalah Kecamatan Subang, Patok Beusi, Pamanukan, Pusaka Nagara, Purwodadi dan Kali Jati. Kecamatan Subang tidak termasuk wilayah Pantura. Dari kecamatan-kecamatan tersebut, suku sunda yang masih dominan dan adat sawer yang masih lestari adalah Kecamatan Kali Jati.

Sedangkan kecamatan Patok Beusi, Pamanukan, Pusaka Nagara dan Purwodadi sebagian besar merupakan masyarakat suku Jawa yang tidak menggunakan adat sawer dalam upacara perkawinan. Kecamatan Kali Jati terdiri dari 10 Desa. Pada setiap desa biasanya terdapat minimal satu juru sawer. Di Kecamatan Kali Jati tahun 2015

(24)

tercatat sebanyak 12 orang menderita HIV-AIDS.

Perlaksanaan adat Sawer pada kecamatan Kali Jati ini masih kental (Dinkes Subang, 2015)

Pada suku Sunda biasanya waktu pernikahan dapat dilaksanakan pada setiap bulan kecuali Bulan Safar. Bulan Safar pada tahun 2016 akan jatuh pada Bulan Desember 2016. Khusus untuk masyarakat Subang, pernikahan biasanya dilakukan pasca panen. Di Kecamatan Kali Jati sekitar satu bulan lagi akan memasuki musim panen. Dengan demikian sangat memungkinkan untuk adanya dilakukan kegiatan pernikahan selama periode penelitian ini.

Berdasarkan latar belakang di atas, dipandang perlu dilakukan penelitian tentang Pemanfaatan Media Adat “Sawer” sebagai Upaya Peningkatan Pengetahuan dan Sikap laki-laki dan perempuan menikah tentang Penyakit HIV-AIDS di Kecamatan Kali Jati, Subang Jawa Barat. Penelitian ini dilengkapi dengan modul. Isi modul lebih menitikberatkan pada cara pencegahan, penularan, deteksi, dan penanggulangan penyakit HIV-AIDS. Tujuan

(25)

penyusunan modul ini adalah untuk membekali para Juru Sawer agar memahami cara pencegahan, cara penularan, cara deteksi, serta cara penanggulangan penyakit HIV-AIDS secara lebih rinci dan mendalam. Pemahaman terkait cara pencegahan, penularan, deteksi, dan penanggulangan penyakit HIV-AIDS menjadi sangat penting agar para juru sawer bisa memahami secara utuh, untuk selanjutnya dapat diaplikasikan pada setiap diselenggarakannya upacara pernikahan adat sunda.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami konsep cara pencegahan, penularan, deteksi, dan penanggulangan penyakit HIV-AIDS.

(26)

B. Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mengikuti materi ini peserta mampu menjelaskan :

1. Cara pencegahan penyakit HIV-AIDS, 2. Cara penularan penyakit HIV-AIDS, 3. Cara deteksi penyakit HIV-AIDS,

4. Cara penanggulangan penyakit HIV- AIDS.

III. POKOK BAHASAN

A. Cara pencegahan penyakit HIV-AIDS, B. Cara penularan penyakit HIV-AIDS, C. Cara deteksi penyakit HIV-AIDS,

D. Cara penanggulangan penyakit HIV- AIDS.

IV. BAHAN BELAJAR

Bahan tayang (slide ppt), Modul, Lcd Projector, komputer, flipchart (lembar balik), spidol, papan tulis.

(27)

V. METODE PEMBELAJARAN

Ceramah tanya jawab, curah pendapat, diskusi, dan praktek pembuatan syair sawer yang disisipi pesan penyuluhan tentang cara pencegahan, penularan, deteksi, dan penanggulangan penyakit HIV-AIDS.

VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini adalah sebanyak 24 jam pelajaran(jpl) yang terbagi dalam 4 kali pertemuan, dimana setiap pertemuan membutuhkan waktu 6 jpl yang terbagi teori 2 jpl dan praktek 4 jpl tiap jam pelajaran membutuhkan waktu 30 menit.

Untuk mempermudah proses pembelajaran dan meningkatkan partisipasi seluruh perserta, dilakukan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut:

(28)

A. Langkah 1:

Pengkondisian (penyegaran dan pencairan suasana),

B. Langkah 2:

Pengkajian Pokok Bahasan C. Langkah 3:

Rangkuman D. Langkah 4 :

Praktek pembuatan syair sawer yang disisipi pesan penyuluhan tentang cara pencegahan, penularan, deteksi, dan penanggulangan penyakit HIV-AIDS.

Sumber : http://google.co.id

(29)

VII. URAIAN MATERI

A. POKOK BAHASAN 1

1. Pengenalan Penyakit HIV-AIDS

Penyakit HIV/AIDS adalah sejenis penyakit yang disebabkan oleh virus. Virus adalah makhluk hidup satu sel yang disebut juga dengan mikroorganisme. Virus tidak dapat dilihat langsung dengan mata telanjang, harus menggunakan alat khusus. Virus yang menyebabkan penyakit ini disebut dengan virus HIV yang kepanjangannya adalah Human Immunodeficiency Virus. Virus HIV bersifat retrovirus, yang artinya virus yang menggunakan sel tubuhnya sendiri untukmemproduksi kembali dirinya

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrom) merupakan sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau Human Immunodeficiency Virus

(30)

.Virus AIDS menyerang sel darah putih khusus yang disebut dengan T-lymphocytes.

Virus HIV akan menurunkan system kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi mudah terkena penyakit infeksi ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

Orang yang terinfeksi oleh virus ini tidak dapat mengatasi serangan infeksi penyakit lain karena sistem kekebalan tubuhnya terus menurun secara drastis. Bahkan kuman yang bagi orang biasa tidak menimbulkan penyakit, pada penderita HIV dapat mengakitbatkan kematian. HIV termasuk Penyakit Menular Seksual (PMS) karena salah satu cara penularannya adalah melalui hubungan seksual dengan orang yang telah terinfeksi virus HIV.

(31)

Sumber : http://google.co.id

Gambar 1 : Virus HIV

2. Gejala Penyakit HIV-AIDS

Gejala penyakit HIV-AIDS dapat muncul setelah 6 sampai 8 minggu terinfeksi virus HIV.

Lama muncul gejala pada setiap orang berbeda-beda. Bahkan ada gejala baru muncul setelah 8 tahun terinfeksi virus HIV.

Gejala-gejala atau ciri-ciri seseorang terkena penyakit HIV-AIDS adalah:

a. Demam : demam merupakan gejala awal terkena virus HIV. Suhu tubuhnya dapat mencapai 38 derajat celcius. Gejala ini

(32)

merupakan tahap virus masuk kedalam aliran darah dan berkembangbiak dalam jumlah besar. Orang menganggap demam ini adalah gejala flu biasa, dan tidak menyadari bahwa virus HIV sudah menyebar ke seluruh tubuh

b. Kelelahan : kelelahan yang berlebihan adalah tanda efek dari sistem kekebalan tubuh yang aktif. Kelelahan dengan gejala lemah dan lesu seperti penderita anemi adalah gejala lanjutan dari infeksi virus HIV.

Jika seseorang mengalami gejala kelelahan padahal tidak melakukan aktifitas fisik yang berat, maka dapat dicurigai terinfeksi HIV-AIDS.

c. Otot Pegal, Nyeri Sendi, dan Pembengkakan Kelenjar Getah Bening : Pada tanda ini merupakan tanda yang biasa terjadi jika seorang terjangkit virus.

Pembengkakan kelenjar getah bening adalah tanda bahwa sistem kekebalan tubuh

(33)

sedang aktif. Pada tahap ini muncul gejala yang menandakan system imun seseorang merespon adanya infeksi oleh virus HIV.

d. Nyeri Tenggorokan dan Sakit Kepala : nyeri tenggorokan dan sakit kepala merupakan tanda bahwa antibodi tidak mampu melawan virus HIV-AIDS. Gejala nyeri tenggorokan dan sakit kepala tersebut akan muncul berulang kali.

e. Ruam-Ruam Kulit : Ruam-ruam pada kulit yang seperti bisul-bisul kecil dan berwarna merah muda yang terasa gatal. Gejala ini memakan waktu yang panjang dan tak kunjung sembuh. bila ini terjadi segera hubungi dokter.

f. Diare, Mual dan Muntah Kepanjangan : Pada gejala ini merupakan tanda bahwa bakteri dan kuman dapat masuk ke tubuh

(34)

dengan mudah karena sistem imun atau kekebalan tubuh sudah menurun.

g. Turunnya Berat Badan : Berat badan turun hingga 10% dan terjadi diare dan demam yang panjang biasanya dalam waktu 30 hari.

h. Batuk Kering : batuk kering bila ini terjadi dalam waktu yang lama kira-kira satu minggu dan tak kunjung sembuh atau berkurang walaupun sudah meminum obat.

i. Pnuemonia dan Toksoplasmosis : Pnuemonia merupakan penyakit infeksi paru-paru, ini disebabkan oleh jamur dan biasanya terdapat pada seseorang yang sistem imunnya menurun, sedangkan Toksoplasmosis adalah sejenis parasit yang menyerang otak, ini diakibatkan oleh sistem imun yang menurun

(35)

j. Berkeringat Pada Malam Hari : berkeringat pada malam hari merupakan tanda dari 50% orang yang pernah menderita penyakit AIDS, ini bukan karna suhu atau aktifitas berlebihan.

k. Perubahan Pada Kuku : kuku melengkung dan menebal serta terjadi perubahan warna seperti kehitaman dan kebiru-biruan.

Penyebab dari tanda ini adalah terinfeksi jamur.

l. Bingung dan Sulit Berkonsentrasi : Pada tahap ini merupakan tahap akhir yang disebabkan karena fungsi motorik tidak mampu berkoordinasi dengan baik sehingga penderita tak mampu menggerakkan tangannya dan pada tahap ini tandanya adalah mudah lupa, marah, dan tersinggung.

(36)

m. Kesemutan dan Lemah : Merupakan gejala akhir dari HIV-AIDS. Tangan dan kaki sering kesemutan dan mati rasa. Hal ini disebabkan karena terjadinya kerusakan syaraf.

n. Herpes di Mulut dan Alat Kelamin : Gejala ini merupakan infeksi pada stadium akhir o. Menstruasi Tidak Teratur : Lama datang

bulan, ini terjadi karena jumlah darah yang semakin berkurang.

p. Infeksi Jaringan Kulit Rambut

Sumber : http://google.co.id

Gambar 2 : Gejala Penyakit HIV-AIDS

(37)

Seseorang yang sudah ternfeksi virus HIV-AIDS tidak akan langsung menderita penyakit HIV-AIDS.

Ada empat fase perjalanan virus HIV-AIDS yaitu:

a. Fase stadium awal: membutuhkan waktu 1-3 bulan bahkan bisa 6 bulan. Pada fase ini, orang yang HIV masih beraktivitas normal karena pada biasanya tanpa gejala b. Fase stadium kedua: Dinyatakan HIV

positif atau Asimptomatik. Fase membutuhkan waktu rata-rata selama 5-10 tahun. Pada fase ini, penderita akan memiliki gejala seperti, berat badan menurun 10 persen, infeksi saluran napas, herpes zoster, kheilitis angularis, ulkus di mulut, erupsi papular pruritis, dermatitis seboroik, dan infeksi jamur di kuku.

c. Fase stadium ketiga: Terjadi pembesaran kelenjar limfa. Fase ini akan memakan waktu lebih dari sebulan. Penderita akan mengalami berat badan menurun lagi lebih 10 persen, diare kronis lebih dari sebulan,

(38)

demam 37,5 celcius lebih dari sebulan, kandidiasis mulut berulang, oral hairy leukoplakia, tuberkulosis paru, infeksi bakteri yang berat, peradangan mulut, ginggivitis akut, dan anemia, neutropenia, trombositopenia kronis.

d. Fase stadium keempat, AIDS. Fase ini merupakan puncaknya. Penderita mengalami sindrom wasting HIV, pneumonia pneumocystis, infeksi herpes simpleks, kandidiasis esofagus, tuberkulosis di luar paru, sarkoma kaposi, infeksi sitomegalovirus, toksoplasmosis, infeksi mikrobakteri, ensefalopati HIV, kriptosporidiosis kronis, dan histoplamosis.

3. Cara pencegahan penyakit HIV-AIDS :

Cara pencegahan HIV-AIDS meliputi :

a. Tidak berhubungan seks dengan orang yang terinveksi virus HIV. Bergantiganti

(39)

pasangan seksual sangat beresiko tinggi mudah tertular virus HIV,

b. Setia pada pasangan,

c. Hindari penggunaan jarum suntik bersama-sama,

d. Memastikan bahwa darah yang akan ditransfusi steril dari kontaminasi virus HIV,

e. Menghindari penggunaan narkoba, terutama jarum suntik,

f. Melakukan tes HIV-AIDS,

g. Memastikan bahwa alat-alat yang dipakai telah disucihama apabila ingin menggunakan alat tusuk seperti akupuntur, tato, melubangi telinga dan sebagainya HIV.

(40)

Sumber : http://google.co.id

Gambar 3 : Cara MencegaHIV-AIDS

(41)

B. POKOK BAHASAN 2

Cara penularan penyakit HIV/AIDS : HIV dapat ditularkan melalui :

1. Penggunaan jarum suntik yang tidak steril secara bergantian,

2. Hubungan seks yang tidak aman, 3. Ibu yang HIV positif kepada bayinya, 4. Transfusi darah.

Walau HIV bisa menular,namun penularannya tidak mudah harus ada salah satu yang positif HIV, harus ada media penularan dan ada cara keluar dan masuknya virus. Banyak mitos yang dipercaya masyarakat dapat menularkan virus HIV. Padahal sebenarnya virus HIV tidak dapat ditularkan melalui kegiatan tersebut. Beberapa kegiatan yang tidak dapat menularkan virus HIV adalah:

a. Berbagi makanan

b. Menggunakan alat makan bersama c. Gigitan nyamuk atau serangga lain d. Bersalaman, pelukan dan ciuman e. Berenang bersama

f. Menggunakan toilet bersama.

(42)

Sumber : http://google.co.id

Gambar 4 : Cara Penularan HIV-AIDS

(43)

C. POKOK BAHASAN 3

Cara deteksi penyakit HIV-AIDS :

Gejala HIV-AIDS bisa dilihat dari 2gejala, yaitu gejala Mayor (umum terjadi) dangejala Minor (tidak umum terjadi).

Gejala Mayor meliputi :

1. Berat badan menurun lebih dari 10%

dalam 1 bulan,

2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan,

3. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan,

4. Penurunan kesadaran dan gangguan Neurologis,

5. Demensia/HIV ensefalopati.

Gejala Minor meliputi :

1. Batuk menetap lebih dari 1 bulan, 2. Dermatitis generalisata,

3. Adanya herpes zostermultisegmental dan herpes zoster berulang,

4. Kandidias orofaringeal,

5. Herpes simpleks kronis progresif,

(44)

6. Limfadenopati generalisata,

7. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita,

8. Retinitis virus sitomegalo.

Sumber : http://google.co.id

Gambar 5 : Cara Deteksi Penyakit HIV-AIDS

(45)

D. POKOK BAHASAN 4

Cara penanggulangan penyakit HIV/AIDS :

Penanggulangan HIV-AIDS adalah segala upaya yang meliputi pelayanan promotif, preventif, diagnosis, kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan, angka kematian, membatasi penularan serta penyebaran penyakit HIV-AIDS agar wabah tidak meluas ke daerah lain serta mengurangi dampak negatif yang ditimbulkannya.

Kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS terdiri atas :

a. Promosi kesehatan,

b. Pencegahan penularan HIV, c. Pemeriksaan diagnosis HIV,

d. Pengobatan, perawatan dan dukungan, e. Rehabilitasi.

(46)

VIII. PENGGUNAAN ADAT “SAWER” UNTUK MENCEGAH PENYAKIT HIV-AIDS

Adat sawer dapat digunakan sebagai media penyuluhan untuk menyampaikan informasi dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit HIV-AIDS.

Materi-materi yang berkaitan dengan

(47)

penyakit HIV-AIDS dikemas di dalam syair.

Syair tersebut akan ditembangkan oleh juru sawer dalam setiap kegiatan adat sawer di upacara pernikahan. Syair dari tembang sawer adalah sebagai berikut:

IX. NASKAH SAWER HASIL PELATIHAN Bahasa Sunda Bahasa Indonesia

Dipatri kecap nu suci Galindeng dua syahadat Muka lawang jatuk krami Mitutur sunah ti Rosul Ngarah aya katingtriman Hirup kumbuh sauyunan

Sing panceg ka hiji istri Ulah arek lanca linci Udar tina jangji suci Ulah kajurung birahi Jorok teu ka hiji istri Antukna bebendon gusti

Gusti nurunkeun panyakit Aids virus nu kasebut Hese keur ngubaranana Gampang nyebar ka sasama

Ku teu taraptina hirup Jorok ngangon hawa nafsu

Terikat janji yang suci

Dengan Membaca dua kalimah syahadat

Membuka pintu untuk menikah Mengikuti sunnah Rasul Agar hidup jadi tentram Dalam jalinan kasih sayang

Tetap setia pada satu istri Jangan tergoda yang lain Lepas dari ikatan janji Karena tergoda nafsu birahi Sering gonta ganti istri

Akhirnya mendapat murka Allah SWT

Allah SWT menurunkan penyakit Dikenal dengan nama Virus Aids Susah untuk diobati

Mudah menular kepada yang lain Akibat hidup kita yang bebas Mengikuti hawa nafsu

(48)

Sapatemon nu teu aman Jeung wanoja nu teu iman Nyuntikeun barang nu haram

Make jarum babarengan Bakal nungtun kamudaratan Matak nganyebarkeun kuman

Nu bakal bisa nularkeun Campurna cai kaheman Lain ti pasangan resmi Dahar mandi babarengan Dicoco ku sasatoan Eta masih keneh aman

Mun tumiba kana diri Matak rusak raga badan Demam lungse papanjangan Lintuh jadi ngahampangan Badan taya katahanan Malah jadi katiwasan

Jegroh leuwih ti sabulan Mencret ngayer

papanjangan

Kasorang tangtu ngubaran Geuwat ka patugas kasehatan

Ulah datang ka paranormal Pola hirup ge benahan

Poma ulah jadi catur Lamun tumiba ka dulur Anggur ku urang dirangkul Sangkan ngabenahan hirup Buru tobat ka Pangeran Deukeutkeun diri ka Gusti

Hubungan yang tidak aman Dengan perempuan yang tidak beriman

Menyuntikan obat-obatan narkoba Menggunakan jarum suntik bersma- sama

Membawa kemudharatan Akan menyebarkan kuman

Hal yang bisa menularkan virus Aids Berhubungan suami istri

Bukan dari pasangan resmi

Akan tetapi makan, mandi, bersama- sama

Digigit nyamuk atau serangga lain Hal tersebut tidak menularkan virus Aids

Kalau sudah terkena penyakit Aids Akan merusak tubuh kita

Demam yang terus menerus Berat badan menurun drastis Daya tahan tubuh menurun Pada akhirnya menyebabkan kematian

Batuk yang berkepanjangan Diare terus menerus

Seharusnya cepet segera berobat Datang ke petugas kesehatan Jangan ke paranormal Pola hidup diperbaiki

Jangan jadi bahan pembicaraan Apabila ada saudara yang menderita Aids

Sebaiknya perhatikan dan sayangi Agar dia bisa merubah gaya hidup Secepatnya bertaubat pada Allah Mendekatkan diri kepada Allah SWT

(49)

X. REFERENSI

1. Anto, Sidharta. Penularan HIV AIDS Terbesar di Indonesia. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI).

2015.

2. Atmamihardja R., dalam Pien Supinah.

Sawer : Komunikasi Simbolik pada Adat Tradisi Suku Sunda dalam Upacara Setelah Perkawinan. Mediator. Volume 7. No.1. Juni 2006.

3. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral,edisi kedua, dan panduan tatalaksana klinis infeksi HIV pada orang dewasa dan remaja, Jakarta, 2009.

4. Dinkes Jawa Barat. Laporan Triwulan Periode Oktober- Desember Surveylance HIV/AIDS. 2015.

5. Dinkes Kab. Subang. Laporan Surveylance HIV/AIDS. 2015.

6. Ditjen PP & PL Kemenkes RI. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia. Laporan September 2014.

(50)

7. Green, L.W. Health Education Planning: a diagnostic approach (1st edition). California:

Mayfield Publishing Company. 1980.

8. Kementrian Kesehatan RI. Infodatin. Pusat Data dan Informasi. Jakarta. 2014.

9. Keputusan Mentri Kesehatan RI No :1383/Menkes/SK/IX/2005 tentang Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan 2005- 2025 dan Rencana Strategis Pembangunan Kesehatan 2005-2009.

10. Kuznetsov, Laura. Et.al. Knowledge, Attitude and Behavioral Intention to Act Regarding HIV Infection and Prevention in Immigrants from the Former Soviet Union in Germany: A Comparative Study with the Native Population.2012. Journal Immigrant Minority Health (2013) 15:68–77 DOI 10.1007/s10903-012-9671-x . http://e- resources.perpusnas.go.id. Diakses 10 Januari 2015.

11. Oktarina, dkk. Hubungan Antara Karakteristik Responden, Keadaan Wilayah dengan pengetahuan, Sikap terhadap HIV/AIDS pada Masyarakat Indonesia.

Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol. 12 No .4 Oktober 2009 362-369.

(51)

12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS.

13. Putri, Liana Deta. Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Siswa-siswi tentang HIV/AIDS melalui Metode Cerah tanya jawab dan metode focus group discussion di SMK YPH Sumedang. Student e.Journal. Vol 4, No 3 (2015).

14. Smith, Adeyinka M. Akinsulure. Exploring HIV Knowledge, Risk and Protective Factors Among West African Forced Migrants in New York City. 2013. Journal Immigrant Minority Health (2014) 16:481–491 DOI 10.1007/s10903-013-9829-1.http://www.

http://e-resources.perpusnas. go.id. Diakses 10 Januari 2015.

15. Stalker, Peter. Millenium Development Goals. Bappenas. 2008.

16. Sudikno, Bona Simanungkalit, Siswanto.

Pengetahuan Hiv Dan Aids Pada Remaja Di Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2010).

Jurnal Kesehatan Reproduksi Vol. 1 No 3, Agustus 2011 : 145 -154.

(52)

17. Widodo AD, dkk. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku tentang Kehamilan, Persalinan serta Komplikasinya pada Ibu Hamil Nonprimigravida di RSUPN Cipto Mangunkusomo. Majalah Kedokteran Indonesia. 2005 55 (10).

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis wacana kritis Fairclough yang memadukan kombinasi tradisi analisis tekstual bahasa dalam ruang tertutup, dengan konteks masyarakat

• Dalam Standar Pelaporan, Laporan audit harus menunjukkan keadaan yang di dalamnya prinsip akuntansi tidak secara konsisten diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan

Hasil Regresi Linear Berganda Pengaruh Umur, Tingkat Pendidikan, Jumlah Tanggungan, dan Masa Keanggotaan terhadap Dinamika Organisasi Koperasi Kredit Bermodal Besar.. Model Summary

Berdasarkan tingkat kepentingan suatu pengendalian terhadap Sistem Informasi Berbasis Komputer yang harus diupayakan oleh setiap perusahaan, maka penulis berminat untuk

mengembalikan fungsi kesehatan yang optimal adalah merupakan lingkup dalam keperawatan anak. Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang tampak pada

Semakin baik brand image yang melekat pada produk tersebut, konsumen akan semakin tertarik untuk membeli karena konsumen beranggapan bahwa suatu produk dengan brand

- Menimbang, bahwa selanjutnya dalam mempertimbangkan suatu perbuatan pidana, sebelum menjatuhkan pidana terhadap diri Para Terdakwa, maka dalam hukum pidana terdapat dua hal

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas hikmat dan pimpinan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan skripsi yang berjudul “Analisis Hubungan Struktur