• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN TERPAAN TAYANGAN PROVOCATIVE PROACTIVE DI METRO TV DENGAN TINGKAT BERPIKIR KRITIS MAHASISWA DI SURABAYA (Studi Korelasional Terpaan Tayangan ).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN TERPAAN TAYANGAN PROVOCATIVE PROACTIVE DI METRO TV DENGAN TINGKAT BERPIKIR KRITIS MAHASISWA DI SURABAYA (Studi Korelasional Terpaan Tayangan )."

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR………....….iii

DAFTAR ISI ………..….….v

DAFTAR GAMBAR………ix

DAFTAR TABEL….……….x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ………..…………..…...……...1

1.2 Perumusan Masalah ………...9

1.3 Tujuan Peneltian ………...9

1.4 Manfaat Penelitian………..10

1.4.1 Manfaat Teoritis ………....10

1.4.2 Manfaat Praktis ………...10

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori.……… ……...11

2.1.1 Komunikasi massa. ………...….11

2.1.2 Televisi sebagai media massa……….…....12

(2)

2.2 Teori S-O-R ……….. ....24

2.3 Kerangka Berfikir.………..27

2.4 Hipotesis……….30

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Defisini Operasional dan Pengukuran Variabel……….…….29

3.1.1 Terpaan Tayangan provocative Proactive di Metro TV……….….…..29

3.1.2 Tingkat Berpikir Kritis Mahasiswa di Surabaya ….……….………..…...30

3.1.3 Pengukuran Variabel ……….……….…..32

3.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel ……….……….37

3.3.1 Populasi dan Sampel...………...37

3.3.2 Teknik Penarikan Sampel...………...38

3.4 Teknik Pengumpulan Data ………...39

3.5 Metode Analisis Data ………...40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Metro TV……….44

(3)

4.2.2 Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur………...47

4.2.3 Universitas Wijaya Kusuma………...49

4.2.4 Universitas Surabaya………...50

4.2.5 Universitas 17 Agustus 1945 ……….…...51

4.2.6 Universitas Airlangga ……….…..52

4.3 Penyajian data ………..……53

4.3.1 Identitas Responden ………..…...53

4.3.2 Terpaan Program Acara Provocative Proactive di Metro TV ……...54

4.3.2.1 Frekuensi Tayangan Provocative Proactive di Metro TV ...54

4.3.2.2 Durasi Menonton Tayangan Provocative Proactive di Metro TV ………..57

4.3.3 Tingkat berpikir Kritis Mahasiswa di Surabaya Setelah Menonton Tayangan Provocative Proactive di Metro TV ………..61

(4)

4.3.3.5 Netral Dalam Menyikapi Permasalahan ……….70

4.3.3.6 Cermat Dalam menyikapi Permasalahan ………72

4.3.3.7 Berhati – Hati Atau Mempertimbangkan Secara Matang Sebelum Berkomentar ………73

4.3.3.8 Selektif Menilai Baik Tidaknya Sebuah Informasi …………75

4.3.3.9 Fokus Atau Konsisten Dalam Menghadapi Masalah ……….77

4.3.3.10 Terbuka Dan Menghargai Pendapat Orang lain …………...79

4.3.3.11 Melihat Permasalahan Dari Berbagai Sudut ………81

4.4 Analisis Data Dan Pengujian Hipotesis ………86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ………...91

5.2 Saran ……….92

(5)

TINGKAT BERPIKIR KRITIS MAHASISWA DI SURABAYA (Studi Korelasional Terpaan Tayangan )

Televisi merupakan salahg satu media massa yang memiliki unsur audio visual yang pesannya berupa gambar dan suara. Setiap stasiun televisi mempunyai program acara yang berbeda dan menarik. Salah satunya program acara Provocative Proactive di Merto TV. Progream acara yang menayangkan talkshow untuk mengkritisi permasalahan sosial, politik, dan budaya yang terjadi di Indonesia. Tujuan dari program acara ini adalah untuk memotivasi atau mengajak penonton untuk lebih berfikir kritis terhadap permasalahan sosial , polotik, dan budaya yang terjadi disekitar kehidupan masyarakat. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahuai ada tidaknya hubungan terpaan tayangan Provocative Proactive di Metro TV dengan tingkat berfikir kritis mahasiswa di Surabaya.

Penelitian ini menggunakan teori Stimulus Organism Respone (S-O-R) yang mempunyai asumsi bahwa suatu stiumulus tertentu akan merangsang orang lain untuk memberikan respon tertentu, dengan mengabaikan komunikasi sebagai suatu proses khususnya yang berkenaan dengan faktor manusia.

Populasi dari penelitian ini adalah mahasiswa di Surabaya 472.856 jiwa dan sampel sebesar 100 mahasiswa yang menonton tayangan Provocatiuve Proactive di Metro TV dan mahasiswa semester awal sampai dengan akhir. Dengan teknik pengumpulan data yang dilakuakan dengan menggunakan kuisioner yang alokasikan di tiap – tiap universitas yang telah ditentukan ssecara Multistage Cluster Ramdom Smapling. Pada metode analisis data menggunakan koefisisen Rank Spearan.

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kebutuhan akan informasi saat ini menjadi hal penting bagi manusia di era globalisasi yang terus berkembang. Manusia dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan informasi yang ada demi memperoleh informasi – informasi yang dibutuhkan. Penyampaian informasi tak lepas dari adanya sebuah proses komunikasi yang membutuhkan sebuah media sehingga informasi dapat tersampaikan dengan baik. Agar informasi yang dibutuhkan masyarakat tersampaikan dengan baik, maka dibutuhkan pemilihan media yang tepat pula.

Proses komunikasi dapat berlangsung melalui media massa. Komunikassi seperti ini disebut komunikasi massa. Komunikasi massa merupakan alat dalam proses komunikasi yang digunakan untuk menyebarkan informasi kepada khalayak luas secara bersamaan dan bersifat heterogen. Masalah ruang dan waktu tidak menjadi halangan dalam komunikasi massa. Pada komunikasi massa terdapat jenis – jenis media yang digunakan yaitu media cetak dan media elektronik. Media cetak terdiri atas surat kabar (koran), majalah, tabloid, sedangkan media elektronik terdiri atas televisi, radio, dan internet.

(7)

penyampaian pesannya disampaikan melalui suara (audio), gambar (visual) tersebut berlangsung secara bersamaan (sinkron) dan hidup, sangat cepat (aktual), terlebih lagi dalam siaran langsung (live broadcast) dan dapat menjangkau ruang yang sangat luas (Wahyudi, 1996:3).

Akibat dari perkembangan teknologi massa televisi tersebut akan memberikan pengaruh – pengaruh dalam kehidupan manusia (Kuswandi, 1996 : 7). Menurut Mar’at dari Unpad acara pada televisi umumnya mempunyai pengaruh berupa perubahan perilaku, pandangan, persepsi, dan perasaan pemirsa. Jadi, jika ada hal – hal yang membuat pemirsa terharu, terpesona, dan senang bukan merupakan hal yang istimewa. Sebab, salah satu pengaruh psikologi dari televisi seakan-akan menghipnotis pemirsa, sehingga pemirsa tersebut terhanyutkan oleh suasana pertunjukan televisi (Effendy, 2000:193)

Melalui kegiatan menonton televisi, pemirsa mampu memahami dan mengerti setiap informasi yang disampaikan. Pemirsa mampu menilai tayangan yang disajikan sebagai pesan yang mendidik, menghibur, serta mempengaruhi pemirsanya melalui berbagai tayangan yang disajikan. Disadari atau tidak, menyaksikan televisi merupakan kegiatan yang senantiasa didorong upaya untuk mencari hiburan maupun informasi.

(8)

Oktober 1999. Pada tanggal 25 November 2000, MetroTV mengudara untuk pertama kalinya dalam bentuk siaran uji coba di 7 kota. Pada awalnya hanya bersiaran 12 jam sehari, sejak tanggal 1 April 2001, MetroTV mulai bersiaran selama 24 jam. Dari awalnya memulai operasi dengan 280 orang karyawan, saat ini MetroTV mempekerjakan lebih dari 900 orang, sebagian besar di ruang berita dan daerah produksi. Stasiun TV ini pada awalnya memiliki konsep agak berbeda dengan yang lain, sebab selain mengudara selama 24 jam setiap hari, stasiun TV ini hanya memusatkan acaranya pada siaran warta berita saja. Tetapi dalam perkembangannya, stasiun ini kemudian juga memasukkan unsur hiburan dalam program-programnya.

(9)

sendiri.  Keempat orang ini disatukan oleh “tongkrongan” mereka bernama Warung Kopi.

Program ini membahas berita dan kabar terpanas dalam satu minggu dengan gaya yang agak berbeda. Pertama adalah berita, di tayangan tersebut Pandji memberitakan isu - isu yang terkini dan kontroversial selama seminggu dengan gaya ala Pandji. Kedua adalah sebuah talkshow yang bernama “warung kopi”, warung kopi merupakan bagian dari budaya Indonesia. Filosofi dari warung kopi yaitu Semua orang dari kalangan yang berbeda, bersatu dan semua orang dapat membahas hal apa saja. Orang Indonesia sangat senang bersosialisasi, berinteraksi, atau sekedar nongkrong. Dimanapun di Indonesia, kita bisa temui warung kopi.

(10)

adalah permasalahan yang berbobot. (www.kaskus.us/showthread.php?t=4918822)

Pada tayangan edisi Kamis, 4 November 2010 yang mengangkat isu tentang anggota DPRD dan DPR yang melakukan kunjungan kerja di luar negeri yang banyak disorot banyak pihak – pihak sebagai sebuah kegiatan pemborosan uang negara. Dalam tanyangan ini kegiatan kunjungan kerja diselewengkan menjadi “tur dan plesir”. Para host mengkritisi hal tersebut secara “blak – blakan” dan diselewengkan menjadi hal yang lucu.

Pada edisi 11 November 2010 juga mengangkat tema tentang hari pahlawan. Pada edisi tersebut mengkritik kesadaran masyarakat tentang jasa – jasa para pahlawan yang membela tanah air Indonesia. Sedangkan pada edisi 18 November 2010, Provocative Proactive mengangkat tema “ WIG: Wajah Inoncence Gayus. Tema tersebut diangkat karena sedang maraknya pemberitaan tentang kaburnya gayus dari penjara. Para host mengkritik kinerja dari aparat kepolisian yang kurang profssional dalam menjalankan tugas. Selain itu mereka menyindir bahwa aparat bisa disuap dengan uang. Apalagi sindiran yang di lontarkan para host sangat tajam dan mengena di hati yang mampu memprovokasi pikiran penonton agar mampu berpikir lebih kritis.

(11)

satu opini namun kita diajak untuk berpikir tentang banyak opini kemudian mengambil satu opini yang menurut kita baik. Terlebih sasaran acara ini lebih ke anak muda dan membahas tema acaranya pun diwarung kopi yang mencerminkan Indonesia.

Dalam tayangan ini bersegment anak muda yaitu mahasiswa. Secara singkat mahasiswa dapat dikatakan sebagai seorang pelajar yang memiliki tingkat kematangan lebih. Tingkat kematangan yang mencakup manajemen, kritis, berpikir dengan logika dan mampu membedakan hal yang benar dan salah. Individu yang berstatus sebagai mahasiswa dituntut untuk menjadi ikon – ikon pelopor pembaharuan dan pelopor – pelopor perjuangan yang peduli dan tanggap terhadap berbagai isu sosial, politik, serta permasalahan umat dan bangsa. (http://waris007.student.umm.ac.id/2010/01/28/hello-world/)

Mahasiswa memiliki karakter berpikir yang kritis terhadap pemasalahan di dalam kehidupan. Mahasiswa dapat menjadi penyalur aspirasi masyarakat ke pemerintah untuk mengkritisi berbagai hal yang berkaitan dan mempengaruhui kehidupan masyarakat luas. Dalam menyampaikan aspirasinya selalu terdapat sebuah aksi, aksi bisa berupa demonstrasi atau dapat diartikan sebagai unjuk rasa. Aksi ini dapat ditujukan untuk membela kepentingan rakyat. Oleh sebab itu, mahasiswa yang bertindak kritis di sebut sebagai pahlawan rakyat.

(12)

sensibilitas tinggi terhadap masalah. Mahasiswa diidentikkan dengan sekumpulan anak muda yang kritis, yang dalam asumsinya dapat kita bagi menjadi asumsi kritis yang positif maupun yang negatif. Dalam konteks kehidupan sehari – hari mahasiswa yang berpikir akan selalu aktif mengajukan pertanyaan tentang hal - hal yang tidak dimengerti, kondisi ini dimaksudkan mencari kebenaran terhadap suatu permasalahan secara mandiri. Selain itu mahasiswa yang berpikir kritis akan menggunakan logikanya untuk menyelesaikan suatu permasalahan, yaitu berpikir dengan nalar tanpa emosi. Hal identik yang selalu terlihat dari mahasiswa yang berpikir kritis yaitu berani berbicara dengan lantang dan tegas akan suatu kebenaran. Mereka yang berani lantang dan tegas mempertahankan argumentnya adalah mereka yang yakin bahwa apa yang disampaikannya merupakan sebuah kebenaran.

Dalam sejarah kehidupan mahasiswa, berpikir kritis sudah dimulai sejak masa orde baru. Sebagian besar mahasiswa bergerak bersama-sama untuk melawan rezim Orde Baru. Mereka mengemban amanat dari seluruh masyarakat  Indonesia dengan membokar rezim – rezim pemerintahan pada masa tersebut. Mereka berusaha untuk merubah rezim pada orde baru yang dianggap merugikan masyarakat. Sehingga pada masa lalu mahasiswa yang berpikir kritis memiliki tujuan yang hakiki untuk merubah dan memperbaiki keadaan dari sektor pemerintahan, sosial, ekonomi, budaya, dan berbagai sektor kehidupan lainnya.

(13)

masyarakat luas. Mahasiswa saat ini bukan lagi menjadi pahlawan rakyat, namun menjadi pahlawan bagi dirinya sendiri. Pola pikir yang semacam ini wajar adanya karena memang perubahan zaman yang begitu pesat hingga saat ini. Sehingga tidak dapat dipungkiri perjuangan mahasiswa dulu dan sekarang ini sangat berbeda. Mahasiswa saat ini mayoritas banyak yang terjebak dalam pusaran hedonisme yang berpusat pada gaya hidup yang “hura-hura” dan sifat kosumtif. Gaya hidup ini cenderung untuk memenuhi kepuasaan pribadi seakan membudaya. Shopping, clubbing, narkoba, free sex mewarnai kehidupan saat ini. Mereka menjadikan status mahasiswa untuk sebuah alasan berpikir kritis sedangkan mereka sendiri tidak begitu paham apa itu berpikir kritis. Mereka lebih memilih fotocopy sebagai instrument pelengkap kuliah daripada membeli buku bacaan. Sedangkan motivasi mereka kuliah hanya untuk mengisi absen dan kepentingan – kepentingan lain yang mengesampingkan tujuan utama kuliah yaitu menuntut ilmu.

(http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/08/kehidupan-%E2%80%9Cmahasiswa%E2%80%9D-masa-kini/)

(14)

Mahasiswa juga kental akan suasana kedinamisan dan sifat kenyataan objektif, sistematik dan rasional.

(http://sutisna.com/artikel/ilmu-alam-matematika/psikologi/pengertian-mahasiswa/)

Penelitian ini akan dilakukan di Surabaya mengingat Surabaya merupakan kota metropolitan terbesar kedua, memiliki jumlah mahasiswa terbanyak kedua setelah DKI Jakarta se- Indonesia sekitar 472.856 mahasiswa dan jumlah universitas terbanyak di Jawa Timur. Tercatat jumlah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Surabaya adalah 6 Peguruan Tinggi, sementara itu jumlah Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Surabaya sebanyak 30 Perguruan Tinggi. Dari data diatas

maka penelitian sesuai dilakukan di Surabaya. (http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_perguruan_tinggi_negeri_di_Indonesia)

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana huubungan terpaan tayangan provocative proactive di Metro TV dengan tingkat berpikir kritis mahasiswa di Surabaya.

1.3 Tujuan Penelitian

(15)

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat mengaplikasikan teori – teori, khususnya teori – teori tentang komunikasi massa.

1.4.2 Manfaat Praktis

Kegunaan praktis yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah agar pihak – pihak yang tertarik dalam kajian masalah yang sama dapat mengambil manfaat, selain itu dapat dijadikan bahan evaluasi.

 

(16)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Komunikasi Massa

Komunikasi massa merupakan komunikasi yang ditujukan kepada massa atau khalayak yang luar biasa banyaknya menurut A. Devito. Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa yang bentuknya antara lain media cetak (surat kabar, majalah, tabloid) dan media elektronik (televisi, radio).

Selanjutnya Michael W Gamble dan Teri Kwal Gamble juga memperjelas bahwa sesuatu bisa dikatakan sebagai komunikasi massa jika mencakup hal – hal di bawah ini :

1. Komunikatornya mengandalkan peralatan modern dalam menyebarkan pesan seperti surat kabar, majalah, televisi, radio, film, atau gabungan dari semua media tersebut.

2. Komunikatornya dalam menyebarkan pesan – pesannya bermaksud mencoba berbagi pengertian dengan jutaan orang yang tidak saling mengenal.

(17)

5. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper atau penapis informasi yaitu sejumlah individu dalam lembaga tersebut sebelum disiarkan melalui media massa.

6. Umpan balik dalam komunikasi massa bersifat tertunda.

Ada banyak pendapat yang dikemukakan untuk mengupas apa fungsi – fungsi komunikasi massa. Seperti yang dikemukakan Alex S Tan diantaranya; to inform (menginformasikan), to educate (mendidik), to persuade (membujuk), dan

menyenangkan dan memuaskan kebutuhan komunikasi. Memberikan informasi kepada khalayak untuk mempelajari ancaman dan peluang, memahami lingkungan, menguji kenyataan, dan meraih keputusan. Fungsi mendidik ini khalayak memperoleh pengetahuan dan ketrampilan yang berguna memfungsikan dirinya secara efektif didalam masyarakat, mempelajari nilai dan tingkah laku yang sesuai agar diterima dalam masyarakatnya. Persuasi atau membujuk berfungsi memberikan keputusan, mengadopsi nilai, tingkah laku dan aturan yang sesuai agar diterima didalam masyarakat. Sedangkan fungsi menyenangkan dan memuaskan kebutuhan komunikasi yaitu untuk menggembirakan, mengendorkan urat syaraf, menghibur, mengalihkan perhatian dari masalah yang dihadapi.

2.1.2 Televisi Sebagai Media Massa

(18)

terbaru tentang berbagai hal yang terjadi di berbagai belahan dunia. (Mondry, 2008:12)

Menurut Assegaf (1983) media massa memiliki ciri – cirri yang umum, yaitu komunikasi massa bersifat komunikasi searah, menyajikan aneka atau rangkaian pilihan informasi yang luas, sifat media massa dapat menjangkau khalayak yang besar dan tersebar, menarik perhatian khalayak luas dan tersebar mampu mencapai tingkat intelek umum, dan merupakan lembaga masyarakat yang peka terhadap berbagai hal. Menurut Effendy (1986), pesan – pesan yang disampaikan media massa elektronik hanya sekilas dan ”mengharuskan” khalayak selalu berada dekat pesawat televisi atau radio.

Televisi merupakan salah satu media massa elektronik, menurut Onong Uchyana Effendy, definisi televisi sebagai berikut “ Televisi merupakan panduan audio dari segi penyiarannya (broadcast) dan video dari segi gambar bergeraknya (moving images). Para pemirsa tidak akan mungkin menangkap siaran televisi, kalau tidak ada prinsip – prinsip radio yang mentransmisikannya, dan tidak mungkin melihat gambar – gambar yang bergerak atau hidup tanpa ada unsur film yang memvisualisasikannya, jadi panduan audio dan video (Effendy, 1993;21)

(19)

melalui suara (audio) dan gambar (visual) tersebut berlangsung secara bersamaan (sinkron) dan hidup, sangat cepat (aktual), terlebih lagi pada saat siaran langsung (live broadcast) dan dapat menjangkau ruang yang sangat luas (Wahyudi, 1996:3)

2.1.3 Tayangan Provocative Proactive

Tayangan Provocative Proactive merupakan salah satu program acara talkshow stasiun televisi Metro TV yang ditayangkan setiap hari kamis pukul 22.05 WIB. Program acara ini mempunyai tujuan untuk memprovokasi pikiran pemirsa, mengajak pemirsa untuk lebih berpikir kritis terhadap suatu permasalahan. Program acara Provocative proactive ini dipandu oleh host Pandji Pragiwaksono, Ronald Surapradja, Raditya Dika, J Flow. Pada acara ini, para host mewakili beberapa karakter dari seluruh lapisan masyarakat. Tema – tema yang diangkat tiap episodenya merupakan berita – berita atau isu – isu yang terhangat selama seminggu baik masalah ekonomi, sosial, dan budaya. Program acara ini menampilkan background atau latar sebagai warung kopi. Hal ini dikarenakan filosofi warung kopi merupakan tempat berkumpulnya masyarakat dari bermacam – macam status sosial, ekonomi, dan budaya. Dari hal itu, banyak hal – hal yang dibicarakan mulai dari masalah sosial maupun masalah politik.

2.1.4 Berfikir Kritis

(20)

Berpikir kritis dapat didefinisikan sebagai berpikir yang secara eksplisit dilatari oleh penilaian yang beralasan dan berdasarkan standar yang sesuai dalam rangka mencari kebenaran, keuntungan, dan nilai sesuatu (Paul, et al, 1995).

Berpikir Kritis (critical thinking) adalah sinonim dari pengambilan keputusan (decision making), perencanaan stratejik (strategic planning), proses ilmiah (scientific process), dan pemecahan masalah (problem solving).

Menurut Peter Facione berpikir kritis dapat diterjemahkan sebagai proses penilaian atau pengambilan keputusan yang penuh pertimbangan dan dilakukan secara mandiri.

(21)

Floyd L. Ruch dalam bukunya Psychology and life (1967), berpikir merupakan manipulasi atau organisasi unsur – unsur lingkungan dengan lingkungan dengan menggunakan lambang – lambang sehingga tidak perlu langsung melakukan kegiatan yang tampak (Abdul Rahman Saleh, 2009:227)

Berpikir kritis dapat muncul kapanpun diperlukan suatu penilaian, keputusan, atau penyelesaian sebuah masalah secara umum. Kapan pun seseorang perlu berusaha untuk mengetahui apa yang perlu dipercaya, apa yang perlu diketahui alasannya. Proses itu melalui usaha dan reflektif seperti membaca, menulis, berbicara dan mendengar. Semua dapat dilakukan secara kritis maupun tidak. Berpikir kritis sangat penting terutama untuk menjadi pembaca yang cermat dan penulis kreatif. Dari uraian ini kita mengetahui bahwa secara umum, berpikir kritis merupakan “sebuah cara mengatasi permasalahan kehidupan”.

(22)

dan menilai definisi, mengidentifikasi asumsi, memutuskan dan melaksanakan, serta berinteraksi dengan orang lain.

Dressel & Mayhew (1954) dalam Morgan (1999) mengutip kemampuan berpikir kritis yang dikembangkan oleh Komite Berpikir Kritis Antar-Universitas ( Intercollege Committee on Critical Thinking ) yang terdiri atas kemampuan mendefinisikan masalah, kemampuan menyeleksi informasi untuk pemecahan masalah, kemampuan mengenali asumsi-asumsi, kemampuan merumuskan hipotesis, dan kemampuan menarik kesimpulan.

Wade (1995) mengidentifikasi delapan karakteristik berpikir kritis, yakni meliputi:

1. Kegiatan merumuskan pertanyaan, 2. Membatasi permasalahan,

3. Menguji data-data,

4. Menganalisis berbagai pendapat,

5. Menghindari pertimbangan yang sangat emosional, 6. Menghindari penyederhanaan berlebihan,

7. Mempertimbangkan berbagai interpretasi, dan 8. Mentoleransi ambiguitas

(23)

a. Watak (dispositions)

Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap skeptis, sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai data dan pendapat, respek terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda, dan akan berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik.

b. Kriteria (criteria)

Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan. Untuk sampai ke arah sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai. Meskipun sebuah argumen dapat disusun dari beberapa sumber pelajaran, namun akan mempunyai kriteria yang berbeda. Apabila kita akan menerapkan standarisasi maka haruslah berdasarkan kepada relevansi, keakuratan fakta-fakta, berlandaskan sumber yang kredibel, teliti, tidak bias, bebas dari logika yang keliru, logika yang konsisten, dan pertimbangan yang matang.

c. Argumen (Argument)

(24)

d. Pertimbangan atau pemikiran (reasoning)

Yaitu kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau beberapa premis. Prosesnya akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara beberapa pernyataan atau data.

e. Sudut Pandang

Sudut pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini, yang akan menentukan konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan memandang sebuah fenomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda.

f. Prosedur penerapan kriteria (procedures for applying criteria)

Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural. Prosedur tersebut akan meliputi merumuskan permasalahan, menentukan keputusan yang akan diambil, dan mengidentifikasi perkiraan-perkiraan. Sehubungan dengan itu, Zeidler, et al (1992) menyatakan ciri-ciri orang yang mampu berpikir kritis adalah memiliki perangkat pikiran tertentu yang dipergunakan untuk mendekati gagasannya, dan memiliki motivasi kuat untuk mencari dan memecahkan masalah. Serta bersikap skeptis yaitu tidak mudah menerima ide atau gagasan kecuali dia sudah dapat membuktikan kebenarannya.

(25)

Ciri-ciri utama berpikir kritis adalah bahwa tidak menerima dan atau menolak begitu saja temuan-temuan pemikiran yang sudah ada. Seorang yang berpikir kritis selalu berupaya mendekati suatu objek pemikiran dengan sangat hati-hati. Ia tidak menolak sesuatu kecuali dengan argumentasi-argumentasi yang masuk akal.

Ciri – ciri berpikir kritis :

1. Menanggapi atau memberikan komentar terhadap sesuatu dengan penuh pertimbangan.

2. Bersedia memperbaiki kesalahan atau kekeliruan.

3. Dapat menelaah dan menganalisa sesuatu yang datang kepadanya secara sistematis.

4. Berani menyampaikan kebenaran meskipun berat dirasakan.

5. Bersikap cermat, jujur dan ikhas karena Allah, baik dalam mengerjakan pekerjaan yang bertalian dengan agama Allah maupun dengan urusan duniawi

6. Kebencian terhadap suatu kaum, tidak mendorongnya untuk tidak berbuat jujur atau tidak berlaku adil.

(26)

8. Keadilan ditegakkan dalam segala hal karena keadilan menimbulkan ketentraman, kemakmuran, dan kebahagiaan. Keadilan hanya akan mengakibatkan hal yang sebaliknya.

Dalam penelitian ini, pengukuran berpikir kritis dilakukan dengan cara mengukur tingkat berpikir kritis mahasiswa di Surabaya pada saat mendapat terpaan tayangan program acara Provocative Proactive di Metro TV. Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat berpikir kritis mahasiswa di Surabaya adalah menanyakan pertanyaan, berpikir dengan logika, berani menyampaikan kebenaran, bersikap netral, penuh pertimbangan saat berpendapat, cermat, menganalisis, pemecahan masalah, membatasi permasalahan, menghargai ambiguitas dan mengevaluasi informasi. Yang nantinya setiap pernyataan – pernyataan akan diberi skor dan dari jawaban atas semua pernyataan yang diajukan kepada responden tersebuat akan diberi skor yang kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan skor gabungan (Singarimbun, 1989:110). Sehingga dapat diketahui tinggi, sedang, atau rendahnya tingkat berpikir kritis mahasiswa di Surabaya.

Sumber : (http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/web/resensi/2.html) 

2.1.5 Mahasiswa

(27)

yang benar dan mana yang salah. Siswa sendiri adalah pelajar. Sehingga Mahasiswa adalah pelajar yang memiliki tingkat kematangan dan pengetahuan lebih. Sehingga mahasiswa selalu mempunyai kedudukan yang lebih di mata masyarakat.

Mahasiswa yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi adalah mahasiswa yang berpikir kritis yaitu berani berbicara dengan lantang dan tegas akan suatu kebenaran. Mereka yang berani lantang dan tegas mempertahankan argumentnya adalah mereka yang yakin bahwa apa yang disampaikannya merupakan sebuah kebenaran. Mahasiswa berpikir kritis bebeda pada tiap semesternya, mahasiswa pada semester awal mampu mengevaluasi permasalahan namun masih pada tingkatan pasif yaitu belum berani menympaikan argument, sedangkan pada mahasiswa semester akhir cenderung aktif saat mengevaluasi dan memecahkan masalah. Mahasiswa dianggap sebagai agen perubahan yang menganut Tri Dharma (Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian), sehingga diharapkan menjadi sosok yang idealis, cerdas, bijaksana,dan responsif terhadap sosial.

(www.fkunissula.ac.id/index.php?option=com_docman&task...)

2.1.6 Mahasiswa Khalayak Media

(28)

diidentikkan dengan sekumpulan anak muda yang kritis, yang dalam asumsinya dapat kita bagi menjadi asumsi kritis yang positif maupun yang negatif.

Audiens dalam komunikasi massa sangat beragam, dari jutaan penonton televisi, ribuan pembaca buku atau ratusan pembaca jurnal ilmiah. Masing – masing audiens berbeda satu sama lain. Mereka berbeda dalam berpakaian, berfikir, menanggapi pesan yang diterima, pengalaman dan orientasi hidup. Namun masing – masing individu juga bisa saling mereaksi satu sama lain terhadap pesan yang diterima.

Menurut Hiebert dkk, audiens dalam komunikasi massa setidak – tidaknya mempunyai 5 (lima) karakteristik, yaitu :

1. Audience cenderung berisi individu – individu yang condong untuk berbagi pengalaman dan dipengaruhi oleh hubungan sosial diantara individu lain. Individu – individu tersebut memilih produk media yang mereka gunakan berdasarkan seleksi kesadaran.

2. Audience cenderung besar. Audiens tersebar ke berbagai wilayah jangkauan sasaran komunikasi massa.

3. Audience cenderung heterogen. Audiens berasal dari berbagai lapisan dan kategori sosial.

(29)

2.2 Teori S – O-R

Teori S-O-R berasal dari psikologi,dan dengan perkembangan komunikasi maka menjadi teori komunikasi yang disebabkan oleh objek materinya sama,yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen - komponen perilaku, sikap, opini, kognisi, afeksi, dan konasi. Efek akan muncul dari reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. ( Effendy,2000:254)

Teori S-O-R singkatan dari Stimulus-Organism-Response. Secara rinci unsur – unsur dalam teori S-O-R adalah :

1. Pesan (stimulus), yaitu merupakan pesan yang disampaikan komunikator kepada komunikasm. Pesan yang disampaikan tersebut dapat berupa tanda dan lambang.

(30)

3. Efek (response) nerupakan dampak dari pada komunikasi. Efek dari komunikasi adalah perubahan sikap, yaitu sikap afektif, kognitif, dan afektif.

Dalam proses perubahan sikap tampak bahwa sikap dapat berubah, hanya jika stimulus yang menerpa benar-benar melebihi semula. Mengutip pendapat Hovland, Janis dan Kelley yang menyatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada tiga variabel penting yaitu perhatian, pengertian, dan penerimaan. Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya.Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap.

(31)

Teori S-O-R dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1

Model Teori S-O-R (Effendy,2003:325)

Teori S-O-R menjadi landasan pada penelitian ini karena terdapat kesesuaian unsur – unsur dari teori tersebut dengan topic yang diangkat, yaitu tentang hubungan terpaan tayangan Provocative Proactive di Metro TV terhadap tingkat berfikir kritis mahasiswa di Surabaya. Kesesuaian yang dimaksud penulis dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Stimulus berupa terpaan tayangan Provocative Proactive di Metro TV. 2. Organisme berupa komunikan yaitu mahasiswa yang menonton tayangan

Provocative Proactive dan memperhatikan, mengerti, kemudian menerima terpaan tayangan Provocative Proactive di Metro TV.

3. Respon berupa perubahan pola pikir kritis mahasiswa setelah menonton tayangan Provocative Proactive di Metro TV.

Stimulus

Organisme : Perhatian Pengertian Penerimaan

(32)

2.3 Kerangka Berpikir

Mahasiswa saat ini dituntut untuk lebih aktif dalam memahami dan tanggap terhadap hal – hal yang terjadi di lingkungannya khususnya dalam isu – isu atau permasalahan politik, sosial dan budaya. Dalam hal ini mahasiswa adalah seseorang yang mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi sehingga disebut mahasiswa. Berpikir kritis merupakan salah satu kelebihan mahasiswa yang mampu mengkritisi segala bentuk kebijakan – kebijakan yang terjadi dilingkungannya, salah satu nya permasalahan politik. Misalnya, kebijakan – kebijakan pemerintah pada tahun 1998 yang dianggap merugikan masyarakat. Namun saat itu mahasiswa yang pertama menentang kebijakan tersebut dan mahasiswa mampu menggulingkan kepemimpinan presiden pada masa itu.

Pada realitas saat ini, banyak mahasiswa yang kurang peduli pada keadaan disekitarnya. Mahasiswa cenderung tidak berpikir kritis dalam menanggapi dan memahami sebuah permasalahan yang terjadi dalam bidang tertentu. Melainkan hanya menggunakan emosi yang akhirnya berbuntut pada tindakan anarkis. Dalam kehidupan kampus saja mahasiswa tidak berlaku seperti layaknya mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan serius, aktif bertanya kepada dosen atau mempunyai buku – buku literatur. Namun kenyataanya saat ini, mahasiswa lebih cenderung mengutamakan gaya hidup dengan berpakaian mewah, tidak aktif diperkuliahan, motivasi hanya untuk absensi dan lain sebagainya.

(33)

Provocative Proactive adalah salah satu tayangan talkshow yang mengajak dan menghimbau masyarakat khususnya mahasiswa untuk lebih berpikir kritis dalam menyikapi segala permasalahan politik, sosial dan budaya yang terjadi di lingkungan masyarakat. Tayangan Provocative Proactive ini dikemas secara menarik, santai dan informatif. Tayangan yang disiarkan di stasiun televisi Metro TV ini dinilai sangat bermanfaat bagi pemirsa.

Televisi merupakan salah satu media massa elektronik yang dapat menyampaikan informasi kepada khalayak atau masyarakat luas. Hal ini disebabkan kelebihan televisi yaitu menggabungkan unsur suara (audio) dan gambar (visual) didalamnya. Selain itu televisi mampu meyebarkan informasi secara serentak dengan cepat, dapat dikatakan “meniadakan” perbedaan jarak dan waktu. Sehingga televisi menjadi media favorit yang banyak digemari oleh masyarakat dengan segala kelebihannya.

(34)

X

Y

Gambar 2.2

Kerangka Berfikir

Stimuli Berupa Terpaan Tayangan Provocative Proactive di Metro TV

Mahasiswa di Surabaya: 1. Perhatian

2. Pengertian 3. Penerimaan

Tingkat Berpikir Kritis Mahasiswa :.

1. Menanyakan pertanyaan

2. Mengevaluasi informasi

3. Berpikir dengan logika

4. Berani menyampaikan kebenaran

5. Bersikap netral

6. Penuh pertimbangan saat berpendapat

7. Cermat

8. Menganalisis

9. Pemecahan masalah

10. Membatasi permasalahan

(35)

2.4 Hipotesis

Dari latar belakang permasalahan dan uraian teori yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang diajukan adalah “diduga terdapat hubungan antara terpaan tayangan Provocative Proactive dengan tingkat berpikir kritis mahasiswa di Surabaya”.

(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Untuk mengetahui perbedaan persepsi dari berbagai pihak mengenai definisi operasional dan pengukuran variabel dalam penelitian ini, maka peneliti akan menjelaskan variabel dalam penelitian ini :

Variabel bebas : Terpaan tayangan Provocative Proactive di Metro TV

Variabel terikat : Tingkat berpikir kritis mahasiswa di Surabaya

3.1.1 Terpaan Tayangan Provocative Proactive di Metro TV (Variabel Bebas

atau variabel X)

Variabel bebas atau variabel X adalah terpaan tayangan Provocative Proactive di Metro TV, yang dapat dioperasionalkan sebagai jumlah waktu (durasi) yang digunakan untuk menonton tayangan Provocative Proactive di Metro TV. Tayangan Provocative Proactive di Metro TV merupakan program acara talkshow terbaru di Metro TV yang mengajak masayarakat khususnya mahasiswa untuk berpikir kritis dalam memahami permasalahan di masyarakat dan lingkungannya.

(37)

1. Frekuensi, yaitu seberapa sering mahasiswa responden tersebut menonton tayangan Provocative Proactive di Metro TV . dalam kuisioner peneliti menggunakan pertanyaan tertutup. Frekuensi operasionalnya adalah frekuensi responden menonton tayangan Provocative Proactive di Metro TV dalam empat bulan terakhir. Pengguanaan frekuensi dikategorikan menjadi 3 dengan pengukuran lebar Interval.

2. Durasi, seberapa lama responden menonton tayangan Provocative Proactive di Metro TV.

Indikator tersebut akan dituangkan dalam kuisioner dalam bentuk pertanyaan tertutup, yaitu dengan memberikan pilihan jawaban kepada responden.

3.1.2 Tingkat Berpikir Kritis Mahasiswa di Surabaya (Variabel Terikat

atau variabel Y)

(38)

Indikator - indikator atau karakteristik dari berpikir kritis sebagai berikut :

1. Menanyakan pertanyaan 2. Mengevaluasi informasi, 3. Berpikir dengan logika,

4. Berani menyampaikan kebenaran, 5. Bersikap netral,

6. Penuh pertimbangan saat berpendapat, 7. Cermat,

8. Menganalisis, 9. Pemecahan masalah, 10.Membatasi permasalahan, 11.Menghargai ambiguitas

Hal – hal tersebut akan dijabarkan menjadi sebuah penyataan – pernyataan yang lebih operasional. Pernyataan – pernyataan yang operasional inilah yang akan menjadi komponen skala pengukuran.

Pernyataan – pernyataan tersebut terdiri dari pernyataan yang menyatakan hal – hal positif, yaitu kalimat dari pernyataan tersebut bersifat mendukung atau memihak. Pernyataan positif ini disebut sebgai pernyataan yang favorable. Selain itu, pernyataan – pernyataan tersebut juga terdiri hal – hal negatif, yaitu bersifat tidak mendukung ataupun kontra terhadap objek yang hendak diungkap. Pernyataan yang negatif ini disebut sebagai pernyataan yang unfavorable.

(39)

diminta untuk memberikan jawaban : Sangat setuju, Setuju, Ragu – Ragu, Tidak setuju, dan Sangat tidak setuju. Jawaban – jawaban tersebut kemudian diberi skor 1 sampai dengan 5 (Singarimbun, 1989:111)

Namun untuk pernyataan favorable skor yang diberikan 5 sampai dengan 1 untuk jawaban sangat setuju, setuju, ragu – ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Sedangkan, untuk pernyataan unfavorable skor 1 sampai dengan 5 diberikan untuk jawaban sangat setuju, setuju, ragu – ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.

3.1.3 Pengukuran Variabel

Untuk mengukur variabel terpaan tayangan Provocative Proactive di Metro TV yaitu frekuensi dan durasi dapat dilakukan melalui :

1. Indikator Frekuensi :

R = Frekuensi terpaan tinggi dikurangi terpaan terendah K = Interval atau kategori yang diinginkan

I = 18 – 1 = 5,6666 dibulatka 6

3

(40)

Sehingga intervalnya adalah :

1 – 6 dikategorikan rendah skor 1

7 – 12 dikategorikan sedang skor 2

13 – 18 dikategorikan tinggi skor 3

Indikator Frekuensi digolongkan menjadi Tinggi, Sedang, Rendah yang dilihat dari jawaban responden melalui pertanyaan kuisioner.

2.Indikator Durasi

R = Durasi terpaan tinggi dikurangi durasi terpaan terendah K = Interval atau kategori yang diinginkan

I = 30 – 1 = 9,6666 dibulatkan 10 3

Sehingga intervalnya adalah

1 – 10 dikategorikan rendah skor 1 11 – 20 dikategorikan sedang skor 2 21 – 30 dikategorikan tinggi skor 3

Indikator Durasi digolongkan menjadi Tinggi, Sedang, Rendah yang dilihat dari jawaban responden melalui pertanyaan kuisioner.

(41)

Untuk mengetahui frekuensi dan durasi responden tertinggi maupun terendah dapat dilihat melalu jawaban responden yang berupa pertanyaan tertutup.

Kemudian setelah mendapatkan hasil dari frekuensi dan durasi dengan menggunakan rumus diatas, maka untuk mengetahui tinggi rendahnya pada variabel terpaan tayangan Provocative Proactive di Metro TV digunakan rumus :

R(range)=skor jawaban tertinggi – skor jawaban terendah

Jenjang yang diinginkan

Keterangan :

a. Skor tertinggi diperoleh melalui hasil perkalian dari pemberian skor tertinggi dikalikan dengan jumlah keseluruhan item yang terdapat dalam kuisioner.

b. Skor terendah diperoleh melalui hasil perkalian dari pemberian skor dengan nilai terendah dikalikan dengan jumlah keseluruhan item dalam kuisioner.

c. Jenjang yang diinginkan sebanyak 3 yang dijadikan dalam bentuk Tinggi, Sedang, dan Rendah.

(42)

Skor terendah = 2 x 1 = 2 Skor tertinggi = 2 x 3 = 6

Jenjang = 3

Lebar interval = 6 - 2 = 1,333 dibulatkan menjadi 1

3

Jadi, batasan skor terpaan tayangan Provocative Proactive di Metro TV dikategorikan sebagai berikut :

Jumlah skor 2 sampai 3 kategori rendah Jumlah skor 4 sampai 5 kategori sedang Jumlah skor 6 kategori tinggi

Selanjutnya untuk mengetahui tingkat berpikir kritis mahasiswa di Surabaya, dilakukan pemberian skor pada pilihan jawaban sebagai berikut :

Sangat Setuju : diberi skor 5

Setuju : diberi skor 4

Ragu – ragu : diberi skor 3 Tidak setuju : diberi skor 2 Sangat tidak setuju : diberi skor 1

Setiap pilihan jawaban dikategorikan kedalam tiga interval, yaitu tinggi, sedang, rendah. Penentuan interval dilakukan dengan rumus :

(43)

Keterangan :

a. Skor tertinggi diperoleh melalui hasil perkalian dari pemberian skor tertinggi (Sangat setuju, skor 5) dikalikan dengan jumlah keseluruhan item yang terdapat dalam kuisioner.

b. Skor terendah diperoleh melalui hasil perkalian dari pemberian skor dengan nilai terendah (Sangat tidak setuju, skor 1) dikalikan dengan jumlah keseluruhan item dalam kuisioner.

c. Jenjang yang diinginkan sebanyak 3 yang dijadikan dalam bentuk interval Tinggi, Sedang, dan Rendah.

Jumlah pertanyaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 12 item. Sehingga penghitungannya :

Skor Terendah = 11 x 1 =11

Skor Tertinggi = 11 x 5 = 55

Range = 55 - 11 = 14, 667 dibulatkan menjadi 15

3

Berdasarkan rumus diatas maka tingkat berpikir kritis responden dikategorikan sebagai berikut :

Rendah 11 - 25

(44)

Maka dari perhitungan lebar interval tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Apabila perhitungan skor jawaban masuk dalam kategori antara 11 - 25 maka tingkat berpikir kritis mahasiswa cenderung rendah. Berpikir kritis mahasiswa rendah yaitu mahasiswa pasif dan kurang peduli dalam menyikapi sebuah permasalahan.

2. Apabila perhitungan skor jawaban masuk dalam kategori antara 26 - 40 maka tingkat berpikir kritis mahasiswa cenderung sedang. Berpikir kritis mahasiswa sedang yaitu mahasiswa masih pada tingkat pasif dan peduli dalam menyikapi sebuah permasalahan.

3. Apabila perhitungan skor jawaban masuk dalam kategori antara 41 - 55 maka tingkat berpikir kritis mahasiswa cenderung tinggi. Berpikir kritis mahasiswa tinggi yaitu mahasiswa aktif, sangat peduli dan berani berargument dalam menyikapi sebuah permasalahan.

3.2 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel

3.2.1 Populasi dan Sampel

(45)

pendapatnya, sedangkan mahasiswa pada semester akhir cenderung aktif saat mengevaluasi, mampu berpendapat didepan publik dan memecahkan masalah secara kritis. Mahasiswa dianggap sebagai agen perubahan yang menganut Tri Dharma (Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian), sehingga diharapkan menjadi sosok yang idealis, cerdas, bijaksana,dan responsive terhadap sosial. Selanjutnya lokasi penelitian yaitu di Surabaya, maka populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah mahasiswa di Surabaya, yaitu 472.856 jiwa Sumber : situs resmi Kementrian Pendidikan Nasional

(http://www.kemdiknas.go.id/media/213881/index_pt_0809.pdf)

3.2.2 Teknik Penarikan Sampel

Mengingat responden dalam penelitian ini banyak dan tersebar luas di wilayah kota Surabaya, teknik penarikan sampel dilakukan adalah teknik

multistage cluster random sampling. Teknik ini digunakan jika populasi letaknya tersebar secara geografis. Sedangkan untuk menentukan responden dilakukan secara bertahap berdasarkan wilayah – wilayah yang ada :

a. Pemerintah kota Surabaya terdiri dari 5 wilayah, yaitu Surabaya Utara, Surabaya Selatan, Surabaya Timur, Surabaya Barat, dan Surabaya Pusat.

(46)

Kemudian untuk menentukan jumlah sampel di setiap universitas dapat ditentukan dengan rumus :

N1 = n1 x n N

Keterangan :

N1 : Jumlah sampel dimasing – masing wilayah

n1 : Ukuran Stratum Ke-1

n : Jumlah sampel yang telah ditentukan

N : Jumlah Populasi

Jumlah populasi yaitu Mahasiswa di Surabaya yaitu 472.856 jiwa. Penarikan sampel dari jumlah Mahasiswa di Surabaya akan ditentukan dengan rumus Yamane :

n= N

Nd2+1

Keterangan :

n= Jumlah sampel yang diperlukan

(47)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan bisa dikategorikan dalam dua jenis, yaitu : 1. Data Primer

Data yang diperoleh secara langsung melalui daftar pertanyaan secara terstruktur kepada responden yang berisi daftar pertanyaan yang ada pada kuisioner. Selain itu dalam menyebarkan kuisioner yang diajukan jika terdapat pertanyaan yang kurang dipahami oleh responden maka peneliti dapat menjelaskan agar tidak salah dalam mengisi kuisioner.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh melalui bahan – bahan pustaka yang terkait dengan masalah – masalah yang akan diteliti. Bahan – bahan pustaka didapat dari buku – buku literature atau informasi tertulis lainnya. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan instansi – instansi terkait.

3.5 Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode statistik. Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari hubungan antara dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

(48)

Keterangan :

ρ = koofesien korelasi Rank Spearman

n = jumlah sampel

di = jumlah total hitungan Rank X dan Rank Y

Untuk mempermudah menghitung data variabel X dan Y ke dalam rumus

Rank Spearman maka diperlukan tabel penolong sebagai berikut :

Responden X Y Rank X Rank Y di di2

1 2 3 4

Dst

Jumlah d

i

2

Tabel 3.1

Tabel Penolong Koofesien Korelasi Rank Spearman

ρ= 1 – 6 ∑d

i

2

(49)

Ada ataupun tidak adanya korelasi dinyatakan dalam angka pada indeks. Betapapun kecilnya indeks korelasi, jika bukan 0, 0000 dapat diartikan bahwa kedua variabel yang dikorelasikan terdapatnya korelasi.

Intepretasi kuat atau lemahnya korelasi dapat juga diketahui dari besar kecilnya angka dalam indeks korelasi. Semakin besar angka dalam indeks korelasi, semakin tinggi pula korelasi kedua variabel yang dikorelasikan.

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0 – 0,55 Hubungan Tidak Kuat

0,56 – 0,65 Hubungan Cukup Kuat

0,66 – 0,75 Hubungan Kuat

0,76 – 0,99 Hubungan Sangat Kuat

1 Hubungan Sangat Sempurna

Sumber : (Supangat,Andi, 2007 :362-363)

Tabel 3.2

Tabel Pedoman Untuk Memberikan Intepretasi Koefisien Korelasi

Untuk memperjelas pembuktian hipotesis, maka akan digunakan analisis t

test dengan taraf signifikasn 5 % dan dejarat kesalahan dk = n-2 yang

menggunakan rumus sebagai berikut : (Sudjana : 380)

t

test = ρ√ n - 2

(50)

Keterangan :

t

test = koofesien signifikan

ρ = koofesien korelasi Rank Spearman

n = jumlah sampel

Dengan hipotesis statistiknya dapat dikemukakan sebagai berikut :

Ho = Tidak erdapat hubungan antara terpaan tayangan Provocative Proactive di Metro TV terhadap tingkat berpikir kritis mahasiswa di Surabaya.

Hi = Terdapat hubungan antara terpaan tayangan Provocative Proactive di Metro TV terhadap tingkat berpikir kritis mahasiswa di Surabaya.

Dengan ketentuan sebagai berikut :

Bila

t

test <

t

tabel, maka Ho diterima dan Hi ditolak

Tetapi sebaliknya, jika

t

test >

t

tabel, maka Hi diterima dan Ho ditolak.

(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Metro TV

Metro TV atau PT Media Televisi Indonesia merupakan anak perusahaan dari Media Group, suatu kelompok usaha media yang dipimpin oleh Surya Paloh, yang juga merupakan pemilik surat kabar Media Indonesia. PT Media Televisi Indonesia memperoleh izin penyiaran atas nama "MetroTV" pada tanggal 25 Oktober 1999. Pada tanggal 25 November 2000, MetroTV mengudara untuk pertama kalinya dalam bentuk siaran uji coba di 7 kota. Pada awalnya hanya bersiaran 12 jam sehari, sejak tanggal 1 April 2001, MetroTV mulai bersiaran selama 24 jam. Dari awalnya memulai operasi dengan 280 orang karyawan, saat ini MetroTV mempekerjakan lebih dari 900 orang, sebagian besar di ruang berita dan daerah produksi. Stasiun TV ini pada awalnya memiliki konsep agak berbeda dengan yang lain, sebab selain mengudara selama 24 jam setiap hari, stasiun TV ini hanya memusatkan acaranya pada siaran warta berita saja. Tetapi dalam perkembangannya, stasiun ini kemudian juga memasukkan unsur hiburan dalam program-programnya.

(52)

menyiarkan berita dalam bahasa Mandarin: Metro Xin Wen, dan juga satu-satunya stasiun TV di Indonesia yang tidak menayangkan program sinetron. Metro TV juga menayangkan siaran internasional berbahasa Inggris pertama di Indonesia Indonesia Now yang dapat disaksikan dari seluruh dunia. Stasiun ini dikenal memiliki presenter berita terbanyak di Indonesia

Metro TV juga menayangkan program e-Lifestyle, yakni program talkshow yang membahas teknologi informasi dan telekomunikasi. Metro TV dimiliki Media Group pimpinan Surya Paloh yang juga memiliki harian Media Indonesia dan Lampung Post.

4.1.1 Logo dan slogan baru

(53)

4.2 Gambaran Umum Objek Penelitian

4.2.1 Universitas Bhayangkara

Didorong oleh kesadaran tinggi untuk memberikan pengabdian yang terbaik melalui jalur pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan turut meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat dalam kerangka pembangunan manusia Indonesia sutuhnya dan dengan didorong pula oleh semangat Tri Brata melalui prakarsa perwira-perwira Kepolisian Daerah Jawa Timur (d. h. SKOMDAK X / JAWA TIMUR), bertepatan dengan peringatan Hari Bhayangkara – Hari Kepolisian RI Ke-38, tepatnya tanggal 1 Juli 1982, Universitas Bhayangkara Surabaya didirikan dengan empat fakultas.

Salah satu syarat pendirian Perguruan Tinggi Swasta adalah harus berada dibawah yayasan, oleh karena itu maka dibentuklah Yayasan Semeru sebagai Badan Lembaga Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta melalui Akte Notaris Nomor : 14 Tanggal 19 Juni 1982 diperbaharui dengan Akte Notaris Nomor : 110 tanggal 17 Januari 1994.

(54)

studi Ubhara Surabaya memperoleh status “Terdaftar” (dimana sebelumnya baru memiliki ijin operasional dari Kopertis Wilayah VII Jawa Timur). Berkat kesungguhan dari para pemrakarsa dan pengelola serta petunjuk dan arahan dari pimpinan POLRI dalam menata Perguruan Tinggi, Ubhara Surabaya dapat tumbuh dan berkembang seiring dengan diberlakukannya kebijakan nasional dan kualifikasi penyelenggaraan PTS dalam menjalankan fungsi pendidikan tinggi.

4.2.2 Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

(55)

1. Fakultas Ekonomi

1. Prodi Ilmu Ekonomi Pembangunan 2. Prodi Akuntasnsi

3. Prodi Manajemen 2. Fakultas Pertanian

1. Prodi Agroteknologi 2. Prodi Agribisnis 3. Fakultas Teknologi Industri

1. Prodi Teknik Kimia 2. Prodi Teknik Industri 3. Prodi Teknologi Pangan 4. Prodi Teknik Informatika 5. Prodi Sistim Informasi

4. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 1. Prodi Admintrasi Negara 2. Prodi Administrasi Bisnis 3. Prodi Ilmu Komunikasi

5. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan 1. Prodi Teknik Sipil

2. Prodi Arsitektur

3. Prodi Teknik Lingungan 6. Fakultas Hukum

1. Prodi Ilmu Hukum 7. Program Pasca Sarjana

(56)

4.2.3 Universitas Wijaya Kusuma

(57)

Kedokteran pada 1986, yang merupakan Fakultas Kedokteran Perguruan Tinggi Swasta pertama di Indonesia Timur. Lambang Universitas Wijaya Kusuma terdiri dari sebuah candi penataran berlatar belakang warna kuning emas dalam bingkai segi lima, melambangkan keagungan kerajaan Majapahit yang dibingkai oleh falsafah pancasila dengan Motto "ANGGUNG WIMBUH NILUWIH", dibawah lambang yang mempunyai makna selalu tumbuh dan berkembang.

4.2.4 Universitas Surabaya

Universitas Surabaya yang sering disingkat dengan nama Ubaya, lahir pada tanggal 11 Maret 1968 dengan tiga fakultas yaitu Fakultas Farmasi, Hukum dan Ekonomi. Pada saat ini Ubaya sudah memiliki 7 fakultas dengan 20 program studi. Jumlah total mahasiswa Ubaya pada saat ini berjumlah sekitar 12.000 mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.

(58)

Seluruh tenaga edukatif dan pimpinan Ubaya bertekad untuk tetap menjaga kualitas pendidikan ini. Sebagai hasilnya, pada saat ini semua program studi di Ubaya yang telah diakreditasi mendapat nilai A (Sangat Baik) dari Badan Akreditasi Nasional.

4.1.5 Universitas 17 Agustus 1945

Yayasan Perguruan 17 Agustus 1945 Surabaya menerapkan konsep "belajar sepanjang hayat" dengan menyelenggarakan Play Group, SLTP, SMU, SMK (SMIP), AKPAR, Program Diploma 3, Program Strata 1 (S1), Program Magister (S2) hingga Program Doktor (S3). Bagi alumni S1 Untag memperoleh keringanan biaya studi lanjut ke S2 dan S3 Untag. Pola tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan dunia kerja/industri yang semakin kompleks.

(59)

4.2.6 Universitas Airlangga

Sejarah Universitas Airlangga berawal dari cikal-bakal lembaga pendidikan Nederlands Indishe Artsen School (NIAS) dan School Tot Opleiding van Indishe Tandartsen (STOVIT), maisng-masing didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1913, dan 1928. Setelah masa pergolakan kemerdekaan sempat terganggu kelancarannya, pada tahun 1948 pemerintah pendudukan Belanda mendirikan Tandheelkunding Institut yang merupakan cabang Universiteit van Indonesie Jakarta dan membuka kembali NIAS dengan nama Faculteit der Geneeskunde yang juga sebagai cabang Universiteit van Indonesie Jakarta.

(60)

4.3 Penyajian Data

4.3.1 Identitas Responden

Respondan dalam penelitian ini adalah mahasiswa berkuliah di Surabaya. Sedangkan jenis kelamin dan usia dari masing – masing responden tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :

Tabel 4.1

(61)

4.3.2 Terpaan Program Acara Provocative Proactive di Metro TV

Terpaan acara adalah kegiatan mendengar, melihat, dan membaca pesan – pesan yang disampaikan melalui televisi ataupun pengalaman dan perhatian terhadap pesan tersebut yang dapat terjadi pada individu atau kelompok. Terpaan program acara Provocative Proactive di Metro TV adalah frekuensi (tingkat keseringan) dan durasi (lama waktu menonton) program acara Provocative Proactive yang ditayangkan di Metro TV. Hasil data kuisioner tentang acara tentang program acara Provocative Proactive di Metro TV dapat dijelaskan berdasarkan pertanyaan - pertanyaan yang berhubungan dengan hal tersebut dan telah ditabulasikan sebagai berikut :

4.3.2.1 Frekuensi Tayangan Provocative Proactive di Metro TV

Frekuensi menonton program acara Provocative Proactive di Metro TV adalah berapa kali responden menonton program acara Provocative Proactive di Metro TV selama empat bulan terakhir. Pertanyaan tertutup dengan menggunakan alternative jawaban yang telah ditentukan dan diberi skor masing – masing sebagai berikut :

1 – 6 kali skor 1 (dikategorikan rendah)

7 – 12 kali skor 2 (dikategorikan sedang)

(62)

I = 18 – 1 = 5,6666 dibulatka 6 3

Keterangan :

R = Frekuensi terpaan tinggi dikurangi terpaan terendah K = Interval atau kategori yang diinginkan

Frekuensi menonton program acara Provocative Proactive di Metro TV dari hasil penelitian ini, dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.3

Frekuensi Menonton Program Acara Provocative Proactive Di Metro TV

No. Keterangan Frekuensi %

1.

Sumber: Kuisioner No. I.1

Dari table diatas dapat diketahui bahwa responden yang menonton program acara Acara Provocative Proactive di Metro TV sebanyak 1 sampai 6 kali selama empat bulan terakhir adalah responden dengan jumlah 51

(63)

tersebut karena responden merupakan mahasiswa yang memiliki aktivitas dan kesibukan masing – masing sehingga frekuensi untuk menonton program acara Provocative Proactive di Metro TV cenderung sedikit. Selain itu, acara tersebut ditayangkan pada pukul 22.05 WIB adalah waktu untuk responden beristirahat, terutama responden yang mempunyai aktivitas tinggi dan terdapat mata kuliah pagi pada keesok harinya cenderung akan mudah melewatkan penayangan acara tersebut.

(64)

4.3.2.2 Durasi menonton Tayangan Provocative Proactive di Metro TV

Durasi menonton tayangan Provocative Proactive di Metro TV adalah berapa menit waktu yang dibutuhkan responden untuk menonton tayangan Provocative Proactive di Metro TV. Durasi terpaan dapat dihitung dengan satuan menit antara 1 sampai 30 menit setiap kalinya. Pertanyaan untuk mengukur durasi menggunakan pertanyaan tertutup dengan alternatif jawaban yang akan diberi skor masing – masing sebagai berikut :

1 – 10 menit skor 1 (dikategorikan rendah) 11 – 20 menit skor 2 (dikategorikan sedang) 21 – 30 menit skor 3 (dikategorikan tinggi)

Indikator Durasi yaitu :

Keterangan :

R = Durasi terpaan tinggi dikurangi durasi terpaan terendah K = Interval atau kategori yang diinginkan

I = 30 – 1 = 9,6666 dibulatkan 10 3

(65)

Durasi menonton acara Provocative Proactive di Metro TV dari hasil penelitian ini, dapat dilihat pada tabel :

Tabel 4.4

Durasi Menonton Acara Provocative Proactive di Metro TV

No. Keterangan Frekuensi %

1.

Rata – rata waktu yang dibutuhkan oleh responden untuk menonton acara Provocative Proactive di Metro TV selama 1 sampai 1 sampai 10 menit dan tergolong kategori rendah dalam hal durasi menonton acara tersebut adalah sebanyak 13 orang responden. Responden yang menonton acara tersebut selama 11 sampai 20 menit sebanyak 40 orang responden dan masuk dalam kategori sedang dalam hal durasi menonton tayangan tersebut. Sedangkan responden yang tergolong tergolong kategori tinggi dalam hal menonton acara tersebut, yaitu selama 21 sampai 30 menit sebanyak 47 orang responden.

(66)

tayang iklan yang ditampilkan lebih sedikit sehingga acara dan iklan yang muncul lebih banyak acara tersebut.

Sehingga skor yang diperoleh dari setiap responden yang menjawab pertanyaan mengenai frekuensi dan durasi menonton acara Provocative Proactive di Metro TV dapat diketahui terpaan acara tersebut yang merupakn variabel X.

Terpaan acara tersebut dapat dikategorikan menjadi kategori tinggi, sedang dan rendah yang ditentukan berdasarkan jumlah skor masing – masing responden. Masing – masing jawaban telah diberi skor dan dihitung menggunakan rumus :

R(range)=skor jawaban tertinggi – skor jawaban terendah

Jenjang yang diinginkan

Jumlah item pertanyaan mengenai terpaan tayangan Provocative Proactive di Metro TV terdiri atas 2 item pertanyaan, sehingga perhitungan untuk mengetahui terpaan acara tersebut adalah sebagai berikut :

Skor terendah = 2 x 1 = 2 Skor tertinggi = 2 x 3 = 6

Jenjang = 3

Lebar interval = 6 - 2 = 1,333 dibulatkan menjadi 1

(67)

Jadi, batasan skor terpaan tayangan Provocative Proactive di Metro TV dikategorikan sebagai berikut :

Jumlah skor 2 sampai 3 kategori rendah Jumlah skor 4 sampai 5 kategori sedang

Jumlah skor 6 kategori tinggi

Selanjutnya, terpaan tayangan Provocative Proactive di Metro TV (variabel X) dari hasil penelitian ini, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.5

Terpaan Acara Provocative Proactive di Metro TV

No. Keterangan Frekuensi %

1.

(68)

Hal ini diperoleh dari jumlah skor masing – masing responden melalui jawaban mengenai terpaan acara tersebut. Diketahui bahwa 53% dari 100 responden termasuk kategori sedang dalam hal terpaan tayangan Provocative Proactive di Metro TV. Sedangkan 12 % dari 100 responden termasuk kategori tinggi dan 35 % dari 100 responden termasuk kategori rendah dalam hal terpaan tayangan Provocative Proactive di Metro TV.

4.3.3 Tingkat Berpikir Kritis Mahasiswa Di Surabaya Setelah Menonton

Tayangan Provocative Proactive Di Metro TV

(69)

4.3.3.1 Mempertanyakan Permasalahan Yang Kurang Dimengerti Dan

Dipahami

Pertanyaan pada kuisioner No. II.1 yang berupa pertanyaan favorable

(pernyataan yang bersifat mendukung pada indikator), yang dikembangkan dari indikator mempertanyakan permasalahan yang kurang dimengerti dan dipahami setelah menonton tayangan Provocative Proactive di Metro TV. Berikut ini akan di deskripsikan kriteria jawaban atas pertanyaan tersebut :

Tabel 4.6

Mempertanyakan permasalahan Yang Kurang Dimengerti dan Dipahami Setelah Menonton Tayangan Provocative Proactive Di Metro

TV

No. Keterangan Frekuensi %

1.

(70)

menanyakan permasalahan yang kurang dimengerti dan dipahami setelah menonton tayangan Provocative Proactive di Metro TV karena penasaran terhadap kebenaran suatu masalah. Hal ini dikarenakan responden akan selalu bertanya terhadap hal – hal yang tidak dimengerti kepada orang lain atau melakukan diskusi.

Sebaliknya, responden yang menjawab tidak setuju sebanyak 17 orang responden dan tidak ada responden yang menjawab sangat tidak setuju. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden sama sekali tidak mempertanyakan permasalahan yang kurang dimengerti dan dipahami setelah menonton tayangan provocative Proactive di Metro TV karena tidak peduli atau acuh terhadap suatu masalah. Dikarenakan responden hanya menganggap tayangan Provocative Proactive di Metro TV hanya sebagai hiburan semata.

Sedangkan, terdapat 8 orang responden yang menjawab ragu – ragu terhadap pernyataan tersebut karena responden memiliki kemampuan berpikir kritis, akan tetapi jarang mempertanyakan permasalahan yang kurang dimengerti dan dipahami. Kadang responden mempertanyakan namun kadang tidak mempertanyakan sesuatu yang dianggap kurang dimengerti dan dipahami. Hal ini dikarenakan sebagian responden bertanya terhadap hal – hal yang menurut responden menarik sehingga topik – topik yang menurut responden kurang menarik jadi tidak terpengaruh.

(71)

dimengerti dan dipahami setelah menonton tayangan Provocative Proactive di Metro TV. Hal ini dikarenakan responden aktif bertanya ketika tidak mengerti akan sebuah permasalahan terlihat dari terpaan yang diterima responden termasuk kategori tinggi.

4.3.3.2 Menanggapi Permasalahan Secara Emosional

Pertanyaan pada kuisioner No. II.2 yang berupa pertanyaan

unfavorable (pernyataan yang bersifat tidak mendukung pada indikator), yang dikembangkan dari indikator menanggapi masalah secara emosional setelah menonton tayangan Provocative Proactive di Metro TV. Berikut ini akan di deskripsikan kriteria jawaban atas pertanyaan tersebut

Tabel 4.7

Menanggapi Permasalahan Secara Emosional Setelah Menonton Tayangan Provocative Proactive Di Metro TV

No. Keterangan Frekuensi %

(72)

Dari tabel diatas didapat bahwa responden yang menjawab sangat setuju adalah 3 orang responden dan yang menjawab setuju sebanyak 29 orang responden.. Hal ini membuktikan bahwa responden cenderung emosional ketika menghadapi sebuah masalah setelah menonton tayangan Provocative Proactive di Metro TV. Dikarenakan responden sudah jenuh dengan masalah – masalah atau isu –isu yang dibahas pada tayangan Provocative Proactive di Metro TV. Sehingga responden cenderung emosi terhadap isu – isu tentang sosial, politik, dan budaya di Negara ini yang dibahas pada tayangan tersebut.

Sebaliknya, responden yang menjawab tidak setuju sebanyak 38 orang responden dan yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 18 orang responden.. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak menggunakan emosi saat menghadapi masalah namun lebih menggunakan logika saat menghadapi masalah. Responden lebih bijak saat menyaksikan dan menanggapi isu – isu yang dibahas pada tayangan Provocative Proactive di Metro TV. Sehingga dalam menanggapi hal tersebut terbawa saat menghadapi masalah. Sebanyak 12 orang responden yang menjawab ragu – ragu terhadap pernyataan tersebut karena responden menghadapi masalah secara emosional tetapi tidak terlalu kuat juga tidak terlalu lemah.

(73)

4.3.3.3 Lantang Berbicara Tentang Kebenaran

Pada tabel berikut akan dijelaskan mengenai kriteria jawaban yang terdapat pada kuisioner No. II.3 yang berupa pernyataan favorable, yang dikembangkan dari indikator berpikir kritis yang berupa berani berbicara lantang tentang kebenaran setelah menonton tayangan Provocative Proactive di Metro TV:

Tabel 4.8

Lantang Menyuarakan Kebenaran Setelah Menonton Tayangan Provocative Proactive Di Metro TV

No. Keterangan Frekuensi %

1.

(74)

diskusi responden berani bersuara tentang suatu kebenaran suatu permasalahan yang terjadi pada saat diskusi.

Sebaliknya, sekitar 26 orang responden menjawab tidak setuju dan 6 orang responden menjawab sangat tidak setuju. Hal ini mengindikasikan bahwa responden sama sekali tidak berani menyuarakan kebenaran akan sebuah masalah setelah mononton tayangan Provocative Proactive di Metro TV. Hal ini menurut salah satu responden bahwa responden tidak memiliki banyak pengetahuan tentang isu – isu yang dibahas pada tayangan tersebut. Sehingga saat melakukan diskusi responden tidak berani berargument.

Sedangkan 26 orang responden memberikan jawaban ragu – ragu terhadap pernyataan tersebut karena responden memiliki rasa ingin menyuarakan kebenaran namun tidak ada keberanian untuk menyampaikan kebenaran. Kadang hal tersebut tidak terlalu kuat dan juga tidak terlalu lemah rasa untuk menyampaikan kebenaran setelah menonton tayangan Provocative Proactive di Metro TV. Dikarenakan responden kurang memiliki pengetahuan, sehingga responden saat melakukan diskusi hanya berargument saat terdapat topik yang dimengerti.

(75)

4.3.3.4 Jarang Mencari Referensi – Referensi Untuk Menemukan

Jawaban Sebuah Permasalahan

Dijelaskan kriteria jawaban responden terhadap pernyataan pada kuisioner No. II.4 yang berupa pernyataan unfavorable, yang dikembangkan dari indikator berpikir kritis dengan jarang mencari referensi – referensi untuk menemukan jawaban akan suatu permasalahan setelah mendapat terpaan tayangan Provocative Proactive di Metro TV:

Tabel 4.9

Jarang Mencari Referensi – Referensi Untuk Menemukan Jawaban Atas Permasalahan Setelah Menonton Tayangan Provocative

Proactive Di Metro TV

No. Keterangan Frekuensi %

1.

(76)

pernyataan yang bersifat tidak memihak atau mendukung terhadap indikator tingkat berpikir kritis. Hal ini membuktikan bahwa responden jarang mencari referensi untuk menemukan jawaban atas sebuah masalah. Hal ini disebabkan karena responden hanya menganggap bahwa isu- isu yang dibahas pada tayangan Provocative Proactive di Metro TV hanya angin lalu saja. Sehingga responden tidak terlalu memperdulikan isu – isu tersebut

Sebaliknya, sebanyak 43% dari 100 orang responden menjawab tidak setuju dan 14% dari 100 orang responden menjawab sangat tidak setuju. Jawaban tersebut diberikan terhadap pernyataan yang tidak mendukung terhadap indikator berpikir kritis. Hal ini menjelaskan bahwa responden sering mencari sumber referensi untuk mencari jawaban atas permasalahan yang ada setelah mendapat terpaan dari tayangan Provocative Proactive di Metro TV. Dikarenakan tayangan Provocative Proactive di Metro TV mempunyai durasi 30 menit sehingga isu- isu yang dibahas tidak sepenuhnya tersampaikan. Hal ini membuat responden penasaran sehingga membuat responden mencari sebuah referensi – referensi di berbagai media untuk memuaskan rasa penasaran terhadap isu – isu yang dibahas.

(77)

referensi untuk menemukan jawaban atas permasalahan setelah menonton tayangan Provocative Proactive di Metro TV.

4.3.3.5 Netral Dalam Menyikapi Permasalahan

Pernyataan pada kuisioner No. II.5 yaitu yang berupa pernyataan

favorable (pernyataan yang bersifar mendukung atau memihak dari sebuah indikator), yang dikembangkan dari indikator berpikir kritis sehingga mampu bersikap netral saat menyikapi permasalahan setelah menonton tayangan Provocative Proactive di Metro TV. Di bawah ini akan dideskripsikan kriteria jawaban atas pernyataan tersebut:

Tabel 4.10

Netral Dalam Menyikapi Permasalahan Setelah Menonton Tayangan Provocative Proactive Di Metro TV

No. Keterangan Frekuensi %

(78)

Dapat diketahui dari tabel diatas, sebanyak 15 orang responden menjawab sangat setuju dan sebanyak 58 orang responden menjawab setuju. Jawaban ini diberikan terhadap pernyataan tingkat berpikir kritis dengan indikasi netral dalam menanggapi sebuah permasalahan. Jadi, dari pernyataan tersebut responden bersifat netral dalam menyikapi sebuah permasalahan setelah menonton tayangan Provocative Proactive di Metro TV. Hal ini karena pada tayangan Provocative Proactive di Metro TV hanya memberikan ulasan tentang fakta – fakta yang terjadi tanpa memberikan dukungan atau penolakan terhadap sebuah isu yang dibahas. Sehingga responden mampu bersikap netral terhadap suatu isu – isu yang terjadi.

Gambar

Gambar 2.1 Model Teori S-O-R (Effendy,2003:325)
Gambar 2.2 Kerangka Berfikir
Tabel Penolong Koofesien Korelasi Rank Spearman
Tabel 3.2 Tabel Pedoman Untuk Memberikan Intepretasi Koefisien Korelasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Obyektif iklan Gamelan United adalah untuk membangun citra gamelan sebagai instrumen musik yang dapat menjadi media berekspresi generasi muda berusaha dicapai

Berikut adalah analisis data yang mendeskripsikan tentang pelnggaran prinsip kerja sama, implikatur percakapan, dan tema yang digunakan dalam wacana humor politik

PENGARUH METODE FOCUS GROU DISCUSSION TERHADAP APLIKASI PATIENT MEDICATION RECORD DI APOTEK WILAYAH.. KABUPATEN CILACAP

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka dapat dipahami bahwa penggunaan metode Problem Solving dapat membantu untuk meningkatkan berpikir kritis siswa besiswa,

learning melibatkan siswa dalam berpendapat sehingga aktivitas siswa akan muncul sesuai dengan teori dari Hamalik (2011) bahwa pembelajaran discovery berorientasi

Pada subbab di atas, kalian telah mempelajari tentang keunggulan dan keterbatasan antarruang dalam permintaan, penawaran, teknologi serta pelaku ekonomi. Keunggulan

Wacana dialog ( 6) tersusun dari dua satuan tuturan, yaitu tuturan A sebagai inisiasi dan tuturan B sebagai respons. Hubungan makna antara tuturan A dan B ialah

Rancangan halaman login ini merupakan rancangan yang digunakan untuk masuk kedalam sistem informasi kuliner khas Kota Palembang dengan cara memasukkan username dan