• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Mikro dan Makro Ekonomi Guna Memperkuat Industri Logistik Nasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kebijakan Mikro dan Makro Ekonomi Guna Memperkuat Industri Logistik Nasional"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN MIKRO & MAKRO EKONOMI GUNA

MEMPERKUAT INDUSTRI LOGISTIK NASIONAL

Jakarta, 6 Oktober 2015

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Republik Indonesia

Edy Putra Irawady

Deputi Menko Perekonomian

Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri

(2)

Perkembangan Ekonomi Global

Sumber: trading economics, IMF, Bloomberg

Unemployment rate

Triwulan II Tahun

2015, Tiongkok dan Amerika masing

masing menurun menjadi 4.04% dan

5.3% dan Jepang tetap senilai 3.5%.

-2

0 2 4 6 8

Q1-2014 Q2-2014 Q3-2014 Q4-2014 Q1-2015 Q2-2015

Pertumbuhan Ekonomi (%)

Tiongkok USA Jepang

0 1 2 3 4 5 6 7

Q1-2014 Q2-2014 Q3-2014 Q4-2014 Q1-2015 Q2-2015

Unemployment Rate (%)

Tiongkok USA Jepang

Pertumbuhan ekonomi Triwulan II Tahun

2015, Jepang mengalami peningkatan

menjadi 0.7% dari sebelumnya -0.8%

sedangkan untuk Tiongkok tetap senilai

7% dan Amerika Turun menjadi 2.7% dari

sebelumnya 2.9%.

(3)

Ekonomi Indonesia triwulan II-2015 tumbuh 4.67% YoY, melambat dibanding capaian triwulan II-2014 yang

tumbuh 5.03% dan triwulan I-2015 yang tumbuh 4.72%.

Dari sisi pengeluaran Pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah

Tangga Sebesar 4.97% (yoy).

Sumber: BPS

6,3 6,4

6,17 6,11 6,02 5,81 5,62 5,72 5,22 5,12 5,01 5,01 4,72 4,67

4

4,5

5

5,5

6

6,5

7

Q1 2 0 12 Q2 2 012 Q 3 2 012 Q 4 2 0 12 Q1 2 0 13 Q 2 20 13 Q3 2 013 Q4 2 0 13 Q1 2 0 14 Q2 2 0 14 Q3 2 014 Q4 2 0 14 Q 1 20 15 Q2 2 015

Pertumbuhan Ekonomi (%)

4,97

3,55

2,28

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pembentukan Modal Tetap Bruto Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

Pertumbuhan Ekonomi (%)

Menurut Pengeluaran

(4)

Konsumsi masyarakat QI/2015 tumbuh 4,7% yoy, menurun dibandingkan dengan rata-rata tingkat

pertumbuhan 5,3% tahun lalu. Padahal porsi kontribusi konsumsi masyarakat sebesar 55%,

sehingga menjadi mesin penggerak perekonomian Indonesia.

104 106 108 110 112 114 116 118 120 122

Indeks Harga Konsumen (IHK) 2014 - Juni 2015 (2012=100)

100 105 110 115 120 125

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen

(IKK), 2014 - Juni 2015

• Indeks harga konsumen (IHK) adalah indeks dari harga yang dibayar konsumen untuk mendapatkan barang dan jasa. • Pada Juni 2015 IHK adalah 120,14 artinya sejak tahun 2012

sudah ada perubahan sebesar 20,14%.

• IKK digunakan untuk mengidentifikasi pertumbuhan ekonomi yang tercermin dari keyakinan konsumen terutama berupa pengeluaran konsumsi rumah tangga. • Selama Jan-Jun 2015 IKK turun sebesar 7%.

Sumber: BI dan BPS

4

(5)

Uraian 1998 2008 2015

PDB (%) (13,1) 4,2 4,7

Nilai Tukar (Rp/USD) 16.000,0 10.500,0 14.300,0

Inflasi (%) 78,0 11,1 7,2

Suku Bunga Simpanan Bank (%) 60 - 70 6 - 9 4 - 8

Rasio Utang Luar Negeri atas PDB (%) 127,0 40,0 33,0

IHSG 250,0 2.000,0 4.500,0

Cadangan Devisa (USD Milyar) 23,0 50,0 107,0

(13,100)

4,200

4,700

1998 2008 2015

78,00

11,0600 7,200 1998 2008 2015

PDB (%) INFLASI (%)

16000,00

10500,00

14300,00

1998 2008 2015

NILAI TUKAR Rp/USD

23,00

50,00 107,00

1998 2008 2015

CADANGAN DEVISA (USD MILYAR)

127,00

40,00

33,00

1998 2008 2015

RASIO UTANG LUAR NEGERI ATAS PDB (%)

250,00

2000,00

4500,00

1998 2008 2015

IHSG

Sumber: Artikel Elba Damhuri ”Menakar Kekuatan Ekonomi Indonesia”, Harian Republika 14 September 2015

*) untuk inflasi 2015 memakai data YoY Agustus 2014 ke Agustus 2015. Inflasi Januari - Agustus 2015 baru menyentuh 2% 5

(6)

Ditengah melemahnya perekonomian dunia yang berdampak kepada perekonomian nasional, pemerintah telah dan akan terus melakukan upaya menggerakkan ekonomi nasional melalui berbagai paket kebijakan ekonomi:

I. Mengembangkan Ekonomi Makro yang Kondusif

Pemerintah bersama-sama dengan Otoritas Moneter (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan langkah-langkah dalam upaya menciptakan kondisi ekonomi makro yang kondusif, yaitu:

1. Stabilisasi Fiskal dan Moneter (Termasuk Pengendalian Inflasi) 2. Percepatan Belanja

3. Penguatan Neraca Pembayaran

II. Menggerakkan Ekonomi Nasional

Pemerintah melakukan serangkaian kebijakan deregulasi, debirokratisasi dan memberikan insentif fiskal dalam rangka menggerakan perekonomian nasional (sektor riil). Pada tahap I meliputi:

1. Mendorong Daya Saing Industri Nasional (Deregulasi, Debirokratisasi, Insentif Fiskal)

2. Mempercepat Proyek Strategis Nasional 3. Meningkatkan Investasi di Sektor Properti

III. Melindungi Masyarakat Berpendapatan Rendah dan Menggerakan Ekonomi Pedesaan

Pemerintah melakukan langkah-langkah untuk melindungi masyarakat berpendapatan rendah dan masyarakat pedesaan dari dampak melemahnya ekonomi nasional:

1. Stabilisasi Harga Pangan

2. Percepatan Pencairan Dana Desa*)

3. Penambahan Rastera 13 dan 14*)

*) Dikoordinasikan oleh Menko PMK

I

6

(7)

1. Tujuan: Kebijakan Deregulasi ini diarahkan untuk mendorong daya saing industri, dengan

a. Memulihkan dan meningkatkan kegiatan industri/utilisasi kapasitas industri, dan menghilangkan distorsi industri yang membebani konsumen, dengan melepas tambahan beban regulasi dan birokrasi bagi industri, seperti: mempermudah pengadaan bahan baku hasil pertanian, perikanan, perkebunan, dan pertambangan; menghilangkan kewajiban pendaftaran produk jadi; uji teknik produkjadi; mendorong perluasan kegiatan industri baru melalui pengembangan kawasan industri; kemudahan investasi sektor industri; memperlancar pengadaan impor komponen/kelengkapan untuk keperluan ekspor industri; menghilangkan duplikasi pemeriksaan fisik untuk kelancaran ekspor dan distribusi produk industri, dsb;

b. Mempercepat penyelesaian kesenjangan daya saing industri, seperti mempermudah birokrasi pengadaan lahan, memperkuat sistem pembiayaan usaha, memperkuat fungsi ekonomi koperasi, meningkatkan kegiatan wisata, membebani sistim pengupahan, penurunan harga gas, konversi BBM ke BBG untuk nelayan, percepatan izin investasi listrik 35.000 MW, dsb;

c. Menciptakan inisiatif baru untuk mendorong keunggulan daya saing industri, seperti: fasilitas perpajakan untuk mendorong sektor angkutan, pengembangan pusat logistik berikat, inland FTA, dsb, sehingga industri nasional mampu bertahan di pasar domestik dan berekspansi ke pasar ekspor.

7

Menggerakkan Ekonomi Nasional

(8)

2. Bentuk Kebijakan Deregulasi:

a. Mengurangi Peraturan (Deregulasi):

 Merasionalisasi peraturan dengan menghilangkan duplikasi/redundansi/irrelevant regulations.  Melakukan keselarasan antar peraturan.

 Melakukan konsistensi peraturan.

b. Mempermudah Pelayanan Birokrasi (Debirokratisasi):

 Simplifikasi perizinan seperti satu identitas pelaku usaha/profile sharing, sedikit persyaratan perizinan, dan sebagainya.

 Adanya SOP dan SLA yang jelas dan tegas dalam mekanisme dan prosedur perizinan serta penyediaan help desk dan pengawasan internal yang berkelanjutan.

 Menganut sistem pelimpahan kewenangan kepada PTSP (tempat, bentuk, waktu, biaya).  Penerapan Risk Management yang selaras dalam proses perizinan.

 Pelayanan perizinan dan non perizinan melalui sistem elektronik.

c. Meningkatkan Penegakan Hukum dan Kepastian Usaha:

 Adanya saluran penyelesaian permasalahan regulasi dan birokrasi (damage control channel).  Pengawasan, pengamanan dan kenyamanan, serta pemberantasan pemerasan dan pungli.  Membangun ketentuan sanksi yang tegas dan tuntas dalam setiap peraturan.

3. Cakupan Kegiatan Industri yang Direlaksasi:

a. Perluasan Investasi; b. Pengembangan Industri; c. Perdagangan dan Logistik;

d. Pengadaan Bahan Baku, terutama untuk sektor pertanian kelautan dan perikanan, hasil hutan, dan barang tambang.

8

Menggerakkan Ekonomi Nasional

(9)

NO KEMENTERIAN/LEMBAGA JUMLAH REGULASI TOTAL REGULASI PP Perpres Inpres Permen Lainnya

1. Kemenko Perekonomian 2 2

2. Kementerian Perindustrian 1 14 15

3. Kementerian Perdagangan 30 2 32

4. Kementerian Keuangan 4 6 10

5. Kementerian Pertanian 1 1 5 7

6. Kementerian ESDM 2 7 1 1 11

7. Kementerian Agraria dan Tata Ruang 6 1 3 10

8. Kementerian Lingkungan dan Kehutanan 2 2

9. Kementerian Ketenagakerjaan 2 1 3

10. Kementerian Perhubungan 5 5

11. Kementerian PU PR 1 1

12. Kementerian Kesehatan 1 1

13. Kementerian Pariwisata 2 2

14. Kementerian KUKM 29 29

15. BKPM 2 2

16. BPOM 2 2

Total Regulasi 17 11 2 96 8 134

Rekapitulasi Deregulasi Berdasarkan K/L

9

Menggerakkan Ekonomi Nasional

(10)

Kebijakan

Deregulasi

di Bidang Jasa

Logistik

Perluasan Investasi Sektor Industri dari Negra Non

FTA Fasilitas PLB

Memudahkan Mendapatkan Supply Bahan Baku Industri API sebagai Satu-Satunya Identitas Importir Kemudahan Ekspor dan Impor Barang Jaminan Supply Bahan Bakar Migas Penurunan Biaya Transportasi Umum Penurunan Biaya Kepelabuhanan Keamanan Rantai Pasok Moda Udara 10

RPP No.32 tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat Inpres Inland FTA

Revisi Permenhub No.32 tahun 2015 tentang Pengamanan Kargo

& Pos serta Rantai Pasok Kargo dan Pos yang Diangkut dengan

Pesawat Udara

PP tentang PPN Jasa Kepelabuhanan

Revisi Permendag No. 27 Tahun 2012 tentang Angka

Pengenal Impor

Revisi Permendag melalui penyederhanaan syarat perizinan ekspor dan impor

barang tertentu

PP tentang pusat logistik berikat khusus untuk BBM, LPG, dan Crude Oil PP tentang Impor dan

Penyerahan Alat Angkut Tertentu dan

Penyerahan Jasa Kena Pajak Terkait

Alat Angkutan Tertentu yang Tidak

(11)

11

PENGUATAN INDUSTRI LOGISTIK NASIONAL

 Bangun TRUST (Kesetiaan dan Kepercayaan)

 Strategi yang Smart

 Penggunaan Teknologi Informasi;

 Inovasi

 Pengembagan Kapasitas dan kompetensi SDM  Branding 100 105 110 115 120 125 Jan ua ri F e br ua ri M ar e t A pr il Mei Jun i Jul i A g us tus S e pt e m be r O k to be r N o v e m be r Dese m ber Jan ua ri F e br ua ri M ar e t A pr il Mei Jun i

Indeks Harga Konsumen (IHK) 2014 - Juni 2015 (2012=100)

100 105 110 115 120 125

Jan Fe

b

M

ar

A

pr

Mei Jun Jul Ag

s S e p O k t

Nov De

s

Jan Fe

b M ar A pr Mei Jun

Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), 2014 - Juni 2015

Sumber: BI dan BPS

Pertumbuhan Ekonomi Global

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Pertumbuhan Industri, Ekspor dan Investasi

(12)

UNTUK INDONESIA

YANG LEBIH BAIK

EDY PUTRA IRAWADY

DEPUTI BIDANG KOORDINASI PERNIAGAAN DAN INDUSTRI

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan isolat Pseudomonas fluorescens dan Bacillus subtilis dalam mengendalikan penyakit busuk lunak yang disebabkan oleh

WAKTU HILANG KARENA KECELAKAAN KERJA SEBESAR 46 TIAP SEJUTA JAM KERJA ORANG DENGAN RATA-RATA MENYEBABKAN 15 HARI TIDAK MASUK KERJA..

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Hasil rancangan dan realisasi Pengembangan E -Modul Berbasis Model Pembelajaran Projet Based Learning pada Mata Pelajaran

Pemrograman berorientasi objek (Object Oriented Programing) adalah suatu pendekatan yang memungkinkan suatu kode yang digunakan untuk menyusun program menjadi lebih

Dari tiga ratus warga kampung Bustaman/ sebanyak sembilan puluh persen atau sekitar tujuh puluh dua kepala keluarga menikah dengan tetangga sendiri// Uniknya/ tetangga

Melihat fenomena di atas dapat dikatakan bahwa konsep diri merupakan persepsi kita tentang keseluruhan aspek diri sendiri seperti aspek fisik, sosial, dan psikologis

Peta anomali Bouguer memperlihatkan Tinggian Semitau anomali 40-60 mGal yang terbentuk di selatan dan dibagian utara dan Cekungan Ketungau terbentuk pada anomali 4-40 mGal

Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan moda transportasi sepeda motor dan angkutan umum jenis mikrolet, serta mengetahui probabilitas terpilihnya moda