5 BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN
2.1 Pendidikan Keluarga
2.1.1 Pengertian Pendidikan Keluarga
Keberhasilan atau prestasi yang dicapai siswa dalam pendidikannya sesungguhnya tidak hanya memperhatikan mutu dari institusi pendidikan saja, tetapi juga memperlihatkan keberhasilan keluarga dalam memberikan anak – anak mereka persiapan yang baik untuk pendidikan yang dijalani. Oleh karena itu keluarga menjadi institusi terkuat yang dimiliki oleh masyarakat karena melalui keluargalah seseorang memperoleh kemanusiaan.
Menurut Undang – undang Republik Indonesia No 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas dalam Umar Tirtaradja (2008:169) menegaskan pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan diluar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan ketrampilan. Dalam penjelasannya pendidikan keluarga merupakan salah satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengalaman seumur hidup.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2004:2) pendidikan keluarga adalah pendidikan yang berlangsung dalam keluarga yang dilaksanakan oleh orang tua sebagai tugas dan tanggung jawabnya dalam mendidik anak dalam keluarga.
6
merupakan salah satu faktor penentu utama dalam perkembangan kepribadian anak, disamping faktor – faktor yang lain.
2.1.2Pola Asuh Orang Tua
Syaiful Bahri Djamarah (2004:25) mengutip Dorothy Law Nolte yang mengatakan dalam sebuah sajak yang berjudul “ Anak belajar dari kehidupan”, yang mengatakan : jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. Jika anak dibsarkan dalam permusuhan, ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri.jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri. Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya dir. Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia akan belajar menghargai. Jika anak dibesarkan dengan sebaik – baiknya perlakuan, ia belajar keadilan. Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan. Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya. Jika anak dibesarakan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
Menurut Helmawati (2014:60-70) metode pendidikan dalam keluarga terdiri dari 7 metode, yaitu
1. Keteladanan
Keteladanan sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak, karena anak untuk pertama kalinya akan melihat, mendengar, dan bersosialisasi dengan orang tuanya. Hal ini berarti ucapan dan perbuatan orang tua akan dicontoh anak – anaknya. Jika pendidik jujur, dapat dipercaya, berahklak mulia, berani, dan menjauhkan diri dari perbuatan yang dilarang agama, maka terbentuklah ahklak mulia pada anak.
2. Pembiasaan
7 3. Pembinaan
Pembinaan adalah arahan atau bimbingan yang intensif terhadap jiwa anak sehingga akan tumbuh pemahaman yang mendalam dan kesadaran untuk berperilaku yang sesuai dengan bimbingan yang diberikan. Bimbingan yang dapat diberikan diantaranya adalah:
1) Pembinaan akidah
Mengarahkan untuk selalu mengerjakan perintah Tuhan Yang Maha Esa dan menjauhi larangan-Nya
2) Pembinaan ibadah
Dalam agama islam dengan cara mengajarkan shalat, berpuasa, ibadah haji, zakat. Dalam agama Kristen dan katolik mengajak berdoa bersama baik di gereja maupun tempat – tempat ziarah lainnya. Yang bertujuan mengarahkan anak untuk dekat Tuhan yang Maha Esa dan mencegah berbuat keji dan mungkar.
3) Pembinaan ahklak
Pembinaan dalam berperilaku, beretika atau sopan santun yang baik seperti bersikap jujur, bertanggung jawab dan saling menghormati.
4) Pembinaan mental bermasyarakat
Membina untuk dapat bersosial atau bermasyarakat dengan mengajak untuk ikut gotong royong, mengerjakan tugas keluarga, atau mengajak ke pertemuan – pertemuan warga.
5) Pembinaan perasaan dan kejiwaan
8
6) Pembinaan kesehatan dan jasmani
Anak dibina agar menjaga kesehatan melatih fisik agar menjadi kuat da terhindar dari berbagai macam penyakit.
7) Pembinaan intelektual
Membimbing anak menggunakan akal sehat dan melatih akal agar cinta pada ilmu dan menumbuhkan semangat mencari ilmu dengan menggunakan nilai – nilai ilmiah.
8) Pembinaan etika seksual
Membimbing anak agar paham tanda – tanda saat akil balik, memahami peran sebagai laki – laki dan perempuan secara biologis, dan menjauhkan diri dari perbuatan zina.
4. Kisah
Metode ini memliki pengaruh tersendiri bagi jiwa dan akal. Kisah teantang sejarah atau kejadian di masa lalu dapat membuat anak untuk belajar mengambil hikmah dari setiap kejadian.
5. Dialog
Dialog merupakan proses komunikasi dan interaksi yang hendaknya tetap dipertahankan dalam sebuah keluarga, bahwa setiap orang itu berbeda dalam bakat, minat, keinginan, kebutuhan, dan persepsi maupun cara berpikir oleh karena itu untuk menyamakan persepsi perlu dilakukan dialog atau komunikasi
6. Ganjaran dan hukuman
9 7. Internalisasi
Metode internalisasi dengan memberikan saran tentang cara mendidik anak. Ada tiga tahapan yaitu:
1) Learning to Know
Tugas pendidik ialah agar anak mengetahui suatu konsep, kemudian dilakukakan evaluasi untuk mengetahui apakah anak sudah mencapai tujuan.
2) Learning to Do
Memberikan demostrasi yang dilakukan pendidik maupun dengan menggunakan media film untuk menyampikan suatu ilmu. Jika anak dapat melakukan yang didemostrasikan maka anak telah mencapai tujuan
3) Learning to Be
Disini anak dapat mengerti sebuah konsep dan melakukannya menjadi kebiasaan tanpa diperintah sekalipun
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa sikap, tindakan, arahan, ucapan, dan teladan dari orang tua terhadap anak akan mempengaruhi bagaimana anak akan tumbuh dan berkembang serta bersosialiasi, dengan kata lain pola asuh orang tua akan mempengaruhi perkembangan jiwa seorang anak.
Pola asuh terdiri dari dua kata pola dan asuh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa pola adalah model, sistem, atau cara kerja, asuh adalah menjaga, mendidik, membimbing, membantu, melatih dan sebagainya. Artinya pola asuh merupakan model atau cara dalam menjaga, mendidik, membimbing, membantu, melatih dan sebagainya.
10
Menurut Akmal Janan Abror (2009:18) pola asuh ini merupakan sikap orang tua dalam berhubungan dengan anak – anaknya, sikap ini dapat dilihat dari berbagai segi antara lain adalah cara orang tua memberikan peraturan kepada anaknya, cara memberikan hadiah, atau cara memberikan hukuman, cara orang tua menunjukkan otorisasnya dan cara orang tua memberikan perhatian atau tanggapan terhadap keinginan anak sehingga sehingga dengan demikian yang dimaksud pola asuh adalah bagaimana cara mendidik orang tua, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pola asuh adalah cara yang dilakukan antara orang tua dan anak, yang meliputi kegiatan seperti, merawat, memelihara, mendidik, membimbing serta mendisiplinkan dalam mencapai proses kedewasaan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Adapun keluarga buruh pabrik adalah keluarga dengan orang tua yang memliki pekerjaan sebagai buruh atau karyawan pabrik. Maka pola asuh orang tua keluarga buruh dapat diartikan sebagai sikap atau cara orang tua dalam merawat, memelihara, mendidik, membimbing serta mendisiplinkan dalam mencapai proses kedewasaan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan status pekerjaan sebagai buruh atau karyawan sebuah pabrik.
Pola asuh menurut Syaiful Bahri Djamarah (2004:68) terbagi menjadi 3, yaitu:
1. Otoriter, pola asuh otoriter ditandai dengan keputusan dan kebijakan yang seluruhnya ditentukan oleh pemimpin orang tua
11
3. Laissez faire, pola asuh laissez faire memberikan kebebasan penuh bagi anggota keluarga untuk mengambil keputusan individu dengan partisipasi orang tua yang minimal
Tentu pola asuh otoriter dengan demokratis maupun laissez faire akan membentuk karakter yang berbeda. Pola asuh mana yang akan dipilih tergantung dari berbagai pertimbangan tanpa mengabaikan kemungkinan efek yang ditimbulkan dari kebijakan yang dilakukan. Yang terpenting adalah bagaimana agar proses asuh mempengaruhi aktivitas individu atau kelompok diarahkan untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.
Sementara dalam Helmawati (2014: 138-139) menguraikan macam – macam pola asuh orang tua terhadap anak sebagai berikut:
1. Pola asuh otoriter, pola asuh otoriter pada umunya menggunakan pola komunikasi satu arah. Cirinya adalah menekankan bahwa segala aturan orang tua harus ditaati oleh anaknya. Orang tua biasanya memaksakan pendapat atau keinginannya kepada anak dan bertindak semena- mena tanpa dapat dikritik oleh anak.
2. Pola asuh permisif, pola asuh permisif pada umunya menggunakan pola komunikasi satu arah karena meskipun orang tua memiliki kekuasaan penuh dalam keluarga terutama terhadap anak tetapi anak memutuskan apa yang menjadi keiingannya sendiri baik orang tua setuju maupun tidak.
12
4. Pola asuh situasional, dalam kenyataannya setiap pola asuh tidak diterapkan secara kaku dalam keluarga. Orang tua dapat menggunakan satu atau dua (campuran pola asuh) dalam situasi tertentu.
Menentukan pola asuh terhadap anak perlu beberapa pertimbangan seperti karakter anak, dan masalah yag dihadapi. Oleh karena itu pola asuh situasional dirasa cukup baik dalam membentuk karakter anak. Artinya ada kalanya sebagai orang tua bertindak tegas dengan pola otoriter dengan menentukan aturan – aturan seperti jam malam, dan menggunakan pola demokratis untuk masalah – masalah yang berkaitan dengan masa depan anak seperti menentukan sekolah, jurusan dll. Jika anak bersikap pemberontak orang tua tidak dapat memaksakan dengan pola otoriter karena anak justru akan menjadi pembangkang.
Menurut Abu Ahmadi (2007:112) membagi pola asuh menjadi 3 yaitu: 1. Otoriter, perkembangan anak semata – mata ditentukan oleh orang
tuanya. Pola ini ditandai anak yang menjadi penyendiri, mengalami kemunduran kematangan, ragu – ragu dalam bertindak, serta lambat berinisiatif.
2. Demokrasi, perkembangan anak dalam pola demokrasi membentuk sikap pribadi anak yang lebih bisa menyesuaikan diri, fleksibel, dapat menguasai diri, mau menghargai pekerjaan orang lain, menerima kritik dengan terbuka, aktif didalam kehidupannya, emosi lebih stabil,serta mempunyai rasa tanggung jawab.
13
Berdasarkan uraian tersebut, maka pola asuh orang tua dalam penelitian ini terbagi menjadi:
1. Otoriter, Abu Ahmadi (2007:112), perkembangan anak semata – mata ditentukan oleh orang tuanya. Pola ini ditandai anak yang menjadi penyendiri, mengalami kemunduran kematangan, ragu – ragu dalam bertindak, serta lambat berinisiatif.
2. Demokratis, Syaiful Bahri Djamarah (2004:68) pola asuh demokratis menampilkan pemimpin yang mendorong dan membantu anggota keluarga untuk membicarakan dan memutuskan semua kebijakan 3. Permisif, Helmawati (2014:138) pola asuh permisif pada umunya
menggunakan pola komunikasi satu arah karena meskipun orang tua memiliki kekuasaan penuh dalam keluarga terutama terhadap anak tetapi anak memutuskan apa yang menjadi keiingannya sendiri baik orang tua setuju maupun tidak.
4. Liberal/ Laissez faire, Syaiful Bahri Djamarah (2004:68) memberikan kebebasan penuh bagi anggota keluarga untuk mengambil keputusan individu dengan partisipasi orang tua yang minimal
14 2.1.3Peran Orangtua
Orang tua adalah pendidik pertama dan utama bagi anak. Oleh karena itu dalam mendidik anak ada beberapa peran yang harus dijalankan orang tua menurut BKKBN antara lain :
a. Sebagai pendidik, sebagai orang tua wajib memberikan bimbingan dan arahan kepada anak sebagai bekal dan benteng mereka untuk menghadapi perubahan – perubahan yang terjadi.
b. Sebagai panutan, anak memerlukan model panutan dalam lingkungannya dan rang tua merupakan model serta panutan bagi anak. c. Sebagai pendamping, orang tua wajib mendampingi anak agar mereka tidak terjerumus kedalam pergaulan yang membawanya kedalam kenakalan remaja dan tindakan yang merugikan diri sendiri dan orang lain.
d. Sebagai konselor, dalam hal ini orang tua tidak dituntut untuk menghakimi, orang tua diharapkan dapat merangkul anak untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi.
e. Sebagai komunikator, hubungan yang baik antara orang tua dan anak akan mempermudah komunikasi diantaranya dan ini sangat mempermudah untuk membantu membina mereka.
f. Sebagai teman/sahabat, dengan peran orang tua sebagai sahabat/teman anak akan cenderung terbuka dalam menyampaikan masalah yang sedang dihadapi.
15
2.1.4Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Dalam Keluarga Terkadang seseorang dapat berkomunikasi dengan baik kepada orang lain. di lain waktu seseorang mngeluh tidak dapat berkomunikasi dengan baik kepada orang lain.
Menurut Syaiful Basri Djamarah (2004:62) menyatakan faktor penghambat tersebut dibagi sebagai berikut:
1. Citra diri dan orang lain
Setip orang mempunyai gambaran tertentu mengani dirinya, statusnya, kelebihan dan kekurangannya.
2. Suasana psikologis
Bila seseorang dalam keadaan sedih, bingung, marah, merasa kecewa, iri hati, diliputi prasangka, dan suasana psikologi lainnya. Perasaan – perasaan tersebut dapat menghambat komunikais sampai batas – batas tertentu.
3. Lingkungan fisik
Komunikasi dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja, dengan gaya dan cara yang berbeda. Komunikasi dalam keluarga tentu berbeda dengan komunikasi dalam lingkungan sekolah tetntu juga berbeda komunikasi dengan lingkungan masyarakat.
4. Kepemimpinan
Dalam keluarga seorang pemimpin mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis. Seorang pemimpin, tidak hanya dapat mempengaruhi anggota keluarga lainnya yang dipimpinnya, tetapi juga dapat mempengaruhi kondisi dan suasana kehidupan sosial dalam keluarga.
5. Bahasa
16
digunakan itu tidak mampu mewakili suatu objek yang dibicarakan dengan tepat.
6. Perbedaan usia
Komunikasi dipengaruhi usia artinya setiap orang tidak dapat berbicara sekehendak hati tanpa memperhatikan siapa yang diajak bicara. Berbicara dengan anak kecil tentu berbeda ketika berbicara dengan remaja. Mereka punya dunia masing – masing yang perlu dipahami.
2.2 Perkembangan Anak
Pola asuh orangtua merupakan kegiatan yang juga bertujuan untuk perkembangan anak, perkembangan yang di alami anak berupa perkembangan kognitif, perkembangan kepribadian, kognitif, konsep diri, kognisi sosial, hubungan keluarga, persahabatan, tekanan teman sebaya, seksualitas, masalah kesehatan serta kenakalan remaja.
Menurut Sudarwan Danim (2010:8) perkembangan didefinisikan sebagai kemajuan kedewasaan. Kedewasaan sendiri memiliki makna yang kompleks berkaitan dengan emosional, mental, kognitif, perkembangan kognitif, perkembangan kepribadian, kognitif, konsep diri, kognisi sosial, hubungan keluarga, persahabatan, tekanan teman sebaya.
Sudarwan Danim (2010:39-88) membagi perkembangan anak berdasarkan usia sebagai berikut:
1. Perkembangan anak usia 0 – 2 Tahun a. Perkembangan kepribadian,
17 b. Hubungan keluarga
Hubungan pertama bayi umumnya dengan anggota keluarga, kepada siapabayi mengekspresikan berbagai emosi dan sebaliknya. Hubungan antara anak dan orangtua terutama ketika anak berusia anatara 6 dan 18 bulan tampaknya menentukan kualitas hubungan anak kemudian.
c. Seksualitas
Bagi bayi seksual itu dalam arti responsive fisik, kontak fisik antara anak dan orang tua adalah sumber kesenangan. Kontak dengan ibu digabungkan dengan kemampuannya menggigit, menghisap ketika menyusui tampaknya merangsak reflex yang menyenangkan.
2. Perkembangan anak usia 2 – 6 Tahun a. Kognitif
Usia prasekolah memberikan contoh luar biasa bagaimana anak – anak memainkan peran aktif dalam pengembangan kognitif mereka sendiri, khusunya dalam upaya memahami, menjelaskan, mengorganisasikan, memanipulasi, membangun, dan memprediksi. Anak prasekolah kesulitan mengendalikan perhatian dan fungsi memori, bingung dalam menampilkan diri, dangkal dengan realitas, dan fokus pada satu aspek pengalaman pada suatu waktu. b. Kepribadian
Masa prasekolah anak tidak lagi sepenuhnya bergantung pada orangtua mereka, dimana anak – anak pra sekolah mulai menempuh perjalanan panjang untuk menjadi mahir berfungsi pada dunia mereka sendiri.
c. Hubungan keluarga
18
peserta didiknya. Gaya demokratis orang tua menumbuhkan komunikasi dan pemecahan masalah secara terbuka antara orangtua dan anak – anak mereka. Sebaliknya orang tua yang otoriter dapat menghasilkan anak – anak takut dan antikreatif, disamping ketergantungan yang laten. Orang tua yang permisif dapat mengakibatkan anak memberontak.
d. Teman dan sahabat bermaian
Anak – anak yang memiliki hubungan yang penuh kasih, stabil, dan menerima asuhan yang baik dari orangtua dan saudara kandung pada umumnya lebih cenderung membentuk hubungan yang sama baiknya dengan teman – teman dan teman bermain. Di sisi lain anak yang pengoceh atau kurang bersahabat atau menciptakan permusuhan langsung kepada teman – teman mereka cenderung kurang popular.
e. Seksualitas
Anak usia 3 – 6 tahun ditandai dengan tahap psikoseksual, kaitannya dengan perbedaan fungsi alat kelamin antara laki – laki dan perempuan.
3. Perkembangan anak usia sekolah dasar a. Kognitif
Kemampuan berpikir secara sistematis tentang beberapa topik pada anak – anak usia sekolah lebih mudah dari anak – anak prasekolah. Anak – anak yang lebih tua memiliki metakognisi yang lebih tajam, rasa dunia bain mereka sendiri. Anak – anak ini menjadi semakin terampil dalam memecahkan masalah.
b. Konsep diri
19 c. Kognisi sosial
Anak yang tumbuh dewasa, meningkatkan pengembangan dalam kognisi sosial atau pengetahuan, pengalaman, dan pemahaman tentang kehidupan masyarakat dan aturan – aturan perilaku sosial. Termasuk dalam kognisi sosial adalah pemahaman mengenai asumsi – asumsi tentang sifat hubungan atau inferensi sosial, proses sosial, dan perasaan orang lain.
d. Hubungan keluarga
Anak – anak mengalami peningkatan tanggung jawab selama masa kecil menengah. Mayoritas anak – anak usia sekolah menghargai dan menikmati penerimaan orangtua mereka dan menampilkan peran yang lebih dewasa di dalam keluarga. Disiplin meski tidak selalu identik dengan hukuman, tetap merupakan masalah di masa kanak – kanak menengah. Di masa ini anak – anak mungkin bertanya mengapa orangtua mereka memilih mengahabiskan waktu yang begitu singkat dengan mereka atau menjadi kesal. Karena tidak disambut kehadirannya setelah pulang sekolah oleh sala satu atau kedua orang tua.
e. Persahabatan
Anak jenjang sekolah dasar teman berfungsi sebagai teman kelas, sepetualang, tempat curahan hati, dan sebagai pantulan kepribadian.
f. Tekanan teman sebaya
20 g. Seksualitas
Masa ini anak sesungguhnya masuk ke dalam kategori masa pra remaja yang disebut sebagai masa kanak – kanak akhir yang ditandai dengan perubahan hormon dan fisik yang terjadi dalam tubuh mereka. Muncul kesadaran diri akan tubuh, sehingga menghindarkan diri dari tampilan telanjang.
4. Perkembangan anak usia sekolah menengah a. Masalah kesehatan
Masalah kesehatan remaja sering berkorelasi dengan status sosial ekonomi yang rendah, pola makan yang buruk, dan perawatan kesehatan tidak memadai, berani ambil kegiatan beresiko, masalah kepribadian, dan gaya hidup. Namun demikian masa remaja ini biasanya mereka cenderung sehat, meskipun masalah kesehatan utama dapar saja muncul
b. Perkembangan kognitif
Tahap ini anak dapat berpikir abstrak dan deduktif. Anak pada tahap ini juga dapat mempertimbangkan kemungkinan masa depan, mencari jawaban, menangani masalah dengan fleksibel, menguji hipotesi, dan menarik kesimpulan atas kejadian yang mereka tidak mengalaminya secara langsung.
c. Orientasi seksual dan seksualitas
Tahap ini anak berusaha total menemukan satu identitas, berupa perwujudan orientasi seksual yang tercermin dari hasrat seksual, emosional, romantis, dan atraksi kasih sayang kepada anggota jenis kelamin yang sama atau berbeda atau keduanya
d. Kenakalan remaja
21
terjadi karena ketegangan antara keinginan remaja dan desakan orang tua.
Secara umum konsep perkembangan yang dikemukakan dalam Sunarto dan Agung Hartono (2013:37) perkembangan adalah proses perubahan dalam pertumbuhan pada suatu waktu sebagai fungsi kematangan dan interaksi dengan lingkungan. Perubahan interaksi lingkungan menuju kematangan mengarah pada gejala – gejala psikologi yang nampak.
Perkembangan yang dimaksud ditujukan pada perkembangan remaja dalam Sunarto dan Agung Hartono (2013:98-168) meliputi perkembangan intelek, sosial, bahasa, serta afektif sebagai berikut:
1. Perkembangan intelek
Keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta kemampuan mengolah dan menguasasi lingkungan secara efektif yang di aplikasikan pada kejadian atau peristiwa yang konkret seperti pilihan sekolah, pilihan pekerjaan, corak hidup masyarakat, pilihan pasangan hidup.
2. Perkembangan sosial
Perkembangan sosial diwujudkan dalm bentuk kelompok, baik kelompok kecil maupun kelompok besar. Dalam menetapkan pilihan kelompok yang diikuti, didasari oleh berbagai penimbangan, seperti moral, sosial ekonomi, minat dan kesamaan bakat, dan kemampuan.
3. Perkembangan bahasa
22 4. Perkembangan afektif
Perkembangan afektif ditandai dengan perkembangan dalam mengendalikan emosi disertai dengan nilai, moral dan sikap. Emosi berkaitan dengan perasaan marah, sedih, senang, cinta kasih. Nilai – nilai kehidupan berkaitan dengan memahami norma – norma yang berlaku. Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan yang salah. Moral merupakan control dalam bersikap dan bertingkah laku sesuai nilai – nilai hidup.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut perkembangan adalah proses perubahan dalam diri seseorang dalam pertumbuhan dan interaksi sosial menuju kedewasaan. Perkembangan ini terwujud dalam kematangan emosi, pikiran yang terarah, menentukan masa depan, dan penyesuaian diri dalam kelompok kecil maupun kelompok besar.
2.3 Keluarga
2.3.1 Pengertian Keluarga
Ada beberapa pengertian keluarga, baik dengan makna yang sempit maupun dengan makna yang lebih luas. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia Modern secara harafiah keluarga berarti sanak saudara: kaum kerabat, orang seisi rumah, anak bini. Sedangkan dalam kamus oxford learner’s pocket dictionary, keluarga berasal dari kata family yang berarti: Group consisting of one or two parents and their children (kelompok yang terdiri dari satu atau dua orang tua dan anak – anak mereka), group consisting of one or two parents, their children, and close relations (kelompok yag terdiri dari satu atau dua orang tua, anak – anak mereka, dan kerabat – kerabat dekat), all the people descendend from the same ancestor (semua keturunan dari nenek moyang yang sama).
23
hubungan darah antara satu sama lain. dalam dimensi sosial keluarga adalah suatu ikatan karena adanya hubungan atau interaksi dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya, walupun diantara mereka tidak ada hubungan darah. Dijelaskan bahwa keluarga bukan saja tentang pertalian darah tetapi juga karena adanya interaksi yang saling mempengaruhi antara satu dan lainnya.
Menurut Umar Tirtarahardja (2008:169) menegaskan kehidupan keluarga merupakan tempat yang sebaik – baiknya untuk melakukan pendidikan orang – seorang (pendidikan individual) maupun pendidikan sosial. Keluarga merupakan tempat pendidikan yang sempurna sifat dan wujudnya untuk melangsungkan pendidikan ke arah pembentukan pribadi yang utuh, tidak saja bagi kanak – kanak tapi juga bagi para remaja.
Keluarga menurut Murdock dalam Philip Robinson (1986:85) mengatakan keluarga merupakan kelompok sosial yang ditandai oleh tempat tinggal bersama, kerja sama ekonomi, dan reproduksi. Ia mencakup orang dewasa dari dua jenis kelamin, setidak – tidaknya sepasang dari mereka mempunyai hubungan seks yang direstui oleh masyarakat, dengan satu anak atau lebih, anak kandung atau anak angkat, dari orang dewasa yang hidup bersama secara seksual.
Keluarga dapat dibedakan menjadi keluarga besar dan keluarga inti. Keluarga sendiri berbentuk hirarki dimulai dari orang tertua yang terdiri suami dan istri dan dipaling bawah adalah orang yang paling muda yaitu anak yang saling mempengaruhi, saling membutuhkan satu sama lain, jika digambar maka akan seperti berikut:
Gambar 2.3.1 Hirarki Keluarga Inti Istri
Suami
24
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut keluarga merupakan institusi yang terbentuk dalam sebuah ikatan perkawinan, tinggal dalam satu tempat tinggal yang sama, saling bekerja sama dalam ekonomi dan bereproduksi, dan tempat untuk melakukan pendidikan sifat dalam upaya pembentukan pribadi seseorang yang utuh.
2.3.2 Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga menurut Helmawati (2014:44-48) untuk menjaga keharmonisan baik dalam maupun luar keluarga maka orang tua harus menjalankan fungsi keluarga yang teridiri dari: fungsi keagamaan, fungsi cinta kasih, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi, fungsi pembudayaan, fungsi perlindungan, pendidikan dan sosial serta fungsi pelestarian lingkungan.
a. Fungsi agama, fungsi agama dilaksanakan melalui penanaman nilai – nilai keyakinan berupa iman dan takwa. Penanaman iman dan takwa diajarkan kepada anggota keluarga untuk selalu menjalankan perintah Tuha Yang Maha Esa dan menjauhi larangan-Nya. Pembelajaran dapat dilaksanakan dengan metode pembiasaan dan peneladanan.
b. Fungsi biologis, fungsi pemenuhan kebutuhan agar keberlangsungan hidupnya tetap terjaga termasuk secara fisik.
c. Fungsi ekonomi, berhubungan dengan pengaturan penghasilan yang diperoleh untuk memenuhi kebutuhan dalam rumah tangga.
d. Fungsi kasih sayang, fungsi ini menyatakan bahwa setiap anggota keluarga harus saling menyayangi satu sama lain.
25
f. Fungsi pendidikan, pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk meningkatkan martabat dan peradaban manusia. g. Fungsi sosialisasi anak, dalam keluarga anak untuk pertama kali
bersosialisasi, anak diajarkan berkomunikasi, meendengarkan, menghargai, dan menghormati orang lain serta peduli dengan lingkungan sekitar , tidak hanya kepada manusia juga dengan hewan dan tumbuh – tumbuhan.
h. Fungsi rekreasi, manusia tidak hanya perlu memenuhi kebutuhan jasmani tetapi juga perlu memenuhi kebutuhan rohaninya.
2.4 Penelitian Relevan
26
pendukung pola asuh orang tua karir dalam mendidik anak adalah keadaan ekonomi, pengalaman, pendidikan, serta yang menjadi faktor penghambat adalah keterbatasan waktu, kelelahan serta pemahaman agama. Hasil yang dicapai adalah anak pertama mendapat prestasi akademik, mandiri, pengalaman agama serta perilaku sosial yang baik. 2. Penelitian dilakukan oleh Sri Samiwasi Wiyardi pada 2011 yang
berjudul Pola Asuh Orangtua Dalam Upaya Pembentukan Kemandirian Anak Down Syndrome X Kelas D1/C1 di SLB Negeri Padang dalam bentuk ejournal . Objek yang diteliti adalah Anak Down Syndrome X Kelas D1/C1 di SLB Negeri Padang. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara.
Hasil dari penelitian ini adalah pola asuh orang tua adalah demokratis, orang tua ikut ambil bagian dalam menyusun, merencanakan, melaksanakan program sekolah. Kendala yang ditemui adalah persaan iba dengan keadaan anak, kurang percaya dengan kemampuan anak, kendala dalam segi waktu pelatihan. Usaha orang tua dalam mengatasi kendala adalah mengurangi kesibukan diluar rumah, membuat catatan kemajuan, berdoa untuk kesembuhan.
2.5 Kerangka Berpikir
27
Gambar 2.4.1 Kerangka Berfikir
Pendidikan keluarga merupakan suatu proses pendewasaan yang dilakukan dalam lingkungan keluarga yang dilakukan oleh orang tua sebagai pendidik dengan cara – cara tertentu yang dapat membentuk kepribadian atau pola tingkah laku anak.
Cara – cara orang tua dalam memberikan pendidikan keluarga dengan memberikan peraturan kepada anaknya, cara memberikan hadiah, atau cara memberikan hukuman, cara orang tua menunjukkan otorisasnya dan cara orang tua memberikan perhatian atau tanggapan terhadap keinginan anak. Dalam menekankan suatu peraturan atau kebiasaan dan hukuman tidak mudah dilakukan oleh orang tua atau berjalan dengan hambatan.
Hambatan – hambatan dalam pola asuh ini bila tidak diatasi dengan baik maka proses mendidik juga tidak akan berjalan dengan baik, pesan yang ingin ditekankan kepada anak menjadi tidak tersampaikan. Orang tua mengetahui hambatan yang dihadapi dalam mendidik dan dapat mencari solusi atas hambatan tersebut merupakan orang tua baik karena dapat mendidik anak dengan bertanggung jawab .
Pendidikan keluarga
Pola Asuh Orang Tua
Pola Asuh Pengasuh
Pola Asuh yang baik