139
BAB IV
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
140
bersejarah di Kota Salatiga yang dapat diwujudkan dengan beragam tindakan. Dengan demikian, model perlindungan hukum yang mencakup sejumlah aspek seperti, aturan hukum, kelembagaan yang diberikan wewenang, serta penetapan terhadap status bangunan bersejarah di Kota Salatiga sebagai Cagar Budaya Daerah harus memperhatikan strategi perlindungan hukum yang melibatkan seluruh stakeholder baik pemilik atau pengelola, pemerintah, dan masyarakat. Tujuannya supaya seluruh kepentingan yang ada dapat terakomodir secara baik dan adil.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, yaitu melalui observasi dan wawancara, peneliti berpendapat bahwa perlindungan hukum terhadap cagar budaya yang ada di Kota Salatiga masih sangat lemah dan perlu dilakukan upaya-upaya nyata dalam pemeliharaan dan perlindungan terhadap cagar budaya, sehingga keberadaan bangunan-bangunan bersejarah di Kota Salatiga dalam kondisi aman (tidak terganggu), lestari (terjaga; terjamin), dan berkelanjutan, sehingga keadilan antar generasi dapat terwujud.
1.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti menyarankan hal-hal berikut ini, diantaranya:
141
Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan dan Pelestarian Cagar Budaya Daerah.
2. Pemerintah Daerah Kota Salatiga segera melakukan tahapan Registrasi Nasional Cagar Budaya untuk bangunan-bangunan bersejarah yang ada di Kota Salatiga.
3. Pemerintah Daerah Kota Salatiga melalui SKPD terkait dapat melakukan program-program perlindungan bangunan bersejarah misalnya melalui kampanye kebudayaan, penghargaan bagi pelestari cagar budaya, open forum (diskusi), bahkan jika memungkinkan dibuat gallery atau mini museum Salatiga sebagai Kota Pusaka.
4. Pemilik atau pengelola bangunan bersejarah yang ada di Kota Salatiga membuka diri untuk melakukan konsultasi dengan SKPD terkait atau dengan BPCB Jawa Tengah terkait bangunan bersejarah yang dimiliki atau ditinggali tersebut. 5. Masyarakat menjadi lebih pro aktif untuk