• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS TERHADAP KEALPAAN BERLALU LINTAS YANG MENYEBABKAN KORBAN MENINGGAL DUNIA (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 31/PID.B/2017/PN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS YURIDIS TERHADAP KEALPAAN BERLALU LINTAS YANG MENYEBABKAN KORBAN MENINGGAL DUNIA (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 31/PID.B/2017/PN."

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Yuridis Terhadap Kealpaan Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Korban Meninggal Dunia (Studi Kasus Putusan Nomor 31/Pid.B/2017/PN.CBN)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP KEALPAAN BERLALU LINTAS YANG MENYEBABKAN KORBAN MENINGGAL DUNIA (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 31/PID.B/2017/PN.CBN)

Oleh : Imam Subekti Nanang Santosa

Universitas Ibnu Chaldun - Jakarta

Jl. Pemuda I Kav. 97 RT.5/RW.2 Rawamangun, Jakarta Timur, DKI Jakarta Email : jurnal.fh.uic@gmail.com

---

Abstrak :

Pada tahapan berikutnya, secara khusus diatur substansi yang terkait dengan perlindungan korban dan saksi dalam berbagai perundangan. Pengaturan filsafat umum dan khusus, tetapi secara terbatas KUHAP mengatur pula hak korban dan saksi. Tindakan pengemudi yang mengemudi secara tidak wajar dalam arti saat menjalani tugasnya pengemudi dipengaruhi oleh keadaan sakit, lelah, meminum sesuatu yang dapat mempengaruhi kemampuannya mengemudikan kendaraan secara ugal-ugalan sehingga menyebabkan terjadinya kecelakaan dan penumpang yang menjadi korban. Penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif.

Pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara terlebih dahulu meneliti bahan-bahan kepustakaan (Library Research) yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.

Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini berfokus pada penerapan sanksi dari tindak pidana kealpaan dalam berlalu lintas yang menyebabkan korban meninggal dunia. Dalam menjawab pertanyaan pertama mengenai pengaturan hukum terhadap pelaku kealpaan dalam berlalu lintas yang menyebabkan korban meninggal dunia berdasarkan politik hukum pidana tetap konsisten dengan ketentuan hal ini merujuk 359 ayat (1) KUHP dan Pasal 230 Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Untuk kecelakaan lalu lintas yang dilihat dari sudut pandang politik hukum pidana dapat dicapai melalui kesepakatan para pihak di luar pengadilan. Pertanyaan kedua mengenai perlindungan hukum bagi korban kealpaan dalam berlalu lintas dalam Putusan Pengadilan No 31/Pid.B/2017/PN. Cbn berupa pembayaran santunan dan ganti rugi kepada korban tindak pidana lalu lintas yang meninggal dunia atau cacat tetap pada hakikatnya tidak bertentangan dengan jiwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan antara lain, sebab berkaitan dengan penentuan jumlah ganti rugi melalui kesepakatan antara kedua belah pihak karena dilandasi beberapa alasan, antara lain tingkat ekonomi dan dampak yang terjadi.

Kata kunci : Kealpaan, Korban, Kecelakaan Lalu Lintas, Perlindungan Hukum

Abstract :

In the next stage, substances related to the protection of victims and witnesses are specifically regulated in various laws. General and specific philosophical arrangements, but in a limited manner, the Criminal Procedure Code also regulates the rights of victims and witnesses. The act of a driver who drives inappropriately in the sense that while carrying out his duties the driver is affected by illness, fatigue, drinking something that can affect his ability to drive the vehicle

(2)

Analisis Yuridis Terhadap Kealpaan Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Korban Meninggal Dunia (Studi Kasus Putusan Nomor 31/Pid.B/2017/PN.CBN)

recklessly, causing accidents and passengers who become victims. The research conducted in this study is a normative juridical approach. The normative juridical approach is research carried out by first examining library materials (Library Research) that are relevant to the problem under study. Normative legal research in this study focuses on the application of penalties for negligence in traffic that causes victims to die. In answering the first question regarding legal arrangements for perpetrators of negligence in traffic that cause victims to die based on criminal law politics, it remains consistent with this provision referring to 359 paragraph (1) of the Criminal Code and Article 230 of Law Number 22 Year 2009 concerning Traffic and Transportation Street. For traffic accidents seen from a political point of view, criminal law can be achieved through the agreement of the parties outside the court. The second question is about legal protection for victims of neglect in traffic in Court Decision No 31 / Pid.B / 2017 / PN. Cbn in the form of payment of compensation and compensation to victims of traffic crimes who die or have permanent disability in essence does not contradict the spirit of Law Number 22 of 2009 concerning Road Traffic and Transportation, among others, because it relates to determining the amount of compensation through an agreement. between the two parties for several reasons, including the level of the economy and the impact that had occurred.

Keywords: Negligence, Victims, Traffic Accidents, Legal Protection.

A. Latar Belakang Masalah

Meskipun membawa sejumlah keuntungan, kehadiran kendaraan bermotor juga membawa konsekuensi lain diantaranya penyediaan jalan yang memadai, pengaturan pergerakan kendaraan, dan masalah kecelakaan lalu lintas.

Di negara berkembang seperti Indonesia, kesadaran tertib di jalan raya masih rendah sehingga ditemukan pelanggaran yang dilakukan pengguna jalan terutama pengendara motor dan mobil misalnya berjalan melawan arah, menerobos lampu merah dan tidak menggunakan helm, hal inilah merupakan pemicu terjadinya suatu kecelakaan lalu lintas.1

Undang – undang juga menjelaskan bahwa setiap korban dari kecelakaan lalu lintas dapat mengajukan suatu permintaan berupa ganti rugi atau restitusi baik kepada pemerintah maupun kepada tersangka karena pemerintah selaku penyelenggara Negara tidak cukup

1 Soerjono Soekanto, Polisi dan Lalu Lintas Analisis Menurut Sosiologi Hukum.(Bandung : Mandar Maju, 1990, hlm. 22.

memberikan kenyamanan dan pelayanan infrastruktur kepada masyarakat terutama kepada korban kecelakaan lalu lintas akibat jalanan rusak, kemudian timbulnya suatu kecelakaan akibat dari ketidakwaspadaan dari pengguna kendaraan baik korban maupun tersangka. Timbulnya restitusi atau ganti kerugian itu merupakan bentuk pemberian atau santunan terhadap korban ataupun keluarga korban untuk menjadi biaya pengganti yang timbul dari kecelakaan lalu lintas.

Banyaknya perbedaan antara teori dan prakteklah yang menjadikan aspek keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan yang sesungguhnya telah diatur dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menjadi kacau balau dalam penerapannya. Namun diakui

memang tidak semudah

membalikkan telapak tangan karena yang akan diubah disini adalah sikap buruk manusia yang kadang telah melekat dalam diri tiap individu.

Penulis akan menyajikan suatu kasus dalam Putusan Pengadilan

(3)

Analisis Yuridis Terhadap Kealpaan Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Korban Meninggal Dunia (Studi Kasus Putusan Nomor 31/Pid.B/2017/PN.CBN)

Nomor 31/Pid.B/2017/PN.Cbn mengenai Kealpaan berlalu lintas yang menyebabkan korban meninggal dunia yang dilakukan oleh terdakwa Badruz Zaman alias Heru Bin H. Amin Yasin. Terdakwa telah terbukti bersalah dan meyakinkan melakukan tindak pidana kelalaian mengakibatkan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum Pasal 229 ayat (4) jo Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.2

Berdasarkan kasus di atas menyatakan bahwa faktor utama terjadinya kecelakaan lalu lintas ada pada diri pengemudinya sendiri yaitu rasa ingin menang sendiri, ingin mendahului tanpa memperhatikan aturan lalu lintas dan keselamatan diri sendiri serta orang lain. Banyak pengemudi yang bersifat egois, rasa egois yang tidak terkontrol mudah sekali menjadi emosional, sebagai contoh seorang pengendara motor yang didahului oleh pengendara lainnya dengan kecepatan tinggi, timbul keinginan untuk mengejar dan mendahului kembali, maka ia menambah kecepatan sehingga terjadi kejar-kejaran, dahulu- mendahului.

Kealpaan dalam berlalu lintas tidak terlepas dari landasan filosofis dan sosiologis. Fakta filosofis yang merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia seperti Undang – Undang Nomor 22

2 Putusan Pengadilan Negeri Cirebon Nomor 31/Pid.B/2017/PN.Cbn

Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sedangkan fakta sosiologis menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara dalam hal kasus di atas, yaitu dengan memberikan perlindungan hukum kepada korban kecelakaan berlalu lintas berupa restitusi dan kompensasi.3

Perlindungan hukum dan segala aspeknya merupakan salah satu hak korban dan saksi. Bahwa hak korban dan saksi seakan terabaikan, juga dalam KUHAP yang dianggap menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM). Penjelasan umum Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2006 jo Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, antara lain menyatakan alasan bagi perlindungan korban dan saksi, yakni sebagai berikut :

“Perlindungan saksi dan korban dalam proses peradilan pidana di Indonesia belum diatur secara khusus. Pasal 50 s.d. Pasal 68 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, hanya mengatur perlindungan terhadap tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan perlindungan dari berbagai kemungkinan pelanggaran hak asasi manusia.

Oleh karena itu, sudah saatnya perlindungan saksi dan Korban diatur dengan undang-undang tersendiri.” 4

Pada tahapan berikutnya, secara khusus diatur substansi yang terkait dengan perlindungan korban dan saksi dalam berbagai perundangan.

3 Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan Proses dan Teknik Pembentukannya. Yogyakarta: Kanisius. 2007, hlm. 51.

4 Ibid, hlm. 55.

(4)

Analisis Yuridis Terhadap Kealpaan Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Korban Meninggal Dunia (Studi Kasus Putusan Nomor 31/Pid.B/2017/PN.CBN)

Pengaturan filsafat umum dan khusus, tetapi secara terbatas KUHAP mengatur pula hak korban dan saksi. Tindakan pengemudi yang mengemudi secara tidak wajar dalam arti saat menjalani tugasnya pengemudi dipengaruhi oleh keadaan sakit, lelah, meminum sesuatu yang dapat mempengaruhi kemampuannya mengemudikan kendaraan secara ugal-ugalan sehingga menyebabkan terjadinya kecelakaan dan penumpang yang menjadi korban.

Hal ini tentu saja melanggar Pasal 23 ayat 1 (a) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Tindakan lainnya adalah pengemudi melakukan penarikan tarif yang tidak sesuai dengan tarif resmi, hal ini tentu saja melanggar Pasal 42 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan angkutan Jalan.5

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengangkat tulisan ini dengan judul “Analisis Terhadap Kealpaan Yang Menyebabkan Korban Meninggal Dunia (Studi Kasus Putusan Nomor 31/Pid.B/2017/Pn.Cbn)”

B. RumusanMasalah

Rumusan masalah yang disampaikan dalam tulisan ini adalah:

1. Bagaimana pengaturan hukum terhadap pelaku Kealpaan dalam berlalulintas yang menyebabkan korban meninggal dunia?

2. Bagaimana perlindungan Hukum bagi korban kealpaan dalam berlalu lintas dalam Putusan

Pengadilan Nomor

31/Pid.B/2017/PN.Cbn?

5 Romli Atmasamita, Strategi Pembinaan Pelanggaran Hukum Dalam Penegakan Hukum di Indonesia, Bandung: Alumni, 1993, hlm. 19.

C. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif.

Permasalahan yang telah dirumuskan di atas akan dijawab atau dipecahkan dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis (hukum dilihat sebagai norma atau das sollen), karena dalam membahas permasalahan penelitian ini menggunakan bahan-bahan hukum.6 Pendekatan yuridis dalam membahas permasalahan penelitian ini menggunakan bahan-bahan hukum. Setelah data yang dibutuhkan terkumpul kemudian menuju kepada identifikasi masalah yang pada akhirnya menuju pada penyelesaian masalah.7

2. Sumber Data

Sumber penelitian ini mengedepankan data sekunder, yaitu data yang di dapat dari studi kepustakaan yang merupakan data dalam bentuk tertulis. Keutamaan menggunakan data sekunder, adalah :

a. Pada umumnya data sekunder dalam keadaan siap tersebut dan dapat dipergunakan dengan segera.

b. Baik bentuk maupun isi data sekunder, telah dibentuk dan diisi oleh peneliti-peneliti terdahulu, sehingga peneliti kemudian tidak mempunyai pengawasan terhadap

6 Ahmad Tanzeh., Pengantar Metode Penelitian. Yogyakarta: Teras. 2009, hlm. 14

7 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta: Sinar Grafika. 2002, hlm.

16.

(5)

Analisis Yuridis Terhadap Kealpaan Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Korban Meninggal Dunia (Studi Kasus Putusan Nomor 31/Pid.B/2017/PN.CBN)

pengumpulan, pengolahan, analisis maupun konstruksi data.

c. Tidak terbatas oleh waktu maupun tempat.8

D. Kasus Posisi Terdakwa:

Nama lengkap : Badruz Zaman alias Heru Bin H.

Amin Yasin Tempat lahir : Cirebon

Umur/tgl.lahir : 22 Tahun / 22 September 1994 Jenis kelamin : Laki-laki

Kebangsaan : Indonesia

Tempat tinggal : Kp. Wanantara Rt. 01/01 Desa Wanasaba Kidul Kecamatan Talun Kab. Cirebon Agama : Islam

Pekerjaan : Mahasiswa Penahanan Terdakwa : a. Penyidik, tidak ditahan;

b. Penuntut Umum, ditahan di Rumah Tahanan Negara sejak tanggal 16 Februari 2017 sampai dengan tanggal 7 Maret 2017;

c. Penuntut Umum, dialihkan penahanannya menjadi Tahanan Kota sejak tanggal 21 Februari 2017 sampai dengan tanggal 12 Maret 2017;

d. Hakim Pengadilan Negeri, Tahanan Kota sejak tanggal 6 Maret 2017 sampai dengan tanggal 4 April 2017;

e. Perpanjangan Ketua Pengadilan Negeri Cirebon, Tahanan Kota sejak tanggal 5 April 2017 sampai dengan tanggal 3 Juni 2017.

Bahwa terdakwa berusaha mengerem sepeda motor yang

8 Soerjono Soekanto, Op.Cit, hlm.12.

dikendarainya akan tetapi karena jarak yang sudah terlalu dekat maka terdakwa tidak bisa mengendalikan sepeda motor yang dikendarainya sehingga sepeda motor yang dikendarai terdakwa tersebut menabrak korban sampai sepeda motor yang dikendarai terdakwa jatuh di sebelah kanan jalan sedangkan korban jatuh tergeletak tidak sadarkan diri di jalan dan keluar darah dari mulut korban, lalu sdr. Hasan Bin Olih yang melihat korban tergeletak kemudian sdr.

Hasan Bin Olih membawa korban ke Rumah Sakit Permata Bunda, namun pihak Rumah Sakit Permata Bunda merujuk korban ke Rumah Sakit Gunung Jati Cirebon setelah itu korban di bawa ke Rumah Sakit Gunung Jati Cirebon dan langsung pendapat perawatan di bagian UGD lalu dimasukkan ke ruangan ICU karena sudah tidak sadarkan diri.

Akibat kejadian tersebut korban Mita meninggal dunia sebagaimana hasil Visum Et Repertum dari Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati Kota Cirebon Nomor 225/VeR- RSUD-GJ/X/2016 tanggal 14 Desember 2016 atas nama MITA yang ditandatangani oleh Dokter Pemeriksa dr. Dasa Sariadi, Sp.BS.

E. Dakwaan dan Tuntutan Jaksa Penuntut Umum

Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

dalam perkara Nomor

31/Pid.B/2017/PN.Cbn mengenai Tindak Pidana Kealpaan Berlalu lintas yang menyebabkan korban meninggal dunia yaitu Pasal 229 ayat (4) Jo Pasal 310 ayat (4) Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Selanjutnya Jaksa Penuntut Umum telah menuntut terdakwa dengan tuntutan sebagai berikut :

(6)

Analisis Yuridis Terhadap Kealpaan Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Korban Meninggal Dunia (Studi Kasus Putusan Nomor 31/Pid.B/2017/PN.CBN)

a. Menyatakan terdakwa Badruz Zaman alias Heru Bin H. Amin Yasin tidak bersalah melakukan tindak pidana “karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia”, sebagaimana diatur dalam Pasal 229 ayat (4) Jo Pasal 310 ayat (4) Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai dalam Dakwaan ;

b. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Badruz Zaman alias Heru Bin H. Amin Yasin dengan pidana penjara selama 2 (dua) bulan;

c. Menyatakan barang bukti berupa:

1) 1 (satu) lembar STNK Kendaraan Sepeda motor Honda Vario Nomor Pol. E- 2037-IO ;

2) 1 (satu) unit kendaraan Sepeda Motor Honda Vario No. Pol. E-2037-IO;

3) 1 (satu) buah SIM C an.

BADRUZ ZAMAN

dikembalikan kepada terdakwa Badruz Zaman alias Heru Bin H. Amin Yasin ; d. Menetapkan supaya terdakwa

dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah).

F. Putusan Majelis Hakim

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, bahwa pada hari Jumat tanggal 16 September 2016 sekitar pukul 13.00 WIB saat Terdakwa melintas di Jalan perjuangan tepatnya di depan kantor proyek pembangunan lab Jalan Perjuangan Kota Cirebon, Terdakwa melihat seorang laki-laki atau korban

(yang bernama Mita) berdiri di pinggir jalan dan Terdakwa melihat korban pandangannya hanya melihat ke arah sebelah kiri saja dan ketika jarak sekitar 10 m, tiba-tiba korban menyebrang jalan dan terdakwa membunyikan klaksonnya namun korban tetap menyeberang jalan dengan agak sedikit berlari.

Berdasarkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum, Pemeriksaan saksi- saksi dan bukti yang ada berdasarkan fakta-fakta yang dituangkan ke dalam Putusan Pengadilan Cirebon Nomor 31/Pid.B/2017/PN.Cbn mengenai Tindak Pidana Kealpaan Berlalu lintas yang menyebabkan korban meninggal dunia sebagaimana diatur pada Pasal 229 ayat (4) Jo Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan maka Majelis Hakim menjatuhkan putusan dengan amar putusan sbb. :

a. Menyatakan terdakwa Badruz Zaman alias. Heru Bin (Alm) H.

AminYasin tersebut diatas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan orang lain meninggal dunia” sebagaimana dalam dakwaan tunggal;

b. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 (dua) bulan;

c. Menetapkan bahwa pidana tersebut tidak usah dijalani kecuali jika di kemudian hari ada putusan Hakim yang menentukan lain disebabkan karena Terpidana melakukan tindak pidana sebelum masa

(7)

Analisis Yuridis Terhadap Kealpaan Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Korban Meninggal Dunia (Studi Kasus Putusan Nomor 31/Pid.B/2017/PN.CBN)

percobaan selama 6 (enam) bulan berakhir;

d. Menetapkan barang bukti berupa:

1) 1 (satu) lembar STNK Kendaraan Sepeda motor Honda Vario Nomor Pol. E- 2037-IO;

2) 1 (satu) unit kendaraan Sepeda Motor Honda Vario No. Pol. E-2037-IO;

3) 1 (satu) buah SIM C an.

Badruz Zaman “dikembalikan kepada Badruz Zaman alias.

Heru Bin H. AminYasin”;

e. Membebankan kepada Terdakwa membayar biaya perkara sejumlah Rp 2.000,00 (dua ribu rupiah).

G. Analisis Kasus

1. Pengaturan Hukum Terhadap Pelaku Kealpaan Dalam Berlalulintas Yang Menyebabkan Korban Meninggal Dunia

Bahwa pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut di atas, awalnya terdakwa Badruz Zaman alias Heru Bin H. Amin Yasin mengendarai sepeda motor Honda Vario No.Pol. E- 2037-IO dari rumah menuju tempat kuliah di Jalan Perjuangan Kota Cirebon, sewaktu melintas di Jalan perjuangan tepatnya di depan kantor proyek pembangunan lab Jl. Perjuangan Kota Cirebon, terdakwa melihat ada seorang laki-laki (yang terakhir diketahui bernama Mita) berdiri di pinggir jalan setelah itu terdakwa melihat korban pandangannya melihat ke arah sebelah kiri saja dan ketika jarak sekitar 10 meter tiba-tiba korban menyebrang

jalan dan terdakwa membunyikan klaksonnya namun korban tetap menyebrang jalan dengan agak sedikit lari kecil.Terdakwa juga berusaha mengerem sepeda motor tersebut tetapi karena jarak sudah terlalu dekat maka terdakwa tidak bisa mengendalikan sepeda motornya sehingga sepeda motor yang dikendarai terdakwa menabrak korban sampai sepeda motor yang dikendarai terdakwa jatuh disebelah kanan jalan sedangkan korban jatuh tergeletak tidak sadarkan diri di jalan dan keluar darah dari mulut korban lalu saksi Hasan yang melihat korban tergeletak kemudian saksi Hasan membawa korban ke Rumah Sakit Permata Bunda namun pihak Rumah Sakit Permata Bunda merujuk korban ke Rumah Sakit Gunung Jati Cirebon setelah itu korban di bawa ke Rumah Sakit Gunung Jati Cirebon dan langsung pendapat perawatan di bagian UGD lalu dimasukan keruangan ICU karena sudah tidak sadarkan diri.

Akibat kejadian tersebut korban Mita meninggal dunia sesuai denganVisum Et Repertum dari RSUD Gunung Jati Kota Cirebon Nomor : 225/VeR-RSUD-GJ/X/2016 tanggal 14 Desember 2016 atas

nama MITA yang

ditandatangani oleh Dokter Pemeriksa dr. Dasa Sariadi, Sp.BS menerangkan bahwa didapati hasil pemeriksaan dan terdapat luka-luka pada kepala bagian belakang, dua belas centimeter dari puncak kepala, delapan centimeter dari garis tengah, terdapat luka terbuka,

(8)

Analisis Yuridis Terhadap Kealpaan Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Korban Meninggal Dunia (Studi Kasus Putusan Nomor 31/Pid.B/2017/PN.CBN)

ukuran satu kali satu centimeter, kedalaman dua cm, dasar tulang, tepi tidak rata, sudut tumpul, tidak terdapat jembatan jaringan, warna merah. Dari hasil pemeriksaan, terdapat tanda- tanda trauma tumpul berupa luka terbuka pada kepala bagian kanan belakang.

Di Instalasi Gawat Darurat, pada pasien dilakukan pemasangan infus dan pemberian cairan infus, pemberian oksigen, pembersihan dan perawatan luka. Pasien dikonsultasikan kepada Dokter Spesialis Bedah Saraf, dengan saran dilakukan pemeriksaan CT-Scan kepala, pemberian obat antibiotik, obat penahan rasa nyeri dan obat menurunkan produksi asam lambung. Setelah dilakukan CT-Scan kepala, pasien dikonsultasikan kembali kepada dokter Spesialis Bedah Saraf, dengan saran perawatan di ruang rawat intensif dan persiapan operasi pada tanggal tujuh belas September dua ribu enam belas.

Pada tanggal enam belas September dua ribu enam belas, pukul dua puluh Wib, pasien mengalami penurunan kesadaran, nilai kesadaran menjadi empat dari skala lima belas, dengan saran pemasangan selang bantu pernapasan. Setelah dilakukan pemasangan selang bantu pernapasan, pasien di rawat di ruang rawat Intensif (ICU). Pada tanggal tujuh belas September dua ribu enam belas, pada pasien dilakukan operasi (craniotomy). Pada saat operasi, ditemukan patah tulang atap tengkorak bagian kanan (pariental dextra) berbentuk

garis (frakrur linear), perdarahan diantara tulang atap tengkorak dan selaput tebal otak dengan sumber perdarahan adalah luka terbuka pada arteri meningea. Setelah selesai operasi, pasien kembali dirawat di ruang rawat internsif. Pada tanggal delapan belas September dua ribu enam belas, pukul tujuh belas lebih empat puluh lima menit, pasien mengalami henti napas lalu dilakukan pijat jantung luar, dan pasien dinyatakan meninggal dunia pada pukul 18.10 WIB.

Antara terdakwa dengan pihak keluarga korban telah tercapai perdamaian, yaitu pihak keluarga korban telah memaafkan dan mengikhlaskan peristiwa yang menimpa korban Mita, dan pihak Terdakwa telah memberikan bantuan atau santunan berupa uang sejumlah Rp 3.500.000,00 (tiga juta lima ratus ribu rupiah) kepada pihak keluarga korban Mita (vide Surat Pernyataan Tidak Menuntut tanggal 27 September 2016).

Terdakwa dan saksi-saksi membenarkan barang bukti yang diperlihatkan di persidangan.

selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan apakah berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut diatas, terdakwa dapat dinyatakan telah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya.

Pelanggaran terhadap ketentuan pidana tentang lalu lintas dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan kerugian.

Kecelakaan yang ditimbulkan tersebut bukan hanya berupa tabrakan, baik antar sesama

(9)

Analisis Yuridis Terhadap Kealpaan Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Korban Meninggal Dunia (Studi Kasus Putusan Nomor 31/Pid.B/2017/PN.CBN)

kendaraan bermotor maupun antara kendaraan bermotor dengan pemakai jalan lainnya, tetapi dapat pula berupa kecelakaann lainnya seperti jatuhnya penumpang dari bus kota ataupun jatuhnya kendaraan umum antar kota ke dalam jurang. Dalam kecelakaan semacam itu, pada umumnya orang akan mempermasalahkan mengenai hukuman yang dijatuhkan kepada si pelaku yang bersalah dalam kecelakaan itu.9

Salah satu hal yang tercantum dalam Undang-Undang tersebut mengatur perihal kecelakaan.

Kecelakaan Lalu Lintas dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan digolongkan menjadi 3 (tiga), yakni :10

a. Kecelakaan Lalu Lintas ringan, merupakan

kecelakaan yang

mengakibatkan kerusakan Kendaraan dan/atau barang, b. Kecelakaan Lalu Lintas

sedang, merupakan

kecelakaan yang

mengakibatkan luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang.

c. Kecelakaan Lalu Lintas berat, merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.

Secara umum mengenai kewajiban dan tanggung jawab

9 Marianna Sutadi, Tanggung Jawab Perdata Dalam Kecelakaan Lalu Lintas, Jakarta:

Mahkamah Agung RI, 1992, hlm. 1.

10 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 229.

Pengemudi, Pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan ini diatur dalam Pasal 234 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berbunyi “Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/ atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/ atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga

karena kelalaian

Pengemudi.”Namun, ketentuan tersebut di atas tidak berlaku jika:

a. Adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan Pengemudi;

b. Disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga; dan/atau

c. Disebabkan gerakan orang dan/ atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan.

Pihak yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas wajib mengganti kerugian yang besarannya ditentukan berdasarkan putusan pengadilan.

Kewajiban mengganti kerugian ini dapat dilakukan di luar pengadilan jika terjadi kesepakatan damai di antara para pihak yang terlibat.

Perlindungan hukum terhadap korban kecelakaan lalu lintas di Indonesia termuat di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Perlindungan hukum terhadap korban tersebut menyangkut hak-hak yang didapatnya apabila

(10)

Analisis Yuridis Terhadap Kealpaan Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Korban Meninggal Dunia (Studi Kasus Putusan Nomor 31/Pid.B/2017/PN.CBN)

terjadi suatu kecelakaan lalu lintas sebagaimana tercantum dalam Pasal 240 tentang hak yang didapatkan korban kecelakaan lalu lintas ialah:

a. Pertolongan dan perawatan dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas dan/atau Pemerintah;

b. Ganti kerugian dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas; dan

c. Santunan Kecelakaan Lalu Lintas dari perusahaan asuransi.11

Gugatan ganti kerugian biasanya diajukan dalam peradilan. Dalam Pasal 98 ayat (2) KUHAP menentukan bahwa gugatan ganti kerugian hanya dapat dilakukan sebelum penuntut umum mengajukan tuntutan pidana. Dalam Pasal 98 ayat (2) KUHAP tersebut ditentukan juga bahwa jika penuntut umum tidak hadir, maka gugatan ganti kerugian diajukan selambat-lambatnya sebelum hakim menjatuhkan putusannya. Biasanya ketidakhadiran penuntut umum ialah dalam perkara cepat, contohnya gugatan ganti kerugian dalam perkara cepat ialah dalam pelanggaran lalu lintas jalan. 12

Ganti kerugian merupakan hak korban kecelakaan lalu lintas dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan lalu lintas.

11 Ibid, Pasal 240

12Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan, Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2002, hlm. 66.

Sementara sebelumnya dalam Pasal 234 dijelaskan bahwa:

a. Pengemudi, pemilik kendaraan bermotor, dan/atau perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian pengemudi.

b. Setiap pengemudi, pemilik kendaraan bermotor, dan/atau perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerusakan jalan dan/atau perlengkapan jalan karena kelalaian atau kesalahan pengemudi.

c. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku jika:

1) Adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan pengemudi;

2) Disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga, dan/atau;

3) Disebabkan gerakan orang dan/atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan.

Bunyi Pasal 234 diatas menjelaskan kewajiban dan tanggung jawab yang dibebankan kepada pihak Pengemudi, Pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan untuk memberikan biaya ganti kerugian kepada Penumpang dan Pemilik Barang dan/atau pihak ketiga dikarenakan kelalaian pengemudi. Hal ini menjelaskan bahwa pihak – pihak yang disebutkan diatas bertanggung jawab apabila terjadi kerusakan

(11)

Analisis Yuridis Terhadap Kealpaan Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Korban Meninggal Dunia (Studi Kasus Putusan Nomor 31/Pid.B/2017/PN.CBN)

barang yang diderita baik penumpang atau pemilik barang.

Selain gugatan pidana, ada tuntutan ganti rugi menurut hukum perdata, maka hal ini tidak bisa dilepaskan kaitannya dengan masalah lainnya, yaitu adanya perbuatan yang menyebabkan terjadinya kerugian, yang pihak lain menimbulkan kewajiban untuk mengganti kerugian tersebut.

Dengan demikian, berbicara mengenai soal “tanggung jawab”

atas perbuatan yang bertentangan dengan hukum, salah satu hal yang menonjol menyangkut masalah pemberian ganti rugi ini adalah terdapat atau tidaknya unsur kesalahan.13 Sebagaimana diketahui unsur kesalahan sangatlah penting dalam pembuktian suatu tindak pidana.

Dalam bidang Hukum Perdata, maka hal ini antara lain diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata, yang berbunyi

“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Biasanya berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata, jika seseorang telah melakukan suatu perbuatan melanggar hukum dan telah terbukti kesalahnnya, maka terhadap dirinya dapat dilakukan penuntutan mengganti kerugian.14

Berkaitan dengan hukum acara perdata, dalam Pasal 118

13 Djoko Prakoso Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007, hlm. 91.

14 Ibid, hlm. 92.

HIR disebutkan gugatan diajukan di Pengadilan Negeri dimana tergugat (dalam hal ini Pelaku) berdomisili. Dengan ketentuan seperti ini dalam praktiknya akan ada kemungkinan kendala dikarenakan Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara pidana tidak berwenang mengadili gugatan. Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 tentang Ketentuan- Ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang, yang menyatakan bahwa:15

(1) Kecuali dalam hal-hal tersebut dalam Pasal 13 di bawah, tiap penumpang sah dari kendaraan bermotor umum, kereta api, pesawat terbang perusahaan penerbangan nasional dan kapal perusahaan perkapalan/pelayaran

nasional, termasuk mereka yang dikecualikan dari iuran wajib menurut/berdasarkan Pasal 19 Peraturan Pemerintah ini, diberi jaminan pertanggungan kecelakaan diri selama penumpang itu berada di dalam alat angkutan yang

disediakan oleh

pengangkutan untuk jangka waktu antara saat-saat sebagai berikut:

a. Dalam hal kendaraan bermotor umum: antara

15Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang, Pasal 10 ayat (1) dan (2).

(12)

Analisis Yuridis Terhadap Kealpaan Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Korban Meninggal Dunia (Studi Kasus Putusan Nomor 31/Pid.B/2017/PN.CBN)

saat penumpang naik kendaraan yang bersangkutan di tempat berangkat dan saat turunnya dari kendaraan tersebut di tempat tujuan.

b. Dalam hal kereta api:

antara saat naik alat angkutan perusahaan kereta api di tempat berangkat dan saat turunnya dari alat angkutan perusahaan kereta api di tempat tujuan menurut karcis yang berlaku untuk perjalanan yang bersangkutan.

c. Dalam hal pesawat terbang: antara saat naik

alat angkutan

perusahaan penerbangan yang bersangkutan atau agennya di tempat berangkat dan saat meninggalkan tangga pesawat terbang yang ditumpanginya di tempat tujuan menurut ticketnya yang berlaku untuk penerbangan yang bersangkutan.

d. Dalam hal kapal: antara saat naik alat angkutan perusahaan perkapalan / pelayaran yang bersangkutan di tempat berangkat dan saat turun di darat pelabuhan tujuan menurut tiket yang berlaku untuk perjalanan kapal yang bersangkutan.

(2) Jaminan yang dimaksudkan dalam ayat (1) Pasal ini, berupa pembayaran ganti kerugian pertanggungan

dalam hal-hal sebagai berikut:

a. Dalam hal korban meninggal dunia karena akibat langsung dari kecelakaan yang dimaksudkan pada ayat (1) di atas dalam waktu 365 hari setelah terjadinya kecelakaan yang bersangkutan.

b. dalam hal korban mendapat cacad tetap karena akibat langsung dari kecelakaan yang demikian itu dalam waktu 365 hari setelah terjadinya kecelakaan yang bersangkutan. Yang diartikan dengan cacad tetap adalah bila sesuatu

anggota badan

sebagaimana

dimaksudkan dalam ayat (3) sub a Pasal ini hilang atau tidak dapat dipergunakan sama sekali dan tidak dapat sembuh / pulih untuk selama- lamanya.

c. dalam hal ada biaya- biaya perawatan dan pengobatan dokter yang diperlukan untuk korban karena akibat langsung dari kecelakaan yang demikian itu yang dikeluarkan dari hari pertama setelah terjadinya kecelakaan, selama waktu paling lama 365 hari. Biaya- biaya perawatan dan pengobatan dokter tersebut meliputi semua biaya-biaya: pertolongan pertama pada kecelakaan, honorarium dokter, alat-

(13)

Analisis Yuridis Terhadap Kealpaan Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Korban Meninggal Dunia (Studi Kasus Putusan Nomor 31/Pid.B/2017/PN.CBN)

alat pembalut dan obat- obat atas resep dokter, perawatan dalam rumah sakit, photo rontgen, pembedahan dan lain-lain yang diperlukan menurut pendapat dokter untuk penyembuhan korban, kecuali jumlah pembayaran untuk membeli anggota- anggota badan buatan, seperti kaki/tangan buatan, gigi/mata palsu, dan lain sebagainya.

d. dalam hal korban meninggal dunia tidak mempunya ahli-waris,

kepada yang

menyelenggarakan penguburannya diberikan penggantian biaya-biaya penguburan.

Penggabungan gugatan ganti kerugian dalam tindak pidana merujuk kepada Pasal 98

KUHAP. Mekanisme

permohonan dalam

penggabungan perkara pidana dan perdata yang berkaitan dengan ganti rugi haruslah dilakukan sebelum adanya putusan dari hakim yang memeriksa dan mengadili perkara pidana tersebut.

Pengajuan penggabungan perkara pidana dengan gugatan ganti kerugian itu ditentukan, yakni :

a. Dalam hal penuntut umum membacakan / mengajukan tuntutan pidana, hal ini dimaksudkan agar penuntut umum mempertimbangkan dengan seksama tuntutan pidana dengan gugatan ganti kerugian;

b. Perkara pidana yang di hadiri penuntut umum adalah perkara pidana yang acara pemeriksaannya adalah perkara biasa dan pemeriksaan singkat;

c. Dalam hal Penuntut Umum tidak hadir yakni perkara pidana dengan pemeriksaan cepat yakni: Acara pemeriksaan tindak pidana ringan, Acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan.

Faktor yang mempengaruhi penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto adalah:16 a. Faktor Hukum

Praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan oleh konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak, sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Suatu kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya berdasar hukum merupakan sesuatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum. Maka pada hakikatnya penyelenggaraan hukum bukan hanya mencakup law enforcement, namun juga peace maintenance, karena penyelenggaraan hukum

16 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegeakan Hukum, Cetakan Kelima, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 42.

(14)

Analisis Yuridis Terhadap Kealpaan Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Korban Meninggal Dunia (Studi Kasus Putusan Nomor 31/Pid.B/2017/PN.CBN)

sesungguhnya merupakan proses penyerasian antara nilai kaedah dan pola perilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.

b. Faktor Penegakan Hukum Fungsi hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Oleh karena itu, salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian penegak hukum c. Faktor Sarana atau Fasilitas

Pendukung

Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan perangkat keras, salah satu contoh perangkat lunak adalah pendidikan.

Pendidikan yang diterima oleh Polisi dewasa ini cenderung pada hal-hal yang praktis konvensional, sehingga dalam banyak hal polisi mengalami hambatan di dalam tujuannya, diantaranya adalah pengetahuan tentang kejahatan komputer, dalam tindak pidana khusus yang selama ini masih diberikan wewenang kepada jaksa, hal tersebut karena secara teknis yuridis polisi dianggap belum mampu dan belum siap.

Walaupun disadari pula bahwa tugas yang harus diemban oleh polisi begitu luas dan banyak.

d. Faktor Masyarakat

Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan

untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum, persoalan yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang. Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.

e. Faktor Kebudayaan

Berdasarkan konsep kebudayaan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan

soal kebudayaan.

Kebudayaan menurut Soerjono Soekanto, mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, yaitu mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Dengan demikian, kebudayaan adalah suatu garis pokok tentang peri kelakuan yang menetapkan peraturan mengenai apa yang harus dilakukan, dan apa yang dilarang.

2. Perlindungan Hukum Bagi Korban Kealpaan Dalam Berlalu Lintas Dalam Putusan

Pengadilan Nomor

31/Pid.B/2017/PN.Cbn

Perlindungan hukum bagi korban kecelakaan lalu lintas bukanlah hal baru, dimana pada masa pemerintahan Hindia

(15)

Analisis Yuridis Terhadap Kealpaan Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Korban Meninggal Dunia (Studi Kasus Putusan Nomor 31/Pid.B/2017/PN.CBN)

Belanda telah atur dalam

“Werverkeersordonnantie"

(Staatsblad 1933 Nomor 86) lalu diubah dan ditambah dengan Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1951 tentang Perubahan

& Tambahan Undang-Undang

Lalu Lintas Jalan

(Wegverkeersordonnantie, Staatsblad 1933 Nomor 86).

Dalam perkembangannya diganti dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1965 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya yang menjadi Undang-Undang pertama yang mengatur Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Indonesia setelah Indonesia merdeka. Seiring waktu Undang- Undang ini diganti dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan kini telah berubah menjadi Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Sebagaimana dipahami menurut paham Monisme, suatu tindakan dinyatakan sebagai tindak pidana jika memenuhi unsur-unsur:

a. Subjek.

Adanya perbuatan manusia yang memenuhi rumusan dalam Undang-Undang. Hal ini merupakan syarat formil, terkait dengan berlakunya Pasal 1 ayat (1) KUHP.

b. Kesalahan.

Untuk adanya pidana tidak cukup apabila telah terjadi perbuatan pidana tetapi dipersyaratkan juga adanya kesalahan atau pertanggung- jawaban pidana.

c. Bersifat melawan hukum (dari tindakan).

Hal ini merupakan syarat materiil, terkait dengan ikutnya ajaran sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya yang negatif.

d. Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang- undang / perundangan dan terhadap pelanggarnya diancam dengan pidana.

Perbuatan yang diancam dengan pidana dan apabila melanggar larangan tersebut, maka akan dijatuhkan pidana sesuai dengan perbuatan.

e. Waktu, tempat dan keadaan.

Peristiwa, tempat dan keadaan merupakan suatu peristiwa yang dilihat bagaimana cara melakukan dan tempat melakukan suatu tindak pidana yang dilakukan.

Dalam hal ini ada kesalahan dalam diri yang dapat dijatuhi pidana.17

Dalam hukum pidana diketahui bahwa kecelakaan lalu lintas tergolong dalam tindak pidana, baik disengaja atau disebabkan atas kealpaan pengemudi. Jika dikaitkan dengan kecelakaan lalu lintas, baik kecelakaan lalu lintas ringan, sedang maupun berat adalah termasuk tindak pidana.

Hal ini merujuk pada ketentuan Pasal 230 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berbunyi, “Perkara Kecelakaan Lalu Lintas

17 E.Y. Kanter & S.R Sianturi. Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya.

Jakarta: Storia Grafika, 2002 hlm. 73.

(16)

Analisis Yuridis Terhadap Kealpaan Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Korban Meninggal Dunia (Studi Kasus Putusan Nomor 31/Pid.B/2017/PN.CBN)

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diproses dengan acara peradilan pidana sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang- Undangan.”

Berdasarkan perkara dalam Putusan Nomor Nomor 31/Pid.B/2017/PN.Cbn memiliki unsur – unsur sebagai pertimbangan Hakim dalam memutus perkara yaitu sebagai berikut :

a. Setiap orang

Bahwa yang dimaksud unsur ini adalah setiap orang sebagai subyek hukum sebagaimana layaknya haruslah memenuhi kriteria kemampuan dan kecakapan bertanggung jawab secara hukum, atau yang disebut sebagai syarat subyektif dan syarat obyektif. Secara obyektif, orang yang disangka atau didakwa melakukan tindak pidana haruslah orang yang dapat bertanggung jawab secara hukum, serta cakap dan mampu dalam arti tidak terganggu akal pikirannya, serta dapat memahami dan menyadari sepenuhnya akan apa yang diperbuat hingga akibat yang bakal ditimbulkan dari perbuatannya itu. Sebagai kalimat yang menyatakan kata ganti orang sebagai subyek hukum pidana yang akan mempertanggung jawabkan secara pidana dalam perkara ini, yaitu yang identitasnya telah dicocokan dengan identitas sebagaimana diuraikan Penuntut Umum dalam surat dakwaannya

atasnama terdakwa Badruz Zaman alias. Heru Bin H.

Amin Yasin ternyata cocok antara satu dan lainnya sehingga dalam perkara ini tidak terdapat kesalahan orang (error in persona) yang diajukan ke muka persidangan. Terdakwa dengan identitasnya di atas dan diakui oleh terdakwa sebagai dirinya yang diajukan dalam perkara ini, sehat jasmani dan rohani serta mampu mempertanggung-

jawabkan semua

perbuatannya. Di

Persidangan, Saksi-saksi telah memberikan keterangan di bawah sumpah dan Terdakwa sendiri telah mengakui bahwa terdakwa yang hadir dan diperiksa di Persidangan adalah terdakwa yang identitasnya sesuai dengan yang termuat dalam Surat Dakwaan Penuntut Umum.

Dengan demikian Majelis berkeyakinan unsur setiap orang, telah terpenuhi.

b. Mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan orang lain meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4)”.

Bahwa yang dimaksud dengan unsur mengemudikan kendaraan bermotor sesuai dengan Pasal 1 ke 8 dan Pasal 23 Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah mengemudikan atau mengendarai setiap kendaraan yang digerakkan oleh

(17)

Analisis Yuridis Terhadap Kealpaan Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Korban Meninggal Dunia (Studi Kasus Putusan Nomor 31/Pid.B/2017/PN.CBN)

peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel. Dalam hal ini misalnya kendaraan roda empat (mobil) dan kendaraan roda dua (sepeda motor).

Kelalaian dimaksudkan sebagai suatu perbuatanyang terjadi dikarenakan salahnya atau karena kealpaannya atau karena kurang hati-hatiannya dimana kelalaian dalam hukum pidana sering disebut dengan delik culpa; dalam unsur ini memuat uraian dalam Pasal 229 ayat (4), yaitu Kecelakaan Lalu Lintas berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat. Bahwa dari uraian fakta tersebut diatas, Majelis Hakim menyimpulkan bahwa terdakwa kurang berhati-hati

dimana terdakwa

mengemudikan atau mengendarai kendaraan sepeda motor No.Pol E-2037 IO jaraknya terlalu berdekatan dengan korban hingga kecelakaan lalu lintas tidak bisa dihindari, dan tidak hati-hatinya Terdakwa tersebut telah mengakibatkan korban (MITA) meninggal dunia, dengan demikian menurut hemat Majelis

Hakim unsur

“Mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan orang lain meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4)”, telah terpenuhi oleh perbuatan Terdakwa; bahwa dalam

persidangan, Majelis Hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar dan atau alasan pemaaf, maka

Terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya. Oleh karena

terdakwa mampu

bertanggung jawab, maka harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana;

Pihak yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas wajib mengganti kerugian yang besarannya ditentukan berdasarkan putusan pengadilan.

Kewajiban mengganti kerugian ini dapat dilakukan di luar pengadilan jika terjadi kesepakatan damai di antara para pihak yang terlibat. Kewajiban mengganti kerugian yang didasari atas putusan pengadilan dalam hal kecelakaan lalu lintas termasuk ke dalam perkara perdata yang digabungkan dengan perkara pidana.

Penggabungan perkara pidana dan perdata diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana pada Pasal 98-101.

Proses pelaksanaan penggabungan perkara pidana dengan gugatan ganti kerugian di Pengadilan Negeri:

a. Korban mengajukan suat permohonan penggabungan perkara pidana dengan gugatan ganti kerugian disertai dengan lampiran rincian kerugian yang diderita korban kemudian didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan surat tersebut disampaikan kepada Ketua

(18)

Analisis Yuridis Terhadap Kealpaan Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Korban Meninggal Dunia (Studi Kasus Putusan Nomor 31/Pid.B/2017/PN.CBN)

Pengadilan. Suratpermohonan disini memuat antara lain:

1) Identitas korban yaitu nama, umur, alamat, pekerjaan, agama, dan tempat tanggal lahir yang ditulis secara jelas.

2) Permintaan agar Pengadilan Negeri (yang bersangkutan)

menggabungkan perkara pidana dengan gugatan ganti kerugian.

3) Permintaan agar biaya- biaya yang telah dikeluarkan oleh korban dan juga tuntutan, yaitu segala sesuatu yang diharapkan korban untukdiperiksa dan diputus oleh pihak hakim.

b. Setelah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri, kemudian Ketua Pengadilan Negeri membuat surat penetapan untuk menunjuk majelis hakim yang akan memeriksa perkara tersebut.

c. Majelis hakim yang bersangkutan dengan surat penetapan tersebut menetapkan hari sidang perkara dan sekaligus menyuruh memanggil kedua belah pihak dan agar menghadapdi Pengadilan Negeri pada hari sidang yang telah ditentukan dengan membawa saksi-saksi dan bukti-bukti yang diperlukan.

Dengan demikian pihak korban harus aktif untuk mempersiapkan alat bukti terutama bukti tulisan, misalnya kwitansi-kwitansi yang membuktikan bahwa

pihak korban telah mengeluarkan biaya karena kerugian yang dialami sebagai akibat perbuatan terdakwa. Sesuai dengan Pasal 1865 KUHPerdata yang berbunyi: “Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau guna meneguhkan hak sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.”

d. Setelah kedua belah pihak hadir dalam persidangan pada hari yang telah ditenrtukan, maka Majelis Hakim memberi kesempatan kedua belah pihak untuk mengadakan perdamaian, sidang ditunda supaya kedua belah pihak dapat merundingkan perdamaian tersebut. Apabila sidang berikutnya perdamaian belum dicapai, maka pemeriksaan dilanjutkan, tanpa menutup kemungkinan untuk mengusahakan perdamaian selama proses pemeriksaan dan sebelum putusan hakim dijatuhkan;

e. Tuntutan pidana dibacakan oleh majelis hakim, pihak korban di beri kesempatan untuk mengadakan perubahan atau pencabutan tuntutan sebelum pihak terdakwa diberikan kesempatan untuk menjawab apabila tidak ada perubahan atau pencabutan tuntutan, maka pihak korban diberi kesempatan untuk menjawab secara lisan atau secara tertulis.

(19)

Analisis Yuridis Terhadap Kealpaan Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Korban Meninggal Dunia (Studi Kasus Putusan Nomor 31/Pid.B/2017/PN.CBN)

f. Apabila jawaban pihak terdakwa secara tertulis, maka pihak korban diberi

kesempatan untuk

memberikan tanggapan yang disebut Replik dan terhadap Replik dari pihak korban, pihak Terdakwa dapat memberikan tanggapannya yaitu disebut duplik.

g. Dari jawab-menjawab antara pihak korban dan Terdakwa hanya dibatasi dua kali dan kesempatan terakhir diberikan kepada pihak korban, setelah menjawab selesai diberikan kesempatan, kepada pihak korban untuk mengajukan pembuktian. Tujuan pembuktian adalah untuk memberikan kepastian kepada hakim tentang adanya peristiwaperistiwa tertentu, karena hakim yang mengkonstantir peristiwa, mengkualisir peristiwa tersebut, pembuktian juga untuk dasar putusan hakim.

Kemudian dilanjutkan kesempatan pihak terdakwa mengajukan pembuktian sebagai tanggapan atas pembuktian pihak korban.

h. Setelah proses pemeriksaan dianggap cukup oleh Majelis Hakim, maka kedua belah pihak diberi kesempatan

untuk mengajukan

kesimpulan yang berisi tentang tanggapan masing- masing pihak terhadap segala sesuatu yang terjadi di persidangan.

i. Setelah pengajuan kesimpulan selesai, maka majelis Hakim dalam memutuskan perkara pidana dalam bentuk putusan hakim.

j. Apabila putusan hakim sudah dijatuhkan dan para pihak menerima putusan Hakim Pengadilan tersebut, maka diadakanlah eksekusi pelaksanaan putusan.

Pengambilan putusan dalam penggabungan perkara pidana dengan gugatan ganti kerugian masing-masing Hakim mengajukan pendapat mengenai dua hal yakni:

1) Pertimbangan -

pertimbangan mengenai perkara pidana yang didasarkan pada Hukum Acara Pidana

2) Pertimbangan -

pertimbangan mengenai gugatan ganti kerugian sesuai Acara Perdata.18 Menurut Pasal 1243 KUH Perdata, pengertian ganti rugi perdata lebih menitikberatkan pada ganti kerugian karena tidak terpenuhinya suatu perikatan, yakni kewajiban debitur untuk mengganti kerugian kreditur akibat kelalaian pihak debitur melakukan wanprestasi. Ganti rugi tesebut meliputi:19

a. Ongkos atau biaya yang telah dikeluarkan

b. Kerugian yang sesungguhnya karena kerusakan, kehilangan benda milik kreditur akibat kelalaian debitur

c. Bunga atau keuntungan yang diharapkan.

Pemberian ganti rugi kepada korban kecelakaan lalu lintas oleh

18 Leden Marpaung, Proses Tuntutan Ganti Kerugian dan Rehabilitasi Dalam Hukum Pidana, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997, hlm. 54.

19 Republik Indonesia, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUHPer), Pasal 1243

(20)

Analisis Yuridis Terhadap Kealpaan Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Korban Meninggal Dunia (Studi Kasus Putusan Nomor 31/Pid.B/2017/PN.CBN)

pihak tertentu diklasifikasikan kepada kecelakaan lalu lintas yang dialami oleh korban. Kecelakaan lalu lintas yang dialami oleh korban dapat berupa kecelakaan yang bersifat ringan, sedang dan berat. Pemberian ganti kerugian kepada korban kecelakaan lalu lintas tersebut dapat diberikan berdasarkan putusan pengadilan atau kesepakatan antara pihak yang terlibat. Proses pelaksanaan penyelesaian perkara ganti rugi terhadap korban kecelakaan lalu lintas lebih baik ditempuh dengan ADR (Alternative Dispute Resolution) atau dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Manfaat yang diperoleh dari pemberian restitusi dan kompensasi terhadap korban kejahatan yaitu sebagai upaya penanggulangan kejahatan, menekan tingkat kejahatan yang terjadi di negara kita, berusaha melindungi korban tindak pidana sekaligus sebagai pemulihan korban, dan banyak manfaat lainnya yang dapat diperoleh dari pengaturan restitusi dan kompensasi terhadap korban kejahatan jika dimasukkan kedalam hukum positif di Indonesia.

Secara historis pengaturan ketentuan peralihan di Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sendiri telah berubah dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan revisi Rancangan Kitab Undang- Undang Hukum Pidana. Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sendiri telah digulirkan sejak tahun 1964, yang sampai dengan tahun 2015 telah mengalami perubahan sekitar 16 atau 17 kali perubahan. Rancangan pertama, yakni tahun 1964 kemudian diikuti dengan rancangan-rancangan tahun berikutnya, yaitu Rancangan Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana 1968.20

Dalam Pasal 359 sampai dengan Pasal 361 KUHP sudah mengatur mengenai tindak pidana yang mengakibatkan mati atau luka karena kealpaan. Ketentuan ini mengatur akibat dari kealpaan sehingga menyebabkan orang lain luka, luka berat, dan mengakibatkan mati.

Penyebab luka juga harus dapat menimbulkan akibat yang mempengaruhi korban, baik berupa penyakit atau halangan menjalankan jabatan, profesi, atau mata pencaharian selama waktu tertentu perlu menjadi penekanan. Secara substansi pengaturan ini masih perlu dipertahankan dalam KUHP yang baru.

Demikianlah tulisan tentang Analisis Berlalu lintas yang menyebabkan matinya orang sesuai ketentuan Pasal 229 ayat (4) Jo Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dan sebelum adanya UU Nomor 22 Tahun 2009 tersebut diterapkan ketentuan Pasal 359 KUHP yaitu karena kealpaannya menyebabkan matinya orang. Semoga bermanfaat dan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA Buku

Atmasamita, Romli, Strategi Pembinaan Pelanggaran Hukum Dalam Penegakan Hukum di Indonesia, Bandung: Alumni, 1993 Fachrurrozy, Penyebab Kecelakaan

Lalulintas, Jakarta : Sinar Grafika, 2001

20 Naskah Akademik, Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKHUP) Tahun 2015.

(21)

Analisis Yuridis Terhadap Kealpaan Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Korban Meninggal Dunia (Studi Kasus Putusan Nomor 31/Pid.B/2017/PN.CBN)

Gosita, Arif, Masalah Korban Kejahatan, Jakarta :Akademika Pressindo, 1995

Kanter, E.Y& S.R Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia dan Penerapannya. Jakarta: Storia Grafika, 2002

Mahfud MD, Moh., Politik Hukum Di Indonesia, Jakarta : Lp3es, 1998 Marpaung, Leden, Proses Tuntutan Ganti

Kerugian dan Rehabilitasi Dalam Hukum Pidana, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997

Muhammad, Abdulkadir, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2004

Prakoso, Djoko, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007

Raharjo, Rinto, Tertib Berlalu Lintas, Yogyakarta : Shafa Media, 2014 Ramdlon, Naning, Menggairahkan

kesadaran Hukum Masyarakat dan Disiplin Penegak Hukum Dalam Lalu Lintas, Surabaya : Bina Ilmu,2013

Soeprapto, Maria Farida Indrati. Ilmu Perundang – undangan Proses dan Teknik

Pembentukannya. Yogyakarta:

Kanisius. 2007

Soekanto, Soerjono. Polisi dan Lalu Lintas Analisis Menurut Sosiologi Hukum, Bandung: Mandar Maju, 1990

_________________, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegeakan Hukum, Cetakan Kelima, Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 2004

_________________ dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif; Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2009

Sutadi, Marianna, Tanggung Jawab Perdata Dalam Kecelakaan Lalu Lintas, Jakarta, Mahkamah Agung RI, 1992

Tanzeh, Ahmad, Pengantar Metode Penelitian, Yogyakarta, Teras, 2009

Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(KUHPerdata)

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 jo Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002

tentang Polri

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014

tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Naskah Akademik, Rancangan Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (RKHUP) Tahun 2015.

Putusan

Putusan Pengadilan Negeri Cirebon Nomor 31/Pid.B/2017/PN.Cbn

Referensi

Dokumen terkait

Untuk dapat melakukan persaingan bisnis dan berkompetisi dalam persaingan pasar sepeda motor, pihak PT. Astra International Tbk – Honda alias.. Astra Honda Motor yang merupakan

Hasil uji R 2 pada tabel diatas memperlihatkan nilai R Square adalah sebesar 0,099 atau 9,9% yang artinya bahwa pengaruh variabel independen yaitu kebijaan

Proses produksi karya kreatif Serial Video Profile “Tanda Hati dari Jogja” Cokelat nDalem menghasilkan tiga seri karya video dengan masing- masing berdurasi

Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ILMIAH

Pada hari ini, Senin tanggal Sebelas bulan Maret tahun Dua ribu tiga belas, bertempat di Ruang Subbagian Perlengkapan dan Instalasi Balai Besar Pelatihan Pertanian Binuang,

Djika pemakai pesawat uap bertentangan dengan pendapat pegawai pengawas jang bersangkutan jang diberitahukan kepadanja, berpendapat bahwa tidak ada tjukup alasan baik

Seperti yang dibahas dalam kitab fikih, hutang dalam pinjaman bisa berupa barang atau uang, jika pinjaman itu berupa barang, biasanya para ahli hukum