9 Kebun Sawit - Rona agak terang
- Warna hijau muda sampai tua
- Tekstur agak halus dan agak kasar
- Bentuk beraturan
- Pola seragam dan terdapat pemukiman, bukaan dan adanya jaringan jalan bangunan
42 3.939259506 98.19922689 Pemukiman 43 3.926620262 98.18453587 Pemukiman 44 4.030841091 98.32436358 Pemukiman 45 4.008174495 98.30045428 Pemukiman 46 4.06033942 98.37157521 Badan Air 47 4.058512585 98.37049583 Badan Air 48 4.051918812 98.36598406 Badan Air 49 4.054889586 98.36163936 Badan Air 50 4.056911491 98.35730468 Badan Air 51 4.047250621 98.3638779 Badan Air 52 4.046526587 98.37108783 Badan Air 53 4.021688925 98.29707874 Lahan Terbuka 54 3.98538435 98.26863113 Lahan Terbuka 55 3.728895174 98.03719577 Hutan
3. Gambaran kondisi tutupan lahan di lapangan tahun 2015
No Kelas Tutupan Lahan Gambar di Lapangan
1. Hutan
2. Kebun Sawit
4. Sawah
5. Mangrove
7. Lahan Terbuka
4. Hasil Evaluasi Kontingensi
Hasil evaluasi kontingensi klasifikasi citra satelit Landsat DAS Lepan tahun 2005
Tutupan Lahan Awan Badan Air Pemukiman
Hasil evaluasi kontingensi klasifikasi citra satelit Landsat DAS Lepan tahun 2015
Tutupan Lahan Awan
Bayangan
Awan Badan Air
Hutan
Mangrove Tambak Pemukiman Sawah
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. (1989). Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan pengelolaan daerah aliran sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Burrough, P.A. 1986. Principles of Geographical Information Systems for Land Resources Assessment. New York-USA. Oxford University Press Inc.
Dwiprabowo, H., D. Djaenudin, I. Alviya, dan D. Wicaksono. 2014. Dinamika Tutupan Lahan: Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi. PT. Kanisius. Yogyakarta.
Hamidy, Z. 2003. Perubahan Penutupan Lahan, Komposisi, Keanekaragaman Jenis di Suaka Margasatwa Cikepuh pada Periode Tahun 1989 sampai Tahun 2001. Skripsi. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Horning, N., 2004. Global Land Vegetation; An Electronic Textbook. NASA Goddard Space Flight Center Earth Sciences Directorate Scientifix and Educational Endeavors (SEE). http://www.ccpo.odu.edu/ SEES/ veget/ vg_class.htm. Dikunjungi pada tanggal 8 November 2015.
Howard, J.A. 1996. Penginderaan Jauh Untuk Sumberdaya Hutan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Husni dan Santoso. 2012. Sebarab TDS, DHL, Penurunan Muka Air Tanah dan Prediksi Intrusi Air Laut di Kota Tangerang Selatan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Penerbit PT Bumi Aksara.
Kartiwa, B. Runtunuwu, E. Adi, S.H., Heryani. N, dan Sutrisno, N. 2005. Sistem Informasi Hidrologi untuk Pengelolaan Sumber Daya Air DAS Citarum dalam Pasandaran, E., Pawitan, H. and Amien, I. eds.: Sistem Informasi Sumberdaya Iklim dan Air, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Bogor, 121-140.
Lillesand and Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. GadjahMada University Press. Yogyakarta.
Lo, C.P, 1995. Penginderan Jauh Terapan. UI- Press, Jakarta.
Odum.E.P. 1972. Fundamental Ecology 3rd. Ed W.B Sounders.
32
Rusdi, 2005. Perbandingan Klasifikasi Maximum Likelihood dan Object Oriented pada Pemetaan penutupan atau Penggunaan Lahan (Studi Kasus Kabupaten Gayo Leus NAD, HTI PT. Wirakarya Sakti Jambi dan Taman Nasional Lorelindu Sulawesi Tengah). Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sinaga, Rusintong., 2004, Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi dalam Mengkaji Perubahan Penggunaan lahan Kecamatan Umbulharjo tahun 1993-2004, Laporan Tugas Akhir, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Singh, A. 1989. Review Article. Digital Change Detection Techniques Using Remotely-sensed Data. International Journal Remote Sensing. 10 (6): 989- 1003.
Suparmoko, M. 1995. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Penerbit BPFE.Yogyakarta.
Vink, A. P. A., 1975. Land Use in Advancing Agriculture. Springer-Verlag, New York.
METODE PENELITIAN
Waktu dan lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah DAS Lepan, Kabupaten Langkat,
Provinsi Sumatera Utara (Gambar 1). Wilayah administrasi DAS Lepan terbagi ke
dalam 6 kecamatan yaitu Kecamatan Babalan, Kecamatan Besitang, Kecamatan
Brandan Barat, Kecamatan Gebang, Kecamatan Padang Tualang, dan Kecamatan
Sei Lepan. DAS Lepan merupakan Daerah Aliran Sungai (DAS) prioritas yang
terletak di Provinsi Sumatera Utara Kabupaten Langkat dengan luas 57.407,75 ha.
DAS Lepan memiliki 5 Sub DAS yaitu Sub DAS Lepan Hilir (38.026,24 ha), Sub
DAS Lepan Kanan (9.783,58 ha), Sub DAS Lepan Kiri (7.941,27 ha), Sub DAS
Lepan Tengah (16.194,88 ha) dan Sub DAS Roha (7.741,97 ha). Secara geografis
DAS Lepan terletak antara antara 3° 42' 42,96'' - 4° 04' 34,96'' Lintang Utara dan
98° 00',43'' s/d 98° 24' 16,30'' Bujur Timur. Penelitian dilakukan pada Bulan
Maret-April 2016. Analisis data dilakukan di Laboratorium Manajemen Hutan,
Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas alat pengambilan data
dan alat analisis data. Alat pengambilan data lapangan antara lain: GPS, kompas,
kamera, dan talley sheet. Alat analisis data yang digunakan adalah Microsoft
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra satelit Landsat tahun
perekaman 2005, dan 2015. Citra satelit Landsat diperoleh secara gratis dengan
mengunduh melalui website USGS (United State Geological Survey) (Tabel 1).
Gambar citra satelit landsat permukaan bumi dibagi ke dalam scene-scene yang
dibedakan berdasarkan path dan row. Letak DAS Lepan berada pada Path 129 dan
row 57 dan 58.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang mendukung penelitian ini, baik dari
penelitian sebelumnya yang berhubungan, dari instansi pemerintah yang
menyediakan data- data pendukung.
c. Data Primer (Ground Check)
Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan meliputi
dokumentasi kondisi di lapangan, marking posisi titik di lapangan, serta pendataan
ke dalam tally sheet, serta identifikasi penggunaan lahan di lapangan.
Pengumpulan data vegetasi dilakukan dengan mengambil titik sampel secara acak
yang mewakili tiap penutupan lahan.
Data hasil identifikasi juga untuk melengkapi hasil klasifikasi citra apabila
dalam klasifikas ada obyek yang meragukan atau perlu dibuktikan kebenarannya.
Hasil survei lapangan juga digunakan untuk melakukan uji akurasi hasil
klasifikasi citra.
Analisis Data
a. Cropping Citra
Proses Cropping citra membutuhkan data vektor DAS Lepan yang
diperoleh dari instansi terkait. Tujuan dilakukan cropping untuk mempermudah
proses klasifikasi sesuai batas area penelitian yaitu DAS Lepan. Proses Cropping
citra menggunakan software ENVI.
b. Klasifikasi Citra
Klasifikasi citra (Gambar 2). Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam
klasifikasi terbimbing menggunakan software ERDAS Imagine 8.5 yaitu (1),
titik control yang diambil pada lokasi penelitian menggunakan GPS. (2),
Pemilihan daerah (training area) yang diidentifikasi sebagai satu tipe penutupan
lahan berdasarkan pola-pola spektral yang ditampilkan oleh citra. (3), Proses
klasifikasi citra yang dilakukan secara otomatis oleh komputer berdasarkan pola-
pola spektral yang telah ditetapkan pada saat proses pemilihan daerah. (4),
menggabungkan daerah-daerah yang memiliki tipe penutupan lahan yang sama
(5), pengkoreksian citra hasil klasifikasi dengan membandingkan dengan citra
sebelum diklasifikasi (Rusdi, 2005).
c. Uji Akurasi Hasil Klasifikasi
Uji akurasi bertujuan untuk mengetahui seberapa besar ketepatan hasil
klasifikasi dengan kondisi aktual di lapangan. Menurut Purwadhi (2001), secara
umum, akurasi dari suatu hasil klasifikasi dikatakan baik apabila memiliki akurasi
keseluruhan lebih dari 70%.
Selain itu dilakukan analisis matriks kontingensi terdapat untuk
menentukan nilai piksel dalam klasifikasi yang disebut error matrix atau
confusion matrix dengan rumus sebagai berikut :
d. Pembuatan Peta NDVI (Normalized Difference Vegetation Index)
Prinsip kerja analisis NDVI (Normalized Difference Vegetation Index)
adalah dengan mengukur tingkat intensitas kehijauan. Intensitas kehijauan
pada citra landsat berkorelasi dengan tingkat kerapatan tajuk vegetasi dan
untuk deteksi tingkat kehijauan pada citra landsat yang berkorelasi dengan
kandungan klorofil daun. Rentang nilai NDVI antar -1 sampai +1. Semakin besar
nilai NDVI, maka kerapatannya semakin tinggi, dan sebaliknya semakin rendah
nilainya maka dapat diasumsikan bahwa areal tersebut merupakan tubuh air.
Pembuatan peta NDVI menggunakan software ENVI. Band yang digunakan
adalah band yang memiliki saluran infra merah dan band yang memiliki saluran
merah. Formula untuk menghitung nilai NDVI adalah :
Keterangan : IR = nilai reflektansi band infra merah
R = nilai reflektansi band merah
Peta NDVI tahun rekaman 2005 dan 2015 kemudian dioverlaykan untuk
mendapatkan perubahan nilai kerapatan tajuk pada rentang waktu 2005- 2015
(Gambar 3).
e. Analisis Perubahan Tutupan Lahan
Analisis perubahan tutupan lahan dilakukan dengan membandingkan peta
tutupan lahan tahun 2005 dengan peta tutupan lahan tahun 2015. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui perubahan tutupan lahan yang terjadi pada tahun
2005 sampai 2015. Laju perubahan tutupan lahan disajikan dalam bentuk persen
Keterangan : V : Laju perubahan tutupan lahan
N2 : Luas tutupan lahan tahun kedua
N1 : Luas tutupan lahan tahun pertama
N : Luas Total (Hamidy, 2003)
Hasil klasifikasi citra landsat tahun 2005 dan tahun 2015 kemudian
dilakukan pertampalan (overlay) sehingga menghasilkan data perubahan tutupan
lahan.
f. Analisis Kerapatan Vegetasi pada Tiap kelas Tutupan Lahan
Untuk mendapatkan kerapatan vegetasi pada kelas penutupan lahan, peta
NDVI kemudian di overlay terhadap peta perubahan tutupan lahan (Gambar 4)
sehingga diperoleh nilai kerapatan vegetasi pada masing-masing kelas penutupan
Citra Citra
Citra Citra Perekaman 2005 Perekaman 2015
Analisis NDVI
Analisis NDVI
Peta Kerapatan
P Peta Kerapatan
Overlay
Perubahan Nilai Kerapatan
Gambar 4. Alur tahapan analisis kerapatan vegetasi
Peta Tutupan
Peta Kerapatan
Overlay
P Kerapatan Vegetasi pada Kelas Tutupan Lahan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tutupan Lahan DAS Lepan Tahun 2005 dan 2015
Citra yang diklasifikasi adalah citra satelit landsat tahun rekaman 2005
dan tahun rekaman 2015. Klasifikasi tutupan lahan dilakukan dengan metode
supervised classification. Klasifikasi tutupan lahan dapat dibagi menjadi delapan
kelas yaitu: badan air, pemukiman, lahan terbuka, sawah, tambak, hutan
mangrove, perkebunan sawit, dan hutan. Ditambah dengan kelas awan dan
bayangan awan yang menutupi citra, sebagaimana tertera pada Tabel 2 dan 3.
Tabel 2. Kelas Penutupan Lahan DAS Lepan citra tahun rekaman 2015
No Tipe Penutupan Lahan Luas (Ha) Luas(%)
9. Perkebunan Sawit 28.567,27 49,71
10. Hutan 16.132,50 2,07 Luas Total 57.468,15 100
Tabel 3. Kelas Penutupan Lahan DAS Lepan citra tahun rekaman 2005
No Tipe Penutupan Lahan Luas (Ha) Luas(%)
9. Perkebunan Sawit 24.177,51 42,07
Berdasarkan Tabel 2 dan Tabel 3 diketahui bahwa tutupan lahan yang
paling besar adalah perkebunan sawit pada tahun 2005 yaitu seluas 24.177,51 ha
atau 42,07 % dari luas total DAS Lepan, pada tahun 2015 mengalami peningkatan
menjadi 28.567,27 ha kemudian diikuti tutupan lahan hutan Seluas 16.132,50 ha
pada tahun 2015. Tutupan lahan hutan di DAS Lepan termasuk ke dalam kawasan
Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) sehingga keutuhan ekosistemnya perlu
dipertahankan dan dijaga. Kawasan TNGL ini merupakan hulu dari DAS Lepan,
yang memiliki fungsi hidrolgis dan perlindungan terhadap DAS bagian hilir,
sehingga perlu dipertahankan dan ditingkatkan untuk mengatasi masalah bencana
alam seperti banjir yang dapat merugikan masyarakat
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor :
SK.328/Menhut/2009 tentang Penetapan Daerah Aliran Sungai (DAS) Prioritas
dalam Rangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2010-
2014, DAS Lepan dikategorikan ke dalam DAS prioritas. Hal ini berarti DAS
lepan yang berdasarkan kondisi lahan, hidrologi, sosial-ekonomi, investasi dan
kebijaksanaan pembangunan wilayah tersebut perlu diberikan prioritas dalam
penanganannya. Menurut Undang-Undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan,
DAS Lepan bahkan tidak memenuhi syarat minimal kawasan hutan yang harus
dimiliki oleh suatu DAS yakni 30 %, DAS Lepan hanya memiliki luas kawasan
hutan 28,07 % dari luas total total DAS Lepan. Masing-masing kelas tutupan
lahan mengalami perubahan pada Tabel 4 dapat dilihat persen perubahan masing-
masing penutupan kelas.
Tingginya tutupan awan menjadi salah satu kelemahan citra sehingga
dengam pernyataan Ekadinata et al., (2008) salah satu kelemahan citra landsat
terletak pada sensor yang pasif. Kualitas data yang dihasilkan oleh sensor-sensor
landsat tergantung pada kondisi atmosfer pada saat perekaman.
Hasil klasifikasi tutupan lahan yang telah dilakukan, kemudian diuji
tingkat akurasinya. Untuk mengetahui keakuratan hasil klasifikasi tahun rekaman
2015, titik sampel (ground check) dioverlay pada citra hasil klasifikasi, kemudian
dilakukan pengecekan untuk mengetahui titik sampel yang sesuai atau yang tidak
sesuai dengan hasil klasifikasi citra. Uji akurasi citra menghasilkan nilai akurasi
sebesar 87 % sesuai dengan pernyataan Purwadhi (2001), secara umum, akurasi
dari suatu hasil klasifikasi dikatakan baik apabila memiliki akurasi keseluruhan
lebih dari 70%
Selain itu, untuk menguji keakuratan hasil klasifikasi dilakukan evaluasi
dengan menggunakan matrik kontingensi (error matrix/ confusion matrix). Pada
citra hasil klasifikasi tahun 2015 didapat nilai koefisien kappa sebesar 87,48% dan
nilai koefisien kappa pada tahun 2005 sebesar 86,22 %. Menurut Jaya (1996)
bahwa nilai akurasi diatas 85 % berarti hasil klasifikasi dapat diterima dengan
kesalahan kurang atau sama dengan 15%. Sehingga hasil akurasi yang didapat
sudah layak untuk digunakan. Hasil klasifikasi tutupan lahan di DAS Lepan
Perubahan Tutupan Lahan DAS Lepan Tahun 2005 – 2015
Hasil klasifikasi menunjukkan masing-masing tipe penutupan lahan
mengalami perubahan, dari tahun 2005 sampai 2015. Data luas perubahan
masing-masing tipe tutupan lahan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Luas Perubahan tipe penutupan kelas di DAS Lepan
Luas (Ha) Luas (*)
9. Perkebunan Sawit 24177,51 28567,27 4389,76 10. Hutan 19557,09 16132,5 -3424,59
(*) nilai minus (-) menyatakan luas tutupan lahan mengalami pengurangan
Berdasarkan data tabel 4 dapat dilihat bahwa perkebunan sawit mengalami
pertambahan luas yang paling besar yaitu 4.389,76 ha. Hal ini disebabkan
rendahnya perekonomian masyarakat sekitar hutan, sehingga untuk memenuhi
kebutuhan dengan cara mengeksploitasi hutan, sesuai dengan pernyataan
Dwiprabowo et al., (2014) pada awalnya hutan berada dalam kondisi yang baik
(utuh) namun sejalan dengan pertumbuhan ekonomi diperlukan sumber
pendanaan antara lain dengan mengeksploitasi sumberdaya alam yang ada,
khususnya hutan (kayu), disamping itu lahan hutan dikonversi untuk memenuhi
kebutuhan kegiatan ekonomi seperti pertanian, perkebunan dan pemukiman. Pada
kelas penutupan lahan yang lain mengalami penurunan, namun tipe tutupan hutan
lahan hutan berdasarkan hasil klasifikasi mengalami perubahan ke tipe tutupan
lahan lainnya. Berikut disajikan pada tabel 5 perubahan tutupan lahan hutan.
Tabel 5. Luas perubahan tutupan lahan hutan
Tipe Penutupan Lahan Perubahan
perkebunan sawit yakni sebesar 5.719,18 ha. Kemudian dikuti konversi hutan
menjadi pemukiman sebesar 729,17 ha.
Perubahan tutupan lahan pada rentang tahun 2005 sampai 2015 di DAS
Lepan cukup besar. Menurut Arsyad (1989) penggunaan lahan merupakan hasil
akhir dari setiap bentuk campur tangan kegiatan (intervensi) manusia terhadap
lahan di permukaan bumi yang bersifat dinamis dan berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan hidup baik material maupun spiritual. Sesuai dengan perkembangan
waktu kebutuhan masyarakat akan lahan akan semakin meningkat untuk
memenuhi kebutuhan tersebut secara materi ataupun secara ekonomi. Salah satu
caranya adalah dengan mengkonversi lahan hutan menjadi perkebunan sawit yang
memiliki nilai ekonomi yang lebih baik meskipun akan menimbulkan dampak
terhadap hulu DAS Lepan. Hulu DAS merupakan penyeimbang dalam komponen
DAS.
Akibat adanya pengungsi konflik Aceh di Dusun Damar Hitam Kecamatan
pemukiman dan lahan perkebunan untuk memenuhi kebutuhan ekono mi mereka.
Hal ini menyebabkan kerugian bagi masyarakat, karena banjir akan lebih mudah
sebagai dampaka dari hulu DAS yang tidak dapat berfungsi optimal. Perubahan
tutupan lahan di DAS Lepan tahun 2005 sampai 2015 diilustrasikan pada peta
Perubahan Nilai NDVI di DAS Lepan dari tahun 2005-2015
Berdasarkan analisis perubahan nilai NDVI yang dilakukan tahun 2005
dan 2015 menunjukan perubahan kisaran nilai NDVI mengalami kenaikan. Untuk
tahun 2005 DAS Lepan memiliki kisaran NDVI antara -0,272 hingga 0,689 pada
tahun 2015 kisaran NDVI di DAS lepan antara -0,199 sampai dengan 0,855. Dari
kisaran nilai NDVI terlihat bahwa DAS Lepan memiliki kerapatan vegetasi yang
sangat rapat, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7.
Tabel 6. Kisaran NDVI DAS Lepan tahun rekaman 2005
Dari Tabel 6 dan Tabel 7 dapat dilihat perubahan nilai kisaran NDVI pada
tahun 2005 tertinggi berada pada kisaran (-0.27-(0,69)) sedangkan pada tahun
2015 menjadi lebih tinggi sebesar (-0,2-(0,86)). Overlay peta tutupan lahan tahun
2015 dengan peta NDVI tahun 2015 menemukan bahwa DAS Lepan di dominasi
oleh perkebunan sawit dan hutan. sehingga tingkat kehijauan yang direkam oleh
satelit citra landsat mengalami peningkatan akibat dari pertumbuhan umur
menyatakan bahwa perbedaan nilai reflektan yang bervariasi selain dipengaruhi
karakteristik vegetasi seperti umur dan jenis pohon, struktur daun dan tutupan
kanopi, juga dipengaruhi oleh karakter tanah dan kondisi atmosfer. Sementara
untuk nilai NDVI paling rendah didapat pada tutupan lahan tambak dan badan air.
Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat peta nilai NDVI di DAS Lepan pada
29
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. DAS Lepan diklasifikan menjadi 8 kelas penutupan lahan yaitu : hutan,
pemukiman, sawah, perkebunan sawit, hutan mangrove, lahan terbuka,
tambak, dan badan air. Luas tutupan lahan terbesar adalah perkebunan
sawit dengan luas 28567,27 Ha dan luas tutupan lahan terbesar adalah
hutan mangrove dengan luas 191,18 Ha.
2. Nilai NDVI DAS Lepan tertinggi sebesar 0.85 dan terendah -0.19
3. Penambahan luas tutupan lahan DAS Lepan tertinggi terjadi pada tutupan
lahan perkebunan sawit yaitu seluas 4.389,76 sedangkan penurunan luas
terbesar terjadi pada tutupan lahan hutan seluas 3424, 59 Ha
4. Tutupan lahan yang memiliki nilai NDVI tertinggi terdapat pada kelas
hutan dan perkebunan sawit sedangkan nilai NDVI terendah terdapat pada
badan air dan tambak.
Saran
Untuk memperbaiki kondisi DAS Lepan tutupan lahan hutan harus
dipertahankan dan dibutuhkan kegiatan restorasi untuk mengembalikan kondisi
hutan dan memberikan penyuluhan terhadap masyarakat sekitar untuk
TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem DAS
DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan
sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami,
yang batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas di laut sampai dengan
batas perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. DAS juga diartikan
sebagai daerah yang dibatasi oleh punggung punggung gunung dan air akan
dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama (Husni dan Santoso, 2012).
Dalam mempelajari ekosistem DAS, dapat diklasifikasikan menjadi daerah
hulu, tengah dan hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, DAS
bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai arti
penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya
kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk
perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam
sistem aliran airnya. Dengan perkataan lain ekosistem DAS, bagian hulu
mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan ini
antara lain dari segi fungsi tata air, dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu
seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan
hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi (Asdak, 1995).
Aktivitas suatu komponen ekosistem selalu memberi pengaruh pada
ekosistem yang lain. Manusia adalah salah satu komponen yang teramat penting.
Sebagai komponen yang dinamis, manusia dalam menjalankan aktivitasnya seringkali
hubungan timbal balik antar komponen menjadi tidak seimbang, maka terjadilan
gangguan ekologis. Gangguan tersebut pada dasarnya gangguan pada arus materi,
energi dan informasi antar komponen yang tidak seimbang (Odum, 1972).
Aliran sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristik curah hujan dan
kondisi biofisik DAS. Karakteristik biofisik mencakup geometri (ukuran, bentuk,
kemiringan DAS), morfometri (ordo sungai, kerapatan jaringan sungai, rasio
percabangan, rasio panjang), geologi, serta penutupan lahan. Diantara keempat
penciri kondisi biofisik, tipe penutupan lahan merupakan satu-satunya parameter
yang dapat mengalami perubahan secara cepat dan memberikan pengaruhnya
secara signifikan terhadap karakteristik debit (Kartiwa et al., 2005).
Penutupan Lahan dan Kerapatan Vegetasi
Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang karena
manusia mengalami kondisi yang berubah pada waktu yang berbeda. Deteksi
perubahan mencakup penggunaan fotografi udara yang berurutan di atas wilayah
tertentu dari fotografi tersebut sehingga peta penggunaan lahanuntuk setiap waktu
dapat dipetakan dan dibandingkan. Peta perubahan penutupan lahan antara dua
periode waktu biasanya dapat dihasilkan (Lillesand dan Kiefer, 1990).
Penggunaan lahan (land use) adalah setiap bentuk campur tangan
(intervensi) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya
baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam
dua kelompok besar yaitu (1) pengunaan lahan pertanian dan (2) penggunaan
lahan bukan pertanian (Vink, 1975).
Penggunaan lahan secara umum tergantung pada kemampuan lahan dan
kelas kemampuan lahan yang dicirikan oleh adanya perbedaan pada sifat-sifat
yang menjadi penghambat bagi penggunaannya seperti tekstur tanah, lereng
permukaan tanah, kemampuan menahan air dan tingkat erosi yang telah terjadi.
Penggunaan lahan juga tergantung pada lokasi, khususnya untuk daerah-daerah
pemukiman, lokasi industri, maupun untuk daerah-daerah rekreasi
(Suparmoko, 1995).
Indeks vegetasi merupakan nilai yang diperoleh dari gabungan beberapa
spektral band spesifik dari citra penginderaan jauh. Gelombang indeks vegetasi
diperoleh dari energi yang dipancarkan oleh vegetasi pada citra penginderaan jauh
untuk menunjukkan ukuran kehidupan dan jumlah dari suatu tanaman. Tanaman
memancarkan dan menyerap gelombang yang unik sehingga keadaan ini dapat di
hubungakan dengan pancaran gelombang dari objek-objek yang lain sehingga
dapat di bedakan antara vegetasi dan objek selain vegetasi (Horning, 2004).
Pada dasarnya indeks vegetasi menonjolkan saluran spektral yang peka
pada variasi kerapatan tumbuhan. Tidak semua saluran band dari citra didesain
untuk kegunaan tersebut. Maka perhatian hanya dipusatkan pada saluran band
Merah yang peka terhadap serapan sinar merah oleh klorofil (pigmen hijau) daun,
dan saluran band infra merah dekat yang peka terhadap pantulan struktur internal
daun. Dedaunan sehat dengan kerapatan sedang dan tidak kekurangan air akan
memberikan pantulan cukup rendah pada spektrum Merah, dan sekaligus pantulan
tinggi pada spektrum infra merah dekat. Pantulan rendah pada saluran Merah
disebabkan oleh kuatnya serapan kandungan klorofil pada daun sehat.
Peningkatan kerapatan daun akan diikuti dengan penurunan pantulan di saluran
Dengan memadukan dua kecendrungan yang berlawanan ini, maka variasi
tingkat kehijuanan tumbuhan dapat secara cepat dipetakan dengan bantuan
computer pengolah citra digital. Indeks vegetasi yang paling popular untuk kajian
semacam ini adalah NDVI (Normalized Difference Vegetation Index).
NDVI (Normalized Defference Vegetation Index) adalah salah satu cara
yang efektif dan sederhana untuk mengidentifikasi kondisi vegetasi di suatu
wilayah, dan metode ini cukup berguna dan sudah sering digunakan dalam
menghitung indeks kanopi tanaman hijau pada data multispektral penginderaan
jauh.
Teknologi Penginderaan Jarak Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG)
Dalam rangka mendeteksi perubahan yang terjadi di permukaan bumi
diperlukan suatu teknik yang dapat mengidentifikasi perubahan-perubahan atau
fenomena melalui pengamatan pada berbagai waktu yang berbeda. Salah satu data
yang paling banyak digunakan adalah data penginderaan jauh dari satelit yang
dapat mendeteksi perubahan karena peliputannya yang berulang-ulang dengan
interval waktu yang pendek dan terus menerus (Singh, 1989).
Penginderaan jauh merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan
informasi mengenai obyek dan lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik.
Biasanya menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan
diinterpretasi untuk menghasilkan data yang bermanfaat untuk aplikasi sesuai
dengan kebutuhannya (Lo, 1995).
Sistem informasi geografis merupakan suatu himpunan alat (tool) yang
kehendak, pentransformasian, serta penyajian data spasial dari suatu fenomena
nyata di permukaan bumi untuk maksud-maksud tertentu (Burrough, 1986).
Kebutuhan teknologi penginderaan jauh yang dipadukan dengan Sistem
Informasi Geografis (SIG) untuk tujuan inventarisasi dan pemantauan sangat
penting terutama bila dikaitkan dengan pengumpulan data yang secara cepat dan
akurat. Pengumpulan data dengan teknologi penginderaan jauh dapat mengurangi
bahkan menghilangkan pengaruh subjektivitas. Mengingat luasnya dan banyaknya
variasi wilayah Indonesia, sejalan dengan kemajuan teknologi informasi, maka
aplikasi penginderaan jauh dan SIG sangat tepat. Kedua teknologi tersebut dapat
dipadukan untuk meningkatkan kemampuannya dalam hal pengumpulan data,
manipulasi data, analisis data, dan menyediakan informasi spasial secara terpadu
(Wahyunto, 2007).
Teknologi yang digunakan dalam sistem informasi geografis memperluas
penggunaan peta, model-model kartografi dan statistik spasial dengan
memberikan kemampuan analisis, tidak hanya tersedia untuk pengembangan
model medan kompleks dan pengujian masalah bentang lahan serta masalah
penggunaan lahan. Saat ini penggunaan SIG yang paling umum adalah untuk
pembuatan peta tematik kota dan memberikan revisi peta-peta tersebut
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan lahan merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan
kegiatan (intervensi) manusia terhadap lahan di permukaan bumi yang bersifat
dinamis dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun
spiritual (Arsyad,1989). Berbagai kegiatan yang ada di sekitar kawasan DAS
Lepan telah mengubah kondisi penggunaan lahan dan indeks vegetasi yang ada di
sekitar kawasan tersebut. Fenomena tersebut memerlukan penanganan sejak dini
dan terintegrasi dari berbagai aspek yang berkaitan dengan pengelolaan
DAS Lepan.
Pemetaan perubahan penggunaan lahan pada suatu daerah sangat penting
dilakukan agar dapat mencegah adanya masalah ruang untuk hidup yang timbul
karena masyarakat salah memanfaatkan lahan. Untuk mengetahui dan memantau
suatu daerah yang tidak kita kenal, maka saat ini perkembangan teknologi
penginderaan jauh dengan berbagai kelebihan yang dimilikinya telah mendorong
orang menggunakan teknik ini untuk berbagai studi, termasuk diantaranya untuk
mendeteksi atau memantau perubahan penggunaan lahan (Sinaga, 2004).
Dalam menentukan kebijakan untuk mengatasi masalah tentang arahan
fungsi pemanfaatan lahan yang tepat sesuai dengan kemampuan lahannya
pemerintah memerlukan informasi yang akurat agar permasalahan tersebut dapat
segera diatasi secara efektif dan efisien. Pengamatan tentang permasalahan
pemanfaatan lahan sering terkendala pada luas area yang harus diamati dan
masalah tersebut, melalui Penginderaan Jauh dapat dilakukan pengumpulan data
pada suatu daerah tanpa harus mendatangi secara langsung daerah yang dikaji
sehingga dapat menghemat waktu, tenaga, dan biaya. Pembuatan rumusan tentang
arahan pemanfaatan lahan akan lebih efektif dan efisien apabila informasinya
dapat disajikan secara spasial, sehingga batas-batas yang digunakan dan posisi
untuk setiap daerah dapat terlihat dan diketahui dengan pasti. Geografi merupakan
suatu metode yang paling cocok digunakan untuk mengolah dan menganalisa data
spasial, atribut dan informasi lainnya. Peta fungsi arahan penggunaan lahan
merupakan peta yang mampu memberikan informasi mengenai kesesuaian
penggunaan lahan saat ini sehingga dapat dilakukan evaluasi penggunaan lahan
terhadap pemanfaatan lahannya
Provinsi Sumatera Utara khususnya Kabupten Langkat memiliki beberapa
Daerah Aliran Sungai (DAS), salah satunya yaitu DAS Lepan. DAS Lepan sendiri
dikategorikan ke dalam DAS prioritas I di Sumatera Utara yang artinya DAS
Lepan memiliki prioritas pengelolaannya yang tinggi karena menunjukkan kondisi
dan permasalahan biofisik dan sosial ekonomi yang dapat dikatakan kritis atau
tidak sehat. Dengan kata lain DAS Lepan adalah salah satu DAS vital yang tidak
dapat diabaikan. Kondisi DAS Lepan saat ini cukup mengkhawatirkan karena
banyaknya konversi lahan hutan di wilayah hulu yang merupakan bagian dari
daerah Ekosistem Taman Nasional Gunung Leuser berbatasan langsung dengan
Rumusan Masalah
Bagaimana tingkat kerapatan vegetasi, tipe tutupan lahan serta perubahan
tutupan lahan dan nilai kerapatan vegetasi pada kelas tutupan lahan di DAS
Lepan tahun 2005 dan 2015.
Tujuan penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Mengetahui tipe penutupan lahan DAS Lepan tahun 2005 dan 2015.
2. Mengetahui tingkat kerapatan vegetasi DAS Lepan tahun 2005 dan 2015.
3. Mengetahui perubahan tutupan lahan DAS Lepan tahun 2005 sampai 2015.
4. Mengetahui perubahan tingkat kerapatan vegetasi pada kelas tutupan lahan
DAS Lepan tahun 2005 sampai 2015.
Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang diperlukan
dalam kegiatan perencanaan pengunaan lahan yang sesuai terhadap kondisi DAS
WARREN CHRISTHOPER MELIALA. Analisis Kerapatan Vegetasi pada kelas Tutupan Lahan di Daerah Aliran Sungai Lepan. Di bawah bimbingan ANITA ZAITUNAH dan SAMSURI.
Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) adalah hulu dari Daerah Aliran Sungai Lepan yang merupakan kawasan konservasi yang harus tetap dijaga keberadaannya. Akibat pertumbuhan penduduk kebutuhan masyarakat akan lahan semakin meningkat, sehingga salah satu langkah yang diambil dengan mengkonversi hutan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Rusaknya TNGL akan berdampak terhadap keseimbangan ekosistem DAS Lepan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG), Penginderaan Jarak Jauh (PJJ) yang merupakan teknologi spasial. Analisis dilakukan dengan menampalkan (overlay) beberapa data spasial untuk mendapatkan data perubahan tutupan lahan yang terjadi di DAS Lepan dari tahun 2005 – 2015, dan nilai kisaran NDVI (Normalized Difference Vegetation index) untuk mengetahui kerapatan vegetasi di DAS Lepan.
Hasil penelitian menunjukkan tutupan lahan hutan pada tahun 2015 sebesar 28,1% dari total DAS Lepan artinya tidak memenuhi standar minimal yang ditetapkan oleh pemerintah dalam Undang-undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan yakni kawasan hutan harus memiliki minimal 30 % dari luas total suatu DAS. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sebagai bahan pertimbangan dalam upaya pengelolaan DAS Lepan.
WARREN CHRISTHOPER MELIALA. Analysis of density of vegetation on land cover classes in Watershed Lepan. Under the guidance of ANITA ZAITUNAH and SAMSURI.
Gunung Leuser National Park (TNGL) is upstream of Watershed Lepan which is a conservation area that must be kept existence. Due to population growth the community needs for land increases, so that one of the steps taken to convert forests to meet their needs. Damage to TNGL will affect the balance of watershed ecosystem Lepan. This research was conducted by using Geographic Information System (GIS), Remote Sensing, which is a spatial technology. Analyses were performed with menampalkan (overlay) multiple spatial data to obtain data land cover changes that occur in the watershed Lepan from year 2005 to 2015, and the value range of NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) to determine the density of the vegetation in the watershed Lepan.
The results showed forest cover in 2015 amounted to 28.1% of the total watershed Lepan means do not meet the minimum standards set by the government in Act 41 of 1999 on Forestry namely forest area must have at least 30% of the total area of a DAS. This research is expected to provide information for consideration in Lepan watershed management efforts.
DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN
SKRIPSI
Oleh :
WARREN CHRISTHOPER MELIALA 121201031
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KELAS TUTUPAN LAHAN
DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN
SKRIPSI
Oleh :
WARREN CHRISTHOPER MELIALA 121201031
MANAJEMEN HUTAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan universitas
Sumatera Utara
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Analisis Kerapatan Vegetasi pada Di Daerah Aliran Sungai Lepan.
Kelas Tutupan Lahan
Nama : Warren Christhoper Meliala
NIM : 121201031
Program Studi : Kehutanan
Minat : Manajemen Hutan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
Dr. Anita Zaitunah S.Hut., M.Sc. Dr. Samsuri S.Hut., M.Si Ketua Anggota
Mengetahui,
WARREN CHRISTHOPER MELIALA. Analisis Kerapatan Vegetasi pada kelas Tutupan Lahan di Daerah Aliran Sungai Lepan. Di bawah bimbingan ANITA ZAITUNAH dan SAMSURI.
Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) adalah hulu dari Daerah Aliran Sungai Lepan yang merupakan kawasan konservasi yang harus tetap dijaga keberadaannya. Akibat pertumbuhan penduduk kebutuhan masyarakat akan lahan semakin meningkat, sehingga salah satu langkah yang diambil dengan mengkonversi hutan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Rusaknya TNGL akan berdampak terhadap keseimbangan ekosistem DAS Lepan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG), Penginderaan Jarak Jauh (PJJ) yang merupakan teknologi spasial. Analisis dilakukan dengan menampalkan (overlay) beberapa data spasial untuk mendapatkan data perubahan tutupan lahan yang terjadi di DAS Lepan dari tahun 2005 – 2015, dan nilai kisaran NDVI (Normalized Difference Vegetation index) untuk mengetahui kerapatan vegetasi di DAS Lepan.
Hasil penelitian menunjukkan tutupan lahan hutan pada tahun 2015 sebesar 28,1% dari total DAS Lepan artinya tidak memenuhi standar minimal yang ditetapkan oleh pemerintah dalam Undang-undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan yakni kawasan hutan harus memiliki minimal 30 % dari luas total suatu DAS. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sebagai bahan pertimbangan dalam upaya pengelolaan DAS Lepan.
WARREN CHRISTHOPER MELIALA. Analysis of density of vegetation on land cover classes in Watershed Lepan. Under the guidance of ANITA ZAITUNAH and SAMSURI.
Gunung Leuser National Park (TNGL) is upstream of Watershed Lepan which is a conservation area that must be kept existence. Due to population growth the community needs for land increases, so that one of the steps taken to convert forests to meet their needs. Damage to TNGL will affect the balance of watershed ecosystem Lepan. This research was conducted by using Geographic Information System (GIS), Remote Sensing, which is a spatial technology. Analyses were performed with menampalkan (overlay) multiple spatial data to obtain data land cover changes that occur in the watershed Lepan from year 2005 to 2015, and the value range of NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) to determine the density of the vegetation in the watershed Lepan.
The results showed forest cover in 2015 amounted to 28.1% of the total watershed Lepan means do not meet the minimum standards set by the government in Act 41 of 1999 on Forestry namely forest area must have at least 30% of the total area of a DAS. This research is expected to provide information for consideration in Lepan watershed management efforts.
Warren Christhoper Meliala dilahirkan di kota Tanjungbalai, Propinsi
Sumatera Utara pada tanggal 30 Mei 1994 dari bapak martinus Meliala dan Ibu
Doremi Tanjung. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.
Tahun 2006 penulis lulus dari SD Rom Katholik I Tanjungbalai, pada
tahun 2009 lulus dari SMP Negeri 1 Tanjungbalai, tahun 2012 penulis lulus dari
SMA Negeri 1 Tanjungbalai. Pada tahun 2012 penulis diterima sebagai
mahasiswa di Program Studi kehutanan Fakultas Kehutanan, Universitas
Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif mengikuti kegiatan
organisasi dikampus, antara lain: sebagai anggota bidang divisi pengembangan
Rain Forest Community tahun 2013-2015, sebagai angggota dalam organisasi
Himas Kehutanan USU. Penulis juga pernah menjadi asisten Geodesi dan
Kartografi pada tahun 2014 dan 2015. Penulis mengikuti kegiatan Pengenalan
Ekosistem hutan sebagai peserta di Pulau Sembilan Kabupaten Langkat pada
tahun 2014.
Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di PT. Arara Abadi Distrik
Tapung propinsi Riau selama 1 bulan pada tahun 2016. Pada akhir kuliah, untuk
memperoleh gelar sarjana Kehutanan di Universitas Sumatera Utara, penulis
melaksanakan penelitian dengan judul “ Analisis Kerapatan Vegetasi pada kelas
Tutupan Lahan di Daerah Aliran Sungai Lepan” dibawah bimbingan ibu Dr. Anita
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang
telah memberikan berkat dan perlindungan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “ Analisis kerapatan Vegetasi
pada Kelas Tutupan Lahan di Daerah Aliran Sungai Lepan”
Penelitian ini menganalisa nilai Normalized Difference Vegetation Index
(NDVI) pada kelas tutupan lahan di Daerah Aliran Sungai Lepan. Informasi yang
diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam hal perencanaan
untuk memperbaiki kondisi Derah Aliran Sungai Lepan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ayahanda Martinus Meliala dan Ibunda Doremi Tanjungg beserta keluarga
atas doa dan dukungannya.
2. Dosen pembimbing penelitian, yaitu Ibu Dr. Anita Zaitunah, S.Hut., M.Sc
dan Bapak Dr. Samsuri S.Hut., M.Si.
3. Pihak Universitas Sumatera Utara yang telah membantu proses saya selama
di Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera
Utara.
4. Teman-teman Program Studi kehutanan yang telah membantu saya dalam
melaksanakan penelitian ini.
Penulis mengharapkan skripsi ini dapat menjadi referensi untuk penelitian
selanjutnya oleh pihak-pihak terkait. Melalui skripsi ini juga dapat menjadi
pertimbangan dalam upaya perencanaan perbaikan kondisi DAS Lepan.
skripsi ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga skripsi ini bermanfaat dan
memberi kontribusi yang baru khususnya dalam bidang kehutanan dan bidang
pendidikan dalam penelitian-penelitian ilmiah.
Medan, September 2016
DAFTAR ISI
Teknologi Penginderaan Jarak Jauh dan Sistem Informasi Geografis ... 7
Analisis Kerapatan Vegetasi pada Tiap Kelas Tutupan Lahan ... 14
HASIL DAN PEMBAHASAN... 17
Tutupan Lahan DAS Lepan Tahun 2005 dan 2015 ... 17
Perubahan Tutupan Lahan DAS Lepan tahun 2005-2015 ... 22
KESIMPULAN DAN SARAN... Kesimpulan...
30 30 Saran ... 30
DAFTAR PUSTAKA ... 32
DAFTAR GAMBAR
No.
1. Peta Lokasi penelitian...
Halaman 9
2. Alur Tahapan Analisis Perubahan Tutupan Lahan... 15
3. Alur Tahapan Analisis Kerapatan Vegetasi………... 16
4. Alur Tahapan Analisis Kerapatan Vegetasi pada Kelas
Tutupan Lahan... 16
5. Peta Tutupan Lahan DAS Lepan Tahun 2005... 20
6. Peta Tutupan Lahan DAS Lepan Tahun 2015…..…………... 20
7. Peta Perubahan Tutupan Lahan DAS Lepan
Tahun 2005-2015... 25
8. Peta NDVI DAS Lepan Tahun 2015... 28
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Informasi data citra... 10
2. Kelas penutupan Lahan DAS Lepan citra tahun 17
rekaman 2015... 3. Kelas penutupan Lahan DAS Lepan citra tahun 17
rekaman 2005………... 4. Persen perubahan tiap penutupan kelas di DAS Lepan... 22
5. Luas perubahan tutupan lahan hutan... 23
6. Kisaran NDVI DAS Lepan tahun rekaman 2005….…….…... 26
DAFTAR LAMPIRAN
No.
1. Monogram Citra Landsat Tutupan Lahan DAS Lepan band 543
Halaman
(Landsat 5 TM) dan band 654 (Landsat 8 OLI) ... 33
2. Titik Koordinat Survey ( ground check) dengan GPS
(Global Positioning System) ... 36
3. Gambaran kondisi tutupan lahan di lapangan
tahun 2015 ………... 38