• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kerapatan Vegetasi pada Kelas Tutupan Lahan di Daerah Aliran Sungai Lepan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kerapatan Vegetasi pada Kelas Tutupan Lahan di Daerah Aliran Sungai Lepan"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

9 Kebun Sawit - Rona agak terang

- Warna hijau muda sampai tua

- Tekstur agak halus dan agak kasar

- Bentuk beraturan

- Pola seragam dan terdapat pemukiman, bukaan dan adanya jaringan jalan bangunan

(4)
(5)

42 3.939259506 98.19922689 Pemukiman 43 3.926620262 98.18453587 Pemukiman 44 4.030841091 98.32436358 Pemukiman 45 4.008174495 98.30045428 Pemukiman 46 4.06033942 98.37157521 Badan Air 47 4.058512585 98.37049583 Badan Air 48 4.051918812 98.36598406 Badan Air 49 4.054889586 98.36163936 Badan Air 50 4.056911491 98.35730468 Badan Air 51 4.047250621 98.3638779 Badan Air 52 4.046526587 98.37108783 Badan Air 53 4.021688925 98.29707874 Lahan Terbuka 54 3.98538435 98.26863113 Lahan Terbuka 55 3.728895174 98.03719577 Hutan

(6)

3. Gambaran kondisi tutupan lahan di lapangan tahun 2015

No Kelas Tutupan Lahan Gambar di Lapangan

1. Hutan

2. Kebun Sawit

(7)

4. Sawah

5. Mangrove

(8)

7. Lahan Terbuka

(9)

4. Hasil Evaluasi Kontingensi

Hasil evaluasi kontingensi klasifikasi citra satelit Landsat DAS Lepan tahun 2005

Tutupan Lahan Awan Badan Air Pemukiman

(10)

Hasil evaluasi kontingensi klasifikasi citra satelit Landsat DAS Lepan tahun 2015

Tutupan Lahan Awan

Bayangan

Awan Badan Air

Hutan

Mangrove Tambak Pemukiman Sawah

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. (1989). Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.

Asdak, C. 1995. Hidrologi dan pengelolaan daerah aliran sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Burrough, P.A. 1986. Principles of Geographical Information Systems for Land Resources Assessment. New York-USA. Oxford University Press Inc.

Dwiprabowo, H., D. Djaenudin, I. Alviya, dan D. Wicaksono. 2014. Dinamika Tutupan Lahan: Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi. PT. Kanisius. Yogyakarta.

Hamidy, Z. 2003. Perubahan Penutupan Lahan, Komposisi, Keanekaragaman Jenis di Suaka Margasatwa Cikepuh pada Periode Tahun 1989 sampai Tahun 2001. Skripsi. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Horning, N., 2004. Global Land Vegetation; An Electronic Textbook. NASA Goddard Space Flight Center Earth Sciences Directorate Scientifix and Educational Endeavors (SEE). http://www.ccpo.odu.edu/ SEES/ veget/ vg_class.htm. Dikunjungi pada tanggal 8 November 2015.

Howard, J.A. 1996. Penginderaan Jauh Untuk Sumberdaya Hutan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Husni dan Santoso. 2012. Sebarab TDS, DHL, Penurunan Muka Air Tanah dan Prediksi Intrusi Air Laut di Kota Tangerang Selatan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Penerbit PT Bumi Aksara.

Kartiwa, B. Runtunuwu, E. Adi, S.H., Heryani. N, dan Sutrisno, N. 2005. Sistem Informasi Hidrologi untuk Pengelolaan Sumber Daya Air DAS Citarum dalam Pasandaran, E., Pawitan, H. and Amien, I. eds.: Sistem Informasi Sumberdaya Iklim dan Air, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Bogor, 121-140.

Lillesand and Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. GadjahMada University Press. Yogyakarta.

Lo, C.P, 1995. Penginderan Jauh Terapan. UI- Press, Jakarta.

Odum.E.P. 1972. Fundamental Ecology 3rd. Ed W.B Sounders.

(12)

32

Rusdi, 2005. Perbandingan Klasifikasi Maximum Likelihood dan Object Oriented pada Pemetaan penutupan atau Penggunaan Lahan (Studi Kasus Kabupaten Gayo Leus NAD, HTI PT. Wirakarya Sakti Jambi dan Taman Nasional Lorelindu Sulawesi Tengah). Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sinaga, Rusintong., 2004, Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi dalam Mengkaji Perubahan Penggunaan lahan Kecamatan Umbulharjo tahun 1993-2004, Laporan Tugas Akhir, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Singh, A. 1989. Review Article. Digital Change Detection Techniques Using Remotely-sensed Data. International Journal Remote Sensing. 10 (6): 989- 1003.

Suparmoko, M. 1995. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Penerbit BPFE.Yogyakarta.

Vink, A. P. A., 1975. Land Use in Advancing Agriculture. Springer-Verlag, New York.

(13)

METODE PENELITIAN

Waktu dan lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah DAS Lepan, Kabupaten Langkat,

Provinsi Sumatera Utara (Gambar 1). Wilayah administrasi DAS Lepan terbagi ke

dalam 6 kecamatan yaitu Kecamatan Babalan, Kecamatan Besitang, Kecamatan

Brandan Barat, Kecamatan Gebang, Kecamatan Padang Tualang, dan Kecamatan

Sei Lepan. DAS Lepan merupakan Daerah Aliran Sungai (DAS) prioritas yang

terletak di Provinsi Sumatera Utara Kabupaten Langkat dengan luas 57.407,75 ha.

DAS Lepan memiliki 5 Sub DAS yaitu Sub DAS Lepan Hilir (38.026,24 ha), Sub

DAS Lepan Kanan (9.783,58 ha), Sub DAS Lepan Kiri (7.941,27 ha), Sub DAS

Lepan Tengah (16.194,88 ha) dan Sub DAS Roha (7.741,97 ha). Secara geografis

DAS Lepan terletak antara antara 3° 42' 42,96'' - 4° 04' 34,96'' Lintang Utara dan

98° 00',43'' s/d 98° 24' 16,30'' Bujur Timur. Penelitian dilakukan pada Bulan

Maret-April 2016. Analisis data dilakukan di Laboratorium Manajemen Hutan,

Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

(14)

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas alat pengambilan data

dan alat analisis data. Alat pengambilan data lapangan antara lain: GPS, kompas,

kamera, dan talley sheet. Alat analisis data yang digunakan adalah Microsoft

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra satelit Landsat tahun

perekaman 2005, dan 2015. Citra satelit Landsat diperoleh secara gratis dengan

mengunduh melalui website USGS (United State Geological Survey) (Tabel 1).

Gambar citra satelit landsat permukaan bumi dibagi ke dalam scene-scene yang

dibedakan berdasarkan path dan row. Letak DAS Lepan berada pada Path 129 dan

row 57 dan 58.

(15)

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang mendukung penelitian ini, baik dari

penelitian sebelumnya yang berhubungan, dari instansi pemerintah yang

menyediakan data- data pendukung.

c. Data Primer (Ground Check)

Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan meliputi

dokumentasi kondisi di lapangan, marking posisi titik di lapangan, serta pendataan

ke dalam tally sheet, serta identifikasi penggunaan lahan di lapangan.

Pengumpulan data vegetasi dilakukan dengan mengambil titik sampel secara acak

yang mewakili tiap penutupan lahan.

Data hasil identifikasi juga untuk melengkapi hasil klasifikasi citra apabila

dalam klasifikas ada obyek yang meragukan atau perlu dibuktikan kebenarannya.

Hasil survei lapangan juga digunakan untuk melakukan uji akurasi hasil

klasifikasi citra.

Analisis Data

a. Cropping Citra

Proses Cropping citra membutuhkan data vektor DAS Lepan yang

diperoleh dari instansi terkait. Tujuan dilakukan cropping untuk mempermudah

proses klasifikasi sesuai batas area penelitian yaitu DAS Lepan. Proses Cropping

citra menggunakan software ENVI.

b. Klasifikasi Citra

Klasifikasi citra (Gambar 2). Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam

klasifikasi terbimbing menggunakan software ERDAS Imagine 8.5 yaitu (1),

(16)

titik control yang diambil pada lokasi penelitian menggunakan GPS. (2),

Pemilihan daerah (training area) yang diidentifikasi sebagai satu tipe penutupan

lahan berdasarkan pola-pola spektral yang ditampilkan oleh citra. (3), Proses

klasifikasi citra yang dilakukan secara otomatis oleh komputer berdasarkan pola-

pola spektral yang telah ditetapkan pada saat proses pemilihan daerah. (4),

menggabungkan daerah-daerah yang memiliki tipe penutupan lahan yang sama

(5), pengkoreksian citra hasil klasifikasi dengan membandingkan dengan citra

sebelum diklasifikasi (Rusdi, 2005).

c. Uji Akurasi Hasil Klasifikasi

Uji akurasi bertujuan untuk mengetahui seberapa besar ketepatan hasil

klasifikasi dengan kondisi aktual di lapangan. Menurut Purwadhi (2001), secara

umum, akurasi dari suatu hasil klasifikasi dikatakan baik apabila memiliki akurasi

keseluruhan lebih dari 70%.

Selain itu dilakukan analisis matriks kontingensi terdapat untuk

menentukan nilai piksel dalam klasifikasi yang disebut error matrix atau

confusion matrix dengan rumus sebagai berikut :

(17)

d. Pembuatan Peta NDVI (Normalized Difference Vegetation Index)

Prinsip kerja analisis NDVI (Normalized Difference Vegetation Index)

adalah dengan mengukur tingkat intensitas kehijauan. Intensitas kehijauan

pada citra landsat berkorelasi dengan tingkat kerapatan tajuk vegetasi dan

untuk deteksi tingkat kehijauan pada citra landsat yang berkorelasi dengan

kandungan klorofil daun. Rentang nilai NDVI antar -1 sampai +1. Semakin besar

nilai NDVI, maka kerapatannya semakin tinggi, dan sebaliknya semakin rendah

nilainya maka dapat diasumsikan bahwa areal tersebut merupakan tubuh air.

Pembuatan peta NDVI menggunakan software ENVI. Band yang digunakan

adalah band yang memiliki saluran infra merah dan band yang memiliki saluran

merah. Formula untuk menghitung nilai NDVI adalah :

Keterangan : IR = nilai reflektansi band infra merah

R = nilai reflektansi band merah

Peta NDVI tahun rekaman 2005 dan 2015 kemudian dioverlaykan untuk

mendapatkan perubahan nilai kerapatan tajuk pada rentang waktu 2005- 2015

(Gambar 3).

e. Analisis Perubahan Tutupan Lahan

Analisis perubahan tutupan lahan dilakukan dengan membandingkan peta

tutupan lahan tahun 2005 dengan peta tutupan lahan tahun 2015. Hal ini

dilakukan untuk mengetahui perubahan tutupan lahan yang terjadi pada tahun

2005 sampai 2015. Laju perubahan tutupan lahan disajikan dalam bentuk persen

(18)

Keterangan : V : Laju perubahan tutupan lahan

N2 : Luas tutupan lahan tahun kedua

N1 : Luas tutupan lahan tahun pertama

N : Luas Total (Hamidy, 2003)

Hasil klasifikasi citra landsat tahun 2005 dan tahun 2015 kemudian

dilakukan pertampalan (overlay) sehingga menghasilkan data perubahan tutupan

lahan.

f. Analisis Kerapatan Vegetasi pada Tiap kelas Tutupan Lahan

Untuk mendapatkan kerapatan vegetasi pada kelas penutupan lahan, peta

NDVI kemudian di overlay terhadap peta perubahan tutupan lahan (Gambar 4)

sehingga diperoleh nilai kerapatan vegetasi pada masing-masing kelas penutupan

(19)

Citra Citra

(20)

Citra Citra Perekaman 2005 Perekaman 2015

Analisis NDVI

Analisis NDVI

Peta Kerapatan

P Peta Kerapatan

Overlay

Perubahan Nilai Kerapatan

Gambar 4. Alur tahapan analisis kerapatan vegetasi

Peta Tutupan

Peta Kerapatan

Overlay

P Kerapatan Vegetasi pada Kelas Tutupan Lahan

(21)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tutupan Lahan DAS Lepan Tahun 2005 dan 2015

Citra yang diklasifikasi adalah citra satelit landsat tahun rekaman 2005

dan tahun rekaman 2015. Klasifikasi tutupan lahan dilakukan dengan metode

supervised classification. Klasifikasi tutupan lahan dapat dibagi menjadi delapan

kelas yaitu: badan air, pemukiman, lahan terbuka, sawah, tambak, hutan

mangrove, perkebunan sawit, dan hutan. Ditambah dengan kelas awan dan

bayangan awan yang menutupi citra, sebagaimana tertera pada Tabel 2 dan 3.

Tabel 2. Kelas Penutupan Lahan DAS Lepan citra tahun rekaman 2015

No Tipe Penutupan Lahan Luas (Ha) Luas(%)

9. Perkebunan Sawit 28.567,27 49,71

10. Hutan 16.132,50 2,07 Luas Total 57.468,15 100

Tabel 3. Kelas Penutupan Lahan DAS Lepan citra tahun rekaman 2005

No Tipe Penutupan Lahan Luas (Ha) Luas(%)

9. Perkebunan Sawit 24.177,51 42,07

(22)

Berdasarkan Tabel 2 dan Tabel 3 diketahui bahwa tutupan lahan yang

paling besar adalah perkebunan sawit pada tahun 2005 yaitu seluas 24.177,51 ha

atau 42,07 % dari luas total DAS Lepan, pada tahun 2015 mengalami peningkatan

menjadi 28.567,27 ha kemudian diikuti tutupan lahan hutan Seluas 16.132,50 ha

pada tahun 2015. Tutupan lahan hutan di DAS Lepan termasuk ke dalam kawasan

Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) sehingga keutuhan ekosistemnya perlu

dipertahankan dan dijaga. Kawasan TNGL ini merupakan hulu dari DAS Lepan,

yang memiliki fungsi hidrolgis dan perlindungan terhadap DAS bagian hilir,

sehingga perlu dipertahankan dan ditingkatkan untuk mengatasi masalah bencana

alam seperti banjir yang dapat merugikan masyarakat

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor :

SK.328/Menhut/2009 tentang Penetapan Daerah Aliran Sungai (DAS) Prioritas

dalam Rangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2010-

2014, DAS Lepan dikategorikan ke dalam DAS prioritas. Hal ini berarti DAS

lepan yang berdasarkan kondisi lahan, hidrologi, sosial-ekonomi, investasi dan

kebijaksanaan pembangunan wilayah tersebut perlu diberikan prioritas dalam

penanganannya. Menurut Undang-Undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan,

DAS Lepan bahkan tidak memenuhi syarat minimal kawasan hutan yang harus

dimiliki oleh suatu DAS yakni 30 %, DAS Lepan hanya memiliki luas kawasan

hutan 28,07 % dari luas total total DAS Lepan. Masing-masing kelas tutupan

lahan mengalami perubahan pada Tabel 4 dapat dilihat persen perubahan masing-

masing penutupan kelas.

Tingginya tutupan awan menjadi salah satu kelemahan citra sehingga

(23)

dengam pernyataan Ekadinata et al., (2008) salah satu kelemahan citra landsat

terletak pada sensor yang pasif. Kualitas data yang dihasilkan oleh sensor-sensor

landsat tergantung pada kondisi atmosfer pada saat perekaman.

Hasil klasifikasi tutupan lahan yang telah dilakukan, kemudian diuji

tingkat akurasinya. Untuk mengetahui keakuratan hasil klasifikasi tahun rekaman

2015, titik sampel (ground check) dioverlay pada citra hasil klasifikasi, kemudian

dilakukan pengecekan untuk mengetahui titik sampel yang sesuai atau yang tidak

sesuai dengan hasil klasifikasi citra. Uji akurasi citra menghasilkan nilai akurasi

sebesar 87 % sesuai dengan pernyataan Purwadhi (2001), secara umum, akurasi

dari suatu hasil klasifikasi dikatakan baik apabila memiliki akurasi keseluruhan

lebih dari 70%

Selain itu, untuk menguji keakuratan hasil klasifikasi dilakukan evaluasi

dengan menggunakan matrik kontingensi (error matrix/ confusion matrix). Pada

citra hasil klasifikasi tahun 2015 didapat nilai koefisien kappa sebesar 87,48% dan

nilai koefisien kappa pada tahun 2005 sebesar 86,22 %. Menurut Jaya (1996)

bahwa nilai akurasi diatas 85 % berarti hasil klasifikasi dapat diterima dengan

kesalahan kurang atau sama dengan 15%. Sehingga hasil akurasi yang didapat

sudah layak untuk digunakan. Hasil klasifikasi tutupan lahan di DAS Lepan

(24)
(25)
(26)

Perubahan Tutupan Lahan DAS Lepan Tahun 2005 – 2015

Hasil klasifikasi menunjukkan masing-masing tipe penutupan lahan

mengalami perubahan, dari tahun 2005 sampai 2015. Data luas perubahan

masing-masing tipe tutupan lahan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Luas Perubahan tipe penutupan kelas di DAS Lepan

Luas (Ha) Luas (*)

9. Perkebunan Sawit 24177,51 28567,27 4389,76 10. Hutan 19557,09 16132,5 -3424,59

(*) nilai minus (-) menyatakan luas tutupan lahan mengalami pengurangan

Berdasarkan data tabel 4 dapat dilihat bahwa perkebunan sawit mengalami

pertambahan luas yang paling besar yaitu 4.389,76 ha. Hal ini disebabkan

rendahnya perekonomian masyarakat sekitar hutan, sehingga untuk memenuhi

kebutuhan dengan cara mengeksploitasi hutan, sesuai dengan pernyataan

Dwiprabowo et al., (2014) pada awalnya hutan berada dalam kondisi yang baik

(utuh) namun sejalan dengan pertumbuhan ekonomi diperlukan sumber

pendanaan antara lain dengan mengeksploitasi sumberdaya alam yang ada,

khususnya hutan (kayu), disamping itu lahan hutan dikonversi untuk memenuhi

kebutuhan kegiatan ekonomi seperti pertanian, perkebunan dan pemukiman. Pada

kelas penutupan lahan yang lain mengalami penurunan, namun tipe tutupan hutan

(27)

lahan hutan berdasarkan hasil klasifikasi mengalami perubahan ke tipe tutupan

lahan lainnya. Berikut disajikan pada tabel 5 perubahan tutupan lahan hutan.

Tabel 5. Luas perubahan tutupan lahan hutan

Tipe Penutupan Lahan Perubahan

perkebunan sawit yakni sebesar 5.719,18 ha. Kemudian dikuti konversi hutan

menjadi pemukiman sebesar 729,17 ha.

Perubahan tutupan lahan pada rentang tahun 2005 sampai 2015 di DAS

Lepan cukup besar. Menurut Arsyad (1989) penggunaan lahan merupakan hasil

akhir dari setiap bentuk campur tangan kegiatan (intervensi) manusia terhadap

lahan di permukaan bumi yang bersifat dinamis dan berfungsi untuk memenuhi

kebutuhan hidup baik material maupun spiritual. Sesuai dengan perkembangan

waktu kebutuhan masyarakat akan lahan akan semakin meningkat untuk

memenuhi kebutuhan tersebut secara materi ataupun secara ekonomi. Salah satu

caranya adalah dengan mengkonversi lahan hutan menjadi perkebunan sawit yang

memiliki nilai ekonomi yang lebih baik meskipun akan menimbulkan dampak

terhadap hulu DAS Lepan. Hulu DAS merupakan penyeimbang dalam komponen

DAS.

Akibat adanya pengungsi konflik Aceh di Dusun Damar Hitam Kecamatan

(28)

pemukiman dan lahan perkebunan untuk memenuhi kebutuhan ekono mi mereka.

Hal ini menyebabkan kerugian bagi masyarakat, karena banjir akan lebih mudah

sebagai dampaka dari hulu DAS yang tidak dapat berfungsi optimal. Perubahan

tutupan lahan di DAS Lepan tahun 2005 sampai 2015 diilustrasikan pada peta

(29)
(30)

Perubahan Nilai NDVI di DAS Lepan dari tahun 2005-2015

Berdasarkan analisis perubahan nilai NDVI yang dilakukan tahun 2005

dan 2015 menunjukan perubahan kisaran nilai NDVI mengalami kenaikan. Untuk

tahun 2005 DAS Lepan memiliki kisaran NDVI antara -0,272 hingga 0,689 pada

tahun 2015 kisaran NDVI di DAS lepan antara -0,199 sampai dengan 0,855. Dari

kisaran nilai NDVI terlihat bahwa DAS Lepan memiliki kerapatan vegetasi yang

sangat rapat, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7.

Tabel 6. Kisaran NDVI DAS Lepan tahun rekaman 2005

Dari Tabel 6 dan Tabel 7 dapat dilihat perubahan nilai kisaran NDVI pada

tahun 2005 tertinggi berada pada kisaran (-0.27-(0,69)) sedangkan pada tahun

2015 menjadi lebih tinggi sebesar (-0,2-(0,86)). Overlay peta tutupan lahan tahun

2015 dengan peta NDVI tahun 2015 menemukan bahwa DAS Lepan di dominasi

oleh perkebunan sawit dan hutan. sehingga tingkat kehijauan yang direkam oleh

satelit citra landsat mengalami peningkatan akibat dari pertumbuhan umur

(31)

menyatakan bahwa perbedaan nilai reflektan yang bervariasi selain dipengaruhi

karakteristik vegetasi seperti umur dan jenis pohon, struktur daun dan tutupan

kanopi, juga dipengaruhi oleh karakter tanah dan kondisi atmosfer. Sementara

untuk nilai NDVI paling rendah didapat pada tutupan lahan tambak dan badan air.

Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat peta nilai NDVI di DAS Lepan pada

(32)
(33)

29

(34)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. DAS Lepan diklasifikan menjadi 8 kelas penutupan lahan yaitu : hutan,

pemukiman, sawah, perkebunan sawit, hutan mangrove, lahan terbuka,

tambak, dan badan air. Luas tutupan lahan terbesar adalah perkebunan

sawit dengan luas 28567,27 Ha dan luas tutupan lahan terbesar adalah

hutan mangrove dengan luas 191,18 Ha.

2. Nilai NDVI DAS Lepan tertinggi sebesar 0.85 dan terendah -0.19

3. Penambahan luas tutupan lahan DAS Lepan tertinggi terjadi pada tutupan

lahan perkebunan sawit yaitu seluas 4.389,76 sedangkan penurunan luas

terbesar terjadi pada tutupan lahan hutan seluas 3424, 59 Ha

4. Tutupan lahan yang memiliki nilai NDVI tertinggi terdapat pada kelas

hutan dan perkebunan sawit sedangkan nilai NDVI terendah terdapat pada

badan air dan tambak.

Saran

Untuk memperbaiki kondisi DAS Lepan tutupan lahan hutan harus

dipertahankan dan dibutuhkan kegiatan restorasi untuk mengembalikan kondisi

hutan dan memberikan penyuluhan terhadap masyarakat sekitar untuk

(35)

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem DAS

DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan

sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan

mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami,

yang batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas di laut sampai dengan

batas perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. DAS juga diartikan

sebagai daerah yang dibatasi oleh punggung punggung gunung dan air akan

dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama (Husni dan Santoso, 2012).

Dalam mempelajari ekosistem DAS, dapat diklasifikasikan menjadi daerah

hulu, tengah dan hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, DAS

bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai arti

penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya

kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk

perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam

sistem aliran airnya. Dengan perkataan lain ekosistem DAS, bagian hulu

mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan ini

antara lain dari segi fungsi tata air, dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu

seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan

hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi (Asdak, 1995).

Aktivitas suatu komponen ekosistem selalu memberi pengaruh pada

ekosistem yang lain. Manusia adalah salah satu komponen yang teramat penting.

Sebagai komponen yang dinamis, manusia dalam menjalankan aktivitasnya seringkali

(36)

hubungan timbal balik antar komponen menjadi tidak seimbang, maka terjadilan

gangguan ekologis. Gangguan tersebut pada dasarnya gangguan pada arus materi,

energi dan informasi antar komponen yang tidak seimbang (Odum, 1972).

Aliran sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristik curah hujan dan

kondisi biofisik DAS. Karakteristik biofisik mencakup geometri (ukuran, bentuk,

kemiringan DAS), morfometri (ordo sungai, kerapatan jaringan sungai, rasio

percabangan, rasio panjang), geologi, serta penutupan lahan. Diantara keempat

penciri kondisi biofisik, tipe penutupan lahan merupakan satu-satunya parameter

yang dapat mengalami perubahan secara cepat dan memberikan pengaruhnya

secara signifikan terhadap karakteristik debit (Kartiwa et al., 2005).

Penutupan Lahan dan Kerapatan Vegetasi

Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang karena

manusia mengalami kondisi yang berubah pada waktu yang berbeda. Deteksi

perubahan mencakup penggunaan fotografi udara yang berurutan di atas wilayah

tertentu dari fotografi tersebut sehingga peta penggunaan lahanuntuk setiap waktu

dapat dipetakan dan dibandingkan. Peta perubahan penutupan lahan antara dua

periode waktu biasanya dapat dihasilkan (Lillesand dan Kiefer, 1990).

Penggunaan lahan (land use) adalah setiap bentuk campur tangan

(intervensi) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya

baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam

dua kelompok besar yaitu (1) pengunaan lahan pertanian dan (2) penggunaan

lahan bukan pertanian (Vink, 1975).

Penggunaan lahan secara umum tergantung pada kemampuan lahan dan

(37)

kelas kemampuan lahan yang dicirikan oleh adanya perbedaan pada sifat-sifat

yang menjadi penghambat bagi penggunaannya seperti tekstur tanah, lereng

permukaan tanah, kemampuan menahan air dan tingkat erosi yang telah terjadi.

Penggunaan lahan juga tergantung pada lokasi, khususnya untuk daerah-daerah

pemukiman, lokasi industri, maupun untuk daerah-daerah rekreasi

(Suparmoko, 1995).

Indeks vegetasi merupakan nilai yang diperoleh dari gabungan beberapa

spektral band spesifik dari citra penginderaan jauh. Gelombang indeks vegetasi

diperoleh dari energi yang dipancarkan oleh vegetasi pada citra penginderaan jauh

untuk menunjukkan ukuran kehidupan dan jumlah dari suatu tanaman. Tanaman

memancarkan dan menyerap gelombang yang unik sehingga keadaan ini dapat di

hubungakan dengan pancaran gelombang dari objek-objek yang lain sehingga

dapat di bedakan antara vegetasi dan objek selain vegetasi (Horning, 2004).

Pada dasarnya indeks vegetasi menonjolkan saluran spektral yang peka

pada variasi kerapatan tumbuhan. Tidak semua saluran band dari citra didesain

untuk kegunaan tersebut. Maka perhatian hanya dipusatkan pada saluran band

Merah yang peka terhadap serapan sinar merah oleh klorofil (pigmen hijau) daun,

dan saluran band infra merah dekat yang peka terhadap pantulan struktur internal

daun. Dedaunan sehat dengan kerapatan sedang dan tidak kekurangan air akan

memberikan pantulan cukup rendah pada spektrum Merah, dan sekaligus pantulan

tinggi pada spektrum infra merah dekat. Pantulan rendah pada saluran Merah

disebabkan oleh kuatnya serapan kandungan klorofil pada daun sehat.

Peningkatan kerapatan daun akan diikuti dengan penurunan pantulan di saluran

(38)

Dengan memadukan dua kecendrungan yang berlawanan ini, maka variasi

tingkat kehijuanan tumbuhan dapat secara cepat dipetakan dengan bantuan

computer pengolah citra digital. Indeks vegetasi yang paling popular untuk kajian

semacam ini adalah NDVI (Normalized Difference Vegetation Index).

NDVI (Normalized Defference Vegetation Index) adalah salah satu cara

yang efektif dan sederhana untuk mengidentifikasi kondisi vegetasi di suatu

wilayah, dan metode ini cukup berguna dan sudah sering digunakan dalam

menghitung indeks kanopi tanaman hijau pada data multispektral penginderaan

jauh.

Teknologi Penginderaan Jarak Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG)

Dalam rangka mendeteksi perubahan yang terjadi di permukaan bumi

diperlukan suatu teknik yang dapat mengidentifikasi perubahan-perubahan atau

fenomena melalui pengamatan pada berbagai waktu yang berbeda. Salah satu data

yang paling banyak digunakan adalah data penginderaan jauh dari satelit yang

dapat mendeteksi perubahan karena peliputannya yang berulang-ulang dengan

interval waktu yang pendek dan terus menerus (Singh, 1989).

Penginderaan jauh merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan

informasi mengenai obyek dan lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik.

Biasanya menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan

diinterpretasi untuk menghasilkan data yang bermanfaat untuk aplikasi sesuai

dengan kebutuhannya (Lo, 1995).

Sistem informasi geografis merupakan suatu himpunan alat (tool) yang

(39)

kehendak, pentransformasian, serta penyajian data spasial dari suatu fenomena

nyata di permukaan bumi untuk maksud-maksud tertentu (Burrough, 1986).

Kebutuhan teknologi penginderaan jauh yang dipadukan dengan Sistem

Informasi Geografis (SIG) untuk tujuan inventarisasi dan pemantauan sangat

penting terutama bila dikaitkan dengan pengumpulan data yang secara cepat dan

akurat. Pengumpulan data dengan teknologi penginderaan jauh dapat mengurangi

bahkan menghilangkan pengaruh subjektivitas. Mengingat luasnya dan banyaknya

variasi wilayah Indonesia, sejalan dengan kemajuan teknologi informasi, maka

aplikasi penginderaan jauh dan SIG sangat tepat. Kedua teknologi tersebut dapat

dipadukan untuk meningkatkan kemampuannya dalam hal pengumpulan data,

manipulasi data, analisis data, dan menyediakan informasi spasial secara terpadu

(Wahyunto, 2007).

Teknologi yang digunakan dalam sistem informasi geografis memperluas

penggunaan peta, model-model kartografi dan statistik spasial dengan

memberikan kemampuan analisis, tidak hanya tersedia untuk pengembangan

model medan kompleks dan pengujian masalah bentang lahan serta masalah

penggunaan lahan. Saat ini penggunaan SIG yang paling umum adalah untuk

pembuatan peta tematik kota dan memberikan revisi peta-peta tersebut

(40)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penggunaan lahan merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan

kegiatan (intervensi) manusia terhadap lahan di permukaan bumi yang bersifat

dinamis dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun

spiritual (Arsyad,1989). Berbagai kegiatan yang ada di sekitar kawasan DAS

Lepan telah mengubah kondisi penggunaan lahan dan indeks vegetasi yang ada di

sekitar kawasan tersebut. Fenomena tersebut memerlukan penanganan sejak dini

dan terintegrasi dari berbagai aspek yang berkaitan dengan pengelolaan

DAS Lepan.

Pemetaan perubahan penggunaan lahan pada suatu daerah sangat penting

dilakukan agar dapat mencegah adanya masalah ruang untuk hidup yang timbul

karena masyarakat salah memanfaatkan lahan. Untuk mengetahui dan memantau

suatu daerah yang tidak kita kenal, maka saat ini perkembangan teknologi

penginderaan jauh dengan berbagai kelebihan yang dimilikinya telah mendorong

orang menggunakan teknik ini untuk berbagai studi, termasuk diantaranya untuk

mendeteksi atau memantau perubahan penggunaan lahan (Sinaga, 2004).

Dalam menentukan kebijakan untuk mengatasi masalah tentang arahan

fungsi pemanfaatan lahan yang tepat sesuai dengan kemampuan lahannya

pemerintah memerlukan informasi yang akurat agar permasalahan tersebut dapat

segera diatasi secara efektif dan efisien. Pengamatan tentang permasalahan

pemanfaatan lahan sering terkendala pada luas area yang harus diamati dan

(41)

masalah tersebut, melalui Penginderaan Jauh dapat dilakukan pengumpulan data

pada suatu daerah tanpa harus mendatangi secara langsung daerah yang dikaji

sehingga dapat menghemat waktu, tenaga, dan biaya. Pembuatan rumusan tentang

arahan pemanfaatan lahan akan lebih efektif dan efisien apabila informasinya

dapat disajikan secara spasial, sehingga batas-batas yang digunakan dan posisi

untuk setiap daerah dapat terlihat dan diketahui dengan pasti. Geografi merupakan

suatu metode yang paling cocok digunakan untuk mengolah dan menganalisa data

spasial, atribut dan informasi lainnya. Peta fungsi arahan penggunaan lahan

merupakan peta yang mampu memberikan informasi mengenai kesesuaian

penggunaan lahan saat ini sehingga dapat dilakukan evaluasi penggunaan lahan

terhadap pemanfaatan lahannya

Provinsi Sumatera Utara khususnya Kabupten Langkat memiliki beberapa

Daerah Aliran Sungai (DAS), salah satunya yaitu DAS Lepan. DAS Lepan sendiri

dikategorikan ke dalam DAS prioritas I di Sumatera Utara yang artinya DAS

Lepan memiliki prioritas pengelolaannya yang tinggi karena menunjukkan kondisi

dan permasalahan biofisik dan sosial ekonomi yang dapat dikatakan kritis atau

tidak sehat. Dengan kata lain DAS Lepan adalah salah satu DAS vital yang tidak

dapat diabaikan. Kondisi DAS Lepan saat ini cukup mengkhawatirkan karena

banyaknya konversi lahan hutan di wilayah hulu yang merupakan bagian dari

daerah Ekosistem Taman Nasional Gunung Leuser berbatasan langsung dengan

(42)

Rumusan Masalah

Bagaimana tingkat kerapatan vegetasi, tipe tutupan lahan serta perubahan

tutupan lahan dan nilai kerapatan vegetasi pada kelas tutupan lahan di DAS

Lepan tahun 2005 dan 2015.

Tujuan penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui tipe penutupan lahan DAS Lepan tahun 2005 dan 2015.

2. Mengetahui tingkat kerapatan vegetasi DAS Lepan tahun 2005 dan 2015.

3. Mengetahui perubahan tutupan lahan DAS Lepan tahun 2005 sampai 2015.

4. Mengetahui perubahan tingkat kerapatan vegetasi pada kelas tutupan lahan

DAS Lepan tahun 2005 sampai 2015.

Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang diperlukan

dalam kegiatan perencanaan pengunaan lahan yang sesuai terhadap kondisi DAS

(43)

WARREN CHRISTHOPER MELIALA. Analisis Kerapatan Vegetasi pada kelas Tutupan Lahan di Daerah Aliran Sungai Lepan. Di bawah bimbingan ANITA ZAITUNAH dan SAMSURI.

Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) adalah hulu dari Daerah Aliran Sungai Lepan yang merupakan kawasan konservasi yang harus tetap dijaga keberadaannya. Akibat pertumbuhan penduduk kebutuhan masyarakat akan lahan semakin meningkat, sehingga salah satu langkah yang diambil dengan mengkonversi hutan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Rusaknya TNGL akan berdampak terhadap keseimbangan ekosistem DAS Lepan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG), Penginderaan Jarak Jauh (PJJ) yang merupakan teknologi spasial. Analisis dilakukan dengan menampalkan (overlay) beberapa data spasial untuk mendapatkan data perubahan tutupan lahan yang terjadi di DAS Lepan dari tahun 2005 – 2015, dan nilai kisaran NDVI (Normalized Difference Vegetation index) untuk mengetahui kerapatan vegetasi di DAS Lepan.

Hasil penelitian menunjukkan tutupan lahan hutan pada tahun 2015 sebesar 28,1% dari total DAS Lepan artinya tidak memenuhi standar minimal yang ditetapkan oleh pemerintah dalam Undang-undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan yakni kawasan hutan harus memiliki minimal 30 % dari luas total suatu DAS. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sebagai bahan pertimbangan dalam upaya pengelolaan DAS Lepan.

(44)

WARREN CHRISTHOPER MELIALA. Analysis of density of vegetation on land cover classes in Watershed Lepan. Under the guidance of ANITA ZAITUNAH and SAMSURI.

Gunung Leuser National Park (TNGL) is upstream of Watershed Lepan which is a conservation area that must be kept existence. Due to population growth the community needs for land increases, so that one of the steps taken to convert forests to meet their needs. Damage to TNGL will affect the balance of watershed ecosystem Lepan. This research was conducted by using Geographic Information System (GIS), Remote Sensing, which is a spatial technology. Analyses were performed with menampalkan (overlay) multiple spatial data to obtain data land cover changes that occur in the watershed Lepan from year 2005 to 2015, and the value range of NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) to determine the density of the vegetation in the watershed Lepan.

The results showed forest cover in 2015 amounted to 28.1% of the total watershed Lepan means do not meet the minimum standards set by the government in Act 41 of 1999 on Forestry namely forest area must have at least 30% of the total area of a DAS. This research is expected to provide information for consideration in Lepan watershed management efforts.

(45)

DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN

SKRIPSI

Oleh :

WARREN CHRISTHOPER MELIALA 121201031

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(46)

KELAS TUTUPAN LAHAN

DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN

SKRIPSI

Oleh :

WARREN CHRISTHOPER MELIALA 121201031

MANAJEMEN HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan universitas

Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(47)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Analisis Kerapatan Vegetasi pada Di Daerah Aliran Sungai Lepan.

Kelas Tutupan Lahan

Nama : Warren Christhoper Meliala

NIM : 121201031

Program Studi : Kehutanan

Minat : Manajemen Hutan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Dr. Anita Zaitunah S.Hut., M.Sc. Dr. Samsuri S.Hut., M.Si Ketua Anggota

Mengetahui,

(48)

WARREN CHRISTHOPER MELIALA. Analisis Kerapatan Vegetasi pada kelas Tutupan Lahan di Daerah Aliran Sungai Lepan. Di bawah bimbingan ANITA ZAITUNAH dan SAMSURI.

Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) adalah hulu dari Daerah Aliran Sungai Lepan yang merupakan kawasan konservasi yang harus tetap dijaga keberadaannya. Akibat pertumbuhan penduduk kebutuhan masyarakat akan lahan semakin meningkat, sehingga salah satu langkah yang diambil dengan mengkonversi hutan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Rusaknya TNGL akan berdampak terhadap keseimbangan ekosistem DAS Lepan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG), Penginderaan Jarak Jauh (PJJ) yang merupakan teknologi spasial. Analisis dilakukan dengan menampalkan (overlay) beberapa data spasial untuk mendapatkan data perubahan tutupan lahan yang terjadi di DAS Lepan dari tahun 2005 – 2015, dan nilai kisaran NDVI (Normalized Difference Vegetation index) untuk mengetahui kerapatan vegetasi di DAS Lepan.

Hasil penelitian menunjukkan tutupan lahan hutan pada tahun 2015 sebesar 28,1% dari total DAS Lepan artinya tidak memenuhi standar minimal yang ditetapkan oleh pemerintah dalam Undang-undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan yakni kawasan hutan harus memiliki minimal 30 % dari luas total suatu DAS. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sebagai bahan pertimbangan dalam upaya pengelolaan DAS Lepan.

(49)

WARREN CHRISTHOPER MELIALA. Analysis of density of vegetation on land cover classes in Watershed Lepan. Under the guidance of ANITA ZAITUNAH and SAMSURI.

Gunung Leuser National Park (TNGL) is upstream of Watershed Lepan which is a conservation area that must be kept existence. Due to population growth the community needs for land increases, so that one of the steps taken to convert forests to meet their needs. Damage to TNGL will affect the balance of watershed ecosystem Lepan. This research was conducted by using Geographic Information System (GIS), Remote Sensing, which is a spatial technology. Analyses were performed with menampalkan (overlay) multiple spatial data to obtain data land cover changes that occur in the watershed Lepan from year 2005 to 2015, and the value range of NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) to determine the density of the vegetation in the watershed Lepan.

The results showed forest cover in 2015 amounted to 28.1% of the total watershed Lepan means do not meet the minimum standards set by the government in Act 41 of 1999 on Forestry namely forest area must have at least 30% of the total area of a DAS. This research is expected to provide information for consideration in Lepan watershed management efforts.

(50)

Warren Christhoper Meliala dilahirkan di kota Tanjungbalai, Propinsi

Sumatera Utara pada tanggal 30 Mei 1994 dari bapak martinus Meliala dan Ibu

Doremi Tanjung. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

Tahun 2006 penulis lulus dari SD Rom Katholik I Tanjungbalai, pada

tahun 2009 lulus dari SMP Negeri 1 Tanjungbalai, tahun 2012 penulis lulus dari

SMA Negeri 1 Tanjungbalai. Pada tahun 2012 penulis diterima sebagai

mahasiswa di Program Studi kehutanan Fakultas Kehutanan, Universitas

Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri

(SNMPTN).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif mengikuti kegiatan

organisasi dikampus, antara lain: sebagai anggota bidang divisi pengembangan

Rain Forest Community tahun 2013-2015, sebagai angggota dalam organisasi

Himas Kehutanan USU. Penulis juga pernah menjadi asisten Geodesi dan

Kartografi pada tahun 2014 dan 2015. Penulis mengikuti kegiatan Pengenalan

Ekosistem hutan sebagai peserta di Pulau Sembilan Kabupaten Langkat pada

tahun 2014.

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di PT. Arara Abadi Distrik

Tapung propinsi Riau selama 1 bulan pada tahun 2016. Pada akhir kuliah, untuk

memperoleh gelar sarjana Kehutanan di Universitas Sumatera Utara, penulis

melaksanakan penelitian dengan judul “ Analisis Kerapatan Vegetasi pada kelas

Tutupan Lahan di Daerah Aliran Sungai Lepan” dibawah bimbingan ibu Dr. Anita

(51)

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang

telah memberikan berkat dan perlindungan kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “ Analisis kerapatan Vegetasi

pada Kelas Tutupan Lahan di Daerah Aliran Sungai Lepan”

Penelitian ini menganalisa nilai Normalized Difference Vegetation Index

(NDVI) pada kelas tutupan lahan di Daerah Aliran Sungai Lepan. Informasi yang

diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam hal perencanaan

untuk memperbaiki kondisi Derah Aliran Sungai Lepan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ayahanda Martinus Meliala dan Ibunda Doremi Tanjungg beserta keluarga

atas doa dan dukungannya.

2. Dosen pembimbing penelitian, yaitu Ibu Dr. Anita Zaitunah, S.Hut., M.Sc

dan Bapak Dr. Samsuri S.Hut., M.Si.

3. Pihak Universitas Sumatera Utara yang telah membantu proses saya selama

di Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera

Utara.

4. Teman-teman Program Studi kehutanan yang telah membantu saya dalam

melaksanakan penelitian ini.

Penulis mengharapkan skripsi ini dapat menjadi referensi untuk penelitian

selanjutnya oleh pihak-pihak terkait. Melalui skripsi ini juga dapat menjadi

pertimbangan dalam upaya perencanaan perbaikan kondisi DAS Lepan.

(52)

skripsi ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga skripsi ini bermanfaat dan

memberi kontribusi yang baru khususnya dalam bidang kehutanan dan bidang

pendidikan dalam penelitian-penelitian ilmiah.

Medan, September 2016

(53)

DAFTAR ISI

Teknologi Penginderaan Jarak Jauh dan Sistem Informasi Geografis ... 7

Analisis Kerapatan Vegetasi pada Tiap Kelas Tutupan Lahan ... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN... 17

Tutupan Lahan DAS Lepan Tahun 2005 dan 2015 ... 17

Perubahan Tutupan Lahan DAS Lepan tahun 2005-2015 ... 22

(54)

KESIMPULAN DAN SARAN... Kesimpulan...

30 30 Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(55)

DAFTAR GAMBAR

No.

1. Peta Lokasi penelitian...

Halaman 9

2. Alur Tahapan Analisis Perubahan Tutupan Lahan... 15

3. Alur Tahapan Analisis Kerapatan Vegetasi………... 16

4. Alur Tahapan Analisis Kerapatan Vegetasi pada Kelas

Tutupan Lahan... 16

5. Peta Tutupan Lahan DAS Lepan Tahun 2005... 20

6. Peta Tutupan Lahan DAS Lepan Tahun 2015…..…………... 20

7. Peta Perubahan Tutupan Lahan DAS Lepan

Tahun 2005-2015... 25

8. Peta NDVI DAS Lepan Tahun 2015... 28

(56)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Informasi data citra... 10

2. Kelas penutupan Lahan DAS Lepan citra tahun 17

rekaman 2015... 3. Kelas penutupan Lahan DAS Lepan citra tahun 17

rekaman 2005………... 4. Persen perubahan tiap penutupan kelas di DAS Lepan... 22

5. Luas perubahan tutupan lahan hutan... 23

6. Kisaran NDVI DAS Lepan tahun rekaman 2005….…….…... 26

(57)

DAFTAR LAMPIRAN

No.

1. Monogram Citra Landsat Tutupan Lahan DAS Lepan band 543

Halaman

(Landsat 5 TM) dan band 654 (Landsat 8 OLI) ... 33

2. Titik Koordinat Survey ( ground check) dengan GPS

(Global Positioning System) ... 36

3. Gambaran kondisi tutupan lahan di lapangan

tahun 2015 ………... 38

Gambar

Gambar di Lapangan
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Gambar 3. Alur tahapan analisis perubahan tutupan lahan
Gambar 4. Alur tahapan analisis kerapatan vegetasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

bahwa dalam rangka meningkatkan disiplin, kinerja dan hasil kerja Pegawai Negeri Sipil, Dokter PTT, Bidan PTT dan Guru Bantu di lingkungan Pemerintah Kabupaten

Geyer Pendidikan Jasmani Olah Raga dan Kesehatan 99 5742762663210202 TRI KHURNIAWATI SD SD ISLAM TERPADU AL FIRDAUS PURWODADI Kec.. Penawangan Pendidikan Jasmani Olah Raga dan

4 Memahami arti surat pendek dan hadits tentang Niat, Silaturahim. 4.1 Mengartikan surat

4.2 Menjelaskan isi kandungan surat Al-Qadr tentang malam Lailatul Qadr secara sederhana. 5 Memahami arti hadits tentang taqwa dan ciri- ciri

 Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, logis dan sistematis, dalam karya yang estetis dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang

PENGUMUMAN PENYEDIA

memilih daerah wisata adalah kebersihan lingkungan sekitar.Pada tabel diatas dapat kita lihat bahwa dari 100 responden dalam penelitian ini ada sebanyak 43 orang (43%)

Proses pengerjaan administrasi secara manual yang telah dibahas pada sub bab sebelumnya, selanjutnya dibuat bentuk rancangan sistem baru yang akan menggunakan perangkat