ANALISIS KINERJA VPN MPLS PADA TESTBED JARINGAN PENDIDIKAN NON FORMAL
Dr. Ir. Achmad Affandi, DEA, Udik Pudjianto
Institut Teknologi Surabaya, Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Elektro
ABSTRAK
MPLS merupakan suatu teknologi untuk mempercepat pengiriman paket dengan memadukan mekanisme pertukaran label pada layer 2 dengan teknologi routing layer 3 pada standar OSI (Open system Interconnection). Konsep MPLS telah diaplikasikan oleh beberapa perusahaan telekomunikasi untuk memberikan layanan “Metro Ethernet” untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dalam penelitian ini digunakan mekanisme monitoring Round Trip Time (RTT), delay, dan packet loss untuk mengetahui Quality of Service dari tesbed jaringan Virtual Private Network (VPN) MPLS. Adapun hasil yang telah diperoleh yaitu dalam pengiriman paket VoIP memiliki nilai delay yang paling kecil (104 ms) jika dibandingkan dengan paket Business Critical – Intranet (BC) dan Best Effort – internet (BE). Pada kondisi bandwidth 100% (VoIP = 33 Kbps, BC = 24 Kbps, dan BE = 8 Kbps), trafik BC mengalami packet loss sebesar 4 paket.
Hal ini dapat diakibatkan oleh kapasitas buffer yang tidak mencukupi untuk menampung antrian paket jika dibandingkan dengan trafik VoIP dan BE.
Kata kunci: MPLS, QoS, delay, RTT, Pakcet loss
1. Pendahuluan
Pelayanan pendidikan non formal sebagai salah satu layanan pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah diharapkan dapat ikut berperan dalam mencerdaskan bangsa.
Alokasi konten pendidikan non formal yang dapat meliputi media pembelajaran dan data pendidikan dapat menjadi gambaran untuk menyelenggarakan sebuah layanan pendidikan bagi masyarakat. Sasaran pendidikan non formal yang serba marginal baik dari sisi ekonomi dan kemampuan serta
geografis, menjadi tantangan tersendiri.
Lokasi peserta didik yang sulit dijangkau dan waktu belajar yang terbatas akan memerlukan sarana yang salah satunya adalah teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Melalui perluasan penggunaan jaringan komputer yang optimal diharapkan pelayanan pendidikan kepada masyarakat tersebut dapat terlaksana. Salah satu teknologi yang dapat digunakan adalah Multi Protocol Label Switching (MPLS) untuk
akselerasi proses mengirimkan paket data dengan mekanisme label swapping di layer 2 dengan routing di layer 3. Dengan perkembangan penggunaan infrastruktur internet dalam aplikasi komersial, kebutuhan untuk perubahan layanan network berkembang dengan cepat. Hampir semua MPLS saat ini didasarkan pada layanan network, misalnya traffic engineering, Differential Services QoS dan fasilitas VPN layer 2 atau layer 3 yang membutuhkan kompleksitas, kehandalan pengaturan dan pensinyalan protocol untuk pertukaran informasi antara beberapa node di domain MPLS.
2. Studi Pustaka 2.1 MPLS
MPLS (Multi Protocol Label Switching) merupakan arsitektur network yang didefinisikan oleh IETF (Internet Engineering Task Force) yang memadukan mekanisme label swapping di layer 2 dengan routing di layer 3 untuk mempercepat pengiriman paket (E.Rosen,2001). Dan menjadi sebuah teknik yang menggabungkan kemampuan manajemen switching yang ada dalam teknologi ATM (Asynchronus Transfer Mode) dengan fleksibilitas network layer yang dimiliki oleh teknologi IP.
Konsep utama MPLS ialah teknik peletakan
label dalam setiap paket yang dikirim melalui jaringan ini. Mekanisme forwarding pada node MPLS, dengan memberikan label yang membungkus paket IP serta untuk menentukan rute dan prioritas pengiriman paket tersebut. Label tersebut akan memuat informasi penting yang berhubungan dengan informasi routing suatu paket, diantaranya berisi tujuan paket serta prioritas paket mana yang harus dikirimkan terlebih dahulu.
Teknik ini biasa disebut dengan label switching. Dengan informasi label switching yang didapat dari router network layer, setiap paket hanya dianalisa sekali di dalam router dimana paket tersebut masuk dalam jaringan untuk pertama kali. Router tersebut berada di tepi dan dalam jaringan MPLS yang biasa disebut Label Switching Router (LSR). LSR yang pertama akan menjadi tempat awal pengiriman paket (ingress) dan LSR yang terakhir menjadi router ujung akhir yang dilewati paket (engress).Masing-masing LSR akan saling terkait membentuk rangkaian jaringan MPLS yang dihubungkan oleh Label Switched Path (LSP)
Setiap LSP akan dikaitkan dengan sebuah Forwarding Equivalence Class (FEC), yang merupakan kumpulan paket dengan menerima perlakuan forwarding yang sama di sebuah LSR. FEC diidentifikasikan dengan pemasangan label. Untuk membentuk
LSP, diperlukan suatu protokol persinyalan.
Protokol ini menentukan forwarding berdasarkan label pada paket. Label yang pendek dan berukuran tetap akan mempercepat proses forwarding dan mempertinggi fleksibilitas pemilihan jalur (Path). Hasilnya adalah sebuah network datagram yang bersifat connection-oriented.
Mekanisme forwarding pada node MPLS dengan memberikan label untuk membungkus paket IP. Label tersebut digunakan untuk menentukan path data yang akan dikirimkan. Paket yang telah diberi label akan dipermudah oleh LSP untuk diarahkan pada LSR yang diinginkan.
MPLS hanya melakukan enkapsulasi paket IP, dengan memasang header MPLS.
Header MPLS terdiri atas 32 bit data, termasuk 20 bit label, 2 bit eksperimen, dan 1 bit identifikasi slack, serta 8 bit TTL. Label adalah bagian dari header, memiliki panjang yang bersifat tetap, dan merupakan satu- satunya tanda identifikasi paket. Label digunakan untuk proses forwarding,
termasuk proses traffic engineering. Setiap LSR memiliki table yang disebut label- switching table. Table itu berisi pemetaan label masuk, label keluar, dan link ke LSR berikutnya. Saat LSR menerima paket, label paket akan dibaca, kemudian diganti dengan label keluar, lalu paket dikirimkan ke LSR berikutnya.
2.2. Komponen Dasar MPLS
2.2.1. Forwarding Equivalence Class (FEC) Sebagai teknologi forwarding didasarkan pada klasifikasi, paket MPLS akan diteruskan dengan cara sama ke dalam sebuah kelas disebut FEC. Paket ini akan diperlakukan dengan cara yang sama.
Klasifikasi FEC merupakan fleksibel, yang didasarkan pada kombinasi sumber alamat manapun, alamat tujuan, source port, destination port, tipe protocol dan VPN.
Misalnya pada IP forwarding tradisional membutuhkan alamat yang panjang, semua
paket pada tujuan sama akan mengarah ke FEC yang sama pula.
2.2.2. Label
Label adalah short fixed length identifier untuk mengenali FEC. Sebuah FEC mungkin saja sesuai dengan multiple labels misalnya beban sharing yang dibutuhkan, dimana sebuah label hanya dapat direpresentasikan dengan single FEC. Label dapat dibawa pada paket header, dan tidak berisi informasi topologi manapun dan merupakan local significant. Panjang dari
label adalah empat octets, atau 32 bits, yang dapat dilihat pada Gambar 1
Gambar 1. Format dari sebuah label 2.2.3. LER (Label Edge Router)
Disebutkan bahwa R1 dan R4 merupakan Edge Router sebagai Label Edge Router (LER) dan Core Router (R2,R3) sebagai Label Switch Router (LSR) seperti
pada gambar 2.4. Paket IP yang masuk melalui LER dikonversi ke dalam bentuk paket MPLS dan ketika paket tersebut keluar dari LER, maka paket juga dikonversi dari paket MPLS ke paket IP dimana LSR akan mem-forward packet MPLS dengan mengikuti beberapa instruksi yang telah tersimpan dalam suatu tabel.
Gambar 2. LER pada R1 dan R4
Berdasarkan informasi yang tersimpan dalam paket MPLS, yang disebut Label, kemudian Label tersebut memilih sebuah register dari tabel dan mengikuti instruksi yang terdapat dalam register ini, lalu mem- forward packet MPLS tersebut.
2.2.4. Label Switched Path (
LSP)
LSP adalah jalur yang dilalui langsung oleh FEC pada jaringan MPLS melalui satu atau serangkaian LSR dimana paket diteruskan oleh label swapping dari satu MPLS node ke MPLS node yang lain. Jalur LSP terdiri dari dua jenis LSR (Label Switch Route) yaitu Upstream LSR dan downstream LSR. Contoh pada gambar bahwa R2 merupakan downstream LSR dari R1
sedangkan R1merupakan upstream LSR dari R2.
Gambar 3 Diagram untuk sebuah LSP 2.2.5. Label Distribution Protocol (
LDP)
LDP (L. Andersson ,2001) merupakan protokol pengontrol dalam MPLS dan memiliki fungsi yang sama dengan protokol pensinyalan dalam jaringan tradisional, antara lain pengelompokkan FEC, penyebaran label, dan pembentukan serta perawatan LSP. Terdapat dua jenis distribusi
` `
LSR
Edge LSR
LSR LSR
LSR LSR
Edge LSR LSR
Ingress LSR
Egress LSR
MPLS Network Label Switch
Path (LSP)
R 1 R2
R1
R2
R3
R4
End Host
End Host
protocol multiple label yang mendukung MPLS yaitu :
1. Yang berasal dari label distribution (distribusi label), seperti LDP dan constrain-based routing menggunakan LDP (CR-LDP)
2. Perluasan protokol yang sudah ada dalam men-support distribusi label, seperti BGP (Border Gateway Protokol) dan RSVP (Resource Reservation Protocol)
Gambar 4. Label distribution Sumber : (Ano, 2001)
2.2.6. Label Switch Router (LSR)
Merupakan MPLS node yang berfungsi memberikan label pada paket dan melakukan
operasi label serta dapat meneruskan paket- paket layer 3. LSR akan memberikan label ketika paket masuk ke jaringan MPLS dan membuang label ketika paket keluar dari jaringan.
Gambar 5. Tampilan konsep dari control plane dan forwading plane MPLS (kiri) serta Struktur LSR (kanan)
MPLS terdiri dari Control Plane dan Forwarding Plane. Control Plane berfunngsi untuk membuat apa yang disebut
“Forwarding Table”, sementara Forwarding Plane akan meneruskan paket ke interface tertentu (berdasarkan Forwarding Table).
Sebuah LSR dapat terdiri dari dua komponen yaitu :
1. Control plane : melakukan distribusi label dan routing, menetapkan LFIB dan membangun jalur LSP.
2. Forwading plane : menyampaikan paket melalui LFIB (Label Forwading Information Base)
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. DESAIN JARINGAN MPLS
Pada tesis ini akan menggunakan desain jaringan simulasi MPLS yang dibuat mirip dengan sistem jaringan MPLS yang ada secara umum dengan persyaratan adanya :
1. Sebuah routing protokol layer 3 (IS-IS, OSPF, EIGRP atau RIP); dan
menggunakan OSPF untuk rekayasa trafik jaringan MPLS.
2. Label distribusi protokol (RSVP, LDP atau BGP).
3. Memiliki kemampuan menangani lalu lintas Jaringan MPLS.
Awan MPLS yang dibentuk oleh 3 buah PC Router yang ditambah dengan 1 PC sebagai pengirim paket yang akan mengakses jaringan MPLS (Provider Edge) router dan 2PC sebagai penerima paket data yang berjenis VoIP, business critical = BC (intranet), dan best effort = BE (internet) sekaligus untuk memonitor trafik yang telah melewati jaringan.
3.2. Perangkat Keras
Dalam implementasi ini menggunakan 3 buah PC Router, 1 buah PC sebagai pengirim paket dan 2 buah lainnya sebagai penerima paket. Spesifikasi dari masing-masing
komputer yang difungsikan sebagai PC router.
3.3. Perangkat Lunak
Perangkat lunak dalam penelitian ini
merupakan software open source yang telah melalui review untuk menyesuaikan kondisi sistem jaringan MPLS yang dijadikan obyek penelitian ini.
Untuk tahapan konfigurasi perangkat lunak yang digunakan adalah :
1. Konfigurasi MPLS pada router backbone
Dengan melakukan konfigurasi jaringan backbone, terutama pada router backbone hal yang paling mendasar adalah pemilihan routing protokol yang akan berfungsi merouting seluruh aktifitas jaringan didalam backbone, untuk itu digunakan routing protocol Open Shortest Path First (OSPF). Dengan menggunakan OSPF sebagai routing protokol didalam jaringan backbone diharapkan dapat menentukan path sebuah packet dengan cost yang terkecil . Gambar 6 Tesbed jaringan
VPN MPLS
AWAN MPLS
MPLS-1
MPLS-2
MPLS-3
`
`
PC-1
PC-2
PC-2
Pemilihan OSPF juga dikerenakan kondisi jaringan yang tidak begitu besar dan routing protokol OSPF dapat digunakan pada seluruh jenis router . 2. Pembuatan routing protokol
Secara garis besar, dengan menggunakan aplikasi Quagga kita dapat melakukan kegiatan routing dengan benar,
3. Pembuatan Virtual Route Forwarding (VRF)
Virtual routing dan forwarding (VRF) adalah teknologi yang masuk dalam IP (Internet Protocol) jaringan router yang memungkinkan beberapa contoh tabel routing berada pada sebuah router dan bekerja secara bersamaan. VRF memiliki kemampuan menampung beberapa jalur jaringan yang tersegmentasi tanpa menggunakan beberapa perangkat. VRF juga dapat meningkatkan keamanan jaringan dan menghilangkan kebutuhan enkripsi dan otentikasi.
4. Konfigurasi static route dan Multi Protocol BGP (MP-BGP).
Static route adalah rute atau jalur spesifik yang ditentukan oleh user untuk meneruskan paket dari sumber ke tujuan.
Rute ini ditentukan oleh administrator untuk mengontrol perilaku routing dari IP
“internetwork”
4. UJI COBA DAN HASIL ANALISA Uji coba akan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan jaringan MPLS dalam penyelenggaraan pelayanan VoIP, Business Critical (Intranet) dan Best Effort (Internet). Sebagai upaya untuk menunjang pelaksanaan ujicoba tersebut maka diperlukan kondisi jaringan sebagai ujicoba dalam bentuk tesbed jaringan MPLS.
Sedangkan analisis pemodelan jaringan MPLS didasarkan pada validasi aliran paket dalam LSP antara CE dan PE sesuai dengan skenario diagram alir jaringan tesbed.
4.1. Persiapan Ujicoba
Setelah jaringan tesbed MPLS terbentuk, kita akan melakukan ujicoba yang meliputi : 1. Awan MPLS
Persiapan pembuatan jaringan MPLS dilakukan dengan membentuk awan MPLS yang terdiri dari 3 router yang telah terkoneksi. Pembuatan ini sampai pada kesiapan jaringan MPLS dapat melakukan routing paket yang ada.
2. Adanya paket yang melewati jaringan MPLS
Setelah jaringan MPLS terbentuk, maka dilewatkan paket pada jaringan tersebut untuk mengetahui kehandalan jaringan dalam berkomunikasi. Pengiriman paket dilakukan oleh Traffic Generator dan beberapa user dengan routing protokol.
3. Adanya monitoring trafik paket yang melewati jaringan
Adanya user yang mengirimkan paket melalui jaringan MPLS akan di monitor untuk mengetahui nilai RTT (Round Trip Time), Delay dan packet loss sebagai komponen dari QoS
4.2. Pelaksanaan Uji Coba Quality of Service pada jaringan MPLS
Peneliti akan mencatat beberapa hal terkait dengan pelaksanaan ujicoba untuk memperoleh hasil penelitian sesuai skenario yang diinginkan melalui simulasi jaringan MPLS. Adapun hal yang dilakukan adalah ujicoba QoS yang berasal dari trafik paket VoIP, BC (Business Critical,intranet) dan BE (Best Effort, Internet).
4.2.1. Hasil Uji Coba
Hasil dari simulasi dapat dilihat pada tabel dibawah ini, dimana kondisi tersebut mengidentifikasikan variasi dari bandwidth.
Tabel 1. Hasil Uji Coba
Kondisi VoIP (33 Kbps)
BC (24 Kbps)
BE (8 Kbps) Trafik
RTT AVG (ms)
Delay AVG (ms)
Packet Loss (packet)
1 3 Kbps 3 Kbps 3 Kbps
VoIP 3 1 0
BC 3 1 0
BE 3 1 0
2 3 Kbps 6 Kbps
= 25% 3 Kbps
VoIP 3 2 0
BC 6 3 0
BE 3 2 0
3 3 Kbps 12 Kbps
= 50%
4 Kbps
= 50%
VoIP 4 2 0
BC 6 3 0
BE 3 2 0
4 3 Kbps 6 Kbps
= 25%
4 Kbps
= 50%
VoIP 3 1 0
BC 5 3 0
BE 4 2 0
5 3 Kbps 6 Kbps
= 25%
6 Kbps
= 75%
VoIP 4 1 0
BC 6 3 0
BE 3 2 0
6 3 Kbps 3 Kbps 6 Kbps
= 75%
VoIP 3 1 0
BC 3 1 0
BE 4 1 0
7 3 Kbps 18 Kbps
= 75%
6 Kbps
= 75%
VoIP 12 5 0
BC 15 5 0
BE 18 9 0
8 3 Kbps 21 Kbps
= 87,5%
6 Kbps
= 75%
VoIP 18 8 0
BC 23 19 0
BE 32 27 0
9 33 Kbps 6 Kbps
= 25%
4 Kbps
= 50%
VoIP 3 1 0
BC 5 1 0
BE 5 1 0
10 33 Kbps 6 Kbps
= 25%
6 Kbps
= 75%
VoIP 3 1 0
BC 3 1 0
BE 3 1 0
11 33 Kbps 12 Kbps
= 50%
4 Kbps
= 50%
VoIP 14 11 0
BC 30 13 0
BE 29 21 0
12 33 Kbps 18 Kbps
= 75% 3 Kbps
VoIP 27 18 0
BC 30 23 0
BE 25 21 0
13 33 Kbps 21 Kbps
= 87,5% 3 Kbps
VoIP 36 27 0
BC 40 20 0
BE 37 21 0
14 33 Kbps 21 Kbps
= 87,5%
4 Kbps
= 50%
VoIP 40 21 0
BC 49 46 0
BE 57 56 0
15 33 Kbps 21 Kbps
= 87,5%
6 Kbps
= 75%
VoIP 65 43 0
BC 90 78 0
BE 98 91 0
16 33 Kbps 24 Kbps
= 100%
8 Kbps
= 100%
VoIP 120 104 0
BC 413 450 4
BE 1989 1986 0
17 33 Kbps 28 Kbps
> 100% 3 Kbps
VoIP 148 90 0
BC 376 143 10
BE 538 132 0
4.3. Analisis
Analisis dilakukan berdasarkan tabel hasil simulasi pengukuran RTT, delay dan packet loss pada tesbed jaringan VPN MPLS.
4.3.1. Delay
Gambar 7. Grafik Delay pada trafik VoIP Gambar 7. menunjukkan delay pada pengiriman paket VoIP dan waktu delay akan semakin besar ketika paket yang dikirimkan semakin besar pula.
Gambar 8. Grafik delay pada trafik Best Effort (internet)
Pada Gambar 8 dijelaskan bahwa pengiriman paket pada keadaan best effort (internet) dengan kondisi 1 s/d 14 mengalami waktu delay yang cukup kecil namun pada kondisi 15, 16
mengalami delay yang cukup besar ) / lonjakan.
Gambar 9. Grafik delay pada trafik Business Critical (intranet)
Pada gambar 9. menjelaskan bahwa trafik intranet mengalami delay rata-rata 47 ms dengan kondisi 1 s/d 7 mengalami delay yang cukup rendah.
4.3.2. Round Trip Time (RTT)
Gambar 10. Grafik RTT (Round Trip Time) pada trafik Best Effort (Internet)
Pada gambar 10. menjelaskan tentang trafik internet yang melewati jaringan memiliki nilai RTT yang kecil (kondisi 2 s/d 6) sedangkan kondisi 11 s/d 17 memiliki nilai RTT
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 VoIP 1 2 2 1 1 1 5 8 1 1 11 18 27 21 43 104 90
0 20 40 60 80 100 120
ms
VoIP
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
BE 1 2 2 2 2 1 9 27 1 1 21 21 21 56 91 198 132
0 500 1000 1500 2000 2500
ms
BE
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
BC 1 3 3 3 3 1 5 19 1 1 13 23 20 46 78 450 143
0 100 200 300 400 500
ms
BC
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
BE 3 3 3 4 3 4 18 32 5 3 29 25 37 57 98 198 538
0 500 1000 1500 2000 2500
ms
BE
lebih besar dengan bandwidth dari BE sebesar 6 Kbps (75%).
Sedangkan pada kondisi 16 dijelaskan bahwa bandwidth untuk VoIP, BC dan BE telah mencapai 100%, namun jika dilihat nilai RTT- nya maka nilai RTT dari BE paling besar dibandingkan lainnya. Hal ini berarti trafik BE kurang diprioritaskan dalam mekanisme pelayanan jaringan.
Gambar 11. Grafik RTT (Round Trip Time) pada trafik VoIP
Pada gambar 11. menjelaskan tentang nilai RTT pada trafik VoIP yang semakin besar mulai pada kondisi 10 s/d 17 setelah bandwidth yang diberikan pada VoIP besar (33 Kbps). Hal ini berarti bahwa trafik VoIP yang dikirimkan dari asal ke tujuan menempuh waktu yang relatif lama namun waktu tersebut lebih cepat jika dibandingkan dengan trafik BE dan BC,
sehingga trafik VoIP merupakan prioritas layanan jaringan.
Gambar 12. Grafik RTT (Round Trip Time) pada trafik Business Critical (intranet)
Trafik BC jika dilihat nilai RTT nya akan memiliki nilai waktu tempuh antara 1 s/d 6 ms pada kondisi awal , sedangkan pada pemberian bandwidth yang penuh diperoleh waktu tempuh (RTT) yang besar.
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN
Kesimpulan pada penelitian ini adalah:
• Pengiriman paket VoIP memiliki nilai delay yang paling kecil jika dibandingkan dengan paket BC dan BE. Hal ini berarti bahwa paket VoIP lebih diprioritaskan daripada yang paket yang lain.
• Pada kondisi bandwidth 100% (VoIP = 33 Kbps, BC = 24 Kbps, dan BE = 8 Kbps), trafik BC mengalami packet loss sebesar 4 paket. Hal ini dapat diakibatkan oleh kapasitas buffer yang tidak mencukupi untuk menampung antrian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
VoIP 3 3 4 3 4 3 12 18 3 3 14 27 36 40 65 120 148
0 20 40 60 80 100 120 140 160
ms
VoIP
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
BC 3 6 6 5 6 3 15 23 5 3 30 30 40 49 90 413 376
0 100 200 300 400 500
ms
BC
paket jika dibandingkan dengan trafik VoIP dan BE.
• Besarnya waktu yang dibutuhkan untuk menyampaikan paket dari tempat asal ke tujuan (RTT) pada trafik BE mempunyai nilai yang paling besar jika dibandingkan dengan trafik VoIP dan BC. Hal ini dapat disebabkan trafik BE memiliki bandwidth yang paling kecil dan adanya pengklasifikasian paket.
5.2 SARAN
Adapun saran untuk penelitian selanjutnya adalah:
• Adanya analisis QoS sehingga dapat meningkatkan pelayanan dalam jaringan VPN-MPLS
• Analisis trafik jaringan VPN-MPLS untuk pengintegrasian pengelolaan kualitas dan penanggulangan hambatan paket komunikasi data.
DAFTAR PUSTAKA
A.J. Menezes, P.C.van Oorschot, and S.
A,Vanstone, (1997) Handbook of Applied Cryptography, CRC Press, Boca Raton, New York.
Allison Mankin, Dan Massey, Chie Lung Wu, S. Felix Wu, Lixia Zhang, (2001), On Design and Evaluation of
"Intention-Driven ICMP Traceback, 10th International Conference on
Computer Communications and Networks (IC3N'2001), Arizona.
B. Jamoussi, L. Andersson, R. Callon, et al, (2002) Constraint-Based LSP Setup using LDP, IETF RFC 3212.
Baker, F., Lindell, B., Taiwar, M., (2000) RSVP Cryptographic Authentication, IETF RFC 2747, California, USA.
D. Awduche, L. Berger et al., (2001) RSVP- TE: Extensions to RSVP for LSP Tunnels, IETF RFC 3209
David Mazi`eres and M. Frans Kaashoek.
(1998) The design, implementation and operation of an email pseudonym server.
Proceedings of the 5th ACM Conference
on Computer and CommunicationsSecurity.
David L. Mills, (1992), Network Time Protocol (Version 3): Specification, Implementation and Analysis, RFC 1305, Internet Engineering Task Force.
E. Rosen, A. Viswanathan, R. Callon, (2001) Multiprotocol Label Switching Architecture, IETF RFC 3031.
H. Krawczyk, M. Bellare, R. Canetti, (1997), HMAC: Keyed-Hashing for Message Authentication, RFC 2104, Internet Engineering Task Force.
http://www.ccpu.com/trillium-protocol- software-products/atm-mpls-v5-
broadband/. Diambil pada tanggal 14 September 2009.
http://www.iana.org/assignments/isakmp- registry.. Diakses pada tanggal 03 Juli 2010.
http://etutorials.org/Networking/ … Diakses pada tanggal 10 Juli 2010.
Mpls-Linux (http://mpls- linux.sourceforge.net/). Diambil pada tanggal 14 September 2009.
Paul Brittain, Senior Networking Architect (pjb@dataconnection.com) Adrian Farrel, DC-MPLS Development Manager mpls-linux (http://mpls-
linux.sourceforge.net/). Diambil pada tanggal 07 Desember 2009.
Perlman,R., (1992) Interconnections : Bridges and Routers, Addison-Wesley, Reading Mass.
Results of the Distributed-Systems Intruder Tools Workshop Pittsburgh, Pensilvania USA, November 2-4 1999, CERT
Coordination Center, Software
Engineering Institute, Carnegie Mellon University, Pittsburgh,
http://www.cert.org/reports/dsit_worksh op.pdf. Diakses pada tanggal 03 Juli 2010.
Reza Aditya Permadi, Yoanes Bandung, dan Armein Z.R. Langi, (2009) Implementasi Differentiated Services pada Jaringan Multiprotocol Label Switching untuk Rural Next Generation Network, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, e-Indonesia Initiative 2009 (eII2009), Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia, 24 – 25 Juni, Jakarta.