HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Penelitian Tahap I
Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian diperoleh data sintasan (Gambar 1), sedangkan rata-rata laju pertumbuhan bobot dan panjang harian benih ikan patin siam tertera pada Gambar 2 dan 3.
Sintasan
Sintasan yang diperoleh pada penelitian tahap I selama 20 hari pemeliharaan adalah berkisar antara 91,65% sampai 93,30%. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar kalsium media tidak memberikan pengaruh (P>0,05) terhadap sintasan benih ikan patin siam.
Gambar 1 Rata-rata sintasan ikan patin siam selama penelitian
Laju Pertumbuhan Bobot dan Panjang Harian
Laju pertumbuhan bobot benih ikan patin siam selama 20 hari dipengaruhi oleh tingkat kalsium media yang berbeda. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
86.00 88.00 90.00 92.00 94.00 96.00 98.00 100.00 0 100 200 Si n ta sa n (% ) Kalsium (mg/L CaCO3)
laju pertumbuhan bobot dan panjang harian pada perlakuan C (media salinitas 3 ppt dengan penambahan 100 mg/L CaCO3) lebih tinggi dari perlakuan lainnnya.
Gambar 2 Rata-rata laju pertumbuhan bobot harian ikan patin siam selama penelitian
Gambar 3 Rata-rata laju pertumbuhan panjang harian ikan patin siam selama penelitian 2.75 2.80 2.85 2.90 2.95 3.00 3.05 3.10 3.15 3.20 3.25 3.30 0 100 200 La ju p e rt u m b u h an b o b o t (% /h a ri ) Kalsium (mg/L CaCO3) 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00 1.10 1.20 1.30 1.40 0 100 200 La ju p e rt u m b u h an p a n ja n g (% h a ri ) Kalsium (mg/L CaCO3)
Penelitian Tahap II
Berdasarkan hasil pengamatan pada penelitian tahap pertama dilanjutkan penelitian tahap kedua. Percobaan tahap kedua bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh tingkat kalsium media yang berbeda terhadap kondisi fisiologis benih ikan patin siam. Hasil pangamatan pada penelitian tahap kedua didapatkan data tentang parameter kualitas air baik kimia maupun fisika, konsentrasi kalsium media dan tubuh ikan, sintasan, laju pertumbuhan bobot dan panjang harian, tingkat kerja osmotik, kadar glukosa darah, tingkat konsumsi oksigen dan efisiensi pakan.
Fisika Kimia Air
Nilai parameter fisika kimia air selama penelitian secara umum masih layak untuk mendukung sintasan dan perumbuhan ikan patin siam. Data hasil pengukuran parameter fisika dan kimia air dapat dilihat pada Tabel 2. Konsentrasi kalsium media pemeliharaan dan tubuh ikan meningkat dengan adanya peningkatan konsentrasi kalsium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi kalsium media dan tubuh ikan yang tertinggi pada perlakuan media bersalinitas 3 ppt dengan penambahan 100 mg/L CaCO3 (Tabel 3).
Tabel 2 Kisaran nilai parameter fisika kimia air pada setiap perlakuan selama penelitian Parameter Perlakuan A (0 mg/L) B (50 mg/L) C (100 mg/L) D (150 mg/L) Salinitas (ppt) 3 3 3 3 Suhu (0C) 30-31 30-31 30-31 30-31 pH (unit) 6,20-7,81 6,63-7,81 6,61-7,98 6,61-8,08 NH3 (mg/L) 0,01-0,1 0,01-0,07 0,01-0,05 0,01-0,03 Kesadahan (mg/L CaCO3) 309,5-354,5 377,7-389,7 409,7-420,9 450,9-467,4 DO (mg/L) 3,20-6,01 3,53-6,02 3,54-6,03 3,36-6,02
Tabel 3 Rata-rata konsentrasi mineral Ca2+ di media dan tubuh benih ikan patin siam pada setiap perlakuan selama penelitian
Perlakuan Ca 2+ media (mg/L) CaCO3Media (mg/L) Ca2+ tubuh (g/100g) A (3 ppt) 32,05 80,13 4021,8 B (3 ppt+50 mg/L CaCO3) 43,64 109,10 4497,6 C (3 ppt+100 mg/L CaCO3) 50,98 127,45 4565,3 D (3 ppt+150 mg/L CaCO3) 60,06 150,00 4048,7 Sintasan
Data sintasan benih ikan patin siam pada akhir penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. Sintasan pada perlakuan C (100 mg/L CaCO3) relatif lebih tinggi yaitu
97,78% dibandingkan perlakuan B (50 mg/L CaCO3), A (0 mg/L CaCO3) dan D
(150 mg/L CaCO3) yaitu 94,45 %, 92,78 % dan 91,67%. Hasil analisis ragam
menunjukkan bahwa tingkat kalsium media yang berbeda tidak mempengaruhi sintasan benih ikan patin siam (P>0,05; Lampiran 6)
Gambar 4 Rata-rata sintasan ikan patin siam selama penelitian
Laju Pertumbuhan Bobot dan Panjang Harian
Hasil pengukuran bobot pada setiap 10 hari sekali dapat dilihat pada Lampiran 7. Rata-rata laju pertumbuhan bobot harian selama penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan (P<0,05), yaitu laju pertumbuhan bobot harian perlakuan C (media bersalinitas 3 ppt dengan
10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00 0 50 100 150 92,78±2,55a94,45±2,25 a 97,78±2,55a 91,67±0,96a Si n ta sa n ( % ) kalsium (mg/L CaCO3)
penambahan 100 mg/L CaCO3) lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya
(Gambar 5; Lampiran 8).
Gambar 5 Rata-rata laju pertumbuhan bobot harian ikan patin siam selama penelitian
Hasil pengukuran panjang setiap 10 hari sekali dapat dilihat pada Lampiran 9. Rata-rata laju pertambahan panjang menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata antar perlakuan (P<0,05) yaitu perlakuan C (media bersalinitas 3 ppt dengan penambahan 100 mg/L CaCO3) menghasilkan laju pertambahan panjang tertinggi
dibandingkan perlakuan lainnya (Gambar 6).
Gambar 6 Rata-rata laju pertumbuhan panjang harian ikan patin siam selama penelitian 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 0 50 100 150 2,04±0,11a 2,42±0,07b 2,82±0,04c 2,27±0,02b La ju p e rt u m b u h an b o b o t ( % /h a ri ) Kalsium (mg/L CaCO3) 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 0 50 100 150 0,78±0,06a 0,90±0,04b 1,03±0,05c 0,81±0,04 ab La ju p ert u m b u h an p an ja n g (% /h a ri ) Kalsium (mg/L CaCO3)
Tingkat kerja osmotik
Hasil penelitian (Gambar 7; Lampiran 11) menunjukkan bahwa TKOs berbeda nyata antar perlakuan (P<0,05), yaitu TKOs pada perlakuan C (media bersalinitas 3 ppt dengan penambahan 100 mg/L CaCO3) lebih rendah
dibandingkan pada perlakuan lainnya (perlakuan A, perlakuan B dan perlakuan D).
Gambar 7 Rata-rata tingkat kerja osmotik ikan patin siam selama penelitian
Tingkat konsumsi oksigen
Hasil penelitian (Gambar 8) menunjukkan bahwa TKO berbeda nyata antar perlakuan (p<0,05; Lampiran 12), yaitu TKO pada perlakuan C (media bersalinitas 3 ppt dengan penambahan 100 mg/L CaCO3) lebih rendah
dibandingkan perlakuan lainnya (perlakuan A, perlakuan B dan perlakuan D). 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0 50 100 150 0,241±0,014c 0,199±0.014ab 0,187±0,004a 0,225±0,014bc Ti n gk a t K e rj a O sm o ti k (O sm o l/K g) Kalsium (mg/L CaCO3)
Gambar 8 Rata-rata tingkat konsumsi oksigen ikan patin siam selama penelitian
Glukosa Darah
Hasil penelitian (Gambar 9) menunjukkan ada perbedaan nyata (P<0,05; Lampiran 13) antar perlakuan terhadap kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah ikan patin siam pada perlakuan C (media 3 ppt dengan penambahan 100 mg/L CaCO3) lebih rendah dibandingkan kadar glukosa darah pada perlakuan lainnya
(perlakuan A, perlakuan B dan perlakuan D).
Gambar 9 Rata-rata kadar glukosa darah ikan patin siam pada selama penelitian 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0 50 100 150 0,44±0,05c 0,35±0,01ab 0,31±0,03a 0,37±0,01b T K O ( m gO 2/g r tu b u h ik a n /j a m ) Kalsium (mg/L CaCO3) 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 0 50 100 150 57,67±1,89c 50,43±1,78ab 45,88±1,76a 53,05±3,29bc G lu ko sa d ara h (m g/100 m l) Kalsium (mg/L CaCO3)
Efisiensi Pemanfaatan Pakan
Data hasil penelitian efisiensi pemanfaatan pakan pada setiap perlakuan selama penelitian disajikan pada Gambar 10 dan secara rinci jumlah konsumsi pakan terlampir (Lampiran 14). Efisiensi pemanfaatan pakan tertinggi dicapai pada perlakuan C (media bersalinitas 3 ppt dengan penambahan 100 mg/L CaCO3) yaitu 62,74% dibandingkan dengan perlakuan lainnya (perlakuan A,
perlakuan B dan perlakuan D).
Gambar 10 Rata-rata efisiensi pakan ikan patin siam selama penelitian
Pembahasan
Parameter fisika kimia air selama penelitian pada Tabel 2, masih layak untuk sintasan dan pertumbuhan ikan patin siam. Kisaran suhu selama penelitian relatif stabil yaitu berkisar antara 30-310C, hal ini dikarenakan pada saat penelitian menggunakan heater untuk menstabilkan suhu media. Menurut Handoyo et al. (2008) suhu media yang berkisar 26-310C masih layak untuk sintasan dan pertumbuhan ikan patin siam. Oksigen terlarut selama penelitian masih layak untuk sintasan dan pertumbuhan ikan patin siam yaitu berkisar 3,20-6,02 mg/L.
Rata-rata nilai kesadahan, pH dan kadar kalsium pada perlakuan penambahan kalsium 50, 100 dan 150 mg/L relatif lebih tinggi dibanding perlakuan tanpa penambahan kalsium. Penambahan kalsium CaCO3 ke dalam
media pemeliharaan (salinitas 3 ppt) mengakibatkan peningkatan kadar Ca2+ 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 0 50 100 150 44,74±4,17a 51,99±2,23a 62,74±2,38b 50,28±2,28a Ef is ie n si p ak a n (% ) Kalsium (mg/L CaCO3)
media sehingga nilai pH dan nilai kesadahan juga mengalami peningkatan. Mateen et al. (2004), menyatakan bahwa ikan akan tumbuh dengan baik pada berbagai tingkat kesadahan akan tetapi nilai kesadahan yang optimum yaitu 100-400 ppm. Nilai parameter kualitas air terhadap sintasan dan pertumbuhan ikan patin siam selama penelitian juga ditentukan oleh kondisi media pemeliharaan yang stabil karena selama penelitian berlangsung dilakukan pergantian air sebanyak 30% dari total volume air, oleh karena itu parameter fisika kimia air tidak mengalami fluktuasi yang signifikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar kalsium media relatif meningkat sesuai dengan peningkatan konsentrasi kalsium. Rata-rata kadar kalsium media berkisar 32,05 sampai dengan 60,06 mg/L (Tabel 3). Media bersalinitas dengan penambahan kalsium CaCO3 mempengaruhi kadar kalsium tubuh ikan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kadar kalsium tubuh ikan berkisar 4021,8-4565,3 mg/100g. Kadar kalsium tubuh ikan cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan konsentrasi penambahan CaCO3. Media bersalinitas 3 ppt dengan
penambahan kalsium 100 mg/L (perlakuan C) memiliki kadar kalsium tubuh yang relatif lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Peningkatan kadar kalsium didukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Guerreiro et al. (2004) yang menunjukkan bahwa penyerapan kalsium meningkat pada ikan yang dipaparkan pada media bersalinitas dengan penambahan kalsium dibandingkan ikan yang dipaparkan pada media bersalinitas tanpa penambahan kalsium.
Kadar kalsium tubuh ikan pada perlakuan D (150 mg/L CaCO3) relatif lebih
rendah dari perlakuan lainnya. Hasil penelitian Zaidy (2007) menunjukkan bahwa pada saat kadar kalsium lingkungan tinggi, jumlah HCO3 di lingkungan akan
rendah, sehingga HCO3 yang masuk ke tubuh akan terhambat bahkan sebaliknya
dapat keluar dari tubuh. Pertukaran kalsium antara tubuh dan lingkungan terjadi melalui insang. Sel klorida yang terdapat pada insang memiliki peran aktif dalam penyerapan kalsium. Jumlah sel chloride pada insang ikan akan meningkat seiring dengan menurunnya konsentrasi kalsium di lingkungan (Calta 2000).
Hasil pengamatan penelitian tahap pertama menunjukkan bahwa laju pertumbuhan bobot meningkat pada konsentrasi penambahan kalsium 100 mg/L CaCO3 dan mengalami penurunan pada konsentrasi 200 mg/L CaCO3. Perlakuan
kalsium dengan konsentrasi 100 mg/L CaCO3 menghasilkan rata-rata sintasan
tertinggi yaitu 97,78%, dari hasil tersebut maka ditetapkan konsentrasi 0, 50, 100, 150 mg/L CaCO3 untuk digunakan pada penelitian tahap kedua.
Hasil penelitian tahap kedua menunjukkan bahwa penambahan kalsium tidak memberikan pengaruh terhadap sintasan benih ikan patin siam selama penelitian. Hasil penelitian Kadarini (2009) menunjukkan bahwa penambahan kalsium dengan konsentrasi 0, 10, 20, 30 dan 40 mg/L Ca(OH)2 tidak memberikan
pengaruh terhadap kelangsungan hidup benih ikan balashark.
Sintasan benih ikan patin selama penelitian tahap kedua pada setiap perlakuan dari hasil analisis ragam tidak memberikan perbedaan yang nyata (P>0,05), namun demikian hasil pengamatan didapatkan bahwa sintasan pada perlakuan C yaitu 95,55% cenderung lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya (perlakuan A, perlakuan B dan perlakuan D).
Tingkat kalsium media pemeliharaan yang berbeda mempengaruhi laju pertumbuhan bobot dan panjang harian ikan patin (P<0,05). Laju pertumbuhan bobot dan panjang harian tertinggi terlihat pada perlakuan dengan konsentrasi penambahan kalsium 100 mg/L CaCO3 yaitu sebesar 2,82% dan 1,03% (Gambar
5 dan 6). Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Abbink et al. (2006) terhadap ikan sea bream Sparatus auratus yang dipelihara pada media bersalinitas 2,5 ppt (konsentrasi kalsium 0,7 mmol/L) yaitu ditemukan adanya hubungan korelasi positif antara konsentrasi plasma Ca2+dan PTHrP (Parathyroid hormone related
protein) dengan bobot tubuh ikan. PTHrP berperan sebagai hormon pertumbuhan
pada ikan dan menunjukkan bahwa energi untuk mengontrol hypercalcemia menurun dan massa tubuh meningkat sehingga meningkatkan juga laju pertumbuhan ikan.
Kousoulaki et al. (2010) menyatakan bahwa kalsium merupakan makro mineral utama untuk fisiologis mamalia dan ikan, mempengaruhi mineralisasi tulang, osmoregulasi dan proses enzimatik. Hasil penelitian (Gambar 7) menunjukkan bahwa perlakuan media salinitas 3 ppt dengan penambahan kalsium 100 mg/L CaCO3 menghasilkan tingkat kerja osmotik yang rendah. Hasil ini
mengindikasikan bahwa beban kerja enzim Na+, K+-ATPase relatif minimal dalam melakukan aktivitas pengangkutan Na+, K+ dan Cl- atau energi yang digunakan
untuk proses osmoregulasi juga akan relatif rendah sehingga porsi energi lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Arjona et al. (2009) bahwa keseimbangan osmoregulasi dapat dicapai melalui aktivitas enzim Na+, K+-ATPase yang efisien sehingga ikan mampu mempertahankan konsentrasi Na+ dan plasma osmolaritas.
Perbedaan osmolaritas media dan plasma cairan tubuh benih ikan patin yang disebabkan oleh media bersalinitas dan penambahan kalsium akan menentukan tingkat kerja osmotik (beban osmotik) ikan yang selanjutnya akan mempengaruhi sintasan dan pertumbuhan ikan patin siam. Tingkat kerja osmotik yang dialami benih ikan patin siam merupakan selisih antara osmolaritas media dan cairan tubuh, semakin tinggi selisih osmolaritas media dan cairan tubuh maka kerja osmotik yang dialami benih ikan patin siam akan semakin tinggi. Tingkat kerja osmotik diluar kisaran media isoosmotik akan menyebabkan benih ikan melakukan kerja osmotik yang tinggi untuk keperluan osmoregulasi sehingga porsi energi untuk pertumbuhan akan berkurang (Karim 2006).
Tingkat kerja osmotik pada media dengan penambahan kalsium 100 mg/L CaCO3 yaitu 0,187 Osmol/kg merupakan tingkat kerja osmotik yang
memberikan kinerja fisiologis terbaik terhadap sintasan dan pertumbuhan benih ikan patin siam. Hasil ini didukung oleh beberapa indikator fisiologis lainnya seperti tingkat konsumsi oksigen, kadar glukosa darah dan efisiensi pakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tekanan tingkat kerja osmotik 0,199 Osmol/kg, 0,241 Osmol/kg, dan 0,222 Osmol/kg, pertumbuhan dan efisiensi pemanfaatan pakan benih ikan patin siam rendah. Hasil ini mengindikasikan bahwa air bersifat hipoosmotik bagi benih ikan patin siam yang menyebabkan ikan tersebut harus melakukan kerja hiperosmotik untuk mempertahankan cairan tubuhnya. Media yang hipoosmotik dan kerja hiperosmotik yang besar akan mengakibatkan energi yang digunakan untuk osmoregulasi yang besar, sehingga porsi energi untuk pertumbuhan lebih kecil. Syakirin (1999 ) menyatakan bahwa pertumbuhan dan efisiensi pakan meningkat pada kondisi tingkat kerja osmotik yang rendah atau mendekati isoosmotik untuk ikan nila merah. Hasil penelitian Fitrani (2009) menunjukkan bahwa tingkat kerja osmotik yang rendah (mendekati
isoosmotik) yaitu 0.03 Osmol/kg memberikan pertumbuhan yang lebih baik untuk ikan patin.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tekanan tingkat kerja osmotik 0,199 Osmol/kg, 0,241 Osmol/kg, dan 0,222 Osmol/kg, glukosa darah dan tingkat konsumsi oksigen meningkat. Hasil ini mengindasikan bahwa benih ikan patin siam harus merespon tingkat kerja osmotik yang tidak sesuai untuk media tempat hidupnya. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan, bahwa media salinitas 3 ppt dengan penambahan kalsium dapat menurunkan tingkat kerja osmotik. Hasil penelitian Guerreiro et al. (2004) menunjukkan bahwa media bersalinitas dengan penambahan kalsium dapat menurunkan nilai osmolaritas. Karim (2006) menyatakan bahwa Ca2+ merupakan salah satu ion utama yang menentukan osmolaritas media.
Tingkat konsumsi oksigen pada awal penelitian secara umum lebih tinggi dibandingkan pada akhir penelitian. Hasil ini mengindikasikan bahwa ikan patin siam pada awal penelitian masih melakukan adaptasi atau penyesuaian terhadap media bersalinitas dengan penambahan kalsium dan tanpa penambahan kalsium. Hasil penelitian (Gambar 8; Lampiran 12) menunjukkan bahwa tingkat konsumsi oksigen tertiggi dihasilkan pada tingkat kalsium media 0 mg/L CaCO3 dan yang
terendah pada media dengan konsentrasi kalsium 100 mg/L CaCO3. Hasil ini
mengindikasikan bahwa energi yang digunakan untuk proses metabolisme relatif kecil dan sisa energi bisa dimanfaatkan untuk pertumbuhan. Affandi dan Tang (2002) bahwa tingkat konsumsi oksigen merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat metabolisme pada ikan. Selain itu konsumsi oksigen juga merupakan indikator yang menunjukkan tingkat metabolisme energetik.
Respon fisiologis ikan terhadap tekanan lingkungan seperti perubahan salinitas media dikategorikan kedalam 3 kelompok yaitu primer, skunder dan tersier (Barton 2002). Respon primer antara lain meningkatnya produksi katekolamin dan kortikosteroid, respon skunder berhubungan dengan metabolisme, pernafasan dan kardiovaskular sedangkan respon tersier yaitu pengaruh terhadap peforma organisme seperti perubahan terhadap pertumbuhan.
Respon stres primer d an skunder akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan sintasan.
Media salinitas dengan penambahan kalsium dapat mengurangi stres yaitu dilihat dari menurunnya kadar glukosa darah pada perlakuan media bersalinitas dengan penambahan kalsium jika dibandingkan perlakuan tanpa penambahan kalsium. Pada penelitian ini untuk mengetahui respon stres ikan patin siam terhadap tingkat kalsium media berbeda maka dilakukan pengamatan terhadap kadar glukosa darah pada setiap perlakuan. Hasil penelitian (Gambar 9) menunjukkan bahwa perlakuan media salinitas 3 ppt dengan penambahan kalsium media 100 mg/L CaCO3 merupakan perlakuan yang menghasilkan kadar glukosa
darah terendah sebesar 45,88 mg/100 ml. Hasil ini mengambarkan bahwa media dengan penambahan kalsium 100 mg/L CaCO3 merupakan kondisi yang optimum
untuk fisiologis ikan patin siam. Menurut Porchas et al. (2009) pada kondisi stres atau suboptimum (internal atau eksternal) sel kromaffin akan melepaskan hormon katekolamin yang merupakan hormon stres yang berhubungan dalam mobilisasi kortisol dan peningkatan glukosa darah. Hasil penelitian Arjona et al. (2009) menunjukkan bahwa tingkat kerja osmotik memberikan pengaruh terhadap kadar glukosa darah ikan.
Media salinitas dengan penambahan kalsium (CaCO3) mempengaruhi
persentase efisiensi pemanfaatan pakan (P<0,05) dibandingkan media salinitas tanpa penambahan kalsium. Hasil penelitian (Gambar 10) pada media salinitas dengan penambahan kalsium 100 mg/L CaCO3 menunjukkan persentase efisiensi
pemanfaatan pakan tertinggi yaitu 62,74 %. Hasil ini sejalan dengan tingkat kerja osmotik yang rendah (media mendekati isoosmotik) dan minimalnya tingkat konsumsi oksigen standar. Mahmudi (1991) menyatakan bahwa kondisi media yang isoosmotik mampu memaksimalkan konsumsi pakan dan mengefisienkan pemanfaatan pakannya. Hasil penelitian Imsland et al. (2008) bahwa pada kondisi lingkungan yang isoosmotik proses sintesis enzim-enzim pencernaan berjalan dengan baik sehingga proses pencernaan juga berjalan dengan lancar, dalam keadaan demikian maka akan meningkatkan efesiensi pakan dan pertumbuhan.