• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Jembatan Analogi dalam Pembelajaran Kimia untuk Membantu Pemahaman Aspek Mikroskopik Siswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Model Jembatan Analogi dalam Pembelajaran Kimia untuk Membantu Pemahaman Aspek Mikroskopik Siswa"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Baiq Asma Nufida

Program Studi Pendidikan Kimia IKIP mataram Email: Baiq.asma@gmail.com

Abstract: Microscopic representation plays important role for comprehensive and meaningfull chemistry understanding. However, microscopic representation content abstract explanation that mostly student are difficult to understands. Another alternative to solve this problem by implementing Analogical Bridge model. This study conducted to find out the influence of Analogical Bridge model implementation on student’s microscopic comprehension. It is a quassy experimental study with pretest posttest nonequivalent control group design. The population consist all students of the XI IPA in SMAN 2 Praya year 2010/2011. Sample are selected by considering two naturally intact group with equivalent prior abilities, then XI IPA 4 is defined as an experimental group (treated by Analogical Bridge model) and XI IPA 3 is defined as a control group (treated by conventional model). Data of student’s microscopic comprehension are collecting by test method. Data analyze using analysis of covarian (ancova) with pretest score as covarian. The result showed that Analogical Bridge model is significantly influence the student’s microscopic comprehension (p < 0.05) which are experimental group posttest score are higher than control group. The research findings suggested to use Analogical Bridge model to help student on understanding microscopic representation of chemistry.

Abstrak: Aspek mikroskopik memegang peranan penting dalam pemahaman ilmu kimia secara utuh dan bermakna namun aspek ini memuat kajian kimia yang bersifat abstrak sehingga sulit dipahami oleh sebagian besar siswa. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka diterapkan pembelajaran dengan model Jembatan Analogi untuk membantu siswa memahami aspek mikroskopik tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model Jembatan Analogi terhadap pemahaman aspek mikroskopik siswa. Penelitian ini merupakan kuasi eksperimen dengan rancangan Non-equivalent Pretest Posttest Control Group

Design. Populasi penelitian adalah siswa kelas XI IPA SMA Negeri 2 Praya tahun akademik 2010/2011.

Penentuan sampel dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan awal yang setara diperoleh kelas XI IPA 4 sebagai kelas eksperimen yang diajar dengan model Jembatan Analogi dan XI IPA 3 sebagai kelas kontrol yang diajar dengan model konvensional. Pengumpulan data dilakukan dengan metode tes untuk mengetahui pemahaman aspek mikroskopik siswa dan metode angket untuk mengetahui gaya belajar siswa. Selanjutnya data dianalisis menggunakan teknik Anakova dengan skor pretes sebagai kovariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model Jembatan Analogi berpengaruh secara signifikan terhadap pemahaman aspek mikroskopik siswa (p < 0,05) dimana rerata skor postes kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Dengan demikian disarankan agar model jembatan analogi dapat digunakan untuk membantu siswa dalam memahami kajian aspek mikroskopik pada ilmu kimia.

Kata kunci: Analogi, Aspek Mikroskopik Pendahuluan

Pembelajaran kimia secara utuh dan ber-makna memerlukan keterkaitan ketiga aspek kajian ilmu kimia yaitu aspek makroskopik, aspek mikroskopik dan aspek simbolik. Pemahaman seseorang terhadap ilmu kimia ditunjukkan oleh kemampuannya dalam menghubungkan ketiga aspek kajian ter-sebut. Aspek mikroskopik merupakan faktor

kunci pada kemampuan tersebut. Ketidak-mampuan merepresentasikan aspek mikros-kopik dapat menghambat kemampuan me-mecahkan permasalahan yang terkait dengan fenomena makroskopik dan aspek simbolik (Farida, 2009).

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pemahaman siswa terhadap aspek mikroskopik materi kimia masih tergolong rendah. Kesulitan dalam memahami aspek

(2)

mikroskopik antara lain dikarenakan aspek ini menjelaskan tentang konsep kimia yang abstrak karena meninjau kimia dari segi partikulat (atom, ion dan molekul). Oleh karenanya siswa menengah yang masih berada pada taraf berpikir peralihan (dari taraf berpikir konkret ke taraf berpikir formal) akan mengalami kesulitan untuk memahaminya. Ron dkk (dalam Fajaroh, 2002) mengungkapkan bahwa sekitar 25-75% siswa SMA dan mahasiswa belum mencapai taraf berpikir formal yang dibutuhkan untuk memahami konsep-konsep yang bersifat abstrak. Selain itu seringkali guru mengajarkan ilmu kimia hanya sampai pada tingkat makroskopik (cenderung meng-hafal fakta) dan simbol saja. Pembelajaran yang berlangsung kurang memperhatikan pentingnya pemahaman aspek mikroskopik dari konsep. Bahkan Sopandi dkk (2008) menemukan bahwa buku teks yang digu-nakan dalam kegiatan pembelajaran masih kurang mampu menyentuh aspek mikros-kopik malah cenderung memuat miskon-sepsi.

Dengan adanya serangkaian temuan di atas maka penulis menawarkan suatu alternatif untuk membantu siswa dalam memahami aspek mikroskopik pada materi pelajaran kimia yaitu dengan menggunakan model Jembatan Analogi. Dikatakan model Jembatan Analogi karena analogi yang diberikan bertujuan untuk men”jembatan”i siswa dalam memahami aspek mikrokopik yang merupakan “jembatan” antara aspek makrokopik dan aspek simbolik. Model Jembatan Analogi dikembangkan berdasar-kan teori belajar konstruktivis. Analogi merupakan perbandingan antara dua hal yang berbeda yang menunjukkan kemiripan

dalam satu atau lebih aspek-aspek yang dibandingkan (Glynn, 1995). Analogi dapat membantu siswa memahami konsep baru dengan menggunakan kemiripan yang dimi-liki oleh konsep yang telah diketahuinya.

Penggunaan analogi dapat membantu siswa dalam memvisualisasikan struktur dan proses dalam ilmu kimia yang sebagian besar merupakan hal yang sulit untuk diinderai dan dibayangkan oleh siswa atau bersifat abstrak. Apabila penggunaan ana-logi dilakukan secara tepat maka akan sangat membantu siswa dalam memahami konsep, namun bila digunakan secara sem-barangan tanpa suatu perencanaan malah akan menimbulkan miskonsepsi. Miskon-sepsi dapat terjadi apabila siswa tidak menyadari tentang keterbatasan analogi yang digunakan. Oleh karena itu model Jembatan Analogi disusun dalam enam langkah pembelajaran yang dimaksudkan untuk memberikan pemahaman pada siswa sekaligus menghindari terjadinya miskon-sepsi. Keenam sintak tersebut yaitu (1) memperkenalkan konsep target; (2) me-nyampaikan analogi; (3) mengidentifikasi sifat-sifat analogi dan konsep target; (4) memetakan kesamaan sifat analogi dengan konsep target; (5) mengidentifikasi sifat analogi-target yang tidak relevan; dan (6) membuat kesimpulan (Glynn, 1995). Ber-dasarkan pemikiran tersebut yang meng-inspirasi penulis untuk melakukan kajian pembelajaran guna mengetahui pengaruh dari penerapan model jembatan analogi terhadap pemahaman aspek mikroskopik siswa

(3)

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan kuasi eksperimen dengan rancangan Non-equivalent Pretest Posttest Control Group Design. Populasi penelitian meliputi seluruh siswa kelas XI IPA di SMA Negeri 2 Praya tahun akademik 2010/2011. Pengambilan sampel dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan awal siswa yang setara sehingga ditentukan kelas XI IPA 3 dan XI IPA 4 sebagai sampel penelitian. Kelas XI IPA 4 terdiri dari 51 orang siswa (11 laki-laki dan 29 perempuan) ditentukan secara acak sebagai kelas eksperimen sementara kelas XI IPA 3 yang terdiri dari 51 orang siswa (16 laki-laki dan 25 perempuan) dipilih sebagai kelas kontrol.

Penelitian dimulai dari tahap peren-canaan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan (berupa bahan ajar analogi dan non-analogi, RPP) dan inst-rumen penelitian berupa tes pemahaman aspek mikroskopik siswa. Tes pemahaman aspek mikroskopik berupa soal essay yang digunakan untuk mengetahui pemahaman aspek mikroskopik siswa sebelum dan se-sudah perlakuan. Instrumen penelitian telah melalui proses validasi konstruk dan uji coba. Selanjutnya tahapan pelaksanaan pe-nelitian, untuk pengumpulan data, dilakukan dengan memberikan pretes (sebelum per-lakuan) setelah itu diberikan perlakuan dimana kelas eksperimen mendapatkan pem-belajaran dengan model Jembatan Analogi dan kelas kontrol dengan model konven-sional, selanjutnya kedua kelas diberikan postes. Data yang telah terkumpul selan-jutnya dianalisis menggunakan teknik anali-sis kovarian yang sebelumnya telah

dilaku-kan uji asumsi awal berupa uji normalitas, homogenitas varian dan linieritas.

Hasil dan Pembahasan

Hasil tes pemahaman aspek mikroskopik pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan yang meliputi skor pretes dan postes. Pretes diberikan untuk mengetahui pengetahuan awal siswa sebelum diberikan perlakuan dan postes untuk mengetahui pemahaman aspek mikroskopik siswa setelah diberikan perlakuan. Secara ringkas hasil pretes dan postes disajikan pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Deskripsi Hasil Pretes dan Postes Kelompok perlakuan Pretes Postes Rata-rata Standar deviasi Rata-rata Standar deviasi Kelas eksperimen 23,84 8,08 70,62 14,11 Kelas control 20,51 8,88 60,68 15,09

Berdasarkan Tabel 1 secara deskriptif dapat dilihat bahwa kemampuan awal (skor pretes) siswa kelas eksperimen maupun kelas kontrol hampir sama namun pada skor postes terdapat perbedaan rerata yang menunjukkan bahwa siswa pada kelas eksperimen memiliki pemahaman aspek mikroskopik yang lebih tinggi dibandingkan siswa di kelas kontrol. Untuk meneliti pengaruh dari model pembelajaran maka dilakukan statistik inferensial menggunakan teknik anakova.

Hasil analisis statistik dengan teknik anakova dilakukan dengan melibatkan skor pemahaman aspek mikroskopik siswa (va-riabel terikat), model pembelajaran (va(va-riabel bebas) dan skor pretes siswa (kovariat) seperti ditunjukkan pada Tabel 2.

(4)

Berdasar-kan hasil analisis pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai Fhitung = 12,200 dan nilai signifikansi = 0,01 dengan taraf signifikansi 5% maka p < 0,05 sehingga dinyatakan bahwa ada perbedaan skor postes siswa yang diajar dengan model Jembatan Analogi dengan siswa yang diajar dengan model konvensional. Skor postes menggambarkan

pemahaman aspek mikroskopik siswa maka dapat dikatakan ada pengaruh model pem-belajaran terhadap pemahaman aspek mik-roskopik siswa, dimana penerapan model jemabatan analogi pada kelas eksperimen memberikan hasil pemahaman aspek mik-roskopik yang lebih tinggi dibanding kelas kontrol.

Tabel 2. Hasil Uji Statistik Anakova Skor Postes

Source Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Corrected Model 18996.921a 2 9498.460 200.561 .000 Intercept 13010.361 1 13010.361 274.715 .000 PRETES 16505.523 1 16505.523 348.515 .000 MODEL 577.810 1 577.810 12.200 .001 Error 4641.238 98 47.360 Total 458330.000 101 Corrected Total 23638.158 100

Pembelajaran dengan model Jembatan Analogi memberikan pengaruh yang sig-nifikan untuk meningkatkan pemahaman siswa akan aspek mikroskopik pada pem-belajaran kimia. Model Jembatan analogi terdiri dari enam langkah pembelajaran (sintaks) yaitu: (1) memperkenalkan konsep kimia yang sedang dipelajari; (2) memper-kenalkan analogi, (3) mengidentifikasi fitur-fitur analogi dan konsep; (4) memetakan kesamaan antara analogi dan konsep; (5) mengidentifikasi perbedaan antara analogi dan konsep; (6) menarik kesimpulan mengenai konsep yang dipelajari.

Tahapan pertama dalam model Jem-batan Analogi adalah memperkenalkan konsep kimia pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan yang memuat aspek mikroskopik yaitu proses pelarutan, tipe larutan berdasarkan tingkat kejenuhannya dan kelarutan, kesetimbangan pada larutan jenuh, pengaruh ion senama terhadap kela-rutan, dan reaksi pengendapan. Kegiatan ini

dilaksanakan baik di kelas eksperimen maupun kelas kontrol hanya saja penyajian materi pada kelas kontrol lebih detail sementara di kelas eksperimen berupa gam-baran umum saja. Pada kedua kelas teramati bahwa siswa kurang tertarik pada materi kimia yang bersifat konsep teoritis apalagi yang bersifat abstrak. Mereka cenderung lebih senang mempelajari materi kimia yang bersifat perhitungan. Alasannya adalah se-lama ini mereka mempelajari kimia yang hanya lebih menitikberatkan pada per-hitungan kimia sehingga mereka terbiasa mempelajari kimia dalam bentuk perhi-tungan kimia.

Tahapan kedua yaitu memperkenal-kan analogi yang meliputi analogi semut (proses pelarutan); analogi bus (tipe larutan, kelarutan dan reaksi pengendapan); analogi perpindahan penduduk (kesetimbangan laru-tan jenuh) dan analogi penduduk baru (pengaruh ion senama). Ada sebagian siswa yang terlihat bingung, mereka belum

(5)

me-nangkap hubungan antara analogi dengan konsep yang dipelajarinya bahkan ada yang belum mendapat gambaran mengenai ana-logi yang disampaikan. Namun ada juga yang terlihat mengangguk-angguk yang me-nandakan mereka sudah mendapat gambaran mengenai aspek mikroskopik tersebut.

Selanjutnya pada tahapan mapping analogi, hubungan antara analogi dengan konsep diperjelas sehingga siswa dibiasakan untuk menghubungkan (mencari hubungan yang relevan) antara analogi dan konsep. Melalui kegiatan ini siswa dilatih untuk mengkonkretkan aspek mikroskopik yang bersifat abstrak, karena pada tahapan mapping siswa merincikan (elaborasi) ciri-ciri (fitur) analogi yang sesuai dengan fitur konsep melalui hubungan korespondensi satu-satu. Sebagaimana diungkapkan oleh Nur (2005) bahwa analogi merupakan suatu strategi belajar elaborasi. Selain itu Jee dkk (2010) menemukan bahwa tahapan meng-identifikasi persamaan dan perbedaan ana-logi (dalam kegiatan mapping) dapat meng-arahkan pembelajaran menjadi lebih baik. Selain memetakan kesamaan analogi dan konsep sehingga konsep abstrak bisa dikonkretkan, tahapan mapping juga meli-puti kegiatan mengidentifikasi perbedaan analogi-konsep untuk menghindari terjadi-nya interpretasi yang terlalu jauh akibat penggunaan analogi. Tidak ada analogi yang sempurna, setiap analogi memiliki keter-batasan yang harus dijelaskan pada siswa agar tidak terjadi miskonsepsi. Hal ini yang ditemukan ketika mengajarkan konsep kesetimbangan dalam larutan jenuh. Siswa menganggap bahwa yang berubah hanyalah jumlah reaktan dan produk, sehingga perlu diperjelas bahwa perubahan jumlah reaktan

dan produk harus berlangsung dengan kecepatan yang sama. Dengan menjelaskan perbedaan ini, siswa akan semakin mema-hami konsep.

Tahapan model Jembatan Analogi yang mencakup tahapan mengidentifikasi fitur analogi dan konsep, mencari persamaan dan perbedaan antara analogi dengan kon-sep, ketiga tahapan ini digabung dalam kegiatan mapping analogi. Tahapan terakhir yaitu menarik kesimpulan terkait konsep yang dipelajari. Siswa kelas eksperimen lebih mampu menjelaskan kembali konsep yang mereka pelajari dibandingkan dengan kelas kontrol. Mereka lebih lancar menge-mukakan kesimpulannya dibanding kelas kontrol. Selain itu ketika mereka ditanyakan konsep yang dipelajari pada pertemuan sebelumnya, siswa kelas eksperimen lebih mampu menceritakan/menjelaskan kembali atau dapat dikatakan mereka mengingat materi yang sudah dipelajarinya lebih lama. Hal ini sesuai dengan temuan Calik dkk (2008) tentang daya retensi siswa lebih tinggi dengan pembelajaran analogi. Se-dangkan kelas kontrol yang hanya men-dengarkan penjelasan guru, memiliki daya retensi yang lebih rendah. Mereka lebih sulit mengingat kembali (recall) materi yang telah dipelajari sebelumnya. Perbedaan ini disebabkan pada pembelajaran dengan analogi, siswa memiliki penautan informasi baru dengan hal yang sudah mereka pahami sehingga memudahkan informasi baru untuk ditransfer dalam memori jangka panjang (long term memory). Dengan demikian mereka memiliki recall yang lebih baik ketika informasi tersebut dipanggil kembali.

(6)

Simpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pemba-hasan maka dapat disimpulkan bahwa model Jembatan Analogi berpengaruh secara signi-fikan terhadap pemahaman aspek mikros-kopik siswa dimana rerata pemahaman aspek mikroskopik siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibanding kelas kontrol.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka diajukan beberapa saran yang perlu dipertimbangkan antara lain: 1. Gunakan analogi sederhana yang mudah

dipahami siswa untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam mema-hami materi-materi kimia yang bersifat abstrak

2. Pada penelitian selanjutnya agar mengu-kur kemampuan berpikir kreatif siswa sebelum dan sesudah pembelajaran de-ngan analogi karena analogi merupakan teknik sinektik untuk melatih kemam-puan berpikir kreatif.

Daftar Pustaka

Calik, M., Ayas, A. dan Coll, R.K. 2009. Investigating The Effectiveness Of An Analogy Activity In Improving Students’ Conceptual Change For Solution Chemistry Concepts. Inter-national Journal Of Science And Mathematics Education 7: 651-676.

Fajaroh, F., Nazriati., Herunata. 2002. Dampak Pembelajaran Kimia yang Menggunakan Model Penggambaran Mikroskopik terhadap Hasil Belajar Siswa SMA. Lemlit UM.

Farida. 2009. The Importance Of Develop-ment Of Representational Compe-tence In Chemical Problem Solving Using Interactive Multimedia. Maka-lah Disajikan pada Seminar Inter-nasional Pendidikan IPA–3 yang Diselenggarakan oleh Sekolah Pasca-sarjana Program Studi IPA–UPI Bandung.

Glynn, S. 1995. Using Analogies to Explain Scientific Concepts. Journal of The Science Teacher pp. 25-27.

Jee, B. D., Uttal, D. H., Gentner, D., Manduca, C., Shipley, T., Tikoff, B., Ormand, C. J., dan Sageman, B. 2010. Analogical Thinking In Geosciences Education. Journal Of Geoscience Education pp.2-13. Nur, M. 2005. Strategi-strategi Belajar.

Surabaya: Universitas Negeri Sura-baya Pusat Sains dan Matematika Sekolah

Sopandi, W., Rohman, I., Sukmawati, W., Yuliani, E. T., Nuraeni, A., Turyani, I. dan Aryani, M. 2008. Microscopic Level Explanation In Chemistry Textbooks. Proceeding The Second International Seminar on Science Education.

Referensi

Dokumen terkait

Perancangan sensor pendeteksi garis terdiri dari tujuh buah sensor yang terletak pada sisi depan robot dan pada sisi tengah robot.. Sisi depan robot terdiri dari lima

Sebuah Disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan (Dr.) pada Sekolah Pascasarjana. © Abdul Rohman 2014 Universitas

Hasil akhir yang di peroleh dari data tersebut adalah sebagai berikut : nilai t-hitung sebesar 20,2143, lebih besar dari nilai t-tabel pada taraf signifikan 5% sebesar 0,404 dan

Plot yng Hawthorne gambarkan tersebut adalah sebuah fiksi yang dapat diterima oleh para pembaca sebagai contoh yang baik untuk tidak menirunya.. Jadi sesuai dengan fungsi

pada suatu beban isolasi sama dengan atau lebih besar dari pada kekuatan.. dielektrik bahan

Dari pengertian-pengertian di atas dapat diketahui bahwa kualitas adalah ukuran kebaikan dari suatu produk baik barang maupun jasa yang dapat memenuhi

jenis dominan pada suatu tingkat pertumbuhan tidak selalu dominan pada tingkat pertumbuhan yang lain. Jenis vegetasi pada tingkat pohon didominasi oleh Castanopsis

Kegiatan yang mengakibatkan dampak pada lebih dari 200 orang atau 40 KK, atau melibatkan pemindahan Iebih dari 100 orang atau 20 KK, harus didukung dengan Rencana Tindak