• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (genus Glycine) merupakan jenis tanaman pangan yang tergolong

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. Kedelai (genus Glycine) merupakan jenis tanaman pangan yang tergolong"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kedelai (genus Glycine) merupakan jenis tanaman pangan yang tergolong ke dalam tanaman polong-polongan. Biji kedelai merupakan bahan baku utama pembuatan makanan pokok khas bangsa Asia bagian Timur, seperti China, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, hingga ke kawasan Asia Tenggara. Di Indonesia sudah sejak lama biji kedelai dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan tahu dan tempe sebagai salah satu makanan pokok untuk mensuplai kebutuhan protein nabati.

Ada dua macam jenis tanaman kedelai yang masing-masing memiliki karakteristik sebagai tanaman pangan, yaitu kedelai putih (Glycine max) dan kedelai hitam (Glycine soja). Kedelai putih memiliki biji kedelai berwarna kuning atau putih atau agak hijau. Jenis kedelai putih merupakan jenis tanaman subtropik yang biasanya tumbuh di wilayah China dan Jepang (dan wilayah subtropik lainnya seperti Amerika). Sedangkan kedelai hitam yang memiliki biji kedelai berwarna hitam merupakan jenis tanaman tropik yang ditemukan di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Kedelai putih yang sebenarnya paling digemari, karena memiliki biji yang lebih besar, serta lebih mudah untuk diolah menjadi tahu ataupun tempe (Kusuma, 2012).

Tahu dan tempe sudah akrab di lidah orang Indonesia sejak lama. Makanan hasil variasi olahan kacang kedelai ini pun menjadi makanan yang populer karena harganya yang relatif terjangkau untuk dikonsumsi masyarakat dari berbagai lapisan, mulai dari masyarakat kelas bawah, masyarakat kelas

(2)

menengah, hingga masyarakat kelas atas. Bahkan seperti diberitakan, tahu dan tempe mulai digemari beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Jepang, dan lain–lain karena rasanya yang nikmat serta bergizi tinggi. Hal yang menarik dari keberadaan industri tahu dan tempe adalah skala industrinya yang kebanyakan masih berupa industri kecil dan menengah yang berproduksi dengan metode tradisional, padahal daya beli masyarakat untuk produk ini relatif tinggi. Meskipun didalam persaingan dengan makanan luar negeri, tahu dan tempe tetap eksis di pasaran. Pasar untuk produk ini pun tergolong cukup luas, namun biasanya konsumen tahu dan tempe merupakan kalangan menengah ke bawah (Anonim, 2011).

Industri skala rumah tangga yang mengembangkan usaha tahu tempe di kota Denpasar dan sekitarnya mencapai lebih dari 210 orang, setiap harinya memanfaatkan kedelai sebagai bahan baku rata-rata 100-150 kg/orang. Kopti selama ini menangani sekitar 100-150 ton keperluan anggotanya setiap bulan dengan mendatangkan kedelai dari Surabaya, Jawa Timur. Selebihnya ditangani oleh distributor yang siap memenuhi kebutuhan mereka. Persediaan bahan baku kedelai sebenarnya tidak masalah, cuma harganya cukup mahal, selama ini masih menyiasatinya dengan mengecilkan ukuran tidak menaikkan harga.

Andil produksi kedelai lokal di Bali dalam memenuhi kebutuhan bahan baku kedelai sangat kecil hanya sekitar 10 sampai 15 persen dan sisanya dipenuhi oleh kedelai yang didatangkan dari Surabaya. Kopti Bali setiap bulannya harus menyediakan 600-750 ton kedelai keperluan pelanggannya, sehingga sanggup menampung berapapun banyaknya kedelai yang dihasilkan petani di daerah ini. Bahan baku lokal itu sangat penting mengingat selama ini sangat tergantung dari

(3)

kedelai non lokal. Kedelai lokal memang harganya lebih murah dari kedelai non lokal. Kedelai non lokal kualitasnya lebih baik, bersih dan mengembang lebih besar untuk dijadikan bahan baku tempe. Sementara kedelai lokal kurang bersih, karena terkadang bercampur dengan kerikil. Demikian pula kualitas kedelai lokal lebih rendah, karena kandungan kadar airnya cukup tinggi, karena petani memanen lebih awal, sehingga buah kedelai belum matang. Panen kedelai lokal juga tidak berkesinambungan, panen hanya terbatas di daerah tertentu dengan areal yang tidak begitu luas (Anonim 2013).

Tabel 1.1 Produksi Kedelai Provinsi Bali Menurut Kabupaten/Kota (ton) tahun 2010-2014 Kabupaten/kota 2010 2011 2012 2013 2014 Jembrana 1061 3252 3052 1702 3248 Tabanan 514 1033 1472 733 684 Badung 1142 1206 393 1905 1219 Gianyar 756 445 948 523 1467 Klungkung 1599 1868 1794 2150 976 Bangli 77 46 31 15 11 Karangasem 99 44 251 39 90 Buleleng 198 149 156 36 43 Denpasar 108 461 114 327 449 Bali 5555 8503 8210 7433 8187

Sumber : BPS Provinsi Bali (2015)

Berdasarkan data di atas, produksi kedelai di Bali pada tahun 2014 tercatat sebesar 8.187 ton biji kering atau naik 754 ton biji kering (10,14 persen). Kenaikan produksi kedelai terjadi pada subround II (Mei Agustus) sebesar 1.805 ton biji kering (43,47 persen). Sebaliknya, pada subround I (Januari April) mengalami penurunan sebesar 413 ton biji kering (54,85 persen) dan subround III (September Desember) turun sebesar 638 ton biji kering (25,24 persen). Kendati luas panen kedelai turun 248 hektar (4,42 persen), namun terjadi peningkatan produktivitas sebesar 2,02 kw/ha (15,23 persen) terutama di Kabupaten Jembrana

(4)

karena adanya program SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu) seluas seribu hektar, sehingga mampu mendorong peningkatan produksi kedelai.

Peningkatan produksi kedelai selama periode tahun 2013 - 2014 terjadi di lima kabupaten/kota, yakni Kabupaten Gianyar sebesar 943 ton biji kering (179,96 persen), Kabupaten Karangasem sebesar 50 ton biji kering (125,00 persen), Kabupaten Jembrana sebesar 1.546 ton biji kering (90,83 persen), Kabupaten Denpasar sebesar 123 ton biji kering (37,73 persen), dan Kabupaten Buleleng sebesar 7 ton biji kering (19,44 persen).

Bila dilihat dari kontribusinya, dari total produksi kedelai di tahun 2014 yang mencapai 8.187 ton biji kering tersebut, Kabupaten Jembrana memberi kontribusi (share) tertinggi sebesar 39,67 persen atau 3.248 ton biji kering. Kabupaten Gianyar menempati posisi kedua dengan share sebesar 17,92 persen atau 1.467 ton biji kering, dan Kabupaten Badung di posisi ketiga dengan share sebesar 14,89 persen atau 1.219 ton biji kering. Sedangkan share kabupaten/kota lainnya berada pada posisi di bawah 14 persen. Sementara itu, pola panen kedelai pada tahun 2014 relatif sama dengan pola panen di tahun 2012 dan 2013. Puncak panen kedelai di tahun 2014 maupun tahun 2013 terjadi di bulan Juli, sedangkan di tahun 2012 terjadi di bulan Juni.

Industri Makmur Jaya yang berada di kota Denpasar Barat adalah salah satu perusahaan yang bergerak pada industri tahu dan tempe, dengan menggunakan kedelai sebagai bahan baku produksinya. Industri Makmur Jaya memiliki permintaan dalam wilayah Kota Denpasar Barat dan di daerah pasar Kuta. Pemenuhan kebutuhan permintaan yang semakin besar maka industri Makmur Jaya biasanya dalam sekali memesan bahan baku kedelai sejumlah dua

(5)

ton, yang dipergunakan kurang lebih selama tiga minggu. Dalam sekali produksi biasanya perusahaan menggunakan kurang lebih 100 kg kedelai yang nantinya diolah menjadi tahu dan tempe. Persediaan bahan baku tersebut ada kalanya tidak dapat mencukupi kebutuhan pelanggan yang terus meningkat sehingga perusahaan melakukan pemesanan kembali yang menimbulkan adanya biaya tambahan, sebaliknya pada saat tertentu industri tahu tempe Makmur Jaya mengalami kelebihan stok bahan baku, hal ini disebabkan berkurangnya permintaan terhadap tahu dan tempe dari konsumen. Selain itu keterlambatan persediaan bahan baku di distributor juga menghambat proses produksi tempe tahu industri Makmur Jaya.

Kebutuhan tahu dan tempe di Provinsi Bali masih kurang aman dan masyarakat Bali sangat khawatir mengenai kenaikan harga kedele yang melambung tinggi yang berhimbas pada pasokan tahu dan tempe. Menurut Pak Sundoyo pemilik usaha tahu dan tempe mengatakan di tahun 2015 harga kedelai Rp 9.000,- dan hari ini harga kedelai mencapai Rp 11.000,-. Masih bisa mencukupi kebutuhan masyarakat Bali. Selain itu, bahwa pangsa pasar dalam negeri akan terus tumbuh seiring dengan peningkatan permintaan akan konsumsi penduduk. Harga kedelai yang antraktif menjadi perangsang bagi petani untuk berproduksi, disisi lain menjadi kendala bagi industri berbahan baku kedelai.

Hal inilah yang melatar belakangi penelitian “Profil Usaha Industri Kecil Tahu dan Tempe “Makmur Jaya” Di Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar. Untuk mengetahui profil usaha industri kecil, sistem pemasaran, dan pendapatannya dalam usaha tahu dan tempe.

(6)

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana profil usaha industri kecil tahu dan tempe “Makmur Jaya” Di Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar ?

2. Bagaimana pendapatan usaha industri kecil tahu dan tempe “Makmur Jaya” Di Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar ?

3. Bagaimana saluran pemasaran tahu dan tempe “Makmur Jaya” Di Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui :

1. Profil usaha industri kecil tahu dan tempe “Makmur Jaya” Di Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar.

2. Besarnya pendapatan usaha industri kecil tahu dan tempe “Makmur Jaya” Di Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar.

3. Saluran pemasaran tahu dan tempe “Makmur Jaya” Di Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar.

1.4 Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :

1. Pemilik modal yang ingin membuat usaha industri kecil tahu dan tempe. 2. Para peneliti yang berminat dalam penelitian yang terkait dengan industri kecil

tahu dan tempe.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah profil usaha industri kecil tahu dan tempe “Makmur Jaya” Di Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar yang meliputi, ketersediaan bahan baku dan bahan penolong, sistem produksi, proses

(7)

produksi, jenis produksi dan biaya produksi, pendapatan usaha industri kecil, saluran pemasaran.

Referensi

Dokumen terkait

Mikroorganisme yang dominan akan pula memiliki kandungan quinon mikroba yang tinggi serta menunjukkan aktivitas yang tinggi dalam mendegradasi bahan organik pada air limbah

Disaat yang bersamaan, brand smartphone realme, dengan mayoritas produk yang ditawarkan berada di segmentasi kelas menengah, berhasil masuk ke dalam 5 besar smartphone

Kelemahan penggunaan teknik ini adalah relatif sukar, jumlah protoplas yang dihasilkan tidak banyak, keefektifannya dibatasi hanya pada sel-sel yang dapat diplasmolisa

Hubungan Net Stable Funding Ratio terhadap Return on Assets adalah apabila bank menerima pendanaan yang stabil dari pihak ketiga, maka dapat meningkatkan laba

Pengolahan Tahu-tempe adalah berasal dari salah satu komoditas pangan strategis yakni kedelai yang merupakan komoditas dengan proyeksi pertumbuhan produksi paling kecil, yaitu

Oleh karena itu, analisis profil protein pada beberapa varietas tanaman kedelai ini perlu dilakukan yang nantinya diharapkan dapat mengetahui varietas-varietas kedelai

Jika koefisien nilai keragaman genetik tinggi maka faktor genetik yang lebih dominan dari pada faktor lingkungan pada penampilan suatu tanaman. Nilai keragaman genetik tinggi

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini adalah keterampilan mengajar guru menurut persepsi siswa dan motivasi belajar berhubungan dengan hasil