PENDIDIKAN KARAKTER MULTIDIMENSI SEBAGAI
APLIKASI KONSEP MERDEKA BELAJAR DALAM
MENYAMBUT BONUS DEMOGRAFI
Aris Armeth Daud Al Kahar
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Manado e-mail: [email protected]
Abstrak
Pendidikan karakter bangsa adalah satu langkah persiapan yang harus dilakukan untuk menyambut bonus demografi. Untuk menjadikan bangsa berkarakter, diperlukan adanya langkah yang strategis guna membangun bangsa yang lebih beradab. Penelitian ini tergolong ke dalam jenis penelitian kualitatif deskriptif dengan kajian literatur. Hasil dari penelitian ini adalah merdeka belajar merupakan sebuah gagasan yang membebaskan para guru dan peserta didik dalam menentukan sistem pembelajaran. Tujuan dari merdeka belajar, yakni menciptakan pendidikan yang menyenangkan bagi peserta didik dan guru karena selama ini pendidikan di Indonesia lebih menekankan pada aspek pengetahuan daripada aspek keterampilan. Merdeka belajar juga menekankan pada aspek pengembangan karakter yang sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia. Selain itu, Indonesia pada saat ini akan dihadapkan dengan bonus demografi di mana masyarakat Indonesia yang berusia produktif akan lebih banyak. Bonus demogafi adalah suatu fenomena di mana struktur penduduk sangat menguntungkan dari sisi pembangunan suatu negara karena jumlah penduduk usia produktif sangat besar, sedangkan proporsi untuk usia muda sudah semakin kecil dan proporsi usia lanjut sedikit. Pendidikan karakter multidimensi hadir sebagai langkah mempersiapkan masyarakat indonesia yang tidak hanya produktif melainkan juga berkarakter melalui pendidikan di setiap lini kehidupan masyarakat Indonesia baik pada jalur formal, informal, maupun nonformal.
Kata Kunci: Pendidikan Karakter, Merdeka Belajar, Bonus Demografi
Abstract
National character education is a preparatory step that must be taken to facing the demographic devidend. To make a nation with character, it requires strategic steps to build a more civilized nation. This research belongs to the type of descriptive qualitative research with literature review. The results of this study are independent learning is an idea that frees teachers and students to determine the learning system. The goal of independent learning is to create education that is fun for students and teachers because so far education in Indonesia has emphasized the knowledge aspect rather than the skill aspect. Freedom of learning also emphasizes aspects of character development in accordance with the values of the Indonesian nation. In addition, Indonesia at this time will be faced with a demographic bonus in which there will be more Indonesian people who are of productive age. Demogafi devidend is Available at: https://jurnalannur.ac.id/index.php/An-Nur
a phenomenon in which the population structure is very beneficial in terms of the development of a country because the population of productive age is very large, while the proportion for young people is getting smaller and the proportion of elderly people is small. Multidimensional character education is present as a step to prepare Indonesian people who are not only productive but also have character through education in every line of Indonesian society's life, both on formal, informal and non-formal channels.
Keywords: Character Education, Independent Learning, Demographic Bonus A. Pendahuluan
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki potensi besar untuk mengembangkan sumber dayanya, apalagi ditambah dengan beberapa tahun terakhir ini Indonesia akan dihadapkan dengan bonus demografi. Bonus demografi adalah peluang (window of opportunity) yang dinikmati suatu negara sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif (rentang usia 15-64 tahun) dalam evolusi kependudukan yang dialaminya.1 Bonus demografi akan menjadi pilar peningkatan
produktifitas suatu Negara dan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi melalui pemanfaatan SDM yang produktif dalam arti bahwa penduduk usia produktif tersebut.
Hal ini akan mampu dicapai jika pemerintah bersama masyarakat Indonesia dapat memanfaatkan bonus demografi yang diperkirakan akan dimulai pada tahun 2020. Tentu saja, ada prasyarat yang harus dipenuhi untuk bisa memanfaatkan bonus demografi tersebut, salah satunya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia harus sudah memadai dan mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi nasional, dan bukan menjadi pengangguran yang membebani perekonomian nasional.
Kualitas SDM adalah tonggak utama dalam memanfaatkan datangnya bonus demografi. Potensi bonus demografi ini menuntut sumber daya manusia untuk lebih produktif, profesional, dan berkualitas. Masyarakat Indonesia dituntut untuk ikut serta dalam pembangunan nasional, sehingga mampu menghasilkan
pendapatan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan memiliki tabungan yang dapat menjadi investasi ke depan.
Adanya potensi besar yang akan dihadapi oleh bangsa Indonesia akan sejalan dengan tantangan besar yang juga akan dihadapi. Hal ini menjadi bumerang tersendiri bagi Indonesia.2 Masyarakat dituntut harus produktif dan fokus pada
kegiatan usahanya akan berpotensi mengesampingkan karakter dan moral. Orientasi pada produktifitas akan memicu meningkatnya sifat individualisme yang akan menggerus nilai-nilai dan karakter bangsa. Ketika masyarakat merayakan kebebasan individual dan sekolah-sekolah tetap bersikap netral dalam persoalan nilai dan karakter, maka awan gelap akan muncul di atas horizon moralitas. Hal ini dapat dilihat adanya bukti-bukti adanya penurunan moralitas, diawali dari masyarakat secara luas dan selanjutnya di kalangan remaja. Sejenak, ada kesan seolah-olah kemapanan adalah sumber dari semua kejahatan. Skandal-skandal institusional tanpa sungkan terus menerus merusak. Pejabat-pejabat publik dengan seringnya terpampang dimedia ditangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penyuapan, penggelapan dana masyarakat, dan pencucian uang adalah jalan bagi para oknum pemburu kemapanan.
Jika kita berkaca pada negara Amerika serikat, Economic Policy Institute merilis studi yang menunjukkan bahwa pada dekade terakhir kaum kaya Amerika mengalami peningkatan yang signifikan sedangkan kaum miskin justru semakin miskin. Tidak mengherankan jika pencarian kemakmuran pribadi ini dibarengi dengan menurunnya tanggung jawab dan karakter sebagai warga negara.3
Dihadapkan dari persoalan semacam itu, Indonesia harus kembali menoleh pada sistem pendidikan. Ketika masyarakat Indonesia berdiri di awal abad 21 dan menghadapi bonus demografi, paling tidak ada beberapa alasan mengapa harus membuat komitmen dengan pikiran jernih dan sepenuh hati untuk mengajarkan nilai-nilai moral dan membangun karakter yang paripurna. Pendidikan karakter
2 Nur Falikhah, “Bonus Demografi Peluang dan Tantangan bagi Indonesia”, Alhadharah; Jurnal
Ilmu Dakwah, Vol.16, No.32, 2017, 7.
multidimensi adalah suatu pembentukan karakter dengan menyeluruh, dan berkaitan di setiap unsur-unsurnya. Dengan pembentukan karakter yang menyeluruh ini, bangsa Indonesia akan menyambut bonus demografi dengan produktif berkarakter melalui pendidikan karakter multidimensi.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini tergolong ke dalam jenis penelitian kualitatif deskriptif dengan kajian literatur.4 Deskripsi merupakan gambaran ciri-ciri data secara akurat dan
sesuai dengan sifat karakter alamiah data itu sendiri. Data yang dianalisis, yaitu pendidikan karakter multidimensi, konsep Merdeka Belajar dari Kemendikbud. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi dengan teknik baca dan catat.5
C. Hasil dan Pembahasan 1. Merdeka Belajar
Nadiem Anwar Makariem sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayan dalam pidatonya memperingati Hari Guru Nasional menjelaskan bahwa konsep “Merdeka Belajar” merupakan kebebasan berpikir dan kebebasan berinovasi. Esensi utama kemerdekaan berpikir, yaitu berada pada pendidik. Tanpa terjadi pada pendidik, maka tidak mungkin terjadi pada peserta didik. Selama ini, peserta didik belajar di dalam kelas, di tahun-tahun mendatang peserta didik dapat belajar di luar kelas atau outing class, sehingga peserta didik dapat berdikusi dengan guru tidak hanya mendengarkan ceramah dari guru, namun mendorong peserta didik menjadi lebih berani tampil di depan umum, cerdik dalam bergaul, kreatif, dan inovatif. Merdeka belajar memfokuskan pada kebebasan untuk belajar dengan mandiri dan kreatif. Guru juga diharapkan menjadi penggerak untuk mengambil tindakan yang
4 Rukin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Takalar: Yayasan Ahmar Cendekia Indonesia, 2019), 6 5 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), 220
muaranya memberikan hal yang terbaik untuk peserta didik, serta guru diharapkan mengutamakan peserta didik di atas kepentingan karirnya.6
Selain itu, Nadiem telah menetapkan beberapa hal terkait dengan pendidikan di Indonesia sebagai upaya menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu dan berkualitas. Artinya, sistem pembelajaran akan berganti, dari yang awalnya tatap muka di dalam kelas akan menjadi di luar kelas (out door). Suasana pembelajaran akan berjalan lebih rileks, karena peserta didik dapat mendiskusikan materi bersama guru, belajar dengan outing class, peserta didik tidak hanya sekedar mendengarkan penjelasan materi guru, pembentukan karakter peserta didik yang berani, mandiri, berakhlak, kompetisi, dan tidak hanya mengandalkan sistem ranking. Pada kenyataannya setiap anak memiliki bakat dan kecerdasan yang berbeda-beda sesuai dengan bakat dan minatnya.7
Terdapat empat poin yang terkandung dalam kebijakan Merdeka Belajar. Pertama, Ujian Nasional (UN) yang akan diganti dalam bentuk lain seperti asesmen kompetensi minimum dan survei karakter. Kedua, sekolah akan diberikan kewenangan untuk menyelenggarakan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), sekolah diberikan hak prerogratif dalam menentukan penilaian, seperti portofolio, tugas proyek, karya tulis, atau bentuk penugasan lain. Ketiga, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) disederhanakan menjadi satu lembar, sehingga guru dapat lebih fokus dalam membimbing dan mamantau perkembangan belajar pada peserta didik. Keempat, penerimaan peserta didik baru menggunakan sistem zonasi yang diperluas.8
Kemendikbud menyatakan perlu adanya kerjasama yang sinergis antara program pendidikan yang dilakukan dengan lingkungan keluarga. Hal ini menjadi pedoman adalah Tri Sentra Pendidikan yang diprakarsai oleh Ki Hajar Dewantara.
6 Direktorat Jenderal Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, Merdeka Belajar, (Jakarta: Kemendikbud, 2019).
7 Siti Mustaghfiroh, “Konsep Merdeka Belajar Perspektif Aliran Progresivisme John Dewey.”
Jurnal Studi Guru dan Pembelajaran, Vol. 3, No. 1, 2020, 146.
8 Firda Wahdani, & Hamam Burhanuddin, “Pendidikan Keluarga di Era Merdeka Belajar.”
Tri Sentra Pendidikan menuntut adanya keselarasan pendidikan pada satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Masyarakat yang kuat jiwa dan badannya yang akan sanggup mewujudkan Indonesia yang lebih baik. Pendidikan karakter di setiap dimensi merupakan investasi jangka panjang masyarakat untuk melaksanakan bonus demografi. Dengan pendidikan karakter, diharapkan masyarakat tidak hanya menjadi produktif melainkan mempunyai kepribadian yang baik, sehingga dapat menjadikan masyarakat Indonesia lebih bekerja keras, kreatif, inovatif, tangguh, mandiri, dan bertanggung jawab.
2. Bonus Demografi
Suat Bonus demografi dapat didevinisikan suatu fenomena di mana struktur penduduk sangat menguntungkan dari sisi pembangunan suatu negara karena jumlah penduduk usia produktif sangat besar, sedangkan proporsi untuk usia muda sudah semakin kecil dan proporsi usia lanjut sedikit. Kondisi seperti ini tidak mudah terjadi atau bahkan bisa dikatakan hanya memiliki kesempatannya satu kali. Di Indonesia, kondisi ini merupakan wujud dari keberhasilan program kontrol kelahiran bayi yang dicanangkan secara intensif pada tahun 1960-1970an yaitu Program Keluarga Berencana oleh Pemerintah Orde Baru, karena moment kemunculannya yang sangat langka, maka bonus demografi harus dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan nasional melalui investasi sumber daya manusia dalam upaya peningkatan kualitasnya.9
Bonus demografi terjadi jika rasio angka ketergantungan berada pada titik terendah, atau dengan kata lain, penduduk usia produktif (15-64 tahun) jauh lebih tinggi dibandingkan penduduk usia non produktif (di bawah15 dan diatas 64 tahun) dalam rentang waktu tertentu. Populasi usia produktif ini yang nantinya akan menjadi “Golden Generation” dalam meghadapi bonus demografi mulai tahun 2010 dan puncak bonus demografi yang di Indonesia akan terjadi pada tahun 2045. Dengan demikian beban ketergantungan atau dukungan ekonomi yang harus diberikan oleh penduduk usia produktif kepada penduduk usia anak-anak (di bawah
9 Sri Maryati, “Dinamika Pengangguran Terdidik: Tantangan Menuju Bonus Demografi di
15 tahun) dan tua (di atas 64 tahun) menjadi lebih ringan. Kemudian muncul parameter yang disebut rasio ketergantungan (dependency ratio), yaitu rasio yang menunjukkan perbandingan antara kelompok usia produktif dan non produktif. Rasio ini sekaligus menggambarkan berapa banyak orang usia non produktif yang hidupnya harus ditanggung oleh kelompok usia produktif. Semakin rendah angka rasio ketergantungan suatu negara, maka negara tersebut makin berpeluang mendapatkan bonus demografi.
Hasil sensus penduduk tahun 2010 juga menunjukkan hasil positif pada penduduk usia produktif (15-64 tahun), di mana pada tahun 2010 porsinya mencapai 66 persen dari total penduduk yang jumlahnya mencapai 157 juta jiwa. Sedangkan jumlah penduduk usia muda (15-24 tahun) mencapai 26,8 persen atau 64 juta jiwa. Kenaikan angka usia produktif kerja tersebut menyebabkan semakin kecilnya nilai angka ketergantungan menjadi 51. Hal ini berarti 100 penduduk usia produktif menanggung 51 orang penduduk tidak produktif (di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun). Menurut United Nations transisi demografi yang terjadi pada beberapa dekade terakhir di Indonesia akan membuka peluang bagi Indonesia untuk menikmati bonus demografi (demographic devident) pada periode tahun 2020-2030.10
Bonus demografi bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, jika potensi masyarakat produktif dimanfaatkan dengan baik maka akan membantu mengembangkan perekonomian negara menjadi maju. Namun disisi, lain jika ledakan masyarakat produktif tidak terdayagunakan akan terjadi ledakan pengangguran yang begitu besar. Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas adalah faktor utama dalam memanfaatkan peluang ini. Masyarakat yang kuat jiwa dan badannya yang akan sanggup mewujudkan Indonesia yang lebih baik. Pendidikan karakter di setiap dimensi merupakan investasi jangka panjang masyarakat untuk melaksanakan bonus demografi. Pendidikan karakter diharapkan kepada masyarakat agar tidak hanya menjadi produktif melainkan mempunyai
kepribadian yang baik, sehingga dapat menjadikan masyarakat Indonesia lebih bekerja keras, kreatif, inovatif, tangguh, mandiri, dan bertanggung jawab.
3. Pendidikan Karakter Multidimensi a. Pendidikan karakter
Karakter itu adalah gambaran siapa diri sesungguhnya yang menunjukkan identitas yang dimiliki seseorang atau sesuatu itu berbeda dengan yang lainnya. Banyak para ahli mempunyai pendapat yang berbeda-beda tentang karakter tetapi mempunyai arti atau makna yang sama. Seperti karakter menurut Erich Fromm yang dikutip oleh Soedarsono dirumuskan sebagai alasan-alasan yang disadari ataupun yang tidak disadari mengapa seseorang melakukan tindakan-tindakan tetertentu.11 Selain itu, dia juga menambahkan pengertian
lain yang dikutip oleh Djumhana, yaitu karakter sebagai “ the relative permanent from in wich human enrgy is canalized in the process of assimilation and socialization).12
(Bentuk permanen yang relatif, tempat energi manusia tersalurkan dalam proses asimilasi dan sosialisasi).
Karakter ini meliputi serangkaian sikap seperti keinginan untuk melakukan yang terbaik; kapasitas intelektual, seperti berpikir kritis dan integritas moral; seperti jujur dan bertanggung jawab; mempertahankan prinsip-prinsip moral dalam situasi penuh ketidakadilan kecakapan interpersonal dan emosional yang memungkinkan sesorang berinteraksi secara efektif dalam berbagai keadaan; dan komitmen untuk berkontribusi dengan komunitas dan masyarakat.13 Dalam hal ini, karakter merupakan istilah yang menunjukkan pada
aplikasi nilai-nilai kebaikan dalam bentuk tingkah laku. Walaupun istilah karakter dapat menunjuk kepada karakter baik dan buruk, namun dalam aplikasinya
11 Soemarno Soedarsono, Membentuk Watak, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2002), 50. 12 Hanna Djumhan, Integrasi Psikologi Dengan Islam, ( Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2001), 104. 13Tuhana Taufik Ardianto, Mengembangkan Karakter Suksse Anak di Era Cyber, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), 20.
seseorang dapat dikatakan berkarakter jika mengaplikasikan nilai-nilai kebaikan dalam perilakunya.14
Orang yang disebut berkarakter ialah orang yang dapat merspon segala sesuatu secara bermoral, yang dimanifestasikan dalam bentuk tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik. Dengan demikian dapat dipahami bahwa karakter merupakan nilai-nilai yang terpatri dalam diri seseorang yang didapatkan melalui pendidikan dan pengalaman yang menjadi nilai intrinsik yang melandasi sikap dan perilakunya.
Adapun ciri-ciri orang yang memiliki karakter memiliki lima kriteria sebagaimana yang disebutkan di bawah ini:
1) Jika orang tersebut memegang teguh nilai-nilai kehidupan yang berlaku universal.
2) Memilki komitmen kuat dengan memegang prinsip-prinsip kebenaran hakiki.
3) Harus mandiri meski menerima masukan dari luar. 4) Teguh akan pendirian yang benar.
5) Memiliki kesetiaan yang solid.
Dari semua pengertian karakter di atas, penulis menyimpulkan bahwa karakter berarti segala nilai baik yang ada dalam diri manusia yang mendorong manusia untuk berperilaku positif, sehingga seseorang dengan mudah mengembangkan kapasitas intelektual dan integritas moralnya.
Sedangkan pendidikan karakter adalah usaha sadar untuk menjadikan masyarakat menjadi beradab baik melalui pendidikan formal, informal, non formal dan dimensi dimensi lain yang mendukung. Menurut Hill dalam Masnur Muslich character determines someone’s private thougts and someone’s actions done. Good character is the inward motivation to do what is right, according to the highest standard of
behaviur, in every situastion.15 Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara
berpikir dan berperilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara serta membantu untuk membuat keputuasan yang dapat dipertanggung jawabkan.
b. Pendidikan Karakter Multidimensi sebagai Konsep Merdeka Belajar Masalah karakter merupakan aspek penting dari kualitas SDM karena kulitas bangsa menentukan kemajuan suatu bangsa. Karakter yang berkualitas harus dibentuk sejak dini dan juga harus memanfaatkan semua dimensi yang ada. Pendidikan merupakan salah satu jalan untuk membentuk karakter yang berkualitas. Kita tentu sadar bahwa pendidikan merupakan mekanisme institusional yang akan mengakselerasi pembinaan karakter bangsa dan juga berfungsi sebagai arena mencapai tiga hal prinsip dalam pembinaan karakter bangsa yaitu; (1) pendidikan sebagai arena reaktivasi karakter luhur bangsa Indonesia, (2) sebagai sarana untuk membangkitkan karakter bangsa yang dapat mengakselerasi pembangunan, dan (3) sebagai sarana menginternalisasi kedua aspek di atas.16
Pendidikan karakter multidimensi hadir untuk implementasi konsep merdeka belajar. Pendidikan karakter di setiap lini kehidupan masyarakat akan membentuk masyarakat yang tidak hanya produktif tetapi juga pekerja keras, kreatif, inovatif, tangguh, mandiri, dan bertanggung jawab. Pemerintah telah menetapkan 18 nilai karakter yang harus ditanamkan kepada anak yaitu: religius, jujur, toleran, disiplin, kerja keras, berpikir kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.
15 Masnur Muchlish, Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Multidimensional (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014), 38
Penanaman karakter merupakan hal yang kompleks juga harus dilaksanakan dengan cara yang kompleks pula. Seluruh kegiatan yang mendukung pendidikan karakter harus ikut turun tangan. Kesemuanya itu akan membuat pembentukan karakter lebih holistik dan saling berkait serta berhubungan satu sama lain. Berikut ini adalah gambaran mengenai pendidikan karakter multidimensi.
Gambar 1. Skema Pendidikan Karakter Multidimensi dalam merdeka belajar 1) Pendidikan Formal
Pendidikan karakter sangat efektif diterapkan pada jalur pendidikan formal. Pendidikan karakter di sekolah tidak harus dengan menyusun kurikulum baru, yaitu kurikulum pendidikan budi pekerti, pendidikan karakter atau budi pekerti dapat dimasukkan dalam pokok-pokok pembahasan. Dalam proses pembelajaran di kelas, peserta didik mengungkap potensi-potensinya. Adanya pendidikan formal masyarakat akan terdidik secara sistematis dalam ruang dan waktu tertentu.
Setidaknya ada tiga tujuan dalam pendidikan di sekolah. Pertama, kompetensi ilmu dan keterampilan. Pada level ini, peserta didik diarahkan bagaimana supaya mampu meningkatkan status sosial, mendapat lapangan
Intra Kurikuler Pendidikan karakter multidimensi Formal Informal Non Formal Ekstra kurikuler kokurikuler
pekerjaan. Kedua, penanaman nilai. Pada level ini, peserta didik diharapkan memiliki kepribadian yang unggul serta karakter yang kuat. Ketiga, kemampiuan (skill) yang dapat dimanfaatkan di dunia kerja.
Menurut Peraturan Menteri Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), pendidikan karakter adalah program pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).
Pelaksanaan program PPK berfokus pada struktur yang sudah ada dalam sistem pendidikan nasional yakni program kurikulum dan kegiatan yang berbasis pada kelas, budaya sekolah, dan masyarakat. Penyelenggaraan PPK pada Satuan Pendidikan jalur pendidikan formal dilakukan secara terintegrasi dalam kegiatan intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler.
a) Kegiatan Intrakurikuler
Kegiatan intrakurikuler adalah kegiatan pembelajaran untuk pemenuhan beban belajar dalam kurikulum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyelenggaraan PPK dalam kegiatan intrakurikuler merupakan penguatan nilai-nilai karakter melalui kegiatan penguatan materi pembelajaran, metode pembelajaran sesuai dengan muatan kurikulum.17
Pelaksanaan PPK pada kegiatan intrakurikuler dilakukan dengan pengintegrasian nilai-nilai karakter pada mata pelajaran. Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pembelajaran merespon sejumlah kelemahan dalam pelaksanaan pendidikan akhlak dan budi pekerti (pendidikan
karakter). Berikut ini adalah upaya inovasi pendidikan karakter di sekolah adalah:18
1) Pendidikan karakter dilakukan secara terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran. Integrasi yang dimaksud meliputi pemuatan nilai-nilai ke dalam substansi pada semua mata pelajaran dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang memfasilitasi dipraktikkannya nilai-nilai dalam setiap aktivitas di dalam dan di luar kelas untuk semua mata pelajaran. 2) Pendidikan karakter juga diintegrasikan ke dalam pelaksanaan kegiatan
pembinaan peserta didik.
3) Selain itu, pendidikan karakter dilaksanakan melalui kegiatan pengelolaan semua urusan di sekolah yang melibatkan semua warga sekolah.
Dari ketiga bentuk inovasi di atas, yang terpenting dan langsung bersentuhan dengan aktivitas pembelajaran sehari-hari adalah pengintegrasian pendidikan karakter dalam proses pembelajaran. Pengintegrasian pendidikan karakter melalui proses pembelajaran semua mata pelajaran di sekolah sekarang menjadi salah satu model yang banyak diterapkan. Model ini ditempuh dengan paradigma bahwa semua guru adalah pendidik karakter (character educator). Artinya, semua pendidik harus memiliki sikap jujur dan berkarakter dalam menyampaikan ilmu pengetahuan (baca: mata pelajaran) secara apa adanya.19 Semua mata
pelajaran juga disasumsikan memiliki misi dalam membentuk karakter mulia para peserta didik.20
18 Dit PSMP Kemdiknas, Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran di Sekolah Menengah
Pertama (Jakarta: Direktorat PSMP Kemdiknas, 2010)
19 Ahmad Shofiyuddin Ichsan, “Revisiting the Value Education in the Field of Primary Education (A Study on Abdurrahman An-Nahlawi’s Perspective)”, Elementary: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, Vol. 5, No. 2, July-December 2019, 145.
Integrasi pendidikan karakter di dalam proses pembelajaran di sekolah dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Tahap-tahap ini akan diuraikan lebih detail berikut ini :
1) Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan yang mula-mula dilakukan adalah analisis Standar Kompetensi/ Kompetensi Dasar (SK/KD), pengembangan silabus berkarakter, penyusunan RPP berkarakter, dan penyiapan bahan ajar berkarakter. Analisis SK/KD dilakukan untuk mengidentifikasi nilai-nilai karakter yang secara substansi dapat diintegrasikan pada SK/KD yang bersangkutan. Perlu dicatat bahwa identifikasi nilai-nilai karakter ini tidak dimaksudkan untuk membatasi nilai-nilai yang dapat dikembangkan pada pembelajaran SK/KD yang bersangkutan. Guru dituntut lebih cermat dalam memunculkan nilai-nilai yang ditargetkan dalam proses pembelajaran.
2) Tahap Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dari tahapan kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup dipilih dan dilaksanakan agar peserta didik mempraktikkan nilai-nilai karakter yang ditargetkan. Sebagaimana disebutkan di depan, prinsip-prinsip Contextual Teaching and Learning disarankan diaplikasikan pada semua tahapan pembelajaran karena prinsip-prinsip pembelajaran tersebut sekaligus dapat memfasilitasi terinternalisasinya nilai-nilai karakter pada peserta didik. Selain itu, perilaku guru sepanjang proses pembelajaran harus merupakan model pelaksanaan nilai-nilai bagi peserta didik.
Dalam pembelajaran ini, guru harus merancang langkah-langkah pembelajaran yang memfasilitasi peserta didik aktif dalam proses mulai dari pendahuluan, inti, hingga penutup. Guru dituntut untuk menguasai berbagai metode, model, atau strategi pembelajaran aktif, sehingga langkah-langkah pembelajaran dengan mudah disusun dan dapat dipraktikkan dengan baik dan benar. Dengan proses seperti
ini, guru juga bisa melakukan pengamatan sekaligus melakukan evaluasi (penilaian) terhadap proses yang terjadi, terutama terhadap karakter peserta didiknya.
3) Tahap Evaluasi
Pada tahap ini, evaluasi atau penilaian merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pendidikan. Dalam pendidikan karakter, penilaian harus dilakukan dengan baik dan benar. Penilaian tidak hanya menyangkut pencapaian kognitif peserta didik, tetapi juga pencapaian afektif dan psikomorotiknya. Penilaian karakter lebih mementingkan pencapaian afektif dan psikomotorik peserta didik dibandingkan pencapaian kognitifnya. Agar hasil penilaian yang dilakukan guru bisa benar dan objektif, guru harus memahami prinsip-prinsip penilaian yang benar sesuai dengan standar penilaian yang sudah ditetapkan oleh para ahli penilaian. Pemerintah (Kemendikbud) sudah menetapkan Standar Penilaian Pendidikan yang dapat dipedomani oleh guru dalam melakukan penilaian di sekolah, yakni Permendiknas RI Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Banyak teknik dan bentuk penilaian yang ditawarkan dalam standar ini untuk melakukan penilaian, termauk dalam penilaian karakter. Dalam penilaian karakter, guru hendaknya membuat instrumen penilaian yang dilengkapi dengan rubrik penilaian untuk menghindari penilaian yang subjektif, baik dalam bentuk instrumen penilaian pengamatan (lembar pengamatan) maupun instrumen penilaian skala sikap (misalnya skala Likert).
b) Kegiatan Kokurikuler
Menurut Peraturan Presiden No 67 Tahun 2017, kegiatan kokurikuler adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk penguatan, pendalaman, dan/atau
pengayaan kegiatan Intrakurikuler.21 Menurut Winarno Hamiseno, kegiatan
kokurikuler adalah kegiatan di luar jam pelajaran, yang dilakukan di sekolah ataupun di luar sekolah dengan tujuan menunjang pelaksanaan program intrakurikuler agar peserta didik dapat lebih menghayati bahan yang telah dipelajarinya serta melatih peserta didik untuk melaksanakan tugas secara bertanggung jawab.22
Pengertian kokurikuler di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa kegiatan kokurikuler merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan di luar jam pelajaran, yang dapat menunjang kegiatan intrakurikuler dan merupakan salah satu jalur pembinaan perilaku peserta didik khususnya di bidang penghayatan keagamaan serta melatih peserta didik untuk melaksanakan tugas secara bertanggung jawab.
Adapun bentuk pelaksanaan kegiatan kokurikuler antara lain dapat berupa pemberian tugas pekerjaan rumah secara kelompok atau perorangan. Pemberian tugas secara kelompok diarahkan untuk mengembangkan sikap gotong royong harga menghargai, tenggang rasa, kerjasama, yang akhirnya dapat membentuk peserta didik menjadi anggota masyarakat yang lebih baik.
Adapun macam-macam kegiatan yang dapat mengembangkan karakter peserta didik adalah sebagi berikut:
a) Membuat ihtisar suatu materi pelajaran. b) Membuat kliping.
c) Menyelesaikan soal-soal pekerjaan rumah. d) Menyalin ayat atau surat pilihan.
e) Tugas-tugas lain yang dapat membangkitkan gairah peserta didik agar memiliki sifat bertangung jawab.23
c) Kegiatan Ekstrakurikuler
21 Peraturan Menteri Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.
22 Winarno Hami Seno, Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar, (Jakarta, Depdikbud RI 1990), 5.
23 B. Suprapto Brotosiswoyo, Petunjuk Pelaksanaan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Depdikbud RI, 1986,), 8.
Ekstrakurikuler adalah kegiatan pengembangan karakter dalam rangka perluasan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerja sama, dan kemandirian peserta didik secara optimal.
Adapun jenis kegiatan ekstrakurikuler dapat berbentuk antara lain (1) krida, meliputi kepramukaan, Latihan Dasar Kepemimpinan Peserta didik (LDKS), Palang Merah Remaja (PMR), Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibra), (2) Karya Imiah, meliputi kegiatan ilmiah, kegiatan penguasaan keilmuan dan kemampuan akademik, penelitian, (3) latihan/olahraga bakat/prestasi, meliputi pengembangan bakat, olahraga, seni dan budaya, cinta alam, jurnalistik, keagamaan dan lainnya.
Berikut adalah bentuk kegiatan keagamaan yang dapat menguatkan karakter peserta didik:
a. Kegaiatan Pesantren Kilat
Pesantren kilat merupakan salah satu wahana dalam rangka penguatan karakter perta didik. Pesantren kilat sendiri terdiri daru dua kata yaitu kata pesantren dan kilat. Pesantren berasal dari kata “santri”, yaitu istilah yang digunakan bagi orang-orang yang menuntut ilmu. Penggunaan istilah pesantren karena sitem yang sering digunakan cenderung menggunakan ciri khusus keIslaman dalam mengelola sistem pendidikannya.24 Yaitu suatu
lembaga pendidikan Islam yang di dalamnya terdapat seorang pendidik atau disebut Kiai. Sedangkan kilat mempunyai makna cepat atau singkat. Jadi pesantren kilat adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam waktu yang relatif singkat. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat libur sekolah atau pada bulan suci ramadhan.25
b. Baca tulis Al-Qur’an
Tujuan pengajaran Al-Quran adalah agar sebagai umat Islam bisa memahami dan mengamalkan isi kandungan dalam Al-quran dalam
24Ahmad Shofiyuddin Ichsan, dkk. “Pesantren and Liberating Education: A Case Study at Islamic
Boarding School ISC Aswaja Lintang Songo Piyungan Yogyakarta”, DAYAH: Journal of Islamic
Education, Vol. 4, No. 1. (2021), 112-127.
kehidupan sehari-hari, menjaga dan memelihara baik itu dengan mempelajari dan mengajarkan kepada orang lain sehingga pengajaran dan pendidikan dapat terlaksana terus menerus dari generasi ke generasi sampai akhir zaman kelak. Hal ini karena Al-quran adalah pedoman dan petunjuk bagi umat Islam di dunia.
Pembinaan baca tulis Al-qur’an dilakukan agar setiap orang yang mempelajarinya mengerti akan kebenaran isi di dalam kandungan Al-qur’an belajar Al-Al-qur’an harus dimulai. Dalam ilmu pendidikan modern, Alqur’an bisa dipelajari dengan cara melihat tata bahasa yang berada di dalamnya dengan cara menafsirkan satu persatu dengan kamus Bahasa Arab.
2) Pendidikan Keluarga (Informal)
Pendidikan karakter dimulai sejak manusia dilahirkan, karena keluarga disebut sebagai sekolah pertama yang dimasuki oleh anak. Anak yang diharapkan memiliki karakter seharusnya terintegrasi dengan pendidikan keluarga yang kondusif, sehingga tujuan menjadi pemuda Indonesia berakhlak dan berkarakter tidak terputus di tengah jalan.
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, maka ia akan belajar jadi penyabar. Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia akan belajar menjadi percaya diri. Jika anak diajarkan dengan pujian, ia akan belajar menghargai, jika anak dibesarkan dengan kasih sayang, ia akan terbiasa berpendirian.26 Kedekatan orang tua
terhadap anak sangat menentukan pertumbuhan karakternya. Beberapa kebiasaan yang perlu diberikan kepada anak , yaitu:
1) Orangtua mengajak anak mengikuti pertemuan dengan orang dewasa. 2) Menyuruh melaksanakan tugas rumah, melatih mandiri, menghargai
waktu dan keuangan.
3) Membiasakan mengucap salam. 4) Menjenguk anak yang sakit.
5) Memilih teman yang baik. 6) Melatih berdagang.
7) Menghadiri acara yang diisyaratkan.
Generasi Indonesia yang akan terkena dampak bonus demografi adalah masyarakat Indonesia milenial yang bercirikan selalu menggunakan sosial media menjadi perhatian utama oleh orang tua. Di sinilah peran orang tua dalam mendidiknya anaknya. Pendidikan tentang bagaimana cara berkomunikasi yang baik, menyebarkan informasi positif, dan juga menggunakan gawai/handphone secara bijak, sehingga ketika anak akan menghadapi bonus demografi akan menjadi masyarakat yang memiliki karakter yang lebih baik.
3) Pendidikan Non Formal
Pendidikan yang ketiga yang tidak kalah pentingnya adalah pendidikan masyarakat atau pendidikan non formal. Masyarakat memilki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter masyarakat milenial. Jika lingkungan baik, perilaku anak juga baik. Jika lingkungan buruk perilaku anak juga mengikut.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dan mencederai stabilitas pendidikan masyarakat. Pertama, saat ini masyarakat Indonesia sudah terjangkit budaya individualistik sehingga melahirkan sikap permisif. Dahulu kita menanggap bahwa anak-anak yang berada di lingkungan yang kita tempati menjadi tanggung jawab bersama untuk membentuk pendidikan sosial. Namun karena zaman sudah berubah, banyak masyarakat yang berpikiran bahwa apa yang telah terjadi pada orang lain bukanlah urusan kita. Kita jarang memberikan nasihat karena menganggap ustadzlah yang bertanggung jawab pada persoalan moral. Kedua, budaya massa. Perlu diakui bahwa masih banyak masyarakat yang belum siap berada di era yang canggih ini sehingga segala perubahan yang terjadi tidak disaring terlebih dahulu dan ditelan mentah-mentah. Pendidikan non-formal sejatinya diberikan kepada masyarakat sebagai pengganti, penambah dan atau pelengkap pendidikan formal, yakni mencakup:
1) pendidikan life skill. 2) Pendidikan kepemudaan. 3) Pemberdayaan perempuan.
4) Pendidikan keterampilan.
5) Pendidikan kesetaraan berupa kursus. 6) Kelompok belajar dan sanggar-sanggar.
Oleh karena itu, kesadaran dan kepedulian masyarakat sangat penting dan dibutuhkan. Karakter generasi bangsa harus dihayati kembali untuk meningkatkan pendidikan lingkungan. Selayaknya anggota masyarakat memuai dengan cara menjalin hubungan dengan hangat antar tetangga, meningkatkan intensitas musyawarah bersama dengan penduduk setempat guna mengevaluasi keadaan lingkungan, mengaktifkan kegiatan-kegiatan yang meningkatkan keterampilan masyarakat, dan membangun religiusitas yang tiggi. Dengan begitu, lingkungan akan menjadi kondusif dan berkarakter.
4. Harapan Masyarakat Indonesia di 2045
Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya dalam mengembangkan kontrol diri seseorang. Jika kontrol diri seseorang dapat dikembangkan, maka akan melahirkan pula generasi yang mandiri, disiplin, kreatif, bertanggung jawab, dan tangguh dalam menghadapi permasalahan di dalam kehidupan. Dengan begitu, ketika pendidikan karakter telah ditanamkan sejak dini, bukan tidak mungkin generasi muda yang nantinya menjadi usia produktif di Indonesia sudah telah siap dan dapat menghadapi bonus demografi di tahun 2045 mendatang. Kemampuan beradaptasi dan berkolaborasi dengan realitas zaman diperkuat adanya daya saing yang mumpuni menjadi impian dan harapan besar di era tahun 2045 tersebut.27
Indikator karakter yang terwujud dalam perilaku insan berkarakter adalah iman dan takwa, pengendalian diri, sabar, disiplin, kerja keras, ulet, bertanggung jawab, jujur, membela kebenaran, kepatutan, kesopanan, kesantunan, taat pada peraturan, loyal, demokratis, sikap kebersamaan, musyawarah, gotong royong, toleran, tertib, damai, anti kekerasan, hemat, konsisten. Insan yang berperilaku
27 Laila Fajrin, dkk. Pendidikan Ideal untuk Mempersiapkan Generasi Emas Indonesia (Yogyakarta: Timur Barat, 2020), 7.
berkarakter hendaknya disertai tindakan yang cerdas dan perilaku cerdas hendaknya pula diisi upaya yang cerdas.
Pendidikan karakter multidimensi hadir untuk menyambut datangnya bonus demografi indonesia yang semakin dekat. Pendidikan karakter di setiap lini kehidupan masyarakat akan membentuk masyarakat yang tidak hanya produktif tetapi juga pekerja keras, kreatif, inovatif, tangguh, mandiri, dan bertanggung jawab. Pemerintah telah menetapkan 18 nilai karakter yang harus ditanamkan kepada peserta didik sebagaimana sudah dijelaskan di atas.
Dari penjelasan di atas, kiranya penulis dapat mengilustrasikan masyarakat Indonesia pada era bonus demografi sebagai berikut:
2018
D. Kesimpulan
Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya dalam mengembangkan kontrol diri seseorang. Jika kontrol diri seseorang dapat dikembangkan, maka akan melahirkan pula generasi yang mandiri, disiplin, kreatif, bertanggung jawab dan tangguh dalam menghadapi permasalahan di dalam kehidupan. Pendidikan karakter multidimensi hadir untuk aplikasi merdeka belajar dalam menghadapi bonus demografi Indonesia. Pendidikan karakter di setiap lini kehidupan masyarakat akan membentuk masyarakat yang tidak hanya produktif tetapi juga pekerja keras, kreatif,
2018-2019-2020, ... Masyararakat produktif
berkarakter; religius, jujur, toleran, disiplin, kerja keras, berpikir kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai
prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Puncak bunus demografi 2045 Non formal formal informal Pendidikan karakter multidimensi
inovatif, tangguh, mandiri, dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, pemerintah telah menetapkan 18 nilai karakter yang harus ditanamkan kepada anak, sehingga 18 karakter tersebut diharapkan mampu membentengi diri dalam mempersiapkan generasi emas Indonesia di tahun 2045 mendatang.
Daftar Pustaka
Brotosiswoyo, B. Suprapto. (1986). Petunjuk Pelaksanaan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Depdikbud RI.
Dit PSMP Kemdiknas. (2010). Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Direktorat PSMP Kemdiknas.
Djumhan, Hanna. Integrasi Psikologi Dengan Islam. (2001). Yogyakarta: Pustaka pelajar. Fajrin, Laila, dkk. (2020). Pendidikan Ideal untuk Mempersiapkan Generasi Emas Indonesia.
Yogyakarta: Timur Barat.
Falikhah, Nur Falikhah. (2017). “Bonus Demografi Peluang dan Tantangan bagi Indonesia”. Alhadharah; Jurnal Ilmu Dakwah. Vol. 16 No. 32.
Ichsan, Ahmad Shofiyuddin. (2019). “Revisiting the Value Education in the Field of Primary Education (A Study on Abdurrahman An-Nahlawi’s Perspective)”. Elementary: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar. Vol. 5 No. 2. July-December.
Ichsan, Ahmad Shofiyuddin; Samsudin; Pranajati, Nindya Rachman. (2021). “Pesantren and Liberating Education: A Case Study at Islamic Boarding School ISC Aswaja Lintang Songo Piyungan Yogyakarta”. DAYAH: Journal of Islamic
Education. Vol. 4, No. 1.
Maryati, Sri. (2015). “Dinamika Pengangguran Terdidik: Tantangan Menuju Bonus Demografi di Indonesia”, Journal of Economic and Economic Education Vol.3 No.2. Masnur Muchlish,. (2014). Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Multidimensional.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Moleong, Lexy J. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mulia, Siti Musdah. (2013). Karakter Manusia Indonesia. Bandung: Nuansa Cendekia. Mulyasa, H.E. (2011). Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara.
Mustaghfiroh, Siti. (2012). Konsep “Merdeka Belajar” Perspektif Aliran Progresivisme John Dewey.
Rukin. (2019). Metodologi Penelitian Kualitatif. Takalar: Yayasan Ahmar Cendekia Indonesia.
Soedarsono, Soemarno. (2002). Membentuk Watak, Jakarta: Elex Media Komputindo. Sunarty, Euis. (2015). Menggali Kekuatan Cerita. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Thomas, Lickona. (2013). Pendidikan Karakter. Bandung: Nusa Media.
Tuhana Taufik Sardianto. (2011). Mengembangkan Karakter Sukse Anak di Era Cyber. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Wahdani, Firda. & Burhanuddin, Hamam. (2020). “Pendidikan Keluarga di Era Merdeka Belajar.” Al-Aufa: Jurnal Pendidikan dan Kajian Keislaman. Vol. 2 No. 1. Winarno Hami Seno. (1990). Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar. Jakarta,