• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENERAPAN PIDANA TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCABULAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENERAPAN PIDANA TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCABULAN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

20 BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PENERAPAN PIDANA TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCABULAN

2.1 Pengertian Anak Dibawah Umur

Pembicaraan tentang anak dan segala permasalahannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan yang berkelanjutan, berkaitan dengan permasalahan anak dibawah umur yang melakukan tindak pidana khususnya tindak pidana pencabulan maka perlu diketahui terlebih dahulu definisi anak dibawah umur.

Ditinjau dari aspek yuridis, maka pengertian anak menurut hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa, menurut ketentuan UU Perlindungan Anak pada Pasal 1 ayat (1) menyebutkan : ‘Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan, sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian anak adalah : Manusia yang masih kecil, hal ini berarti anak yang dimaksud adalah anak masih di bawah umur dewasa yang masih memerlukan pengasuhan, pendidikan, pembinaan, perlindungan dan pengayoman.

Kedua rumusan pengertian tersebut walaupun berbeda dari sudut pandang keilmuan, setiap orang yang dilahirkan dan belum berusia dewasa. Hukum positif Indonesia tidak mengatur unifikasi hukum yang baku untuk menentukan batasan

(2)

21

umur bagi seorang anak, hal tersebut dapat dilihat dalam berbagai peraturan yang berlaku, yaitu :

a. Pengertian Anak Dibawah Umur Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata :

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 330 ayat (1) memuat batasan antara belum dewasa (minderjarigheidi) dengan telah dewasa (meerderjarigheid) yaitu 21 (dua puluh satu ) tahun, kecuali anak tersebut telah kawin sebelum usia tersebut dan pendewasaan (venia aetetis, Pasal 419 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

b. Pengertian Anak Dibawah Umur Menurut KUHAP :

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, tidak mengatur secara ekplisit tentang batasan usia anak, namun pada Pasal 153 ayat (5) member wewenang kepada hakim untuk melarang anak yang belum mencapai 17 Tahun untuk menghadiri siding.

c. Pengertian Anak Dibawah Umur Menurut Undang-Undang Perkawinan : Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, berdasarkan ketentuan Pasal 47 ayat (1) dan Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, maka batasan untuk disebut anak adalah belum mencapai 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan.

(3)

22

1.2 Hak Anak dan Kewajiban Anak

Hak-hak bagi anak pada dasarnya adalah juga merupakan upaya untuk menanggulangi kejahatan anak pada umumnya. Orientasi yang jelas terhadap hak-hak anak pada akhirnya akan bermuara pada terhindarnya anak dari kemungkinan menjadi pelaku kejahatan. Sebagai bentuk perhatian pemerintah Indonesia terhadap perlindungan anak telah dikeluarkan produk hukum yang memuat tentang penyelenggaraan perlindungan anak di Indonesia.

UU Perlindungan Anak merumuskan hak-hak anak sebagai berikut : - Pasal 4 UU Perlindungan Anak :

Pada Pasal 4 menyebutkan setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berbartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

- Pasal 5 UU Perlindungan Anak :

Pada Pasal 5 menyebutkan Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.

- Pasal 6 UU Perlindungan Anak :

Pada Pasal 6 menyebutkan Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua.

(4)

23

- Pasal 7 UU Perlindungan Anak :

Pada Pasal 7 ayat (1) menyebutkan Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri dan pada ayat (2) menyebutkan Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

- Pasal 8 UU Perlindungan Anak :

Pada Pasal 8 menyebutkan, setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.

- Pasal 9 UU Perlindungan Anak :

Pada Pasal 9 ayat (1) menyebutkan, Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya, dan ayat (2) menyebutkan, selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.

(5)

24

- Pasal 10 UU Perlindungan Anak :

Pada Pasal 10 menyebutkan, Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.

- Pasal 11 UU Perlindungan Anak :

Pada Pasal 11 menyebutkan, setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.

- Pasal 12 UU Perlindungan Anak :

Pada Pasal 12 menyebutkan, setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.

- Pasal 13 UU Perlindungan Anak :

Pada Pasal 13 ayat (1) menyebutkan, setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan : Diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan, ketidakadilan, perlakuan salah lainnya, dan pada ayat (2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.

(6)

25

- Pasal 14 UU Perlindungan Anak :

Pada Pasal 14 menyebutkan, setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.

- Pasal 15 UU Perlindungan Anak :

Pada Pasal 15 menyebutkan, setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari : penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa bersenjata, pelibatan dalam kerusuhan social, pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan dan pelibatan dalam peperangan.

- Pasal 16 UU Perlindungan Anak :

Pada Pasal 16 ayat (1) menyebutkan, setiap Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi, pada ayat (2) menyebutkan setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum, dan pada ayat (3) menyebutkan penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.

- Pasal 17 UU Perlindungan Anak :

Pada Pasal 17 ayat (1) menyebutkan, setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk : mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa, memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya

(7)

26

secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku dan membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum, dan pada ayat (2) menyebutkan, setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.

- Pasal 18 UU Perlindungan Anak :

Pada Pasal 18 menyebutkan, setiap Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum danbantuan lainnya.1

Beberapa hak-hak anak dalam proses peradilan pidana perlu diberikan perhatian khusus demi peningkatan perkembangan perlakuan adil dan kesejahteraan anak yang bersangkutan, terhadap anak-anak yang berhadapan dengan hukum khususnya terhadap anak sebagai pelaku kejahatan, menurut Arief Gosita ada beberapa hak-hak anak yang harus diperjuangkan pelaksanaannya secara bersama- sama, yaitu :

1. Sebelum Persidangan :

a. Hak diperlakukan sebagai yang belum terbukti bersalah.

b. Hak untuk mendapatkan pelindungan terhadap tindakan yang merugikan, menimbulkan penderitaan mental, fisik, social dari siapa saja (ancaman, penganiayaan, dan tempat penahanan).

c. Hak untuk mendapatkan pendamping, penasihat dalam rangka mempersiapkan diri berpartisipasi dalam persidangan yang akan datang dengan prodeo.

d. Hak untuk mendapatkan fasilitas ikut serta memperlancar pemeriksaan terhadap dirinya (transport, penyuluhan dari yang berwajib)

1Nashriana, op.cit, h. 1.

(8)

27

2. Selama Persidangan :

a. Hak untuk mendapatkan penjelasan mengenai tata cara persidangan dan kasusnya.

b. Hak mendapatkan pendamping, penasihat selama persidangan.

c. Hak untuk mendapatkan fasilitas ikut serta memperlancar persidangan mengenai dirinya (transport, perawatan, kesehatan).

d. Hak untuk mendapatkan perlinduingan terhadap tindakan-tindakan yang merugikan, yang menimbulkan penderitaan mental, fisik, social (berbagai macam ancaman, penganiayaan, dan tempat-tempat penahanan).

e. Hak untuk menyatakan pendapat.

f. Hak untuk memohon ganti kerugian atas perlakuan yang menimbulkan penderitaan karena ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan Undang-Undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Pasal 1 ayat (22) ).

g. Hak akan persidangan tertutup demi kepentingannya.

3. Setelah Persidangan :

a. Hak untuk mendapatkan pembinaan atau penghukuman yang manusiawi sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan ide mengenai pemasyarakatan.

b. Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan-tindakan yang merugikan, yang menimbulkan penderitaan mental, fisik, social (berbagai macam ancaman, penganiayaan, pembunuhan).

c. Hak untuk tetap dapat berhubungan dengan orang tuanya dan keluarganya.

Pada tahun 1990 Indonesia telah meratifikasi konvensi hak anak yaitu dengan keputusan Presidan nomor 36 tahun 1990, konsekuensinya wajib mengakui dan memenuhi hak-hak anak sebagaimana dirumuskan dalam Konvensi Hak Anak meliputi :

1. Hak Sipil dan Kemerdekaan

a. Hak atas nama dan kewarganegaraan

(9)

28

b. Kebebasan menyatakan pendapat c. Kebebasan berpikir dan beragama d. Kebebasan berserikat

e. Hak atas perlindungan kehidupan pribadi f. Hak atas informasi

g. Bebas dari penyiksaan, perlakuan atau penghukuman yang keji, tidak manusiawi atau merendahkan martabat

2. Lingkungan keluarga dan pengasuhan alternative a. Hak atas bimbingan dari orang tua

b. Tidak dipidahkan dari orang tua

c. Hak untuk dipersatukan kembali dengan orang tua

d. Dilindungi dari kekerasan dan penelantaran orang tua, pemulihan bagi reintegrasi, sosial bagi anak yang mengalami kekerasan dan penelantaran orang tua

e. Perlindungan bagi anak yang tidak mempunyai orang tua f. Adopsi

g. Ditinjau secara periodic bagi anak yang ditempatkan di lembaga asuhan h. Jaminan biaya hidup bagi anak yang orangtuanya berpisah

3. Kesehatan dan kesejahteraan anak a. Hak anak cacat atau difable

b. Hak atas kesehatan dan layanan kesehatan

c. Hak atas jaminan sosial dan layanan serta fasilitas perawatan anak

(10)

29

d. Hak atas peningkatan standar kehidupan 4. Pendidikan, waktu luang dan kegiatan budaya

a. Hak atas pendidikan terutama pendidikan dasar yang wajib dan gratis b. Hak untuk dididik agar menjadi manusia yang berkepribadian dan

berkembang bakatnya, menghormati hak asasi dan kebebasan orang lain, menghormati orang tua dan peradaban, bertanggungjawab dan tenggang rasa dalam masyarakat yang merdeka, menghormati lingkungan alam c. Hak atas waktu luang dan terlibat kegiatan budaya

Selain hak-hak yang didapatkan tersebut adapun juga kewajiban yang harus di taati dan dijalani di dalam kehidupannya agar antara hak dan kewajiban tersebut berjalan secara seimbang. Setiap anak mempunyai kewajiban yang harus dilaksanakan, kewajiban anak ini diatur juga dalam UU Perlindungan Anak yaitu pada pasal 19 menyebutkan setiap anak berkewajiban untuk :

a. Menghormati orang tua, wali dan guru.

b. Mencintai keluarga, masyarakat dan menyayangi teman.

c. Mencintai tanah air, bangsa dan Negara.

d. Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya.

e. Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

1.3 Pengertian Pidana

Sarjana hukum Indonesia membedakan istilah hukuman dan pidana yang dalam bahasa Belanda hanya dikenal satu istilah umtuk keduanya, yaitu straf. Istilah hukuman adalah istilah untuk segala macam sanksi baik perdata, administratif,

(11)

30

dispilin dan pidana, sedangkan istilah pidana diartikan sempit yang berkaitan dengan hukum pidana.

Pidana merupakan karakteristik hukum pidana yang membedakannya dengan hukum perdata, dalam gugatan perdata pada umumnya, pertanyaan timbul mengenai seberapa besar tergugat telah merugikan penggugat dan kemudian jika ada kerugian pemulihan apa yang sepadan untuk mengganti kerugian penggugat, dalam perkara pidana, sebaliknya seberapa jauh terdakwa telah merugikan masyarakat dan pidana apa yang perlu dijatuhkan kepada terdakwa karena telah melanggar hukum pidana.

Sebagaimana pengertian-pengertian dalam ilmu sosial, maka dalam hal pengertian pidana itupun beberapa pakar memberikan arti yang berbeda berdasarkan pendapatnya masing-masing, menurut Roeslan Saleh pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang sengaja ditimpakan Negara kepada pembuat delik itu, bahwa memang nestapa ini bukanlah tujuan yang terakhir dicita-citakan masyarakat, nestapa hanyalah suatu tujuan terdekat, sedangkan menurut Van Hamel arti dari pidana itu adalah suatu penderitaan yang bersifat khusus yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan yang berwenang untuk menjatuhkan pidana atas nama Negara sebagai penanggung jawab dari ketertiban hukum umum bagi seorang pelanggar, yakni semata-mata karena orang tersebut telah melanggar suatu peraturan hukum yang harus ditegakkan.2

2Tolib Setiady, op.cit, h. 19.

(12)

31

H. L.A. Hart dalam Stanley, E Group yang disitir oleh Muladi menyatakan bahwa pidana haruslah :

a. Mengandung penderitaan atau konsekuensi-konsekuensi lain yang tidak menyenangkan.

b. Dikenakan kepada seseorang yang benar-benar atau disangka melakukan tindak pidana.

c. Dikenakan berhubung suatu tindak pidana yang melanggar ketentuan hukum.

d. Dilakukan oleh sengaja oleh orang selain pelaku tindak pidana.

e. Dijatuhkan dan dilaksanakan oleh penguasa sesuai dengan ketentuan suatu system hukum yang dilanggar oleh tindak pidana tersebut.3

Alf Ross sejalan dengan perumusan yang dikemukakan oleh H. L.A. Hart maka Alf Ross menyatakan :

a. Terjadi berhubung dengan adanya pelanggaran terhadap suatu aturan hukum.

b. Dijatuhkan dan dilaksanakan oleh orang-orang yang berkuasa sehubungan degan tertib hukum yang dilanggar.

c. Mengandung penderitaan atau paling tidak konsekuensi-konsekuensi lain yang tidak menyenangkan.

d. Menyatakan pencelaan terhadap pelanggar.4

Berdasarkan beberapa pengertian serta ruang lingkup pidana tersebut, Muladi menyimpulkan bahwa pidana itu selalu mengandung unsure-unsur atau ciri sebagai berikut :

a. Pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan.

b. Diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang).

c. Dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang.5

3Tolib Setiady, op.cit, h. 20.

4Tolib Setiady, loc.cit.

5Tolib Setiady, op.cit, h. 21.

(13)

32

1.4 Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana. Tindak pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang kongkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan masyarakat.6

Tindak pidana merupakan terjemahan dari istilah strafbaar feit, strafbaar feit merupakan istilah asli bahasa Belanda yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan berbagai arti diantaranya yaitu, tindak pidana, delik, perbuatan pidana, peristiwa pidana maupun perbuatan yang dapat dipidana. Kata Strafbaar feit terdiri dari 3 (tiga) kata, yakni straf, baar dan feit. Berbagai istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari strafbaar feit itu, ternyata straf diterjemahkan sebagai pidana dan hukum. Perkataan baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh, sedangkan untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.7

Penggunaan terhadap istilah tindak pidana ini dikomentari oleh Moeljatno sebagai berikut :

6Amir Ilyas, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana, Rangkang Education Yogyakarta dan PuKAP- Indonesia, Yogyakarta, h. 18

7Adami Chazawi, 2002, Pengantar Hukum Pidana Bagian 1, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disingkat Adami Chazawi II), h. 69.

(14)

33

Meskipun kata tindak lebih pendek dari pada kata perbuatan tapi tindak tidak menunjuk kepada hal yang abstrak seperti perbuatan,tapi hanya menyatakan keadaan konkrit sebagaimana halnya dengan peristiwa dengan perbedaan bahwa tindak adalah kelakuan, tingkah laku, gerak-gerik, sikap jasmani seseorang,lebih dikenal dalam tindak tanduk, tindakan dan bertindak dan belakangan di pakai ditindak oleh karena itu tindak sebagai kata tidak begitu di kenal, maka perundang-undangan yang menggunakan istilah tindak pidana baik dalam pasal-pasalnya sendiri maupun dalam penjelasannya hampir selalu di pakai kata perbuatan.8

Tindak pidana juga diartikan sebagai suatu dasar yang pokok dalam menjatuhi pidana pada orang yang telah melakukan perbuatan pidana atas dasar pertanggungjawaban seseorang atas perbuatan yang telah dilakukannya, tapi sebelum itu mengenai dilarang dan diancamnya suatu perbuatan yaitu mengenai perbuatan pidanya sendiri, yaitu berdasarkan asas legalitas asas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan.

a. Pengertian Tindak Pidana Pencabulan

Pencabulan merupakan kecenderungan untuk melakukan aktivitas seksual dengan orang yang tidak berdaya seperti anak, baik pria maupun wanita, dengan kekerasan maupun tanpa kekerasan. Pengertian pencabulan atau cabul dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai pencabulan adalah kata dasar dari cabul, yaitu kotor dan keji sifatnya tidak sesuai dengan sopan santun (tidak senonoh), tidak susila, bercabul, berzinah, melakukan tindak pidana asusila, mencabul, menzinahi,

8Amir Ilyas, op.cit, h. 23

(15)

34

memperkosa, mencemari kehormatan perempuan, film cabul, film porno, keji dan kotor, tidak senonoh (melanggar kesusilaan, kesopanan).

Menurut Kamus Hukum pengertian kesusilaan diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan percakapan bahwa sesuatu apapun yang berpautan dengan norma-norma kesopanan yang harus dilindungi oleh hukum demi terwujudnya tata tertib dan tata susila dalam kehidupan bermasyarakat.9 Bab XIV Buku Kedua dan Bab VI Buku Ketiga KUHP, membagi dua jenis tindak pidana yakni :

1. Tindak pidana melanggar kesusilaan (zedelijkheid). Untuk kejahatan melanggar kesusilaan terdapat pada Pasal 281 sampai dengan Pasal 299,sedangkan untuk pelanggaran golongan pertama kesusilaan dirumuskan dalam Pasal 532 sampai Pasal 535.

2. Tindak pidana melanggar kesopanan (zeden) yang bukan kesusilaan, artinya tidak berhubungan dengan masalah seksual, untuk kejahatan kesopanan ini dirumuskan dalam jenis pelanggaran terhadap kesopanan (diluar hal yang berhubungan dengan masalah seksual) dirumuskan dalam Pasal 236 sampai dengan Pasal 547 KUHP.10

Menurut Marpaung Leden mendefinisikan pencabulan adalah suatu usaha untuk melampiaskan nafsu seksual oleh seorang lelaki terhadap seorang perempuan dengan cara yang menurut moral dan atau hukum yang berlaku sebagai perbuatan melanggar.11 Kejahatan pencabulan merupakan salah satu bentuk dari kejahatan kesusilaan, yaitu terjadinya hubungan seksual tanpa adanya persetujuan dari seorang

9Soedarso, 1992, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakata, h. 64.

10Wirjono Prodjodikoro, 2003, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika Aditama, Yogyakarta, h. 111

11Marpaung Leden, 1996, Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya, Sinar

Grafika, Jakarta, h. 25

(16)

35

wanita ataupun pria, bahkan didahului dengan ancaman kekerasan atau dengan kekerasan. Tindak pidana kesusilaan dalam KUHP dibedakan menjadi dua, yaitu Tindak pidana perkosaan untuk bersetubuh yang diatur dalam Pasal 285 KUHP dan tindak pidana perkosaan untuk berbuat cabul yang diatur dalam Pasal 289-296 KUHP.

KUHP menggolongkan tindak pidana pencabulan ke dalam tindak pidana kesusilaan. KUHP belum mendefinisikan dengan jelas maksud daripada pencabulan itu sendiri dan terkesan mencampuradukkan pengertiannya dengan perkosaan ataupun persetubuhan, sedangkan dalam rancangan KUHP yang baru ditambahkan kata persetubuhan disamping kata cabul dari perumusan tersebut dapat dilihat bahwa pengertian pencabulan dan persetubuhan dibedakan. Perbuatan cabul tidak menimbulkan kehamilan akan tetapi persetubuhan dapat menimbulkan kehamilan

b. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Unsur-Unsur Tindak Pidana pada umumnya dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan pidana tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang dan disertai dengan sanksi, dalam rumusan tersebut ditentukan beberapa unsur atau syarat yang menjadi ciri atau sifat khas dari larangan tersebut sehingga dengan jelas dapat dibedakan dari perbuatan lain yang tidak dilarang. Perbuatan pidana menunjuk kepada sifat perbuatannya saja, yaitu dapat dilarang dengan ancaman pidana jika dilanggar.

(17)

36

Setiap tindak pidana yang terdapat di dalam KUHP pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif.

Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri pelaku atau yang berhubungan dengan diri pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya, sedangkan unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan tindakan-tindakan dari pelaku itu harus di lakukan.

Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana itu adalah : a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau Culpa).

b. Maksud atau Voornemen pada suatu percobaan atau pogging seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat(1) KUHP.

c. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain.

d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachteraad seperti yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP

e. Perasaan takut yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.12

Unsur-unsur objektif dari sutau tindak pidana itu adalah : a. Sifat melawan hukum atau wederrechtelicjkheid.

b. Kualitas dari si pelaku, misalnya kedaan sebagai seorang pegawai negeri di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu Perseroan Terbatas di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP.

12P.A.F. Lamintang, 1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 194.

(18)

37

c. Kausalitas yakni hubungan antara suatu tindak pidana sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.13

Andi Fuad Usfa, dalam bukunya Pengantar Hukum Pidana mengemukakan bahwa unsur-unsur subjektif dari tindak pidana meliputi :

a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa).

b. Maksud pada suatu percobaan (seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP.

c. Macam-macam maksud atau oogmerkseperti misalnya yang terdapat dalam tindak pidana pencurian.

d. Merencanakan terlebih dahulu, seperti misalnya yang terdapat dalam Pasal 340 KUHP.14

2.5 Pengertian Pertanggungjawaban Pidana dan Unsur-Unsur Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana dalam bahasa asing di sebut sebagai toereken- baarheid, criminal reponsibilty, criminal liability, pertanggungjawaban pidana di

maksudkan untuk menentukan apakah seseorang tersebut dapat di pertanggungjawabkan atasnya pidana atau tidak terhadap tindakan yang di lakukanya.15

Roeslan Saleh menyatakan bahwa :

13Ibid.

14Andi Fuad Usfa, 2006, Pengantar Hukum Pidana Edisi Revisi, UMM Pers, Malang, h.45.

15E. Y. Kanter dan S. R. Sianturi,2002, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapanya, Alumni Ahaem-Peteheam, Jakarta, h. 245.

(19)

38

Dalam membicarakan tentang pertanggungjawaban pidana, tidaklah dapat dilepaskan dari satu dua aspek yang harus dilihat dengan pandangan-pandangan falsafah, satu diantaranya adalah keadilan, sehingga pembicaraan tentang pertanggungjawaban pidana akan memberikan kontur yang lebih jelas.

Pertanggungjawaban pidana sebagai soal hukum pidana terjalin dengan keadilan sebagai soal filsafat.16

Pengertian perbuatan pidana tidak termasuk hal pertanggungjawaban, perbuatan pidana hanya menunjuk pada dilarangnya perbuatan apakah orang yang telah melakukan perbuatan itu kemudian juga dipidana tergantung pada soal, apakah dia dalam melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau tidak apabila orang yang melakukan perbuatan pidana itu memang mempunyai kesalahan, maka tentu akan dipidana.17

Pertanggungjawaban pidana menjurus kepada pemidanaan petindak, jika telah melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur-unsurnya yang telah ditentukan dalam undang-undang, dilihat dari sudut terjadinya suatu tindakan yang terlarang (diharuskan), seseorang akan dipertanggungjawab-pidanakan atas tindakan-tindakan tersebut apabila tindakan tersebut bersifat melawan hukum dan tidak ada peniadaan sifat melawan hukum atau rechtsvaardigingsgrond atau alasan pembenar, untuk itu dilihat dari sudut kemampuan bertanggungjawab, maka hanya seseorang yang mampu bertanggungjawab yang dapat dipertanggungjawabkan.18

16Roeslan Saleh, 1982, Pikiran-Pikiran Tentang Pertanggungjawaban Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, (Selanjutnya disingkat Roeslan Saleh II) h. 10

17Roeslan Saleh II, op.cit, h.75.

18E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, op,cit, h. 249

(20)

39

E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi lebih lanjut menjelaskan bahwa:

Kemampuan bertanggungjawab didasarkan pada keadaan dan kemampuan jiwa (geestelijke vermogens), dan bukan kepada keadaan dan kemampuan berfikir (verstanddelijke vermogens), dari seseorang, walaupun dalam istilah yang resmi digunakan dalam Pasal 44 KUHP adalah verstanddelijke vermogens, untuk terjemahan dari verstanddelijke vermogens sengaja digunakan istilah keadaan dan kemampuan jiwa seseorang.19

E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, menjelaskan bahwa unsur mampu bertanggung jawab mencakup :

1. Keadaan jiwanya :

a. Tidak terganggu oleh penyakit terus-menerus atau sementara.

b. Tidak cacat dalam pertumbuhan (gagu, idiot, imbecile, dan sebagainya).

c. Tidak terganggu karena terkejut, hypnotisme, amarah yang meluap, pengaruh bawah sadar atau reflexe bewenging, melindur atau slaapwandel, menganggu karena demam atau koorts, nyidam dan lain sebagainya, dengan perkataan lain dalam keadaan sadar.20

2. Kemampuan jiwanya :

a. Dapat menginsyafi hakekat dari tindakannya.

b. Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah akan dilaksanakan atau tidak.

c. Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut.21

Seseorang atau pelaku tindak pidana tidak akan dimintai pertanggungjawaban pidana atau dijatuhi pidana apabila tidak melakukan perbuatan pidana dan perbuatan pidana tersebut haruslah melawan hukum, namun meskipun dia melakukan perbuatan

19 E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, op.cit, h. 250 20 E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, op.cit, h. 252 21 E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, loc.cit.

(21)

40

pidana, tidaklah selalu dia dapat dipidana, orang yang melakukan perbuatan pidana hanya akan dipidana apabila dia terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan kesalahan.

Mengenai anak kecil yang umurnya masih relative muda, menurut Roeslan Saleh, dalam keadaan-keadaan yang tertentu untuk di anggap tidak mampu bertanggungjawab haruslah didasarkan pada Pasal 44 KUHP, jadi sama dengan orang dewasa, tidak mampu bertanggungjawab karena masih muda saja, hal itu tidak di benarkan, dengan demikian, maka anak yang melakukan perbuatan pidana, tidak mempunyai kesalahan karena dia sesungguhnya belum mengerti atau belum menginsyafi makna perbuatan yang di lakukan. Anak memiliki ciri dan karakteristik kejiwaan yang khusus, yakni belum memiliki fungsi batin yang sempurna, maka, anak tidak di pidana karena tidak mempunyai kesengajaan atau kealpaan. sebab, satu unsur kesalahan tidak ada padanya, karenanya anak di pandang tidak bersalah, sesuai dengan asas tidak di pidana tidak ada kesalahan, maka anak belum cukup umur ini pun tidak di pidana.22

Tidaklah ada gunanya untuk mempertanggungjawabkan terdakwa atas perbuatannya apabila perbuatannya itu sendiri tidak bersifat melawan hukum, maka lebih lanjut dapat pula dikatakan bahwa terlebih dahulu harus ada kepastian tentang adanya perbuatan pidana, dan kemudian semua unsur-unsur kesalahan harus

22Roeslan Saleh I, op.cit, h. 84

(22)

41

dihubungkan pula dengan perbuatan pidana yang dilakukan, sehingga untuk adanya kesalahan yang mengakibatkan dipidananya terdakwa maka terdakwa haruslah :

a. Melakukan perbuatan pidana.

b. Mampu bertanggung jawab.

c. Dengan kesengajaan atau kealpaan.

d. Tidak adanya alasan pemaaf23

Berdasarkan uraian tersebut, jika keempat unsur tersebut maka orang yang bersangkutan atau pelaku tindak pidana dimaksud dapat dinyatakan mempunyai pertanggungjawaban pidana, sehingga ia dapat dipidana.

23Roeslan Saleh II, op.cit, h. 76

Referensi

Dokumen terkait

Selain mengajak warga, gerakan ini juga melibatkan para pelaku industri untuk peduli dengan dampak lingkungan dari sedotan plastik dengan tidak lagi menyediakan sedotan

Allah berfirman, ‖Makan dan minumlah rezki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.‖ Dalam ayat lain Allah

Nilai persentase penurunan kuat tekan karena pengaruh ITZ di benda uji mortar inklusi tunggal dengan Rfc=1 atau yang memiliki nilai kuat tekan inklusi yang sama

 pembelajaran dengan menggunakan media secara inovatif yang dilakukan dalam siklus dengan tujuan meningkatkan minat belajar siswa pada konsep pemahaman materi cerpen.

Pienemmillä kristillisillä yhteisöillä, kopteilla ja abessinialaisilla (nyk. etiopialaisilla) oli myös oma asemansa pyhän haudan kirkon alueella. 53 Eri kirkkokunnilla oli myös

Selanjutnya fasilitas berupa bantuan pendidikan agar prospek pendidikannya berjalan sebagaimana yang diharapkan oleh semua kalangan lebih khusus orang tuanya, dan

minimal invasive dengan teknik resin infiltration memperlihatkan hasil yang estetik untuk mengatasi white spot lesion setelah perawatan ortodontik.. Kata kunci : White

Berdasarkan hasil pengamatan fenotip, tanaman yang terseleksi pada tanaman bayam populasi UB 3 adalah tanaman yang memiliki daun berwarna dark citron (hijau muda)