• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "I. PENDAHULUAN. unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan adalah salah satu parameter untuk mengukur keberhasilan pembangunan manusia. Tanpa kesehatan manusia tidak akan produktif untuk hidup layak dan baik. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Menurut Undang- Undang Kesehatan, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

Sejalan dengan amanat Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Maka setiap anggota masyarakat memiliki hak yang sama dalam masalah pelayanan kesehatan.

Rumah Sakit merupakan penyedia jasa pelayanan kesehatan sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

(2)

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah Sakit bukan (persoon) yang terdiri dari manusia sebagai (naturlinjk persoon) melainkan rumah sakit diberikan kedudukan hukum sebagai (persoon) yang merupakan (rechtspersoon) sehingga rumah sakit diberikan hak dan kewajiban menurut hukum.1

Secara umum dapat diketahui rumah sakit merupakan tempat di mana masyarakat datang dengan berbagai keluhan dan masalah kesehatan mulai dari yang ringan sampai dengan tingkat yang kompleks, sehingga masyarakat selalu menggantungkan keinginannya untuk mendapatkan kesembuhan dan pelayanan di rumah sakit. Dokter adalah tenaga kesehatan dan pasien adalah yang meminta bantuan dokter untuk mengobati penyakit yang dideritanya. Profesi kedokteran merupakan profesi yang sangat mulia dan terhormat dalam pandangan masyarakat. Dokter sebelum melakukan pelayanan medis telah melakukan pendidikan dan pelatihan yang cukup panjang. Dokter merupakan manusia biasa yang penuh dengan kekurangan dalam melaksanakan tugas kedokteran yang penuh dengan risiko dan tidak dapat menghindarkan diri dari kodrat manusia yang diberikan oleh Tuhan. Walaupun dokter telah melakukan tugasnya sesuai dengan standard profesi atau Standart Operating Procedure (SOP) kemungkinan pasien cacat atau bahkan meninggal dunia setelah ditangani dokter dapat terjadi.

Hubungan hukum antara pasien dan dokter/rumah sakit pada prinsipnya terdiri dari hubungan pelayanan kesehatan (medical service) atau istilah lain tindakan medik antara pemberi pelayananan kesehatan (health provider), dan penerima                                                                                                                          

1  Hermien Haditati Koeswadji, Hukum untuk Perumah Sakitan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm. 91  

(3)

pelayanan kesehatan (health receiver). Dahulu hubungan antara pasien dengan dokter, pasien hanya dianggap sebagai objek semata karena dokter dianggap paling tahu segalanya yang terbaik bagi pasien atau (father know best), maka hubungan ini berpola vertikal.2 Kemudian semakin lama hubungan antara pasien dengan dokter tersebut bergeser dalam hubungan yang seimbang karena pasien dan dokter mempunyai hak dan kewajiban masing-masing yang harus dipenuhi.

Hubungan dokter/rumah sakit dan pasien dilihat dari aspek hukum, adalah hubungan antara subjek hukum dengan subjek hukum.3 Hubungan antara subjek hukum dan subjek hukum diatur oleh kaidah-kaidah hukum perdata. Kaidah hukum perdata berisi pedoman/ ukuran bagaimana para pihak yang melakukan hubungan melaksanakan hak dan kewajibannya. Berbicara mengenai hukum, maka terdapat hak dan kewajiban yang timbal balik, di mana hak dokter/ rumah sakit menjadi kewajiban pasien dan hak pasien menjadi kewajiban dokter/ rumah sakit.

Hubungan hukum dokter dan pasien menempatkan keduanya sebagai subjek hukum yang masing-masing pihak mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang harus dihormati. Pengingkaran atas pelaksanaan kewajiban masing-masing pihak akan menimbulkan disharmonisasi dalam hubungan hukum tersebut yang dapat berujung pada gugatan perbuatan melawan hukum atau tuntutan hukum oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan hak-haknya oleh kepentingan- kepentingannya. Sengketa berawal dari adanya perasaan tidak puas dari salah satu pihak karena adanya pihak lain yang tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang                                                                                                                          

2 Ibid, hlm 36.

3 Wila Chandrawila Supriadi. Hukum Kedokteran. Bandung: CV Mandar Maju.2001, hlm.

7.

(4)

telah diperjanjikan biasanya dalam hal sengketa medis yang merasa tidak puas adalah pasien dengan perkataan lain dokter/ rumah sakit yang wanprestasi.

Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran secara implisit menyebutkan bahwa sengketa medis adalah sengketa yang terjadi karena kepentingan pasien dirugikan oleh tindakan dokter atau dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran. Dengan demikian sengketa medis merupakan sengketa yang terjadi antara pengguna pelayanan medis dengan pelaku pelayanan medis dalam hal ini pasien dengan dokter/ rumah sakit. Masalah yang muncul paling sering dari semua kasus tuntutan pasien kepada rumah sakit umumnya merupakan masalah miskomunikasi yang terjadi sehingga istilah yang tepat adalah “Sengketa Medis”.4

Penyelesaian kasus sengketa medis yang terjadi antara dokter/rumah sakit dan pasien yang merasa dirugikan oleh tindakan dokter / rumah sakit sesuai dengan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang menyatakan “Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Namun, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 lebih menekankan penyelesaian sengketa medis lebih dahulu diselesaikan melalui mediasi sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyatakan “Dalam hal tenaga kesehatan

                                                                                                                         

4  Eddi Junaidi, “Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Medik” Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2011, hlm.4  

(5)

diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi”.

Proses mediasi merupakan salah satu bentuk dari alternative dispute resolution (ADR) atau alternatif penyelesaian sengketa seperti yang tertuang dalam Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 1996 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Pengertian mediasi secara terminologi dapat dilihat dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus dan memaksakan sebuah penyelesaian.

Dibandingkan dengan metode-metode alternatif penyelesaian sengketa lain yang sering dikerjakan oleh para pihak antara dokter/ rumah sakit dengan pasien, mediasi menawarkan penawaran yang integratif yang prosesnya tidak membutuhkan biaya yang besar serta waktu yang lama, dan tidak menekankan siapa yang menang dan kalah, siapa benar atau salah, tetapi dengan hasil penyelesaian menang-menang (win-win solution). Dalam mediasi para pihak yang bersengketa pro aktif dan memiliki kewenangan penuh dalam pengambilan keputusan.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik untuk mengkaji mengenai “Penyelesaian Sengketa Medis Melalui Mediasi”.

(6)

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka terdapat beberapa permasalahan yang akan dirumuskan oleh penulis antara lain :

a. Apa hakikat mediasi dalam penyelesaian sengketa medis ? b. Apa tujuan mediasi dalam penyelesaian sengketa medis ?

c. Bagaimanakah akibat hukum penyelesaian sengketa medis melalui mediasi ?

2. Ruang Lingkup

a. Ruang lingkup keilmuan

Ruang lingkup kajian penelitian ini adalah dibatasi pada ketentuan hukum mengenai Penyelesaian Sengketa Medis Melalui Mediasi. Bidang ilmu dalam penelitian ini adalah hukum perdata khususnya hukum kesehatan.

b. Ruang lingkup objek kajian

Ruang lingkup objek kajian adalah mengkaji tentang Penyelesaian Sengketa Medis Melalui Mediasi.

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan permasalahan diatas maka yang menjadi tujuan penelitian adalah:

a. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis apa hakikat mediasi dalam penyelesaian sengketa medis ?

(7)

b. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis apa tujuan dari mediasi dalam penyelesaian sengketa medis ?

c. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana akibat hukum penyelesaian sengketa medis melalui mediasi ?

2. Kegunaan Penelitian

Kegunanaan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat,memberikan sumbangan pemikiran di bidang ilmu hukum khusunya, Hukum Kesehatan mengenai sengketa medis yang diselesaikan melalui mediasi.

b. Manfaat Praktis

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi Rumah Sakit dalam pelayanan.

2) Hasil penulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat, khususnya mediasi yang ada di Rumah Sakit.

 

Referensi

Dokumen terkait

Pada perusahaan Indonesia power motivasi memang sangat penting untuk meningkatkan kinerja karyawan dan bentuk dari motivasi yang diberikan ada 2 yaitu intrinsic

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merumuskan permasalahan, yaitu apakah pelaksanaan perjanjian pelayanan kesehatan dalam proses persalinan yang dilakukan oleh

Kesenjangan antara masalah dan peraturan terjadi bahwa seharusnya dibuat Informed consent dalam setiap tindakan yang akan dilakukan oleh dokter, namun karena ada

Padjonga Daeng Ngalle adalah OPD yang target pelayanannya hanya diperuntukkan untuk masyarakat yang datang berkunjung ke rumah sakit (pasien) sehingga tidak ada

Berdasarkan studi pendahuluan terhadap tindakan perawatan luka di ruang bedah RSUD Bangkinang ditemukan kesenjangan antara teori dan pelaksanaan di lapangan, seperti :

Peneliti tertarik untuk meneliti tentang permintaan masyarakat terhadap pelayanan Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) di Kabupaten Madiun dikarenakan banyak

Terlihat dengan jelas bahwa program-program UZV di Halmahera bagian utara dan NZV di Jawa Tengah, mendapat perhatian serius dari kalangan Pemerintah Belanda

Pada kecepatan 10 -50 m/s algoritma locally optimal semakin rendah dan nilai hampir konstan seiring jumlah handoff semakin kecil dan kecepatan yang semakin