Kualitas dapat didefinisikan sebagai keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik produk atau jasa yang mampu memenuhi kebutuhan manusia yang memerlukannya (fitness for use). Ada dua aspek yang berpengaruh dalam menghasilkan kualitas, yaitu kualitas dari desain (quality of design) dan kualitas dari kesesuaian produk yang dihasilkan (quality of conformance). Kualitas dari desain adalah tingkat kualitas tertentu dari suatu produk yang sengaja dihasilkan melalui proses, bahan baku dan material-material yang tersedia. Sedangkan kualitas dari kesesuaian produk yang dihasilkan adalah bagaimana suatu produk yang dihasilkan mempunyai karakteristik sesuai dengan yang diharapkan (Douglas C. Montgomery, 1996).
2.1. Quality Control
Teknik Pengendalian Kualitas (Quality Control) adalah suatu set teknik operasional, manajemen, dan aktivitas yang digunakan untuk memastikan bahwa karakteristik dari suatu produk atau jasa sesuai dengan yang diharapkan. Dalam dunia industri juga dikenal istilah Quality Assurance/ Jaminan Kualitas, yaitu semua tindakan yang direncanakan / disistematiskan untuk menjaga kepercayaan bahwa produk atau jasa tersebut sesuai dengan yang diharapkan. Penggabungan Quality Control dan Quality Assurance dalam penerapannya di dunia industri disebut sebagai Total Quality Control.
Penerapan pengendalian kualitas pada perusahaan dapat memberikan keuntungan-keuntungan seperti: (Douglas C. Montgomery, 1996)
• Market Share/ Pangsa Pasar
Kualitas produk yang baik dari suatu perusahaan dapat menimbulkan kepercayaan konsumen yang nantinya membuat pangsa pasar produk tersebut menjadi besar.
• Penekanan biaya kualitas/ Quality Costs
Biaya-biaya yang berhubungan dengan memproduksi, mendeteksi, mencegah, dan memperbaiki (rework) produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan. Biaya kualitas dapat dikategorikan dalam:
a. Prevention Cost (biaya pencegahan)
Meliputi kegiatan perencanaan, peralatan, dan program pemeliharaan.
b. Appraisal Cost (biaya perkiraan nilai)
Meliputi kegiatan pengukuran, evaluasi, serta biaya penggunaan komponen dan material untuk menjaga kualitas.
c. Internal Failure Cost
Biaya kualitas yang timbul karena produk, komponen, material, ataupun service tidak dapat memenuhi spesifikasi, dan hal ini terjadi sesaat sebelum sampai ke konsumen.
d. Eksternal Failure Cost
Biaya yang timbul akibat komplain dari konsumen, pengembalian barang dan hilangnya kepercayaan konsumen. Hal ini tentunya terjadi setelah produk sampai ke tangan konsumen.
• Peningkatan Produktivitas
2.2. Statistical Process Control
SPC adalah bentuk penerapan dari proses pengendalian kualitas. Hal ini sesuai dengan akronimnya (Derek Bissel, 1994).
Control : manajemen yang efektif
Process : bentuk kegiatan yang mengubah input menjadi output Statistic : pengumpulan, penyajian dan analisa dari data yang ada
Dapat disimpulkan bahwa, SPC adalah manajemen pengendalian proses dengan menggunakan data-data nyata untuk ditampilkan dan dianalisa sehingga berguna untuk pengambilan keputusan. Selain untuk menjaga dan mengendalikan proses agar menghasilkan produk sesuai spesifikasi, SPC juga dapat bermanfaat untuk melakukan pengembangan / perbaikan secara kontinu. Misalnya perusahaan diharapkan dapat melakukan eksperimen dan pengujian-pengujian (seperti uji
tensile, elektrikal) yang lebih condong ke arah Quality Assurance/ jaminan kualitas.
Continous Improvement Area of Application Example of Statistical Tools
Measure Pefomance
Highlights Problem
Identify Causes
Develop Solutions
Measure Improvement
Data Gathering
Data presentation
Setting Priorites Finding Causes
Perfomance
Monitoring Relating to Process
Sampling, checksheet, talies, fault diagram, control and run chart Steam/leaf, histogram, bar chart, run chart, other graphs & table, control chart
Pareto analysis, ranking, FMEA Cause-effect diagrams, brainstorming,
flow sheet
Measures averages, measure of variation, rates, proportion, capabilities indices
Control chart (various), cusum Stratification, collation, anotation, plenned
observation, experiment ( FMEA = Failure Mode and Effect Analysis)
Gambar 2.1. Statistical Methods in System and Process Management Sumber : Derek Bissel, Statistical Methods for SPC and TQM, Chapman&Hall, 1994;P.67
Tabel di atas menampilkan tujuh area potensial untuk pengaplikasian SPC dalam sebuah sistem produksi, untuk memelihara pengembangan secara kontinu, juga disertai beberapa contoh metode-metode dalam statistik.
2.3. Peta Kendali untuk Manajemen dan Pengembangan Proses
Peta kendali merupakan salah satu alat yang umum digunakan dalam pengendalian mutu proses. Proses dikatakan stabil apabila dapat menghasilkan output yang baik, sedangkan untuk proses yang menghasilkan output tidak baik, dapat dikatakan proses tidak stabil (out of control). Keadaan proses dapat diketahui dari variasi karakteristik kualitasnya, yang disebabkan oleh penyebab umum dan penyebab khusus.
Tabel 2.1. Penyebab umum dan penyebab khusus
Suatu peta kendali mempunyai batas kendali, yaitu batas kendali atas, batas tengah, dan batas kendali bawah. Batas tengah merupakan nilai target dari proses yang harus dipenuhi dan ditetapkan sebagai standar produksi. Sedangkan batas kendali atas dan bawah merupakan nilai toleransi terhadap target, yang secara umum digunakan tiga Standar Deviasi. Pengendalian kualitas dilakukan agar dapat mengontrol variabilitas dari produk yang dihasilkan. Nilai variabilitas sendiri secara statistik digolongkan menjadi nilai atribut dan nilai variabel, dimana nilai variabel adalah karakteristik kualitas yang dapat diukur dalam skala numerik (contoh: panjang, viskositas, dan lain-lain). Sedangkan nilai atribut adalah karakteristik kualitas yang tidak dapat diukur dengan angka, biasanya diwakili dengan cacat atau tidak cacat.
Pada umumnya batas kendali dari suatu proses ditetapkan berdasarkan spesifikasi produk yang diinginkan konsumen, kemudian di interpretasikan ke dalam bentuk statistik.
Excessive Variation
Permissible variation
Excessive Variation
Unacceptable outcomes
Acceptable outcomes
Unacceptable outcomes
Upper specification
Nominal
Lower spesification
Basis: What the customer want or needs
Focus : on the outcomes of the process
Goal : Sort outcomes into acceptable and unacceptable categories Spesifications and Tolerances
Gambar 2.2. Interpretasi kebutuhan konsumen dalam bentuk peta kendali
Penyebab Umum Penyebab Khusus
* Penyebab yang mempengaruhi proses sepanjang * Penyebab yang timbul oleh karena adanya waktu karena merupakan pembawaan/ kondisi khusus yang timbul
faktor lingkungan
* Pengaruh terhadap kecacatan kecil * Pengaruh terhadap kecacatan besar
* Umumnya stabil pada tiap level variasi * Tidak stabil/ tidak beraturan terjadinya
* Dapat diprediksi * Tidak dapat diprediksi
Upper control limit
Centerline
Lower control limit Unstable Process due to Special causes
Unstable Process due to Special causes Stable
Process
Variation due to the common causes
Basis : what the process is doing Focus : On the process Ÿ machine
Ÿ materials Ÿ workers
Ÿ measurement systems
Ÿ work method Ÿ enviroment Ÿ management
Goal : reduce variability by identification and removal causes Control chart
Upper control limit (UCL)
Center line (CL)
Lower control limit (LCL)
Subgroup 1 2 3 4 5 6 7 8 9 ... k Statistic
Gambar 2.2. Interpretasi kebutuhan konsumen dalam bentuk peta kendali (sambungan)
Sumber : Jerry Banks, Principles of Quality Control, 1989
Pada beberapa kasus sering ditemui bahwa meskipun plot sampel pada peta kendali masih di dalam batas-batas kendali, ada kemungkinan telah terjadi pergeseran proses. Kondisi ini dapat diketahui apabila hasil plot cenderung membentuk suatu pola yang tidak random. Misal jika sepuluh plot terakhir adalah cenderung naik atau turun dari batas tengah, maka dapat dikatakan proses sedang mengalami pergeseran.
Oleh karena itu, konsep kesalahan tipe I dan II dapat diaplikasikan pada sebuah peta kendali. Pada penggunaannya, kesalahan ini dapat didefinisikan sebagai :
a) Type I. Apabila hasil plot adalah di luar batas kendali atas atau bawah, padahal proses masih dalam keadaan terkendali. Ini berarti telah terjadi sinyal pergeseran yang salah, dan seharusnya tidak memerlukan tindakan perbaikan.
b) Type II Apabila hasil plot masih dalam batas kendali, padahal proses dalam
keadaan tak terkendali (out of control). Ini berarti telah terjadi penyebab khusus yang berpengaruh namun tidak terdeteksi, sehingga tidak ada tindakan perbaikan sampai muncul sinyal pergeseran proses.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka kegunaan dari peta kendali untuk manajemen dan pengembangan proses secara kontinu adalah : a) Mengukur kemampuan proses, mengidentifikasikan apakah proses dalam
keadaan stabil ataukah telah terjadi pergeseran proses yang disebabkan munculnya penyebab khusus.
b) Mengetahui titik tolak saat terjadinya pergeseran proses sehingga dapat dilakukan penelitian dan perbaikan terhadap proses.
c) Memberikan nilai target yang dapat dijadikan acuan dan berguna untuk perbaikan proses.
d) Memberikan informasi yang relevan untuk pengendalian dan pengambilan keputusan oleh pihak manajemen.
2.4. Peta Kendali Atribut CCC-r
Peta kendali atribut tradisional (seperti p,np) adalah berdasarkan pada penamatan jumlah produk cacat yang dihasilkan dari sejumlah sampel yang telah diproduksi dan ditetapkan jumlahnya. Pada proses produksi modern yang mana menggunakan otomasi dan berjalan secara kontinu serta mengharuskan inspeksi yang kontinu pula, maka peta kendali tradisional adalah tidak cocok lagi.
Keputusan hanya dapat diambil setelah sejumlah sampel telah diproduksi, hal ini memungkinkan besarnya jumlah produk cacat yang diproduksi sebelum dapat dilakukan pengambilan keputusan.
Cumulative Count of Conformities chart merupakan alternatif peta kendali yang berdasarkan pada pengamatan terhadap sejumlah produk baik ayang dapat dihasilkan sebelum sejumlah r produk cacat timbul dari proses produksi yang sedaang berlangsung. Hal ini dapat membatasi jumlah produk cacat yang dihasilkan pada saat proses tiba-tiba mengalami pergeseran proses. Alternatif peta kendali ini sangat sesuai dengan proses produksi kontinu otomatis. ( M. Xie, T. N.
Goh & L. Y. Chan.,1997).
2.4.1. Distribusi Jumlah produk Baik yang Dihasilkan Sebelum r Produk Cacat Timbul.
Bila p adalah fraksi produk cacat dan X adalah jumlah produk baik sampai r produk cacat dihasilkan maka fungsi distribusi probabilitasnya adalah:
{ }
pr p n rr
n − −
−
= −
=n ( )
X
P 1
1
1 (2.1)
Fungsi distribusi diatas merupakan distribusi Binomial Negatif dengan parameter ( r, p ), sedangkan fungsi distribusi kumulatifnya adalah:
{ }
pr p i rr i i
X
P n
r i n
r i
− −
−
= −
=
=
∑
=∑
= ( )p) r,
F(n, 1
1
1 (2.2)
2.4.2. Fungsi Probabilitas Dari Batas Kendali Peta CCC-r
Jika probabilitas terjadinya sinyal pergeseran proses adalah α, maka Upper Control Limit (UCLr), Central Control Limit (CLr), dan Lower Control Limit (LCLr) adalah :
2 / r 1
)i p 1 r( 1 p r
1 p) i
r, ,
F(UCLr UCLri r − − = −α
−
=
∑
= − (2.3)5 0 1 1
1 ( ) .
p) r, ,
F(CLr − − =
−
=
∑
CLri=r ri− pr p i r (2.4)2 1 1
1 ( ) /
p) r, ,
F(LCLr − − =α
−
=
∑
= − pr p i rr
LCLr i
r
i (2.5)
Pada umumnya standar yang digunakan untuk peta kendali adalah 3 standar deviasi (α=0,0027). Fungsi dari batas kendali diatas dapat mudah dipecahkan dengan menggunakan program komputer sederhana., tentunya dengan nilai p dan r yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Pemilihan nilai r dapat dikatakan subyektif, tergantung dimana peta kendali ini akan diterapkan. Semakin besar nilai r akan semakin besar batas dari peta kendali, untuk nilai p yang sama.
2.4.3. Diagram Alir Prosedur Pengambilan Keputusan dari Peta Kendali CCC-r
Untuk menerapkan peta kendali CCC-r, nilai target untuk fraksi kecacatan (Po) harus diketahui atau dipakai nilai estimasi. Bila N adalah jumlah item yang diinspeksi dan n adalah jumlah item yang cacat dar sejumla N, maka Po dapat diestimasikan :
N o= n
P (2.6)
Start
Determine the control limits
Set k = 0
Set j = d = 0
Inspect an item;
Increase j by 1
Item conforming ?
Increase d by 1
Increase k by 1;
Plot (k,j)
Process in control ?
Stop process and remove assignable causes
Study the cause and maintain improvement d = r ?
N o
No : deteriorated
No : improved
N o Y e s
Y e s
Y e s
Gambar 2.3. Diagram alir prosedur pengambilan keputusan CCC-r chart Sumber : M.Xie, X.S. Lu, T.N. Goh, L.Y. Chan. (1997). A quality monitoring and
decicion making sheme for automated production processes. IJQRM, 152.
2.4.4. Analisa Kemampuan Peta Kendali CCC-r
Kemampuan dari suatu peta kendali dapat diketahui dengan menghitung nilai ARL (Average Run Length) dari peta kendali tersebut. ARL adalah jumlah rata-rata sampel poin yang diplot pada peta kendali sebelum ditemukan sebuah point mengidentifikasikan proses berada di luar kendali.
ARL= 1
p (a point is out of the control limit)
(2.7) Pada peta kendali CCC-r, nilai ARL dapat diketahui dengan menggunakan persamaan di bawah ini:
ARLccc = 1
p ( CCC < LCL ) + p ( CCC > UCL )
(2.8) p))
r, , F(UCL 1
( p) r, , F(LCL ARLccc 1
r
r + −
= (2.9)
Semakin kecil nilai ARL, maka kemampuan peta kendali adalah semakin baik karena dapat mendeteksi lebih cepat terjadinya pergeseran proses.
2.5. Diagram Ishikawa
Diagram Ishikawa digunakan untuk meneliti sebab dan akibat yang dapat mempengaruhi suatu proses. Oleh karena itu diagram ini disebut juga diagram sebab akibat dan diagram tulang ikan, karena bentuknya yang menyerupai tulang ikan. Diagram ini digolongkan menjadi tiga tipe, yaitu :
a) Tipe Cause Enumeration
Ini merupakan tipe dasar dari diagram sebab akibat, dimana karakteristik kualitas yang akan diteliti diletakkan di sisi kanan grafik. Kemudian ditarik garis lurus yang mempunyai cabang-cabang untuk mewakili hal-hal yang dapat mempengaruhi proses.
Lost luggage Changing carriers handling and
ticketing procedures
Customers meterial handling
Damaged luggaged Perpetrators
Stolen Baggage handlers Missing tag
Ticket agent
Similar tags Changing flights
Information channel meterial
handling
Gambar 2.4. Diagram Ishikawa tipe Cause Enumeration
b) Tipe Dispersion Analysis
Tipe ini merupakan pengembangan dari tipe dasar, di mana penyebab- penyebab digolongkan menurut strukturnya, misalnya material, mesin, dan lain-lain. Hal ini dapat membuat penelitian menjadi lebih fokus.
Product fails s c r e e n t e s t o l d w a v e
s o l d e r m a c h i n e b a d s o l d e r
c o n n e c t i o n
v i d e o d r i v e r o u t o f s p e c V i d e o
card fails I S D b a g o u t
o f s p e c no training
i m p r o p e r m a t e r i a l handlling n o t
inform e d in training
not followinh p r o c e d u r e s
Test is disrupted s t e p e r s m o t o r t h r o w s v o l t a g e
s p i k e
C o n n e c t o r
w e a r o u t v i d e o c o n n e c t o r n o t m a k i n g c o n t a c t
with tester V e n d o r
O p e r a t o r s
T e s t s t a t i o n B a d s c a n
B a r c o d e s c a n n e r C o m p u t e r
s y s t e m D o w n t i m e
Gambar 2.5. Diagram Ishikawa tipe Dispersion analysis
c) Tipe Process Analysis
Diagram ini meneliti produk secara keseluruhan dari tiap proses yang dilalui dan setiap hal yang berpengaruh pada tiap proses akan disertakan dalam grafik. Diagram ini dapat menggambarkan aliran proses yang harus dilalui, juga dapat diketahui dimana penyebab-penyebab muncul.
Shipping Packing
Final Test Screen Test
Assembly Kitting
Error code Palletize
Material
handling improper techniques scratch
wrap
packing material labelling Test Box
station Test
station Unit exit
line choice Operator Commodities
Mat'l handling Work station Packing
Training
Training Procedures
Quality control
Procedures Tools
Maintenance
Gambar 2.6. Diagram Ishikawa tipe Process Analysis
2.6. Diagram Pareto
Diagram Pareto sangat berguna untuk mengetahui sumber permasalahan yang dapat mengakibatkan kecacatan. Diagram pareto mempunyai konsep bahwa 89% kecacatan adalah disebabkan oleh 20% penyebab kecacatan. Diagram pareto dapat membantu untuk menganalisa 20% permasalahan yang sering timbul dan mempengaruhi kualitas produk.
Ishikawa (1976) memberikan gambaran untuk mengkontruksi sebuah diagram pareto. Pertama, mendata jenis-jenis kecacatan yang tejadi kemudian memplotnya dalam grafik seperti histogram. Jenis kecacatan yang diplot dalam diagram tersebut diurutkan menurun dari permasalahn yang sering muncul ke permasalahan yang paling jarang muncul. Setelah itu ditarik garis kumulatif di atas diagram.
Percentage of nonconfomities missing screw taps Damaged drive control Missing screws Damaged cover Damaged disc drive Damaged speakerScratched frame 100
80
60
40
20
Gambar 2.7. Diagram pareto 2.7. Sampling Penerimaan / Acceptance Sampling
Pemeriksaan / inspeksi terhadap bahan baku, barang setengah jadi maupun produk jadi merupakan salah satu aspek dari Quality Assurance. Apabila proses Quality Control berfungsi untuk menentukan kualitas produk dan mengendalikan proses, maka Quality Assurance lebih bersifat menerima atau menolak suatu produk dari sisi karakteristik mutunya. Inspeksi yang digunakan dalam Quality Assurance disebut sebagai sampling penerimaan. Perlu diketahui bahwa sampling penerimaan bukan untuk menggantikan pengendalian proses yang ada, namun hanya untuk memastikan agar bahan baku / barang jadi dapat digunakan sebagaimana mestinya untuk proses selanjutnya maupun untuk langsung digunakan sesuai fungsi produk tersebut. Tiga aspek penting dari kegiatan sampling adalah:
• Sampling penerimaan bertujuan memutuskan menolak/menerima produk (lot), bukan untuk mengestimasikan kualitas dari produk (lot).
• Sampling penerimaan tidak menunjukkan bentuk langsung dari Quality Control, yang mana berfungsi mengendalikan dan meningkatkan kualitas.
• Bukan untuk memeriksa kualitas dalam produk, tetapi sampling penerimaan merupakan alat untuk memastikan apakah produk sesuai dengan permintaan.
Pada umumnya, Sampling Penerimaan paling banyak digunakan dalam situasi:
a) Jika pengujian bersifat merusak
b) Jika biaya inspeksi total (100%) adalah tinggi c) Jika inspeksi total membutuhkan banyak waktu
d) Perusahaan supplier / pemasok mempunyai sejarah kualitas yang baik
e) Jika tingkat resiko kerusakan yang dapat timbul dari bahan baku atau barang jadi terhadap proses selanjutnya maupun konsumen adalah tinggi.
f) Dan lain-lain
2.7.1. Keunggulan dan Kekurangan
Beberapa keunggulan dari sampling penerimaan:
a) Biaya yang dibutuhkan lebih rendah dibandingkan dengan inspeksi total b) Mengurangi kerusakan yang mungkin timbul karena penanganan produknya c) Dapat diaplikasikan untuk pengujian yang merusak
d) Personel yang dibutuhkan untuk kegiatan inspeksi lebih sedikit.
e) Bahkan seringkali penolakan terhadap seluruh lot dapat menimbulkan motivasi dari pemasok/ bagian produksi untuk meningkatkan kualitas dari produk.
Selain itu, sampling penerimaan juga mempunyai beberapa kelemahan:
a) Ada resiko terhadap keputusan yang diambil, yaitu menolak lot yang “baik”
atau juga menerima lot yang “jelek”
b) Kurangnya informasi mengenai produk maupun proses pembuatannya c) Membutuhkan perencanaan dan dokumentasi mengenai prosedur sampling.
Dua jenis resiko sampling yang telah disebut di atas, resiko menolak lot yang “baik” disebut sebagai resiko produsen (α). Sedangkan resiko menerima lot yang “jelek” disebut sebagai resiko konsumen (β). Level penerimaan yang pertama dari sebuah sampling disebut sebagai Acceptable Quality Level (AQL), yaitu tingkat kualitas terjelek dari proses pemasok yang oleh konsumen masih dapat diterima sebagai rata-rata tingkat kecacatan proses. Sedangkan level penerimaan yang kedua disebut sebagai Lot Tolerance Percent Defactive (LTPD), yaitu tingkat kualitas terjelek yang masih dapat diterima oleh konsumen dalam suatu lot individual (Wadsworth, Harrison. M, Stephen, Kenneth S., Godfrey A.
Blanton; Modern Control for Quality Control&Improvement, John Wilcy&Sons, 1986). Baik AQL maupun LTPD dinyatakan sebagai persentase produk cacat.
2.7.2. Tipe-tipe Sampling Penerimaan
Sampling Penerimaan dapat digolongkan menjadi 2 klasifikasi utama, yaitu sampling penerimaan untuk atribut dan untuk variabel. Sampling Penerimaan atribut sendiri dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
• Single Sampling Plan
• Double Sampling Plan
• Multiple Sampling Plan
2.7.3. Formasi Lot
Beberapa hal yang harus diperhatikan agar Sampling Penerimaan yang dilakukan efektif:
a) Lot harus homogen. Tiap unit produk dalam suatu lot harus diproduksi pada lini produksi yang sama, mesin dan bahan yang sama
b) Lot yang besar lebih disukai dibandingkan lot yang kecil
c) Lot harus disesuaikan dengan sistem penanganan bahan yang digunakan dalam fasilitas penjual dan konsumen, dalam arti lot harus diperlakukan sama baiknya di tangan penjual maupun konsumen
Unit yang dipilih untuk diinspeksi dari suatu lot harus dipilih secara random dan harus dapat mewakili semua unit dalam lot tersebut.Kadang, inspeksi dapat melakukan stratifikasi pada lot dengan membagi lot menjadi lapisan- lapisan/ bagian-bagian seperti kubus. Selanjutnya, unit yang akan diinspeksi dipilih dari tiap kubus untuk menghindari distribusi kualitas yang tidak merata oleh karena “salting”.
2.8. Military Standard 105E ( MIL STD 105E )
Merupakan standar prosedur penyamplingan untuk inspeksi atribut, yang umum digunakan untuk sistem sampling penerimaan atribut- sampai saat ini.
Metode ini juga digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu single sampling, double sampling, dan multiple sampling. Tiap jenisnya juga dibagi dalam inspeksi normal, inspeksi diperketat, dan inspeksi yang dilonggarkan. Inspeksi normal
digunakan pada tahap awal inspeksi. Jenis inspeksi diperketat akan digunakan apabila ditemui tingkat kualitas yang menurun, sedangkan inspeksi dilonggarkan apabila ditemui tingkat kualitas yang diyakini baik. Parameter yang sangat diperlukan untuk penggunaan metode ini adalah nilai AQL.
Prosedur dalam mengubah tingkat inspeksi adalah:
• Normal to tightened. Saat inspeksi normal menemukan 2 dari 5 lot berurutan ditolak, maka tingkat inspeksi diubah menjadi diperketat.
• Tightened to normal. Apabila ditemui 5 lot berurutan diterima maka tingkat akan diubah menjadi inspeksi normal.
• Normal to reduced. Apabila ditemui:
- 10 lot berurutan pada tingkat normal diterima
- penanggung jawab menyetujui penurunan tingkat inspeksi
- produksi berjalan normal, tidak ditemui kerusakan mesin, bahan baku, dan lain-lain.
- Jumlah kecacatan dalam sampel dari 10 lot berturut-turut lebih kecil atau sama dengan standar yang ada.
• Reduced to normal. Apabila ditemui:
- Sebuah lot ditolak
- Produksi tidak teratur / terganggu
- Kondisi-kondisi lain yang menuntut perubahan tingkat inspeksi
• Discontunuance to Inspection. Apabila ditemui 10 lot berurutan ditolak.
Prosedur/ langkah-langkah penggunaan MIL STD 105E : a) Tentukan nilai AQL
b) Pilih level inspeksi c) Tentukan ukuran lot
d) Lihat kode ukuran sampel dari tabel
e) Tentukan jenis penyamplingan yang akan dipakai (Single, Double, Multiple) dan tingkat inspeksi yang akan digunakan (normal, tightened, reduced).
f) Cari nilai bilangan penerimaan dan penolakan dari tabel terkait.
Ÿ Production steady
Ÿ 10 consecutive lots accepted Ÿ Approved by
responsible authority
"and" conditions
Start
Normal
2 out of 5 consecutive lots rejected
Tightened Reduced
Ÿ Lots rejected Ÿ Irregular production Ÿ A lots meets neither the accept nor the reject criteria Ÿ Other conditions
warrat return to normal inspection
"or" conditions
5 consecutive lots accepted
10 consecutive lots remain on tightened
inspection
Gambar 2.8. Perubahan tingkat inspeksi untuk MIL STD 105E
Sumber : Douglas C. Montgomery, Intoduction to Statistical Quality Control, 1989 (3rd ed.), P.237.
2.9. Uji Proporsi Dua Populasi
Uji proporsi merupakan salah satu uji hipotesis terhadap parameter proses (proporsi), dimana hipotesis statistik sendiri adalah pernyataan yang mungkin benar atau tidak mengenai nilai parameter suatu distribusi probabilitas.
Bagian yang penting dalam uji hipotesis adalah menentukan hipotesis null (H0) dan hipotesis alternatif (H1). H1 adalah hipotesi yang akan dibuktikan / dicurigai.
Sedangkan H0 adalah “lawan”nya. Penaksiran proporsi (p) sendiri dalam percobaan binomial adalah:
n
p = x (2.10)
x menyatakan banyaknya sukses dalam n percobaan. Uji proporsi sendiri dilakukan untuk membandingkan dua perlakuan, antara lain membandingkan prosedur baru yang ditemukan dengan metode yang ada. Data kinerja kedua teknik dikumpulkan dan kesimpulan ditarik dari analisa-analisa statistik. Uji hipotesa yang digunakan adalah:
H0 : p1 = p2
Alternatif H1 : Tolak H0 jika:
H1 : p1 > p2 Zhit > | Zα | H1 : p1 < p2 Zhit < -| Zα | H1 : p1 ≠ p2 Zhit > | Zα/2 | Statistik uji yang digunakan :
2 1
2 2 1 1
n n
pˆ n pˆ pˆ n
+
= + (2.11)
+
−
= −
2
1 n
1 n ) 1 pˆ 1 ( pˆ
pˆ
Zhit pˆ1 2 (2.12)
dimana:
1 populasi dari
sampel proporsi ˆ1=
p
2 populasi dari
sampel proporsi ˆ2=
p
Kebenaran atau ketidakbenaran suatu hipotesis statistik tidak akan pernah diketahui dengan pasti kecuali apabila seluruh populasi diamati. Sehingga penerimaan suatu hipotesis hanyalah menegaskan bahwa data kita tidak cukup memberi kenyataan untuk menolaknya. Begitu pula sebaliknya, penolakan suatu hipotesis hanyalah menegaskan bahwa data kita tidak cukup memberi kenyataan untuk menerimanya.