SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI, EKSTRAK AIR DAN EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH
JERUK SUNDAI (Citrus jambhiri Lush.)
SKRIPSI
Oleh :
FERNAWATY F. SIPAYUNG NIM 060824019
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI, EKSTRAK AIR DAN EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH
JERUK SUNDAI (Citrus jambhiri Lush.)
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Oleh :
FERNAWATY F. SIPAYUNG NIM 060824019
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2009
Pengesahan Skripsi
SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI, EKSTRAK AIR DAN EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH
JERUK SUNDAI (Citrus jambhiri Lush.)
Oleh :
FERNAWATY F. SIPAYUNG NIM 060824019
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal : Mei 2009
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt. Dr. M. Pandapotan Nasution, MPS.,Apt.
NIP 130 872 282 NIP 130 535 838
Pembimbing II, Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt.
NIP 130 872 282
Dra. Marline Nainggolan, MS., Apt. Dra. Masfria, MS., Apt.
NIP. 131 485 243 NIP 131 569 406
Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt.
NIP 131 126 695
Dekan,
Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kasih yang telah melimpahkan kasih-Nya, sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.
Penulis mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya dan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Beka Sipayung, SH., dan Ibunda tersayang Rayani Purba, Bsc., atas segala doa, kasih sayang, dan dorongan semangat kepada penulis.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada:
1. Bapak, Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.
2. Bapak Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt. dan ibu Dra. Marline Nainggolan, MS., Apt., selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, kesabaran dan petunjuk kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Dr. M. Pandapotan Nasution, MPS., Apt., Ibu Dra. Masfria, MS., Apt., dan ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu Staf Laboratorium Fitokimia dan Steril Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama penulis melakukan penelitian.
5. Abang saya Fernando Sipayung, Adek Ferdinan dan Feronika dan tante saya Porsida Purba yang selalu memberikan dorongan dan semangat selama penulis melakukan penelitian.
6. Kepada Regina, Rinces, Merlin, Iin, kak Idola, kak Besta, Abang Renaldo, Elisa, Mery, Debora, Natalia, Suliani, teman-teman asisten di Laboratorium Fitokimia : kak Vika, kak Audrey, Ayu, Nike, Nia, dan Mimi, terima kasih atas dorongan dan bantuan selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.
7. Rekan-rekan mahasiswa Ekstensi Farmasi 2006, terima kasih atas dorongan dan bantuan selama perkuliahan hingga selesai pendidikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi kontribusi yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.
Medan, Mei 2009 Penulis
Fernawaty F. Sipayung
ABSTRAK
Telah dilakukan skrining fitokimia, destilasi, ekstraksi, kromatografi lapis tipis (KLT), uji aktivitas antibakteri minyak atsiri, ekstrak air dan ekstrak etanol serta penentuan konsentrasi hambat minimum (KHM) kulit buah jeruk sundai (Citrus jambhiri Lush.), famili Rutaceae terhadap bakteri Bacillus cereus dan Escherichia coli.
Isolasi minyak atsiri dilakukan dengan alat Stahl, filtratnya diuapkan untuk memperoleh ekstrak air, dan ampasnya diekstraksi dengan pelarut etanol untuk memperoleh ekstrak etanol. Minyak atsiri, ekstrak air dan ekstrak etanol diKLT dengan menggunakan berbagai macam fase gerak. Masing-masing digunakan fase diam silika gel GF 254, penampak noda vanillin-H2SO4 untuk minyak atsiri, Liebermann-Burchard untuk uji triterpenoid/steroid, Dragendorff untuk uji alkaloid, dan FeCl3 1% untuk uji senyawa fenol (flavonoid/tanin). Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan secara invitro dengan metode difusi agar menggunakan pencadang logam.
Hasil skrining fitokimia serbuk kulit buah jeruk sundai diperoleh senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida, glikosida antrakinon, triterpenoid/steroid, dan tanin.
Hasil KLT minyak atsiri menunjukkan adanya 3 senyawa terpen. Ekstrak etanol diperoleh 3 senyawa triterpenoid/steroid dan 3 senyawa fenol (flavonoid/tanin), sedang pada ekstrak air tidak menunjukkan adanya senyawa yang bersifat sebagai antibakteri. Ekstrak etanol mempunyai daya hambat yang lebih besar dibanding dengan minyak atsiri dan ekstrak air, dengan KHM untuk ekstrak etanol dan ekstrak air pada bakteri Escherichia coli masing-masing 80 mg/ml dan 300 mg/ml, sedang Bacillus cereus 80 mg/ml dan 100 mg/ml.
ABSTRACT
The examination of phytochemical screening, destilation, extraction, using thin layer chromatography (TLC), examination bacterial effect from volatile oil, water extract and ethanol extract, and also examination of minimum inhibitory concentration from Rough lemon’s peel (Citrus jambhiri Lush.) family Rutaceae towards bacterial growth Bacillus cereus and Escherichia coli.
Volatile oil was isolated with Stahl medium, then the water was evaporated to get the water extract, and waste extraction using ethanol for ethanol extract. Volatile oil, water extract and ethanol extract were done by TLC using variatif of mobile phase. The stationary phase using gel silica GF 254. The visualization using vanillin-H2SO4 for volatile oil, Liebermann-Burchard for triterpenoid/steroid, Dragendorff for alkaloid, and FeCl3 1 % for phenol (flavonoid/tanin) compound. The examination bacterial effect was measured invitro by means agar diffusion method using hold metal ring.
The phytochemical screening result of Rough lemon’s peel powder shows the presence of alkaloid, flavonoid, glycoside, anthraquinon glycoside, triterpenoid/steroid, and tanin compound. The TLC result of volatile oil shows 3 terpen compound. The ethanol extract shows 3 triterpenoid/steroid and 3 phenol (flavonoid/tanin) compound, while water extract did not shows compound that had bacterial effect. Ethanol extract had the higher inhibit bacterial growth than volatile oil and water extract, with minimum inhibitory concentration for ethanol extract and water extract of Escherichia coli each 80 mg/ml and 300 mg/ml, Bacillus cereus 80 mg/ml and 100 mg/ml.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan masalah... 3
1.3 Hipotesis ... 3
1.4 Tujuan penelitian ... 4
1.5 Manfaat penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Suku Jeruk-jerukan ... 5
2.2 Jeruk Sundai ... 6
2.2.1 Uraian Tumbuhan Jeruk Sundai ... 7
2.2.1.1 Nama Asing ... 7
2.2.1.2 Sistematika Tumbuhan ... 7
2.2.1.3 Morfologi Tumbuhan Jeruk Sundai ... 7
2.2.1.4 Penggunaan pada makanan ... 8
2.3 Minyak Atsiri ... 9
2.4 Isolasi Minyak Atsiri ... 10
2.5 Ekstraksi... 12
2.6 Kromatografi ... 14
2.6.1 Kromatografi Lapis Tipis ... 15
2.6.2 Penilaian dan dokumentasi kromatogram ... 17
2.7 Uraian Bakteri ... 17
2.7.1 Klasifikasi Bakteri ... 18
2.7.2 Bakteri Escherichia coli ... 19
2.7.3 Bakteri Bacillus cereus ... 19
2.7.4 Uji Aktivitas Antimikroba ... 20
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN ... 22
3.1 Alat-alat ... 22
3.2 Bahan-bahan ... 22
3.3 Penyiapan sampel ... 23
3.3.1 Pengambilan sampel ... 23
3.3.2 Determinasi tumbuhan ... 23
3.3.3 Pengolahan sampel ... 23
3.4 Pembuatan Larutan Pereaksi ... 23
3.4.1 Pereaksi Mayer ... 24
3.4.2 Pereaksi Dragendorff ... 24
3.4.3 Pereaksi Bouchardat ... 24
3.4.4 Pereaksi Molish ... 24
3.4.5 Larutan Besi (III) klorida 1% b/v ... 24
3.4.6 Larutan Timbal (II) asetat 0,4 M ... 24
3.4.7 Larutan natrium hidroksida 2 N ... 25
3.4.8 Vanilin-asam sulfat ... 25
3.4.9 Pereaksi Liebermann-Burchard ... 25
3.4.10 Larutan asam klorida 2 N ... 25
3.4.11 Larutan asam sulfat 2 N ... 25
3.5 Skrining Fitokimia Serbuk Kulit buah jeruk... sundai (Citrus jambhiri Lush.) ... 25
3.5.1 Pemeriksaan Alkaloid ... 26
3.5.2 Pemeriksaan Flavonoid ... 26
3.5.3 Pemeriksaan Glikosida ... 27
3.5.4 Pemeriksaan Glikosida antrakinon ... 28
3.5.5 Pemeriksaan Saponin ... 28
3.5.6 Pemeriksaan Tanin ... 28
3.5.7 Pemeriksaan Triterpenoid/Steroid ... 28
3.6 Penetapan Kadar Air ... 29
3.7 Isolasi Minyak Atsiri kulit buah jeruk sundai ... 29
3.8 Pembuatan Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol ... 30
3.9 Analisis Minyak atsiri, Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol dengan kromatografi lapis tipis ... 30
3.10 Pengenceran Larutan minyak atsiri ... 31
3.11 Pengenceran Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol ... 31
3.12 Pembuatan Media ... 32
3.12.1 Larutan NaCl 0,9% ... 32
3.12.2 Nutrient Agar ... 32
3.12.3 Plate Count Agar ... 32
3.12.4. Pembuatan Agar Miring ... 33
3.13 Penyiapan inokulum ... 33
3.13.1 Pembuatan stok kultur bakteri Bacillus cereus dan Escherichia coli ... 33
3.13.2 Pembuatan Inokulum ... 33
3.14 Pengujian Aktivitas Antibakteri ... 34
3.15 Pengujian Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri ... dengan Uji Angka Lempeng Total ... 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 45
5.1 Kesimpulan ... 45
5.2 Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46
LAMPIRAN ... 49
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Gambar 1. Hasil Identifikasi/Determinasi Tumbuhan ... 49
Lampiran 2. Gambar 2. Buah jeruk sundai (Citrus jambhiri Lush.) ... 50
Lampiran 3. Gambar 3. Tumbuhan jeruk sundai (Citrus jambhiri Lush.) ... 51
Lampiran 4. Gambar 4. Kulit buah jeruk sundai yang dikeringkan ... 52
Lampiran 5. Gambar 5. Bagan kerja isolasi minyak atsiri, pembuatan ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah jeruk sundai (Citrus jambhiri Lush.) ... 53
Lampiran 6. Gambar 6. Kromatogram hasil KLT minyak atsiri kulit buah jeruk sundai (Citrus jambhiri Lush.) ... 54
Lampiran 7. Gambar 7. Kromatogram hasil KLT ekstrak air kulit buah jeruk sundai (Citrus jambhiri Lush.) ... 55
Lampiran 8. Gambar 8. Kromatogram hasil KLT ekstrak etanol kulit buah jeruk sundai (Citrus jambhiri Lush.) ... 56
Lampiran 9. Gambar 9. Bagan kerja pengujian aktivitas antibakteri ... 59
Lampiran 10. Tabel 1.Uji aktivitas antibakteri minyak atsiri kulit buah jeruk sundai terhadap bakteri Bacillus cereus dan Escherichia coli ... 60
Lampiran 10 Tabel 2.Uji aktivitas antibakteri ekstrak air kulit buah jeruk sundai terhadap bakteri Bacillus cereus dan Escherichia coli ... 60
Lampiran 10 Tabel 3.Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit buah jeruk sundai terhadap bakteri Bacillus cereus dan Escherichia coli .... 61
Lampiran 11 Tabel 4. Data perhitungan jumlah koloni dengan pengenceran 10-4 ... 62
Lampiran 12. Perhitungan penetapan kadar air ... 63
Lampiran 13. Gambar 10. Hasil uji aktivitas antibakteri minyak atsiri terhadap pertumbuhan bakteri Bacillus cereus ... 64
Lampiran 13. Gambar 11. Hasil uji aktivitas antibakteri minyak atsiri terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli ... 64
Lampiran 14. Gambar 12. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak air terhadap pertumbuhan bakteri Bacillus cereus ... 65 Lampiran 14. Gambar 13. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak air terhadap
pertumbuhan bakteri Escherichia coli ... 65 Lampiran 15. Gambar 14. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol
terhadap
pertumbuhan bakteri Bacillus cereus ... 66 Lampiran 15. Gambar 15. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol
terhadap
pertumbuhan bakteri Escherichia coli ... 66 Lampiran 16. Gambar 16. Pertumbuhan koloni bakteri Bacillus cereus ... 67 Lampiran 17. Gambar 17. Pertumbuhan koloni bakteri Escherichia coli ... 68
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Hasil Skrining Fitokimia kulit buah jeruk sundai ... 36 Tabel 2. Harga Rf Hasil KLT Minyak Atsiri kulit buah
jeruk sundai (Citrus jambhiri Lush.) ... 38 Tabel 3. Harga Rf Hasil KLT Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol
kulit buah jeruk sundai (Citrus jambhiri Lush.) dengan
fase gerak toluen : etil asetat (7:3) ... 38 Tabel 4. Harga Rf Hasil KLT Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol
kulit buah jeruk sundai (Citrus jambhiri Lush.) dengan
fase gerak kloroform : etil asetat (7:3) ... 39 Tabel 5. Harga Rf Hasil KLT Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol kulit
buah jeruk sundai (Citrus jambhiri Lush.) dengan fase gerak
kloroform : metanol (7:3) ... 39
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Hasil uji antibakteri minyak atsiri kulit buah jeruk sundai
terhadap bakteri Bacillus cereus dan Escherichia coli... 41 Gambar 2. Data perhitungan jumlah koloni dengan pengenceran 10-4 ... 42 Gambar 2. Hasil uji antibakteri ekstrak air kulit buah jeruk
sundai terhadap bakteri Bacillus cereus dan Escherichia coli ... 43 Gambar 3. Hasil uji antibakteri ekstrak etanol kulit buah jeruk
sundai terhadap bakteri Bacillus cereus dan Escherichia coli ... 43
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia masih banyak terdapat tumbuhan yang belum dimanfaatkan sebagai obat, sehingga perlu mendapat perhatian agar dapat digunakan. Salah satunya tumbuhan yang mengandung minyak atsiri. Hampir seluruh tumbuhan penghasil minyak atsiri yang tumbuh di wilayah Indonesia dikenal oleh sebagian masyarakat, bahkan beberapa jenis tumbuhan tersebut menjadi bahan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum minyak atsiri banyak digunakan dalam bidang industri kosmetik (sabun, pasta gigi, sampo, losion), industri makanan (bahan penyedap atau penambah cita rasa), industri parfum (bahan dasar pewangi), industri farmasi (antiinfeksi dan pembunuh bakteri) dan sebagai insektisida (Lutony & Rahmayati,1994).
Indonesia mempunyai keragaman dan kekayaan berbagai jenis buah- buahan yang dapat dikembangkan dalam berbagai skala usaha. Salah satu jenis buah-buahan mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan adalah komoditas jeruk (Soelarso, 1996).
Menurut Swingle, jenis Citrus berasal dari daerah New Guinea Melanesia dan mengalami evolusi menjadi beberapa spesies berbeda, terutama tumbuh di daerah Asia Tenggara. Beberapa spesies tersebut tumbuh di benua Asia, memiliki buah dengan rasa asam, pahit, hampir tidak dapat dimakan dan dapat digunakan
sebagai bahan pewangi, sedangkan spesies dalam subgenus Eucitrus, dikenal memiliki buah yang paling baik untuk dimakan (Guenther, 1990).
Jeruk sundai merupakan tumbuhan yang digunakan masyarakat Batak Toba sebagai bahan utama dalam membuat makanan khas tradisional, dikenal dengan nama “dekke naniura”, sejenis makanan dari ikan dicampur dengan bumbu rempah-rempah tanpa dimasak. Disamping itu, jeruk sundai sudah lama dikenal oleh masyarakat sebagai obat manjur untuk menyembuhkan batuk.
Penelitian yang telah dilakukan (Bobby, 2005) dari minyak atsiri kulit buah jeruk sundai dengan GC-MS, diperoleh komponen kimia yaitu Limonene (55,8 %), β-pinene (13,79 %), dan γ terpinen (12,44 %). Ketiga komponen kimia tersebut termasuk dalam kelompok monoterpen yang berfungsi sebagai stimulansia untuk kulit, sedative, expectorants, obat sakit perut, karminatif, diuretik, antiseptik dan desinfektan (Wagner & Wolff, 1977). Senyawa-senyawa yang bersifat sebagai antibakteri selain minyak atsiri, adalah senyawa fenol (flavonoid dan tanin) yang terdapat pada ekstrak yang bersifat polar.
Bacillus cereus sering mengkontaminasi berbagai produk makanan seperti: daging, ikan, nasi, sayur, dan puding (Fardiaz, 1992). Gejala keracunan makanan akibat Bacillus cereus dapat menimbulkan gejala diare dan emetik (Frazier & Westhoff, 1988). Escherichia coli pada manusia dapat menyebabkan penyakit infeksi saluran kemih, saluran empedu dan tempat-tempat lain di rongga perut (Jawetz et al., 1996).
Berdasarkan hal di atas, penulis tertarik untuk mengetahui golongan senyawa kimia dan efek antibakteri dari kulit buah jeruk sundai menggunakan bakteri Bacillus cereus dan Escherichia coli. Pada penelitian ini dilakukan analisis
golongan senyawa kimia kulit buah jeruk sundai (Citrus jambhiri Lush.) dengan cara skrining fitokimia dan kromatografi lapis tipis (KLT). Isolasi minyak atsiri dilakukan dengan menggunakan alat Stahl, sisa destilasi dibuat menjadi ekstrak air dan ekstrak etanol. Selanjutnya dilakukan uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar secara invitro menggunakan pencadang logam terhadap minyak atsiri dan ekstrak.
1.2 Perumusan Masalah
1. Apakah golongan senyawa kimia yang terdapat pada kulit buah jeruk sundai (Citrus jambhiri Lush.) bersifat sebagai antibakteri?
2. Apakah minyak atsiri, ekstrak air dan ekstrak etanol dari kulit buah jeruk sundai mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Bacillus cereus dan Escherichia coli?
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah diatas maka dibuat hipotesis yaitu:
1. Kulit buah jeruk sundai diduga mengandung senyawa yang bersifat sebagai antibakteri seperti minyak atsiri dan senyawa fenol (flavonoid dan tanin).
2. Minyak atsiri, ekstrak air, dan ekstrak etanol kulit buah jeruk sundai bersifat sebagai antibakteri terhadap bakteri Bacillus cereus dan Escherichia coli.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui golongan senyawa kimia yang terkandung di dalam kulit buah jeruk sundai (Citrus jambhiri Lush.) dengan melakukan skrining fitokimia dan kromatografi lapis tipis (KLT).
2. Mengetahui aktivitas antibakteri paling efektif dari minyak atsiri, ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah jeruk sundai (Citrus jambhiri Lush.) terhadap bakteri Bacillus cereus dan Escherichia coli.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian dari minyak atsiri, ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah jeruk sundai (Citrus jambhiri Lush.) ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu senyawa kimia yang bersifat antibakteri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Suku Jeruk-jerukan
Tanaman jeruk banyak dibudidayakan orang, salah satu diantaranya anggota suku jeruk-jerukan (Rutaceae), yang beranggotakan tak kurang dari 1.300 jenis tanaman. Suku Rutaceae dikelompokkan dalam 7 sub famili (anak suku) dan 130 genus (marga) dan menjadi induk tanaman jeruk adalah sub famili Aurantioidae, yang beranggotakan 33 genus (Sarwono, 1995).
Suku jeruk-jerukan pada umumnya berupa pohon atau perdu, dan jarang berbentuk semak, ciri-cirinya antara lain :
- Posisi daun berhadap-hadapan atau berseling, bentuk daun bisa berupa daun tunggal atau majemuk. Permukaan daun mempunyai kelenjar minyak yang transparan.
- Bunga beraturan, berbentuk anak payung, tandan atau malai. Kebanyakan berkelamin dua. Kelopak bunga berjumlah 4-5 dan berdaun lepas.
Tonjolan dasar bunga beringgit atau berlekuk di dalam benangsari.
- Bakal buah menumpang. Bentuk buah buni kotak, buni, batu, dan buah berbelah.
Tumbuhan jeruk termasuk genus Citrus, dimana terdiri dari dua sub genus, yaitu :
1. Eucitrus merupakan jenis tumbuhan jeruk yang paling luas dibudidayakan orang, karena buahnya enak dimakan.
2. Papeda merupakan jenis tumbuhan jeruk dimana buahnya tidak enak dimakan karena daging buahnya terlalu banyak mengandung asam dan berbau wangi agak keras (Sarwono, 1995).
2.2 Jeruk Sundai
Jeruk sundai (Citrus jambhiri Lush.) atau rough lemon disebut juga jeruk lemon kasar karena kulit buahnya bergelembung-gelembung kasar. Bentuk buah agak bulat, dasar buah agak menonjol, warnanya kuning oranye. Rasa buah sangat asam dan mempunyai biji yang banyak. Biji ini bila disemai akan menghasilkan bibit yang bisa dipakai untuk bahan okulasi dengan jenis jeruk lain (jeruk manis), terutama di Amerika Serikat. Tapi di Indonesia tidak dipergunakan karena hasilnya rendah dan kurang cocok (Sarwono, 1995).
Rough lemon merupakan tanaman hasil hibrida antara Citrus medica var.lemon dengan Citrus aurantium L. var. sinensis (jeruk manis). Tanaman ini sangat baik tumbuh di daerah dataran rendah sampai ketinggian 800 meter dpl.
Bijinya dalam satu buah jeruk banyak, rata-rata 10-15 butir. Keistimewaan tanaman ini mempunyai perakaran yang baik untuk tanah berbatu-batu dan kurang subur (Sarwono, 1995).
Rough lemon berasal dari India sekarang sudah tersebar di seluruh dunia dan di Indonesia juga banyak dipergunakan sebagai bahan tambahan dalam makanan (Pracaya, I., 2000).
2.2.1 Uraian Tumbuhan Jeruk Sundai 2.2.1.1 Nama Asing
Citrus jambhiri Lushington : Citronelle, Jamberi, Jambhiri-Orange, Mazoe Lemon, Rough Lemon (Inggris), Citron Verruqueux (Prancis), Limon Rugoso, Rugoso (Spanyol) (Anonim, 2008).
2.2.1.2 Sistematika Tumbuhan
Sistematika tumbuhan jeruk sundai menurut (Tjitrosoepomo, 1991) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Class : Dicotyledoneae Sub class : Dialypetalae Ordo : Rutales Famili : Rutaceae Genus : Citrus
Species : Citrus jambhiri Lush.
2.2.1.3 Morfologi Tumbuhan Jeruk Sundai
Pohon Rough lemon ini mencapai ketinggian 3-6 meter. Umumnya memiliki duri yang tajam pada rantingnya. Daunnya memerah ketika masih muda lama-kelamaan menjadi hijau tua di bagian atas, dan hijau muda di bagian bawah.
Berbentuk panjang atau elips dengan panjang 6,25-11,25 cm dengan ranting pipih.
Kuncupnya memerah, bunga terbuka memiliki empat atau lima kelopak dengan panjang 2 cm, warna putih pada permukaan atas (di dalam), warna keunguan di
bagian bawah dan memiliki 20-40 benang sari dengan kepala putik kuning.
Buahnya oval dengan tonjolan seperti puting pada bagian kulit sebelah luar. Kulit buahnya kasar dan berwarna kuning, beraroma dan disertai dengan titik minyak, dimana tebalnya 6-10 mm. Daging buah berwarna kuning pucat, dalamnya terdapat 8-10 segmen, banyak mengandung air dan asam. Buah ini memiliki banyak biji, berbentuk elips, halus, panjangnya 9,5 mm, berwarna putih (Morton, 1987).
2.2.1.4 Penggunaan pada makanan
Irisan Rough lemon ini dapat berfungsi sebagai hiasan pada ikan atau daging atau dengan es atau teh panas, yang diperas untuk menambah cita rasa pada jus. Rough lemon yang segar setelah dipadatkan dan dibekukan atau dibuat menjadi serbuk dapat digunakan sebagai bahan tambahan dalam minuman berkarbornasi, atau minuman lain. Juga digunakan sebagai bahan tambahan untuk membuat kue pastel dan roti, seperti pemberi aroma untuk kue, masakan, lapisan gula pada kue, puding, pengawet, dan untuk produk farmasi.
Rough lemon digunakan di pabrik permen sebagai bahan tambahan dalam pembuatan permen. Beberapa tetes Lemon juice ditambahkan pada kream sebelum dikocok untuk menstabilkan kocokan kream. Kulit buah lemon dapat dijadikan permen dalam industri rumah tangga (tidak untuk dipasarkan) dan diawetkan dalam air garam dan disediakan untuk pengusahaan pabrik permen dan makanan kue. Juga merupakan sumber dari minyak lemon, pectin dan asam sitrat (Morton, 1987).
2.3 Minyak Atsiri
Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini disebut juga minyak menguap, minyak eteris, minyak esensial karena pada suhu kamar mudah menguap. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman asalnya. Dalam keadaan segar dan murni, minyak atsiri umumnya tidak berwarna. Namun, pada penyimpanan lama minyak atsiri dapat teroksidasi. Untuk mencegahnya, minyak atsiri harus disimpan dalam bejana gelas yang berwarna gelap, diisi penuh, ditutup rapat, serta disimpan di tempat yang kering dan sejuk (Gunawan & Mulyani, 2004).
Sifat-sifat minyak atsiri menurut Gunawan dan Mulyani (2004) adalah sebagai berikut :
a. Tersusun oleh bermacam-macam komponen senyawa.
b. Memiliki bau yang khas.
c. Mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam, menggigit, memberi kesan hangat sampai panas, atau justru dingin ketika terasa dikulit.
d. Pada keadaan murni mudah menguap pada suhu kamar.
e. Sangat mudah larut dalam pelarut organik.
Minyak esensial memiliki banyak kegunaan antara lain antiinflamasi, antiseptik, perangsang nafsu makan, karminatif, ekspektoran, pengusir serangga, dan sedatif. Minyak esensial merupakan antimikroba alami yang dapat bekerja terhadap bakteri, virus, serta jamur. Negara-negara tropis secara tradisional telah menggunakan banyak jenis rempah-rempah dalam masakan mereka yang bukan hanya dipakai untuk memperbaiki citarasa makanan tetapi juga untuk mematikan mikroba yang tumbuh cepat dalam udara panas (Shirley dan Len, 1997).
2.4 Isolasi Minyak Atsiri
1. Penyulingan Minyak Atsiri
Sebagian besar minyak atsiri diperoleh dengan cara penyulingan menggunakan uap atau disebut juga dengan cara hidrodestilasi. Penyulingan dapat didefenisikan sebagai pemisahan komponen-komponen suatu campuran dari dua jenis cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap masing-masing zat tersebut.
Dalam industri minyak atsiri dikenal tiga macam penyulingan : a. Penyulingan dengan air
Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak langsung dengan air mendidih. Bahan dapat mengapung di atas air atau terendam secara sempurna, tergantung pada berat jenis dan jumlah bahan yang disuling. Ciri khas model ini yaitu adanya kontak langsung antara bahan dan air mendidih. Oleh karena itu, sering disebut penyulingan langsung.
b. Penyulingan dengan uap
Model ini disebut juga penyulingan uap atau penyulingan tak langsung.
Pada prinsipnya, model ini sama dengan penyulingan langsung. Hanya saja, air penghasil uap tidak diisikan bersama-sama dalam ketel penyulingan. Uap yang digunakan berupa uap jenuh atau uap yang kelewat panas dengan tekanan lebih dari 1 atmosfer.
c. Penyulingan dengan air dan uap
Pada model penyulingan ini, bahan tanaman yang akan disuling diletakkan di atas rak-rak atau saringan berlubang. Kemudian ketel penyulingan diisi
dengan air sampai permukaannya tidak jauh dari bagian bawah saringan.
Ciri khas model ini yaitu uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas (Lutony, 2000).
2. Ekstraksi menggunakan pelarut
Ekstraksi menggunakan pelarut adalah cara pengambilan minyak yang lebih ”halus” daripada penyulingan menggunakan uap air. Cara ini cocok untuk mengambil minyak yang kurang stabil dan dapat rusak oleh panas uap air (Harris, 1990). Metode ini dipilih karena kadar minyaknya di dalam tanaman sangat rendah/kecil. Pengambilan minyak atsiri menggunakan cara ini diyakini sangat efektif karena sifat minyak atsiri yang larut sempurna di dalam bahan pelarut organik nonpolar (Gunawan dan Mulyani, 2004).
3. Metode enfleurage
Metode enfleurage adalah metode penarikan minyak atsiri yang dilekatkan pada media lilin. Metode ini digunakan karena diketahui ada beberapa jenis bunga yang setelah dipetik, enzimnya masih menunjukkan kegiatan dalam menghasilkan minyak atsiri sampai beberapa hari/minggu. Caranya dengan menaburkan bunga di hamparan lapisan lilin dalam sebuah baki besar dan ditumpuk-tumpuk menjadi tumpukan yang saling menutup rapat sehingga dihasilkan lilin yang berbau harum dikenal sebagai pomade. Selanjutnya pomade dikerok dan diekstraksi menggunakan etanol seperti ekstraksi biasa (Gunawan dan Mulyani, 2004).
4. Pengempresan
Metode pengempresan merupakan metode penarikan minyak atsiri dari kulit buah jeruk yaitu dengan pemberian tekanan untuk mengempres kulit jeruk
sehingga minyak yang terkandung didalamnya keluar. Cara ini sangat sederhana dan dalam hal tertentu memberikan hasil yang memuaskan seperti aroma yang alami.
Isolasi dengan pengempresan mempunyai beberapa kesulitan karena dinding yang didalamnya terdapat kantung minyak atsiri sebagian besar terdiri dari selulosa dan pektin berupa koloid sehingga dengan metode ini maka minyak bergabung dengan larutan koloid. Masalah ini merupakan salah satu hambatan dalam memproduksi minyak bermutu baik dengan menggunakan mesin tekan (Guenther, E., 1987).
2.5 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dengan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000).
Pembagian metode ekstraksi menurut Ditjen POM (2000) adalah : A. Cara Dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi kinetik dilakukan dengan pengadukan yang kontinu (terus- menerus). Remaserasi dilakukan dengan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai penyarian sempurna, umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, dan tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) yang terus-menerus sampai ekstrak yang diinginkan habis tersari. Tahap pengembangan bahan dan maserasi antara dilakukan dengan maserasi serbuk menggunakan cairan penyari sekurang-kurangnya 3 jam, hal ini penting terutama untuk serbuk yang keras dan bahan yang mudah mengembang.
B. Cara Panas 1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
2. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
3. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu pada temperatur 40-50 0C.
4. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98 0C) selama waktu tertentu (15-20 menit).
5. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥ 300C) dan temperatur sampai titik didih air.
2.6. Kromatografi
Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan tertentu. Cara yang asli telah diketengahkan pada tahun 1903 oleh TSWETT, dia telah menggunakannya untuk pemisahan senyawa-senyawa yang berwarna, dan nama kromatografi diambilkan dari senyawa yang berwarna. Meskipun demikian pembatasan untuk senyawa-senyawa yang berwarna tak lama dan hampir kebanyakan pemisahan-pemisahan secara kromatografi sekarang diperuntukkan pada senyawa-senyawa yang tak berwarna, termasuk gas.
Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fasa yaitu satu fasa tetap (stationary) dan yang lain fasa bergerak (mobile); pemisahan-pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fasa ini. Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fasa tetap, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa tetap berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan (absorption chromatography); jika zat cair, dikenal sebagai kromatografi partisi (partition chromatography). Karena fasa bergerak dapat berupa zat cair atau gas, maka ada empat macam sistem kromatografi. Keempat macam sistem kromatografi tersebut adalah :
1) Fasa bergerak zat cair – fasa tetap padat :
Dikenal sebagai kromatografi serapan yang meliputi : - Kromatografi lapisan tipis.
- Kromatografi penukar ion.
2) Fasa bergerak gas – fasa tetap padat : - Kromatografi gas padat.
3) Fasa bergerak zat cair – fasa tetap zat cair : Dikenal sebagai kromatografi partisi
- Kromatografi kertas.
4) Fasa bergerak gas – fasa tetap zat cair : - Kromatografi gas – cair.
- Kromatografi kolom kapiler.
Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa senyawa-senyawa yang dipisahkan terdistribusi sendiri diantara fasa-fasa bergerak dan tetap dalam perbandingan yang sangat berbeda-beda dari satu senyawa terhadap senyawa yang lain (Sastrohamidjojo, 1985).
2.6.1 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode pemisahan dimana lapisan yang memisahkan terdiri atas fase diam yang ditempatkan pada penyangga berupa plat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Kromatografi lapis tipis termasuk kromatografi adsorpsi (serapan), dimana sebagai fase diam digunakan zat padat yang disebut adsorben (penjerap) dan fase gerak adalah zat cair yang disebut dengan larutan pengembang. Campuran yang akan dipisahkan berupa larutan ditotolkan berupa bercak atau pita, kemudian plat (lapisan) dimasukkan
kedalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak) sehingga pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan).
Zat penjerap pada KLT merupakan lapisan tipis serbuk halus yang dilapiskan pada lempeng kaca, plastik atau logam secara merata (Stahl,1985).
Kromatografi lapis tipis dapat dipakai untuk 2 tujuan yaitu sebagai metode kualitatif, kuantitatif, dan preparatif juga untuk menjajaki sistem pelarut serta sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom maupun Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Penjerap yang paling umum dipakai adalah alumina, silika gel, kiselgur, dan sellulosa. Fase gerak dapat berupa campuran pelarut organik atau campuran pelarut yang sesuai untuk memisahkan komponen cuplikan (Gritter et al, 1991).
Lapisan fase diam pada kromatografi lapis tipis harus sesedikit mungkin mengandung air karena air akan menempati semua titik penyerapan sehingga tidak akan ada senyawa yang melekat. Oleh karena itu sebelum digunakan plat kromatografi lapis tipis perlu diaktifkan dengan pemanasan pada 100-1100C selama 30 menit (Gritter et al, 1991; Stahl, 1985).
Fase gerak untuk kromatografi lapis tipis dapat dipilih dari pustaka tetapi lebih sering mencoba-coba kombinasi pelarut tertentu dengan berbagai perbandingan karena waktu yang diperlukan sebentar. Fase gerak umumnya merupakan campuran beberapa pelarut dengan perbandingan tertentu, maksimum terdiri atas tiga buah pelarut. Tujuannya adalah untuk memperoleh prioritas yang tepat sehingga diperoleh pemisahan senyawa yang baik. Kombinasi pelarut yang digunakan adalah berdasarkan atas polaritas dari masing-masing pelarut sehingga diperoleh suatu sistem pengembang yang paling cocok (Gritter et al, 1991).
2.6.2 Penilaian dan dokumentasi kromatogram.
Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka Rf atau disingkat dengan hRf.
Rf =
awal titik dari depan garis jarak
awal titik dari bercak pusat
titik jarak
Angka Rf berjangka antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal.
hRf ialah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai berjangka 0 sampai 100. Jika dipilih 10 cm sebagai jarak pengembangan, maka jarak rambat suatu senyawa (titik awal-pusat bercak dalam cm) x 10 menghasilkan angka hRf.
Tetapi, karena angka Rf merupakan fungsi sejumlah faktor, angka ini harus dianggap sebagai petunjuk saja. Inilah yang menjadi alasan mengapa angka hRf- lah, misalnya hRf 60-70, yang dicantumkan untuk menunjukkan letak suatu senyawa pada kromatogram.
Jika keadaan luar, misalnya kelembaban atmosfer yang tidak cukup atau penjerap yang sifatnya agak menyimpang, menghasilkan kromatogram yang secara umum menunjukkan angka Rf dari berbagai komponen lebih rendah atau lebih tinggi, maka sistem pelarut harus diganti dengan yang lebih sesuai. Jika angka hRf lebih tinggi daripada hRf yang dinyatakan, kepolaran pelarut harus dikurangi; jika angka hRf lebih rendah, komponen polar pelarut harus dinaikkan (Stahl,1985).
2.7 Uraian Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata “bacterion” (bahasa Yunani), berarti tongkat atau batang. Namanya dipakai untuk menyebut sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, berbiak dengan pembelahan diri, serta demikian
2.7.1 Klasifikasi Bakteri
Berdasarkan bentuk morfologinya, maka bakteri dapat dibagi atas tiga golongan, yaitu :
a. Golongan Basil
Golongan basil berbentuk serupa tongkat pendek, silindris. Sebagian besar bakteri berupa basil. Basil dapat bergandeng-gandengan panjang, bergandengan dua-dua, atau terlepas satu sama lain. Yang bergandeng- gandengan panjang disebut streptobasil, yang dua-dua disebut diplobasil.
Ujung-ujung basil yang terlepas satu sama lain itu tumpul, sedang ujung- ujung yang masih bergandengan itu tajam.
b. Golongan Kokus
Golongan kokus merupakan bakteri yang bentuknya serupa bola-bola kecil. Golongan ini tidak sebanyak golongan basil. Kokus ada yang bergandeng-gandengan panjang serupa tali leher, ini disebut streptokokus;
ada yang bergandengan dua-dua, ini disebut diplokokus; ada yang mengelompok berempat, ini disebut tetrakokus; kokus yang mengelompok merupakan suatu untaian disebut stafilokokus, sedang kokus yang mengelompok serupa kubus disebut sarsina.
c. Golongan spiril
Golongan spiril merupakan bakteri yang bengkok atau berbengkok- bengkok serupa spiral Bakteri yang berbentuk spiral itu tidak banyak terdapat. Golongan ini merupakan golongan yang paling kecil, jika dibanding golongan kokus maupun golongan basil (Dwidjoseputro, 1987).
2.7.2 Bakteri Escherichia coli
Sistematika bakteri (Fardiaz, 1992) Divisio : Protophyta Class : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Family : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia
Species : Escherichia coli
Escherichia coli berbentuk batang lurus, merupakan flora normal di dalam intestine. Dapat menyebabkan infeksi saluran kencing yang merupakan infeksi terbanyak, gastroenteritis dan meningitis pada bayi, peritonitis, infeksi luka, kolesistitis, syok bakterimia karena masuknya organisme ke dalam darah dari uretra, kateterisasi atau sistoskopi atau dari daerah sepsis pada abdomen atau pelvis (Jawetz et al, 1996).
2.7.3 Bakteri Bacillus cereus
Sistematika bakteri Bacillus cereus menurut Bergey edisi ke-7 (Dwidjoseputro, 1987) adalah sebagai berikut :
Divisio : Protophyta Class : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Family : Bacillaceae Genus : Bacillus
Species : Bacillus cereus
Organisme ini adalah batang besar gram positif yang membentuk spora dan merupakan salah satu anggota suku Bacillaceae saprofit yang paling sering terdapat dimana-mana (Volk dan Wheeler, 1989). Genus Bacillus merupakan bakteri aerob, selnya berukuran 1 x 3-4 µm, mempunyai ujung yang berbentuk empat persegi dan tersusun dalam rantai panjang. Kebanyakan anggota genus ini adalah organisme yang lazim terdapat dalam tanah, air, udara, dan tumbuh- tumbuhan, seperti Bacillus cereus. Bacillus cereus menyebabkan keracunan makanan dan kadang-kadang infeksi mata atau infeksi di tempat lain (Jawetz et al, 1996).
2.7.4 Uji aktifitas antimikroba
Uji kepekaan terhadap obat antimikroba pada dasarnya dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu :
a. Metode dilusi
Cara ini digunakan untuk menentukan KHM (Kadar Hambat Minimal) dan KBM (Kadar Bunuh Minimal) dari obat antimikroba. Prinsip dari metode dilusi adalah sebagai berikut :
Menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi media cair dan sejumlah tertentu sel mikroba yang diuji. Kemudian masing-masing tabung diuji dengan obat yang telah diencerkan secara serial. Seri tabung diinkubasi pada suhu 37 0C selama 18-24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan pada tabung. Konsentrasi terendah obat pada biakan padat yang ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan koloni mikroba adalah KBM dari obat terhadap bakteri uji.
b. Metode difusi
Prinsip dari metode difusi adalah sebagai berikut :
Obat dijenuhkan ke dalam kertas saring (cakram kertas), cakram kertas yang mengandung obat tertentu ditanam pada media pembenihan agar padat yang telah dicampur dengan miroba yang diuji, kemudian diinkubasi pada suhu 37 0C selama 18-24 jam. Selanjutnya diamati adanya area (zona) jernih disekitar cakram kertas yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan mikroba (Brooks, 2001).
c. Metode turbidimetri
Ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan antibiotic dan 9 ml inokulum. Diinkubasikan pada suhu 30 0C selama tiga sampai empat jam. Setelah diinkubasi, ditambahkan 0,5 ml formaldehid. Serapan diukur dengan spektrofotometer pada 530 nm. Kadar antibiotik ditentukan berdasarkan perbandingan serapannya terhadap serapan standar.
Penetapan aktivitas antibiotik secara invitro selain berguna untuk penetapan kadar dapat pula digunakan untuk menguji kepekaan suatu antibiotik terhadap mikroba. Kepekaan mikroba terhadap antibiotik dapat dilihat dari konsentrasi minimum untuk inhibisi oleh suatu antibiotik terhadap mikroba tertentu. Penetapan konsentrasi minimum untuk inhibisi dapat dilakukan dengan menguji sederetan konsentrasi antibiotik yang dibuat dengan cara pengenceran;
metode yang digunakan dapat dengan cara turbidimetri atau difusi agar.
Konsentrasi terendah dimana pertumbuhan mikroba dihambat dinyatakan sebagai konsentrasi minimum untuk inhibisi (KMI) (Wattimena, 1991).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas laboratorium, autoklaf (Fison), bejana kromatografi (Dessaga), Colony counter elektromantel (EM 2000), inkubator (Fisher scientific), lemari pendingin (Sharp), neraca analitik (Mettler Toledo), neraca kasar (Ohaus), oven (Gallenkamp), penangas air (Yenaco), pencadang logam, Spektrofotometer visible (Dynamica) dan seperangkat alat Stahl (Schott duran).
3.2 Bahan-bahan
Tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit buah jeruk sundai (Citrus jambhiri Lush.). Bahan kimia yang digunakan berkualiltas pro analisa, kecuali dinyatakan lain : asam asetat anhidrat, asam klorida, asam nitrat, asam sulfat, benzen, besi (III) klorida, bismuth (III) nitrat, etanol, eter minyak tanah, etil asetat, iodium, isopropanol, kalium iodida, kloroform, metanol, merkuri (II) klorida, natrium hidroksida, n-heksan, natrium klorida, natrium sulfat anhidrat, serbuk magnesium, serbuk seng, timbal (II) asetat, toluen, vanillin, α- naftol, air suling, etanol 96 % hasil destilasi, dan nutrien agar (NA). Bakteri yang digunakan Bacillus cereus dan Escherichia coli.
3.3 Penyiapan Sampel
Penyiapan sampel meliputi pengambilan sampel, determinasi tumbuhan, dan pengolahan sampel.
3.3.1 Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara purposif tanpa membandingkan dengan daerah lain. Sampel yang digunakan pada penelitian adalah buah jeruk sundai (Citrus jambhiri Lush.), bagian yang digunakan adalah kulit buah jeruk yang segar. Diperoleh dari Pasar Sentral di Jalan Sutomo, Medan, Sumatera Utara pada bulan Juli 2008.
3.3.2 Determinasi Tumbuhan
Determinasi tumbuhan dilakukan oleh Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Biologi Universitas Sumatera Utara. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 49.
3.3.3 Pengolahan Sampel
Buah tumbuhan jeruk sundai dibersihkan dari pengotoran, kemudian diambil bagian kulit buah, lalu ditimbang. Kulit jeruk dipotong tipis-tipis, kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan di udara terbuka, terlindung dari sinar matahari langsung, berat bahan yang kering ditimbang. Selanjutnya disimpan dalam kantung kertas perkamen ditempat yang terlindung dari sinar matahari.
3.4 Pembuatan Larutan Pereaksi
Pembuatan pereaksi menurut (Depkes, 1989), yaitu pereaksi Mayer, pereaksi Dragendorff, pereaksi Bouchardat, pereaksi Molish, larutan besi (III) klorida 1% b/v, larutan timbal (II) asetat 0,4 M, vanilin-asam sulfat; untuk
pereaksi Liebermann-Burchard (Harbone, 1987); untuk larutan asam klorida 2 N, larutan asam sulfat 2 N, dan larutan natrium hidroksida 2 N (Depkes, 1979).
3.4.1 Pereaksi Mayer
Sebanyak 2,266 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml (Larutan I). Pada wadah lain dilarutkan 50 g kalium iodida dalam 100 ml air suling (Larutan II). Kemudian 60 ml larutan I dicampur dengan 10 ml larutan II kemudian ditambahkan air suling hingga 100 ml.
3.4.2 Pereaksi Dragendorff
Sebanyak 8,0 g bismuth (III) nitrat dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat (Larutan I). Pada wadah lain dilarutkan 27,2 g kalium iodida dalam 50 ml air suling (Larutan II). Dicampur kedua larutan dalam air hingga 100 ml.
3.4.3 Pereaksi Bouchardat
Ditimbang kalium iodida sebanyak 4 g, kemudian dilarutkan dalam sedikit air suling lalu ditambahkan 2 g iodium, setelah semuanya larut ditambahkan air suling hingga 100 ml.
3.4.4 Pereaksi Molish
Ditimbang α-naftol sebanyak 3 g dilarutkan dalam 15 ml etanol 95 %, kemudian ditambahkan asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh larutan 100 ml.
3.4.5 Larutan besi (III) klorida 1% b/v
Ditimbang besi (III) klorida sebanyak 1 g, kemudian dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml lalu disaring.
3.4.6 Larutan timbal (II) asetat 0.4 M
Ditimbang timbal (II) asetat sebanyak 15,17 g, kemudian dilarutkan dalam air suling bebas karbondioksida hingga100 ml.
3.4.7 Larutan natrium hidroksida 2 N
Ditimbang natrium hidroksida sebanyak 8,002 g, kemudian dilarutkan dalam air suling bebas karbondioksida hingga 100 ml.
3.4.8 Vanilin-asam sulfat
Dilarutan 5 g vanillin P dalam asam sulfat P hingga 100 ml.
3.4.9 Pereaksi Liebermann-Burchard
Untuk pereaksi kualitatif, sebanyak 20 bagian asam asetat anhidrat dicampur dengan 1 bagian asam sulfat pekat.
Untuk penyemprot, sebanyak 20 bagian asam asetat anhidrat dicampurkan dengan 1 bagian asam sulfat pekat dan 50 bagian kloroform. Larutan penyemprot ini harus dibuat baru.
3.4.10 Larutan asam klorida 2 N
Larutan asam klorida pekat sebanyak 17 ml ditambahkan air suling sampai 100 ml.
3.4.11 Larutan asam sulfat 2 N
Larutan asam sulfat pekat sebanyak 9,8 ml ditambahkan air suling sampai 100 ml.
3.5 Skrining Fitokimia serbuk kulit buah jeruk sundai (Citrus jambhiri Lush.)
Skrining fitokimia dilakukan terhadap serbuk kulit buah jeruk sundai (Citrus jambhiri Lush), untuk alkaloid (Ditjen POM, 1995); flavonoid, glikosida, glikosida antrakinon, saponin, dan tanin (Depkes, 1989) dan steroid/triterpenoid (Farnsworth, 1966).
3.5.1 Pemeriksaan Alkaloid
Serbuk kulit buah jeruk sundai ditimbang sebanyak 0,5 g, kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring, filtrat dipakai untuk uji alkaloid. Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalam masing-masing tabung reaksi dimasukkan 0,5 ml filtrat.
a. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer b. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff c. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat
Alkaloid disebut positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit 2 tabung reaksi dari percobaan di atas.
3.5.2 Pemeriksaan Flavonoid
Larutan percobaan : serbuk kulit buah jeruk sundai ditimbang sebanyak 0,5 g, lalu disari dengan 10 ml metanol, direfluks selama 10 menit, disaring panas-panas melalui kertas saring, filtrat diencerkan dengan 10 ml air suling.
Setelah dingin ditambahkan 5 ml eter minyak tanah, dikocok hati-hati, didiamkan.
Lapisan metanol diambil, diuapkan pada temperatur 40OC. Sisa dilarutkan dalam 5 ml etil asetat, kemudian disaring. Filtrat digunakan untuk uji flavonoid dengan cara :
a. Sebanyak 1 ml larutan percobaan diuapkan sampai kering, sisanya dilarutkan dalam 1-2 ml etanol 95% lalu ditambah 0,5 g serbuk seng dan 2 ml asam klorida 2 N. Didiamkan selama 1 menit, kemudian ditambahkan 10 tetes asam klorida pekat, jika dalam waktu 2-5 menit terjadi warna merah intensif menunjukkan adanya flavonoid.
b. Sebanyak 1 ml larutan percobaan diuapkan sampai kering, sisanya dilarutkan dalam 1 ml etanol 95% lalu ditambah 0,1 g serbuk magnesium dan 10 tetes asam klorida pekat. Jika terjadi warna merah jingga sampai merah ungu menunjukkan adanya flavonoid.
3.5.3 Pemeriksaan Glikosida
Sebanyak 3 g serbuk kulit buah jeruk sundai ditimbang lalu disari dengan 30 ml campuran dari 7 bagian etanol 95% dan 3 bagian air suling. Kemudian direfluks selama 10 menit, didinginkan, lalu disaring. Diambil 20 ml filtrat, ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran 2 bagian isopropanol dan 3 bagian kloroform, perlakuan ini diulang sebanyak 3 kali. Sari air dikumpulkan dan ditambahkan Na2SO4 anhidrat, disaring, kemudian diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50OC, sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol.
Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut :
a. Sepersepuluh milliliter larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian diuapkan di atas penangas air, sisanya dilarutkan dalam 5 ml asam asetat anhidrat kemudian ditambahkan 10 tetes asam sulfat pekat. Glikosida positif jika terjadi warna biru atau hijau.
b. Sepersepuluh milililter larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian diuapkan di atas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes larutan pereaksi Molish, lalu ditambahkan dengan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat, terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan, menunjukkan adanya ikatan gula (glikon).
3.5.4 Pemeriksaan Glikosida Antrakinon
Sebanyak 0,2 g serbuk kulit buah jeruk sundai dicampur dengan 5 ml asam sulfat 2 N, dipanaskan sebentar, setelah dingin ditambahkan 10 ml benzen, dikocok lalu didiamkan. Lapisan benzen dipisahkan dan disaring kemudian kocok dengan 2 ml NaOH 2 N, diamkan. Lapisan air berwarna merah, dan lapisan benzen tidak berwarna menunjukkan adanya glikosida antrakinon.
3.5.5 Pemeriksaan Saponin
Sebanyak 0,5 g serbuk kulit buah jeruk sundai dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Saponin positif jika terbentuk busa yang stabil tidak kurang dari 10 menit setinggi 1 sampai 10 cm dan dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N busa tidak hilang.
3.5.6 Pemeriksaan Tanin
Sebanyak 0,5 g serbuk kulit buah jeruk sundai disari dengan 10 ml air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna.
Larutan diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru atau kehitaman menunjukkan adanya tanin.
3.5.7 Pemeriksaan Triterpenoid/Steroid
Sebanyak 1 g serbuk kulit buah jeruk sundai dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam, disaring lalu filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 20 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Liebermann-Burchard). Apabila terbentuk warna biru atau biru-hijau menunjukkan adanya steroid, sedangkan warna merah, merah muda atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid.
3.6 Penetapan Kadar Air a. Penjenuhan toluen
Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,01 ml.
b. Penetapan kadar air
Kedalam labu yang berisi toluen jenuh di atas dimasukkan 5 g serbuk kulit buah jeruk sundai yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,01 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (Depkes, 1979). Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12 halaman 63.
3.7 Isolasi Minyak Atsiri kulit buah jeruk sundai
Isolasi minyak atsiri dilakukan dengan menggunakan alat Stahl (Stahl, 1969). Sebanyak 50 gram kulit buah jeruk sundai dimasukkan ke dalam labu destilasi yang telah dirangkai dalam seperangkat alat destilasi. Kemudian dimasukkan air suling sebanyak 400 ml, selanjutnya didestilasi selama 6 jam sampai diperoleh minyak atsiri. Minyak atsiri yang diperoleh ditambahkan
natrium sulfat anhidrat dan didiamkan selama 24 jam. Minyak atsiri dipipet dan disimpan dalam wadah yang tertutup rapat dan terlindung dari sinar matahari.
3.8 Pembuatan Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara memisahkan antara larutan dan ampas serbuk kulit buah jeruk sundai yang telah diisolasi minyak atsirinya. Filtrat diuapkan di atas waterbath sampai kental, kemudian dikeringkan dengan alat freeze dryer pada temperatur -40OC selama ± 24 jam, diperoleh ekstrak air.
Ampas dikeringkan dengan cara diangin-anginkan, setelah kering dimasukkan ke dalam wadah gelas yang berwarna gelap, kemudian dimaserasi dengan pelarut etanol, dibiarkan pada suhu kamar dan terlindung dari cahaya selama 2 hari sambil sering diaduk. Saring, terhadap ampas dimaserasi kembali menggunakan prosedur yang sama sampai jernih, semua filtrat digabungkan dan diuapkan sampai kental dengan bantuan alat rotary evaporator. Selanjutnya dikeringkan dengan alat freeze dryer pada temperatur -40OC selama ± 24 jam, diperoleh ekstrak etanol.
3.9 Analisis Minyak Atsiri, Ekstrak Air, dan Ekstrak Etanol dengan kromatografi lapis tipis.
Minyak atsiri, ekstrak air, dan ekstrak etanol dianalisis secara KLT menggunakan plat pra lapis silika gel GF 254, sebagai fase gerak campuran toluen: etil asetat (7:3), kloroform : etil asetat (7:3), dan kloroform : metanol (7:3) untuk ekstrak air dan ekstrak etanol, sedangkan untuk minyak atsiri digunakan fase gerak benzen : kloroform (8:2), benzen : kloroform (7:3) dan n-heksan : etil asetat (9:1), n-heksan : etil asetat (8:2). Sebagai penampak noda untuk minyak atsiri adalah vanilin-H2SO4; untuk ekstrak air dan ekstrak etanol adalah Liebermann-Burchard, Dragendorff, dan FeCl 1%.
Cara kerja :
Minyak atsiri, ekstrak air, dan ekstrak etanol ditotolkan pada plat pra lapis silika gel GF 254 kemudian dimasukkan ke dalam bejana yang telah jenuh dengan masing-masing uap fase gerak dan ditutup rapat. Setelah elusi selesai, plat dikeluarkan dari bejana kemudian diamati secara visual dan di bawah sinar lampu ultra violet (uv) 254 nm, lalu untuk minyak atsiri disemprot dengan pereaksi vanilin-H2SO4; untuk ekstrak air dan ekstrak etanol digunakan Liebermann- Burchard, Dragendorff dan FeCl3 1%, lalu plat dipanaskan di oven pada suhu 85- 95OC selama 15 menit, diamati kembali warna bercak dan dihitung harga Rf.
3.10 Pengenceran Larutan Minyak Atsiri
Larutan minyak atsiri dibuat konsentrasi 100% v/v sampai 1,563% v/v dalam pelarut etanol.
Cara kerja :
Minyak atsiri dipipet dengan mat pipet 1,5 ml, dicukupkan dengan etanol sampai 2 ml sehingga konsentrasi menjadi 75%, kemudian dari larutan ini dibuat pengenceran 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,125%, dan 1,563% v/v.
3.11 Pengenceran Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol
Ekstrak air dan ekstrak etanol ditimbang sebanyak 5 gram lalu masing- masing dilarutkan dalam labu tentukur 10 ml, untuk ekstrak air dilarutkan dengan air dan ekstrak etanol dilarutkan dengan etanol, diperoleh masing-masing konsentrasi ekstrak yaitu 500 mg/ml kemudian dibuat pengenceran dengan konsentrasi 400 mg/ml, 300 mg/ml, 200 mg/ml, 100 mg/ml, 90 mg/ml dan 80 mg/ml.
3.12 Pembuatan Media 3.12.1 Larutan NaCl 0,9%
Komposisi: Natrium Klorida 9 gram Air suling hingga 1000 ml Cara pembuatan:
Ditimbang natrium klorida 9 gram lalu dilarutkan dalam air suling sedikit demi sedikit dalam labu ukur 1000 ml sampai larut sempurna. Lalu ditambahkan air suling sampai garis tanda. Disterilkan di autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit (Sonnenwirth, 1980).
3.12.2 Nutrient Agar
Komposisi: Bacto beef extract 3 g Bacto pepton 5 g Bacto agar 15 g Cara pembuatan:
Sebanyak 23 g campuran bahan di atas disuspensikan kedalam 1 L air suling steril, kemudian dipanaskan di atas penangas air sampai bahan larut sempurna. Dalam keadaan panas, larutan tersebut dituangkan kedalam tabung reaksi steril, ditutup, disterilkan dalam autoklaf pada temperatur 1210C selama 15 menit (Difco, 1977).
3.12.3 Plate Count Agar Komposisi : Tripton 5 g
Ekstrak khamir 1,5 g Dekstrosa 1 g
Agar 15 g
Cara pembuatan :
Sebanyak 23,5 g campuran bahan diatas disuspensikan kedalam 1 L air suling steril, kemudian dipanaskan di atas penangas air sampai bahan larut sempurna. Dalam keadaan panas, larutan tersebut dituangkan ke dalam tabung reaksi steril, ditutup, disterilkan dalam autoklaf pada temperatur 1210C selama 15 menit (Difco, 1977).
3.12.4 Pembuatan Agar Miring
Kedalam tabung reaksi steril dimasukkan 3 ml media nutrient agar steril, didiamkan pada temperatur kamar sampai sediaan membeku pada posisi miring kira-kira 450C. Disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 50C.
3.13 Penyiapan Inokulum
3.13.1 Pembuatan Stok Kultur Bakteri Bacillus cereus dan Escherichia coli Cara kerja :
Masing-masing biakan bakteri dari strain utama diambil dengan jarum ose steril lalu diinokulasikan pada permukaan media nutrient agar miring, kemudian diinkubasikan pada suhu 350C ± 20C selama 18-24 jam.
3.13.2 Pembuatan Inokulum Cara kerja :
Bakteri Bacillus cereus dan Escherichia coli hasil inokulasi diambil menggunakan jarum ose steril, kemudian masing-masing disuspensikan kedalam 10 ml larutan NaCl 0,9% steril, diaduk homogen, lalu diinkubasi dalam inkubator pada suhu 350C ± 20C sampai diperoleh transmitan 25 % pada panjang gelombang 580 nm (Ditjen POM, 1995).
3.14 Pengujian Aktivitas Antibakteri
Pengujian aktivitas antibakteri minyak atsiri, ekstrak air, dan ekstrak etanol dilakukan terhadap berbagai konsentrasi dengan metode difusi agar, menggunakan pencadang logam. Bakteri yang digunakan adalah Bacillus cereus dan Escherichia coli.
Cara kerja :
Sebanyak 0,1 ml inokulum bakteri dicampur homogen dengan 15 ml nutrien agar dicawan petri steril, kemudian dibiarkan sampai memadat. Pada media yang telah padat ditanam cincin pencadang logam, kemudian pada masing- masing pencadang dimasukkan minyak atsiri sebanyak 0,1 ml dengan berbagai konsentrasi. Selanjutnya dilakukan hal yang sama terhadap ekstrak air dan ekstrak etanol, dimana sebagai kontrol untuk minyak atsiri dan ekstrak etanol digunakan etanol dan untuk ekstrak air digunakan akuades steril. Masing-masing media diinkubasi pada suhu 350C ± 20C selama 24 jam, kemudian diukur diameter daerah bening disekitar cincin pencadang menggunakan jangka sorong percobaan dilakukan 3 kali (Brooks, 2001).
3.15 Pengujian Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri dengan Uji Angka Lempeng Total.
Cara kerja :
Bakteri hasil inokulasi diambil menggunakan jarum ose steril lalu disuspensikan kedalam tabung yang berisi 10 ml NaCl, diaduk homogen, lalu diinkubasi dalam inkubator pada suhu 350C ± 20C sampai diperoleh transmitan 25
% pada panjang gelombang 580 nm. Disiapkan 4 buah tabung reaksi yang masing-masing telah diisi dengan 9 ml NaCl. Dari suspensi biakan dipipet 1 ml,
lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi NaCl yang pertama sehingga diperoleh pengenceran 10-1, dilakukan hal yang sama sampai diperoleh pengenceran 10-4. Kemudian dipipet 0,1 ml dari pengenceran 10-4 dan dimasukkan kedalam cawan petri. Lalu dimasukkan 0,1 ml minyak atsiri dengan berbagai konsentrasi, dituangkan media PCA kedalam petri dicampur homogen dan dibiarkan sampai memadat. Diinkubasi di Inkubator pada suhu 350C ± 20C selama 24 jam dengan posisi terbalik, kemudian dihitung pertumbuhan koloninya dengan colony counter, percobaan dilakukan 3 kali (Depkes RI, 2000).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan oleh Laboratorium Taksonomi Biologi Universitas Sumatera Utara Medan, menyebutkan bahwa sampel yang diteliti adalah jenis Citrus jambhiri Lush., suku Rutaceae.
Skrining fitokimia terhadap kulit buah jeruk sundai (Citrus jambhiri Lush.) menunjukkan adanya golongan senyawa metabolit sekunder terlihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Hasil Skrining Fitokimia kulit buah jeruk sundai
Keterangan : + : memberikan hasil : - : tidak memberikan hasil
Senyawa alkaloid memberikan endapan putih dengan pereaksi Mayer dan dengan pereaksi Dragendorff memberikan endapan warna jingga kecoklatan.
Senyawa flavonoid memberikan warna merah jingga setelah ditambah serbuk magnesium dan asam klorida pekat dan terbentuk warna merah intensif dengan
NO Golongan Senyawa Kulit buah jeruk sundai
1 Alkaloid +
2 Flavonoid +
3 Glikosida +
4 Glikosida antrakinon +
5 Triterpenoida/steroid +
6 Tanin +
7 Saponin -
penambahan serbuk seng dan asam klorida pekat. Senyawa glikosida memberikan warna biru setelah ditambah H2SO4 sedangkan dengan pereaksi Molish terbentuk cincin ungu. Senyawa glikosida antrakinon terbentuk warna merah intensif setelah penambahan NaOH, dan untuk senyawa triterpenoid/steroid terbentuk warna ungu setelah diberikan pereaksi Liebermann-Burchard. Senyawa tanin memberikan warna biru kehitaman setelah ditambah FeCl3, untuk saponin tidak memberikan reaksi positif karena tidak terbentuk busa yang stabil pada saat pengocokan dengan air suling.
Hasil penetapan kadar air kulit buah jeruk sundai kering diperoleh 7,9%.
Hasil dari 1 kg kulit buah jeruk sundai segar setelah dikeringkan diperoleh sebanyak 280 gram. Minyak atsiri yang diperoleh dari hasil isolasi menggunakan alat Stahl diperoleh sebanyak 9,50 ml berwarna kuning pucat dengan aroma yang khas. Ekstrak air dan ekstrak etanol yang diperoleh dari sisa hasil isolasi minyak atsiri, setelah diuapkan dan dikeringkan dengan alat freeze dryer, diperoleh ekstrak air 56,35 g dan ekstrak etanol 31,44 g.
Hasil KLT dari minyak atsiri kulit buah jeruk sundai dengan menggunakan fase diam plat pra lapis silika gel GF 254 (Tabel 2) menunjukkan bahwa dengan fase gerak benzen : kloroform (7:3) dan n-heksan : etil asetat (9:1) setelah disemprot dengan vanillin-H2SO4 masing-masing memberikan 3 senyawa terpen.
Pada fase gerak benzen : kloroform (7:3) diperoleh Rf : 0,51 (ungu); 0,40 (ungu) dan 0,37 (biru muda), sedangkan dengan n-heksan : etil asetat (9:1) diperoleh Rf : 0,46 (biru muda); 0,35 (ungu) dan 0,21 (biru tua). Pada fase gerak benzen : kloroform (8:2) juga diperoleh 3 senyawa terpen yaitu Rf : 0,40 (biru muda); 0,35 (ungu) dan 0,27 (biru muda), sedangkan n-heksan : etil asetat (8:2) diperoleh 2
senyawa terpen dengan Rf : 0,60 (ungu) dan 0,44 (biru muda), sehingga dapat disimpulkan pada minyak atsiri kulit buah jeruk sundai ditemukan adanya 3 senyawa terpen seperti terlihat pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Harga Rf Hasil KLT Minyak Atsiri kulit buah jeruk sundai (Citrus jambhiri Lush.)
benzen : kloroform
7 : 3
benzen : kloroform
8 : 2
n-heksan : etil asetat
8 : 2
n-heksan : etil asetat
9 : 1 vanilin-
H2SO4
vanilin- H2SO4
vanilin- H2SO4
vanilin- H2SO4
0,55 (k) 0,51 (u) 0,50 (k) 0,40 (u) 0,37 (bm) 0,25 (k)
0,44 (k) 0,40 (bm) 0,35 (u) 0,27 (bm)
0,63 (hl) 0,60 (u) 0,54 (hm) 0,44 (bm)
0,51 (k) 0,46 (bm) 0,42 (k) 0,35 (u) 0,30 (k) 0,21 (bt)
Keterangan : k : kuning, u : ungu, bm : biru muda, hl : hijau lumut, hm : hijau muda, bt : biru tua.
Tabel 3. Harga Rf Hasil KLT Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol kulit buah jeruk sundai (Citrus jambhiri Lush) dengan fase gerak toluen : etil asetat (7:3) toluen :
etil asetat (7 : 3)
Penampak noda
Visual Lampu UV
Liebermann-
Burchard Dragendorff FeCl3 1%
Ekstrak air
- 0,36 (bm) 0,13 (u) 0,05 (bm)
0,30 (k) 0,07 (k)
0,21 (j) -
Ekstrak Etanol
0,62 (k) 0,43 (kj) 0,09 (hl) 0,07 (hm) 0,05 (hm)
0,80 (u) 0,45 (k) 0,37 (bm) 0,14 (u) 0,10 (or)
0,70 (mu) 0,63 (cm) 0,52 (kc) 0,50 (cm) 0,40 (k) 0,28 (kc) 0,20 (cm) 0,15 (u) 0,12 (hm) 0,09 (k) 0,07 (hb) 0,05 (k)
0,41 (cm) 0,32 (hl) 0,22 (hb) 0,14 (cm) 0,07 (hl) 0,05 (hm)
0,80 (cm) 0,73 (cm) 0,36 (hb) 0,16 (cm) 0,12 (hb) 0,08 (hm)