• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

7 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Pengertian Hasil Belajar

a. Pengertian Belajar

Menurut Dalyono ( 1999: 209 ) belajar adalah usaha untuk membentuk tangapan – tanggapan baru, Belajar dapat menimbulkan hal-hal baru yang sebelumnya belum diketahui.

Menurut Gulo ( 2002 : 8) Belajar adalah suatu proses yang berlangsung di dalam diri seseorang yang mengubah tingah lakunya baik tingkah laku dalam berfikir, bersikap dan berbuat. Belajar melalui proses pada diri manusia untuk mengubah tingkah lakunya dari tidak tahu menjadi tahu melalui proses berfikir, bersikap dan berbuat.

Menurut Yamin ( 2003 : 9 ) Belajar adalah perubahan perilaku yang diakibatkan oleh pengalaman yang ia dapat melalui pengamatan, pendengaran, membaca dan meniru. Orang yang belajar akan mengalami perubahan tingkah laku karena dari sesuatu yang tidak diketahui menjadi mengetahui sesuatu dan itu yang disebut belajar.

Menurut Skinner dalam Dimyanti dan Mujiono ( 2006 : 9 ) Belajar adalah suatu perilaku pada saat orang belajar maka responnya menjadi lebih baik dan sebaliknya jika dia tidak belajar maka responnya akan menurun.

Menurut Purwanto ( 2009 : 47 ) Belajar adalah semua persentuhan pribadi dengan lingkungan yang menimbulkan perubahan perilaku yang diakibatkan dari pengalaman yang telah mereka alami , ketika seseorang mendapatkan pengalaman mereka akan mengalami perubahan tingkah laku.

Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses merespon yang berlangsung pada seseorang yang dapat merubah perilaku seseorang, ketika seseorang sudah mendapatkan pengalaman dari yang sebelumya tidak mengetahui menjadi tahu, dari sesuatu yang tidak baik menjadi sesuatu yang baik.

(2)

commit to user

8 b. Pengertian Hasil Belajar

Hasil sering kali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang mengetahui bahan yang diajarkan. Hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pendidikan pada peserta didik yang mengikuti proses belajar dan mengajar. Jadi proses belajar mengajar akan ditentukan hasil penilaian yang akan dilakukan guru. Hasil belajar perlu di evaluasi. Evaluasi dimaksudkan sebagai cermin untuk melihat kembali apakah proses belajar mengajar telah berlangsung efektif untuk memperoleh hasil yang maksimal (Purwanto, 2009 : 46)

Menurut Syah, Supardi, dan Muslihah, (2009: 46) Hasil Belajar adalah pencapaian prestasi belajar (skor) yang dicapai siswa dengan kriteria atau nilai yang telah ditetapkan baik menggunakan acuan patokan maupun penilaian acuan norma. Hasil belajar siswa dapat ditetapkan dengan menggunakan patokan nilai atau angka dan juga bisa dengan sikap.

Dari penjabaran para ahli di atas maka dapat penulis simpulkan bahwa hasil belajar merupakan pemerolehan tujuan pendidikan berupa skor dengan kriteria dan nilai yang telah ditetapkan baik menggunakan acuan patokan ataupun penilaian acuan norma, setelah peserta didik mengikuti proses belajar mengajar.

c. Hasil Belajar Matematika

Hasil belajar merupakan tolak ukur yang digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam mengetahui dan memahami suatu mata pelajaran, biasanya dinyatakan dengan nilai yang berupa huruf atau angka-angka. Hasil belajar dapat berupa keterampilan, nilai dan sikap setelah siswa mengalami proses belajar. Melalui proses belajar mengajar diharapkan siswa memperoleh kepandaian dan kecakapan tertentu serta perubahan-perubahan pada dirinya.

Hasil Belajar Matematika menurut Abidin (2011) adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar matematikanya atau dapat dikatakan bahwa hasil belajar matematika adalah perubahan tingkah laku dalam diri siswa, yang diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, tingkah laku, sikap dan keterampilan setelah mempelajari

(3)

commit to user

9

matematika. Perubahan tersebut diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan ke arah yang lebih baik dari sebelumnya.

Dari definisi di atas, serta definisi-definisi tentang belajar, hasil belajar, dan matematika, maka dapat dirangkai sebuah kesimpulan bahwa hasil belajar matematika adalah merupakan tolak ukur atau patokan yang menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam mengetahui dan memahami suatu materi pelajaran matematika setelah mengalami pengalaman belajar yang dapat diukur melalui tes.

d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar yang dikemukakan oleh beberapa ahli, menurut Darwyan, Supardi, dan Muslihah (2009: 47-48) Untuk menilai keberhasilan siswa dapat dilakukan melalui tes prestasi belajar yang dapat digolongkan kedalam tiga jenis penilaian sebagai berikut: ulangan harian, ulangan semester, ulangan kenaikan kelas. Ulangan harian dilakukan secara periodik pada akhir pengembangan potensi, ulangan semester digunakan untuk menilai penguasaan potensi pada akhir program semester, ulangan kenaikan kelas digunakan untuk mengetahui ketuntasan siswa dalam menguasai standar kompetensi.

Menurut Sudjana (2004: 3) Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasi belajar yang telah dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hasil belajar proses pemberian nilai yang dicapai siswa berdasarkan kriteria tertentu.

Hasil belajar merupakan penguasaan indikator -indikator dari kompetensi dasar yang telah ditetapkan, oleh peserta didik informasi hasil penilaian dapat digunakan sebagai sarana untuk memotiasi peserta didik dalam mencapai kompetensi dasar, serta melaksanakan remidial.

Menurut Haryanti (2007: 115) Laporan Hasil Penilaian proses dan hasil belajar meliputi aspek kognitif, psikomotor, dan afektif. Mata pelajaran yang dinilai dengan psikomotor yaitu pelajaran yang melakukan praktek, sedangkan untuk aspek koqnitif dan afektif digunakan untuk seluruh mata pelajaran

Aspek koqnitif terdiri dari enam tingkatan dengan aspek yang berbeda – beda keenam tingkatan tersebut adalah : Tingkat Pengetahuan ( knowledge),

(4)

commit to user

10

tingkatan pemahaman ( Comprehension ), tingkat penerapan ( application ), tingkat analisis ( analisys ), tingkat sintesis ( synthesis ), tingkat evaluasi ( evaluation ).

Rosyada (2008: 24-32) Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara yang pertama faktor internal meliuputi faktor fisiologis seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan yang lemah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya. Faktor psikologi anak-anak memiliki kondisi psikologi yang berbeda-beda, yang kedua faktor eksternal meliputi faktor lingkungan misalnya keadaan suhu, kelembaban udara, kepengapan udara, dan sebagainya. Faktor instrumental misalnya kurikulum, sarana, fasilitas dan guru.

Dari faktor-faktor di atas dapat disimpulkan bahwa banyak hal yang mempengaruhi hasil belajar. Jika seseorang menginginkan hasil belajar yang maksimal maka mereka harus memperhatikan faktor-faktor yang telah diterangkan diatas baik faktor internal maupun faktor eksternal.

e. Hakikat Matematika Bangun Ruang di SD

Dalam buku pemecahan masalah matematika, Budihayanti (2008 : 24) menerangkan bangun ruang adalah bangun yang memiliki 3 dimensi yaitu panjang, lebar dan tinggi.

Menurut GBPP 2004 materi bangun ruang disampaikan pada siswa SD Kelas V semester I meliputi : menentukan sifat-sifat ( sisi, titik sudut, rusuk) bangun ruang sederhana, mengambar jaring-jaring kubus balok. Unsur bangun ruang yang dipelajari adalah sisi, rusuk dan titik sudut. Sisi adalah sekat pembatas / bagian luar. Pada bangun ruang ada sisi yang datar seperti pada kubus, balok, prisma dan sebagainya, ada pula yang berbentuk lengkung seperti pada tabung, kerucut,dan bola. Rusuk adalah perpotongan dua bidang sisi pada bangun ruang , sehingga merupakan ruas garis. Ada rusuk yang berbentuk lurus seperti pada kubus, balok, prisma dan sebagainya, ada pula yang berbentuk lengkung seperti pada tabung, kerucut,. Titik sudut merupakan perpotongan tiga bidang/perpotongan tiga rusuk atau lebih. Bangun ruang yang dipelajari di kelas V SD adalah limas, balok, tabung, kerucut.

(5)

commit to user

11 a). Sifat-sifat bangun ruang

1. Kubus

Kubus adalah bangun ruang yang dibentuk oleh enam bidang sisi berbentuk persegi yang kongruen. Kubus juga disebut bidang enam beraturan / Hexaedan ( Sumadi, 1996 : 1-4). Menurut Heruman ( 2007 : 110) bangun ruang kubus merupakan bagian prisma yang memiliki sisi yang sama besar.

Menyebutkan sisi, rusuk, dan titik sudut pada kubus ABCD.EFGH.

Gambar 1.Kerangka Bangun Ruang Kubus

1). Sisi-sisi pada kubus ABCD.EFGH adalah: sisi ABCD ,sisi EFGH,sisi ABFE, sisi DCGH ,sisi ADHE, sisi BCGF

Jadi, ada 6 sisi pada bangun ruang kubus.

Sisi-sisi kubus tersebut berbentuk persegi (bujur sangkar) yang berukuran sama.

2). Rusuk-rusuk pada kubus ABCD.EFGH adalah:

rusuk AB,rusuk BC,rusuk AE,rusuk EF, rusuk FG,rusuk BF,rusuk HG,rusuk EH,rusuk CG,rusuk DC,rusuk AD ,rusuk DH

Jadi, ada 12 rusuk pada bangun ruang kubus.

Rusuk-rusuk kubus tersebut mempunyai panjang yang sama. 3). Titik-titik sudut pada kubus ABCD.EFGH adalah:

Titik sudut A,Titik sudut E,Titik sudut B, Titik sudut F,Titik sudut C ,Titik sudut G,Titik sudut D,Titik sudut H

(6)

commit to user

12 2. Balok

Balok adalah bangun ruang yang dibentuk oleh enam bidang sisi berbentun persegi panjang, sisi yang berhadapan kongruen ( Sumadi, 1996 : 5). Balok adalah bangun ruang yang dibatasi oleh 3 pasaang (enam buah) persegi panjang dimana satu panjang persegi panjang saling sejajar ( berhadapan ) dan ukuran sama.

Gambar 2. Kerangka Bangun Ruang Balok

Menyebutkan sisi, rusuk, dan titik sudut pada kubus ABCD.EFGH.

a. Sisi-sisi pada balok ABCD.EFGH adalah: 1) sisi ABCD 4) sisi EFGH

2) sisi ABFE 5) sisi DCGH 3) sisi ADHE 6) sisi BCGF

Jadi, ada 6 sisi pada bangun ruang balok. Sisi ABCD = sisi EFGH

Sisi BCFG = sisi ADHE Sisi ABFE = sisi EFGH

b. Rusuk-rusuk pada balok ABCD.EFGH adalah: 1) rusuk AB 5) rusuk BC 9) rusuk AE 2) rusuk EF 6) rusuk FG 10) rusuk BF 3) rusuk HG 7) rusuk EH 11) rusuk CG 4) rusuk DC 8) rusuk AD 12) rusuk DH Jadi, ada 12 rusuk pada bangun ruang kubus. Rusuk AB = rusuk EF = rusuk HG = rusuk DC

(7)

commit to user

13

Rusuk BC = rusuk FG = rusuk EH = rusuk AD Rusuk AE = rusuk BF = rusuk CG = rusuk DH c. Titik-titik sudut pada balok ABCD.EFGH adalah: 1) Titik sudut A 5) Titik sudut E

2) Titik sudut B 6) Titik sudut F 3) Titik sudut C 7) Titik sudut G 4) Titik sudut D 8) Titik sudut H 3. Tabung, Kerucut dan bola

Bangun ruang tabung, kerucut dan bola berbeda dengan kubus atau balok karena dalam bangun ruang ini terdapat sisi lengkung. Bangun ruang tabung mempunyai 2 buah rusuk tetapi tidak mempunyai titik sudut. Tabung mempunyai buah sisi yaitu sisi lengkung, sisi atas dan sisi bawah

Bangun ruang kerucut mempunyai dua buah sisi yaitu sisi alas dan sisi lengkung. Kerucut hanya mempunyai sebuah rusuk dan sebuah titik sudut yang disebut puncak. Yang terakhir bangunruang bola hanya memiliki sebuah sisi lengkung yang menutup seluruh bagian ruangnya.

(8)

commit to user

14 b) Jaring-jaring kubus dan balok

Bangun ruang kubus dan balok terbentuk dari bangun datar yang berbentuk persegi dan persegi panjang., gabungan dari beberapa persegi yang membentuk kubus disebut jaring-jaring kubus. Sedangkan jaring-jaring balok adalah gabungan dari beberapa persegi panjang yang memiliki dan membentuk balok. (Mustaqim, dan Astuti, 200 : 214 )

Gambar 4. Jaring-jaring Kubus dan Balok

c) Pembelajaran bangun ruang dalam matematika

Dalam proses pembelajaran siswa SD masih dalam tahap pembelajaran operasional kongkret. Pada masa operasional kongkret yang dapat difikirkan oleh anak masih terbatas pada benda-benda kongkret yang dapat dilihat atau diraba. Benda-benda yang tidak nampak dalam kenyataan masih sulit difikirkan oleh anak (Abdurahman, 2003 : 170) karenanya pendekatan dan strategi pembelajaran berstandar pada pendapat yang mengatakan bahwa pemahaman suatu konsep atau pengetahuan dibangun sendiri (dikonstruksi) oleh siswa.

Hal ini berarti bahwa suatu konsep rumus atau prinsip dalam geometri ruang seyogyanya ditemukan kembali oleh siswa dibawah bimbingan guru. Pembelajaranya mengkondisikan siswa untuk menemukan kembali, menbuat dan menemukan sesuatu dan dalam hal ini juga sangat bermanfaat untuk bidang lainya.

(9)

commit to user

15

Pembelajaran bangun ruang harus dimulai dari benda – benda konkret ke bentuk semi kongkret kemudian menuju abstrak. Hal ini dapat diperjelas melalui skema.

Gambar di atas adalah bangun ruang kubus, walaupun kubus merupakan bangun ruang yang berdimensi tiga namun ketika gambarnya dibuat pada kertas maka akan menunjukkan perbedaan dengan bangun kubus sebenarnya. Sebagai akibatnya setiap sisi suatu kubus yang sejati atau pada kenyataannya berbentuk persegi namun pada gambar bisa berbentuk tidak persegi. Hal-hal tersebut terkadang menyulitkan para siswa. ( puskum, 2002:14)

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran bangun ruang pada sisw SD harus dimulai dari benda nyata atau kongkret menuju semi kongkret kemudian ke abstrak, hal ini untuk menghindarkan siswa dari miss komunikasi tentang sifat-sifat bangun ruang tersebut.

2. Hakikat Model Contextual Teaching and Learning a. Pengertian Model Pembelajaran

Pengertian Model pembelajaran menurut Winataputra dalam Sugiyanto (2009), Model Pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktifitas pembelajaran. Dalam tingkatan operasional model pembelajaran dan strategi pembelajaran sering dipertukarkan.

Menurut Mills dalam Suprijono (2009:45), model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Sedangkan Wahab (2007:52), berpandangan bahwa model pembelajaran merupakan sebuah perencanaan pengajaran yang mengambarkan proses yang ditempuh pada proses

(10)

commit to user

16

pembelajaran agar dicapai perubahan pada perilaku peserta didik seperti yang diharapkan.

Berdasarkan definisi pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran pada dasarnya adalah suatu cara atau teknik mengajar yang digunakan oleh guru atau seornag pengajar dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran

Dewasa ini banyak sekali model pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli dibidang pendidikan dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa. Model pembelajaran tersebut adalah Model Pembelajaran Kontekstual, Model Pembelajaran Kooperatif, Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL). Akan tetapi tidak semua model pembelajaran tersebut dapat digunakan dalam pembelajaran, melainkan hanya salah satu model saja yang cocol dan sesuai dengan materi pembelajaran yang dipelajarai. Menurut Sugiyanto (2009:3), ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih model pembelajaran yaitu : a). Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, b). Sifat /bahan materi ajar. c). Kondisi siswa, d). Ketersediaan sarana prasarana belajar.

Setelah pemilhan model yang tepat untuk diterapkan dalam pembelajaran selanjutnya dengan menggunakan salah satu model pembelajaran tersebut diharapkan dapat menciptakan proses pembelajaran yang efektif dan efisien, serta dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Adapun fungsi lain dari penggunaan model pembelajaran menurut Chauhan dalam Wahab (2007:55), diantaranya adalah: a). Sebagai pedoman guru dalam pembelajaran, b). Sebagai pengembangan kurikulum, c). Untuk menetapkan bahan-bahan pembelajaran, d). Membantu perbaikan dalam mengajar.

Banyak sekali model atau setrategi pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli dibidang pendidikan dalam rangka meningkatkan hasil pembelajaran siswa. Model pembelajaran tersebut salah satunya adalah pembelajaran kontekstual ( Contextual Teaching and Learning ).

Definisi Contextual Teaching and Learning menurut Johnson, dalam Alwasilah (2009:65), Contextual Teaching and Learning adalah sistem yang menyeluruh. Contextual Teaching and Learning terdiri dari bagian-bagian yang

(11)

commit to user

17

saling terhubung. Jika bagian ini terhubung satu sama lain, maka akan dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil yang diberikan bagian-bagian nya secara terpisah. Bagian-bagian Contextual Teachingand Learning yang terpisah melibatkan proses-proses yang berbeda, yang ketika digunakan secara bersama-sama, memampukan para siswa membuat hubungan yang menghasilkan makna. Selanjutnya masih menurut Johnson dalam Sugiyanto (2009:14), Contextual Teaching and Learning adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Untuk mencapai tujunan ini, sistem tersebut meliputi tujuh komponen berikut : membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan kerja sama, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, berfikir kritis dan kreatif untuk mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik.

Sedangkan menurut Howey R, Keneth dalam Rusman (2010: 190), mendefinisikan : “ Contextual teaching is teaching that enables learning in wich student employ their academik understanding and abilities and a variety of in-and out of school context to slove simulated or real world problems, both alone and with others”, (Contextual Teaching and Learning adalah pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses belajar di mana siswa menggunakan pemahaman dan kemampuan akademik dalam berbagai konteks dalam dan luar sekolah untuk memecahkan masalah yang bersifat simulatif ataupun nyata, baik sendiri maupun bersama-sama). Sementara itu dalam Trianto (2009: 104), pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengkaitkan kontek mata pelajaran dengan situasi nyata dan menerapkannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara dan tenaga kerja (US. Departemen of Education the National School-to-Work Office yang dikutip oleh Blanchard, 2001).

(12)

commit to user

18

Berdasarkan beberapa uraian tentang pengertian model Contextual Teaching and Learning di atas dapat disimpulkan bahwa model Contextual Teaching and Learning merupakan sebuah model pembelajaran dimana siswa diarahkan untuk memaknai/mengkaitkan sebauh materi pelajaran kedalam dunia nyata dalam kehidupan sehari-hari mereka, dengan menggunakan pemahaman dan kemampuan akademik mereka untuk memecahkan sebuah masalah, baik bekerja secara individu ataupun secara berkelompok.

b. Dasar Teori Model Contextual Teaching and Learning

Menurut Johnson dalam Sugiyanto (2009: 15), terdapat tiga pilar dalam sistem Contextual Teaching and Learning, yaitu:

1). CTL mencerminkan prinsip saling ketergantungan. Kesalingtergantungan mewujudkan diri, ketika para siswa bergabung untuk memecahkan masalah dan ketika para guru mengadakan pertemuan dengan rekannya. Hal tersebut nampak jelas ketika subjek yang berbeda dihubungkan dan ketika kemitraan menggabungkan sekolah dengan dunia bisnis dan komunitas.

2) CTL mencerminkan prinsip diferensiasi. Diferensiasi menjadi nyata ketika CTL menantang para siswa untuk saling menghormati keunikan masing-masing, untuk menghormati perbedaan-perbedaan, untuk menjadi kreatif, untuk bekerjasama, untuk menghasilkan gagasan dan hasil baru yang berbeda, dan untuk ,menyadari bahwa keragaman adalah tanda kemantapan dan kekuatan.

3) CTL mencerminkan prinsip pengorganisasian diri. Pengorganisasian diri terlihat ketika para siswa mencari dan menemukan kemampuan dan minat mereka sendiri yang berbeda, mendapat manfaat dari umpan balik yang diberikan dari penilaian autentik, mengulas usaha-usaha mereka dalam tntutan tujjuan yang jelas dan standar yang tinggi, dan peran serta dalam kegiatan –kegiatanyang berpusat pada siswa yang membuat hati merekka bernyanyi.

(13)

commit to user

19

c. Komponen Model Contextual Teaching and Learning

Pembelajaran berbasisi Contextual Teaching and Learning menurut sanjaya dalam Sugiyanto (2009: 17) , meliputi tujuh komponen pembelajaran yaitu:

1). Konstruksivisme (Constructivism), adalah proses membangun dan menyusun pengetahuan baru dalam struktur koknitif siswa berdasarkan pengalaman. 2). Menemukan (Inquiry), adalah prose pembelajaran didasarkan pada pencarian

dan penemuan melalui proses berfikir sistematis.

3). Bertanya (Questioning), adalah bagian dari inti belajar dan menemukan pengetahuan.

4). Masyarakat belajar (Learning Community), didasarkan pada pendapat Vygotsky, bahwa pengetahuan dan pengalaman anak banyak dibentuk oleh komunikasi dengan oranglain.

5). Pemodelan (Modelling), adalah prose pembelajaran dengan memperagakan suatu contoh yang dapat ditiru oleh siswa.

6). Refleksi (Reflection), adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari dengan cara mengurutkan dan mengevaluasi kembalikejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilalui untuk mendapatkan pemahaman yang dicapai baik yang bernilai positif maupun yang bernilai negatif.

7). Penilaian Nyata ( Authentic Assessment), adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa.

d. Pola / Sekenario Contextual Teaching and Learning

Sesuai dengan tujuh komponen dalam Contextual Teaching and Learning di atas dapat di aplikasikan dalam sekenario pembelajaran sebagai berikut:

1) Pada waktu membuka pelajaran di adakan kegiatan tanya jawab bangun ruang balok ( Konstuktivisme).

2) Kemudian siswa berusaha berfikir dan menemukan pengetahuan baru yang belum pernah mereka temukan sebelumnya, dengan melakukan

(14)

commit to user

20

pengukuran bangun ruang balok sehingga diperoleh ukuran panjang, lebar dan tinggi bangun ruang balok tersebut ( inkuiri).

3) Pengetahuan dan pengalaman baru itu (panjang ,lebar dan tinggi balok) akhirnya menimbulkan pertanyaan ( bertanya).

4) Siswa secara berkelompok berdiskusi menentukan sifat persegi panjang tersebut berdasarkan hasil pengukuran dan pengamatan ( masyarakat belajar), guru juga memberikan model bangun ruang untuk setiap kelompok (pemodelan).

5) Siswa menyimpulkan sifat-sifat bangun ruang balok (refleksi). 6) Siswa mengerjakan sola latihan individu (penilaian nyata).

e. Langkah-langkah Contextual Teaching and Learning

Berikut adalah beberapa hal yang berhubungan dengan model Contextual Teaching and Learning :

1) Langkah-Langkah Contextual Teaching And Learning.

Menurut sugiyanto (2009:22), secara sederhana menjelaskan langkah-langkah Contextual Teaching and Learning sebagai berikut:

a) Kembangkan pemikiran anak bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.

b) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. c) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

d) Ciptakan “masyarakat belajar” (belajar dalam kelompok). e) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran

f) Lakukan refleksi di akhir pembelajaran.

g) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

2) Ciri-Ciri Kelas Yang Menggunakan Model Contextual Teaching And Learning.

Disamping langkah-langkah pembelajaran, hal yang berhubungan dengan Contextual Teaching and Learning adalah adanya ciri-ciri kelas yang

(15)

commit to user

21

menggunakan pendekatan kontekstual ( dalam Ismawati, 2011: 120) dan terdapat juga dalam Sugiyanto (2009: 23), yang menjelaskan ciri-ciri kelas yang menggunakan Contextual Teaching and Learning sebagai berikut: pengalaman nyata, kerjasama saling menunjang, gembira, belajar dengan bergairah, pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber, siswa aktif dan kritis, menyenangkan , tidak membosankan, sharing dengan teman, guru kreatif.

3) Tujuan Pembelajaran Matematika di Kelas V SD Yang Diteliti

Dalam penelitian ini, materi pokok yang akan disampaikan yaitu tentang “mengidentifikasi sifat bangun ruang”, pada siswa kelas V SD N Seworan

Disamping itu STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN menurut PERMENDIKNAS no 20 Tahun 2007 dalam BNSP berisi tentang teknik dan istrumen penilaian meliputi:

1. Penilaian hasil belajar oleh pendidik menggunakan berbagai teknik penilaian berupa tes, observasi, penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik.

2. Teknik tes berupa tes tertulis, tes lisan dan tes praktik atau kinerja.

3. Teknik observasi atau pengamatan dilakukan selama pembelajaran berlangsung dan /atau di luar kegiatan pembelajaran.

4. Teknik penugasan baik perseorangan maupun kelompok dapat berbentuk tugas rumah dan/atau proyek.

5. Instrumen penilaian hasil belahar yang digunakan pendidik memenuhi persyaratan (a) substansi, adalah mempresentasikan kompetensi yang dinilai, (b) konstruksi, adalah memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan, dan (c) bahasa, adalah menggunakan bahasa yang baik dan benar serta komunikasi dengan taraf perkembangan peserta didik. 6. Instrumen penilaian yang digunakan oleh satuan pendidikan dalam bentuk

uian sekolah/madrasah memenuhi persyaratan substansi, konstruksi dan bahasa serta memiliki validasi empirik.

(16)

commit to user

22

7. Instrumen penilaian yang digunakan oleh pemerintah dalam bentuk UN memenuhi persyaratan substansi, konstruksi, bahasa, dan memiliki bukti validasi empirik serta menghasilkan skor yang dapat diperbandingklan antar sekolah, antar daerah dan antar tahun.

Sesuai dengan Standar ISI dan Standar Penilain dalam BNSP tersebut , dalam penelitian ini hampir semua aspek yang akan diteliti baik teknik ataupun instrumen penilaian no 1-7 telah diterapkan dalam penelitian ini. Sebagai contoh penilaian dilakukan dalam bentuk tes, observasi, penugasan baik individu ataupun kelompok, selanjutnya teknik tes yang digunakan berupa tes tertulis, tes lisan, tes praktik, sedangkan instrumen yang digunakan pun juga sudah ditulis menggunakan bahasa yang mudah dipahami sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik.

B. Implementasi Contextual Teaching and Learning

Dilihat dari arti pengertian Contextual Teaching and learning yang menekankan pada keaktifan siswa, keikutsertaan siswa dalam pembelajaran mengkonstruksi pembelajaran yang diperoleh kemudian penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Maka dalam proses pembelajaran seorang guru hendaknya memfasilitasi siswa dalam belajar aktif, terus menerus, ikut mengalami setiap pembelajaran dan mengaitkannya dengan keadaan yang ada di lingkungan sebenarnya. Hal tersebut sejalan dengan Sugiyanto (2008) yang menyatakan bahwa: Pembelajaran kontektual (Contextual Teaching and Learning-CTL) adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa.Dan juga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sendiri-sendiri (hlm. 18).

Dari hal tersebut seorang guru harus dapat merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan menilai proses pembelajaran yang menekankan adanya keikutsertaan dan keaktifan siswa dalam setiap proses pembelajaran. Dalam penerapan metode Contextual Teaching and Learning seorang pendidik harus mampu memfasilitasi siswa menghubungkan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan

(17)

commit to user

23

antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.

Penerapan model Contextual Teaching and Learning memiliki komponen-komponen yang harus dimengerti dan dipahami oleh seorang guru, sehingga seorang guru dapat merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan menilai proses pembelajaran tersebut dengan baik. Komponen-komponen tersebut antara lain: konstruktivisme (construktivism), inkuiri (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), refleksi (reflection), dan penilaian nyata (authentic assessment)”.

Sehubungan dengan hal itu, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru manakala menggunakan pendekatan CTL yakni: 1) Peserta didik dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, melainkan organisme yang sedang berada dalam tahap-tahap perkembangan. Kemampuan belajar akan sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pengalaman mereka. Dengan demikian peran guru bukanlah sebagai instruktur atau „‟penguasa‟‟ yang memaksakan kehendak, melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya; 2) Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan memecahkan setiap persoalan yang menantang. Dengan demikian guru berperan dalam memilih bahan-bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh peserta didik; 3) Belajar bagi peserta didik adalah proses mencari keterkaitan atau keterhubungan antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui. Dengan demikian peran guru adalah membantu agar setiap peserta didik mempu menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya; 4) Belajar bagi anak adalah proses penyempurnaan skema yang telah ada (asimilasi) atau proses pembentukan

(18)

commit to user

24

skema baru (akomodasi), dengan demikian tugas guru adalah memfasilitasi (mempermudah) agar anak mampu melakukan proses asimilasi dan proses akomodasi.

Sesuai dengan asumsi yang mendasarinya, bahwa pengetahuan itu diperoleh anak bukan dari informasi yang diberikan oleh orang lain temasuk guru, akan tetapi dari proses penemukan dan mengontruksinya sendiri, maka guru harus menghindari mengajar sebagai proses penyampaian informasi. Guru perlu memandang peserta didik sebagai subjek belajar dengan segala keunikannya. Siswa adalah organisme aktif yang memiliki potensi untuk membangun pengetahuannya sendiri.Kalaupun guru memberikan informasi kepada peserta didik, guru harus memberi kesempatan untuk menggali informasi itu agar lebih bermakna untuk kehidupan mereka.

Menurut Sugiyanto (2008: 26) secara sederhana langkah penerapan CTL dalam kelas secara garis besar adalah sebagai berikut:

1) Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksikan sendiri, pengetahuan dan ketrampilan barunya. Dengan melaksanakan tahap tersebut maka peserta didik tidak sekedar tahu melainkan faham terhadap apa yang telah mereka pelajari. Sehingga pengetahuan yang mereka peroleh tidak mudah hilang begitu saja karena mereka telah memahami dan melaksanakannya;

2) Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. Artinya, proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal,akan tetapi merangsang pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya;

3) Mengembangkan sifat ingin tahu peserta didik dengan bertanya. Dalam proses pembelajaran guru tidak menyampaikan informasi begitu saja,akan tetapi memancing agar peserta didik dapat menemukan sendiri. Karena itu peran bertanya sangat penting,sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat

(19)

commit to user

25

membimbing dan mengarahkan peserta didik untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.

4) Menciptakan “ masyarakat belajar “ (belajar dalam kelompok-kelompok). Penerapan masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Peserta didik dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat heterogen baik dilihat dari kemampuan belajar dan kecepatan belajarnya.

5) Menghadirkan “model“ sebagai contoh pembelajaran. Yaitu dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap peserta didik. 6) Melakukan refleksi di akhir penemuan. Yaitu dengan cara mengurutkan kembali

kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilalui dari awal sampai akhir pembelajaran.

7) Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara. Yaitu dengan mengambil nilai dari setiap aktivitas yang dilakukan peserta didik, baik ketika proses pembelajaran berlangsung maupun pada akhir pembelajaran.

C. Implementasi Contextual Teaching and Learning (CTL) Dalam Pembelajaran Matematika Konsep Bangun Ruang.

Model Contextual Teaching and Learning memiliki komponen-komponen yang harus dimengerti dan dipahami oleh seorang guru sebelum melaksanakan proses pembelajaran antara lain: merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan menilai proses pembelajaran tersebut dengan baik.

Selain itu seorang guru juga dituntut untuk dapat kreatif dalam membimbing siswa dalam mengkonstruksikan pengetahuan yang diperoleh dari pembelajaran di dalam kelas dengan keadaan yang ada di kehidupan sehari-hari mereka sendiri-sendiri. Sehingga siswa akan dengan mudah menghubungkan beberapa pengetahuan yang di milikinya dengan kehidupan keseharian mereka.

Dalam pembelajaran matematika konsep bangun ruang dengan model contextual teaching and learning memiliki tujuh pilar utama yaitu

1) Konstruksivisme adalah proses membangun dan menyusun pengatur pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa. Dalam hal ini seorang

(20)

commit to user

26

guru dituntut mampu memfasilitasi siswa dalam proses pembelajaran membangun dan menyusun pengetahuan baru tentang konsep bangun ruang yang mereka peroleh sehingga siswa dapat menghubungkan dan menyusun pengetahuan yang mereka peroleh tersebut ke dalam dunia nyata. Dalam hal ini guru dalam melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan benda nyata sehingga siswa dapat memanipulasi dan mengidentifikasi sesuai dengan benda nyata yang ada di lingkungan mereka

2) Inkuiri artinya pembelajaran yang didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis. Guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dapat menggunakan media nyata bangun ruang sehingga siswa dapat mengidentifikasi dan memanipulasi benda-benda tersebut dengan acuan-acuan yang telah disediakan guru dengan memperhatikan langkah-langkah perumusan masalah, menghipotesa, pengumpulan data, menguji hipotesa dan membuat kesimpulan.

3) Bertanya adalah suatu bagian dalam proses pembelajaran yang tidak mungkin terlepaskan, dengan bertanya seorang siswa maupun guru dapat mengetahui apakan poeses pembelajaran telah berjalan sesuai perencanaan atau belum. Dalam pembelajaran model CTL guru tidak menjelaskan secara terperinci dalam penyampaian informasi akan tetapi guru memberikan stimulus kepada siswa untuk bertanya dan memperdalam kembali pengetahuan yang sudah diperoleh dengan pengetahuan yang baru.

4) Masyarakat belajar didasarkan pada pendapat Vygotsky dalam Sugiyanto (2008:22) menyatakan bahwa penetahuan dan pengalaman seorang anak dibentuk oleh komunikasi dengan orang lain. Permasalahan tidak mungkin dipecahkan sendiri, tetapi membutuhkan bantuan orang lain untuk saling membantu. Dalam proses pembelajaran dengan model Contextual Teaching and Learning seorang guru dapat menerapkan komponen ini

(21)

commit to user

27

dengan membuat siswa berkerja kelompok berdiskusi dalam memecahkan suatu permasalahan yang berkaitan dengan konsep bangun ruang.

5) Permodelan adalah proses pembelajaran dengan menggunakan suatu contoh yang dapat ditiru oleh siswa sehingga dapat menghindarkan siswa dari verbalisme atau pengetahuan yang bersifat teoristis-abstrak. Guru sebagai model yang nyata bagi siswa dalam proses pembelajaran dituntut dapat membimbing siswa dalam belajar khususnya konsep bangun ruang. 6) Refleksi adalah pengendapat pengalaman yang telah dipelajari dengan

mengurutkan dan mengevaluasi kejadian pembelajaran yang telah dilalui sehingga siswa memperoleh pengetahuan baru.

7) Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk memperoleh informasi tentang perkembangan belajar siswa. Penilaian ini dapat berupa penilaian tertulis maupun penampilan. Dengan penilaian ini seorang guru dapat mengetahui sejauh mana seorang siswa memahami konsep bangun ruang, sehingga guru dapat dengan mudah melakukan tindak lanjut dari proses pembelajaran tersebut.

D. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Haryadi, dalam skripsi berjudul “ Penerapan model Contextual Teaching and Learning pada siswa kelas III SD Negeri 03 Jetis, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar tahun ajaran 2010/2011”. menyimpulkan bahwa terjadinya peningkatan penguasaan konsep pecahan setelah dilaksanakannya pembelajaran dengan penerapan model Contextual Teaching and Learning. Hal tersebut terlihat dari aktivitas siswa dalam proses pembelajaran semakin meningkat dalam setiap siklusnya. Dilihat dari hasil belajar 44 siswa yang memperoleh nilai ≥60 sebanyak 44 siswa atau 100% telah mencapai melebihi KKM 60. Dengan model Contextual Teaching and Learning juga dapat meningkatkan keaktifan siswa di dalam mengikuti proses pembelajaran dari 63,64% atau 28 siswa menjadi 9,18% atau 41 siswa pada siklus II.

(22)

commit to user

28

Penelitian Haryadi (2011) tersebut relevan dengan penelitian ini. Penelitian tersebut memiliki persamaan dengan penelitian ini yaitu penerapan model Contextual Teaching and Learning untuk mengatasi masalah pembelajaran. Selain memiliki persamaan, kedua penelitian ini juga memiliki perbedaan yaitu penelitian yang dilakukan Haryadi (2007) untuk meningkatkan penguasaan konsep pecahan siswa kelas III SD Negeri 03 Jetis, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar tahun ajaran 2010/2011. Sedangkan pada penelitian ini untuk meningkatkan hasil belajar matematika tentang sifat-sifat bangun datar kelas V SD Negeri Seworan.

E. Kerangka Berfikir

Banyak sekali permasalahan – permasalahan yang ada di SD Negeri Seworan, diantaranya cara mengajar yang dilakukan oleh guru khususnya pada materi mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang di kelas V yang masih bersifat tradisional, sehingga menimbulkan kesan hanya guru saja yang aktif dalam kegiatan pembelajaran sedangkan para siswa kurang aktif. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang siswa relatif rendah.

Oleh karena itu, untuk meningkatkan kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang pada siswa kelas V, peneliti akan menerapkan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning yang di dalamnya menuntut kerjasama dan keaktifan siswa, sehingga dengan penerapan model pembelajaran tersebut akan terbentuk suatu pembelajaran yang menarik, berkesan dan membuat siswa lebih bersemangat, serta aktif dalam mengikuti pembelajaran.

Melalui penerapan model Contextual Teaching and Learning ini diharapkan hasil belajar tentang sifat-sifat bangun ruang pada siswa kelas V SD Negeri Seworan akan meningkat.

(23)

commit to user

29

Dibawah ini adalah alur kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Alur Kerangka Berfikir Penelitian Tindakan Kelas

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian kajian teori dan kerangka berfiir di atas, maka peneliti dapat merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

“Penerapan model Contextual Teaching and Learning dapat meningkatkan hasil belajar matematika tentang sifat-sifat bangun ruang pada siswa kelas V SD N Seworan tahun pelajaran 2013/2014”.

Kondisi Awal

Guru dalam melaksanakan pembelajaran pada materi Mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang, masih bersifat konvensional(tradisional)

Kemampuan mengidentifikasi siswa masih rendah.

Tindakan

Guru melaksanakan pembelajaran pada materi mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang menerapakan model Contextual Teaching and

Learning (siswa aktif dalam

proses pembelajaran)

Kondisi Akhir

Setelah menerapkan model

Contextual Teaching and Learning kemampuan

mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang siswa meningkat

Siklus I 1. Perencanaan 2. Tindakan 3. Observasi 4. Refleksi Siklus II 1. Perencanaan 2. Tindakan 3. Observasi 4. refleksi

Gambar

Gambar 1.Kerangka Bangun Ruang Kubus
Gambar 2. Kerangka Bangun Ruang Balok
Gambar 3. Kerangka Tabung, Kerucut dan Bola
Gambar 4. Jaring-jaring Kubus dan Balok
+3

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penguasaan pajak antara Pusat dan Daerah telah diatasi dengan adanya perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah (dengan

Di dalam pelaksanaan program kerja terdapat berbagai hambatan, diantaranya waktu pelaksanaan PPL bersamaan dengan re-organisasi Ditjen yang menaungi PPPPTK Seni dan

Pengusaha-pengusaha tambang di Australia bergerak melalui komunitas pertambangan yang ada di Australia melalui saluran-saluran seperti misalnya demonstrasi, media massa serta

Pengujian validitas diujikan kepada 30 responden yang terdiri dari 10 responden mahasiswa farmasi, 10 responden pasien diabetes melitus yang tidak berobat atau menerima

Harapan dari pembuatan karya tulis ini agar masyarakat mengetahui bahwa susu kedelai sebagai alternatif susu bagi penderita laktosa intolerans dapat memiliki kadar kalsium

Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui industri pengolahan juga harus disertai dengan penguatan daya dukung lingkungan sehingga semakin kondusif dan

Mortalitas selalu diperbaiki seperti diindikasikan oleh laju kematian sesaat yang turun untuk semua umur, sehingga dari naiknya kelahiran dan turunnya kematian menunjukkan bahwa

5) Pada kolom program diisi dengan program yang terkait dengan sasaran strategis ; 6) Pada kolom kegiatan diisi dengan kegiatan yang termasuk dalam program diatasnya 7) Pada