• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA TERHADAP PENGELOLAAN DANA DESA DI TANJUNG HARAPAN KECAMATAN SEBATIK TIMUR KABUPATEN NUNUKAN (STUDI KASUS PERATURAN DESA NOMOR 3 TAHUN 2016)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "TINJAUAN HUKUM PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA TERHADAP PENGELOLAAN DANA DESA DI TANJUNG HARAPAN KECAMATAN SEBATIK TIMUR KABUPATEN NUNUKAN (STUDI KASUS PERATURAN DESA NOMOR 3 TAHUN 2016)"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

TINJAUAN HUKUM PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA TERHADAP PENGELOLAAN

DANA DESA DI TANJUNG HARAPAN KECAMATAN SEBATIK TIMUR KABUPATEN NUNUKAN

(STUDI KASUS PERATURAN DESA NOMOR 3 TAHUN 2016)

Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum Di Fakultas Hukum Universitas Bosowa

OLEH HERMAN PELANI

NIM 4513060055

FAKULTAS HUKUM/ILMU-ILMU HUKUM UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

TAHUN 2017

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan berkah dan limpahan rahmat serta kasih sayang-Nya, sehingga Skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa Terhadap Pengelolaan Dana Desa di Tanjung Harapan Kecamatan Timur Kabupaten Nunukan (Studi Kasus Peraturan Desa Nomor 3 Tahun 2016)” ini dapat penulis selesaikan.

Penulis menyadari bahwa penulisan suatu karya ilmiah tidaklah mudah, oleh karena itu tidak tertutup kemungkinan dalam penyusunan skripsi ini terdapat banyak kekurangan, olehnya itu penulis sangat mengharapkan masukan, saran, dan kritikan yang bersifat membangun guna kesempurnaan skripsi ini.

Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai rintangan, mulai dari pengumpulan literatur, pengumpulan data sampai pada pengolahan data maupun dalam tahap penulisan. Namun dengan kesabaran dan ketekunan yang dilandasi dengan rasa tanggung jawab selaku mahasiswa dan juga bantuan dari berbagai pihak, baik material maupun moril.

Olehnya itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat:

1. Kedua Orang Penulis yang tercinta, Ayahanda Ambo Nik (Almarhum) dan Ibunda Muderang (Almarhumah) yang telah

(6)

vi

mencurahkan seluruh cinta, kasih sayang, cucuran keringat dan air mata, untaian doa serta pengorbanan tiada henti, yang hingga kapan pun penulis takkan bisa membalasnya.

Keselamatan di akhirat sana semoga selalu untukmu ayah dan ibuku terkasih.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Saleh Pallu, M. Eng , selaku Rektor Universitas Bosowa yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan studi Strata Satu (S1) di Universitas Bosowa.

3. Bapak Dr. Ruslan Renggong, SH, MH selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Bosowa beserta seluruh stafnya.

4. Ibu Hj. Siti Zubaidah, SH, MH selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Bosowa beserta seluruh stafnya.

5. Bapak Almusawir, SH, MH dan Ibu Andi Tira, SH, MH Selaku Penasehat Akademik yang senagtiasa memberikan petunjuk dan nasehat kepada penulis selama penulis menjalani pendidkan di Fakultas Hukum Universitas Bosowa Makassar.

6. Bapak Mustawa Nur, SH, MH selaku Pembimbing I, dan Bapak Ray Pratama Siadari, SH, MH selaku Pembimbing II, dan juga mentor dalam berbagai hal bagi penulis, yang telah memotivasi, membantu, dan mengarahkan penulis hingga penyelesaian skripsi ini.

(7)

vii

7. Bapak Muhammad Rusli, SH, MH dan Bapak Amil Shadiq, SH, MH selaku tim penguji yang telah memberikan saran dan kritikan, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

8. Para Guru Besar, Dosen, dan Staf Fakultas Hukum Universitas Bosowa yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu

9. Bapak H. Hamzah Kepala Desa Tanjung Harapan tahun 2010- 2016 dan Bapak Edy Sugiansyah Selaku Plt. Kepala Desa Tanjung Harapan tahun 2017 serta Abang Hendara selaku Sekretaris Desa Tanjung Harapan beserta seluruh perangkat Desa Tanjung Harapan Kecamatan Sebatik Timur kabupaten Nunukan.

10. Bapak Umar Mapudji selaku ketua BPD Tanjung Harapan tahun 2010-2016 dan Abang Rahmad Asis, SH selaku Ketua dan seluruh anggota BPD Tanjung Harapan tahun 2016-2022 yang telah meluangkan waktunya untuk penulis wawancarai.

11. Seluruh keluarga dan warga Desa tanjung Harapan yang ramah dan baik hati kepada penulis saat melakukan penelitian di desa tersebut.

12. Saudara-saudaraku, Angkatan 2013 Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Bosowa kebersamaan kita merupakan hal yang terindah dan akan selalu mendapat tempat di dalam hati, semoga persahabatan dan perjuangan kita tidak berhenti

(8)

viii

sampai di sini, serta kekeluargaan yang sudah terjalin dapat terus terjaga, sukses selalu dalam meraih cita-cita dan harapan. Maaf penulis tidak sebutkan nama kalian satu per satu.

13. Pembina, Senior dan Juniorku di Organiasi UKM LDK Al- Furan Universitas Bosowa, UKM Jurnalistik Intelektual dan Surat Kabar Kampus Intelektual Universitas Bosowa.

14. Kepada semua pengurus Masjid Agung 45 Makassar

Selain itu, penulis juga mengucapkan permohonan maaf yang sedalam-dalamnya jika penulis telah banyak melakukan kesalahan dan kekhilafan, baik dalam bentuk ucapan maupun tingkah laku, semenjak penulis menginjakkan kaki pertama kali di Universitas Bosowa hingga selesainya studi penulis.

Penulis berharap agar apa yang disajikan dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Semoga kesemuanya ini dapat bernilai ibadah di sisi-Nya, Aamiin.

Makassar, Agustus 2017

Penulis,

Herman Pelani

(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI ... iii

HALAMAN PENERIMAAN DAN PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

1.3.1. Tujuan ... 7

1.3.2. Kegunaan ... 8

1.4. Metode Penelitian ... 9

1.4.1. Pendekatan Masalah ... 9

1.4.2. Lokasi Penelitian ... 9

1.4.3. Jenis dan Sumber Data ... 9

1.4.4.Teknik Pengumpulan Data ... 11

1.4.5. Analisis Data ... 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Desa ... 12

2.2 Struktur Organisasi Desa ... 14

(10)

x

2.3 Peraturan Desa ... 24

2.4 Dana Desa ... 26

2.5 Pengawasan. ... 39

2.6 Mekanisme dan Tahap Penyaluran Dana Desa ... 47

BAB 3 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 3.1 Gambaran Singkat Desa Tanjung Harapan dan Pengelolaan Dana Desa ... 49

3.2 Perencanaan ... 52

3.3 Pelaksanaan ... 57

3.4 Pertanggung Jawaban ... 59

3.5 Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa Terhadap Pengelolaan Dana Desa di Desa Tanjung Harapan Berdasarkan Peraturan Desa Nomor 3 Tahun 2016 ... 62

3.6 Faktor PenghambatPelaksanaan Fungsi Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa Terhadap Pengelolaan Dana Desa di Desa Tanjung Harapan Berdasarkan Peraturan Desa Nomor 3 Tahun 2016 ... 66

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan ... 70

4.2 Saran ... 71 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(11)

xi

DAFTAR TABEL

1. Rencana kegiatan yang menggunakan dana desa bidang

pembangunan desa ... 56 2. Rencana kegiatan yang menggunakan dana desa bidang

pembinaan kemasyarakatan ... 56 3. Pelaksanaan kegiatan yang menggunakan dana desa

bidang pembangunan desa ... 58 4. Pelaksanaan kegiatan yang menggunakan dana desa

bidang pembinaan kemasyarakatan ... 58 5. Pertanggungjawaban kegiatan yang menggunakan dana

desa bidang pembangunan desa ... 60 6. Pertanggungjawaban kegiatan yang menggunakan dana

desa bidang pembinaan kemasyarakatan ... 60

(12)

1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (1) disebutkan seara eksplisit “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.” Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia bukan Negara Federal tetapi Negara Kesatuan yang daerahnya terbagi atas daerah-daerah besar dan daerah kecil, dengan bentuk dan susunan tingkatan pemerintahan terendah adalah di Desa.

Menurut Abd Rahman, (2014:1) konsekuensi dari Negara Kesatuan bahwa: “tidak ada Negara dalam negara dan pusat adalah pusatnya daerah, dan daerah adalah daerahnya pusat.” Lebih lanjut menurut Abd Rahman, (2014:1) bahwa:

Urusan pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah satu kesatuan yang terintegral (tidak terpisahkan). Kemajuan pembangunan nasional harus berimplikasi pada pembangunan daerah secara menyeluruh dan dirasakan sebagai bagian kepentingan bersama.

Dengan demikian desa yang merupakan sub sistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan nasional yang berada di bawah pemerintah daerah kabupaten/kota selama ini masih sangat tertinggal dari segi pembangunan. Olehnya itu, harus mendapatkan perhatian serius oleh pemerintah agar pembangunan dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia termasuk di desa, karena selama ini rakyat di desa terkesan cuma bisa jadi penonton pembangunan di kota. Pemerintah

(13)

2

desa tidak bisa melakukan pembangunan seperti di kota karena terkendala dari segi pendanaan. Akibatnya, desa tumbuh dan berkembang ala kadarnya dan warganya berbondong-bondong melakukan urbanisasi untuk mencari penghidupan yang lebih baik.

Maka untuk melakukan pembangunan yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh di wilayah Indonesia, termasuk di desa dibutuhkan dana yang besar. Olehnya itu, Pemerintah Pusat di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla mempunyai komitmen untuk membangun Indonesia yang dituangkan dalam Nawa Cita yang salah satunya membangun dari pinggiraan.

Olehnya itu, Pemerintah Pusat kemudian mengalokasikan dana untuk membangun Desa yang disebut Dana Desa yang bersumber dari Alokasi Pendapatan dan Belanja Negara (selanjutnya disebut APBN) yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Alokasi Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.

Berdasarkan Penjelasan Pasal 72 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (selanjutnya disebut UU Desa) bahwa: “besaran alokasi anggaran yang peruntukannya langsung ke

(14)

3

Desa ditentukan 10% (sepuluh perseratus) dari dan di luar dana Trnsfer Daerah (on top) secara bertahap.”

Dengan adanya Dana Desa yang besarnya 10% dari APBN ini, problem ketiadaan anggaran untuk mendukung pembangunan desa yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dapat teratasi. Sehingga kualitas hidup masyarakat serta, penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana seperti air bersih, listrik desa, jalan desa dan pengembangan potensi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan dapat terlaksana.

Namun, dengan adanya Dana Desa ini juga yang sangat dikhawatirkan munculnya beberapa persoalan terkait dengan pengelolaanya. Dana dengan jumlah yang tidak sedikit, rawan disalah gunakan oleh pemerintah desa sebagai pengelola dana desa.

Olehnya itu, dibutuhkan pengawasan sehingga dana desa tersebut tidak disalahgunakan dan untuk memastikan agar sesuai dengan peruntukannya sehingga pemerintah desa bekerja secara akuntabel dalam melaksanakan program/kegiatan pembangunan desa.

Begitu pentingnya pengawasan ini, sehingga Hendra Karianga (2015:309) mengatakan bahwa:

Pengawasan ibarat pagar kawat berduri yang membuat batasan- batasan pengamanan terhadap luas halaman rumah agar tidak dimasuki oleh orang yang bukan pemilik rumah untuk mencuri, merampok dan merusak.

(15)

4

Dari pendapat yang ada di atas, maka menunjukkan bahwa pengawasan merupakan hal yang sangat penting dalam memastikan suatu program bisa berjalan sesuai dengan rencana. Selain itu, pengawasan dapat dianggap juga sebagai aktivitas untuk menemukan dan mengoreksi penyimpangan-penyimpangan dari hasil yang dicapai atas aktivitas-aktivitas yang direncanakan sehingga sangat penting dilakukan disetiap pengelolaan dana.

Begitu pentinya pengawasan pengelolaan dana desa yang akan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.

Betapa tidak, karena dana desa memiliki potensi luar biasa dalam upaya mempercepat pertumbuhan dan pembangunan desa dalam rangka mengatasi berbagai persoalan yang selama ini ada. Namun bagaimana menjaga supaya pengelolaan dan tersebut tetap dalam koridor yang diharapkan bersama seluruh elemen bangsa di Indonesia, maka pengelolaan dana yang besar ini harus diawasi supaya pengelolaannya sesuai dengan tujuan dan tidak disalahgunakan.

Salah satu yang memfunyai fungsi pengawasan terhadap pengeloalan Dana Desa adalah Badan Permusyawaratan Desa (selanjutnya disingkat BPD). Hal itu ditegaskan dalam UU Desa Pasal 55 yang berbunyi bahwa:

(16)

5

Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi:

a. Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa

b. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa;

dan

c. Melakukan pengawasan kinerja kepala Desa

Dari bunyi UU Desa tersebut, khususnya huruf C yang menyebutkan secara eksplisit bahwa BPD mempunyai fungsi melakukan pengawasan terhadap kinerja kepala desa. Kinerja Kepala Desa salah satunya adalah mengelola dana desa harus melakukan pengawasan terhadap pengelolaan Dana Desa.

Menurut Indah Dwi Qurbani dalam Jurnal Transisi (2014:73) bahwa:

....badan permusyawaratan desa memiliki peran besar dengan diberikannya kewenangan untuk mengawasi kepala desa dalam menjalankan pemerintahan. Tujuannya untuk menciptakan mekanisme check and balance antara eksekutif dan legislatif desa.

Dana Desa merupakan salah satu pendapatan desa yang bersumber dari alokasi APBN yang menambah keuangan desa.

Menurut Undang-Undang Desa Pasal 71 ayat (1) bahwa: “Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa.

Pentingnya pengawasan dalam pengelolaan Dana Desa tersebut agar sesuai tujuannya yakni digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat yang

(17)

6

telah disepakati di Desa, sehingga kebutuhan masyarakat di Desa tersebut dapat terpenuhi dengan menggunakan Dana Desa itu sesuai peruntukannya.

Namun, meski telah disebutkan dalam regulasi mengenai pengawasan yang mestinya dilakukan oleh BPD terhadap pengelolaan Dana Desa, tapi kenyataannya masih ada Kepala Desa yang menyalahgunakan dan menyelewengkan bahkan menggelapkan dana tersebut. Ini terbukti dari informasi yang dirilis oleh media, seperti yang dilansir oleh Liputan6.com (Senin, 13 Maret 2017).

Kepala Desa Runut, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), Petrus Kanisius ditangkap anggota Polsek Waigete karena diduga melakukan penggelapan dana desa. Dia ditangkap, Kamis, 2 Maret 2017 sekitar pukul 17.00 WIB.

Dari fakta di atas menunjukkan bahwa apa yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan tidak selamanya berjalan sesuai dengan ketentuan. Hal itulah yang mendorong penulis untuk mengkaji lebih dalam suatu karya ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul:

TINJAUAN HUKUM PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA TERHADAP PENGELOLAAN DANA DESA DI TANJUNG HARAPAN KECAMATAN SEBATIK TIMUR KABUPATEN NUNUKAN (STUDI KASUS PERATURAN DESA NOMOR 3 TAHUN 2016).

(18)

7

1.2 Rumusan Masalah

Dengan latar belakang masalah yang telah penulis utarakan di atas maka penulis menyusun rumusan masalah berdasarkan data tahun 2016 sebagai berkut:

1. Apakah pelaksanaan fungsi pengawasan Badan Permusyawaratan Desa terhadap pengelolaan dana desa di Desa Tanjung Harapan Kecamatan Sebatik Timur Kabupaten Nunukan berdasarkan Peraturan Desa Tanjung Harapan Nomor 3 Tahun 2016 sudah berjalan sebagaimana mestinya?

2. Faktor apakah yang menghambat pelaksanaan fungsi pengawasan Badan Permusyawaratan Desa terhadap pengelolaan dana desa di Desa Tanjung Harapan Kecamatan Sebatik Timur Kabupaten Nunukan berdasarkan Peraturan Desa Tanjung Harapan Nomor 3 Tahun 2016?

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Adapun tujuan dan manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.3.1. Tujuan

a. Untuk mengetahui pelaksanaan fungsi pengawasan Badan Permusyawaratan Desa terhadap pengelolaan dana desa di Desa Tanjung Harapan Kecamatan Sebatik Timur Kabupaten Nunukan berdasarkan Pertaturan Desa Tanjung Harapan Nomor 3 Tahun 2016.

(19)

8

b. Untuk mengetahui faktor yang menghambat pelaksanaan fungsi pengawasan Badan Permusyawaratan Desa terhadap pengelolaan dana desa di Desa Tanjung Harapan Kecamatan Sebatik Timur Kabupaten Nunukan berdasarkan Peraturan Desa Tanjung Harapan Nomor 3 Tahun 2016.

1.3.2. Kegunaan

Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan di atas, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Dari Segi Teoritis. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya bagi mahasiswa yang mengambil konsentarsi minat Hukum Tata Negara. Selain itu diharapkan juga menjadi sebuah acuan alternatif atau perbandingan bagi para peneliti yang ingin mengadakan penelitian yang sejenis

b. Dari Segi Praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi sebagai kontribusi ataupun saran yang berfungsi sebagai masukan bagi pedoman pemerintah Desa dalam melakukan pengelolaan dana desa dan pengawasan bagi Badan Permusyawaratan Desa, serta sebagai bahan bacaan dan sumber pengetahuan bagi masyarakat umum tentang Pengawasan dan Pengelolaan Dana Desa.

(20)

9

1.4 Metode Penelitian 1.4.1 Pendekatan Masalah

Dalam Pendekatan Masalah penulis memilih dua teknik pendekatan, sebagai berikut:

a. Pendekatan yuridis

b. Pendekatan sosiologis atau empiris 1.4.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Daerah Kabupaten Nunukan yaitu di Kantor Desa dan Kantor BPD Tanjung Harapan Kecamatan Sebatik Timur Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara, mengingat daerah tersebut merupakan salah satu desa yang ada di daerah perbatasan sehingga perlu meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang sumber pendanaannya dari Dana Desa yang bersumber dari APBN. Selain itu, Kabuaten Nunukan merupakan daerah asal penulis.

1.4.3 Jenis dan Sumber data

Data dalam penelitian ini diperoleh melalui:

a. Penelitian Kepustakaan (Library Recearch)

Yaitu dengan menelaah pelaksanaan Fungsi Pengawsan Badan Permusyawaratan Desa terhadap pengelolaan dana desa sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah Nomor 22

(21)

10

Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Peraturan Menteri Keuangan RI nomor 241/PMK.07/2014 tentang Pelaksanaan Pertanggung jawaban Tranfer ke Daerah dan Dana Desa, Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 93/PMK.07/2015 tentang Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa, Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah tertinggal dan Trasmigrasi Nomor 900/5356/SJ, Nomor 959/KMK.07/2015 dan Nomor 49 Tahun 2015 Tentang Percepatan Penyaluran, Pengelolaan dan Penggunaan Dana Desa dan Peraturan Perundang-Undangan lain yang terkait dengan Pengelolaan dan Pengawasan Dana Desa di Tanjung Harapan serta menganalisis buku-buku dan literatur-literatur sebagai landasan teoritis yang akan mendukung dalam menjawab permasalahan.

b. Penelitian Lapangan (Field Recearch)

Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan objek yang diteliti. Dalam hal ini melakukan teknik Interview (wawancara) secara langsung dengan pihak

(22)

11

Pemerintah Desa dan BPD serta warga Desa Tanjung Harapan Kecamaten Sebatik Timur Kabupaten Nunukan.

1.4.4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data lapangan, maka penulis menetapkan dengan teknik:

(1) Wawancara langsung dengan Kepala Desa, Perangkat Desa sebagai Pengelola Dana Desa di desa dan Badan Permusyawaratan Desa sebagai pengawas pengelolaan Dana Desa dan warga Desa di Tanjung Harapan, Kecamatan Sebatik Timur Kabupaten Nunukan

(2) Observasi/Pengamatan 1.4.5. Analisis Data

Setelah penulis peroleh data melalui wawancara, dan observasi/pengamatan seperti yang tersebut di atas, kemudian diolah dan dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif serta digeneraliskan dalam sub-sub sesuai klasifikasi data. Maka selanjutnya untuk menghasilkan sebuah karya ilmiah (Skripsi) yang terpadu dan sistematis diperlukan suatu sistem analisis data yang dikenal dengan analisis yuridis Deskriptif yaitu dengan cara menyelaraskan dan menggambarkan keadaan yang nyata mengenai Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa terhadap Pengelolaan Dana Desa di Tanjung Harapan Kecamatan Sebatik Timur Kabupaten (Studi Kasus Peraturan Desa Tanjung Harapan Nomor 3 Tahun 2016).

(23)

12

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Desa

Penemuan istilah Desa di Indonesia pertama kali ditemukan oleh Mr. Herman Warmer Muntinghe seorang Belanda, anggota Raad Van Indie pada masa penjajahan kolonial Inggris (Pembantu Gubernur Jenderal Inggris yang berkuasa pada tahun 1811 di Indonesia (Muhammad Zid dan Ahmad T. A, 2016:45).

Menurut Muhammad Zid dan Ahmad T. A, (2016:45), bahwa:

Desa secara etimologi berasal dari bahasa Sangsekerta, yaitu deca yang berarti tanah air, tanah asal atau tanah kelahiran.

Dalam versi lain kata desa berasal dari kata “swadesi” yang berarti tempat asal, negeri asal, atau tanah leluhur yang merujuk pada satu kesatuan hidup, dengan satu kesatuan norma, serta memiliki batas yang jelas

Pengertian tentang Desa cukup beragam. Menurut Mashuri Maschab dalam Ni‟matul Huda (2015:32) bahwa:

apabila berbicara tentang desa di Indonesia, maka sekurang- kurangnya akan menimbulkan tiga macam penafsiran atau pengertian. Pertama, pengertian secara sosiologis, yang menggambarkan suatu bentuk kesatuan masyarakat atau komunitas penduduk yang tinggal dan menetap dalam suatu lingkungan, dimana di anatara mereka saling mengenal dengan baik dan corak kehidupan mereka relatif homogen, serta banyak bergantung pada kebaikan-kebaikan alam. Dalam pengertian sosiologis tersebut, desa diasosiasikan dengan suatu masyarakat yang hidup secara sederhana, pada umumnya hidup dari sektor pertanian, memiliki ikatan sosial dan adat atau tradisi yang masih kuat, sifatnya jujur dan bersahaja, pendidikannya relatif rendah dan lain sebagainya.

Kedua, pengertian secara ekonomi, desa sebagai suatu lingkungan masyarakat yang berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari dari apa yang disediakan alam di sekitarnya.

(24)

13

Dalam pengertian yang kedua ini, desa merupakan satu lingkungan ekonomi, dimana penduduknya berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Ketiga, pengertian secara politik, dimana desa sebagai suatu organisasi pemerintahan atau organisasi kekuasaan yang secara politik mempunyai wewenang tertentu karena merupakan bagian dari pemerintahan negara. Dalam pengertian yang ketiga ini desa sering dirumuskan sebagai “suatu kesatuan masyarakat hukum yang berkuasa menyelenggarakan pemerintahan sendiri.

Menurut Koentjaraningrat dalam Muhammad Zid dan Ahmad T. A, (2016:3), bahwa: “desa dimaknai sebagai suatu komunitas kecil yang menetap tetap disuatu tempat”. Pengertian lain dikemukakan oleh Hayani dan Kikuchi bahwa desa sebagai unit dasar kehidupan kelompok terkecil di Asia.

Pendapat lain juga dikemukan oleh Sastramihardja yang menyatakan bahwa desa merupakan suatu sistem sosial yang melakukan fungsi internal yaitu mengarah pada pengintegrasian komponen-komponennya, sehingga keseluruhannya merupakan satu sistem yang bulat dan mantap.

Sementara itu, Paul H. Landis yang merupakan pakar sosiologi pedesaan mengemukakan 3 definisi desa untuk tujuan analisis yang berbeda-beda, yaitu: analisis statistik, analisis sosial psikologis, dan analisis ekonomi.

Selain pendapat para pakar tersebut di atas, desa didefinisikan juga oleh peraturan perundang-undangan. Misalnya Pasal 1 angka 1 UU Desa menyebutkan bahwa:

(25)

14

Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.2 Struktur Organisasi Desa 2.2.1 Kepala Desa

Berdasarkan UU Desa, Kepala Desa sebagai penyelenggara pemerintahan di desa mempunyai tugas untuk menyelenggarakan pemerintahan Desa, melaksanakan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatn Desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.

Dalam melaksankan tugasnya tersebut, oleh UU Desa, Kepala Desa berwenang:

a. Memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa;

b. Mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa;

c. Memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan Desa dan Aset Desa;

d. Menetapkan peraturan Desa;

e. Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;

f. Membina kehidupan masyarakat Desa;

g. Membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;

h. Membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat desa;

i. Mengembangkan sumber pendapatan Desa;

j. Mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa;

k. Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa;

l. Memanfaatkan teknologi tepat guna;

m. Mengoordinasikan Pembangunan desa secara parsitipatif;

(26)

15

n. Mewakili Desa di dalam dan luar pengadilaan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

o. Melaksanakan wewenang lain yang sesui dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Desa berhak:

a. Mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa;

b. Mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan Desa;

c. Menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan;

d. Mendapatkan perlindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan; dan

e. Memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada perangkat Desa.

Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Desa berkewajiban:

a. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila , melaksanakan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahannkan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika;

b. Meningktakan kesejahteraan masyarakat Desa;

c. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;

d. Menaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan;

e. Melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender;

f. Melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, trasparan, profesional, efektif dan efesien, bersih, serta bebas dari kolusi, kosupsi dan nepotisme;

g. Menjalin kerjasama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di Desa;

h. Menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa yang baik;

i. Mengelola Keuangandan Aset Desa;

j. Melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa

k. Menyelesaikan perselisihan masyarakat di Desa;

l. Mengembangkan perekonomian masyarakat Desa

m. Membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat Desa

n. Memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di Desa;

(27)

16

o. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup; dan

p. Memberikan informasi kepada masyarakat Desa

Dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak dan kewajibannya tersebut, oleh UU Desa disebutkan Kepala Desa wajib:

a. Menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan Desa setiap akhir tahun anggaran kepada Bupati/Walikota;

b. Menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa pada akhir masa jabatan kepada Bupati/Walikota;

c. Memberikan laoran keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusywaratan Desa setiap akhir tahun anggaran; dan

d. Memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap akhir tahun anggaran.

Apabila Kepala Desa tidak melaksanakan kewajibannya dikenakan sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. Namun apabila tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan selanjutnya dengan pemberhentian.

Dalam UU Desa juga disebutkan larangan bagi kepala desa.

Pasal 29 menyebutkan bahwa: Kepala Desa dilarang:

a. Merugikan kepentingan umum;

b. Membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan /atau golongan tertentu;

c. Menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya;

d. Melakukan tindaka diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu;

e. Melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat Desa;

f. Melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;

g. Menjadi pengurus partai politik;

h. Menjadi anggota dan/atau pengurus organisai terlarang;

(28)

17

i. Merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota Badan Permusyawaratan Desa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundang- undangan;

j. Ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah;

k. Melanggar sumpah janji/jabatan; dan

l. Meninggalkan tugas selama 30 (tiga puluh) hari kerja berturut- turut tampa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

2.2.2 Perangkat Desa

Perangkat Desa bertugas membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Karena itu, mereka diangkat dan diberhentikan oleh kepala desa. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangya perngkat desa bertanggungjawab kepada Kepala Desa.

Perangkat desa terdari atas:

a. Sekretaris Desa

b. Pelaksana Kewilayahan c. Pelaksana Teknis

Perngakat desa diangkat oleh kepala Desa dari warga Desa yang memenuhi persyarakan yang disebutkan dalam UU Desa yaitu:

a. Berpendidikan paling rendah sekolah menengah umum atau yang sederajat;

b. Berusia 20 (dua puluh) tahun sampai dengan 42 (empat puluh dua) tahun;

c. Terdaftar sebagai penduduk Desa dan bertempat tinggal di desa paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran ; dan d. Syarat lain yang ditentukan dalam Peraturan Derah

Kabupaten/Kota.

(29)

18

Berdasarkan UU Desa, Perangkat Desa dilarang:

a. Merugikan kepentingan umum;

b. Membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan /atau golongan tertentu;

c. Menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya;

d. Melakukan tindaka diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu;

e. Melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat Desa;

f. Melaakukan kolusi, korupsi dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;

g. Menjadi pengurus partai politik;

h. Menjadi anggota dan/atau pengurus organisai terlarang;

i. Merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota Badan Permusyawaratan Desa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundang- undangan;

j. Ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah;

k. Melanggar sumpah janji/jabatan; dan

l. Meninggalkan tugas selama 60 (enam puluh) hari kerja berturut-turut tampa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

2.2.3 Badan Permusyawaratan Desa

Dalam UU Desa disebutkan bahwa :Badan Permusyawaratan Desa atau yang sebut dengan nama lain adalah lembaga yang melakukan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.

Menurut Moch. Solekhan, (2014:76) bahwa: “Badan Permusyawaratan Desa merupakan mitra Kepala Desa dalam

(30)

19

menjalankan tugas dan wewenangnya.” Anggota Badan Permusyawaratan Desa ditetapkan dengan jumlah gasal atau ganjil, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 9 (sembilan) orang dengn memperhatikan wilayah, perempuan, penduduk, dan kemampuan keuangan Desa.

Dalam UU Desa Pasal 55 disebutkan bahwa Badan Permusyawaratan Desa memfunyai fungsi:

a. Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;

b. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan c. Melakukan pengawasan kinerja kepala Desa.

Badan Permusyawaratan Desa berhak:

a. Mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Pemerintah Desa;

b. Menyatakan pendapat atas penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; dan

c. Mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Selain mempunyai fungsi dan hak secara kelembagaan, anggota Badan Permusyawaratan Desa juga mempunyai hak secara personal.

Dalam Pasal 62 UU Desa disebutkan bahwa: Anggota Badan Permusyawaratan Desa berhak:

a. Mengajukan usul rancangan Peraturan Desa;

b. Mengajukan pertanyaan;

c. Menyampaikan usul dan/atau pendapat;

d. Memilih dan dipilih; dan

e. Mendapat tunjangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

(31)

20

Selain itu, anggota Badan Permusyawaratan Desa wajib:

a. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka tunggal Ika;

b. Melaksanakan kehidupan demokratis yang berkeadilan gender dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa;

c. Menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat Desa;

d. Mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan/atau golongan

e. Menghormati nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat Desa; dan

f. Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan Desa.

Selain itu, anggota Badan Permusyawaratan Desa dilarang:

a. Merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat Desa, dan mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat Desa;

b. Melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukan;

c. Menyalahgunakan wewenang;

d. Melanggar sumpah/janji jabatan;

e. Merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan perangkat Desa;

f. Merangkap sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundang- undangan;

g. Sebagai pelaksana proyek desa;

h. Menjadi pengurus partai Politik; dan/atau

i. Menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang.

(32)

21

2.2.4 Dasar Hukum Pengawasan Dana Desa oleh Badan Permusyawaratan Desa

Berdasarkan UU Desa Pasal 55 disebutkan bahwa Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi:

a. Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;

b. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan c. Melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Pasal 48 disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak, dan kewajibannya, kepala Desa wajib:

a. Menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan kepada bupati/walikota;

b. Menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa setiap akhir tahun anggaran kepada bupati/walikota;

c. menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran.

Akhir tahun anggaran bererti setiap tahun Kepala Desa harus membuat laporan penyelenggaraan pemerintahan kepada BPD. Salah satu penyelenggaraan pemerintahan adalah pengelolaan dana desa.

Sementara dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Pasal 51 disebutkan bahwa:

(1) Kepala Desa menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf c setiap akhir tahun anggaran kepada Badan Permusyawaratan Desa secara tertulis paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran.

(33)

22

(2) Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat pelaksanaan peraturan Desa.

(3) Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh Badan Permusyawaratan Desa dalam melaksanakan fungsi pengawasan kinerja kepala Desa.

Dari bunyi peraturan perundang-undangan di atas menunjukkan Kepala Desa harusnya melakukan laopran pertanggjung jawaban pengelolaan Dana Desa dalam bentuk APBDes kepada Badan Permusyawaratan Desa mempunyai peran yang strategis dalam ikut mengawal penggunaan dana desa tersebut agar tidak diselewengkan.

Jika dicermati ketentuan pasal 48 dan 51 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 setidaknya yang perlu digaris bawahi yaitu:

1. Pasal 48 huruf c yang menyebutkan bahwa Kepala Desa wajib menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran.

2. Pasal 51 ayat 2 bahwa laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat pelaksanaan peraturan Desa.

Kata-kata paling sedikit memuat pelaksanaan peraturan Desa.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (selanjutnya disebut APBDes) adalah merupakan salah satu contoh Peraturan Desa. Ini artinya bahwa kalau Kepala Desa wajib membuat laporan keterangan tertulis tentang pelaksanaan peraturan desa berarti kepala desa wajib membuat

(34)

23

laporan tentang pelaksanaan APBDes kepada Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya oleh BPD digunakan untuk melakukan fungsi pengawasan kinerja kepala desa dalam hal pengelolaan dana desa sebagaiman disebutkan dalam Pasal 51 ayat (3) yang menyebutkan bahwa:

Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh Badan Permusyawaratan Desa dalam melaksanakan fungsi pengawasan kinerja kepala Desa.

Badan Permusyawaratan Desa yang merupakan lembaga yang mempunyai fungsi pengawasan harus bisa menjalankan perannya secara sungguh-sungguh terutama dalam pengawasan pengelolaan dana desa. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah sudah memberikan payung hukum yang jelas sehingga BPD tidak perlu ragu dalam menjalankan fungsinya untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja kepala desa. Adanya mekanisme “check and balance’” ini akan meminimalisir penyalahgunaan Dana Desa sehingga pemerintah di desa berjalan dengan baik karena pemerintah yang baik (good governance) di desa sangat dibutuhkan.

Menurut Delly Mustafa (2014:186) bahwa:

secara sederhana, good governance pada umumnya dapat diartikan sebagai pengelolaan pemerintahan yang baik. Yang dimaksud dengan kata “baik” di sini adalah mengikuti kaidah- kaidah tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance.

(35)

24

Lebih lanjut Edi Suharto menjelaskan bahwa kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip yang ada dalam good governance itu sendiri. Dimana dia mengatakan bahwa:

...prinsip-prinsip good governance, yaitu: partisipasi masyarakat, tegaknya supremasi hukum, transparansi, peduli pada stakeholder, berorentasi pada konsensus, kesetaraan, evektifitas dan efesiensi, akuntabilitas, dan visi strategis.

2.3 Peraturan Desa

Peraturan Desa merupakan peraturan perundang-undangan yang menjadi kewenangan dan diterbitkan oleh organ pemeritah desa.

Kewenangan tersebut merupakan perwujudan dari pemberian kekuasaan kepada desa untuk mengurus dirinya sendiri. Peraturan desa ini juga sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaan kegaitan pemerintahan di desa.

Karena Indonesia merupakan negara hukum yang senangtiasa kegiatan pemerintahan termasuk di desa harus sesuai dengan aturan yang ada sebagai dasar hukumnya. Tujuanya agar apa yang dilakukan pemerintah desa tersebut tidak dianggap sebagai sesuatu yang ilegal.

Olehnya itu dasar hukum itu penting.

Menurut Jimly Asshiddiqie (2014:121) bahwa:

Dasar hukum ataupun landasan hukum adalah legal basis atau legal ground, yaitu norma hukum yang mendasari suatu tindakan atau perbuatan hukum tertentu sehingga dapat dianggap sah atau dapat dibenarkan secara hukum

(36)

25

Dalam UU Desa Pasal 69 disebutkan bahwa:

(1) Jenis peraturan di Desa terdiri atas peraturan Desa, peraturan bersama Kepala Desa, dan peraturan Kepala Desa

(2) Peraturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (3) Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa setelah

dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa

(4) Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, pungutan, tata ruang dan organisasi pemerintah Desa harus mendapatkan evaluasi dari Bupati/

Walikota sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Desa (5) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

diserahkan oleh Bupati/Walikota paling lama 20 hari (dua puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan peraturan tersebut oleh Bupati/Walikota

(6) Dalam hal Bupati/Walikota telah memberikan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala Desa wajib memperbaikinya

(7) Kepala desa diberi waktu paling lama 20 (dua puluh) hari sejak diterimanya hasil evaluasi untuk malakukan koreksi (8) Dalam hal Bupati/Walikota tidak memberikan hasil evaluasi

dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Peraturan Desa tersebut berlaku dengan sendirinya

(9) Rancangan perturan Desa Wajib dikonsultasikan kepada masyarakat desa

(10) Masyarakat Desa berhak memberikan masukan terhadap Rancangan peraturan Desa

(11) Pertauran Desa dan perturan Kepala Desa diundangkan dalam Lembaran Desa dan Berita Desa oleh sekretaris Desa

(12) Dalam pelaksanaan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa menetapkan Peraturan Kepala Desa sebagai aturan pelaksanaannya.

(37)

26

2.4 Dana Desa

2.4.1. Pengertian Dana Desa

Menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 294 ayat (3) bahwa:

Dana desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 ayat (2) huruf a angka 4 dialokasikan oleh Pemerintah Pusat untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, serta pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkankewenangan dan kebutuhan Desa sesuai dengan undang-undang mengenai Desa.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Berseumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Pasal (1) poin 2 bahwa:

Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditrasfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.

2.4.2. Pengelolaan Dana Desa oleh Pemerintah Desa

Pengelolaan Dana Desa yang merupakan bagian dari keuangan Desa adalah kegiatan meliputi:

1. perencanaan, 2. pelaksanaan,

3. pertanggungjawaban

(38)

27

Pemerintah Desa yang merupakan penyelenggara urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sebagai bagian dari keuangan desa, dana desa dikelola berdasarkan asas-asas transparansi, akuntabel, partisipatif, serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran, yang dikelola dalam masa 1 (satu) tahun anggaran yakni dimulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember

2.4.3. Pengalokasian Dana Desa

Dana Desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui APBD Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai Penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat di desa mempunyai alur pengalokasiannya sebagai berikut:

1. Pengalokasian Dana Desa setiap Kabupaten/Kota

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyusun Rencana Dana untuk dialokasikan sebagai anggaran Dana Desa. Berdasarkan Dana Desa tersebut, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan perhitungan rincian dana Desa setiap Kabupaten/kota. Rincian Dana Desa setiap kabupaten/kota dialokasikan secara berkeadilan berdasarkan:

alokasi dasar, dan alokasi yang dihitung dengan memperhatikan

(39)

28

jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis Desa setiap kabupaten/kota. Rincian dana desa setiap kabupaten/kota berdasarkan alokasi dasar adalah sebesar 90% dari anggaran Dana Desa.

Rincian dana Desa setiap kabupaten/kota berdasarkab alokasi yang dihiting dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis Desa setiap Kabupaten/kota dihitung dengan bobot sebagai berikut:

a. 25% untuk jumlah penduduk Desa b. 35% untuk angka kemiskinan Desa c. 10% untuk luas wilayah Desa

d. 30% untuk tingkat kesulitan geografis Desa setiap Kabupaten/kota.

Angka kemiskinan Desa dan tingkat kesulitan geografis masing-masing ditunjukkan oleh jumlah penduduk miskin desa dan IKK kabupaten/kota. Penghitungan rincian Dana Desa setiap Kabupaten/Kota dilakukan dengan menggunakan formula sebagai berikut: X = (0,25 x Y1) + (0,35 x Y2) + (0,10 x Y3) + (0,30 x Y4)

(40)

29

Keterangan:

X = Dana Desa kabupaten/kota yang dihitung berdasarkan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis Desa setiap kabupaten/kota

Y1 = rasio jumlah penduduk desa setiap kabupaten/kota terhadap total penduduk Desa Nasional

Y2 = rasio jumlah penduduk miskin Desa setiap kabupaten/kota terhadap total penduduk miskin Desa nasional

Y3 = rasio luas wilayah Desa setiap Kabupaten/kota terhadap luas wilayah Desa Nasional

Y4 = rasio IKK kabupaten/kota terhadap total IKK Kabupaten/kota yang memiliki Desa.

Data jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan IKK Kabuapten/Kota bersumber dari kemeterian yang berwenang dan/atau lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang statistik yang disampaikan kepada Menteri keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat bulan Agustus. Namun apabila terlambat atau tidak disampaikan, penghitungan rincian dana desa setiap kabupaten/kota menggunakan data yang digunakan tahun anggaran sebelumnya.

Hasil penghitungan rincian Dana desa setiap Kabupaten/kota berdasarkan alokasi dasar sebesar 90% dan berdasarkan

(41)

30

alokasi yang dihitung berdasarkan, jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah dan tingkat kesulitan geografis disampaikan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada saat pembahasan Tingkat I Nota Keuangan dan Rancangan Undang-Undang mengenai APBN untuk mendapatkan persetujuan.

Berdasarkan Pagu Dana Desa dalam Undang-undang mengenai APBN dan hasil pembahasan Dana Desa, maka ditetapkan rinian Dana Desa setiap Kabupaten/kota yang tercantum dalam Peraturan Presiden mengenai rinian APBN.

2. Pengalokasian Dana Desa setiap Desa

Berdasarkan rincian dana Desa setiap Kabupaten, bupati/walikota menghitung dan menetapkan rincian dana desa setiap Desa yang dialokasikan secara berkeadilan berdasarkan alokasi dasar sebesar 90% dan alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah dan tingkat kesulitan geografis setiap desa yang dihitung dngan bobot sebagai berikut:

a. 25% untuk jumlah penduduk Desa b. 35% untuk angka kemiskinan Desa c. 10% untuk luas wilayah Desa, dan

d. 30% untuk tingkat kesulitan gegrafis Desa

(42)

31

Angka kemiskinan desa dan tingkat kesulitan geografis Desa masing-masing ditunjukkan oleh jumlah penduduk miskin dan IKG Desa. Perhitungan rincian Dana Desa setiap Desa dilakukan dngan menggunakan formula sebagai berikut:

W = 0,25 x Z1) + 0,35 x Z2) + (0,10 x Z3) + (0,30 x Z4) Keterangan:

X = Dana Desa setiap Desa yang dihitung berdasarkan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis setiap Desa

Z1 = rasio jumlah penduduk setiap Desa terhadap total penduduk Desa kabupaten/kota yang bersangkutan

Z2 = rasio jumlah pendudk miskin setiap Desa terhadap total penduduk miskin Desa kabupaten/kota yang bersangkutan

Z3 = rasaio luas wilayah setiap Desa terhadap luas wilayah Desa kabupaten/kota yang bersangkutan

Z4 = rasio IKG setiap desa terhadap total IKG Desa kabupaten/kota yang bersangkutan.

Data jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah dan tingkat kesulitan geografis bersumber dari lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang statistik yang ditetapkan oleh bupati/walikota

(43)

32

Indeks Kesulitan Geografis (IKG) Desa ditentukan oleh bupati dengan beberapa faktor, meliputi: ketersediaan prasarana pelayanan dasar, kondidsi infrastruktur dan aksebilitas/transportasi.

Penyusunan IKG Desa dapat mengacu pada tata carapenyusunan IKG desa yaitu:

a. Faktor Ketersedian Pelayana Dasar

Faktor ketersediaan pelayanan dasar terdiri dari ketersediaan/akses ke fasilitas pendidikan dan kesehatan.

Terdiri 12 variabel yang digunakan untuk mengukur faktor ketersediaan pelayanan dasar yaitu:

1. Ketersediaan dan aksers ke TK/RA/BA 2. Ketersediaan dan akses ke SD/MI/sederajat 3. Ketersediaan dan akses ke SMP/MTS/ sederajat 4. Keresediaan dan akses ke SMA/MA/SMK/sederajat 5. Ketersediaan dan kemudahan akses ke rumah sakit 6. Ketersediaan dan kemudahan akses ke rumah sakit

bersalin

7. Ketersediaan dan kemudahan akses ke puskesmas 8. Ketersediaan dan kemudahan akses ke poliklinik/balai

pengobatan

9. Ketersediaan dan kemudahan akses ke tempat praktek dokter

(44)

33

10. Ketersediaan dan kemudahan akses ke tempat praktek bidan

11. Ketersediaan dan kemudahan akses ke poskesdes atau pondes

12. Ketersediaan dan akses ke apotek b. Faktor Kondisi Infrastruktur

Faktor kondisi infrastrukrur terdiri dari fasilitas ekonomi (kelompok pertokoan, pasar, rumah makan/kedai makanan, hotel, penginapan, bank), jenis bahan bakar untuk memasak dan keberadaan agen /penjual LPG/minyak tanah, jumlah keluarga pengguna listrik dan keberadaan penerangan di jalan utama Desa. Terdapat 8 variabel yang digunakan untuk mengukur faktor kondisi infrastruktur, yaitu:

1. Ketersediaan dan akses ke kelompok pertokoan 2. Ketersedian dan akses ke pasar

3. Akses ke restoran, rumah makan, atau warung/kedai makan

4. Akses ke akomodasi hotel atau penginapan 5. Akses ke bank

6. Akses ke energi listrik 7. Akses ke penerangan jalan 8. Akses ke bahan bakar

(45)

34

c. Faktor Aksebilitas/Transportasi

Faktor aksebilitas/trasportasi terdiri dari jenis dan kualitas jalan, aksebilitas jalan, keberadaan dan operasional angkutan umum, serta trasportasi dari kantor desa ke kantor camat dan kantor bupati/walikota. Terdapatr 8 variabel yang digunakan untuk mengukur faktor aksebilitas/transportasi, yaitu:

1. Lalu lintas dan kualitas jalan 2. Aksebilitas jalan

3. Ketersediaan angkutan umum 4. Operasional angkutan umum

5. Lama waktu per kilometer menuju kantor camat 6. Biaya per kilometer menuju kantor camat

7. Lama waktu per kilometer menuju kantor bupati/walikota 8. Biaya per kilometer menuju kantor bupati/walikota.

2.4.4 Tujuan dan Penggunaan Dana Desa

Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 294 ayat (3) dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Berseumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Pasal (1) poin 2 bahwa: “untuk membiayai penyelenggaraan

(46)

35

pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.”

Dana desa digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat dan kemasyarakatan. Meski demikian Dana Desa tersebut diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.

Dalam penggunaan dana desa untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat dilaksanakan sesuai dengan prioritas penggunaan dana desa yang ditetapkan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Trasmigrasi. Prioritas tersebut dilengkapi dengan pedoman umum pelaksanaan penggunaan dana desa dan pedoman teknis yang diterbitkan oleh bupati/walikota.

Dalam hal pembanguanan, seperti Penulis kutip pernyataan Marwan Jafar Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, (Majalah Swadesa Edisi 7, 2015:9) bahwa:

...diprioritaskan untuk membangun atau memperbaiki inprastruktur desa yang sifatnya vital dan mendesak. Seperti jalan desa, jalan usaha tani, embung desa, sarana irigasi tersier, saluran budidaya perikanan, dan sarana prasarana produksi di desa.

prioritaskan dana desa untuk membangun infrastruktur karena ketersediaan infrastruktur ini sangat penting untuk menggerakkan perekonomian desa dan juga untuk melancarkan berbagai aktifitas penting lainnya.

(47)

36

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Mengenai Pengaturan Desa (HAW Wijaya.

2014:37) bahwa:

Pemberdayaan masyarakat memiliki makna penyelenggaraan pemerintahan desa diabdikan untuk meningkatakan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui penetapan kebijakan, program dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritaskebutuhan masyarakat.

Menurut Edi Suharto ( 2014: 58) bahwa

pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; dan (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan- keputusan yang mempengaruhi mereka.

Menurut Ife dalam Edi Suhartono (2014:59) pemberdayaan memuat dua pengertian kunci, yakni kekuasaan dan kelompok lemah.

Kekuasaan di sini diartikan bukan hanya menyangkut kekuasaan politik dalam arti sempit, melainkan kekuasaan untuk klien atas:

a. Pilihan-pilihan personal dan kesempatan-kesempatan hidup:

kemampuandalam membuat keputusan-keputusan mengenai gaya hidup, tempat tinggal, pekerjaan

b. Pendefinisian kebutuhan: kemampuan menentukan selaras dengan aspirasi dan keinginannya.

c. Ide atau gagasan: kemampuan mengeksprsikan dan menyumbangkan gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas dan tampa tekanan

(48)

37

d. Lembaga-lembaga: kemampuan mengjangkau, menggunakan dan mempengaruhi pranata-pranata masyarakat, seperti lembaga kesejahteraan sosial, pendidikan, kesehatan.

e. Sumber-sumber: kemampuan memobilisasi sumber-sumber formal, informal dan kemasyarakatan.

f. Aktivitas ekonomi: kemampuan memanfaatkan dan mengelola mekanisme produksi, distribusi, dan pertukaran barang dan jasa.

g. Reproduksi: kemampuan dalam kaitannya dengan proses kelahiran, perawan anak, pendidikan dan sosialiasi.

Lebih lanjut Edi Suhartono menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitumasyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisifasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.

Meski dalam penggunaan dana desa ada yang diprioritaskan yaitu untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, namum dana tersebut tetap dapat digunakan untuk membiayai kegiatan yang tidak termasuk dalam prioritas penggunaan dana desa. Namun,

(49)

38

hal itu dapat dilakukan setelah mendapat persetuajuan oleh bupati/walikota yang diberikan pada saat evaluasi rancangan peraturan Desa mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja (yang selanjutnya disebut APB) Desa.

Dalam memberikan persetujuan, bupati/walikota memastikan pengalokasian Dana Desa untuk kegiatan yang menjadi prioritas kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat telah terpenuhi. Jadi penggunana dana desa untuk membiayai kegitan yang bukan prioritas seperti penyelenggaraan pemerintahan dan kemasyarakatan baru bisa dilakukan apabila yang menjadi prioritas sudah terpenuhi serta mendapat persetujuan dari bupati/walikota.

Menurut Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan 2016 dengan judul makalahnya Kebijakan Dana Desa Yang Bersumber Dari APBN TA 2016, disajikan pada Hasanuddin Accounting Days, Universitas Hasanuddin, Makassar 13 Februari 2016 bahwa penggunaan dana desa harus:

a. Mengacu pada RPJMDesa dan RKPDesa

b. Mendes menetapkan prioritas penggunaan Dana desa;

c. Dana Desa dapat digunakan di luar bidang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat denga persetujuan kepala daerah, dengan syarat kedua bidang tersebut sudah terpenuhi;

d. Dana desa diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang pelaksanaannya diutamakan secara swakelola dengan menggunakan sumber daya/bahan baku lokal, dan diupayakan denganlebih banyak menyerap tenaga kerja dari masyarakat desa setempat.

(50)

39

2.5 Pengawasan

2.5.1 Pengertian Pengawasan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengawasan memiliki definisi suatu bentuk pemeriksaan atau pengontrolan dari pihak yang lebih tinggi kepada pihak yang di bawahnya. Sementara Lembaga Administrasi Negara mendefinisikan pengawasan sebagai proses suatu kegiatan seseorang pemimpin untuk menjamin agar pelaksanaan kegiatan organisasi sesuai dengan rencana, kebijaksanaan, dan ketentuan yang telah ditetapkan.

Menurut Ruslan Renggong (2014:70) bahwa :

secara umum pengawasan diartikan sebagai suatu kegiatan bertujuan untuk mengadakan evaluasi terhadap pekerjaan yang sudah dikerjakan apakah sesuai atau tidak dengan perencanaan.

Disamping itu, pengawasan dapat dilakukan baik dalam bentuk preventif maupun refresif.

Mengenai pengawasan preventif dan refresit Acmad S. Ruky dalam Ruslan Renggong, (2014: 70-71) bahwa:

pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum suatu tindakan dalam pelaksanaan kegiatan, yang biasanya berbentuk prosedur yanh harus ditempuh dalam pelaksanaan kegiatan, sedangkan pengawasan refresif adalah pengawsana yang dilakukan setelah suatu tindakan dilakukan dengan membandingkan apa yanmg terjadi dan apa yang seharusnya terjadi dan diwujudkan dalam bentuk pemeriksaan setempat, verifikasi, monitoring dan sebagainya.

Menurut Muchan dalam Sirajuddin dkk, (2016:126) bahwa:

pengawasan adalah kegiatan untuk menilai suatu pelaksanaan tugas secara de facto, sedangkan tujuan pengawasan hanya terbatas pada pencocokan apakah kegiatan yang dilaksanakan

(51)

40

telah sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan sebelumnya (dalam hal ini berwujud suatu rencana/plan)

Beberapa ahli mendefinisikan pengawasan, antara lain sebagai berikut:

1. Siagian

Siagian memberikan definisi bahwa pengawasan adalah proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dngan rencana yangtelah ditentukan sebelumnya.

2. George R. Terry

George R. Terry mendefinisikan pengawasan sebagai berikut:

control is to detemine what is accomplished evalute it, and apply corrective measures, if needed to insure result in keeping with plan. Terjemahan bebesnya, pengawasan dilakukan untuk tujuantindakan evaluasi dan melakukan koreksi terhadap hasil yang telah dicapai dengan tujuan agar apa yang dilakukan sesuai dengan apa yang direncanakan.

3. Suyamto

Suyamto mendefinisikan pengawasan sebagai segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas dan kegiatan, apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak.

(52)

41

Dari beberapa pengertian pengawasan yang diuraikan oleh beberapa ahli maka kemudian kita dapat menyimpulkan (Angger S. T dan Meylani Chahyaningsih, 2016:15) bahwa:

pengawasan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menilai dari pelaksanaan kegiatan apakah sudah sesuai dengan yang direncanakan. Selanjutnya diutamakan pada tindakan evaluasi serta koreksi terhadap hasil yang dicapai. Selain itu penganwasan juga dapat disamakan dengan adanya koreksi terhadap Das sein dan Das Sollen. Di mana Das Sollen (rencana) harus Sesuai dengan Das Sein (kenyataan).

Sementara Philipus M. H dkk, (2013:118) berpendapat bahwa:

“...salah satu persyaratan yang sekaligus merupakan cara pengendalian adalah pengawasan.”

Menurut Muchsan dalam (Angger S. T dan Meylani Chahyaningsih, 2016:15) dalam pengawasan dibutuhkan unsur-unsur sebagai berikut:

1. Adanya kewenangan yang jelas yang dimiliki oleh aparat pengawas;

2. Adanya suatu rencana yang mantap sebagai alat penguji terhadap pelaksanaan suatu tugas yang akan diawasi;

3. Tindakan pengawasan bisa dilakukan terhadap suatu proses kegiatan yang tengah berjalan maupaun terhadap hasil yang dicapai dari kegiatan tersebut;

4. Tindakan pengawasan berakhir dengan disusunnya evaluasi akhir terhadap kegiatan yang dilaksanakan senta pencocokan hasil yang dicapai dengan rencana sebagai tolak ukurnya;

5. Untuk selanjutnya tindakan pengawasan akan diteruskan dengantindak lanjut baik secara administratif maupun yuridis.

(53)

42

Begitu pentinya pengawasan kemudian Ridwan HR (2013:296) mengatakan bahwa: “pengawasan merupakan langkah preventif untuk memaksakan kepatuhan.”

Pentinya pengawasan menurut Angger S. T dan Meylani Chahyaningsih, (2016:4) bahwa:

pengawasan merupakan kegiatan yang sangat penting dalam suatu organisai atau dalam suatu kegiatan agar apa yang direncanakan semula bisa berjalan sebagaimana mestinya. Selain itu, pengawasan juga berfungsi sebagai tindakan koreksi atas kekurangan suatu kegiatan.

Sementara Hendra Karianga, (2015:309) bahwa:

pengawasan ibarat pagar kawat berduri yang membuat batasan- batasan pengamanan terhadap halaman rumah agar tidak dimasuki oleh orang yang bukan pemilik rumah untuk mencuri, merampok, dan merusak.

2.5.2. Jenis-Jenis Pengawasan

Philipus M.H dkk membagi pengawasan menjadi 3, yaitu:

1. Pengawasan Umum

Pengawasan umum terhadap Pemerintah Daerah meliputi bidang-bidang pemerintahan, kepegawaian, keuangan dan peralatan, pembangunan, perusahaan daerah, yayasan- yayasan dan lain-lain yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri (dibantu oleh Inspektur Jenderal), Gubernur (dibantu Oleh Inspektur Wilayah) dan Bupati/Walikotamadya (dibantu oleh Inspektur Kabupaten/Kotamadya. Untuk desa selain oleh para pejabat di atas, pengawasan umum dilakukan juga oleh Camat.

2. Pengawasan Preventif

Pengawasan preventif berkaitan dengan pengesahan (goedkeuring) Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah tertentu.

3. Pengawasan Represif

Pengawasan represif dapat berbentuk penangguhan berlaku (schorsing) atau pembatalan (vernietiging).

Referensi

Dokumen terkait

Interaksi genetik x lingkungan dapat digunakan untuk mendapatkan lingkungan yang cocok dalam seleksi ketahanan terhadap antraknosa pada cabai.. Penelitian ini bertujuan

Pertemuan Ke Mahasiswa mampu menguraikan metode pengujian ketahanan tanaman terhadap patogen Indikator Bahan Kajian/ Materi Pembelajaran Pendekat an/ Model/ Strategi

Mata kuliah ini mempelajari dan mempraktekkan bagaimana menyelesaikan persoalan struktur data dengan menggunakan berbagai algoritma struktur data dalam pemrograman, meliputi

Metode Fuzzy time series Cheng memiliki performa yang baik untuk memprediksi jumlah siswa baru pada Madrasah Aliyah (MA) Manhalul Ma’arif Darek yang dapat

Berbeda dengan konsep penerangan alami secara tradisional, fi ber optic mampu memasukkan cahaya matahari ke dalam bangunan dengan konsep penghantaran cahaya melalui media kabel

Pembahasan dalam karya ilmiah ini lebih ditekankan pada upaya untuk mencari solusi yang tepat terhadap berbagai masalah yang dihadapi masyarakat-khususnya umat Islam- di

Apabila bidang tanah sebagaimana dimaksud pada diktum KEDUA sudah dibebaskan dan dikuasai sepenuhnya, maka Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta wajib

Your local pharmacy board should have a list of the different Internet pharmacies that have met the state’s local standards and have been certified.. You should also be able to