10
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Agensi (Agency Theory)
Dalam penelitian ini teori yang digunakan adalah teori agensi, berdasarkan teori agensi terdapat prinsip utama. Marhawai (2015) menyatakan “Teori agensi adalah dua pihak yang melakukan kesepakatan atau kontrak, yakni pihak yang memberikan wewenang atau kekuasaan disebut dengan principal dan yang menerima kewenangan disebut agent”.
Dalam organisasi sektor publik, khususnya di pemerintahan pusat dan daerah, secara sadar atau tidak, teori keagenan telah dipraktikkan. Jansen dan Meckling dalam Santoso dan Joni (2012) menyatakan “Masyarakat yang berada dalam posisi prinsipal memiliki hak untuk menilai dan mengevaluasi kinerja keuangan pemerintah daerah agar mampu memberikan pelayanan dan kesejahteraan bagi masyarakat, pemerintah daerah yang telah diberi wewenang untuk mengelola anggaran dari masyarakat dituntut untuk menjadi agen yang mampu memenuhi harapan dan kepentingan masyarakat”.
Abdullah dan Asmara (2006) menyatakan “Penerapan teori keagenan dapat memberikan efek positif dalam bentuk efisiensi, tetapi lebih banyak yang menimbulkan efek negatif dalam bentuk perilaku opportunistik (opportunistic behaviour). Hal ini terjadi karena pihak agen memiliki informasi keuangan yang lebih daripada pihak prinsipal (keunggulan informasi), sedangkan dari pihak prinsipal memanfaatkan kepentingan pribadi atau golongannya sendiri (self- interest) karena memiliki keunggulan kekuasaan (discretionary power)”.
2.1.2 Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Kinerja dapat didefinisikan sebagai pencapaian yang telah dicapai oleh individu maupun organisasi tertentu sesuai dengan apa yang sudah direncanakan.
JIka pencapaian tersebut sesuai yang direncanakan makan kinerja yang dilaksanakan berjalan dengan baik. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah mengungkapkan bahwa “Kinerja adalah
Keluaran/Hasil dari Program/Kegiatan yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur”. Mahsun (2013) menyatakan “Kinerja dapat diartikan sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang tertulis dalam rencana strategis suatu organisasi”.
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah mengungkapkan “Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang serta segala bentuk kekayaan yang dapat dijadikan milik daerah berhubung dengan hak dan kewajiban daerah tersebut”.
Kinerja keuangan merupakan suatu ukuran kinerja yang menggunakan indikator keuangan. Fahmi (2012) menyatakan “Kinerja Keuangan adalah hasil atau ukuran suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu organisasi tertentu telah melaksanakan kegiatannya dengan menggunakan aturan- aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar”.
Mardiasmo (2016) menyatakan bahwa:
Pengukuran kinerja dilakukan untuk memenuhi tiga maksud. Pertama, dimaksudkan untuk membantu memperbaiki kinerja pemerintah.
Pengukuran kinerja dimaksudkan untuk dapat membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemerintah daerah dalam pemberian pelayanan publik. Kedua, dimaksudkan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan. Ketiga, dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.
Menurut Mahmudi dalam Halim dan Kusufi (2014) mengidentifikasi tujuan dilakukanya pengukuran kinerja pada organisasi sektor publik, yaitu :
a. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi b. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai
c. Memperbaiki kinerja untuk periode berikutnya
d. Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan pemberian reward dan punishment
e. Memotivasi pegawai
f. Menciptakan akuntabilitas publik
Menurut Mardiasmo dalam Halim dan Kusufi (2014), manfaat disusunnya pengukuran kinerja bagi organisasi pemerintahan adalah:
a. Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen.
b. Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan.
c. Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan membandingkannya dengan target kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja.
d. Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward and punishment) secara objektif atas pencapaian prestasi yang diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati.
e. Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja organisasi.
f. Membantu mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi.
g. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah.
h. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif.
Menurut Halim dan kusufi (2014) “Pengukuran kinerja merupakan alat bagi manajemen untuk menilai keberhasilan organisasi. Dalam organisasi sektor publik, keberhasilan organisasi dinilai dari kemampuan organisasi dalam menyediakan pelayanan publik yang murah dan berkualitas”. Kinerja keuangan dapat diukur dengan melakukan analisis laporan keuangan pemerintah daerah. Hasil analisis tersebut akan digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi, sosial, atau politik. Dalam penelitian ini menggunakan rasio kemandirian keuangan daerah untuk mengetahui kinerja keuangan daerah. Rasio kemandirian keuangan daerah dihitung dengan cara membandingkan jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah dengan jumlah pendapatan bantuan/transfer dari pemerintah pusat dan provinsi serta pinjaman daerah. Semakin tinggi angka rasio ini menunjukkan pemerintah daerah semakin tinggi kemandirian keuangan daerahnya (Mahmudi, 2017).
Pendapatan Asli Daerah Transfer Pusat/Provinsi + Pinjaman
X 100%
Rasio Kemandirian Daerah =
Berdasarkan rasio yang telah dijelaskan diatas berguna untuk mengukur kinerja keuangan, dalam penelitian ini penulis menggunakan rasio kemandirian keuangan daerah. Rasio kemandirian keuangan daerah pada penelitian ini karena hubungan karakteristik pemerintah daerah dan rasio kemandirian berkesinambungan dalam perhitungan kinerja keuangan pemerintah daerah serta tingkat kemandirian di kabupaten/kota Sumatera Selatan terkhusus tahun 2020 terjadi fluktuasi. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama pendapatan asli daerah. Semakin tinggi masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi (Abdul Halim, 2002).
Kriteria untuk menetapkan kemandirian keuangan daerah dapat dikatagorikan seperti tabel 2.1 berikut:
Tabel 2. 1
Kriteria Kemandirian Keuangan Daerah
Kemampuan Kinerja Keuangan Persentase Kemandirian (%)
Rendah sekali 0,00 - 25
Rendah 25 - 50
Sedang 50 - 75
Tinggi 75 - 100
Sumber : (Halim, 2010 dalam Wulandari, 2017).
1) Rendah sekali, peran pemerintah pusat lebih dominan daripada kemandirian Pemerintah Daerah. (daerah yang tidak mampu melaksanakan otonomi daerah).
2) Rendah, di mana campur tangan pemerintah pusat sudah mulai berkurang, karena daerah dianggap sedikit lebih mampu, melaksanakan otonomi.
3) Sedang, peranan pemerintah pusat semakin berkurang, mengingat daerah bersangkutan tingkat kemandiriannya mendekati mampu melaksanakan urusan otonomi.
4) Tinggi, campur tangan pemerintah pusat sudah tidak ada karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah (Lazyra, 2016)
2.1.3 Ukuran Pemerintah Daerah (Size)
Ukuran pemerintah daerah (size) untuk mengetahui besar kecilnya objek dari pemerintah daerah tersebut. Pengukuran variabel ini diukur dengan total aset dalam suatu periode waktu tertentu. Total aset dapat dilihat dari laporan keuangan bagian neraca. Total aset dalam LKPD terdiri atas aset lancar, investasi jangka pendek, investasi jangka panjang, piutang pajak, piutang retribusi, piutang dana bagi hasil, deposito, aset tetap, dan dana cadangan.
Penelitian terdahulu yang sejalan dengan hal ini adalah penelitian Retnowati (2016) dan Kusumawardani (2012) yang menunjukkan bahwa ukuran pemerintah daerah (size) yang diukur dengan total aset berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan Pemerintah daerah. Dari hasil penelitian tersebut, dapat diasumsikan bahwa total aset dapat mempengaruhi besar kecilnya ukuran pemerintah daerah tersebut. Yang artinya ukuran yang besar dalam pemerintah akan memberikan kemudahan kegiatan operasional yang kemudian akan mempermudah dalam memberi pelayanan masyarakat yang memadai. Selain itu, kemudahan di bidang operasional juga akan memberi kelancaran dalam memperoleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) guna kemajuan daerah sebagai bukti peningkatan kinerja. Dan semakin besar total aset maka semakin besar pula ukuran pemerintah daerahnya.
Begitu juga sebaliknya, semakin kecil total aset maka semakin kecil pula ukuran pemerintah daerahnya. Hal ini akan berdampak pada kinerja keuangannya. Semakin besar ukuran pemerintah daerah maka akan semakin besar pula tuntutan terhadap pemerintah dalam peningkatan sumber daya yang dimiliki untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat ini tentunya diharapkan dapat meningkatkan kinerja pemerintah daerah tersebut.
Ukuran pemerintah daerah dapat diukur dengan rumus berdasarkan penelitian (Kusuma dan Nurhandayani, 2017):
Ukuran Pemerintah Daerah = Total Aset daerah
2.1.4 Kemakmuran (Wealth)
Kemakmuran adalah kemampuan untuk mencukupi kebutuhan. Menurut Sumarjo (2010) “Kemakmuran (Wealth) dari pemerintah daerah dapat dilihat melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD)”. Meskipun kecilnya kontribusi PAD terhadap pemerintah daerah di Indonesia (sekitar 1% -16%), PAD merupakan satu- satunya sumber keuangan yang berasal dari wilayah tersebut (Suhardjanto et al., 2010). PAD adalah kekayaan riil dari masing-masing daerah. PAD sendiri bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.
Membiayai kebutuhan daerah, pemerintah daerah terlebih dahulu menggunakan PAD agar memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat.
Diberlakukannya otonomi daerah membuat pemerintah daerah memiliki kesempatan untuk memberdayakan seluruh potensi guna memperoleh PAD yang tinggi. PAD yang tinggi dapat mengindikasikan bahwa pemerintah daerah telah melakukan upaya yang optimal dalam menggali sumber-sumber PAD sehingga memiliki tingkat kemakmuran yang lebih tinggi dibandingkan daerah dengan PAD yang masih rendah. Penelitian mengenai pengaruh PAD sebagai proksi dari kemakmuran terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah diperkuat dengan hasil penelitian Nadatherian (2017) yang menyatakan bahwa kemakmuran berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah yang diukur menggunakan rasio efisiensi. Berbanding terbalik dengan hasil penelitian Sumarjo (2010) yang menyatakan bahwa kemakmuran tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.
Kemakmuran dapat diukur dengan rumus berdasarkan penelitian (Tandia, 2017):
Pendapatan Asli Daerah
Total Pendapatan X 100%
Kemakmuran =
2.1.5 Intergovernmental Revenue
Intergovernmental revenue adalah pendapatan yang diterima pemerintah daerah yang berasal dari sumber eksternal dan tidak memerlukan adanya pembayaran kembali (Patrick, 2007). Intergovernmental revenue biasa dikenal dengan dana perimbangan (Suhardjanto et al., 2010). Dana perimbangan ini merupakan hasil kebijakan pemerintah pusat di bidang desentralisasi fiskal demi keseimbangan fiskal antara pusat dan daerah, yang terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah dengan daerah dan antar daerah agar tidak ada satu daerah yang tertinggal, serta meningkatkan kapasitas daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah.
Dalam penelitian ini menggunakan perbandingan antara total dana perimbangan dengan total pendapatan, yang diukur dengan proksi yang sama dalam penelitian Patrick (2007). Pengukuran ini dipilih karena Intergovernmental revenue merupakan bagian dari pendapatan daerah yang berasal dari lingkungan eksternal (luar kota madya) dan besarannya ketergantungan pemerintah daerah dari transfer pemerintah pusat (80% - 98%) (Suhardjanto et al., 2010).
Intergovernmental revenue dapat diukur dengan rumus berdasarkan penelitian (Sumarjo, 2010):
Total Dana Perimbangan
Total Pendapatan
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu menjadi salah satu acuan penulis dalam melakukan penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori, ide, dan pengetahuan yang digunakan dalam mengkaji penelitian yang dilakukan. Berikut merupakan ringkasan penelitian terdahulu berupa beberapa jurnal terkait dengan penelitian yang dilakukan penulis.
X 100%
Intergovernmental revenue =
Tabel 2. 2 Penelitian Terdahulu
No Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan 1. Rahmawan,
Fauzan (2021)
Pengaruh
Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Ukuran Pemerintah Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016- 2019
Variabel Independen:
1. Pendapatan Asli Daerah
2. Dana
Perimbangan 3. Ukuran
Pemerintah Daerah
Variabel Dependen:
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
1. Pendapatan Asli Daerah dan Ukuran
Pemerintah Daerah berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah
2. Dana Perimbangan tidak berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah
3. Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Ukuran
Meneliti menggunakan variabel Independen:
Ukuran Pemerintah Daerah
Variabel
Dependen: Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah
Varibel independen yang berbeda:
Kemakmuran dan Intergovernmental Revenue
Objek penelitian oleh peneliti yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan.
Sehingga berbeda dengan objek penelitian terdahulu
Pemerintah berpengaruh signifikan secara bersama-sama terhadap Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah.
2. Dasmar, T., Basri, Y. M., &
Indrawati, N.
(2020)
Pengaruh
Kekayaan Daerah, Belanja Daerah, Intergovernmental Revenue Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Variabel Independen:
1. Kekayaan Daerah 2. Belanja Daerah 3. Intergovernmental
Revenue
Variabel Dependen:
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
1. Kekayaan daerah dan
Intergovernmental Revenue
berpengaruh signifikan terhadap Kinerja
Pemerintah Daerah 2. Belanja Daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap Kinerja
Pemerintah Daerah
Meneliti menggunakan variabel Independen:
Intergovernmental Revenue
Variabel
Dependen: Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah
Varibel independen yang berbeda:
Ukuran Pemerintah
Daerah dan
Kemakmuran
Objek penelitian oleh peneliti yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan.
Sehingga berbeda dengan objek penelitian terdahulu 3. Febrianto,
Nova dan Dra.
Rina Trisnawati
Pengaruh Ukuran Pemerintah Daerah, Pendapatan Asli
Variabel Independen:
1. Ukuran
Pemerintah Daerah merupakan faktor
Meneliti menggunakan variabel
Varibel independen yang berbeda:
Kemakmuran
M.Si., Akt., Ph.D., CA.
(2018)
Daerah (PAD), Belanja Modal, Ukuran Legislatif, dan
Intergovernmental Revenue Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Empiris Pada Kabupaten Dan Kota Di Provinsi D.I.Y Tahun 2009- 2016).
1. Ukuran Pemerintah Daerah
2. Pendapatan Asli Daerah
3. Belanja Modal 4. Ukuran Legislatif 5. Intergovernment
al Revenue Variabel Dependen:
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
yang
mempengaruhi Kinerja Keuangan Pemerintah
Daerah.
2. Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Modal, Ukuran Legislatif, dan
Intergovernmental Revenue tidak berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah.
Independen:
Ukuran Pemerintah Daerah, dan
Intergovernmental Revenue
Variabel
Dependen: Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah
Objek penelitian oleh peneliti yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan.
Sehingga berbeda dengan objek penelitian terdahulu
4. Fassa, M. N., &
Trisnawati, R.
(2018)
Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah terhadap Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Variabel Independen:
1. Ukuran Pemerintah Daerah 2. Kemakmuran
(wealth) 3. Tingkat
Ketergantungan pada Pemerintah Pusat
1. Ukuran Pemerintah
Daerah, Tingkat Ketergantungan pada Pemerintah Pusat dan Belanja Daerah tidak berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah
Meneliti menggunakan variabel Independen : Ukuran Pemerintah Daerah dan
Kemakmuran (wealth) Variabel
Dependen: Kinerja
Varibel independen yang berbeda:
Intergovernmental Revenue
Objek penelitian oleh peneliti yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan.
Tengah) Tahun 2014-2017
4. Leverage 5. Belanja Daerah Variabel Dependen:
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
2. Kemakmuran dan Leverage
berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah
Keuangan
Pemerintah Daerah
Sehingga berbeda dengan objek penelitian terdahulu
5. Kusuma, A. R., &
Handayani, N.
(2017)
Pengaruh karakteristik
pemerintah daerah terhadap efisiensi kinerja keuangan pemerintah daerah.
Variabel Independen:
1. Ukuran Pemerintah Daerah 2. Kemakmuran 3. Tingkat
ketergantungan pada pemerintah pusat
4. Leverage 5. Belanja Daerah
1. Kemakmuran dan Belanja Daerah memiliki
pengaruh positif terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah 2. Ukuran
Pemerintah Daerah, Tingkat Ketergantungan pada Pemerintah Pusat, dan Leverage tidak memiliki pengaruh
terhadap Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah
Meneliti menggunakan variabel Independen:
Ukuran Pemerintah
Daerah dan
Kemakmuran Variabel
Dependen: Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah
Varibel independen yang berbeda:
Intergovernmental Revenue
Objek penelitian oleh peneliti yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan.
Sehingga berbeda dengan objek penelitian terdahulu
berdasarkan rasio efisiensi kinerja 6. Sari, I. P., Agusti,
R., & Rofika, R.
(2016)
Pengaruh Ukuran Pemerintah Daerah, PAD, Leverage, Dana Perimbangan
dan Ukuran
Legislatif terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi pada Kab/kota Pulau Sumatra).
Variabel Independen:
1. Ukuran Pemerintah Daerah 2. PAD 3. Leverage 4. Dana
Perimbangan 5. Ukuran Legislatif
Variabel Dependen:
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
1. Ukuran Pemerintah Daerah,
Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan merupakan faktor yang
mempengaruhi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah 2. Leverage dan Ukuran Legislatif tidak
mempengaruhi Kinerja Keuangan Pemerintah
Daerah.
Meneliti menggunakan variabel Independen:
Ukuran Pemerintah Daerah
Variabel
Dependen: Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah
Varibel independen yang berbeda:
Kemakmuran dan Intergovernmental Revenue
Objek penelitian oleh peneliti yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan.
Sehingga berbeda dengan objek penelitian terdahulu
7. Noviyanti, Nur Ade dan Kiswanto (2016)
Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah, Temuan Audit BPK terhadap Kinerja
Variabel Independen:
1. Ukuran Pemerintah Daerah
1. Ukuran Pemerintah
Daerah, Tingkat Kekayaan Daerah, Temuan Audit tidak berpengaruh
Meneliti menggunakan variabel Independen:
Ukuran Pemerintah Daerah
Varibel independen yang berbeda:
Kemakmuran dan Intergovernmental Revenue
Keuangan
Pemerintah Daerah.
2. Tingkat Kekayaan Daerah 3. Tingkat
Ketergantungan pada Pusat 4. Belanja Daerah 5. Ukuran Legislatif 6. Temuan Audit Variabel Dependen:
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
terhadap Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah 2. Tingkat
Ketergantungan pada Pusat, Belanja Daerah berpengaruh
positif terhadap Kinerja Keuangan Daerah
3. Ukuran Legislatif berpengaruh negatif terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Variabel
Dependen: Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah
Objek penelitian oleh peneliti yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan.
Sehingga berbeda dengan objek penelitian terdahulu
8. Retnowati, Reny (2016)
Analisis Pengaruh Tingkat Kekayaan Daerah, Belanja Daerah, Ukuran Pemerintah Daerah, Leverage Dan Intergovernmental Revenue Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Empiris Pada
Variabel Independen:
1. Tingkat Kekayaan Daerah
2. Belanja Daerah 3. Ukuran
Pemerintah Daerah 4. Leverage
1. Belanja Daerah dan Ukuran Pemerintah Daerah merupakan faktor yang berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah 2. Tingkat Kekayaan Daerah, Leverage, dan
Meneliti menggunakan variabel Independen:
Intergovernmental Revenue
Variabel
Dependen: Kinerja
Varibel independen yang berbeda:
Ukuran Pemerintah
Daerah dan
Kemakmuran Objek penelitian oleh peneliti yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di
Pemerintah
Daerah/Kota Se- Jawa Tengah 2011- 2013)
5. Intergovernment al Revenue Variabel Dependen:
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Intergovernmental Revenue tidak berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah
Keuangan
Pemerintah Daerah
Provinsi Sumatera Selatan.
Sehingga berbeda dengan objek penelitian terdahulu 9. Junarwati, Hasan
Basri, Syukriy Abdullah
(2013)
Pengaruh
Pendapatan Asli Daerah terhadap Kinerja Keuangan Daerah pada Kabupaten/kota di Provinsi Aceh Tahun 2010-2012.
Variabel Independen:
1. Pendapatan Asli Daerah
2. Pajak Daerah 3. Retribusi Daerah 4. Zakat
5. Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan 6. Lain-Lain
Pendapatan Asli Daerah yang Sah Variabel Dependen:
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
1. Pendapatan Asli Daerah
berpengaruh terhadap kinerja keuangan daerah pada
kabupaten/kota di Provinsi Aceh tahun 2010-2012.
2. Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Zakat, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah berpengaruh secara bersama- sama dan sendiri- sendiri terhadap
Meneliti menggunakan Variabel
Dependen: Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah
Varibel independen yang berbeda:
Ukuran Pemerintah Daerah,
Kemakmuran dan Intergovernmental Revenue
Objek penelitian oleh peneliti yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan.
Sehingga berbeda dengan objek penelitian terdahulu
kinerja keuangan daerah pada kabupaten/kota di Provinsi Aceh tahun 2010-2012.
10. Kusumawardani, Media
(2012)
Pengaruh Size, Kemakmuran, Ukuran Legislatif, Leverage Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Di Indonesia
Variabel Independen:
1. Size
2. Kemakmuran 3. Ukuran Legislatif 4. Leverage
Variabel Dependen:
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
1. Size,
Kemakmuran, Ukuran Legislatif, Leverage secara simultan
mempengaruhi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah 2. Secara parsial
menunjukkan bahwa variabel Size dan Ukuran Legislatif
berpangaruh terhadap Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah di Indonesia sedangkan
Kemakmuran dan Leverage tidak berpengaruh terhadap Kinerja
Meneliti menggunakan variabel
Independen: Size dan Kemakmuran
Variabel
Dependen: Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah
Varibel independen yang berbeda:
Intergovernmental Revenue
Objek penelitian oleh peneliti yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan.
Sehingga berbeda dengan objek penelitian terdahulu
Keuangan
Pemerintah Daerah di Indonesia 11. Sumarjo, Hendro
(2010)
Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah Terhadap Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah Studi Empiris Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia.
Variabel Independen:
1. Ukuran (size) Pemerintah Daerah 2. Kemakmuran
(wealth)
3. Ukuran Legislatif 4. Leverage
5. Intergovernment al Revenue Variabel Dependen:
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
1. Ukuran (size) Pemerintah
Daerah, Leverage, dan
Intergovernmental Revenue
berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan
Pemeritah Daerah 2. Kemakmuran
(wealth) dan Ukuran Legislatif tidak berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan
Pemeritah Daerah
Meneliti menggunakan variabel Independen:
Ukuran (size) Pemerintah Daerah, Kemakmuran (wealth) dan Intergovernmental Revenue
Variabel
Dependen: Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah
Objek penelitian oleh peneliti yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan.
Sehingga berbeda dengan objek penelitian terdahulu
Sumber: Data yang diolah (2022)
Penulis telah memaparkan tentang penelitian terdahulu yang sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Terdapat kesamaan variabel yang digunakan penulis dengan beberapa penulis sebelumnya yaitu variabel Ukuran Pemerintah Daerah, Kemakmuran dan Intergovernmental Revenue. Perbedaannya terletak pada populasi dan sampel yang akan digunakan penulis. Penulis melakukan penelitian pada 17 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan pada lima tahun terakhir yaitu Tahun 2016-2020.
2.3 Kerangka Pemikiran
Menurut Sugiyono (2017) “Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting”. Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut:
Gambar 2. 1
Skema Kerangka Pemikiran
Variabel Independen Variabel Dependen
Ukuran Pemerintah Daerah (X1)
Kinerja Keuangan (Y) Kemakmuran (X2)
Intergovernmental Revenue (X3)
H1
H2
H3
H4
Keterangan:
: Menunjukkan secara parsial : Menunjukkan secara simultan
Berdasarkan gambar kerangka pemikiran diatas, dapat dijelaskan bahwa variabel independen yaitu Ukuran Pemerintah Daerah, Kemakmuran dan Intergovernmental Revenue mempengaruhi variabel dependen yaitu Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan.
Variabel dependen mempengaruhi variabel dependen baik secara parsial maupun simultan.
2.4 Hipotesis Penelitian
Sugiyono (2019) menyatakan bahwa:
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan, dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan hanya didasarkan pada teori relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.
Pengujian hipotesis dilakukan untuk menjawab rumusan masalah dalam suatu penelitian yang akan diteliti yaitu menguji apakah Ukuran Pemerintah Daerah, Kemakmuran dan Intergovernmental Revenue berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan maka hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:
2.4.1 Pengaruh Ukuran Pemerintah Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah yang memiliki ukuran besar memiliki tekanan yang besar untuk melakukan pengungkapan kinerja keuangan. Dengan demikian, pemerintah daerah yang memiliki ukuran besar akan dituntut untuk memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan pemerintah daerah yang kecil ukurannya.
Penelitian Sumarjo (2010), Kusumawardani (2012) dan Retnowati (2016) menggunakan ukuran pemerintah daerah yang di proksikan dengan total aset.
Ukuran yang besar dalam pemerintah akan memberikan kemudahan kegiatan
operasional yang kemudian akan mempermudah dalam memberi pelayanan masyarakat yang memadai. Selain itu kemudahan di bidang operasional juga akan memberi kelancaran dalam memperoleh PAD guna kemajuan daerah sebagai bukti peningkatan kinerja (Kusumawardani, 2012). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Maiyora (2015) menyatakan bahwa “Hal ini menyebabkan pemerintah daerah yang memiliki ukuran aset yang besar akan dituntut untuk memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan pemerintah daerah yang kecil ukurannya “.
Beberapa penelitian terdahulu mengenai ukuran pemerintah daerah dilakukan Masdiantini dan Erawati (2016) dan Yurinda (2019). Masdiantini dan Erawati (2016) menyebutkan ukuran pemerintah daerah berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan kabupaten dan kota. Hal ini sama dengan yang diungkapkan oleh Yurinda (2019) bahwa ukuran daerah berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja pemerintah daerah. Oleh karena itu, semakin besar ukuran pemerintah daerah semakin besar pula tuntutan agar memiliki kinerja keuangan yang lebih baik. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1 : Diduga ada pengaruh Ukuran Pemerintah Daerah secara parsial terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan.
2.4.2 Pengaruh Kemakmuran Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Sumarjo (2010) menyatakan bahwa kemakmuran (wealth) pemerintah daerah dapat dinyatakan dengan jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Menurut Undang-undang No.33 Tahun 2004, Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber penerimaan asli daerah yang digali di daerah tersebut untuk digunakan sebagai modal dasar pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha- usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat.
Sumarjo (2010) menjelaskan bahwa “Peningkatan PAD merupakan faktor pendukung dari kinerja ekonomi makro. Pertumbuhan positif mendorong adanya investasi sehingga secara bersamaan investasi tersebut akan mendorong adanya perbaikan infrastruktur daerah. Infrastruktur daerah yang baik serta investasi yang
tinggi disuatu daerah akan meningkatkan PAD pemerintah daerah tersebut“.
Peningkatan PAD hendaknya didukung dengan kemajuan kualitas layanan publik yang semakin baik akan mencerminkan kinerja suatu pemerintah daerah.
Uraian di atas mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Anzarsari (2014) bahwa kemakmuran berpengaruh terhadap kinerja. Penelitian Marhawai (2015) yang mengungkapkan bahwa kemakmuran berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Nadya Marisa (2018) menyatakan bahwa Kemakmuran berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2 : Diduga ada pengaruh Kemakmuran secara parsial terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan.
2.4.3 Pengaruh Intergovernmental Revenue Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Intergovernmental Revenue merupakan pendapatan berasal dari sumber eksternal disebut juga dengan dana perimbangan. Dana perimbangan digunakan untuk mengurangi terjadinya kesenjangan pendanaan pemerintah antar daerah.
Pemberian dana perimbangan ini akan dipantau penggunaanya oleh pemerintah pusat. Semakin besar dana perimbangan maka diperlukan pengawasan yang lebih dari pemerintah pusat. Hal ini akan mengakibatkan pemerintah daerah akan semakin berhati-hati dalam melaksanakan program kerjanya. Dengan demikian akan mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan kinerjanya sebagai bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuanganya karena sumber keuanganya berasal dari pihak eksternal. semakin besar dana perimbangan maka pengawasan dari pemerintah pusat semakin ketat, yang menyebabkan pemerintah daerah akan semakin berhati-hati dalam pelaksanaan program kerjanya (Dasmar, Basri, dan Indrawati, 2020).
Uraian di atas didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Maiyora (2015), Anzarsari (2014), Marfiana dan Kurniasih (2013), dan Sumarjo (2010) yang menyimpulkan bahwa Intergovernmental Revenue berpengaruh terhadap kinerja
pemerintah daerah. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H3 : Diduga ada pengaruh Intergovernmental Revenue secara parsial terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan.
2.4.4 Pengaruh Ukuran Pemerintah Daerah (Size), Kemakmuran (Wealth), dan Intergovernmental Revenue Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Hipotesis ini digunakan untuk mengetahui apakah secara simultan variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Priyatno, 2012).
Dalam hal ini ditujukan untuk mengetahui apakah variabel Ukuran Pemerintah Daerah (Size), Kemakmuran (Wealth), dan Intergovernmental Revenue Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan. Ukuran (Size) Pemerintah daerah diukur dari total aset. Sumarjo (2010) menyatakan bahwa “semakin besar ukuran (size) pemerintah daerah maka akan semakin baik kinerja keuangan pemerintah daerah tersebut”. Tingkat Kemakmuran (Wealth) Pemerintah daerah diukur menggunakan total Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibandingkan dengan total Pendapatan. Sedangkan Intergovernmental Revenue diukur menggunakan total dana perimbangan dibandingkan dengan total pendapatan. Sesotyaningtyas (2012) menyatakan bahwa “Dengan adanya dana suntikan dari pemerintah pusat, diharapkan dapat memperlancar jalannya pemerintah di tingkat daerah”.
Berdasarkan uraian tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Maiyora (2015) dan Sumarjo (2010) yang menyimpulkan bahwa secara simultan Size, Wealth dan Intergovernmental Revenue berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah.
H4 : Diduga ada pengaruh Ukuran Pemerintah Daerah (Size), Kemakmuran (Wealth), dan Intergovernmental Revenue secara simultan terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan.