FAKTOR
–
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTENSI
BERWIRAUSAHA SISWA SMK DI KABUPATEN BANTUL
(Studi Kasus Pada Siswa Kelas XI SMK di-Bantul)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi
Oleh:
Tiodoris Sidauruk NIM 121334001
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
FAKTOR
–
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTENSI
BERWIRAUSAHA SISWA SMK DI KABUPATEN BANTUL
(Studi Kasus Pada Siswa Kelas XI SMK di-Bantul)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi
Oleh:
Tiodoris Sidauruk NIM 121334001
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
PERSEMBAHAN
Karya yang sederhana ini ku persembahkan bagi:
Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertaiku :
Ayah tercinta (Alm) Nolin Sidauruk, Ibu ku tersayang Monaria Sinaga. Saut Natal, Dewi Floria, Agustina, Wiwin, Tiodora, Simon Arjuna, Putri
dermawati
Almamater tercinta,
Program Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Akuntansi
Motto
Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda.
Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataan mu,dalam
tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucian mu.
(1 Timotius 4:12)
Keberanian timbul dari bersikap benar (Amsal 28:1)
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 31 Maret 2017 Penulis
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Tiodoris Sidauruk
Nomor Mahasiswa : 121334030
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTENSI BERWIRAUSAHA SISWA SMK DI KABUPATEN BANTUL
Studi Kasus Pada Siswa Kelas XI SMK di Kabupaten Bantul
Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 31 Maret 2017
Yang menyatakan
ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTENSI
BERWIRAUSAHA SISWA SMK DI KABUPATEN BANTUL
Studi Kasus Siswa Kelas XI SMK di Kabupaten Bantul
Tiodoris Sidauruk Universitas Sanata Dharma
2017
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif dan signifikan: (1) kebutuhan akan prestasi terhadap intensi berwirausaha siswa SMK; (2) pendidikan kewirausahaan terhadap intensi berwirausaha siswa SMK; (3) akses terhadap modal terhadap intensi berwirausaha siswa SMK; (4) latar belakang pekerjaan orang tua terhadap intensi berwirausaha siswa SMK; (5) kreatifitas dan inovatif terhadap intensi berwirausaha siswa SMK.
Jenis penelitian ini adalah penelitian studi kasus. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2016 – Oktober 2016. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMK di SMK N 1 Sewon SMK N 1 Pleret, dan SMK Budhi Dharma Piyungan dengan jumlah 773 siswa. Jumlah sampel sebanyak 264 siswa diambil dengan teknik Purposive Sampling. Data dikumpulkan dengan teknik kuesioner dan dianalisis dengan teknik Chi-Square.
ABSTRACT
FACTORS THAT AFFECT STUDENTS’ INTENTION IN
ENTREPRENEURSHIP OF VOCATIONAL HIGH SCHOOLS
STUDENTS IN BANTUL REGENCY
A Case Study on the Eleventh Grade Students of Vocational High Schools in Bantul Regency
Tiodoris Sidauruk Sanata Dharma University
2016
This research aims to find out if there is a positive and significant influence in (1) the needs for achievement toward entrepreneurship intension of vocational students; (2) entrepreneurship education toward entrepreneurship intension of vocational students; (3) the access toward capital intension of entrepreneurship of vocational students; (4) parents’ employment background toward entrepreneurship intension of vocational students; (5) creativity and innovation toward entrepreneurship intension of vocational students.
This type of research is a case study. The research was carried out from July to October, 2016. The population of this research were 773 students of the eleventh grade students of State Vocational High School 1 Sewon, State Vocational High School 1 Pleret, and Vocational High School Budhi Dharma Piyungan. The samples were 264 students. The samples were taken by purposive sampling technique. Data were collected by using a questionnaire and analyzed by Chi – Square technique.
The result shows that: (1) there is a positive and significant impact of the achievement on entrepreneurship intension of vocational students (x2 count of 78,419; Asymp value. SIG 0,000); (2) there is a positive and significant impact of entrepreneurship education on entrepreneurship intension of vocational students (x2 count of 40,204; Asymp value. SIG 0,000); (3) there is a positive and significant influence of access toward capital on intension entrepreneurship of vocational students (x2 count of 15,205; Asymp value. SIG 0,000); (4) there is no influence of parents’ employment background (father’s occupation) toward entrepreneurship intension of vocational students (x2 count of 2,039; Asymp value. SIG 0,153); there is no influence of parents’ employment background
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensi Berwirausaha Siswa SMK di Kabupaten bantul” dengan lancar. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu
pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Selama menyusun dan
penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi
ini dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph. D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi,
Universitas Sanata Dharma.
4. Bapak Agustinus Heri Nugroho, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen Pembimbing,
terimakasih untuk doa, bimbingan, serta bantuannya selama ini. Terimakasih
pula untuk motivasi, nasihat, perhatian yang telah Bapak berikan kepada saya.
5. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Akuntansi yang
6. Staf Kesekretariatan Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Akuntansi yang
telah membantu saya dalam urusan administrasi selama proses perkuliahan.
7. Kedua Orang tuaku tercinta, Bapak Nolin Sidauruk dan Ibu Monaria Sinaga
yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat, motivasi dan selalu
mendengarkan keluh kesah ku ketika aku merasa lelah dan bosan dalam
mengerjakan skripsiku.
8. Kakak-kakak dan Adik-adik ku yang selalu memberikan semangat, dorongan,
dan doa dalam mengerjakan skripsi ini.
9. Teman-teman satu bimbingan skripsi: Tina, Astry, Bima, Marsel, Ayu Puspita,
Vero yang selalu setia menjadi teman diskusi saat mengerjakan skripsi ini.
10.Sahabat dan teman seperjuangan: Vinna Pratiwi, Marsella Astuti, Birgita
Orlies.
11.Keluarga besar mahasiswa Pendidikan Akuntansi Angkatan 2012 yang saling
membantu, member semangat dan bekerja sama dengan baik.
12.Para siswa-siswi kelas XI SMK N 1 Sewon, SMK N 1 Pleret, dan SMK Budhi
Dharma Piyungan.
Dengan kerendahan hari, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu berbagi kritik, saran, dan masukan sangat diharapkan
demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini bermamfaat
bagi semua pihak yang memerlukannya.
Yogyakarta,31 Maret 2017
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii
ABSTRAK ... viii
D. Pendidikan Kewirausahaan ... 17
E. Pemahaman Cara Akses Terhadap Modal ... 23
D. Populasi, Sampel, danTeknik Penarikan Sampel ... 51
E. Variabel dan Pengukurannya ... 54
F. Teknik Pengumpulan Data ... 57
G. Operasionalisasi Variabel... 58
H. Teknik Pengujian Instrumen ... 61
I. Teknik Analisis Data ... 69
BAB IV : PEMBAHASAN ... 79
A. Deskripsi Data ... 79
D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 116
BAB V : KESIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN ... 129
A. Kesimpulan ... 129
B. Keterbatasan ... 131
C. Saran ... 131
DAFTAR PUSTAKA ... 134
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Karakteristik dan Watak Kewirausahaan ... 9
Tabel 3.1 Tempat Penelitian SMK di Kabupaten Bantul ... 50
Tabel 3.2 Data SMK Negeri dan Swasta Sebagai Populasi Penelitian ... 51
Tabel 3.3 Data Siswa Kelas XI SMK Sebagai Sampel Penelitian ... 54
Tabel 3.4 Skor Skala Likert dalam Kuesioner ... 57
Tabel 3.5 Operasionalisasi Variabel Intensi Berwirausaha ... 58
Tabel 3.6 Operasionalisasi Variabel Kebutuhan Akan Prestasi ... 59
Tabel 3.7 Operasionalisasi Variabel Pendidikan Akuntansi ... 59
Tabel 3.8 Operasionalisasi Variabel Akses Terhadap Modal ... 59
Tabel 3.9 Operasionalisasi Variabel Pekerjaan Orang Tua ... 60
Tabel 3.10 Operasionalisasi Variabel Kreatifitas dan Inovatif ... 61
Tabel 3.11 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Penelitian Variabel Intensi Berwirausaha ... 62
Tabel 3.12 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Penelitian Variabel Kebutuhan Akan Prestasi ... 63
Tabel 3.13 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Penelitian Variabel Kebutuhan Akan Prestasi Setelah Diolah Kembali ... 64
Tabel 3.14 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Penelitian Variabel Pendidikan Kewirausahaan ... 65
Tabel 3.15 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Penelitian Variabel Akses Terhadap Modal... 65
Tabel 3.16 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Penelitian Variabel Kreatifitas dan Inovatif... 66
Tabel 3.17 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Penelitian Variabel Kreatifitas dan Inovatif Setelah Diolah Kembali ... 67
Tabel 3.18 Kriteria Koefisien Korelasi Realibilitas ... 68
Table 3.19 Hasil Uji Reabilitas Instrumen ... 69
Table 3.20 Nilai Presentil PAP Tipe II ... 70
Tabel 3.21 Kriteria Rasio C/Cmax ... 77
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Asal Sekolah .... 79
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Status Sekolah.. 80
Tabel 4.3 Perhitungan dan Inteprestasi Penilaian Intensi Berwirausaha... 81
Tabel 4.4 Nilai-nilai Statistik Variabel Intensi berwirausaha ... 81
Tabel 4.5 Perhitungan dan Inteprestasi Penilaian Kebutuhan Akan Prestasi 82 Tabel 4.6 Nilai-nilai Statistik Variabel Kebutuhan Akan Prestasi ... 82
Tabel 4.7 Perhitungan dan Inteprestasi Penilaian Pendidikan Kewirausahaan 84 Tabel 4.8 Nilai-nilai Statistik Variabel Pendidikan Kewirausahaan ... 85
Tabel 4.9 Perhitungan dan Inteprestasi Penilaian Akses Terhadap Modal ... 86
Tabel 4.10 Nilai-nilai Statistik Variabel Akses Terhadap Modal ... 86
Tabel 4.11 Perhitungan dan Inteprestasi Penilaian Kreatifitas dan Inovatif ... 87
Tabel 4.12 Nilai-nilai Statistik Variabel Kreatifitas dan Inovatif ... 87
Tabel 4.13 Uji Normalitas Intensi Berwirausaha ... 89
Tabel 4.14 Uji Normalitas Kebutuhan Akan Prestasi ... 90
Tabel 4.16 Uji Normalitas Akses Terhadap Modal ... 92 Tabel 4.17 Uji Normalitas Kreatifitas dan Inovatif ... 93 Tabel 4.18 Tabel Kontigensi dan Frekuensi Harapan Pengaruh
Kebutuhan Akan Prestasi Terhadap Intensi Berwirausaha ... 95 Tabel 4.19 Hasil Analisis Chi – Square Pengaruh Kebutuhan Akan
Prestasi Terhadap Intensi Berwirausaha ... 96 Tabel 4.20 Hasil Analisis Koefisien Kontigensi Pengaruh
Kebutuhan Akan Prestasi Terhadap Intensi Berwirausaha ... 97 Tabel 4.21 Tabel Kontigensi dan Frekuensi Harapan Pengaruh
Pendidikan Kewirausahaan Terhadap Intensi Berwirausaha ... 99 Tabel 4.22 Hasil Analisis Chi – Square Pengaruh Pendidikan
Kewirausahaan Terhadap Intensi Berwirausaha ... 100 Tabel 4.23 Hasil Analisis Koefisien Kontigensi Pengaruh
Pendidikan Kewirausahaan Terhadap Intensi Berwirausaha ... 101 Tabel 4.24 Tabel Kontigensi dan Frekuensi Harapan Akses Terhadap
Modal Terhadap Intensi Berwirausaha ... 103 Tabel 4.25 Hasil Analisis Chi – Square Pengaruh Akses Terhadap
Modal Terhadap Intensi Berwirausaha ... 105 Tabel 4.26 Hasil Analisis Koefisien Kontigensi Pengaruh Akses Terhadap
Modal Terhadap Intensi Berwirausaha ... 105 Tabel 4.27 Tabel Kontingensi dan Frekuensi HarapanPengaruh
Latar Belakang Pekerjaan AyahTerhadap Intensi ... 107 Tabel 4.28 Hasil Analisis Chi – Square Pengaruh Latar Belakang
Pekerjaan Ayah Terhadap Intensi Berwirausaha ... 109 Tabel 4.29 Hasil Analisis Koefisien Kontigensi Pengaruh
Latar Belakang Pekerjaan Ayah Terhadap Intensi Berwirausaha . 109 Tabel 4.30 Tabel Kontigensi dan Frekuensi Harapan Latar Belakang
Pekerjaan Ibu Terhadap Intensi Berwirausaha ... 110 Tabel 4.31 Hasil Analisis Chi – Square Pengaruh Latar Belakang
Pekerjaan Ibu Terhadap Intensi Berwirausaha ... 111 Tabel 4.32 Hasil Analisis Koefisien Kontigensi Pengaruh
Latar Belakang Pekerjaan Ibu Terhadap Intensi Berwirausaha .... 112 Tabel 4.33 Tabel Kontigensi dan Frekuensi Harapan Kreatifitas dan
Inovatif Terhadap Intensi Berwirausaha ... 113 Tabel 4.34 Hasil Analisis Chi – Square Pengaruh Kreatifitas dan
Inovatif Terhadap Intensi Berwirausaha ... 114 Tabel 4.35 Hasil Analisis Koefisien Kontigensi Pengaruh Kreatifitas dan
DAFTAR TABEL
Lampiran 1 Kuisioner Penelitian ... 136
Lampiran 2 Data Induk Responden ... 145
Lampiran 3 Validitas dan Reliabilitas ... 156
Lampiran 4 Deskripsi Data ... 171
Lampiran 5 Pengujian Normalitas ... 175
Lampiran 6 Pengujian Hipotesis ... 179
Lampiran 7 Tabel R ... 186
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Pengangguran di Indonesia saat ini merupakan salah satu permasalah yang
masih menjadi pemikiran pemerintah dalam pembangunan suatu Negara. Menurut
Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Agustus 2015 jumlah penduduk di
Indonesia berjumlah 255.461.686 jiwa. Jumlah angkatan kerja bertambah 510 ribu
orang menjadi 122,38 juta dibanding Agustus 2014 sebanyak 121,87 juta jiwa,
ada pemutusan hubungan kerja (PHK) dan daya serap yang agak menurun
sehingga pengangguran meningkat. Tingkat penggangguran terbuka menurut
Tingkat Pendidikan didominasi oleh Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
12,65%, disusul Sekolah Menengah Atas (SMA) 10,32%, Diploma 7,54%,
Sarjana 6,40%, Sekolah Menengah Pertama (SMP) 6,22% dan Sekolah Dasar
Kebawah 2,74% (www.BPS.com). Jadi jumlah pengnuran yang berasal dari
Diploma dan Perguruan Tinggi adalah sekitar 13,94%, angka yang dapat
dikatakan tinggi. Dari data tersebut dapat kita lihat tingkat pengangguran di
Indonesia masih sangat tinggi.
Pengangguran di Indonesia dapat diatasi dengan membuka lapangan
pekerjaan atau menciptakan pekerjaan sendiri. Menciptakan pekerjaan sendiri
dapat dilakukan dengan cara berwirausaha. Seseorang dapat memiliki niat
berwirausaha karena pengaruh latar belakang pekerjaan orang tua. Menurut
Scholatika Dewi Mariani (2010) dalam profesi orang tua berkaitan erat dengan
pemikiran anak. Sehingga orang tua yang memiliki pekerjaan tetap seperti
pegawai negeri, polisi, guru, pegawai bank dan lain-lain (non wirausaha) akan
mendidik anaknya untuk menjadi non wirausaha. Sama halnya dengan anak dari
seorang wirausaha, orang tua akan mendukung dan mendidik anaknya untuk
menjadi wirausaha. Dengan dorongan dari orang tua akan sangat membantu
anaknya menjadi wirausaha. Namun tidak menutup kemungkinan bagi anak yang
lahir dari orang tua non wirausaha untuk dapat menjadi seorang wirausaha karena
pengalaman yang didapat dari luar lingkup keluarga misal dengan pendidikan
formal. Dari hasil wawancara yang saya lakukan kepada beberapa siswa, siswa
yang pekerjaan orang tuanya wirausaha ada yang tidak ingin melanjutkan untuk
berwirausaha juga. Meraka lebih ingin menjadi karyawan atau PNS.
Pendidikan yang didapat seorang anak dapat menjadi bekal bagi mereka
untuk menjadi seorang wirausaha terutama untuk anak SMK (Sekolah Menengah
Kejuruan). Siswa SMK mendapatkan keistimewaan dibandingkan dengan siswa
SMA. Di SMK siswa mendapatkan pendidikan kewirausahaan. Menurut Mulyana
dan Puspitasari (2014) pengaruh pendidikan kewirausahaan telah
dipertimbangkan sebagai salah satu faktor penting untuk menumbuhkan dan
mengembangkan hastrat, jiwa dan perilaku berwirausaha di kalangan generasi
muda. Namun setelah melakukan wawancara dengan siswa, siswa lebih banyak
menginginkan nilai yang baik dari pada menerapkan ilmu yang telah mereka
dapat melalui pendidikan kewirausahaan. Sehingga mereka kurang memiliki niat
untuk wirausaha. Nilai yang baik sudah menjadi kebutuhan yang ingin mereka
Kebutuhan akan prestasi juga merupakan faktor yang mempengaruhi
intensi wirusaha. Mulyana dan Puspitasari (2014) keburutuhan akan prestasi
merujuk pada keinginan seseorang terhadap prestasi yang tinggi, penguasaan
keahlian, pengendalian atau standart yang tinggi. Namun ada siswa yang
beranggapan bahwa jika nilai mereka baik itu sudah cukup. Nilai yang tinggi
merupakan prestasi yang tinggi bagi mereka. Siswa banyak yang tidak ingin
keluar dari zona nyaman mereka. Meraka takut jika memiliki tanggungjawab dan
tidak berani mengambil resiko jika mereka memulai suatu yang baru yaitu
berwirausaha.
Dengan pengalaman yang didapat di sekolah dapat menjadikan siswa
mejadi kreatif dan inovatif. Menurut Soeharto Prawirokusuma dalam daryanto
(2012: 4), salah saru alasan pendidikan kewirausahaan perlu diajarkan karena
kewirausahaan merupakan disiplin ilmu yang memiliki obyek tersendiri, yaitu
kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Kenyataannya
siswa tidak banyak memamfaatkan ilmu yang meraka dapat di sekolah sebagai
dasar mereka memulai usaha yang baru. Siswa hanya menguasai teori dan tidak
mengembangkannya di kehidupan mereka masing-masing. Seharusnya dengan
pengetahuan yang mereka miliki menjadi dasar untuk menginspirasi siswa untuk
melakukan inovatif-inovatif baru.
Ada juga siswa tidak memiliki niat berwirausaha karena alasan akses
modal yang sulit atau tidak ada. Siswa lebih memilih menjadi karyawan karena
tidak membutuhkan modal yang besar. Jika mereka menjadi karyawan maka
berwirausaha belum menjamin mereka akan sukses. Siswa beranggapan mereka
akan berwirausaha jika mereka telah memiliki modal yang cukup. Dan siswa
beranggapan mereka berkerja dulu untuk mendapat modal. Mereka belum berfikir
mencari modal dari sumber lain seperti teman, keluarga, mencari investor, dan
meminjam dari bank.
Untuk penelitian yang akan saya lakukan, saya memilih SMK-SMK yang
dekat dengan kota Yogyakarta. Saya memilih SMK tersebut karena siswa yang
dekat dengan kota Yogyakarta yang terdapat banyak wirausaha yang berjalan dan
siswa akan mendapatkan inspirasi dari melihat hal tersebut. Selain itu juga siswa
yang dekat dengan kota akan merasa akan bersaing dengan siswa yang ada di kota
Yogyakarta.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka peneliti ingin
mengetahui pengaruh kebutuhan akan prestasi, pendidikan kewirausahaan, akses
terhadap modal, pekerjaan orang tua dan kreativitas dan inovatif terhadap intensi
berwirausaha pada siswa dan siswi SMK di Kabupaten Bantul. Selanjutnya
peneliti mengambil judul “Pengaruh Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensi
Berwirausaha Pada Siswa SMK Di Kabupaten Bantul”.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah ada pengaruh kebutuhan akan prestasi terhadap intensi
berwirausaha siswa SMK di Kabupaten Bantul?
2. Apakah ada pengaruh pendidikan kewirausahaan terhadap intensi
3. Apakah ada pengaruh akses pada modal terhadap intensi berwirausaha
siswa SMK di Kabupaten Bantul?
4. Apakah ada pengaruh pekerjaan orang tua terhadap intensi berwirausaha
siswa SMK di Kabupaten Bantul?
5. Apakah ada pengaruh kreatifitas dan inovatif terhadap intensi
berwirausaha siswa SMK di Kabupaten Bantul?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh kebutuhan akan prestasi terhadap intensi
berwirausaha siswa SMK di Kabupaten Bantul.
2. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kewirausahaan terhadap intensi
berwirausaha siswa SMK di Kabupaten Bantul.
3. Untuk mengetahui pengaruh akses pada modal terhadap intensi
berwirausaha siswa SMK di Kabupaten Bantul.
4. Untuk mengetahui pengaruh pekerjaan orang tua terhadap intensi
berwirausaha siswa SMK di Kabupaten Bantul.
5. Untuk mengetahui pengaruh kreativitas dan inovatif terhadap intensi
berwirausaha siswa SMK di Kabupaten Bantul.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan tambahan informasi bagi
penelitian selanjutnya serta serta menambah kepustakaan yang berguna
bagi mahasiswa atau pihak lain yang membutuhkan.
2. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi sekolah
untuk merumuskan bahan kebijakan sekolah yang berkaitan atau
berhubungan dengan upaya meningkatkan intensi berwirausaha para
siswa.
3. Bagi Penulis
Untuk dapat menambah pengetahuan dan mengetahui secara nyata tentang
pengaruh kebutuhan akan prestasi, pendidikan kewirausahaan, akses pada
modal, pekerjaan orang tua dan kreativitas dan inovatif terhadap intensi
berwirausaha pada siswa Sekolah Menengah Kejuruan sebagai bekal
dalam memasuki dunia kerja.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian diharakan dapat menjadi sumber referensi bagi peneliti
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kewirausahaan
1. Pengertian Kewirausahaan
Kewirausahaan menurut Basrowi (2011:1) berasal dari kata wira
dan usaha. Wira, berarti pejuang, pahlawan, manusia unggul, teladan,
berbudi luhur, gagah berani dan berwatak agung. Usaha, berarti perbuatan
amal, bekerja berbuat sesuatu. Jadi wirausaha adalah pejuang atau
pahlawan yang berbuat sesuatu. Menurut Hendro (2011:29) wirausahaa
adalah pelaku utama dalam pembangunan ekonomi dan fungsinya adalah
melakukan inovasi atau kombinasi-kombinasi yang baru untuk sebuah
inovasi.
Dalam kehidupan sehari-hari, masih banyak yang berpikir bahwa
kewirausahaan itu identik dengan apa yang dimiliki dan dilakukan oleh
usahawan atau wiraswasta. Namun pikiran itu salah, karena jiwa dan sikap
kewirausahaan tidak hanya dimiliki oleh usahawan, namun juga dimiliki
oleh setiap orang yang bisa berpikir kreatif dan mampu bertindak inovatif.
Menurut Suryana (2006:2) kewirausahaan (entrepreneurship) adalah
kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumber
daya untuk mencari peluang menuju sukses. Jadi, dengan memiliki
pemikiran yang kreatif dan didukung dengan tindakan yang inovatif maka
Menurut Thomas W. Zimmerer dalam Suryana (2013:11)
mengemukakan “Entrepreneurship is applying creativity and innovation
to solve the problems and to exploit opportunities that people face
everyday”. Kewirausahaan adalah penerapan kreatifitas dan inovasi untuk
memecahkan masalah dan upaya memanfaatkan peluang yang dihadapi
setiap hari. Kewirausahaan merupakan gabungan dari kreatifitas, inovasi,
dan keberanian menghadapi resiko yang dilakukan dengan cara kerja keras
untuk membentuk dan memelihara usaha baru.
Pengertian kewirausahaan menurut Intruksi Presiden RI (dalam
Basrowi, 2002:2) No. 4 Tahun 1995: “kewirausahaan adalah semangat,
sikap, perilaku, dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha dan
atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan,
menerapkan cara kerja, teknologi, dan produk baru dengan meningkatkan
efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau
memperoleh yang lebih besar”.
Sedangkan menurut Sumarsono (2013) entrepreneur (wirausaha)
merupakan seseorang yang mengambil resiko yang diperlukan untuk
mengorganisasi dan mengelola suatu bisnis dan menerima imbalan atau
balas jasa berupa keuntungan (profit) dalam bentuk financial maupun non
financial. Seseorang mampu dan berani menciptakan lapangan kerja bagi
diri sendiri dan orang lain, yang bertujuan mencari penghasilan untuk
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
entrepreneur (wirausaha) adalah orang yang mendirikan, mengembangkan,
dan melembagakan usaha yang dimilikinya. Dalam usaha tersebut
diperlukan sikap mental dalam melaksanakan usaha atau kegiatan dan
proses menciptakan sesuatu yang lain dengan sikap kreatif yang tinggi,
tindakan inovatif dan berani menghadapi risiko dalam rangka penciptaan
tambahan kekayaan dengan memanfaatkan peluang yang ada. Dalam
berwirausaha sikap kreatif dan inovatif dibutuhkan untuk menciptakan
sesuatu karya atau ide-ide yang baru yang berbeda dari yang lain.
2. Karakteristik Kewirausahaan
Seorang wirausahaan itu pasti memiliki karakteristik tertentu yang
dapat kita liat. Menurut Suryana (2013:22) ada 6 karakteristik dan watak
kewurausahaan yang dapat kita liat sebagai berikut:
Tabel 2.1
Karakteristik dan watak Kewirausahaan
No Karakteristik Watak
a. Percaya diri dan optimis Memiliki kepercayaan diri yang kuat, ketidakbergantungan terhadap orang lain, individualistis.
b. Berorientasi pada tugas dan hasil
Kebutuhan untuk berprestasi, berorientasi laba, mempunyai dorongan kuat, energik, tekun dan tabah, bertekad kerja keras serta inisiatif.
c. Berani mengambil resiko dan menyukai tantangan
Mampu mengambil resiko yang wajar.
d. Kepemimpinan Berjiwa kepemimpinan, mudah beradaptasi
dengan orang lain, dan terbuka terhadap saran dan kritik.
e. Keorisinalitasan Inovatif, kreatif dan fleksibel
Menurut Suryana (2013:108) keberhasilan dalam kewiausahaan
ditentukan oleh tiga faktor, yaitu yang mencakup hal-hal berikut:
a. Kemampuan dan kemuan. Orang yang tidak memiliki kemampuan,
tetapi banyak kemauan dan orang yang memiliki kemauan, tetapi tidak
memiliki kemampuan, keduanya tidak akan menjadi wirausahawan
yang sukses. Sebaliknya, orang yang memiliki kemauan dan
dilengkapi dengan kemampuan akan menjadi orang yang sukses.
Kemauan tidak cukup bila tidak dilengkapi dengan kemampuan.
b. Tekat yang kuat dan kerja keras. Orang yang tidak memiliki tekat yang
kuat, tetapi memiliki kemauan untuk berkerja keras dan orang yang
suka bekerja keras, tetapi tidak memiliki tekat yang kuat, keduanya
tidak akan menjadi wirausahawan yang sukses.
c. Kesempatan dan peluang. Ada solusi ada peluang sebaliknya tidak ada
solusi tidak akan ada peluang. Peluang ada jika kita menciptakan
peluang itu sendiri, bukan mencari-cari atau menunggu peluang yang
datang kepada kita.
B. Intensi Berwirausaha
Riyanti (dalam Sumarsono, 2013:5) mengatakan bahwa intensi
merupakan posisi seseorang dalam dimensi probabilitas subjektif yang
melibatkan suatu hubungan antara dirinya dengan beberapa tindakan. Intensi
merupakan faktor motivasional yang mempengaruhi tingkah laku. Intensi
perilaku, maka dengan demikian intensi dapat dipandang sebagai hal yang
khusus dari keyakinan yang obyeknya selalu individu dan atribusinya selalu
perilaku.
Intensi, menurut Sanjaya (dalam Sumarsono, 2013:5) memainkan
peranan yang khas dalam mengarahkan tindakan, yakni menghubungkan
antara pertimbangan yang mendalam yang diyakini dan diinginkan oleh
seseorang dengan tindakan tertentu. Selanjutnya intensi adalah kesungguhan
niat seseorang untuk melakukan perbuatan atau memunculkan suatu perilaku
tertentu. Maka intensi kewirausahaan dapat diartikan sebagai niat atau
keinginan yang ada pada diri seseorang untuk melakukan suatu tindakan
wirausaha menurut Wijaya (dalam Sumarsono, 2013:5).
Dari pendapat tentang intensi dan wirausaha yang telah dikemukakan,
intensi wirausaha adalah keinginan/ niat yang ada pada diri seseorang (siswa
SMK) untuk melakukan suatu tindakan wirausaha.
Fishbein dan Ajzen (dalam Tony Wijaya, 2007:120) mengemukakan
bahwa berdasarkan teori tersebut, intensi merefleksikan keinginan individu
untuk mencoba menetapkan perilaku, yang terdiri dari tiga determinan, yaitu:
1. Sikap Terhadap Perilaku
Sikap terhadap perilaku dipengaruhi oleh keyakinan bahwa
perilaku tersebut akan membawa kepada hasil yang diinginkan atau tidak
diinginkan. Individu yang memiliki keyakinan yang positif terhadap suatu
perilaku akan memiliki kecenderungan untuk melakukan tindakan
ditentukan oleh konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku, yang disebut
dengan istilah keyakinan terhadap perilaku.
2. Norma Subjektif
Keyakinan mengenai perilaku apa yang bersifat normatif ( yang
diharapkan orang lain) dan motivasi untuk bertindak sesuai dengan
harapan normatif tersebut membentuk norma subjektif dalam individu.
Keyakinan yang mendasari norma subjektif yang dimiliki individu disebut
sebagai keyakinan normatif. Individu memiliki keyakinan bahwa individu
atau kelompok tertentu akan menerima atau tidak menerima tindakan yang
dilakukannya. Apabila individu meyakini apa yang menjadi norma
kelompok, maka ia akan mematuhi dan membentuk perilaku yang sesuai
dengan kelompoknya. Dapat disimpulkan, bahwa norma kelompok inilah
yang membentuk norma subjektif dalam diri individu, yang akhirnya akan
membentuk perilakunya.
3. Kontrol Perilaku Yang Disadari
Kontrol perilaku merupakan keyakinan tentang ada atau tidaknya
faktor-faktor yang memfasilitasi dan menghalangi performansi perilaku
individu. Kontrol perilaku ditentukan oleh pengalaman masa lalu dan
perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk
melakukan perilaku yang bersangkutan. Keyakinan ini didasari oleh
pengalaman terdahulu tentang perilaku tersebut, yang dipengaruhi oleh
informasi dari orang lain, misalnya dari pengalaman orang-orang yang
Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang meningkatkan
atau mengurangi kesulitan yang dirasakan jika melakukan tindakan atau
perilaku tersebut. Kontrol perilaku ini sangat penting artinya ketika rasa
percaya diri seseorang sedang berada dalam kondisi lemah. Van Gelderen, et
al. (2006:6) intensi diwakili oleh empat faktor, yaitu: desires, preferences,
plans dan behavior expectancies. Desires adalah sesuatu dalam diri seseorang
yang berupa keinginan untuk memulai suatu usaha. Preferences adalah suatu
dalam diri seseorang yang menujukkan bahwa berwirausaha adalah suatu
kebutuhan yang harus dicapai. Plans adalah suatu harapan yang ada dalam diri
seseorang untuk memulai suatu usaha dimasa akan datang. Sedangkan
behavior exspectancies adalah suatu kemungkinan untuk berwirausaha dengan
diikuti oleh target memulai usaha.
Terdapat beberapa alasan yang dapat dijadikan alasan untuk
mengembangkan intensi berwirausaha yang ada dalam diri individu, yaitu
(Muhammad, 2009:25):
1. Keuangan, berwirausaha dapat dijadikan jalan untuk mencari nafkah,
pendapatan tambahan, menjaga kestabilan keuangan dan menjadi orang
yang kaya.
2. Sosial, memiliki gengsi dan status yang berbeda agar lebih di hargai dan di
hormati, memberikan contoh pada orang lain bahwa menjadi wirausaha
bukanlah pekerjaan yang rendah status sosialnya. Bahkan wirausaha dapat
memiliki status sosial yang jauh lebih tinggi dari seorang karyawan jika ia
3. Pelayanan, dapat memberikan pelayanan pada masyarakat luas karena
dengan berwirausaha dapat memberikan lapangan pekerjaan, membantu
perekonomian masyarakat, mensejahterakan orang lain, membahagiakan
keluarga dengan keberhasilan yang di raihnya.
4. Memuaskan diri, berwirausaha dapat membentuk diri orang menjadi
mandiri, memenuhi tujuan hidup yang di inginkan, menjadi orang yang
lebih produktif.
Berdasarkan penjelasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa intensi
berwirausaha adalah keinginan atau niat pada diri seseorang untuk melakukan
tindakan wirausaha yaitu secara mandiri dan bersungguh-sungguh dengan
yakin untuk memulai usaha yang tidak terlepas dengan resiko dan
ketidakpastian, namun dengan adanya ide-ide kreatif dan tindakan inovatif
maka suatu usaha akan berkembang. Dengan mempunyai intensi, seseorang
yang akan memulai usaha akan memiliki kesiapan dan kemajuan yang lebih
baik pada usaha yang dijalaninya.
Kesimpulan tentang intensi berwirausaha yag paling utama dari
pendapat Fishbein dan Ajzen (dalam Tony Wijaya, 2007:120); Van Gelderen,
et al. (2006:6); dan Muhammad, (2009:25): yang pertama adalah sikap
terhadap perilaku, intensi berwirausaha merefleksikan keinginan seseorang
untuk menatap sesuatu yaitu keyakinan yang positif bahwa perilaku membawa
kepada hasil yang diinginkan dan cenderung melakukan tindakan, sehingga
mengarahkan seseorang untuk melakukan tindakan wirausaha. Yang kedua
bahwa berwirausaha merupakan sesatu yang hendaknya dicapai sebagai
sebuah kebutuhaan. Yang ketiga adalah plans, dalam melakukan sesuatu
hendaknya dimulai dengan perencanaan yang didasari dengan harapan untuk
memuai suatu usaha di masa yang akan datang. Yang keempat adalah sosial,
keinginan untuk menunjukan bahwa dengan menjadi wirausaha bukanlah
pekerjaan yang rendah status sosialnya, namun dengan berwirausaha dapat
memiliki status sosial yang jauh lebih tinggi dari karyawan jika sukses dalam
menjalankan bisnisnya. Yang kelima adalah pelayanan, dengan berwirausaha
dapat memberikan lapangan pekerjaan, membantu perekonomian masyarakat,
mensejahterakan orang lain, dan membahagiakan keluarga atas hasil yang
diraih. Dan yang ke enam adalah memuaskan diri, dengan berwirausaha maka
membantu seseorang membentuk dirinya menjadi mandiri, memiliki tujuan
hidup yang di inginkannya dan menjadi orang lebih produktif dengan
keberhasilan dalam menjalankan usahanya.
C. Kebutuhan Akan Prestasi
Mc Clelland (dalam Indarti & Rostiani, 2008:5) kebutuhan akan
prestasi dapat diartikan suatu kesatuan watak yang memotivasi seseorang
untuk menghadapi tantangan untuk mencapai kesuksesan dan keunggulan.
Individu yang mempunyai kebutuhan akan prestasi yang tinggi akan terus
berupaya sampai sesuatu yang diinginkan mampu diraih. Sedangkan menurut
keinginan seseorang terhadap prestasi yang tinggi, penguasaan keahlian,
pengendalian atau standart yang tinggi.
Berdasarkan kesimpuan di atas kebutuhan akan prestasi dapat diartikan
sebagai keinginan dari diri seseorang untuk menghadapi tantangan dalam
mencapai kesuksesan dan keunggulan yang merujuk pada keingginan atas
prestasi yang tinggi, penguasaan keahlian, dan pegendalian atau standard yang
tinggi. Dengan memiliki kebutuhann akan prestasi, maka seseorang akan
memiliki dorongan untuk berhasil yang tinggi dalam memulai dan
menjalankan usaha sebagai wirausaha.
Selanjutnya Indarti & Rostiani (2008:5) menjelaskan bahwa ada tiga
atribut yang melekat pada seseorang yang mempunyai kebutuahan akan
prestasi yang tinggi, yaitu (1) menyukai tanggung jawab pribadi dalam
mengambil keputusan, (2) mau mengambil resiko sesuatu dengan
kemampuannya, dan (3) memiliki minat untuk selalu belajar dari keputusan
yang telah diambil.
Kebutuhan berprestasi wirausaha terlihat dalam bentuk tindakan untuk
melakukan susuatu yang lebih baik dan lebih efisien dibanding sebelumnya.
Wirausaha yang memiliki motif berprestasi tinggi memiliki ciri-ciri menurut
lerry farel dalam Anwar Muhammad (2014:24), antara lain:
1. Mengatasi kesulitan yang terjadi pada dirinya.
2. Selalu memerlukan umpan balik yang segera.
3. Memiliki tanggungjawab personal yang tinggi.
5. Menyukai tantangan.
Kebutuhan berprestasi wirausaha terlihat dalam bentuk tindakan untuk
melakukan sesuatu yang lebih baik dan lebih efisien dari sebelumnya.
Wirausaha yang memiliki motif berprestasi tinggi pada umumnya memiliki
ciri-ciri menurut Clayton Alderter dalam Anwar Muhammad (2014:25)
sebagai berikut:
1. Ingin mengatasi sendiri kesulitan dan persoalan yang timbul pada dirinya.
2. Memiliki tanggujawab personal yang tinggi.
3. Berani menanggung resiko dengan penuh perhitungan.
4. Selalu memerlukan umpan balik yang segera untuk melihat keberhasilan
dan kegagalan.
Berdasarkan penjelasan menurut Indarti & Rostiani (2008:5); lerry farel
dalam Anwar Muhammad (2014:24); dan Clayton Alderter dalam Anwar
Muhammad (2014:25) dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki
kebutuhan akan prestasi memiliki ciri-ciri yaitu: (1) berani mengambil resiko,
(2) mau mengatasi kesulitan, (3) memiliki tanggung jawab yang tinggi, (4)
menyukai tantangan, dan (5) memerlukan umpan balik.
D. Pendidikan Kewirausahaan 1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan masyarakat. Pendidikan merupakan kegiatan yang sangat
proses pendidikan. Pendidikan dapat dimulai dari lingkungan keluarga,
masyarakat dan pemerintah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Redja
Mudyaharjo (2012:11), pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan
oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran dan latihan yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah
sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat
memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa
yang akan datang.
Pendidikan nantinya akan berguna bagi masyarakat dikemudian
hari. Semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin banyak pula
pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki. Menurut W.J.S.
Poerwadarminta (dalam Tatang, 2012:13) menjelaskan secara linguistis
sebagai kata benda, pendidikan berarti proses perubahan sikap dan tingkah
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan akan memberikan
pengalaman dan pengetahuan kepada peserta didik sehingga mereka dapat
berfikir ke depan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wasty Soemanto
(1999:21), pendidikan adalah proses pengalaman yang menghasilkan
pengalaman yang memberikan kesejahteraan pribadi, baik lahiriah maupun
batiniah.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki pengetahuan dan
pengalaman. Proses pembelajaran dapat terjadi di lingkungan keluarga,
masyarakat, sekolah maupun di luar sekolah.
2. Pendidikan Kewirausahaan
Kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang
dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya untuk mencari peluang menuju
sukses (Suryana, 2006: 2). Intinya bahwa kewirausahaan merupakan suatu
pemikiran kreatif dan tindakan inovatif yang akan terciptanya peluang.
Kewirausahaan berisi bidang pengetauan yang utuh dan nyata, yaitu
terdapat teori, konsep, dan metede ilmu yang lengkap.
Dengan menunjuk definisi pendidikan sebagai usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan proses pembelajaran agar mendewasakan
peserta didik dan mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki
pengetahuan dan pengalaman dan definisi kewirausahaan adalah suatu
kemampuan kreatif dan inovatif dalam menciptakan sesuatu yang baru
memiliki manfaat bagi diri sendiri dan orang lain serta mampu
menghadapi masalah dan memanfaatkan peluang. sehingga pendidikan
kewirausahaan dapat didefinisikan sebagai usaha yang dilakukan lembaga
pendidikan untuk menanamkan pengetahuan, nilai, jiwa dan sikap
kewirausahaan kepada peserta didik guna membekali diri menjadi manusia
yang mandiri, kreatif dan inovatif. Hal ini juga bertujuan untuk
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Yunita Widyaning,
2014:22).
Pendidikan kewirausahaan adalah senjata penghancur
pengangguran, kemiskinan, dan menjadi tangga menuju impian setiap
masyarakat untuk mandiri secara financial, memiliki kemampuan
membangun kemakmuran individu, sekaligus ikut membangun
kesejahteraan masyarakat (Jamal Ma’mur Asmani, 2011 dalam Yunita
Widyaning, 2014:22). Pemerintah telah mengeluarkan Intruksi Presiden
No 4 Tahun 1995 tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan
Membudayakan Kewirausahaan. Instruksi ini mengamanatkan kepada
seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia untuk mengembangkan
program-program kewirausahaan. Banyaknya wirausaha merupakan salah
satu penopang perekonomian nasional sehingga harus diupayakan untuk
ditingkatkan terus-menerus.
Pendidikan kewirausahaan mengajarkan penanaman nilai-nilai
kewirausahaan yang akan membentuk karakter dan perilaku untuk
berwirausaha agar peserta didik dapat mandiri. Pendidikan kewirausahaan
juga mampu membekali peserta didik dengan berbagai kompetensi
kewirausahaan yang nantinya akan membawa manfaat besar bagi
kehidupannya (Yunita Widyaning, 2014:22). Kriteria keberhasilan
pendidikan kewirausahaan adalah memiliki kemandirian yang tinggi,
memiliki kreatifitas yang tinggi, berani mengambil resiko, berorientasi
keterampilan/skill berwirausaha, memahami konsep-konsep
kewirausahaan dan memiliki karakter pekerja keras.
Menurut Buchari Alma (2011) dalam
http://www.pendidikanekonomi.com/p/blog-page.html?m=1 nilai-nilai
kewirausahaan tersebut antara lain:
a. Percaya Diri, indikatornya: penuh keyakinan, optimis, berkomitmen,
disiplin dan tanggung jawab.
b. Inisiatif, indikatornya: energik, cekatan dalam bertindak dan aktif.
c. Memiliki Motif Berprestasi, indikatornya: orientasi pada hasil dan
wawasan ke depan.
d. Memiliki Jiwa pemimpin, indikatornya: dapat dipercaya, tangguh
dalam bertindak.
e. Orisinalitas, indikatornya: punya referensi yang cukup, tidak
menyontek atau plagiat.
Menurut Churchill dalam Rambat Lupyoadi (2007) dalam (Yunita
Widyaning, 2014:24), pendidikan sangat penting bagi keberhasilan
wirausaha. Kegagalan pertama dari seorang wirausaha adalah karena lebih
mengandalkan pengalaman daripada pendidikan. Namun, juga tidak
menganggap remeh arti pengalaman bagi seorang wirausaha. Baginya
kegagalan kedua adalah jika seorang wirausaha hanya bermodalkan
pendidikan tapi miskin pengalaman lapangan. Oleh karena itu perpaduan
antara pendidikan dan pengalaman adalah faktor utama yang menentukan
3. Alasan perlu diajarkan pendidikan kewirausaaan
Menurut Soeharto Prawirokusumo dalam Daryanto (2012:4),
pendidikan kewirausahaan perlu diajarkan sebagai disiplin ilmu tersendiri
yang independen, karena:
a. Kewirausahaan berisi body of knowledge yang utuh dan nyata, yaitu
ada teori, konsep, dan metode ilmiah yang lengkap.
b. Kewirausahaan memiliki dua konsep, yaitu venture start-up dan
venture-growth, ini jelas tidak masuk dalam kerangka pendidikan
manajemen umum yang memisahkan antara manajemen dan
kepemilikan usaha.
c. Kewirausahaan merupakan disiplin ilmu yang memiliki obyek
tersendiri, yaitu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan
berbeda.
d. Kewirausahaan merupakan alat untuk menciptakan pemerataan
berusaha dan pemerataan pendapatan
Adapun perlunya pendidikan kewirausahaan di Indonesia menurut
R. Djatmiko Danuhadimedjo (1998) dalam http://assetanita.blogspot.co.id/
2012/12/pendidikan-kewirausahaan.htmladalah:
a. Untuk mengembangkan, memupuk dan membina bibit atau bakat
pengusaha sehingga bibit tersebut lebih berbobot dan selalu mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan yang mutakhir.
b. Untuk memberikan kesempatan kepada setiap manusia supaya sedapat
c. Pendidikan kewirausahaan menjadi manusia berwatak dan unggul,
memberikan kemampuan untuk membersihkan sikap mental negatif
meningkatkan daya saing dan daya juang.
d. Dengan demikian apabila kepribadiaan kewirausaha kita miliki, maka
negara kita yang sedang berkembang ini akan dapat menyusul
ketinggalan atau menyamai negara yang sudah maju.
e. Untuk menumbuhkan cara berpikir yang rasional dan produktif dalam
memanfaatkan waktu dan faktor-faktor modal yang dimiliki oleh
wirausaha tradisonal pribumi.
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan
pada dasarnya terfokus pada upaya untuk mempelajari tentang nilai,
kemampuan dan perilaku seseorang dalam berkreasi dan inovasi. Oleh
sebab itu, objek studi kewirausahaan adalah nilai-nilai dan kemampuan
seseorang yang diwujudkan dalam bentuk sikap.
E. Pemahaman cara Akses pada Modal
Modal menurut kasmir (2009: 91) adalah sesuatu yang diperlukan untuk
membayai operasi perusahaan mulai dari berdiri sampai beroperasi. Modal
diperlukan untuk membiaya segala keperluan usaha, mulai dari biaya pra
investasi, pengurusan izin-izin, biaya investasi untuk membelikan aktiva tetap,
sampai dengan modal kerja. Sedangkan menurut Rahmawati (2013) modal
usaha, setiap usaha menggunakan dana ini untuk membelanjai aktivitas
produksi dalam menghasilkan produk barang dan jasa.
Dalam buku Longenecker dkk (2001: 301-321) dalam Florensius
(2007), pendanaan awal dari bisnis skala kecil sering berpola menurut tipikal
perencanaan pendanaan pribadi. Seorang calon wirausaha, pertama kali akan
menggunakan tabungan pribadi dan kemudian mencoba mendapatkan akses
pada tabungan keluarga dan teman.
1. Investor perorangan
a. Tabungan pribadi
Tabungan pribadi adalah sumber pendanaan ekuitas yang paling sering
digunakan dalam memulai bisnis baru. Sebuah bisnis baru memerlukan
ekuitas untuk memperhitungkan margin atau kesalahan.
b. Teman dan saudara
Kadang-kadang, pinjaman dari teman atau saudara dapat menjadi
satu-satunya sumber yang tersedia bagi pendanaan baru. Jenis pendanaan
ini lebih didasarkan pada hubungan pribadi dari pada analisis keungan.
Untuk meminimalkan kesempatan terjadinya kehancuran hubungan
pribadi yang penting, wirausaha harus merencanakan pembayaran
sesegera mungkin.
c. Investor perorangan lain
Sejumlah orang besar secara pribadi berinvestasi dalam kegiatan
dengan pengalaman bisnis moderat sampai dengan yang signifikan,
tapi juga professional dan kaya.
2. Bank
Bank adalah penyedia utang utama bagi perusahaan kecil. Meskipun bank
membatasi pemberian pinjaman mereka untuk menyediakan modal kerja.
3. Program yang didukung pemerintah
Beberapa program pemerintah memberikan pendanaan bagi bisnis berskala
kecil. Pemerintah Negara telah mengalokasikan sejumlah uang yang besar
untuk mendanai bisnis baru. Program pemerintah yang mendukung dengan
didirikan beberapa sarana untuk membangun tempat bisnis baru.
4. Sumber pendanaan lain
a. Lembaga keungan berdasarkan komunitas
Lembaga keungan berdasarkan komunitas adalah pemberi pinjaman
yang melayani komunitas yang berpenghasilan rendah dan menerima
dana dari pemerintah. Pemberian pinjaman berdasarkan komunitas ini
memberikan modal pada bisnis yang tidak mempunyai atau bahkan
sedikit akses untuk pendanaan pendirian perusahaan.
b. Perusahaan besar
Perusahaan besar memberikan jumlah dana terbatas bagi investasi
dalam perusahaan yang kecil.
Modal dapat berasal dari tabungan pribadi, akses pada teman, investor
1. Investor perorangan
a. Tabungan pribadi
Tabungan pribadi merupakan sumber pendanaan yang sering diunakan
dalam menjalankan sebuah bisnis yang baru. Hamper semua bisnis
memerlukan ekuitas pribadi yakni unanya untuk meramalkan keruian
dan perhitungan lainnya. Tabungan prbadi wajib dimiliki oleh orang
ataupun lembaga dalam membuka dan menjalankan usahanya.
b. Keluarga atau teman
Selain pengusaha sendiri, keluarga dan teman merupakan sumber
modal yang biasanya dimanfaatkan untuk memulai usaha. Keluarga
dan teman cenderung mau berinvestasi karena mereka memiliki
hubungan baik dengan pengusaha. Ini akan membantu menangani
suatu ketidakpastian yang dirasakan oleh investor yang tidak memiliki
hubungan pribadi dengan pengusaha. Keluarga dan teman dapat
memberikan sejumlah kecil pembiayaan ekuitas untuk usaha baru
tersebut, sebagian mencerminkan sejumlah kecil modal yang
dibutuhkan untuk memulai hampir semua usaha baru.
c. Investor perorangan lain
Sejumlah orang yang ingin menginvestasikan sebagian uangnya untuk
membantu usaha baru yang akan dijalankan oleh suatu badan atau
lembaga atau lembaga atau usaha perorangan. Biasanya orang lain
adalah orang yang moderat atau memiliki sejumlah kekayaan yang
menyimpan dananya kepada orang yang hendak membuka usaha
tersebut.
2. Bank
Bank adalah penyedia utang utama bagi perusahaan atau usaha kecil dalam
memulai dan melancarkan usahanya meskipun membatasi pemberian
pinjaman mereka untuk menyediakan modal bagi para pengusaha baru.
Terdapat beberapa jenis pinjaman bank yakni, pinjaman piutang, pinjaman
persediaan, pinjaman peralatan, pinjaman real estate.
3. Pembiayaan arus kas
Jenis pembiayaan utang lain yang seringnya dilayani oleh pihak bank
komersial dan badan-badan keungan lainnya adalah pembiayaan arus kas.
Pinjaman bank konvensional seperti mencakup berbagai jenis kredit,
pinjaman bertahap, pinjaman komersional langsung, pinjaman jangka
panjang, dan pinjaman karakter.
4. Program yang didukung pemerintah
Beberapa program pemerintah juga dapat menjadi sumber pendanaan bagi
suatu usaha yang akan membuka usahanya. Pemerintah telah
mengalokasikan sejumlah uangnya untuk membuka mendanai bisnis baru.
Sumber-sumber modal ekuitas menurut Zimmerer dalam slamet Franky
dkk (2013:107) terdiri dari:
1. Tabungan pribadi
Tabangan pribadi merupakan sumber pendanaan yang paling mudah
2. Teman atau anggota keluarga
Investasi dari teman atau keluarga merupakan suatu sumber modal yang
baik dan cukup dapat mengantarkan suatu usaha baru untuk menarik
investor luar atau perusahaan pemberi modal.
3. Malaikat penolong (angel)
Malaikat penolong merupakan orang-orang kaya yang menginvestasikan
uang dalam permulaan usaha sebagai ganti hak kepemilikannya dalam
perusahaan. Para malaikat penolong tersebut cenderung menginvestasikan
uang secara lokal (dekat dengan rumah ataupun dekat dengan tempat
usahanya) dan pada jenis usaha yang mereka ketahui dan kuasai, serta
mengharap dapat juga menginvestasikan pengetahuan, pengalaman, dan
tenaga mereka dalam perusahaan, selain menginvestasikan uang.
4. Mitra
Sebelum membuat perjajian kerja sama, wirausaha harus
mempertimbangkan akibat dari memberi sebagian dari kontrol pribadi atas
pengelolaan dan pembagian keuntungan dengan orang lain.
5. Modal ventura korporasi
Banyak perusahaan besar sekarang ini yang ikut membiayai perusahaan
kecil. Dari kerja sama ini perusahaan yang baru berdiri tidak hanya
mendapat tambahan modal, tapi juga mendapat bantuan keahlian teknis,
jalur distribusi, cara pemasaran, dan juga kredibilitas.
6. Perusahaan modal ventura
membeli posisi ekuitas dalam perusahaan yang baru, yang diyakininya
memiliki potensi pertumbuhan dan laba yang ditinggi.
7. Penjualan saham ke publik
Wirausaha juga dapat memperoleh tambahan modal dengan cara menjual
saham perusahaan kepada masyarakat. Namun setelah melakukan
penjualan sahamnya ke publik tersebut, pasti terjadi perubahan dalam
perusahaan. Oleh karena itu, wirausaha perlu mempertimbangkan akibat
dari keputusan tersebut terhadap perusahaan, karyawan, pemegang saham,
dan harga saham perusahaan.
Jadi menurut pendapat para ahli Longenecker dkk (2001: 301-321)
dalam Florensius (2007), Rahmawati (2013), dan Zimmerer dalam slamet
Franky dkk (2013:107) akses terhadap modal yang dapat mengarahkan
seorang calon wirausaha untuk mendapatkan modal dapat berasal dari
tabungan pribadi, teman atau saudara, bank, program pemerintah dan sumber
pendanaan lainnya.
F. Pekerjaan Orang Tua
1. Pengertian Jenis Pekerjaan
Definisi jenis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011)
adalah yang mempunyai ciri (sifat, keturunan dan sebagainya) yang
khusus, sedangkan pekerjaan adalah hal-hal yang diperbuat, dilakukan,
tugas kewajiban, suatu yang dapat dikerjakan, dilakukan atau dijalankan
pekerjaan adalah segala sesuatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk
mendapatkan penghasilan.
2. Pengertian Orang Tua
Pengertian orang tua menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2011) adalah ayah ibu kandung, orang yang dianggap tua (cerdik, pandai,
ahli dan sebagainya), orang-orang yang dihormati (disegani) dikampung.
Jadi orang tua adalah orang yang bertanggung jawab dalam kehidupan
sehari-hari yang biasanya disebut ayah dan ibu. Merekalah yang
memegang peranan penting dalam keberlangsungan kehidupan keluaga
suatu rumah tangga. Sedangkan anggota keluarga adalah semua
anak-anaknya yang berada dalam penguasaan maupun asuhan orang tua.
Secara umum dapat dikatakan bahwa orang tua adalah sekelompok
sosial terkecil yang terdiri dari ayah dan ibu atau salah satu dari keduanya
serta wali yang bertanggung jawab terhadap anak (suhartin, 1984: 6).
Pekerjaan atau lapangan usaha adalah bidang kegiatan dari
usaha/perusahaan/instansi di mana seseorang berkerja atau pernah bekerja
(Riwanto, 1994: 7).
Pekerjaan dibedakan menjadi 2 jenis menurut Kumaladewi (2013:
33), yaitu:
1. Pekerjaan pokok
2. Pekerjaan sampingan atau tambahan
Adalah pekerjaan yang dimiliki atau dilakukan oleh seseorang sebagai pekerjaan sambilan untuk melengkapi pekerjaan pokok.
Jenis pekerjaan dalam penelitian ini adalah bidang pekerjaan yang
ditekuni orang tua setiap hari. Spillane (1982) dalam Raga (2013: 21),
mengelompokkan pekerjaan atau jabatan dalam 9 golongan sebagai
berikut:
1. Golongan A terdiri dari : mandor, pedagang, pegawai kantor, pegawai sipil, ABRI, pemilik perusahaan/toko/pabrik/perikanan, pemilik bus/colt/penggarap tanah, pengawas keamanan, petani pemilik tanah, peternak, tuan tanah.
2. Golongan B terdiri dari: buruh nelayan, petani kecil, penebang kayu. 3. Golongan C terdiri dari: ABRI (tamtama s.d Bintara), guru SD, kepala
bagan, kepala kantor pos (cabang), manager perusahaan kecil, pamong praja pegawai badan hukum, pegawai negeri golongan Ia s.d Id, supervisor/pengawas.
4. Golongan D terdiri dari: meninggal dunia, pensiunan, tak mempunyai pekerjaan tetap.
5. Golongan E terdiri dari: guru (SMP s.d SMA), juru rawat, pekerja sosial, kepala sekolah, kontraktor kecil, pegawai negeri golongan IIa s.d Iid, perwira ABRI (Letnan II, Letnan I dan Kapten), wartawan. 6. Golongan F terdiri dari: buruh tidak tetap, petani, penyewa,
tukang/penarik becak.
7. Golongan G terdiri dari: ahli hukum, ahli ilmu tanah/ahli ukur tanah, apoteker, arsitek, dokter, dosen/guru besar, gubernur, insinyur, kepala kantor pos (pusat), kontraktor besar, manager perusahaan, menteri, pegawai negeri golongan Ia s.d Id, perwira ABRI (mayor s.d jenderal), pengarang, peneliti, penerbang, walikota/bupati.
8. Golongan H terdiri dari: pembantu, pedagang keliling, tukang cuci. 9. Golongan I terdiri dari: artis/seniman, buruh tetap, montir, pandai
besi/emas/perak, penjahit, penjaga, supir bus/colt, tukang kayu, tukang listrik, tukang mesin.
Dengan demikian dapat disimpulkan pekerjaan orang tua yaitu
kegiatan aktif yang dilakukan orang bertanggung jawab (ayah,ibu) yang
menghasilkan sebuah karya bernilai imbalan dalam bentuk uang yang
keluarganya (anak-anaknya). Pekerjaan orang tua tersebut menjadi faktor
pendorong anak dalam berfikir dan dalam menekuni suatu pekerjaan yang
kelak diinginkannya.
Untuk penelitian ini pekerjaan dibedakan menjadi 2 macam:
1. Pekerjaan wirausaha
2. Pekerjaan bukan wirausaha
Pengaruh keluarga, pendidikan dan pengalaman kerja pertama
adalah faktor penting dalam pengembangan niat berwirausaha (Krueger &
Brazeal, 1994; Segal, Borgia, & Schoenfeld, 2002 dalam Farzier &
Niehm, 2008). Orang tua memberikan dampak kuat pada pemilihan niat
berwirausaha, penelitian menunjukkan para wirausaha biasanya memiliki
orang tua yang juga seorang wirausaha (Peterman & Kennedy, 2003 dalam
Farzier & Niehm, 2008).
Jenis pekerjaan yang ada dalam keluarga, khususnya orang tua siswa
akan mempengaruhi pola pikir seseorang terhadap dunia berwirausaha.
Orang tua yang sukses didalam pekerjaanya (berwirausaha), akan
memotivasi anak untuk melakukan hal yang sama dengan orang tuanya.
Dengan begitu tidak menutup kemungkinan bahwa anak tersebut akan
menentukan pilihan untuk berwirausaha sebagai warisan orang tua siswa.
Walaupun anak tersebut juga tertarik untuk mencari pekerjaan di
perusahaan atau instansi lain, kemungkinan mereka untuk berwirausaha
sangat kuat karena mereka telah menyaksikan dan menikmati keberhasilan
wirausahawan pun tidak akan menutup kemungkinan bagi anak mereka
nanti untuk berwirausaha. Hal itu dapat terjadi melihat kondisi saat ini
dimana mencari pekerjaan sudah sangat sulit.
G. Kreativitas dan Inovatif 1. Pengertian Kreativitas
Kreatif adalah memiliki daya cipta atau memiliki kemampuan
untuk menciptakan (Kurniawan, 2015:19). Orang berusaha berpikir kreatif
karena adanya keinginan yang kuat pada pribadinya untuk menghasilkan
sesuatu kemajuan, akibat dari adanya dorongan untuk berprestasi tinggi,
serta adanya kesadaran akan pentingnya sesuatu yang baru tersebut. (Riani
Laksmi Asri, dkk, 2014:55).
Bagi seorang wirausaha, kreativitas adalah modal penting. Sebagai
wirausaha, setiap saat harus siap menghadapi persaingan. Oleh sebab itu
menjadi seorang wirausaha hrus mampu berpikir kreatif. Tanpa kreativitas
wirausaha tidak akan mampu berkembang dan mempertahankan bisnisnya.
2. Pentingnya Kreativitas
Menurut (Kurniawan, 2015:18), kreativitas menjadi penting karena:
a. Wirausaha yang kreatif mampu mengeluarkan produk yang belum
dibuat di pasar. Di sini wirausaha tak harus menjadi penemu, tetapi
menjadi jembatan antara penemuan dengan pasar. Mampu memberikan
arahan pada para penemu, dan mengemasnya sebagai produk
b. Dengan menjadi manusia kreatif menjadikan wirausahawan menjadi
pemimpin bukan peniru. Pemimpin pasar adalah orang yang disegani
dan memiliki citra positif. Wirausahawan menjadi legenda,
kemungkinan produk dapat ditiru, tetapi pengikut tak mampu membuat
yang lebih bagus dari sang pioneer.
c. First mover. Dengan kreativitas, menjadikan wirausahawan sebagai
market leader, dan siap dengan ide atau gagasan-gagasan baru.
d. Kreativitas akan mencari cara atau solusi membuka terobosan baru,
dan menciptakan pembeda yang menonjol dan disukai pasar.
e. Kreativitas bermula dari sebuah ide yang muncul dari pengamatan
terhadap keadaan sehari-hari di sekitar wirausahawan.
3. Ciri-ciri Kreatif
Menurut A. Roe (dalam Basrowi, 2011: 38-39), manusia kreatif
mempunyai ciri-ciri:
a. Keterbukaan dalam pengalaman;
b. Melihat sesuatu dengan cara yang tidak biasa;
c. Keingintahuan;
d. Menerima dan menyesuaikan yang kelihatannya berlawanan;
e. Dan menerima perbedaan;
f. Percaya pada diri sendiri;
g. Tekun;
h. Berani mengambil resiko; dan
4. Hambatan-hambatan dalam berpikir kreatif
Menurut (Riani Laksmi Asri, dkk, 2014:67-68),
hambatan-hambatan dalam berpikir kreatif sebagai berikut:
a. Hambatan yang berasal dari dalam diri yaitu:
1) Hambatan emosional (emotional barriers), yaitu ketidak mampuan
berpikir kreatif akibat perasaan-perasaan tertentu yang menganggu,
misalnya adanya perasaan takut berbuat salah, takut dianggap
bodoh, takut gagal, takut ditertawakan orang, takut mendapatkan
kritikan yang berlebihan, takut menghadapi kebingungan, dan takut
berbeda dengan orang lain. Perasaan-perasaan tersebut
menyebabkan individu kurang mampu mengeluarkan ide-ide yang
mungkin sangat baik yang ada dalam pikirannya.
2) Hambatan persepsi (perceptual barries), yaitu hambatan yang
berhubungan dengan kemampuan intelektual, di mana individu
kurang mampu mempersepsikan masalah yang dihadapi secara
jelas dan benar, misalnya dalam memandang masalah dari satu segi
saja, kurang memperhatikan pemecahan masalah dari aspek-aspek
yang lain. Juga karena kebiasaan yang dilakukan individu hanya
memandang masalah dari unsur-unsur yang pokok saja, sehingga
yang lain tidak terjangkau.
3) Hambatan yang dipelajari (learned barries), yaitu hambatan
b. Hambatan yang berasal dari luar diri antara lain:
1) Hambatan karena kebudayaan
Kebudayaan yang dianut oleh anggota masyarakat misalnya
aturan-aturan yang berlaku, pedoman, nilai yang dianut oleh warga sangat
besar pengaruhnya terhadap kemampuan berpikir kreatif warganya.
Pandangan mensyaratkan bahwa berfantasi adalah waktu yang
terbuang, permainan itu hanya bagi anak-anak saja, pendapat yang
diterima adalah yang logis beralasan dan disertai angkat saja,
sedang yang bersifat intuitif, kesenangan, humor adalah masalah
yang tidak perlu mendapat pemecahan merupakan aspek
kebudayaan yang menghambat kreativitas.
2) Hambatan yang berasal dari lingkungan kerja
Kemampuan berpikir kreatif dapat dipengaruhi oleh lingkungan
kerja individu yang bersangkutan, misalnya atasan dan
teman-temannya. Atasan atau pemimpin yang kurang menghargai
pemikiran bawahan akan mengurangi kreativitas bawahan tersebut
dalam bekerja, misalnya gagasan baru yang dimunculkan selalu
ditolak atau disalahkan. Demikian juga atasan yang bersifat
otoriter, tidak memberi kesempatan kepada bawahan untuk
menciptakan cara kerja baru. Selain atasan teman-teman kerja
karyawan juga berpengaruh terhadap kemunculan ide-ide kreatif