• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI LEAN MANUFACTURING UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PADA UD. KEMBANG JAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMPLEMENTASI LEAN MANUFACTURING UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PADA UD. KEMBANG JAYA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

IMPLEMENTASI LEAN MANUFACTURING UNTUK MENINGKATKAN

EFISIENSI PADA UD. KEMBANG JAYA

Vicky Kurniawan dan Hari Supriyanto

Jurusan Teknik Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email : [email protected] dan [email protected]

Abstrak

UD. Kembang Jaya merupakan usaha dagang yang memproduksi berbagai jenis makanan ringan dan air minum dalam kemasan. Sebagai usaha dagang yang mengincar profit sebesar-besarnya maka salah satu usaha yang dapat dilakukan UD. Kembang Jaya adalah meningkatkan efisiensinya. Berdasarkan fakta tersebut maka dilakukanlah penelitian ini dengan tujuan untuk mengimplementasikan Lean Manufacturing untuk meningkatkan efisiensi. Salah satu hal yang menyebabkan inefisiensi pada usaha dagang ini adalah waste. Dari Big Picture Mapping diperoleh beberapa non value adding activity yang diindikasikan sebagai waste. Dari penelitian didapat waste yang paling berpengaruh terhadap efisiensi yaitu waste kategori waiting, defect, dan excessive motion. Dari RCA didapat penyebab utama dari tiap kategori waste yaitu tidak adanya lahan untuk proses pengupasan pada gudang dua, lama dalam proses pengupasan, tidak ada alat bantu dalam membawa kardus, kelalaian dari pekerja, dan tidak ada alat bantu dalam menuang minyak goreng. Dari FMEA diperoleh alternatif kebijakan perbaikan dan berdasarkan konsep Value Based Management diperoleh kebijakan yang sesuai untuk diaplikasikan perusahaan guna meningkatkan efisiensi dengan value sebesar 1,457 dan biaya penerapan sebesar Rp 20.092.110,00.

Kata Kunci: Efisiensi, FMEA, Lean Manufacturing, RCA, Value Based Management, Waste

Abstract

UD. Kembang Jaya is a trading business that manufactures various kind of snacks and

bottled water. As trading business that aim for maximization of profits, one from many ways that

UD. Kembang Jaya attempt to do is to increase its efficiency. This research is done based on that facts with the goal implementing Lean Manufacturing to increase efficiency. One of a thing that cause inefficiency in UD. Kembang Jaya is waste. From Big Picture Mapping we obtain some of the Non Value Adding Activity that indicates waste. Waste that most influence to the efficiency based on the research is waste in in the waiting, defect, and excessive motion categories. From the RCA, The main cause for each category of waste is no land for stripping process in warehouse two, waiting time in stripping process, no tool for helping bringing cardbox to the warehouse, negligence of workers, and no tool for helping pouring the cooking oil. The alternative of improvement policies generates from FMEA and the appropriate improvement policy to be applied to the UD. Kembang Jaya to increase its efficiency based on value based management with 1, 457 of value and Rp 20.092.110,00 cost of application.

Key words: Efficiency, FMEA, Lean Manufacturing, RCA, Value Based Management, Waste

1. Pendahuluan

Semakin berkembangnya industri manufaktur di Indonesia menuntut para pelaku industri untuk terus meningkatkan kualitas layanan dan produk agar mampu bersaing dengan yang lain. salah satu industri yang terus berusaha meningkatkan kualitas dari produknya agar mampu bersaing dengan industri lain di bidang sejenis adalah UD. Kembang Jaya. UD. Kembang Jaya merupakan suatu industri yang bergerak dibidang pengolahan makanan ringan dengan salah satu merek dagang yang bernama Keripik Ketela

“Pilla” yang berbahan baku singkong atau ketela pohon. Produk ini telah memiliki ijin dari Departemen Kesehatan RI untuk dapat terjun dan bersaing dengan produk makanan ringan lainnya di pasar nasional dengan kode DEP.KES.RI.NO. SP:155/13.29/00.

Jenis produksi yang digunakan adalah

Make to Order oleh karena itu produksi yang

berjalan disesuaikan dengan jumlah permintaan dari pelanggan. Jika tidak ada permintaan dari pelanggan maka produksi tidak akan berjalan. Sehingga dapat dikatakan bahwa produksi UD. Kembang Jaya

(2)

2 bergantung dari pelanggannya. Proses produksi

yang dijalankan oleh perusahaan mulai dari penimbangan bahan baku dan pengupasan sampai dengan pengepakan produk yang kemudian disimpan dalam gudang penyimpanan atau langsung didistribusikan.

Namun dalam proses produksi yang dilakukan masih terdapat beberapa aktivitas yang mengindikasikan waste yang menyebabkan inefisiensi pada perusahaan. Beberapa aktivitas tersebut adalah menunggunya bahan baku antar gudang produksi, bottleneck pada proses produksi, pencarian alat pengupas setelah jam istirahat selesai, rework produk, dan kerusakan pada produk baik plastik pembungkus yang terbuka maupun berat dari produk yang tidak standard.

Pada periode Juni-September 2011 rata-rata produk yang defect adalah sebanyak 2,5% dari total produksi. Nilai prosentase ini merupakan nilai yang kecil, namun bila dihadapkan dengan rata-rata produksi perbulan sebanyak 250.000 kardus, maka rata-rata produk yang rusak adalah sebanyak 6.000 kardus. Untuk menghilangkan atau mengurangi waste tersebut dan meningkatkan efisiensi maka perusahaan perlu melakukan suatu perubahan dengan mengimplementasikan suatu metode.

Pada penelitian ini hal yang menjadi fokus utama adalah implementasi metode Lean

Manufacturing untuk meningkatkan efisiensi

pada UD. Kembang Jaya. Sehubungan dengan diimplementasikannya metode Lean

Manufacturing, tools yang digunakan untuk

membantu mengidentifikasi dan menghilangkan atau mengurangi waste yang menyebabkan inefisiensi adalah Big Picture

Mapping (BPM), 5S, TPM Equipment

Reliability, dan Failure and Mode Effect Analysis (FMEA). Tools lain yang digunakan

untuk membantu berjalannya penelitian adalah

Root Causes Analysis (RCA) dan Analytical Hierarchy Process (AHP) yang digunakan

untuk membobotkan kriteria penilaian untuk yang digunakan untuk menilai alternatif kebijakan perbaikan dan menggunakan value

based management untuk menentukan

alternatif yang memiliki value tertinggi yang dapat diterapkan pada perusahaan.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi waste yang paling berpengaruh terhadap efisiensi, mengidentifikasi penyebab terjadinya waste

yang paling berpengaruh tersebut, dan menentukan alternatif kebijakan perbaikan dan memilih kebijakan terbaik yang dapat diterapkan oleh perusahaan untuk meningkatkan efisiensinya.

2. Metodologi Penelitian

Tahapan dari penelitian untuk meningkatkan efisiensi pada UD. Kembang Jaya dengan mengimplementasikan Lean

Manufacturing ini adalah sebagai berikut.

Tahap pertama adalah pendefinisian permasalahan yang terjadi pada UD. Kembang Jaya yang dimulai dengan penentuan obyek amatan dan membangun Big Picture Mapping yang kemudian dilanjutkan dengan identifikasi aktifitas yang terjadi untuk mengetahui Non

Value Adding Activities yang terjadi pada

perusahaan (Hines dan Taylor, 2000).

Tahap kedua adalah pengumpulan dan pengolahan data yang dimulai dari identifikasi waste yang terjadi pada proses produksi yang mempengaruhi efisiensi. Waste yang digunakan adalah waste yang didefinisikan oleh Vincent Gasperz (Gasperz, 2007). Setelah itu dilakukan identifikasi terhadap waste yang paling berpengaruh dari seluruh waste yang telah diidentifikasi sebelumnya. Kemudian dilakukan identifikasi akar penyebab waste tersebut dengan menggunakan Root Causes

Analysis (Jucan, 2005). Penutup dari tahap ini

adalah identifikasi akar penyebab potensial yang menyebabkan waste tersebut terjadi dengan menggunakan Failure and Mode Effect

Analysis (Gasperz, 2007).

Tahap ketiga adalah analisa dan penentuan alternatif kebijakan perbaikan untuk meningkatkan efisiensi pada UD. Kembang Jaya. Hal yang dilakukan adalah memunculkan alternatif kebijakan perbaikan berdasarkan hasil dari FMEA kemudian dihubungkan dengan 5S perusahaan. kemudian dimunculkan kriteria yang digunakan untuk menilai alternatif tersebut yang mana alternatif ini dibobotkan terlebih dahulu dengan menggunakan AHP (Saaty, 1993).

3. Pengumpulan Dan Pengolahan Data pada tahap ini dilakukan pengumpulan data yang dibutuhkan guna menunjang jalannya penelitian untuk meningkatkan efisiensi pada UD. Kembang Jaya.

(3)

3 3.1 Gambaran umum perusahaan

UD. Kembang Jaya merupakan salah satu industri pengolahan makanan ringan yang berlokasi di Dusun Tambak Rejo Kulon RT 3/ RW 9 Desa Karanganom, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, yang berada di bawah pimpinan Bapak Aminudin.

Gambar 1. Pie chart rata-rata jumlah produksi periode Juli-September 2011

Gambar 2. pie chart rata-rata defect periode Juli-September 2011

Berdasarkan jumlah produksi dan jumlah defect terbanyak maka ditetapkan Keripik Ketelah “Pilla” sebagai obyek amatan. Penggambaran proses produksi pada UD. Kembang Jaya disajikan dengan menggunakan

Big Picture Mapping.

Gambar 3. Aliran informasi proses produksi Keripik Ketela “Pilla”

Gambar 4. Aliran fisik proses produksi Keripik Ketela “Pilla”

3.2 Identifikasi aktivitas pada proses produksi

Berdasarkan aliran Big Picture Mapping maka proses produksi dari Keripik Ketela “Pilla” dapat dibagi menjadi enam proses utama yaitu proses pengupasan, proses pencucian, proses penggilingan, proses penggorengan, proses pembumbuan, dan proses pembungkusan dan pengepakan. Berdasarkan keseluruhan aktivitas produksi yang dilakukan diperoleh sebanyak 29% merupakan Value Adding Activity, 34% merupakan Non Value Adding Activity, dan 37% merupakan Necessary Non Value Adding

Activity. Beberapa aktivitas non value adding

yang mengindikasikan waste tersebut terdapat pada proses produksi seperti pada proses pengupasan, proses penggilingan, proses penggorengan, dan proses pembungkusan dan pengepakan.

3.3 Identifikasi Six Big Losses

Six big losses merupakan istilah yang ada

pada OEE yang ditujukan untuk losses yang terjadi pada proses produksi. Berikut merupakan six big losses yang terjadi pada UD. Kembang Jaya.

• Downtime losses

Terdiri dari dua macam losses yaitu breakdown

losses dan setup and adjustment. Breakdown

losses terjadi pada saat kerusakan pisau pemotong pada mesin giling. Setup and

adjustment terjadi pada saat penggantian

plastik kemasan, setup mesin sealing dan mesin peret, dan setup penggorengan.

• Speed losses

Terdiri dari dua macam losses yaitu minor

stoppage dan speed losses. Minor stoppage

terjadi pada saat hasil pengupasan sedikit sehingga menimbulkan bottleneck pada proses Operator Gud Supplier PERENCANAAN Permohonan Bahan baku Check Stok BB Pemenuhan Bahan baku Check Material + Pengiriman Order Bahan Jadwal Produksi Periodik Produksi Penerimaan jumlah produksi Revisi Pembuatan jadwal produksi

Check Stock WIP

Pembuatan laporan BB Pengiriman BB Penerimaan BB Check Mesin Set Up mesin Pemanasan Mesin Proses Produksi Penyimpanan di Gudang Menerima Surat Jalan Update jumlah Stock BB Bahan Baku Disimpan Persetujuan Permintaan Brg NO YES YES YES NO NO YES NO ADMINISTRASI Konsumen Terima order Cek jumlah barang NO YES 1 Hari Fasilitas gudang I Gudang Bahan Baku

Bahan Baku Utama

Bahan Pembantu Pengupasan I Customer PRODUCTION CONTROL CT= 10 menit 30 Hari Supplier Pencucian Penggilingan Penggorengan Pembumbuan Pembungkusan Pengepakan Storage Harian CT= 5 menit CT= 5 menit CT= 10 menit CT= 5 menit CT= 5 menit CT= 5 menit Order Harian PPiC Order harian 6 orang Gudang produk jadi Penimbangan 5 orang 1 Shift 26 orang 10% sisa material 1 shift - 13 orang 1 shift 10 orang 5% sisa material 1 shift 11 orang 5% sisa material 1 shift 10 orang -1 shift 20 orang 5% rework, 5% sisa 1 shift 6 orang 5% rework , 5% sisa

(4)

4 selanjutnya. Speed losses terjadi pada saat

kecepatan dari fasilitas yang digunakan menurun.

• Defect or quality losses

Terdiri dari dua macam losses yaitu rework dan yield losses. Rework terjadi pada saat kardus penyok sehingga harus dikerjakan ulang. Yield losses terjadi pada saat material hancur saat digiling sehingga tidak dapat dimanfaatkan.

3.4 Perhitungan nilai OEE perusahaan Tabel 1. Template OEE calculation

Untuk planned production time (waktu produksi yang direncanakan) diperoleh dari perhitungan sebagai berikut :

𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑇𝑇𝑃𝑃𝑇𝑇𝑃𝑃

= 𝑆𝑆ℎ𝑃𝑃𝑖𝑖𝑃𝑃 𝐿𝐿𝑃𝑃𝑃𝑃𝐿𝐿𝑃𝑃ℎ − 𝐵𝐵𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑇𝑇𝑃𝑃𝑇𝑇𝑃𝑃 = 480 − 90 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑝𝑝𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑇𝑇𝑃𝑃𝑇𝑇𝑃𝑃 = 390 menit Untuk operating time ( waktu operasi) diperoleh dari perhitungan sebagai berikut : 𝑃𝑃𝑝𝑝𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐿𝐿 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑇𝑇𝑃𝑃

= 𝑝𝑝𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑝𝑝𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑇𝑇𝑃𝑃 − 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑑𝑑𝑃𝑃 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑇𝑇𝑃𝑃

𝑃𝑃𝑝𝑝𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐿𝐿 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑇𝑇𝑃𝑃 = 390 − 60 𝑃𝑃𝑝𝑝𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐿𝐿 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑇𝑇𝑃𝑃 = 330 menit

Untuk good pieces (produk baik) diperoleh dari perhitungan sebagai berikut :

𝐿𝐿𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑝𝑝𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵 = 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑝𝑝𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵 − 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑟𝑟𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑝𝑝𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵 𝐿𝐿𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑝𝑝𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵 = 3812 − 93

𝐿𝐿𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑝𝑝𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵 = 3719 kardus

Berikut ini adalah perhitungan dari setiap faktor pembentuk nilai OEE, yaitu :

Untuk availability didapat dari perhitungan sebagai berikut.

𝐴𝐴𝐴𝐴𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐴𝐴𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐴𝐴 = 𝑃𝑃𝑝𝑝𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐿𝐿 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑇𝑇𝑃𝑃 𝑝𝑝𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑝𝑝𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑇𝑇𝑃𝑃 𝐴𝐴𝐴𝐴𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐴𝐴𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐴𝐴 =330390

𝐴𝐴𝐴𝐴𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐴𝐴𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐴𝐴 = 84,62 %

Untuk performance didapat dari perhitungan sebagai berikut. 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑖𝑖𝑃𝑃𝑃𝑃𝑇𝑇𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 = 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑝𝑝𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵 𝑃𝑃𝑝𝑝𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐿𝐿 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑇𝑇𝑃𝑃 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑖𝑖𝑃𝑃𝑃𝑃𝑇𝑇𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 = 3812 330 15 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑖𝑖𝑃𝑃𝑃𝑃𝑇𝑇𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 = 77,01 %

Untuk quality didapat dari perhitungan sebagai berikut berikut.

𝑄𝑄𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐴𝐴 =𝐿𝐿𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑝𝑝𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑝𝑝𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵 𝑄𝑄𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐴𝐴 =37193812

𝑄𝑄𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐴𝐴 = 97,56 %

Berdasarkan nilai dari Availability,

Performance, dan Quality maka overall nilai

OEE dari perusahaan adalah : 𝑂𝑂𝐴𝐴𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂 = 𝐴𝐴𝐴𝐴𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐴𝐴𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐴𝐴

∗ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑖𝑖𝑃𝑃𝑃𝑃𝑇𝑇𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 ∗ 𝑄𝑄𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐴𝐴 𝑂𝑂𝐴𝐴𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂 = 84,62% ∗ 77,01% ∗ 97,56% 𝑂𝑂𝐴𝐴𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂 = 63,57%

3.5 Identifikasi Waste Paling Berpengaruh Identifikasi waste paling berpengaruh dilakukan dengan cara menyebarkan kuisioner. metode yang digunakan adalah metode BORDA yaitu dengan memberikan peringkat untuk masing-masing jenis waste serta mengalikannya dengan bobot yang telah sesuai yaitu peringkat 1 mempunyai bobot tertinggi yaitu (n – 1) demikian seterusnya dimana

waste yang mempunyai nilai tertinggi adalah waste yang paling berpengaruh terhadap

efisiensi. Penyebaran kuisioner diberikan kepada beberapa orang yang berhubungan langsung dengan proses produksi dengan asumsi penyebaran dilakukan karena orang orang tersebut mengetahui dengan pasti waste yang paling sering muncul. Berikut ini merupakan hasil dari pengolahan kuisioner mengenai waste yang paling sering terjadi.

(5)

5 Gambar 5. Diagram pareto untuk waste yang paling

sering terjadi

Berdasarkan hasil pengolahan kuisioner diperoleh waste yang paling sering terjadi dan berpengaruh terhadap efisiensi yaitu waiting,

defect, dan excessive motion.

3.6 Identifikasi Akar Penyebab Waste Berpengaruh

Identifikasi akar penyebab waste berpengaruh bertujuan untuk mengetahui akar penyebab dari waste. Alat yang digunakan adalah Root Causes Analysis dengan penerapan 5 whys dimana akar permasalahan yang menyebabkan terjadi waste biasa terdapat pada why terakhir.

Tabel 3. Akar penyebab dari waiting

Tabel 4. Akar penyebab dari defect

Tabel 5. Akar penyebab dari excessive motion

3.7 Identifikasi Moda Kegagalan Dan Efeknya Dengan FMEA

Dengan menggunakan pendekatan FMEA maka dapat ditetapkan nilai dari severity,

occurance, dan detection yang digunakan

untuk mencari nilai RPN dimana RPN tertinggi ini nantinya digunakan untuk menentukan alternatif kebijakan perbaikan untuk meningkatkan efisiensi pada UD. Kembang Jaya.

Tabel 6. Penetapan severity untuk tiap waste

Tabel 7. Penetapan occurance untuk waiting

Tabel 8. Penetapan occurance untuk defect

(6)

6 Tabel 10. Penetapan detection untuk tiap waste

Berikut ini merupakan nilai RPN dari masing-masing waste dimana RPN tertinggi diberi lingkaran berwarna merah.

Tabel 11. Nilai RPN masing-masing waste

4. Analisa Dan Penentuan Kebijakan Perbaikan

4.1 Analisa Terhadap Nilai OEE Perusahaan Tabel 12. Perbandingan nilai faktor OEE

Menurut Hansen dalam Susetyo (2009) nilai yang diperoleh dari perhitungan dalam OEE dapat dikategorikan menjadi:

1. Nilai OEE < 65 %

Bila nilai dari OEE kurang dari 65 % maka dapat dikatakan performa dari perusahaan sangat buruk sehingga perlu dilakukan perbaikan secara keseluruhan.

2. 65 % < nilai OEE < 75 %

Bila nilai OEE berada di antara 65 % dan 75 % maka dapat dikatakan performa dari perusahaan cukup baik namun masih perlu adanya peningkatan untuk tiap kuartalnya.

3. 75 % < nilai OEE < 85 %

Bila nilai OEE berada di antara 75 % dan 85 % maka dapat dikatakan performa dari perusahaan sangat baik, dan diharapkan ditingkatkan menjadi world class level.

4. Nilai OEE > 85 %

Bila nilai OEE berada diatas 85 % maka dapat dikatakan bahwa performa dari perusahaan sudah setara dengan level kelas dunia.

Sehingga nilai dari perusahaan kurang dari 65% yang memiliki arti bahwa performa dari perusahaan sangat buruk sehingga dibutuhkan perbaikan secara keseluruhan.

• Availability

Buruknya nilai dari availability dikarenakan seringnya terjadi downtime pada saat jam kerja perusahaan atau proses produksi berlangsung. Downtime ini terdiri dari penggantian pisau pemotong pada mesin giling dan set up mesin. Penggantian dari pisau pemotong sebenarnya tidak membutuhkan waktu yang lama, namun karena perusahaan tidak pernah menyediakan spare part sehingga memakan waktu dalam melakukan pesanannya. Mesin yang diganti pisau pemotongnya harus menunggu dan berhenti beroperasi sampai datang pisau penggantinya. • Performance

Buruknya nilai dari performance dikarenakan hasil output produk tidak sesuai dengan kecepatan kerja dari mesin yang digunakan. Beberapa hal yang menyebabkan ketidaksesuaian ini adalah adanya bottleneck pada salah satu proses produksi yaitu pada proses pengupasan yang mengakibatkan proses produksi yang lain menganggur. Selain itu adanya penurunan kecepatan dari mesin yang digunakan juga mempengaruhi performansi dari mesin tersebut.

(7)

7 • Quality

Buruknya nilai dari quality dikarenakan banyaknya barang yang rusak maupun diproses ulang pada saat produksi berlangsung. Berdasarkan pengamatan pada proses produksi, cacat pada produk kebanyakan terjadi pada proses pembungkusan dan pengepakan dimana sering terjadi kardus penyok, isian dari produk tidak standard, dan kardus tidak tersegel dengan sempurna (selotype terlepas).

4.2 Analisa terhadap nilai RPN tertinggi Berdasarkan hasil dari perhitungan nilai RPN masing-masing waste, diperoleh nilai RPN tertinggi sebagai berikut.

Tabel 13. Waste dengan RPN tertinggi

Untuk waste kategori waiting dengan sub

waste gudang dua menunggu bahan baku dari

gudang satu dikarenakan pada gudang produksi dua tidak memiliki lahan untuk proses pengupasan bahan baku sehingga dapat mengakibatkan gudang dua tidak dapat melakukan proses produksi yang mengindikasikan inefisiensi pada waktu, tenaga kerja, biaya, dan fasilitas. inefisiensi waktu terjadi karena waktu yang seharusnya digunakan untuk melakukan proses produksi menjadi terbuang untuk menunggu datangnya bahan baku. Inefiensi tenaga kerja dan fasilitas terjadi karena tidak adanya bahan yang diproses sehingga pekerja dan mesin menganggur. Inefisiensi biaya terjadi karena pembelian bahan bakar untuk kendaraan pengangkut yang seharusnya tidak dikeluarkan.

Waste kategori waiting dengan sub waste

bagian packaging menunggu bahan isian

produk dikarenakan lama dalam proses pengupasan sehingga mengakibatkan tenaga kerja dan mesin menganggur yang mengindikasikan inefisiensi pada waktu, tenaga kerja, dan fasilitas. inefisiensi pada waktu terjadi karena waktu yang seharusnya digunakan untuk proses produksi menjadi terbuang untuk menunggu. Inefisiensi tenaga kerja terjadi karena tenaga para pekerja yang seharusnya digunakan untuk menjalankan proses produksi menjadi tidak terpakai karena diam menunggu (idle). Inefisiensi fasilitas terjadi karena kapasitas dari fasilitas yang menurun sewaktu fasilitas tidak digunakan (idle).

Salah satu perbaikan yang dapat dilakukan untuk sub waste pertama adalah dengan mendirikan tempat untuk menampung bahan baku dan proses pengupasan sehingga gudang dua tidak bergantung pada pasokan gudang satu. Perbaikan lainnya adalah mengganti kendaraan pengangkut dengan kendaraan yang memiliki kapasitas angkut lebih banyak untuk mengurangi frekuensi pengiriman. Perbaikan yang dapat dilakukan untuk sub waste kedua adalah penambahan tenaga kerja karena perusahaan merasa jumlah dari tenaga kerja untuk proses pengupasan kurang yang dapat menghambat proses produksi yang lain.

Untuk waste kategori defect dengan sub

waste kardus penyok dikarenakan tidak adanya

alat bantu untuk membawa kardus sehingga dapat mengakibatkan rework pada produk yang mengindikasikan inefisiensi pada waktu, tenaga kerja, bahan baku, dan fasilitas. Inefisiensi pada waktu terjadi karena kardus yang penyok harus diproses ulang sehingga waktu terbuang untuk melakukan proses ulang ini. Inefisiensi pada tenaga kerja terjadi karena kardus yang penyok harus dibongkar dan diproses ulang sehingga membuang tenaga untuk mengerjakan proses ulang tersebut. inefisiensi pada bahan baku terjadi karena kardus yang yang penyok tidak dapat dipakai dan harus dibuang sehingga mengakibatkan pemborosan bahan baku. Inefisiensi pada fasilitas terjadi karena fasilitas yang seharusnya memproses produk baru harus mengerjakan ulang produk yang rusak sehingga mengurangi kapasitas dari fasilitas tersebut. Perbaikan yang dapat dilakukan adalah pengadaan alat bantu semisal kereta

(8)

8 dorong untuk membawa kardus menuju

gudang penyimpanan.

Waste kategori defect dengan sub waste

berat tidak standard dapat mengakibatkan rework pada produk yang mengindikasikan inefisiensi pada waktu, tenaga kerja, bahan baku, dan fasilitas. inefisiensi pada waktu terjadi karena produk dengan berat tidak standard ini harus dibongkar dan diproses ulang sehingga membuang waktu untuk melakukan reproses ini. Inefisiensi pada tenaga kerja terjadi karena pekerja membuang tenaga untuk melakukan proses ulang ini. inefisiensi pada bahan baku terjadi karena plastik pembungkus untuk produk dengan berat yang tidak standard harus dirusak sehingga plastik tidak dapat dipakai lagi. Inefisiensi pada fasilitas terjadi karena fasilitas yang seharusnya memproses produk lain harus melakukan proses ulang sehingga dapat mengurangi kapasitas fasilitas tersebut.

Perbaikan yang dapat dilakukan untuk sub

waste pertama adalah pengadaan alat bantu

untuk membawa kardus menuju gudang penyimpanan sehingga meringankan pekerja dan mengurangi resiko kardus terjatuh dan penyok. Perbaikan untuk sub waste kedua adalah pengadaan pelatihan untuk pekerja bagian mesin sealing agar mengerti kerja dari mesin dan cara menanggulangi permasalahannya.

Untuk waste kategori excessive motion dengan sub waste menyiram dan menyikat lantai disekitar tempat penggorengan dikarenakan tidak adanya alat bantu untuk menuang minyak goreng sehingga dapat mengakibatkan inefisiensi pada waktu dan tenaga kerja. Inefisiensi pada waktu dan tenaga kerja dikarenakan pekerja membuang waktu dan tenaganya untuk menyiram dan menyikat lantai agar lantai tidak licin yang seharusnya waktu dan tenaganya digunakan untuk menggoreng bahan baku. Perbaikan yang dapat dilakukan adalah pengadaan alat bantu semisal selang minyak untuk mempermudah penuangan minyak tanpa khawatir tumpah. Perbaikan lainnya adalah dengan membangun sistem saluran seperti kran air sehingga pekerja tidak perlu menuang minyak goreng.

4.3 Penyusunan Alternatif Kebijakan Perbaikan

Alternatif kebijakan perbaikan dimunculkan berdasarkan permasalahan yang ada.

Berdasarkan analisa terhadap FMEA diperoleh penyeban waste dengan nilai RPN tertinggi. • Lahan yang akan digunakan untuk proses

pengupasan pada gudang dua tidak ada. • Lama pada proses pengupasan.

• Tidak ada alat bantu membawa kardus. • Kelalaian pekerja bagian mesin sealing dan

bagian memasukkan bahan isian.

• Tidak ada alat bantu menuang minyak goreng.

Berikut ini adalah alternatif kebijakan perbaikan yang dimunculkan.

Tabel 14. Alternatif kebijakan perbaikan

Kombinasi dari kelima alternatif tersebut sebanyak 30 kombinasi alternatif dimana alternatif tersebut dinilai dengan kriteria penilaian sebagai berikut.

• Ketepatan pemakaian sumber daya. • Penggunaan biaya setup, perawatan,

dan biaya energi. • Ketersediaan di pasar.

Berikut ini merupakan pembobotan kriteria penilaian dengan menggunakan software

expert choice.

Gambar 6. Pembobotan kriteria penilaian 4.4 Hubungan Alternatif Kebijakan Dengan

5S Perusahaan

Tabel 15. Hubungan alternatif kebijakan perbaikan dengan 5S perusahaan

(9)

9 Tabel 16. Kombinasi alternatif kebijakan perbaikan

dengan nilai performansi, biaya, dan value.

4.5 Kebijakan Perbaikan Berdasarkan Performansi

Nilai performansi tertinggi pertama adalah pada alternatif 18 dengan nilai performansi sebesar 4,81. Alternatif 18 merupakan alternatif kebijakan perbaikan dengan pengadaan pickup 1500 flat deck, menambah jumlah pekerja bagian pengupasan, dan pengadaan sistem tandon. Nilai performansi tertinggi kedua adalah pada alternatif 23 dan 25 dengan nilai performansi yang sama yaitu 4,56. Untuk alternatif 23, kebijakan perbaikan yang dapat diterapkan adalah dengan menambah jumlah pekerja bagian pengupasan, pengadaan folding paltform truck, dan

pengadaan sistem tandon. Untuk alternatif 25, kebijakan perbaikan yang dapat diterapkan adalah pengadaan folding paltform truck, pengadaan pelatihan permesinan, dan pengadaan sistem tandon. Nilai performansi tertinggi ketiga adalah pada alternatif 9 dengan nilai performansi 4,215. Alternatif 9 merupakan alternatif kebijakan perbaikan dengan pengadaan pickup 1500 flat deck dan pengadaan sistem tandon minyak.

4.6 Kebijakan Perbaikan Berdasarkan Biaya

Biaya penerapan terendah pertama adalah pada alternatif 3 dengan biaya sebesar Rp 19.833.660,00. Alternatif 3 merupakan alternatif kebijakan perbaikan dengan pengadaan folding paltform truck. Biaya terendah kedua adalah pada alternatif 5 dengan biaya sebesar Rp 19.904.150,00. Alternatif 5 merupakan alternatif kebijakan perbaikan

dengan pengadaan sistem tandon. Biaya terendah ketiga adalah pada alternatif 14 dengan biaya sebesar Rp 19.917.110,00. Alternatif 14 merupakan kebijakan perbaikan dengan pengadaan folding paltform truck dan pengadaan sistem tandon minyak.

4.7 Kebijakan Perbaikan Berdasarkan

Value

Value tertinggi pertama adalah pada

alternatif 25 dengan value sebesar 1,549. Alternatif 25 merupakan alternatif kebijakan perbaikan dengan pengadaan folding paltform

truck, pengadaan pelatihan permesinan, dan

pengadaan sistem tandon. Value tertinggi kedua adalah pada alternatif 5 dengan value sebesar 1, 426. Alternatif 5 merupakan alternatif kebijakan perbaikan dengan pengadaan sistem tandon. Value tertinggi ketiga adalah pada alternatif 9 dengan value sebesar 1, 384. Alternatif 9 merupakan alternatif kebijakan perbaikan dengan pengadaan pickup 1500 flat deck dan pengadaan sistem tandon minyak.

4.8 Kebijakan Perbaikan Terpilih

Berdasarkan konsep value based

management, maka alternatif kebijakan

perbaikan yang dipilih adalah berdasarkan nilai

value tertinggi. Nilai value tertinggi adalah

sebesar 1,547 yang terdapat pada alternatif 25 yang mana alternatif 25 ini merupakan alternatif kebijakan perbaikan dengan menerapkan pengadaan folding paltform truck, pengadaan pelatihan permesinan, dan pengadaan sistem tandon minyak. Biaya untuk penerapan alternatif 25 ini adalah sebesar Rp 20.092.110,00. Berikut ini adalah wujud dari alternatif perbaikan yang diusulkan.

Gambar 7. Folding platform truck

Kebutuhan akan folding platform truck untuk membantu pekerja dalam membawa kardus produk dari pengepakan menuju gudang barang jadi diperkirakan sebanyak dua

(10)

10 buah dengan harga satuannya sebesar 35,99 $.

Dengan asumsi satu dollar sama dengan Rp 9.000,00 dan umur pemakaian selama lima tahun dengan pertahunnya sama dengan sepuluh bulan kerja, maka dengan menggunakan teknik depresiasi metode garis lurus (straight line) diperoleh biaya perbulannya sebesar Rp 12.960,00. Untuk pelatihan permesinan diadakan tiap dua minggu sekali dengan mendatangkan pelajar SMK yang mengetahui seluk beluk tentang permesinan dengan biaya sebesar Rp 100.000,00 sehingga dalam sebulannya UD. Kembang Jaya mengeluarkan Rp 200.000,00 untuk biaya pelatihan.

Gambar 8. Pelatihan permesinan

Untuk pengadaan sistem tandon, total biaya dari material dan pembuatannya adalah sebesar Rp 8.345.000,00 dengan rincian biaya sebagai berikut :

1. Tandon air stainless steel dengan ukuran 3.000 Liter merek Excel dengan harga Rp 7.000.000,00.

Gambar 9. Tandon air stainless steel 3.000 Liter merk Excel

2. Pipa PVC sepanjang 20 meter dengan harga persepuluh meter sebesar Rp 60.000,00 sehingga total pembelian pipa adalah Rp 120.000,00.

Gambar 10. Pipa PVC

3. Kran sebanyak lima buah karena disesuaikan dengan jumlah wajan penggorengan dengan harga perbuah sebesar Rp 45.000,00 sehingga total pembelian kran adalah Rp 225.000,00.

Gambar 11. Kran air bahan plastik

4. Asumsi biaya pembuatan sistem sebesar Rp 1.000.000,00.

Dengan umur pemakaian selama sepuluh tahun dengan pertahunnya sama dengan sepuluh bulan kerja, maka dengan menggunakan teknik depresiasi metode garis lurus (straight line) diperoleh biaya perbulannya sebesar Rp 83.450,00. Gambar rancangan sistem tandon dapat dilihat pada lampiran.

Kelebihan dan kekurangan dari diterapkannya alternatif 25 ini adalah sebagai berikut.

1.1.1 Kelebihan Penerapan Alternatif Dengan menerapkan alternatif 25 maka perusahaan menerapkan pengadaan folding

paltform truck, pengadaan pelatihan

permesinan, dan pengadaan sistem tandon. Kelebihan dari diterapkannya alternatif ini adalah:

1. Membantu dan meringankan pekerja dalam membawa kardus baik sewaktu meletakkan dari gudang produksi menuju gudang barang jadi maupun dari gudang barang jadi menuju mobil pengangkut.

2. Membantu pekerja dalam memahami kerja mesin sehingga dapat mengantisipasi bila ada tanda-tanda error pada mesin sehingga dapat mengurangi defect yang terjadi. 3. Membantu dan meringankan pekerja bagian

(11)

11 goreng ke wajan penggorengan tanpa

khawatir tumpah dan berceceran.

1.1.2 Kekurangan Penerapan Alternatif Selain memiliki kelebihan, penerapan alternatif 25 ini juga memiliki kekurangan. Kekurangan tersebut antara lain:

1. Sistem saluran minyak dapat tersumbat oleh kotoran yang terdapat pada minyak kualitas rendah sehingga minyak tidak dapat keluar, namun hal ini dapat disiasati dengan penggunaan filter pada saluran minyak. 2. Pekerja yang kebanyakan adalah orang desa

yang tidak berpendidikan akan sangat sulit untuk menerrima pelatihan yang diadakan dan akan sangat mudah untuk melupakan pelatihan yang didapat.

Dibandingkan dengan kondisi awal perusahaan yang memiliki performansi sebesar 2,905 dan

value sebesar 1 maka penerapan perbaikan ini

dapat meningkatkan performansi perusahaan sebesar 56 % atau menjadi 4,56 dengan peningkatan value sebesar 57 % atau menjadi 1,547.

5. Kesimpulan Penelitian

Kesimpulan yang dapat diambil sesuai dengan tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Non Value Adding Activity yang terdapat pada UD. Kembang Jaya adalah sebanyak 34%.

2. Nilai OEE yang dimiliki UD. Kembang Jaya adalah sebesar 0,6357 atau 63,57% dengan rincian nilai availability sebesar 84,62%, nilai performance sebesar 77,01%, dan nilai quality sebesar 97,56%.

3. Waste yang paling berpengaruh terhadap efisiensi UD. Kembang Jaya adalah waste kategori waiting, defect, dan excessive

motion.

4. Penyebab terjadinya waste yang paling berpengaruh terhadap efisiensi UD. Kembang Jaya adalah :

a) Untuk waste kategori waiting,

penyebab utamanya adalah tidak adanya lahan untuk proses pengupasan pada gudang dua dan lama dalam proses pengupasan.

b) Untuk waste kategori defect, penyebab utamanya adalah tidak adanya alat bantu dalam membawa kardus dan kelalaian dari pekerja.

c) Untuk waste kategori excessive motion, penyebab utamanya adalah

tidak adanya alat bantu dalam menuang minyak goreng.

5. Alternatif kebijakan perbaikan untuk meningkatkan efisiensi yang dapat dipilih oleh UD. Kembang Jaya adalah sebanyak tiga puluh alternatif kebijakan mulai dari tidak menerapkan alternatif perbaikan sampai dengan menerapkan semua alternatif perbaikan yang ada.

6. Berdasarkan hubungannya dengan 5S perusahaan maka alternatif:

a) Pengadaan fasilitas untuk gudang dua berhubungan dengan Sort dan Set In

Order.

b) Pengadaan alat bantu untuk membawa kardus berhubungan dengan Sort dan Set

In Order.

c) Pengadaan pelatihan untuk pekerja bagian mesin berhubungan dengan

Standardize dan Sustain.

d) Pengadaan alat bantu untuk menuang minyak berhubungan dengan Sort, Set In

Order, dan Shine.

7. Kriteria penilaian untuk menilai performansi adalah sebanyak tiga kriteria yaitu ketepatan pemakaian sumber daya; biaya setup, perawatan, dan energi; dan ketersediaan di pasar dengan bobot masing-masing kriteria sebesar 65,5%; 25%, dan 9,5%.

8. Berdasarkan nilai performansi yang tertinggi maka alternatif yang dipilih adalah alternatif 18, alternatif 23 dan 25, dan alternatif 9 dengan nilai performansi masing-masing alternatif sebesar 4,81; 4,56; dan 4,215.

9. Berdasarkan biaya terendah maka alternatif yang dipilih adalah alternatif 3, alternatif 5, dan alternatif 14 dengan biaya masing-masing alternatif sebesar Rp 19.833.660,00; Rp 19.904.150,00; Rp 19.917.110,00. 10. Berdasarkan value tertinggi maka alternatif

yang dipilih adalah alternatif 25, alternatif 5, dan alternatif 9 dengan value masing-masing alternatif sebesar 1,457; 1,424; dan 1,38.

11. Kebijakan perbaikan yang sesuai dengan kondisi UD. Kembang Jaya adalah dengan mengadakan folding platform truck untuk membantu pekerja dalam membawa kardus dari proses pengepakan menuju gudang barang jadi, mengadakan pelatihan

(12)

12 mengenai permesinan untuk pekerja bagian

mesin, dan membuat sistem tandon minyak untuk membantu pekerja dalam menuang minyak goreng ke wajan penggorengan dan mengurangi tumpahnya minyak saat dituang dengan peningkatan performansi perusahaan sebesar 57% dan peningkatan

value sebesar 56%.

6. Referensi

Almeanazel, Taisir R, Osama. 2010. Total

Productive Maintenance Review and Overall Equipment Effectiveness Measurement. Jordan journal of mechanical and industrial engineering, vol. 4, no. 4,

page 517-522.

Gaspersz, Vincent. 2007. Lean Six Sigma For

Manufacturing and Service Industries.

Jakarta: Penerbit Pt. Gramedia Pustaka Utama.

Jucan, George. 2005. Root Cause Analysis for

IT Incidents Investigation.

Hines, Peter. Taylor, David. 2000. Going Lean.

Proceeding of Lean Enterprise Research Centre. Cardiff Business School, UK.

Saaty, Thomas L. (1993). Decision Making for

Leader: The Analytical Hierarchy Process for Decision in Complex World. Prentice

Hall Coy. Lad, Pinsburgh.

Susetyo, Joko. 2009. Analisis Pengendalian Kualitas Dan Efektivitas Dengan Integrasi Konsep Failure Mode & Effect Analysis

Dan Fault Tree Analysis Serta Overall Equipment Effectiveness. Jurnal Teknologi Technoscientia, Vol. 2 No. 1. 70-77.

Gambar

Gambar 1. Pie chart rata-rata jumlah produksi periode  Juli-September 2011
Tabel 1. Template OEE calculation
Tabel 10. Penetapan detection untuk tiap waste
Tabel 13. Waste dengan RPN tertinggi
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) Kesiapan guru dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013. 2) Kesiapan sarpras dalam implementasi kurikulum 2013. Penelitian

Karena asuransi adalah termasuk dalam perjanjian maka berlaku juga sanksi atau hukuman bagi yang melanggar dengan berdasarkan ketentuan pada Pasal 1 Kitab

Sunah adalah sebuah konsep perilaku maka sesuatu yang secara aktual dipraktikkan masyarakat untuk waktu yang cukup lama tidak hanya dipandang sebagai praktik aktual tetapi

Di sisi lain, budaya organisasi memiliki dampak yang kuat pada perilaku karyawan yang diikuti dengan efektifitas organisasi dan akan memudahkan pimpinan dalam

Pengurasan lumpur yang tidak aktif dapat dilakukan dengan memompa ke atas melalui shaft pengurasan (pada anaerobic filter) dan melalui manhole (pada sedimentation tanks

7.1.4 Bagi tim yang meminta retry pada saat posisi robot di ZONA B, retry dilakukan dari ZONA B nilai bonus yang telah diperoleh pada ZONA B hilang.. 7.1.5 Bagi tim

Dalam praktek kerja kelompok harus kita bdakan dengan kerja tim karena kerja kelompok adalah kumpulan beberapa individu yang berkumpul berdasarkan

Berdasarkan uraian tersebut, sangat menarik mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi IHSG, yaitu kurs rupiah, laju inflasi dan indeks saham Dow Jones. Pokok masalah