• Tidak ada hasil yang ditemukan

Vol. 7, Tahun 2013 ISSN: KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN JUAL BELI MELALUI E- COMMERCE KAITANNYA DENGAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Vol. 7, Tahun 2013 ISSN: KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN JUAL BELI MELALUI E- COMMERCE KAITANNYA DENGAN PERLINDUNGAN KONSUMEN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN JUAL BELI MELALUI

E- COMMERCE KAITANNYA DENGAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

Sukarno

Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta Kumbo_karno@yahoo.com

Keywords : Purchase Agreement, Consumer Protection

Pendahuluan

Sebagai suatu perdagangan yang berbasis teknologi canggih, e-commerce telah mereformasi perdagangan konvensional di mana interaksi antara konsumen dan pelaku usaha yang sebelumnya dilakukan secara langsung menjadi interaksi yang tidak langsung. Perdagangan dewasa ini sangat pesat kemajuannya. Perkembangan tersebut tidak hanya pada apa yang diperdagangkan tetapi juga pada tata cara dari perdagangan itu sendiri. Pada awalnya perdagangan dilakukan secara barter atau pertukaran antara dua belah pihak yang langsung bertemu dan bertatap muka yang kemudian melakukan suatu kesepakatan mengenai apa yang akan dipertukarkan tanpa ada suatu perjanjian. Setelah ditemukannya alat pembayaran maka lambat laun barter berubah menjadi kegiatan jual beli sehingga menimbulkan perkembangan tata cara perdagangan. Tata cara perdagangan

Abstract

This study is Aimed at knowing the provisions of the purchase agreement the terms validity of the e-commerce online stores butikjogja.com in terms of Article 1320 of the Civil Code. Identify and assess the dispute resolution taken by businesses in the event of default in e-commerce transactions on butikjogja.com.

In this study as for the research instrument used was a documentary study of various models of standard agreements made by the developers of the housing where the model of the company's standard contract differs from the model standard contract to another company.

The results show that article 1320 of the Civil Code states that the validity of a treaty requirement that the agreement of the parties, the capacity to make an agreement, a certain thing, and a cause that is kosher. In terms of Article 1320 of the Civil Code in practice on e-commerce systems in the online store butikjogja.com. These conditions can be met in full, particularly in terms of skill requirements. The absence of complete information about the skills that govern a person who is entitled to hold a purchase agreement in e -commerce sites butikjogja.com indirectly indicate that someone proficiency requirement in e-commerce on butikjogja.com unregulated. Dispute resolution adopted in e-commerce transactions in the event of default butikjogja.com if legal action can be taken repressive with litigation and non-litigation pathway (formal and informal) under the provisions of the legislation

(2)

kemudian berkembang dengan adanya suatu perjanjian diantara kedua belah pihak yang sepakat mengadakan suatu perjanjian perdagangan yang di dalam perjanjian tersebut mengatur mengenai apa hak dan kewajiban diantara kedua belah pihak. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, maka perdagangan yang pada awalnya dilakukan secara bertemu langsung dan bertatap muka antar para pihaknya juga mengalami perubahan.

Perkembangan teknologi tersebut diantaranya adalah dengan ditemukannya

internet yaitu teknologi yang memungkinkan kita melakukan pertukaran

informasi dengan siapapun dan di manapun orang tersebut berada tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Internet merupakan hubungan antarberbagai jenis komputer dan jaringan di dunia yang berbeda sistem operasi maupun aplikasinya, di mana hubungan jaringan sistem operasi dan aplikasi tersebut memanfaatkan kemajuan media komunikasi (telepon dan satelit) yang menggunakan protocol standar dalam berkomunikasi, yaitu protokol TCP (Transmission Control Protocol) / IP (Internet

Protocol).61

Perkembangan dan kemajuan internet telah mendorong kemajuan di bidang teknologi informasi. Penggunaan internet yang semakin luas dalam kegiatan bisnis, industri dan rumah tangga telah mengubah pandangan manusia. Di mana kegiatan- kegiatan di atas pada awalnya dimonopoli oleh kegiatan fisik kini bergeser menjadi kegiatan di dunia maya. Dengan semakin populernya internet, maka transaksi jual beli barang pun yang pada awalnya bersifat konvensional perlahan-lahan beralih menjadi transaksi jual beli barang secara elektronik yang menggunakan media internet. Transaksi perdagangan dengan memanfaatkan sarana internet tersebut telah mengubah dunia bisnis dari pola perdagangan tradisional menjadi sistem perdagangan yang lebih modern, yaitu sistem perdagangan secara virtual dan dikenal dengan istilah Electronic Commerce atau transaksi dagang elektronik. Pada perkembangannya Electronic Commerce lahir selain disebabkan oleh adanya perkembangan teknologi informasi, juga karena tuntutan masyarakat terhadap pelayanan yang serba cepat, mudah, praktis, dan menghendaki kualitas yang lebih baik.

Electronic Commerce atau yang disingkat dengan E-Commerce adalah

kegiatan-kegiatan bisnis yang menyangkut konsumen (consumer), manufaktur (manufactures), services provider dan pedagang perantara (intermediateries) dengan menggunakan jaringan-jaringan komputer (computer network) yaitu internet. Jaringan komputer yang di namakan internet inilah yang dikreasikan oleh para usahawan/pelaku usaha dan provider dari internet untuk memanfaatkan lahan ini menjadi ajang komersialisasi, yakni masing-masing provider internet akan menyikapi usaha yang dijalankannya dengan sangat kreatif yakni berbelanja atau melakukan transaksi di dunia maya yang dikenal dengan berbelanja di internet. Berbelanja di dunia internet inilah yang dikenal dengan istilah

E-Commerce. 62

61

Sutarman , Pengantar Teknologi Informasi, Jakarta, Bumi Aksara, 2009, hal. 32. 62

Abdul Halim dan Teguh Prasetyo, Bisnis E- Commerce ; Sistem Keamanan dan Hukum di

(3)

Istilah E-Commerce yang di definisikan oleh Juliang Ding adalah sebagai berikut : 63

-Commerce as it is also known,is a commercial transaction between avendor and purchaser or parties in similar contractural relationship for the supply of goods, services or entered into electronic medium (or digital medium) where the physical presence of parties is not required, and medium exist in a public network or system as opposed to privat network (closed system). The public network system must considered on open system (e.g the internet or world wide web). The transaction councluded regardless of

Dalam pengertian ini yang dimaksud E-Commerce merupakan suatu transaksi komersial yang dilakukan antara penjual dan pembeli atau dengan pihak lain dalam hubungan perjanjian yang sama untuk mengirimkan sejumlah barang, pelayanan, atau peralihan hak. Transaksi komersial ini terdapat didalam media elektronik (media digital) yang secara fisik tidak memerlukan pertemuan para pihak dan keberadaan media ini dalam public network atas sistem yang berlawanan dengan private network (sistem tertutup). Dan sistem the public

network ini harus mempertimbangkan sistem terbuka.

Menurut ECEG- Australia (Electronic Commerce Expert Group) e-commerce adalah :

Electronic Commerce is a broad concept that covers any commercial transaction that is effected via electronic means and would include such means as facsimile,telex, EDI, internet and the telephone.

(http://www.law.gov.au/aghome/advisory/eceg/single.htm).

Berdasarkan pengertian yang diberikan ECEG-Australian, maka pengertian

e-commerce meliputi transaksi perdagangan melalui media elektronik. Dalam arti

kata tidak hanya media internet yang dimaksudkan , tetapi juga melingkupi semua transaksi perdagangan melalui media elektronik lainnya, seperti ; facsimile, telex, EDI, dan telepon.

Dalam kamus -Commerce didefinisikan

:

E-Commerce; The practice of buying and selling goods and services thourgh online consumer services on the internet. The e, a shortened form electronic, has become a popular prefix for other terms associated with electronic transaction. (Bryan A Garner,1999: 530).

Pengertian e-commerce yang dimaksud adalah pembelian dan penjualan barang dan jasa konsumen online di internet. Model transaksi seperti ini dikenal dengan istilah electronic transaction (transaksi elektronik).

Sedangkan yang dimaksud dengan Transaksi elektronik secara sederhana diuraikan pada Pasal 1 angka 2 Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Transaksi

63

(4)

Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer dan/atau media elektronik lainnya

Sekalipun terdapat berbagai definisi dari e-commerce, tetapi pada dasarnya semua definisi memiliki kesamaan, yaitu:

1. Adanya penawaran melalui Internet;

2. Transaksi antara dua belah pihak; (apabila terjadi kata sepakat) 3. Adanya pertukaran barang, jasa, atau informasi;

4. Internet merupakan media utama dalam proses atau mekanisme transaksi tersebut.

Dengan mengacu pada beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa

electronic commerce merupakan suatu transaksi jual beli antara penjual dan

pembeli dengan menggunakan media internet. Jadi, proses pemesanan barang, pembayaran transaksi sampai dengan pengiriman barang dikomunikasikan melalui Internet (Sistem Elektronik).

Electronic commerce merupakan penemuan baru dalam bentuk perdagangan yang

dinilai lebih dari perdagangan pada umumnya. Prinsip perdagangan dengan sistem pembayaran tradisional yang dikenal adalah perdagangan dimana penjual dan pembeli bertemu sacara fisik atau secara langsung kini berubah menjadi konsep

telemarketing yakni perdagangan jarak jauh dengan menggunakan media internet

dimana suatu perdagangan tidak lagi membutuhkan pertemuan antara para pelaku bisnis.64 Berbelanja atau melakukan transaksi perdagangan melalui internet sangat berbeda dengan berbelanja atau melakukan transaksi perdagangan di dunia nyata. Dengan E-Commerce memungkinkan kita bertransaksi dengan cepat dan biaya yang murah tanpa melalui proses yang berbelit-belit, di mana pihak pembeli (buyer) cukup mengakses internet ke website perusahaan yang mengiklankan produknya di internet, yang kemudian pihak pembeli cukup mempelajari term of

condition (ketentuan-ketentuan yang diisyaratkan) pihak penjual.

E-Commerce telah banyak digunakan khususnya di Indonesia seiring dengan

meningkatnya pengguna internet di Indonesia. Pengguna internet di Indonesia dalam waktu cukup singkat langsung meledak pertumbuhannya. Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), jumlahnya sudah mencapai 45 juta (tahun 2010).65 Sementara Menurut Yongfu, Indonesia berada pada peringkat ke lima pengguna internet di kawasan Asia. Dan Untuk kategori mobile internet Indonesia berada di peringkat ke empat. 66

Saat ini transaksi e-commerce telah menjadi bagian dari perniagaan nasional dan internasional. Contoh untuk membeli makanan, pakaian, membayar zakat, membeli tiket atau memesan obat obatan yang bersifat sangat pribadi, orang cukup melakukannya melalui internet. Hampir semua barang dapat menjadi objek perdagangan melalui internet, hal itu karena internet merupakan media yang paling efektif saat ini. Namun perlu batasan bahwa hanya benda bergerak saja yang dapat diperdagangkan melalui media internet saat ini, karena jual beli benda

64

Abdul Halim dan Teguh Prasetyo,Op.Cit., hal. 2. 65

www.detikinet.com/read/2010/06/09/121652/1374756/398/pengguna -internet-indonesia-capai- 45-juta, bahan diakses tanggal 14 Maret 2013.

66

www.republika.co.id/berita/trendtek/telekomunikasi/10/08/26/132065-indonesia-peringkat-ke-lima-pengguna-internet-di-asia, bahan diakses tanggal 14 Maret 2013.

(5)

tidak bergerak misalnya tanah, harus dengan akta jual beli yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan hal tersebut belum dapat dilakukan saat ini di dalam dunia maya (internet).

Sebelum keluarnya Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Beberapa aspek negatif dari pengembangan ini adalah berkaitan dengan persoalan keamanan dalam bertransaksi dengan menggunakan media e-commerce dan secara yuridis terkait pula dengan jaminan kepastian hukum. Aspek aspek yang di permasalahkan itu antara lain : 67

1. Masalah kerahasaian ( confidentiality) pesan;

2. Masalah bagaimana cara agar pesan yang dikirimkan itu keutuhannya (integrity) sampai ke tangan penerima;

3. Masalah Keabsahan (authenticity) pelaku transaksi; 4. Masalah keaslian pesan agar bisa dijadikan barang bukti. Kegiatan-kegiatan tersebut yang berhubungan dengan e-commerce tadi sebelumnya diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan diantaranya seperti Undang-undang nomor 12 tahun 2002 tentang Hak Cipta, Undang-undang nomor 14 tahun 2001 tentang paten, Undang-undang nomor 15 tahun 2001 tentang Merek, Undang-undang nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi, dan lain-lain.

Dengan munculnya UU ITE memberikan dua hal penting yakni, pertama pengakuan transaksi elektronik dan dokumen elektronik dalam kerangka hukum perikatan dan hukum pembuktian, sehingga kepastian hukum transaksi dapat terjamin, dan yang kedua diklasifikasikannya tindakan-tindakan yang termasuk kualifikasi pelanggaran hukum terkait penyalahgunaan TI (Teknologi Informasi) disertai dengan sanksi pidananya. Dengan adanya pengakuan terhadap transaksi elektronik dan dokumen elektronik maka setidaknya kegiatan e-commerce mempunyai basis legalnya.

Walaupun beberapa permasalahan yang ada sudah dapat diselesaikan dengan munculnya UU ITE ini, namun mengenai masalah Keabsahan (authenticity) pelaku transaksi terutama masalah syarat sahnya transaksi jual beli dengan sistem elektronik, yaitu syarat subjektif dalam perjanjian jual beli dengan sistem

e-commerce masih perlu ditinjau dari hukum perikatan yang berlaku dalam KUH

Perdata. Transaksi Elektronik sebagai fenomena baru tidak dapat terlepas dari hukum positif nasional karena transaksi elektronik juga memiliki aspek hukum perjanjian yang di Indonesia masih mengacu pada ketentuan-ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW).

adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Pada pasal 1457 KUH Perdata memberikan

penger Jual beli adalah suatu perjanjian,

dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan Definisi perjanjian jual beli secara lengkap yaitu perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian yang dibuat antara pihak penjual dan pembeli. Di dalam perjanjian itu

67

(6)

pihak penjual berkewajiban untuk menyerahkan obyek jual beli kepada pembeli dan berhak menerima harga, dan pembeli berkewajiban untuk membayar harga dan berhak menerima obyek tersebut. 68

Dari definisi yang telah dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan mengenai unsur unsur perjanjian jual beli, sebagai berikut :

a. Adanya subyek hukum yaitu penjual dan pembeli.

b. Adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli tentang barang dan harga.

c. Adanya hak dan kewajiban yang timbul antara pihak penjual dan pembeli.69

Sementara syarat sahnya suatu Perjanjian berdasarkan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata yaitu ;

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. 3. Suatu hal tertentu.

4. Suatu sebab yang halal

Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat subjektif, karena kedua syarat tersebut mengenai orang orangnya atau subjek subjek hukum yang melakukan perjanjian. untuk dua syarat yang terakhir dinamakan syarat syarat objektif karena keduanya berkaitan dengan perjanjiannya itu sendiri atau objek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu. Apabila unsur pertama dan kedua (unsur subjektif) tidak terpenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan, namun apabila unsur ketiga dan unsur keempat tidak terpenuhi (unsur objektifnya) maka perjanjian itu batal demi hukum.70 Suatu perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya.

Dalam perjanjian transaksi e-commerce untuk bisa dikatakan sah menurut hukum di Indonesia,71 maka harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian. Yaitu kesepakatan telah tercapai pada saat konsumen

meng-kecakapannya, objek yang ditawarkan tertentu, perjanjian dapat dibaca sehingga dapat di ketahui isi dari perjanjian itu sebagai suatu sebab yang halal.72

Adanya perbedaan bentuk dan tata cara penyampaian pernyataan sepakat oleh para pihak dalam perjanjian konvensional dan e-commerce, dimana perjanjian konvensional dilakukan dengan tatap muka antara para pihak sehingga kedua belah pihak bisa menentukan isi dalam perjanjian tersebut bersama-sama, dan menyatakan sepakat secara langsung, sedangkan dalam e-commerce, perjanjian dilakukan tanpa tatap muka antara para pihak, hanya didasarkan atas kepercayaan satu sama lain, hanya mengklik suatu icon/tombol dan sejenisnya dalam

68

Salim HS, Hukum Kontrak ( Teori & Teknik Penyusunan Kontrak ), Jakarta, Sinar Grafika, 2003, hal. 49

69

Ibid., hal. 49. 70

Abdul Halim dan Teguh Prasetyo,Op.Cit., hal. 86-87. 71

Buku III Tentang Perikatan KUH Perdata. 72

(7)

menyatakan sepakat. Bentuk dan tata cara seluruhnya dilakukan dan dibuat secara elektronik/digital, sehinga tidak ada berkas perjanjian seperti pada transaksi jual beli konvensional. Adanya perbedaan tersebut memerlukan ketentuan pengaturannya.

Dalam transaksi bisnis yang menggunakan e-commerce khususnya jenis Business

to Customer,73 di mana yang melakukan penawaran adalah merchant atau pelaku

usaha sebagai penjual, para merchant atau penjual tersebut memanfaatkan website untuk menjajakan produk dan jasa pelayanan. Para penjual ini menyediakan semacam katalog yang berisikan produk dan pelayanan yang diberikan dan para pembeli seperti berjalan jalan di depan toko toko dan melihat lihat barang barang dalam etalase. Keuntungannya melakukan belanja di toko online adalah kita dapat melihat dan berbelanja kapan saja dan di mana saja tanpa dibatasi oleh jarak lintas suatu daerah, kota bahkan negara dan jam buka serta tutup toko, dan kita juga tidak akan risih dengan penjaga toko yang mengawasi kegiatan kita. Keberadaan e-commerce di Indonesia sendiri dipelopori oleh sebuah toko buku

online yang disebut Sanur. Ide pertama kali munculnya bisnis e-commerce berupa

toko buku online ini, diilhami adanya jenis bisnis e-commerce serupa, yaitu www.amazon.com.74 Pada saat ini telah banyak situs-situs e-commerce yang menyediakan berbagai macam produk barang, mulai dari bunga, barang-barang elektronik, pakaian, tiket, obat-obatan, otomotif dan lain-lain serta menyediakan informasi, dan pelayanan jasa.

Salah satu merchant75 atau pelaku usaha online dalam situs atau website

e-commerce adalah www.butikjogja.com yang menyediakan berbagai macam produk busana batik pada toko onlinenya76(toko pada website). Butikjogja.com berdiri pada Tahun 2008. Butikjogja.com adalah toko busana batik online (butik batik online) yang dikelola dari kota Yogyakarta. Butikjogja.com menyediakan berbagai ragam model busana batik wanita & pria dari blouse batik, dress batik, kemeja batik, hem batik, dan lain sebagainya. 77 Pembeli hanya tinggal memesan produk pada sistem dalam e-commerce tersebut, setelah itu mengisi formulir yang telah disediakan oleh penjual, pembeli hanya mengikuti petunjuk yang diberikan oleh penjual. Bila pengisian formulir telah terpenuhi maka, penjual akan mengirimkan konfirmasi kepada pembeli dalam bentuk e-mail dan meminta informasi konfirmasi pembayaran untuk dikirimkan melalui e-mail atau sms, maka selanjutnya barang akan dikirimkan kepada pihak pembeli sesuai yang telah diperjanjikan.

Tetapi dalam pelaksanaan kegiatan jual beli yang terjadi pada butikjogja.com dengan para pelanggannya, apakah subyek dari perjanjian jual beli yang dilakukan tersebut, telah sesuai dengan syarat subyektif suatu perjanjian. Syarat subyektif

73

Business to Customer (B2C) yaitu perdagangan yang terjadi antara pengusaha dengan konsumen langsung sebagai end-user dari obyek perdagangan. Biasanya bentuk transaksinya adalah jual-beli melalui internet dengan menggunakan web-commerce.

74

Wahana Komputer, Apa dan Bagaimana E-commerce, Penerbit Andi, 2006, hal. 20 75

Merchant atau Pelaku usaha online ; pelaku usaha yang menawarkan produk pada catalog dalam sebuah album foto atau link pada toko online atau Web shop.

76

Toko online atau Web shop : toko pada website (e-commerce) yang dapat dijalankan sementara pelaku bisnis dapat melakukan aktivitas lain.

77

(8)

yang dimaksud adalah kecakapan para pihak. Seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

Jika melihat salah satu syarat sahnya perjanjian dalam pasal 1320 KUH Perdata, yaitu adanya kecakapan maka akan menjadi permasalahan jika pihak dalam jual beli dengan sistem e-commerce adalah anak di bawah umur, hal ini mungkin terjadi karena untuk mencari identitas yang benar melalui media internet tidak mudah. Dalam transaksi bisnis yang menggunakan sistem e-commerce sangat sulit menentukan seseorang yang melakukan transaksi telah dewasa atau tidak berada di bawah pengampuan, jika tidak ada syarat atau ketentuan yang mengatur hal tersebut pada sistem elektronik dalam transaksi e-commerce tersebut, karena proses penawaran dan penerimaan tidak secara langsung, akan tetapi hanya melalui media virtual.Dalam hal ini siapa saja dapat melakukan perjanjian pada

merchant yang menawarkan produk pada catalog dalam sebuah album foto atau link dan tidak terbatas pada orang dewasa yang cakap untuk melakukan suatu

perbuatan hukum tetapi juga bagi orang yang belum masuk ke dalam kategori cakap menurut undang-undang.

Selain masalah kecakapan, kreditur mempunyai hak atas prestasi dan debitur wajib memenuhi pelaksanaan prestasi. Dari hasil Pra Penelitian pada butikjogja.com, transaksi dalam butikjogja.com pun terjadi adanya wanprestasi namun apakah penyelesaian yang ditempuh dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam pelaksanaan kegiatan transaksi jual beli dengan sistem e-commerce akan sangat mungkin terjadi wanprestasi. Karena ia merupakan suatu perjanjian maka ia akan melahirkan juga apa yang disebut sebagai prestasi, yaitu kewajiban suatu pihak untuk melaksanakan hal-hal yang ada dalam suatu perjanjian. Wanprestasi yang dimaksud adalah barang tidak dikirim setelah terjadi deal transaksi dan dilakukan pembayaran atau sebaliknya, dalam hal yang terkait dengan produk yang dipesan tidak sesuai dengan produk yang ditawarkan, kesalahan dalam pembayaran, ketidaktepatan waktu penyerahan barang atau pengiriman barang dan hal-hal lain yang tidak sesuai dengan kesepakatan sebelumnya. Hal seperti itu dapat disebut wanprestasi, lalu bagaimana penyelesaian hukum apabila timbul wanprestasi pada transaksi jual beli dengan sistem e-commerce .

Adapun pengertian yang umum tentang wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau tidak menurut selakyaknya. Kalau begitu seorang debitur disebutkan dan berada dalam keadaan wanprestasi apabila dia dalam melakukan pelaksanaan prestasi perjanjian telah lalai sehingga dari jadwal waktu yang ditentukan atau dalam melaksanakan prestasi

tidak menurut 78

Menurut R. Subekti, bentuk wanprestasi ada empat macam : 79

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan, b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikannya,

c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat,

78

Yahya Harahap, Segi Segi Hukum Perjanjian, Bandung, Alumni, 1986, hal. 181. 79

(9)

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Apabila timbul wanprestasi seperti yang dijelaskan diatas misalnya barang tidak dikirim setelah terjadi deal transaksi atau barang dikirim tidak sesuai yang dijanjikan berarti menyebabkan adanya sengketa diantara para pihak. Dalam penyelesaian sengketa yang terjadi dalam kegiatan jual beli melalui sistem perdagangan transaksi eletronik di tinjau dari Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan mengajukan gugatan perdata atau dengan melalui arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa (Alternative Dispute Resolution atau

ADR) lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang undangan. Diajukannya

gugatan perdata atau dengan melalui arbitrase atau ADR (Alternative Dispute

Resolution) adalah bentuk upaya hukum yang dapat ditempuh para pembeli

apabila penjual dalam hal ini merchant tidak memenuhi prestasi sesuai yang dijanjikannya. Di dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, juga mengatur mengenai pilihan dalam penyelesaian sengketa melalui cara Musyawarah para pihak yang bersengketa, yang lazim disebut dengan istilah Alternative Dispute Resolution atau ADR. Pengertian ADR disini adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara Konsultasi, Negoisasi, Mediasi, Konsiliasi, atau Penilaian Ahli. ADR adalah suatu pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan kesepakatan para pihak dengan mengenyampingkan penyelesaian sengketa litigasi di pengadilan.

Dari uraian yang terdapat dalam latar belakang di atas permasalahan yang dapat diungkap adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah ketentuan syarat sahnya perjanjian jual beli pada sistem

e-commerce di toko online butikjogja.com ditinjau dari Pasal 1320 KUH

Perdata?

2. Bagaimanakah penyelesaian sengketa yang ditempuh pelaku usaha jika terjadi wanprestasi dalam transaksi e-commerce pada butikjogja.com?

Syarat Sahnya Perjanjian Jual Beli pada Sistem E-Commerce di Toko Online butikjogja.com ditinjau dari Pasal 1320 KUH Perdata.

Berbicara mengenai transaksi eletronik maka ketentuan umum yang mengatur transaksi elektronik adalah UU ITE, sementara jika berbicara mengenai transaksi jual beli secara elektronik dengan sistem elektronik commerce (e-commerce), maka tidak terlepas dari ruang lingkup transaksi elektronik untuk lingkup privat, yaitu konsep perjanjian secara mendasar sebagaimana termuat dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang menegaskan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Ketentuan yang mengatur tentang perjanjian terdapat dalam Buku III

KUH Perdata,

Perdagangan melalui internet (e-commerce) pada dasarnya sama dengan perdagangan pada umumnya, dimana suatu perdagangan terjadi ketika ada

(10)

kesepakatan mengenai barang atau jasa yang diperdagangkan serta harga atas barang atau jasa tersebut. Yang membedakan hanya pada media yang digunakan, jika pada perdagangan konvensional para pihak harus bertemu langsung di suatu tempat guna menyepakati mengenai apa yang akan diperdagangkan serta berapa harga atas barang atau jasa tersebut. Sedangkan dalam e-commerce, proses transaksi yang terjadi memerlukan suatu media internet sebagai media utamanya, sehingga proses transaksi perdagangan terjadi tanpa perlu adanya pertemuan langsung antar para pihak. Demikian juga halnya dengan perjanjian atas adanya kesepakatan untuk melakukan transaksi perdagangan. E-commerce sebagai dampak dari perkembangan teknologi memberikan implikasi pada berbagai sektor, implikasi tersebut salah satunya berdampak pada sektor hukum, pengaturan mengenai masalah e-commerce di Indonesia.

Perjanjian dalam e-commerce terjadi antara kedua belah pihak yang mana salah satu pihak berjanji kepada pihak yang lain untuk melakukan sesuatu. Hal ini sesuai dengan Pasal 1313 KUH Perdata. Perjanjian yang terjadi dalam

e-commerce dapat dikenakan buku III KUH Perdata sebagai pengaturannya,

sehingga apa yang menjadi syarat sahnya suatu perjanjian yang termuat dalam KUH Perdata harus diperhatikan agar pengenaan atas aturan perjanjian di Indonesia yang secara umum menggunakan KUH Perdata dapat diterapkan serta perjanjian dalam e-commerce dapat diakui syarat sahnya.

Untuk menilai syarat sahnya suatu perjanjian dalam perjanjian jual beli pada sistem e-commerce di butikjogja.com, penulis harus melihat ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata yang mengatur syarat sahnya perjanjian, yaitu :

a. Sepakat Mereka yang Mengikatkan Dirinya

Terhadap syarat yang pertama ini maka segala perjanjian haruslah merupakan suatu hasil kesepakatan antara kedua belah pihak tidak boleh ada paksaan, kekhilapan, dan penipuan. Kata sepakat di dalam perjanjian pada dasarnya adalah pertemuan antara persesuaian kehendak antara para pihak di dalam perjanjian. Seseorang dikatakan memberikan persetujuannya dan kesepakatannya jika ia memang menghendaki apa yang disepakati. Hal ini sesuai dengan asas konsensualisme dalam suatu perjanjian bahwa suatu perjanjian yang telah dibuat maka telah sah dan mengikat secara penuh bagi para pihak yang membuatnya.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis pada pada sistem e-commerce toko online butikjogja.com, perjanjian yang ada dalam transaksi e-commerce pada butikjogja.com muncul karena adanya kesadaran dan kebutuhan dari para pihak untuk saling mengikatkan diri. Kesepakatan yang terjadi dalam perjanjian jual beli dengan sistem e-commerce pada toko online butikjogja.com terjadi pada saat pembeli menerima penawaran produk yang ditawarkan melalui toko online butikjogja.com pada catalog produk. Pembeli memilih produk kemudian meletakkanya dalam kereta dorong80, yang kemudian membelinya saat selesai belanja jika telah selesai (prosedur belanja dapat dilihat pada gambaran umum toko online butikjogja.com pada Bab ini).

80

Kereta dorong (shopping cart) adalah sebuah software pada sebuah situs web untuk meletakkan produk yang dipilih dan software ini akan melakukan penjumlahan terhadap biaya total produk yang dibeli.

(11)

Setelah selesai memilih produk yang ditawarkan tersebut, kemudian mengisi daftar isian yang terdiri dari isian jasa pengiriman, harga produk yang dihitung dengan pilihan biaya pengiriman serta data pelanggan pada Formulir Pemesanan ( lihat gambar 3 ) kemudian dilanjutkan dengan mengklik icon/tombol pada bagian bawah formulir. Kemudian data tersebut akan masuk ke e-mail pemesan/konsumen dan butikjogja.com atau mengklik pada saat pembeli mengklik icon/tombol sebagai peryataan sepakat pada formulir pemesanan. Pada saat kesepakatan itu terjadi, itulah saat lahirnya perjanjian e-commerce pada butikjogja.com.

Gambar 1. Formulir Pemesanan

(http://www.butikjogja.com/batik/?scckot=ya )

Ketentuan kesepakatan yang terjadi pada sistem e-commerce butikjogja.com tersebut juga telah sesuai dengan Pasal 19 dan 20 UU ITE yang menerangkan bahwa

dalam pasal ini juga mencakup disepakatinya prosedur yang terdapat dalam sistem elektronik yang bersangkutan. Pasal 20 ayat (1) UU ITE berbunyi penawaran transaksi yang dikirim pengirim telah diterima dan disetujui b. Kecakapan untuk Membuat Suatu Perikatan

Perkembangan internet menyebabkan terbentuknya suatu arena baru yang lazim disebut dengan dunia maya (cyberspace), dimana setiap individu mempunya hak dan kemampuan untuk berhubungan dengan individu lain tanpa batasan apapun yang menghalanginya. Sehingga dengan adanya

(12)

kebebasan untuk melakukan hubungan atau melakukan sesuatu maka tidak menutup kemungkinan bahwa setiap individu juga mempunyai kebebasan untuk mengadakan suatu kesepakatan atau perjanjian dengan individu lainnya. Demikian juga dalam e-commerce, setiap orang pun berhak mengadakan suatu perikatan. Untuk membuat suatu perjanjian diperlukan pemenuhan terhadap syarat sahnya suatu perjanjian, salah satu syarat tersebut adalah kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

Pada dasarnya, setiap orang yang telah dewasa atau akilbaliq dan sehat pikirannnya adalah cakap untuk membuat perikatan, dimana hal ini disebutkan membuat perikatan-perikatan, jika oleh undang-undang tidak dinyatakan tak ur untuk menentukan cakap tidaknya suatu orang untuk mengadakan suatu perjanjian menurut Pasal 1330 KUH Perdata yaitu : 1) Orang-orang yang belum dewasa.

2) Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan.

3) Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Syarat seseorang dikatakan belum dewasa menurut Pasal 330 KUH Perdata adalah belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin atau menikah. Akan tetapi setiap orang yang telah dewasa belum tentu

disebutkan bahwa setiap orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak, atau mata gelap harus dibawah pengampuan, begitu juga jika ia kadang-kadang tak cakap menggunakan pikirannya. Selain itu seorang dewasa boleh ditaruh dibawah pengampuan karena keborosannya. Kemudian untuk syarat ketiga berdasarkan perkembangan jaman dan menurut Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 3/1963 tertanggal 4 Agustus 1963 dianggap sudah tidak berlaku dimana wewenang seorang istri untuk melakukan perbuatan hukum dan untuk menghadap di depan pengadilan tanpa izin atau bantuan suaminya yang diatur dalam Pasal 108 dan 110 KUHPerdata sudah tidak berlaku lagi menurut SEMA tersebut.

Sehingga, syarat seseorang cakap untuk mengadakan suatu perjanjian atau perikatan menurut KUHPerdata adalah seseorang yang telah dewasa baik pria maupun wanita yang telah berumur 21 tahun atau telah menikah dan sehat pikirannya serta tidak berada dibawah pengampuan.

Dimana menurut hasil penelitian terhadap situs yang bergerak dalam

e-commerce (toko online) yang telah dilakukan oleh penulis, pada toko online

butikjogja.com tidak ditemukan suatu syarat atau ketentuan bagi customer untuk melakukan transaksi haruslah telah dewasa atau cakap hukum. Syarat ini tidak dapat ditemukan baik pada saat customer mengisi formulir pemesanan (lihat gambar 3), yang berisi mengenai data diri dari customer pada butikjogja.com. Misalnya dimana ada terdapat suatu kolom yang berisi mengenai tanggal lahir dan status dalam keluarga pada formulir pemesanan tersebut, atau adanya suatu box/keterangan yang harus di check/klik ( _ ) yang

(13)

menyatakan bahwa si customer telah berusia 21 tahun dan atau status dalam keluarga adalah sebagai anak, istri atau suami. Sehingga kecakapan customer dapat terlihat pada saat ia melakukan transaksi jual beli.

Hal ini menunjukan bahwa syarat ketentuan untuk dapat melakukan transaksi (hubungan hukum) dengan layanan butikjogja.com tersebut maka seseorang tidaklah harus cakap hukum yaitu seseorang yang telah dewasa baik pria maupun wanita yang telah berumur 21 tahun atau telah menikah dan sehat pikirannya serta tidak berada dibawah pengampuan. Tidak adanya ketentuan persyaratan soal kecakapan seseorang yang berhak mengadakan perjanjian jual beli dalam e-commerce tersebut secara tidak langsung menunjukan bahwa syarat ketentuan kecakapan seseorang dalam e-commerce pada butikjogja.com tidak diatur (belum diatur).

Hal ini tentu saja berbeda dengan apa yang diharapkan atau diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sahnya perjanjian. Sehingga perjanjian dalam e-commerce pada butikjogja.com tetap dapat terjadi atau berlaku bagi para pihak meskipun pemenuhan terhadap syarat ketentuan ini tidak diatur, yaitu dengan adanya kepercayaan dan itikad baik antar para pihak mengenai apa yang dinyatakan dalam proses transaksi. Hal ini menunjukan adanya asas kepercayaan dan itikad baik pada sistem transaksi e-commerce di butikjogja.com.

Melihat penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa syarat kecakapan yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata tidak dapat terpenuhi dalam transaksi

e-commerce pada butikjogja.com, hal ini dikarenakan Pasal 1320 yang mengatur

mengenai syarat sahnya perjanjian mempunyai sifat memaksa sehingga tidak dapat dikesampingkan. Jadi ketika ada perjanjian jual-beli yang dilakukan butikjogja.com dengan konsumennya yang tidak cakap hukum maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan oleh salah satu pihak jika timbul kerugian (verneitigbaar).

c. Suatu Hal Tertentu

Suatu hal tertentu berhubungan dengan objek perjanjian, maksudnya bahwa objek perjanjian itu harus jelas, dapat ditentukan dan diperhitungkan jenis dan jumlahnya, diperkenankan oleh undang-undang serta mungkin untuk dilakukan para pihak. Transaksi dalam e-commerce meskipun berbeda dengan transaksi konvensional yang mengandalkan suatu wujud yang nyata yang bisa disentuh, adanya distribusi fisik dan terdapat tempat transaksi pada dasarnya tidaklah berbeda sangat jauh. Dalam e-commerce juga terjadi hal tersebut tetapi produk yang akan diperjual belikan tidak nampak secara fisik tetapi berupa informasi (Informasi Elektronik), mengenai produk tersebut. Selain itu dalam e-commerce terjadi suatu pendistribusian bahasa atau kode-kode instruksi yang pada akhirnya akan memunculkan suatu informasi atas produk yang akan ditawarakan dan bagaimana cara untuk melakukan transaksi. Sehingga keduanya mempunyai persamaan bahwa untuk syarat sahnya perjanjian atau kontrak yang ditimbulkan dari kegiatan e-commerce haruslah memenuhi syarat adanya suatu hal tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata dan Pasal 9 UU ITE dimana pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronik harus menyediakan informasi

(14)

yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan.

arus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan

yang diperjanjikan harus mempunyai barang beserta jumlah maupun jenisnya sebagi pokok dari perjanjian yang telah dibuat.

Suatu hal tertentu dalam perjanjian adalah obyek prestasi perjanjian. Isi prestasi tersebut harus tertentu atau paling sedikit dapat ditentukan, sehingga berdasar definisi tersebut maka, suatu perjanjian/kontrak e-commerce haruslah menyebutkan mengenai obyek dari perjanjian/kontrak tersebut.

Setelah melakukan penelitian terhadap toko online butikjogja.com diketahui bahwa dalam webstore tersebut menawarkan berbagai macam produk pakaian/busana Batik. Selain menampilkan produk tersebut dalam bentuk gambar, juga ada deskripsi penjelasan terhadap produk yang ditawarkan mengenai informasi, spesifikasi, harga dari produk tersebut dan biaya, cara, dan pengiriman yang digunakan.

Sesuatu hal tertentu dalam hal ini yaitu adanya suatu benda yang dijadikan obyek dalam suatu perjanjian, jika dihubungkan dengan apa yang ada dalam

e-commerce yang menyediakan berbagai macam benda atau produk yang

ditawarkan dan customer bebas memilih terhadap salah satu atau beberapa jenis benda atau produk yang dinginkannya.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa dalam toko online butikjogja.com tersebut ada produk dan jenis-jenis barang yang di tawarkan dan diperjual belikan pada catalog produk toko online butikjogja.com (lihat gambar 1). Selain menampilkan produk tersebut dalam bentuk gambar, juga ada deskripsi penjelasan terhadap produk yang ditawarkan mengenai informasi, spesifikasi, harga dari produk tersebut. Begitupun setelah customer melakukan pemilihan produk, diakhir proses transaksi, merchant akan menampilkan informasi mengenai barang beserta harganya atas apa yang dipilih apakah benar atau tidak. Sehingga apa yang dipilih oleh customer butikjogja.com menjadi obyek dalam perjanjian tersebut.

Berdasarkan uraian diatas maka di dalam jual beli dengan sistem e-commerce tersebut juga ada suatu hal tertentu yang menjadi obyek dalam perjanjian atau kontrak sebagaimana yang disyaratkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata terhadap perjanjian pada umumnya dan Pasal 9 UU ITE.

d. Suatu Sebab yang Halal

Suatu sebab yang halal, berarti perjanjian termaksud harus dilakukan berdasarkan itikad baik. Berdasarkan Pasal 1335 KUHPerdata yang berbunyi:

b Berdasarkan hasil penelitian maka ditemukan bahwa di dalam persyaratan Suatu Sebab yang Halal ini sudah terpenuhi, karena tujuan dilaksanakannya perjanjian dalam e-commerce pada butikjogja.com ini adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup (berupa pakaian), hal ini dapat dilihat dari jenis-jenis barang

(15)

yang di tawarkan dan diperjual belikan pada catalog produk toko online butikjogja.com, dan dengan adanya Detail Pesanan81 pada e-mail pembeli dan penjual serta riwayat pesanan yang dapat dibaca mengenai data produk yang di perjual belikan baik melalui e-mail maupun website butikjogja.com. Yang mana bagian tersebut berisi mengenai apa saja produk yang diperjual belikan antara para pihak.

Sehingga suatu perjanjian tanpa sebab tidak mempunyai kekuatan, sebab dalam hal ini adalah tujuan dibuatnya sebuah perjanjian. Tujuan dari perjanjian berarti isi perjanjian itu sendiri yang di sepakati oleh kedua belah pihak, sedangkan isi perjanjian adalah yang dinyatakan tegas oleh kedua belah pihak mengenai hak dan kewajiban yang ditimbulkan dari hubungan hukum (perjanjian) yang dibuat oleh kedua belah pihak tersebut. Kemudian dinyatakan sesuatu sebab, tetapi ada sesuatu sebab yang halal ataupun jika suatu sebab yang lain, daripada yang dinyatakan persetujuan namun demikian Pasal 1336 KUHPerdata menegaskan bahwa adanya kausa itu menunjukkan adanya kejadian yang menyebabkan terjadinya suatu utang, begitu pula walaupun tidak dinyatakan suatu sebab, maka perjanjian itu adalah sah. Sebab yang halal adalah mutlak untuk dipenuhi dalam mengadakan suatu perjanjian, pembuatan perjanjian tersebut haruslah didasari dengan itikad baik untuk mengadakan suatu pejanjian atau kontrak, dalam Pasal 1337 KUHPerdata undang-undang, atau bertentangan dengan kesusilaan baik, atau ketertiban Penjelasan dari suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dalam hukum positif adalah jika dalam undang-undang tidak memperbolehkan adanya perbuatan itu dan apabila dilanggar maka perbuatan itu akan mendapatkan sanksi yang tegas, sebagai contoh adalah tindak kejahatan seperti jual-beli narkoba, jual-beli barang curian, dan lain sebagainya.

Ini memberikan pengertian bahwa perjanjian jual beli dengan sistem

e-commerce di dalam toko online butikjogja.com secara tidak langsung telah

memenuhi sarat suatu sebab yang halal, bahwa perjanjian yang dilakukan antar para pihaknya mempunyai sebab yang halal sebagai dasar perjanjian. Penyelesaian Sengketa yang di Tempuh Pelaku Usaha dalam Transaksi E -Commerce pada Butikjogja.com Jika Terjadi Wanprestasi

Transaksi e-commerce merupakan perjanjian jual beli, sebagaimana yang dimaksud oleh Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia. Karena merupakan suatu perjanjian maka melahirkan juga apa yang disebut sebagai prestasi, yaitu kewajiban suatu pihak untuk melaksanakan hal-hal yang ada dalam suatu perjanjian. Adanya prestasi memungkingkan terjadinya wanprestasi atau tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang

81

Detail Pesanan terlampir pada halaman lampiran. Pesanan/permintaan ialah suatu pernyataan kesediaan untuk menyanggupi menerima suatu barang/jasa yang ditawarkan dengan syarat yang telah ditentukan.

(16)

dibebankan oleh perjanjian kepada para pihak. Wanprestasi yang dilakukan oleh pihak penjual merupakan kerugian bagi pihak konsumen begitupun sebaliknya. Pada transaksi jual beli baik secara tradisional maupun secara elektronik dapat menimbulkan sengketa. Sengketa yang timbul tidak menutup kemungkinan disebabkan adanya tindakan wanprestasi dari salah satu pihak dalam perjanjian. Namun dalam penelitian ini yang akan dibahas adalah wanprestasi yang dilakukan oleh penjual yaitu butikjogja.com.

Dari hasil penelitian dalam wawancara pada butikjogja.com. Bentuk daripada wanprestasi yang pernah terjadi pada butikjogja.com antara lain yaitu:

1. Pada tahun 2011 seorang PNS dari Surabaya (tanpa menyebutkan identitas pembeli) memesan seragam batik khusus sebanyak 24 seragam batik (2 lusin) dengan model sesuai pesanan oleh pembeli dengan waktu 2 minggu. namun setelah seragam batik tersebut selesai dan dikirim ke alamat pembeli, ternyata pembeli tersebut komplain karena barang tersebut terlambat dikirim sehingga terlambat tiba dan seragam batik tersebut jahitannya tidak sesuai dengan pesanan. Dari hasil hasil negosiasi penyelesaian masalah tersebut butikjogja.com bersedia mengganti kerugian tersebut dengan menjahit ulang seragam tersebut dan pembeli memaklumi keterlambatan tersebut serta bersedia menanggung biaya pengirimannya.

2. Tepatnya di tahun 2012. Seorang Pembeli komplain karena busana batik yang di belinya tidak sesuai dengan warna yang dipesannya dengan gambar yang di tampilkan pada monitor di situs butikjogja.com, walaupun motifnya sama. Karena kesalahan tersebut disebabkan berbedanya kalibrasi warna monitor dengan konsumen, sehingga penyelesaiannya dengan menukarkan kembali busana batik tersebut dengan ketentuan biaya pengiriman dibebankan penuh ke konsumen. (kekeliruan karena teknologinya)

3. Pernah terjadi seorang pembeli memesan busana batik di butikjogja.com, kemudian membayarkan harga dengan pembayaran melalui Klik BCA, tetapi pada saat barang tersebut akan di kirimkan ternyata stock/persediaan barang tersebut telah habis terjual,tapi butik jogja masih menampilkannya pada katalog toko onlinenya, karena pembeli itu merasa membutuhkan busana tersebut untuk hadiah, maka meminta agar di buatkan lagi dengan waktu 10 hari. Berhubung butikjogja tidak bisa menyanggupi ketentuan waktunya yang mepet, maka butik jogja menawarkan produk yang lainnya memberikan diskon khusus dan biaya pengiriman gratis,akhirnya pembeli itu menerima kesepakatan itu.(kejadian tahun 2012)

4. Ditahun 2013 tanggal 9 bulan oktober. Ada barang pesanan pembeli tidak sampai ke alamat pembeli dikarenakan barang tersebut hilang pada waktu pengiriman. Sehingga penyelesaiannya dengan mengganti kerugian tersebut dengan pengembalian uang konsumen sepenuhnya, kerugian tersebut diganti oleh pihak jasa pengiriman.

(17)

Dalam transaksi e-commerce, banyak hal yang bisa menimbulkan suatu sengketa sebagaimana disebutkan diatas yang dapat menurunkan rasa kepercayaan konsumen terhadap sistem e-commerce tersebut, sehingga diperlukan suatu mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif dan efisien.

Upaya hukum represif adalah upaya hukum yang dilakukan untuk menyelesaikan suatu permasalahan hukum yang sudah terjadi. Upaya hukum ini dapat di gunakan apabila terjadi sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen. Upaya hukum represif dalam penyelesaian sengketa dalam transaksi e-commerce yang terjadi di Indonesia dapat ditempuh dengan dua cara yaitu :

1. Non Litigasi

mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadinya kembali -undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi digunakan untuk mengatasi keberlikuan telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh jika upaya itu dinyatakan tidak berhasil oleh salah

Penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi dapat ditempuh melalui Lembaga Swadaya Masyarakat ( YLKI ), Direktorat Perlindungan Konsumen Disperindag, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan pelaku usaha sendiri. 82

Dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengatur tentang penyelesaian sengketa jika terjadi wanprestasi.

Pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi El

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undang

Di dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, juga mengatur mengenai pilihan dalam penyelesaian sengketa melalui cara Musyawarah para pihak yang bersengketa, yang lazim disebut dengan istilah Alternative Dispute Resolution atau ADR. Pengertian ADR disini adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara Konsultasi, Negoisasi, Mediasi, Konsiliasi, atau Penilaian Ahli. 83

2. Litigasi

Dasar hukum mengajukan gugatan di pengadilan terdapat dalam Pasal 38 dan 39 ayat 1 UU ITE dan Pasal 45 ayat 1 UUPK. Dalam Undang-undang Nomor

82

Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika, Jakarta, PT.Raja Gravindo Persada, 2005, hal.404.

83

(18)

11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengatur tentang penyelesaian sengketa jika terjadi wanprestasi.

Pasal 38 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan sistem elektronik dan / atau Pasal 38 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan sistem elektronik dan/atau menggunakan teknologi informasi yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-Pasal 39 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi El

sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-yang dirugikan bisa menggugat pelaku usaha melalui lembaga perundang-yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui

Sementara itu penyelesaian sengketa perdagangan melalui pengadilan dianggap selalu menghabiskan biaya yang cukup tinggi dan waktu yang relatif cukup lama, sementara kegiatan bisnis termaksud harus tetap berjalan, sehingga kondisi ini dapat menghambat kegiatan bisnis tersebut. Oleh karena itu, banyak pihak dikalangan dunia bisnis yang memilih upaya penyelesaian sengketanya di lakukan melalui jalur non litigasi. 84

Penyelesaian Sengketa secara litigasi berarti penyelesaian sengketa yang ditempuh melalui pengadilan dengan memperhatikan hukum acara yang berlaku, sedangkan penyelesaian sengketa secara non litigasi merupakan penyelesaian sengketa secara alternatif artinya penyelesaian sengketa itu di lakukan di luar pengadilan. 85

Dalam transaksi jual-beli dengan sistem e-commerce pada pada toko online

butikjogja.com, mengingat dalam perjanjian jual beli tersebut tidak ada aturan

atau syarat dan ketentuan yang mengatur ketentuan yang harus ditempuh para pihak jika terjadi sengketa karena adanya wanprestasi pada toko online tersebut maka para pihak dapat menempuh cara-cara yang dimungkinkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan dari hasil wawancara dengan Ibu Mukti selaku pengelola dan pemilik pada butikjogja.com. Salah satu upaya yang ditempuh dalam penyelesaian sengketa dalam transaksi e-commerce karena adanya wanprestasi tersebut pada butikjogja.com adalah dengan cara awarah para pihak yang bersengketa, cara pertama yang ditempuh adalah mencari jalan penyelesaian secara damai yang memungkinkan ditempuh, dengan mengganti

84

Hetty Hassanah, Penyelesaian Sengketa Perdagangan Melalui Arbitrase Secara Elektronik

(Arbitrase On Line) Berdasarkan UU No 30 Tahun 1999 Tentang Arbi trase dan Alternatif Penyelesaian sengketa, Jurnal Wawasan Hukum, Vol.22 No.01 Februari 2010.hal.98.

85

(19)

kerugian jika kerugian timbul dari butikjogja.com. Dilakukan sendiri oleh butikjogja dengan pelanggannya melalui komunikasi lewat media elektronik (chatting, telepon, YM dan, e-mail) untuk mencari kesepakatan, karena para pihak tidak bisa bertemu langsung karena domisili para pihak yang ang terjadi pada butikjogja.com masih dalam jumlah materi atau nilainya tidak terlalu besar (dari segi harga maupun kuantitas) dan penyelesaianya lebih cepat dan sederhana karena tidak memerlukan pembelaan (advocacy)

Berdasarkan uraian tersebut diatas, terlihat bahwa penyelesaian sengketa yang ditempuh dalam transaksi e-commerce pada butikjogja.com yaitu dengan penyelesaian sengketa di luar pengadilan di lakukan oleh pelaku usaha sendiri dengan cara melalui Musyawarah untuk mencapai kesepakatan damai para pihak dengan tidak bertemu langsung dan tanpa bantuan pihak ketiga serta tidak mengacu pada ketentuan perundangan terutama Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU APS), karena para pihak tidak bertemu langsung. Sementara UU APS mengharuskan. Dalam Pasal 1 tidak memberikan penjelasan lebih lanjut apa dan bagaimana prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa. Tidak disebutkan pengertian dari konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi dan penilaian ahli. Padahal masing-masing cara penyelesaian tersebut seharusnya diatur secara rinci untuk menghindari kesalahan subjektivitas di dalam penafsiran. Dari 82 Pasal dalam Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 hanya ada 1 Pasal yaitu pasal 6 yang hanya menjelaskan proses penyelesaian sengketa melalui UU APS. Hal ini sangat mungkin menimbulkan kebingungan di dalam praktik. Misalnya, dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 beda pendapat melalui alternatif penyelesaian sengketa diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas ) hari dan hasilnya tentang apa yang dimaksud dengan pertemuan langsung itu. Jadi, secara subjektif dapat ditafsirkan bahwa musyawarah para pihak yang dilakukan dalam transaksi e-commerce pada butikjogja.com tidak dapat dipersepsikan sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam UU APS tersebut.

Penutup

Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan bahwa syarat sahnya suatu perjanjian yaitu kesepakatan para pihak, kecakapan untuk membuat perjanjian, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal. Ditinjau dari pasal 1320 KUH Perdata dalam praktek pada sistem e-commerce di toko online butikjogja.com. Syarat tersebut tidak dapat terpenuhi secara utuh, terutama dalam hal syarat kecakapan. Tidak adanya informasi yang lengkap yang mengatur soal kecakapan seseorang yang berhak mengadakan perjanjian jual beli dalam situs e-commerce butikjogja.com secara tidak langsung menunjukan bahwa syarat kecakapan seseorang dalam e-commerce pada butikjogja.com tidak diatur. Hal ini tentu saja berbeda dengan apa yang diharapkan atau diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata

(20)

tentang syarat sahnya perjanjian begitu pun dalam ketentuan Pasal 9 UU ITE -commerce) harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan

Karena sulit untuk mengetahui apakah para pihak dalam sistem transaksi e-commerce pada butikjogja.com (terutama Customer) sudah berwenang untuk melakukan suatu perbuatan hukum atau tidak, maka selama transaksi dalam e-commerce pada butikjogja.com tidak merugikan bagi kedua belah pihak, maka transaksi tersebut dianggap berlaku bagi para pihak. Meskipun ada salah satu syarat sahnya perjanjian yang tidak diatur pada toko online butikjogja.com, dalam syarat subyektif dimana suatu syarat meskipun tidak terpenuhi dalam perjanjian tidak menyebabkan perjanjian menjadi tidak terjadi, namun perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalan jika salah satu pihak dirugikan. Sehingga perjanjian dalam

e-commerce pada butikjogja.com tetap dapat terjadi atau berlaku bagi para pihak

meskipun pemenuhan terhadap syarat ini sulit untuk dibuktikan, yaitu dengan adanya kepercayaan antar para pihak mengenai apa yang dinyatakan dalam proses transaksi. Hal ini menunjukan adanya asas kepercayaan dan itikad baik dalam sistem transaksi e-commerce pada butikjogja.com.

Penyelesaian sengketa yang ditempuh dalam transaksi e-commerce pada butikjogja.com jika terjadi wanprestasi dapat ditempuh upaya hukum represif dengan jalur litigasi dan non litigasi (formal dan informal) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun karena mempertimbangkan rantai hubungan baik yang saling menguntungkan di antara para pihak (penjual dan pembeli) pada toko online butikjogja.com tetap terjaga dan nilai materi dari produk tidak terlalu besar yang menjadi sengketa serta pertimbangan penyelesaianya yang lebih cepat dan sederhana. Maka penyelesaian sengketa yang ditempuh Pelaku Usaha dalam transaksi e-commerce pada butikjogja.com karena adanya wanprestasi dari butikjogja.com dengan pelanggannya yaitu dengan penyelesaian sengketa diluar pengadilan (Non litigasi) dengan cara melalui Musyawarah untuk mencapai kesepakatan damai para pihak yang dilakukan tanpa bertemu langsung (fisik) oleh para pihak dan tanpa adanya bantuan pihak ketiga serta tanpa mengacu pada ketentuan perundangan terutama Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU APS), karena para pihak tanpa bertemu langsung.

(21)

DAFTAR PUSTAKA Buku-buku Referensi :

Abdul Halim dan Teguh Prasetyo, Bisnis E- Commerce ; Sistem Keamanan dan

Hukum di Indonesia,Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2006.

C.S.T. Kansil, Hukum Perdata I (Termasuk Asas Asas Hukum Perdata) ,Jakarta, PT. Pradnya Paramita, 1991.

Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, Jakarta, PT. Raja Gravindo Persada, 2004.

Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika, Jakarta, PT.Raja Gravindo Persada, 2005.

Ermansjah Djaja, Penyelesaian Sengketa Hukum Teknologi Informasi (Kajian

Yuridis Penyelesaian Secara Non Litigasi Melalui Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa), Yogyakarta, Pustaka Timur, 2010.

Gatot Sumartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2006.

Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Jakarta, PT. Buku Kita, 2009. Hari Saherodji, Pokok Pokok Hukum Perdata , Jakarta, Aksara Baru, 1980. Hetty Hassanah, Penyelesaian Sengketa Perdagangan Melalui Arbitrase Secara

Elektronik (Arbitrase On Line) Berdasarkan UU No 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian sengketa, Jurnal Wawasan

Hukum, Vol.22 No.01 Februari 2010.

Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung, Pt Citra Aditya Bakti, 2001.

Mariam Darus Badrulzaman, KUHPERDATA Buku III , Bandung, Alumni, 2006. Mohammad Nazir, Metode Penelitian ,Jakarta, Ghalia Indonesia, 1983.

Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &

Empiris,Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010.

Nanik Suparni, Masalah Cyberspace, Jakarta, Penerbit Fortune Mandiri Karya, 2001.

Onno W. Purbo dan Aang Wahyudi, Mengenal E-Commerce, Jakarta, Pt Elex Media Komputindo, 2000.

Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan ,Semarang, CV. Mandar maju, 1994.

R. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta, PT. Intermasa, 2002.

Rachmadi Usman, Hukum Arbitrase Nasional, Jakarta, PT.Grasindo, 2005. Rahayu Hartini, Hukum Komersial, Malang, UMM, 2005.

Rizal Alif, Perspektif Transaksi E-Commerce di era Globalisasi Perdagangan

bebas dalam Hukum Perjanjian di Indonesia, Jurnal Hukum Internasional,

2008.

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta,Ghalia Indonesia, 1994.

(22)

Salim Hs, Abdullah & Wiwiek Wahyuningsih, Perancangan Kontrak &

Memorandum of Understanding ,Jakarta, Sinar Grafika, 2007.

Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Jakarta, Sinar Grafika, 2003. Salim HS., Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan Kontak), Jakarta, Sinar

Grafika, 2003.

Soerjono soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,UI Press, 2006.

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta, Liberti, 1986.

Sulhayati Jafar, Aplikasi e-commerce web dinamis untuk penjualan produk nutrisi

dan konsultasi diet sehat online menggunakan ASP.Net dan SQL Server,

Fakultas Teknik UGM, 2006.

Sutarman , Pengantar Teknologi Informasi, Jakarta, Bumi Aksara, 2009. Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Fakultas Psikologi UGM, 1980.

Suyud Margono, ADR dan Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2000.

Wahana Komputer, Apa dan Bagaimana E-commerce, Penerbit Andi, 2006. Winarno & Suhadi, Tanya Jawab Hukum Perdata, Hukum Dagang, Pengetahuan

Dagang, Yogyakarta, Liberty, 1983.

Yahya Harahap, Segi Segi Hukum Perjanjian, Bandung, Alumni, 1986. Peraturan Perundang-undangan :

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Undang -Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini merupakan suatu studi observasional dengan desain cross- sectional , untuk mengetahui hubungan kadar zink dan kenaikan berat badan ibu selama kehamilan dengan

Hasil dari penelitian yang dilakukan langsung di Baduy dengan menggunakan teknik wawancara mendalam mengindikasikan bahwa telah terjadi perubahan sosial pada masyarakat Baduy,

Selain itu, informasi dalam dokumen LKjIP merupakan bentuk pertanggungjawaban atas keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan tugas Laporan Kinerja Dinas Penanaman Modal

Kinerja pada umumnya adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing

Berdasarkan analisa AHP yaitu dengan menyatukan persepsi beberapa pihak terkait pengelolaan pulau lumpur Sarinah Kabupaten Sidoarjo, urutan prioritas yang dapat

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa: (1) Rata-rata siswa Kelas VII SMP Negeri di Kabupaten Soppeng memiliki: persepsi siswa tentang peran guru dengan kategori tinggi; (2)

Dalam penelitan ini citra merek terbukti b memiliki pengaruh terhadap keputusan pembelians ecara signifikan, besarnya pengaruh citra merek dalm keputusan pembelian

Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut: 1 Pelaksanaan Bimbingan belajar dilakukan setelah menghadapi UTS, pelaksnaanya di lakukan di luar jam pelajaran setelah pulang sekolah