DAFTAR ISI ... i
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu ... 7
2.2 Landasan Teori ... 12
2.2.1 Pendapatan Daerah ... 12
2.2.2 Sumber Pendapatan Daerah ... 13
2.2.2.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah... 19
2.2.3 Dana Perimbangan ... 21
2.2.3.1 Dana Bagi Hasil ... 21
2.2.3.2 Dana Alokasi Umum... 23
2.2.3.3 Dana Alokasi Khusus... 26
2.2.4 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto ... 28
2.2.4.1 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto ... 28
2.2.4.3 Produk Domestik Regional Bruto Menurut
Lapangan Usahanya ... 29
2.2.4.4 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Andil Faktor-Faktor Produksi ... 29
2.2.4.5 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Jenis Penggunaan ... 31
2.2.4.6 Perhitungan Produk Domestik Regional Bruto ... 33
2.2.4.7 Penyajian Atas Dasar Harga Konstan ... 35
2.2.4.8 Kegunaan Produk Domestik Regional Bruto ... 36
2.2.5 Tingkat Kemiskinan ... 38
2.2.5.1 Garis Kemiskinan... 38
2.2.5.2 Garis Kemiskinan BPS... 39
2.2.5.3 Garis Kemiskinan Sajogyo... 41
2.2.5.4 Garis Kemiskinan Bank Dunia... 42
2.2.5.5 Garis Kemiskinan BKKBN... 42
2.2.5.6 Penyebab Kemiskinan... 43
2.2.6 Belanja Daerah... 45
2.2.7 Perubahan Undang-Undang Otonomi Daerah... 49
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 52
3.2 Teknik Pengumpulan Data... 53
3.3 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 55
DAFTAR PUSTAKA BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Obyek Penelitian... 64
4.1.1 Dana Alokasi Umum... 64
4.1.2 Belanja Daerah... . 64
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian... .. 65
4.2.1 Perkembangan Dana Alokasi Umum... .... 66
4.2.2 Perkembangan PDRB... . 67
4.2.3 Perkembangan Tingkat Kemiskinan... ... 69
4.2.4 Perkembangan Belanja Pegawai... .. 70
4.3 Hasil Analisis Asumsi Regresi Klasik... . 72
4.3.1 Analisi dan Pengujian Hipotesis... .. 76
4.3.2 Uji Hipotesis Secara Simultan... . 77
4.3.3 Uji Hipotesis Secara Parsial... .. 80
4.4 Pembahasan... 85
iv
ABSTRAK
Oleh: Heru Prayogo
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan
nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata. Salah satunya adalah
dengan melibatkan pemerintah daerah sebagai bagian dari pembangunan nasional.
Pengalokasian Dana Alokasi Umum dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah
menjadi indikator bahwa Pemerintah Daerah belum dapat menggali potensi yang ada
di daerahnya dengan optimal untuk menjadi sumber pemasukan di Daerah yang
bersangkutan. Penelitian ini memfokuskan pembahasannya pada faktor faktor yang
mempengaruhi penyusunan Dana Alokasi Umum. Diantaranya menggunakan variabel
penelitian yaitu : PDRB, Tingkat Kemiskinan dan Belanja Pegawai. Hasil yang
didapat adalah PDRB dan Tingkat Kemiskinan berpengaruh signifikan terhadap Dana
Alokasi Umum, sedangkan Belanja Pegawai tidak berpengaruh signifikan terhadap
Dana Alokasi Umum. Ternyata variabel yang mempengaruhi Penyusunan Dana
Alokasi Umum adalah PDRB, karena bersentuhan langsung dengan pendapatan
daerah.
Kata Kunci : Dana Alokasi Umum, PDRB, Tingkat Kemiskinan, Belanja
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dalam rangka penyelengaaraan pemerintahan negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 menetapkan Negara indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Selanjutnya menurut Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 beserta penjelasannya menyatakan bahwa daerah Indonesia terbagi dalam daerah yang bersifat otonom atau bersifat daerah administrasi. Pembangunan daerah sebagai bagian dari pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Saragih, 2003 :200).
Pemerintah nampaknya menyadari adanya masalah tersebut. Karenanya beberapa tahun kemudian dikeluarkan lagi peraturan perundangan yang juga mengatur otonomi daerah tetapi dengan prinsip selektifitas, hanya daerah yang dinilai mampulah yang diberi kesempatan berotonomi. Upaya tersebut juga mengalami kegagalan karena pemerintah tidak secara sungguh-sungguh berusaha meningkatkan kemampuan daerah. Daerah yang dinilai
mampu pun sebenarnya belum memiliki kemampuan minimal untuk berotonomi. (Khusaini, 2002 :24).
Dengan dikeluarkannya UU No.22 Tahun 1999 yang kemudian dilengkapi lagi dengan UU No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan keuangan Pusat dan Daerah. Undang-Undang tersebut dinilai banyak kalangan sebagai jawaban strategis di tengah merebaknya aspirasi-aspirasi kedaerahan yang berujung pada munculnya tuntutan pemisahan diri. Untuk mengatasi masalah tersebut maka pemerintah harus mampu mengakomodasi tuntutan daerah dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya. (Suparmoko, 2000:97).
Sumber-sumber pendapatan daerah sesuai dengan ketentuan dalam pasal 79 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 meliputi:
a. Pendapatan Asli Daerah sendiri yang terdiri: 1) Hasil pajak daerah
2) Hasil retribusi daerah 3) Hasil perusahaan daerah
4) Penerimaan lain-lain dan pendapatan dinas-dinas b. Dana perimbangan
1) Pinjaman daerah
2) Lain-lain pendapatan daerah yang sah
Besarnya Dana Alokasi Umum (DAU) yang diberikan pemerintah pusat kepada daerah ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari penerimaan dalam negeri bersih setelah dikurangi dengan dana bagi hasil dan Dana Alokasi Khusus (DAK). (Anonim, 2004:xxiii)
Dana alokasi khusus bertujuan untuk membantu membiayai kebutuhan-kebutuhan khusus daerah. Di samping itu untuk menanggulangi keadaan mendesak seperti bencana alam,kepada daerah dapat dialokasikan Dana Darurat. Undang-undang ini selain memberikan landasan pengaturan bagi pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, juga memberikan landasan bagi perimbangan keuangan antar daerah. (Solihin,2001:170).Empat puluh persen dari penerimaan negara yang berasal dari Dana Reboisasi disediakan kepada daerah sebagai Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi Khusus (DAK) diberikan kepada daerah tertentu berdasarkan usulan daerah dengan penyediaan Dana Pendamping 10% yang berasal dari penerimaan umum APBD (kecuali untuk DAK Reboisasi). (Kuncoro, 2004:35)
kesenjangan fiskal antar daerah.Komponen berikutnya yang memberikan sumbangan terbesar setelah Dana Alokasi Umum (DAU) adalah bagi hasil bukan pajak yaitu sebesar 8,54%. Sedangkan bagi hasil pajak memberikan kontribusi sebesar 7,25%. Kontribusi terkecil yang termasuk dalam dana perimbangan yaitu Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 2,56% (BPS, 2008:58).
0,1%. Bagi hasil bukan pajak tahun 2007 sebesar Rp 1.391.913.000 yang berarti mengalami penurunan sebesar 0,63% dengan nilai Rp 1.383.091.000 pada tahun 2008 (BPS, 2008:58).
Sesuai dengan judul penelitian ini, “Analisa Faktor yang Mempengaruhi Penyusunan Dana Alokasi Umum di Jawa Timur” maka penelitian dititikberatkan pada faktor- faktor yang mempengaruhi penyusunan Dana Alokasi Umum di Jawa Timur.
1.2Rumusan Masalah
Dengan mengkaji latar belakang di atas, maka penelitian ini dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut:
a. Apakah Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh terhadap penyusunan Dana Alokasi Umum di Jawa Timur.
b. Apakah Tingkat Kemiskinan berpengaruh terhadap penyusunan Dana Alokasi Umum di Jawa Timur.
1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang masalah dan perumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan:
a. Untuk mengetahui pengaruh Produk Domestik Regional Bruto terhadap penyusunan Dana Alokasi Umum di Jawa Timur.
b. Untuk mengetahui pengaruh Tingkat Kemiskinan terhadap penyusunan Dana Alokasi Umum di Jawa Timur.
c. Untuk mengetahui pengaruh Belanja Pegawai terhadap penyusunan Dana Alokasi Umum di Jawa Timur.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Apabila tujuan penelitian ini dapat dicapai, maka manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang Dana Alokasi Umum.
b. Sebagai bahan masukan bagi pemda dan pemerintah dalam penyusunan Dana Alokasi Umum.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Yang dimaksud dengan definisi operasional adalah peryataan penelitian tentang
arti, batasan, pengertian dan pengukuran variabel dalam operasional berdasarkan teori
yang telah ada namun secara empiris.
Definisi operasional`dan pengukuran variabel yang digunakan dalam penelitian
ini antara lain:
a. Variabel terikat (Y)
Adalah Dana Alokasi Umum (Y) yang merupakan transfer dari pusat kepada
daerah yang bersifat block grant yang kewenangan pengaturan dan penggunaannya
diserahkan kepada pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
daerah yang dinyatakan dengan satuan (Milyar Rp)
b. Variabel Bebas (X)
Adalah faktor-faktor yang mempengaruhi penyusunan Dana Alokasi Umum
(DAU) di Jawa Timur yang terdiri dari:
1. Produk Domestik Regional Bruto (X1)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah seluruh nilai tambah
(produk) yang ditimbulkan oleh berbagai sektor/lapangan usaha yang
melakukan kegiatan usahanya di suatu daerah (region) tertentu tanpa
memperhatikan pemikiran atas faktor produksi yang dinyatakan dengan satuan
(Milyar Rp).
2. Tingkat Kemiskinan (X2)
Tingkat Kemiskinan adalah rasiojumlah penduduk miskin dibagi dengan jumlah
populasi atau penduduk dikalikan seratus persen yang dinyatakan dengan satuan
(%).
3. Belanja Pegawai (X3)
Adalah pengeluaran daerah yang terdiri dari belanja pegawai aparatur daerah
dan belanja pegawai pelayanan publik yang dinyatakan dengan satuan (Milyar
Rp)
3.2 Teknik Penentuan Sampel
Teknik penentuan sampel digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
data time series 15 (lima belas) tahun. Dari tahun 1994 – 2008.
3.3 Teknik Pengumpulan Data 3.3.1 Jenis Data
Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data sekunder.Data
sekunder adalah data yang tidak diambil secara langsung dari lapangan,melainkan data
yang diperoleh dengan mengambil data-data laporan, catatan-catatan yang berhubungan
langsung dengan masalah yang dibahas, pada kantor-kantor Dinas atau Instansi yang
3.3.2 Sumber data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai instansi
yaitu:
1.Badan Pusat Stastitik Jawa Timur
2.Pemerintah Propinsi Jawa Timur
3.3.3 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode :
1. Studi Kepustakaan
Yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan membaca buku-buku
literatur sebagai bahan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan yang ada
dalam penelitian ini.
2. Studi Lapangan
Yaitu data diperoleh dengan berbagai teknik pengambilan data di lapangan
atau tempat yang dilakukan deangan cara:
Dokumentasi
Yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan mencatat atau
mengutip data-data yang ada pada dokumen instansi terkait yang berkaitan
3. 4 Teknik Analisa Data dan Uji Hipotesis 3.4.1 Teknik Analisa Data
Sesuai dengan tujuan dan hipotesis penelitian yang diajukan,maka kaitan
antar variabel penelitian dapat digambarkan secara spesifik dalam analisis regresi
linier berganda dengan persamaan sebagai berikut:
Yi = 0 + 11i + 22i+ 33i + i …………..(Sugiyono, 2002:86)
Di mana:
Y = Dana Alokasi Umum
1 = Produk Domestik Regional Bruto
2 = Tingkat Kemiskinan
3 = Belanja Pegawai
0 = Konstanta regresi
1-3 = Koefisien regresi variabel 1-3
= Variabel penganggu
i = 1,2,3, …,n : pengamatan ke i sampai ke n
3.4.2 Uji Hipotesis
Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh secara simultan antara variabel
bebas dan variabel terikat maka digunakan hipotesis sebagai berikut :
a. Uji F
Disebut juga uji beda varians yaitu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui
pengaruh dari variabel bebas secara simultan atau serempak terhadap variabel
HO = β1 = β2 = β3 = 0 (tidak ada pengaruh) H1 = paling tidak salah satu β≠ 0 (ada pengaruh)
Gambar 4 : Kurva uji hipotesis secara simultan
Daerah penolakan
Daerah penerimaan
F ()
Sumber : Sugiyono, 2002. Statistik Untuk Pemula, Penerbit : Alfabeta, Bandung, hal:100
H0 diterima jika F hitung ≤ F tabel H0 ditolak jika F hitung ≥ F tabel
Fhitung = KT Regresi (Sugiyono, 2002:86)
KT Galat
Dengan derajat bebas = (k, n – k – 1)
Keterangan : n = Jumlah Sampel
k = Jumlah Parameter Regresi
Kaidah pengujiannya :
1. Bila F hitung < F tabel, maka Ho diterima dan Hi ditolak, artinya variabel
bebas tidak mempengaruhi variabel terikat secara simultan.
2. Bila F hitung > F tabel, maka Ho ditolak dan Hi diterima, artinya variabel bebas
mempengaruhi variabel terikat secara simultan.
b. Uji t
Yaitu pengujian yang dilakukan untuk mempengaruhi pengaruh dari
masing-masing variabel bebas secara parsial atau individu atau terpisah terhadap variabel
terikat dan kriterianya sebagai berikut :
Ho : β2 = 0 (tidak ada pengaruh) Hi : β2 ≠ 0 (ada pengaruh)
Gambar 5: Kurva Uji Hipotesis Secara Parsial
Ho ditolak Daerah penerimaan Ho ditolak Ho
( -t 2 ; n-k-l ) ( t 2 ; n-k-l )
Sumber : Sugiyono, 2002. Statistik Untuk Pemula, Penerbit Alfabeta Bandung, Hal : 94
Ho diterima jika – t tabel ≤ t hitung ≥ t hitung
Ho ditolak jika t hitung ≥ - t tabel atau t hitung ≤ t tabel t hitung = βj (Sugiyono 2002:94)
Dengan derajat kebebasan sebesar n – k – 1 dimana :
β = Koefisien Regresi Se = Standart Error
n = Jumlah sampel
k = Jumlah parameter regresi
j = Variabel Bebas ( j = 1,2,3,4,)
Kaidah pengujian :
a. Apabila t hitung ≥ t tabel maka Ho ditolak dan Hi diterima, berarti ada pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat.
b. Apabila t hitung ≤ t tabel maka Ho diterima dan Hi ditolak, berarti tidak ada pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat.
3.5. Uji Asumsi Klasik
Persamaan regresi tersebut di atas harus bersifat BLUE (Best Linear Unbiaseed
Estimator), artinya pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t tidak boleh bias.
Untuk menghasilkan keputusan yang BLUE maka persamaan regresi harus memenuhi
ketiga asumsi klasik ini :
a) Tidak boleh ada autokorelasi
b) Tidak boleh ada multikolinearitas
Rumus Uji BLUE:
Y = bo + b1X1 + b2X2 + b3X3 + u ……… (Sugiyono, 2002:112)
Sifat BLUE dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Best = Pentingnya sifat ini bila diterapkan dalam uji signifikan buku
terhadap α dan β.
2. Linear = Sifat ini dibutuhkan untuk memudahkan dalam penaksiran.
3. Unbiassed = Nilai jumlah sampel sangat besar penaksir parameter diperoleh
dari sampel besar kira-kira mendekati nilai parameter.
4. Estimated = μi diharapkan sekecil mungkin.
Apabila salah satu dari ketiga asumsi dasar tersebut dilanggar, maka
persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE, sehingga pengambilan
keputusan melalui uji F dan uji t menjadi bias.
1. Uji Multikolinearitas
Persamaan regresi linier berganda di atas diasumsikan tidak terjadi pengaruh
anatar variabel bebas. Apabila ternyata ada pengaruh linier antar variabel bebas,
maka asumsi tersebut tidak berlaku lagi (terjadi bias).
Untuk mendeteksi adanya multikolinieritas dapat dilihat ciri-cirinya sebagai berikut:
a. Koefisien determinan berganda (R square) tinggi.
b. Koefisien korelasi sederhananya tinggi.
d. Tapi tak satupun (sedikit sekali) di antara variabel-variabel bebas yang
signifikan.
Akibat adanya multikolinieritas adalah :
1. Nilai standart error (standart baku) tinggi sehingga taraf kepercayaan
(confidence intervalnya) akan semakin melebar. Dengan demikian, pengujian
koefisien regresi secara individual menjadi tidak signifikan.
2. Probabilitas untuk menerima hipotesa Ho diterima (tidak ada pengaruh antara
variabel bebas terhadap variabel terikat) akan semakin besar.
Identifikasi secara statistic ada atau tidaknya gejala multikolinier dapat
dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi product moment atau Variance
Inflation Faktor (VIF).
1 VIF =
Q – Rj2 (Sugiyono 2002:114)
VIF menyatakan tingkat “pembengkakan” varian. Apabila varians lebih besar dari
10. hal ini berarti terdapat multikolinieritas pada persamaan regresi linier.
2. Uji Heteroskedatisitas
Pada regresi linier nilai residual tidak boleh ada hubungan dengan variabel
X. Hal ini biasa diidentifikasikan dengan cara menghitung korelasi rank Spearman
Rumus Rank Spearman adalah :
∑di2 rs = 1-6
N(N2 – 1) (Sugiyono 2002:117)
Keterangan :
di = Perbedaan dalam rank antara residual dengan variabel bebas ke-
N = Banyaknya data
3. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah antara anggota seri observasi yang disusun menurut
urutan waktu atau menurut urutan tempat/ruang atau korelasi pada dirinya sendiri,
dengan symbol yang dapat dinyatakan sebagai berikut :
E (u I u j ) = 0, i=j.
Untuk melihat apakah hasil dari estimasi regresi tidak mengandung korelasi,
Gambar 6: Statistik Durbin-Watson
Sumber: Sugiyono, 2002, Statistik Untuk Pemula, Penerbit Alfabeta Bandung,, Hal. 136
Ho : tidak ada autokorelasi positif
Ho : tidak ada autokorelasi negatif
Jika Ho : tidak ada autokorelasi positif, maka
d<dL : menolak Ho
d>dU : tidak menolak Ho
dL<d>dU : pengujian tidak meyakinkan
Jika Ho : tidak ada autokorelasi negatif, maka jika
d<4 – dL : menolak Ho
d>4 – dU : tidak menolak Ho
4-dU<4-dL : pengujian Ho tidak meyakinkan
Jika Ho : tidak ada autokorelasi positif maupun negative, maka jika
d<dL : menolak Ho
dU<d<4-dU : tidak menolak Ho
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian 4.1.1. Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana Alokasi Umum adalah merupakan salah satu bentuk dari Dana
Perimbangan yang diberikan oleh pemerintah pusat selain dari Bagi Hasil Pajak, Bagi
Hasil Bukan Pajak, Dana Alokasi Khusus (DAK), Bagi Hasil Propinsi.
4.1.2. Belanja Daerah
Era otonomi daerah yang menitikberatkan peranan pemerintah daerah
dalam mendorong kesejahteraan masyarakatnya ternyata telah menggeser
paradigma pemikiran pembangunan yang selama ini diterapkan, yang awalnya
terfokus di pusat kini daerah pun dapat sedikit lebih leluasa ikut andil dalam
pembangunan daerah.
Implikasi ini mengakibatkan adanya sharing of power dan sekaligus
sharing of financial. Sharing of power bisa dicermati dengan adanya UU No.32
Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, sedangkan sharing of financial dapat
dicermati pada UU no.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dengan Pemerintah daerah.
Pada ketentuan UU No.33 Tahun 2004 sendiri diatur beberapa aspek yang
berkaitan dengan perimbangan keungan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah. Salah satu yang diatur dalam ketentuan ini yaitu permasalahan belanja
daerah. Menurut UU No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan daerah
antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, Belanja Daerah dimaksudkan
bentuk yaitu berdasar sifat dan berdasar fungsinya. Berdasar sifat ekonominya
belanja daerah terdiri atas belanja pegawai dan belanja barang, subsidi, hibah dan
bantuan sosial. Sedangkan berdasar fungsinya belanja daerah terdiri dari belanja
untuk pembangunan perumahan dan fasilitas umum, peningkatan kesehatan,
pariwisata, budaya, agama, pendidikan serta perlindungan sosial. Pada praktiknya
belanja daerah dibagi dalam dua kelompok, yaitu :
a. Belanja Rutin
Belanja rutin adalah belanja yang sifatnya terus-menerus untuk setiap
tahun fiskalnya. Misalnya : belanja gaji, honorarium, belanja perjalanan
dinas, belanja barang.
b. Belanja Pembangunan
Belanja pembangunan adalah belanja yang umumnya menghasilkan wujud
fisik yang manfaatnya lebih dari satu tahun dan tidak bersifat rutin.
Misalnya : pembangunan jembatan, jalan, gedung.
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian
Deskripsi hasil penelitian ini memberikan gambaran tentang data-
data serta perkembangan Dana Alokasi Umum sehingga dapat mengetahui
perubahan-perubahan yang terjadi terhadap perkembangan Dana Produk
Domestik Regional Bruto, Tingkat Kemiskinan, dan Belanja Pegawai.
bawah ini :
Tabel.1. Perkembangan Dana Alokasi UmumTahun 1994-2008
Tahun Dana Alokasi Umum
(Milyar Rp )
Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur ( diolah )
Berdasarkan tabel diatas bahwa perkembangan Bantuan Keuangan dari
pusat ke daerah pada tahun 1994-2008 mengalami fluktuasi.
Perkembangan tertinggi Sumbangan dan Bantuan di Jawa Timur pada
Tahun 1996 sebesar 134,63% dengan nilai Rp 2.336.602,27 hal ini
disebabkan karena adanya Pemilihan Umum dan perkembangan terendah
adalah pada tahun 1998 sebesar –80,33% dengan nilai Rp 226.775,18 hal
ini disebabkan karena terjadi krisis ekonomi, politik, sosial dan keamanan
yang melanda Indonesia pada waktu itu.
tahun mengalami kenaikan, tetapi terjadi penurunan pada tahun 1998
dikarenakan terjadi krisis ekonomi. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2 yang
menjelaskan bahwa pada tahun 1994 sampai 2008, Perkembangan terbesar
Produk Domestik Regional Bruto pada tahun 1996 sebesar 8,33 % dan
terendah sebesar – 16,12 % terjadi pada tahun 1998.
Tabel.2. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Tahun 1994-2008
Tahun Produk Domestik Regional Bruto ( Milyar Rp )
Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur ( diolah )
Produk Domestik Regional Bruto paling tinggi terjadi pada tahun
1996, karena secara keseluruhan perekonomian jawa timur pada saat itu
sedang mengalami kenaikan yang ditandai dengan naiknya Produk
Domestik Regional Bruto tersebut.
tahun 1998. Fenomena ini menyentuh hampir semua sendi perekonomian,
tak terkecuali dengan perkembangan Produk Domestik Regional Bruto,
adanya krisis ekonomi tersebut membuat para investor lari karena buruknya
kondisi ekonomi yang terjadi pada saat itu, dampaknya tidak ada lagi
investasi untuk sektor usaha kecil menengah untuk mendukung
perekonomian, sehingga para pengusaha kesulitan menjalankan usahanya
karena keterbatasan modal dan berimbas secara langsung kepada
menurunnya Produk Domestik Regional Bruto.
Tabel.3. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Tahun 1994-2008
Tahun Tingkat Kemiskinan
( % )
Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur( diolah )
Berdasarkan tabel 3 dapat dijelaskan bahwa perkembangan Tingkat
Kemiskinan setiap tahunnya mengalami fluktuatif yang tidak tentu
besarnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3 yang menjelaskan bahwa pada
tahun 1994 sampai 2008, Perkembangan tertinggi Tingkat Kemiskinan pada
tahun 1996 sebesar 39,66 %. Sedangkan Tingkat Kemiskinan terendah pada
tahun 1995 sebesar -8,45 %.
Tabel.4. Perkembangan Belanja Pegawai Tahun 1994-2008
Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur( diolah )
Belanja Pegawai tertinggi terjadi pada 2001 sebesar 252,21% dan
perkembangan yang terendah Belanja Pegawai pada tahun 1998 sebesar –
86,11%.Perkembangan tertinggi Belanja pegawai pada tahun 2001 sebesar
Rp 323.352,93 yang disebabkan karena dibentuknya UU No 25 Tahun
1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah,
Subsidi Daerah Otonom diubah menjadi Dana Alokasi Umum dengan
menggunakan kebijakan dan formula dalam penyusunannya yang
berdasarkan PP No 84/2001 dan perkembangan yang terendah Belanja
Pegawai pada tahun 1998 sebesar Rp 152.870,46 yang disebabkan karena
terjadi krisis ekonomi, politik, sosial dan keamanan.
Agar dapat diperoleh hasil estimasi yang BLUE (Best Linier
Unbiased Estimator) atau perkiraan linier tidak bias yang terbaik maka
estimasi tersebut harus memenuhi beberapa asumsi yang berkaitan.
Apabila salah satu asumsi tersebut dilanggar, maka persamaan regresi yang
diperoleh tidak lagi bersifat BLUE, sehingga pengambilan keputusan
melalui uji F dan uji t menjadi bias. Dalam hal ini harus dihindarkan
terjadinya kasus-kasus sebagai berikut :
1. Autokorelasi
Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai “korelasi antara data
observasi yang diurutkan berdasarkan urut waktu (data time series) atau
data yang diambil pada waktu tertentu (data cross-sectional)” (Gujarati,
1995:201). Untuk mengujji variabel-variabel yang diteliti apakah
terjadi autokorelasi atau tidak dapat digunakan uji Durbin Watson,
yaitu dengan cara membandingkan nilai Durbin Watson yang dihitung
dengan nilai Durbin Watson (dL dan du) dalam tabel. Distribusi
penetuan keputusan dimulai dari 0 (nol) sampai 4 (empat).
Kaidah keputusan dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Jika d lebih kecil daripada dL atau lebih besar daripada (4-dL),
maka hipotesis nol ditolak yang berarti terdapat autokorelasi.
2. Jika d terletak antara dU dan (4-dU), maka hipotesis nol diterima
yang berarti tidak ada autokorelasi.
pasti, untuk nilai-nilai ini tidak dapat disimpulkan ada tidaknya
autokorelasi di antara faktor-faktor penganggu.
Untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi dalam model
penelitian maka perlu dilihat nilai DW tabel. Diketahui jumlah variabel
bebas adalah 3 (k=3) dan banyaknya data adalah (n=15) sehingga
diperoleh nilai DW tabel adalah sebesar dL = 0,814 dan dU = 1,750
Gambar 10. Kurva Statistik Durbin Watson
Berdasarkan hasil analisis, maka dalam model regresi ini
tidak terjadi gejala autokorelasi karena nilai DW tes yang diperoleh
adalah sebesar 1,901 berada pada daerah antara dL dan dU yang berarti
berada dalam daerah tidak ada autokorelasi.
atau pasti di antara beberapa atau semua variabel independen dari
model regresi.
Dari dugaan adanya multikolinieritas tersebut maka perlu
adanya pembuktian secara statistik ada atau tidaknya gejala
multikolinier dengan cara menghitung Variance Inflation Factor (VIF).
VIF menyatakan tingkat “pembengkakan” varians. Apabila VIF lebih
besar dari 10, hal ini berarti terdapat multikolinier pada persamaan
regresi linier.
Adapun hasil yang diperoleh setelah diadakan pengujian
analisis regresi linier berganda diketahui bahwa dari keempat variabel
yang dianalisis dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5 : Tes Multikolinier
TOLERANCE VIF Ketentuan KETERANGAN
0,686 1,457 ≤ 10 Tidak terjadi Multikolinier 0,959 1,043 ≤10 Tidak terjadi Multikolinier 0,664 1,505 ≤10 Tidak terjadi Multikolinier (Lampiran 2 pada tabel Coefficients).
Maka hasil yang diperoleh setelah diadakan pengujian analisis
regresi linier berganda diketahui bahwa dari ketiga variabel yang VIF
untuk X1 sebesar 1,457; VIF untuk X2 sebesar 1,043; dan VIF untuk
3. Heterokedastisitas
Pada regresi linier nilai residual tidak boleh ada hubungan
dengan variabel bebas (X). Hal ini bisa diidentifikasikan dengan
menghitung korelasi rank spearman antara residual dengan seluruh
variabel bebas. Pembuktian adanya heterokedastisitas dilihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel 6. Tes Heterokedastisitas dengan Korelasi Rank Spearman
Korelasi
Residual Simpangan
Baku Spearman's rho Residual Simpangan Baku Koefisien Korelasi 1000
Sig. (2-tailed)
Tingkat Kemiskinan (X2) Koefisien Korelasi -.046
Sig. (2-tailed) .869
N 15
Belanja Pegawai (X3) Koefisien Korelasi .132
Sig. (2-tailed) .639
N 15
Sumber : Lampiran 4.
Berdasarkan tabel diatas, diperoleh tingkat signifikansi
koefisien korelasi rank spearman untuk variabel bebas X1 sebesar
0,567; X2 sebesar 0,869 dan X3 sebesar 0,639 terhadap residual lebih
besar dari 0,05 (tidak signifikan) sehingga tidak mempunyai korelasi
heterokedastisitas.
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan diatas dapat
disimpulkan bahwa pada model penelitian ini tidak terjadi pelanggaran
asumsi klasik.
4.3.1 Analisis Dan Pengujian Hipotesis
Dalam analisis ini digunakan analisis regresi linier berganda dan
untuk mengolah data yang ada diguanakan alat bantu komputer dengan
program SPSS (Statistic Program For Social Science) versi 13.0.
Variabel Koefisien Regresi Standart Error
Produk Domestik Regional Bruto (X1) 10,150 2,289
Tingkat Kemiskinan (X2) 5528280,075 20450472,4
Belanja Pegawai (X3) -93 1,304
Variabel terikat : Dana Alokasi Umum Konstanta : - 340885625
Koefisien Korelasi ( R ) : 0,852 R2 : 0,726
Berdasarkan hasil analisis diperoleh persamaan regresi linier
berganda sebagai berikut :
Y = - 340885625 + 10,150 X1 + 5528280,075 X2 - 0,093 X3
Berdasarkan persamaan tersebut di atas, maka dapat dijelaskan
melalui penjelasan sebagai berikut:
βo = nilai konstanta sebesar -340885625 menunjukkan bahwa apabila faktor Produk Domestik Regional Bruto (X1), Tingkat
β1 = 10,150. menunjukkan bahwa faktor Produk Domestik Regional Bruto (X1) berpengaruh positif, dapat diartikan apabila Produk
Domestik Regional Bruto mengalami kenaikan satu Milyar
maka Dana Alokasi Umum akan naik sebesar Rp.10,150 Milyar
dengan asumsi X2, dan X3 Konstan.
β2 = 5528280,075 menunjukkan bahwa faktor Tingkat Kemiskinan (X2) berpengaruh positif, dapat diartikan apabila Tingkat
Kemiskinan mengalami kenaikan satu persen maka Dana
Alokasi Umum akan mengalami peningkatan sebesar
Rp.5528280,075 Milyar dengan asumsi X1, dan X3 Konstan.
β3 = -0,093 menunjukkan bahwa faktor Belanja Pegawai (X4) berpengaruh negatif, dapat di artikan apabila ada kenaikan
Belanja Pegawai sebesar satu Milyar rupiah maka Dana Alokasi
Umum akan mengalami penurunan sebesar Rp.0,093 Milyar
dengan asumsi X1, dan X2 Konstan.
terhadap variabel terikat digunakan uji F dengan langkah – langkah sebagai
berikut :
Tabel 7: Analisis Varian (ANOVA)
Sumber Varian
Jumlah Kuadrat Df Kuadrat Tengah F hitung
F tabel
Regresi 1E+017 3 4,741E+016 9,733 3,59
Sisa 5E+016 11 4,812E+015
Total 2E+017 14
Sumber: Lampiran 2 dan 5
1. Untuk menguji pengaruh secara simultan (serempak) digunakan uji F
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Ho : 1 = 2 = 3 = 0
Secara keseluruhan variabel bebas tidak ada pengaruh terhadap
variabel terikat.
Hi : 12 3 0
Secara keseluruhan variabel bebas ada pengaruh terhadap variabel t
erikat.
b. = 0,05 dengan df pembilang = 3
df penyebut = 11
c. F tabel ( = 0,05) = 3,59
4,741E+016
= --- = 9,733 4,812E+015
e). Daerah pengujian
Gambar 11.
Distribusi Kriteria Penerimaan/Penolakan Hipotesis Secara Simultan atau Keseluruhan
Daerah Penerimaan H0
Daerah Penolakan H0
tabel
3,59 9,733
Ho diterima apabila F hitung ≤ 3,59 Ho ditolak apabila F hitung > 3,59
f) . Kesimpulan
Oleh karena F hitung = 9,733 > F tabel = 3,59 maka Ho ditolak
dan Ha diterima, yang berarti bahwa secara keseluruhan
variabel bebas yaitu Produk Domestik Regional Bruto (X1),
Tingkat Kemiskinan (X2), dan Belanja Pegawai (X3),
berpengaruh secara simultan dan nyata terhadap Dana Alokasi
Umum (Y).
bebas Produk Domestik Regional Bruto (X1), Tingkat Kemiskinan (X2),
Belanja Pegawai (X3),. Hasil penghitungan tersebut dapat dilihat dalam
analisis sebagai berikut :
Tabel 8 : Hasil Analisis Variabel Produk Domestik Regional Bruto (X1), Tingkat Kemiskinan (X2), dan Belanja Pegawai (X3), terhadap Dana Alokasi Umum.
Variabel t hitung t tabel r2 Parsial
Produk Domestik Regional Bruto (X1) 4,435 2,201 0,641
Tingkat Kemiskinan (X2) 0,270 2,201 0,0065
Belanja Pegawai (X3) -0,071 2,201 0,0004
Sumber: Lampiran 3
Selanjutnya untuk melihat ada tidaknya pengaruh masing-masing
variabel terhadap variable terikatnya, dapat dianalisa melalui uji t
dengan ketentuan sebagai berikut :
v. pengujian
Gambar 9
Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Faktor Produk Domestik Regional
Bruto (X1) terhadap Dana Alokasi Umum(Y)
2,201 -2,201
Daerah Penerimaan Ho
Daerah Penolakan Ho Daerah Penolakan Ho
4,435
Sumber : lampiran 3
Berdasarkan pehitungan diperoleh t-hitung sebesar 4,435 >
t-tabel sebesar 2,201 Ho ditolak dan Hi diterima, pada level
signifikan 5 %, sehingga secara parsial Faktor Produk Domestik
Regional Bruto (X1) berpengaruh secara nyata dan positif terhadap
Dana Alokasi Umum (Y). Hal ini didukung juga dengan nilai
signifikansi dari Produk Domestik Regional Bruto (X1) sebesar
0,001 yang lebih kecil dari 0.05.
Nilai r2 parsial untuk variabel Produk Domestik Regional
Bruto sebesar 0,641 yang artinya bahwa Produk Domestik Regional
Bruto (X1) secara parsial mampu menjelaskan variabel terikat Dana
Alokasi Umum(Y) sebesar 64,1 %, sedangkan sisanya 35,9 % tidak
mampu dijelaskan oleh variabel tersebut.
Langkah-langkah pengujian :
iv. level of significani = 0,05/2 (0,025) berarti t tabel sebesar 2,201
v. pengujian
Gambar 10
Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Factor Tingkat Kemiskinan (X2) terhadap Dana Alokasi Umum(Y)
Daerah Penerimaan Ho
Daerah Penolakan Ho Daerah Penolakan Ho
0,270 2,201
-2,201
Sumber : Lampiran 3
Berdasarkan pehitungan diperoleh t-hitung sebesar 0,270 < t
tabel sebesar 2,201 maka Ho diterima dan Ha di tolak, pada level
signifikan 5 %, sehingga secara parsial Faktor Tingkat Kemiskinan
(X2) tidak berpengaruh secara nyata positif terhadap Dana Alokasi
Umum(Y). hal ini didukung juga dengan nilai signifikansi dari
Tingkat Kemiskinan (X2) sebesar 0,792 yang lebih besar dari 0.05.
mampu menjelaskan variabel terikat Dana Alokasi Umum (Y)
sebesar 0,65 %, sedangkan sisanya 99,35 % tidak mampu
dijelaskan oleh variabel tersebut.
c) Pengaruh secara parsial antara Belanja Pegawai (X3)
terhadap Dana Alokasi Umum (Y) Langkah-langkah pengujian :
i. Ho : 1 = 0 (tidak ada pengaruh) Hi : 1 0 (ada pengaruh) ii. = 0,05 dengan df = 11
iii. t hitung =
) (β Se
β
3 3
= -0,071
iv. level of significani = 0,05/2 (0,025) berarti t tabel sebesar
2,201
v. pengujian
terhadap Dana Alokasi Umum(Y)
Berdasarkan pehitungan diperoleh t-hitung sebesar -0,071 <
t tabel sebesar 2,201 maka Ho diterima dan Ha ditolak, pada level
signifikan 5 %, sehingga secara parsial Faktor Belanja Pegawai
(X3) tidak berpengaruh secara nyata negatif terhadap Dana Alokasi
Umum(Y). hal ini didukung juga dengan nilai signifikansi dari
Belanja Pegawai (X3) sebesar 0,944 yang lebih besar dari 0.05.
Nilai r2 parsial untuk variabel Belanja Pegawai sebesar
0,0004 yang artinya Belanja Pegawai (X3) secara parsial mampu
menjelaskan variabel terikat Dana Alokasi Umum(Y) sebesar 0,04
%, sedangkan sisanya 99,96 % tidak mampu dijelaskan oleh
variabel tersebut.
Kemudian untuk mengetahui variabel mana yang
berpengaruh paling dominan tiga variabel bebas terhadap Dana
Alokasi Umum: Produk Domestik Regional Bruto (X1), Tingkat
Kemiskinan (X2), dan Belanja Pegawai (X3) dapat diketahui
Domestik Regional Bruto dengan koefisien determinasi parsial (r2)
sebesar 0,641 atau sebesar 64,1 %.
4.3.3. Pembahasan
Dengan melihat hasil regresi yang didapat maka peneliti dapat
mengambil kesimpulan bahwa untuk Dana Alokasi Umum:
1. Penelitian yang telah dilakukan, pengujian Produk Domestik Regional
Bruto berpengaruh nyata terhadap Dana Alokasi Umum, karena apabila
Produk Domestik Regional Bruto naik maka Pendapatan Asli Daerah juga
akan naik, sehingga penyusunan Dana Alokasi Umum akan semakin kecil,
sehingga hasil penelitian sesuai dengan teori menurut Yulianti (2006:44),
dimana Produk Domestik Regional Bruto merupakan salah satu indikator
untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu daerah, jika Produk Domestik
Regional Bruto meningkat maka akan menyebabkan pendapatan masyarakat
juga akan meningkat sehingga akan memperbesar permintaan akan barang
dan jasa yang akan mendorong para pengusaha untuk melakukan investasi
yang lebih besar guna memenuhi permintaan dengan demikian
meningkatnya Produk Domestik Regional Bruto menyebabkan investasi
semakin meningkat yang berarti akan menambah jumlah Pendapatan Asli
Daerah sehingga kondisi ekonomi daerah juga meningkat maka potensi
daerah yang tinggi sehingga penyusunan Dana Alokasi Umum (DAU)
Produk Domestik Regional Bruto yang penelitiannya difokuskan pada
sektor industri di kabupaten Garut berpengaruh nyata terhadap Dana
Alokasi Umum kabupaten Garut. Artinya peningkatan pada sektor industri
pada Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Pendapatan Asli Daerah di kabupaten Garut. Hal ini
mengindikasikan bahwa semakin tinggi peningkatan pada sektor industri
pada Produk Domestik Regional Bruto di kabupaten Garut dapat secara
positif juga meningkatkan Pendapatan Asli Daerah sehingga apabila pada
suatu daerah mempunyai Pendapatan Asli Daerah yang tinggi maka
penyusunan Dana Alokasi Umum akan kecil.
2 Penelitian yang telah dilakukan, pengujian Tingkat Kemiskinan
berpengaruh nyata terhadap Dana Alokasi Umum, meskipun demikian
pengalokasian Dana Alokasi Umum belum tentu mengurangi tingkat
kemiskinan. sehingga hasil penelitian tidak sesuai dengan teori menurut
Kuncoro (2004:334), dimana Tingkat Kemiskinan tidak berpengaruh
secara nyata (tidak signifikan) negatif terhadap Dana Alokasi Umum. Hal
ini disebabkan karena Dana Dana Alokasi Umum yang meningkat hanya
untuk pengalokasian umtuk keperluan belanja pegawai tetapi tidak untuk
pembangunan ekonomi yang merata sehingga masih banyak Tingkat
Kemiskinan yang terjadi saat ini. Adapun penelitian ini sesuai dengan
penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh Christy et, all (2009:14),
berpengaruh signifikan terhadap penyusunan Dana Alokasi Umum. Hal ini
menunjukkan besarnya alokasi Dana Alokasi Umum tidak menentukan
besarnya pengalokasian dana bagi peningkatan kesejahteraan dan
pengentasan kemiskinan masyarakat yang dilihat dari tingkat Human
Development Index (HDI). Karena pada dewasa ini pengalokasian Dana
Alokasi Umum masih lebih banyak difokuskan untuk Belanja
Pembangunan (pemeliharaan fasilitas di suatu daerah) dan Belanja Rutin
(Belanja Pegawai, Perjalanan Dinas).
3. Penelitian yang telah dilakukan, pengujian Belanja Pegawai tidak
berpengaruh nyata terhadap Dana Alokasi Umum. Sehingga hasil
penelitian sesuai dengan teori menurut Menurut Ulum (2008:9), dimana
Belanja Pegawai tidak berpengaruh secara nyata (tidak signifikan) terhadap
Dana Alokasi Umum. Hal ini disebabkan karena semakin besar kenaikan
pengalokasi untuk keperluan belanja pegawai akan menambah pengeluaran
daerah, maka penyusunan Dana Alokasi Umum (DAU) untuk daerah
tersebut semakin besar. Adapun penelitian ini sesuai dengan penelitian
terdahulu yang pernah dilakukan oleh Solikin (2009:11), dimana hasilnya
adalah Belanja Pegawai tidak berpengaruh signifikan terhadap Dana
Alokasi Umum. Ini dikarenakan berdasarkan hasil penelitian Dana Alokasi
Umum lebih banyak ditekankan untuk pembiayaan Belanja Modal. Yang
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan pada bab IV, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengujian secara simultan variabel bebas Produk Domestik Regional Bruto
(X1), Tingkat Kemiskinan (X2), dan Belanja Pegawai (X3). Ketiga variabel
bebas ini berpengaruh secara simultan dan nyata terhadap variabel
terikatnya Dana Alokasi Umum(Y).
2. Pengujian secara parsial atau individu Produk Domestik Regional Bruto
(X1) terhadap Dana Alokasi Umum (Y). Secara parsial Produk Domestik
Domestik Bruto (X1) berpengaruh nyata dan positif terhadap Dana Alokasi
Umum(Y).
3. Pengujian secara parsial atau individu Tingkat Kemiskinan (X2) terhadap
Dana Alokasi Umum (Y). Secara parsial Tingkat Kemiskinan (X2)
berpengaruh nyata dan positif terhadap Dana Alokasi Umum (Y).
4. Pengujian secara parsial atau individu Belanja Pegawai (X3) terhadap Dana
Alokasi Umum (Y). Secara parsial Belanja Pegawai (X3) tidak
berpengaruh nyata dan negatif terhadap Dana Alokasi Umum(Y).
beberapa saran sebagai bahan pertimbangan sebagai berikut :
1. Pemerintah daerah dapat merencanakan anggaran pendapatan dan belanja
daerahnya sendiri sesuai dengan kebijaksanaan dan inisiatif sendiri dalam
menyelenggarakan urusan rumah tangganya dan harus bisa memanfaatkan
sumber daya yang ada di daerahnya sendiri untuk meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah.
2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah karena selama ini sebagian
besar masih berasal dari bantuan pemerintah pusat berupa dana
perimbangan dalam bentuk Dana Alokasi Umum. Dan sebagian besar dari
Dana Alokasi Umum ini digunakan untuk Belanja Pegawai di pemerintah
daerah. Tetapi masih kurang menyentuh pada permasalahan kemiskinan.
3. Pemerintah pusat hendaknya melakukan peninjauan kembali terhadap
bobot yang diterapkan untuk pengalokasian Dana Alokasi Umum untuk
setiap propinsi maupun kabupaten / kota, sehingga pengalokasian Dana
Alokasi Umum tepat pada sasaran kepada daerah yang benar benar
membutuhkan. Ada baiknya pemerintah lebih meningkatkan Pendapatan
Asli Daerah dibandingkan dengan Dana Alokasi Umum, sebab Pendapatan
Asli Daerah merupakan tolak ukur kemandiriran suatu daerah. Dengan
memiliki Pendapatan Asli Daerah yang tinggi maka akan semakin
mengurangi ketergantungan Pemerintah Daerah terhadap bantuan dari
Pemerintah Pusat.
94
sebelum tahun anggaran berjalan sehingga daerah dapat menyusun
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan lebih baik. Dengan
demikian daerah akan lebih siap dalam memperkirakan jumlah belanja
pada tahun berjalan, serta kebijakan pajak dan retribusi daerah apabila
masih terdapat gap (jarak) antara Dana Alokasi Umum dan Pendapatan
Asli Daerah.
5. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperluas sampel yang
digunakan agar dapat dibandingkan bagaimana kondisi daerah yang
Anonim 2000. “Pendapatan Asli Daerah”. BPS : Surabaya Anonim 2003. “Pendapatan Asli Daerah”. BPS : Surabaya Anonim 2004. “Pendapatan Asli Daerah”. BPS : Surabaya Anonim 2006. “Pendapatan Asli Daerah”. BPS : Surabaya Boediono. 2000. ”Ekonomi Mikro”. BPFE UGM :Yogyakarta
Dakka. 2008. ”Flypaper Effect Pada Dana Alokasi Umum”. Jurnal Ekonomi Hariadi. 2008. “Pengaruh dana alokasi umum terhadap posisi keuangan daerah”
: Studi Kasus di Kabupaten Bojonegoro Dan Kota Surabaya”. Jurnal Ekonomi
Khusaini, Muhammad. 2002. ”Ekonomi Publik Desentralisasi dan Pembangunan Daerah” . Andi : Yogyakarta
Kuncoro, Mudrajad. 2004. “Otonomi dan Pembangunan Daerah”. Erlangga, Jakarta
Prakosa. 2009. “Analisa Pengaruh Dana Alokasi Umum Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Prediksi Belanja Daerah, Studi Empirik Di Jawa Yogyakarta Dan Jawa Tengah”. Jurnal Ekonomi
Purnama. 2008. “Proses Kewenagan Daerah Dalam Rangka Penigkatan Pendapatan Asli Daerah”. Jurnal Ekonomi
Puspitasari. 2008. ”Pengaruh Dana Alokasi Umum Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Langsung Pada Pemerintah Kbupaten/Kota Di Provinsi Riau”. Jurnal Ekonomi
Rosyidi, Suherman. 1998. “Pengantar Teori Ekonomi, Pendekatan Kepada Teori Mikro dan Makro”. Penerbit Rajawali : Jakarta
Saragih, Anam. 2003. ”Perencanaan dan Pembangunan Daerah”. BPFE : Yogyakarta
Siahaan, Markus. 2005. “Pembiayaan Pemerintah Daerah”. UI-Press, Jakarta Sidarpa, Luwis. 2008. ”Faktor Pendukung Yang Mempengaruhi Penyusunan
Sukirno, Sadono . 2004, “Pengantar Teori Mikro Ekonomi”. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta
Suparmoko. 2000. “Ekonomi Publik”. Andi Pers : Yogyakarta.
Ulum. 2008, ”Analisa Atas Dana Alokasi Umum Dan Pengaruhnya Terhadap Belanja Rutin”. Jurnal Ekonomi
Waluyo, Joko. 2008. ”Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah Di Indonesia”. Jurnal ekonomi
Waluyo, Joko. 2009. ”Efektifitas Faktor InpuT Dan Ketimpangan Pendapatan Daerah Di IndonesiaSetelah Desentralisasi Fiskal”. Jurnal ekonomi
Widjaja, Eko. 2008. ”Ekonomi Publik Dalam Otonomi”. PT.Raja Grafindo Persada : Jakarta
www.prov.bkkbn.go.id www.economic.okezone.com
Sesuai UU No.25/1999
C = Pemerintah Pusat ; P = Provinsi (Dati I) ; L = Kabupaten /Kotamadya (Dati II)
Keterangan :
1) 10% bagian Pusat akan dialokasikan kembali kepada seluruh Kabupaten dan Kota
4) 80% bagian daerah = Provinsi : 16% ; Kabupaten/Kota penghasil : 64%
5) 80% bagian daerah = Provinsi : 16% ; Kabupaten/Kota penghasil : 32% ; Kabupaten/Kota lainnya : 32%