PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING
DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
(Kuasi Eksperimen pada Pelajaran Ekonomi Kelas XI SMAN 4 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Ekonomi
Oleh:
Yulia Wahyuni
1302756
MAGISTER PENDIDIKAN EKONOMI
SEKOLAH PASCA SARJANA
PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING
DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
(Kuasi Eksperimen pada Pelajaran Ekonomi Kelas XI SMAN 4 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016)
Oleh:
Yulia Wahyuni
1302756
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Magister Pendidikan
pada Pendidikan Ekonomi Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia
Oktober 2015
Hak cipta dilindungi undang-undang.
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruh atau sebagian,
LEMBAR PENGESAHAN
YULIA WAHYUNI
PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS- ENDS ANALYSIS (MEA)
TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
(Kuasi Eksperimen pada Kompetensi Dasar Ketenagakerjaan di Kelas XI IPS SMA Negeri 4 Bandung Tahun Ajaran 2015/ 2016)
disetujui dan disahkan oleh pembimbing,
Dr. Hj. Sumartini, MP 19590830 198601 2001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Prof. Dr. H. Disman, M.Si NIP. 1959020 9198412 1 001
Berpikir Kritis Siswa (Kuasi Eksperimen pada Pelajaran Ekonomi Kelas XI SMAN 4
Bandung Tahun Ajaran 2015/2016)” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya
saya sendiri. Tidak ada bagian di dalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang lain dan
saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan
etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.
Atas pernyataan ini saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya
apabila di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam
karya saya ini atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Bandung, Oktober 2015
Yang Membuat Pernyataan,
Yulia Wahyuni, 2015
PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Yulia Wahyuni (1302756). Title: “INFLUENCE OF THE USAGE OF PROBLEM SOLVING METHODS WITH MEANS-ENDS ANALYSIS (MEA) TECHNIQUES TO THE CRITICAL THINKING ABILITIES OF THE STUDENTS (a Quasi-Experimental Studies on Economic Subjects in Grade XI of Social Studies at SMA Negeri 4 Bandung, School Year 2015/2016).” Supervisor: Dr. Hj. Sumartini, MP.
To meet the challenges of adapting into the life in the global society and the continues changing-world at this point, everyone is required to have the abilities and the skills needed in the 21st century, such as: problem solving and critical thinking, entrepreneurship, and creativity. One of the fundamental problems encountered in learning activities at the high school is the lack of critical thinking skills of the students in the learning process. Improve critical thinking skills is considered very important that students are able and accustomed to dealing with various real problems.
This study aims to determine the influence of the usage of problem solving methods with means-ends analysis (MEA) techniques to the critical thinking abilities of the students as compared to conventional learning methods as commonly done by teachers on economic subjects in Grade XI of social studies at SMA Negeri 4 Bandung.
The method used in this study was a quasi-experimental research on the subjects as intact groups, where the class of XI IIS 2 was referred to as experimental group and the class of XI IIS 3 was referred to as control group. Treatment (X) in the experimental group using the problem solving methods with means-ends analysis techniques, whereas treatment in the control group using conventional learning methods. Each groups were given an early tests/pre-test (O1) and final tests/post-test (O2) in order to determine the differences in improvement of critical thinking abilities of the students at the point before and after the course of treatment (X) or learning process.
These results showed that there was an increasing in critical thinking abilities of the students (variable Y) in class that uses the problem solving methods with means-ends analysis techniques (variable X). Moreover, there were differences in the improvement of critical thinking abillities of the students, where the gain index of the experimental class could be classified in the middle criteria while the gain index of the control class was classified in the low criteria. Based on these results, it could be concluded that the usage of problem solving methods with means-ends analysis techniques in the learning process is quite effective to improve critical thinking abilities of the students.
pada Pelajaran Ekonomi Kelas XI IIS SMA Negeri 4 Bandung Tahun Ajaran
2015/2016)” di bawah bimbingan Dr. Hj. Sumartini, MP.
Untuk memenuhi tantangan beradaptasi dengan kehidupan di tengah masyarakat global dan dunia yang terus mengalami perubahan pada saat ini, setiap orang dituntut untuk memiliki kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan di abad ke-21 seperti pemecahan masalah dan berpikir kritis serta kewirausahaan dan kreativitas. Salah satu persoalan mendasar yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran di sekolah lanjutan tingkat atas adalah rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa dalam proses pembelajaran. Meningkatkan kemampuan berpikir kritis dipandang sangat penting agar siswa mampu dan terbiasa menghadapi berbagai permasalahan di sekitarnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan metode problem solving (pemecahan masalah) dengan teknik means-ends analysis (MEA) terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dibandingkan dengan metode pembelajaran konvensional (ceramah) seperti yang biasa dilakukan oleh guru pada mata pelajaran ekonomi kelas XI IIS di SMA Negeri 4 Bandung.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan subyek kelompok utuh (intact group), yaitu kelas XI IIS 2 sebagai kelompok eksperimen dan kelas XI IIS 3 sebagai kelompok kontrol. Perlakuan (X) pada kelompok eksperimen menggunakan metode pembelajaran problem solving dengan teknik means-ends analysis, sedangkan perlakuan pada kelompok kontrol menggunakan metode pembelajaran konvensional (ceramah). Sebelum dan sesudah diberi perlakuan, masing-masing kelompok diberikan tes awal/pre-test (O1) dan tes akhir/post-test (O2) guna mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa sebelum dan sesudah diberikan perlakuan atau proses pembelajaran.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa (variabel Y) di kelas yang menggunakan metode problem solving dengan teknik means-ends analysis (variabel X). Selain itu, terdapat perbedaan peningkatan (gain) kemampuan berpikir kritis siswa dimana indeks gain pada kelas eksperimen termasuk dalam kriteria sedang, sedangkan indeks gain pada kelas kontrol termasuk dalam kriteria rendah. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode problem solving dengan teknik means-ends analysis dalam proses pembelajaran cukup efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Yulia Wahyuni, 2015
PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
iii
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS ... 11
2.1. Kajian Pustaka ... 11
2.1.1. Teori Pembelajaran Konstruktivisme ... 11
2.1.2. Teori Perkembangan Jean Piaget ... 14
2.1.3. Model Pembelajaran ... 16
2.1.3.1. Pengertian Model Pembelajaran ... 16
2.1.3.2. Model Problem Based Learning ... 16
2.1.3.3. Model Discovery Learning ... 21
2.1.3.4. Model Project Based Learning ... 23
2.1.4. Metode Pembelajaran ... 24
2.1.4.1. Pengertian Metode Pembelajaran ... 24
2.1.4.2. Metode Pembelajaran Problem Solving ... 25
2.1.4.3. Penggunaan Metode Problem Solving dalam Pembelajaran Ekonomi ... 29
2.1.4.4. MEA (Means-Ends Analysis) ... 30
2.1.5. Kemampuan Berpikir Kritis ... 33
2.1.5.1. Pengertian Berpikir Kritis ... 33
2.1.5.2. Proses Berpikir Kritis ... 35
2.1.5.3. Penggabungan Sikap, Pengetahuan, dan Keterampilan ... 37
2.1.5.4. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis ... 37
2.1.6. Penelitian Terdahulu ... 40
Yulia Wahyuni, 2015
3.6. Teknik Pengumpulan Data dan Pengolahan Data ... 57
3.6.1. Teknik Pengumpulan Data ... 57
3.6.2.2.1 Uji Normalitas Data Tes Akhir (Post-test) ... 59
3.6.2.2.2 Uji Homogenitas Varians ... 59
4.1.1. Deskripsi Tempat Penelitian ... 63
4.1.2. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 66
4.1.3. Analisis Data ... 68
4.1.3.1. Analisis Data Hasil Pre-test ... 68
4.1.3.1.1 Uji Normalitas Data Hasil Pre-test ... 68
4.1.3.1.2 Uji Homogenitas Data Hasil Pre-test ... 69
4.1.3.2. Analisis Data Hasil Post-test ... 70
4.1.3.2.1 Uji Normalitas Data Hasil Post-test ... 71
4.1.3.2.2 Uji Homogenitas Data Hasil Post-test ... 72
4.1.3.3. Analisis Uji Beda Dua Rata-rata ... 73
4.1.3.3.1 Uji Beda Dua Rata-rata Kelas Eksperimen ... 74
4.1.3.3.2 Uji Beda Dua Rata-rata Kelas Kontrol ... 75
4.1.3.4. Analisis Data Indeks Gain ... 75
4.1.3.4.1 Uji Normalitas Data Indeks Gain ... 76
4.1.3.4.2 Uji Homogenitas Data Indeks Gain ... 77
4.1.3.4.3 Uji Beda Dua Rata-rata Indeks Gain ... 77
Yulia Wahyuni, 2015
PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
v
Gambar 1.1. Grafik Nilai Rata-Rata Hasil Pra-Penelitian Siswa Kelas XI IIS
di SMA Negeri 4 Bandung ... 5
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran ... 44
Gambar 4.1. Grafik Uji Normalitas Q-Q Plot Hasil Pre-test Kelas Eksperimen ... 69
Gambar 4.2. Grafik Uji Normalitas Q-Q Plot Hasil Pre-test Kelas Kontrol ... 69
Gambar 4.3. Grafik Uji Normalitas Q-Q Plot Hasil Post-test Kelas Eksperimen ... 72
Yulia Wahyuni, 2015
Tabel 2.2. Peran Guru, Peserta Didik dan Masalah dalam Pembelajaran
Berbasis Masalah ... 18
Tabel 2.3. Perbandingan antara Proses-Proses Berpikir Kritis Menurut Ennis (1986), Henri (1991), dan Garrison (1992) ... 36
Tabel 2.4. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis ... 38
Tabel 2.5. Penelitian Terdahulu ... 40
Tabel 3.1. Desain Quasi Eksperimen ... 46
Tabel 3.2. Definisi Operasional Variabel ... 47
Tabel 3.3. Klasifikasi Interpretasi Koefisien Validitas ... 50
Tabel 3.4. Hasil Perhitungan Validitas Butir Soal ... 50
Tabel 3.5. Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... 52
Tabel 3.6. Klasifikasi Indeks Kesukaran ... 53
Tabel 3.7. Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran ... 53
Tabel 3.8. Klasifikasi Daya Pembeda ... 54
Tabel 3.9. Hasil Perhitungan Daya Pembeda ... 55
Tabel 3.10. Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen ... 56
Tabel 3.11. Kriteria Indeks Gain ... 60
Tabel 4.1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 67
Tabel 4.2. Statistik Deskriptif Nilai Pre-test Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 68
Tabel 4.3. Output Data Uji Normalitas Distribusi Hasil Pre-test Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 68
Tabel 4.4. Output Uji Homogenitas Dua Varians Hasil Pre-test Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 70
Tabel 4.5. Statistik Deskriptif Data Hasil Post-test Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 70
Tabel 4.6. Output Data Uji Normalitas Distribusi Hasil Post-test Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 71
Tabel 4.7. Output Uji Homogenitas Dua Varians Hasil Post-test Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 73
Tabel 4.8. Output Paired-Samples t Test Kelas Eksperimen ... 74
Tabel 4.9. Output Paired-Samples t Test Kelas Kontrol ... 75
Tabel 4.10. Statistik Deskriptif Indeks Gain Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 76
Tabel 4.11. Output Uji Normalitas Data Indeks Gain Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 76
Tabel 4.12. Output Uji Homogenitas Dua Varians Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 77
Tabel 4.13. Output Uji Beda Dua Rata-rata Indeks Gain Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 78
Yulia Wahyuni, 2015
PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem pendidikan yang pernah dibangun di masa lampau sudah tidak lagi
relevan dengan peradaban dan perekonomian dunia saat ini. Kehidupan dunia
pada saat ini secara eksponensial lebih rumit dan kompleks dibandingkan lima
puluh tahun yang lalu. Hal ini berlaku baik dalam kehidupan bermasyarakat
maupun di dunia kerja. Pada abad ke-21, setiap warganegara membutuhkan
tingkat informasi dan pengetahuan teknologi yang jauh melampaui pengetahuan
dasar yang dinilai telah mencukupi di masa lalu.
Dalam bidang perindustrian dan pertanian yang ada pada lima puluh tahun
yang lalu, dinilai telah cukup hanya dengan menguasai tiga kemampuan utama
(‘Three Rs’) saja, yaitu: membaca (reading), menulis (writing), berhitung (arithmetic). Pada dunia yang modern saat ini, menguasai tiga kemampuan utama
(‘Three Rs’) tersebut tidak lagi memadai. Jika ingin mampu bersaing di tengah masyarakat global saat ini, siswa di zaman sekarang dituntut untuk dapat menjadi
seorang komunikator yang handal, pencipta, pemikir kritis, dan kolaborator.
Persoalan mendasar yang sering dihadapi dalam kegiatan pembelajaran di
sekolah khususnya di sekolah lanjutan tingkat atas adalah rendahnya kemampuan
berpikir kritis siswa dalam proses pembelajaran. Mengajarkan siswa untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dipandang sebagai sesuatu yang sangat
penting untuk dikembangkan di sekolah agar siswa mampu dan terbiasa
menghadapi berbagai permasalahan di sekitarnya. Berdasarkan Pedoman
Implementasi Kurikulum 2013 oleh Departemen Pendidikan Nasional Republik
Indonesia tentang pengembangan kurikulum, dinyatakan bahwa kompetensi yang
perlu dijaga dan dikembangkan demi terwujudnya lulusan yang mampu bersaing
tidak hanya di tingkat lokal, tetapi juga di tingkat nasional dan internasional
antara lain adalah: (1) kompetensi berkomunikasi; (2) kompetensi berpikir jernih
dan kritis; (3) kompetensi mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan; (4)
berempati dan toleran terhadap pandangan yang berbeda; dan (6) kompetensi
hidup bermasyarakat baik pada tataran lokal, nasional, maupun internasional.
Dengan sejumlah tantangan yang dihadapi, bersama dengan hubungan
yang instan ke masyarakat global, pengetahuan sehari-hari tidak bisa lebih relevan
atau diterapkan pada kurikulum di sekolah. Pemanasan global, reformasi imigrasi,
wabah penyakit, dan kebocoran keuangan hanyalah sedikit dari permasalahan
yang harus diatasi oleh siswa di zaman sekarang. Ken Kay, CEO EdLeader21,
mengatakan: "Siswa di zaman sekarang membutuhkan pemikiran kritis dan
kemampuan memecahkan masalah yang tidak hanya untuk mengatasi masalah
dalam tugas yang diberikan kepada mereka pada saat ini, tetapi juga untuk
memenuhi tantangan beradaptasi dengan permintaan tenaga kerja yang terus
mengalami perubahan."
Presiden Barack Obama dalam komentarnya terhadap dunia pendidikan di Amerika Serikat menegaskan: “Saya meminta kepada setiap Gubernur dan Kepala Dinas Pendidikan untuk mengembangkan standar dan penilaian yang tidak hanya
mengukur apakah siswa mampu mengisi dan mengerjakan soal-soal ujian, tapi
juga mengetahui apakah mereka memiliki kemampuan dan keterampilan yang
dibutuhkan di abad ke-21 seperti pemecahan masalah dan berpikir kritis serta
kewirausahaan dan kreativitas.”
Secara sederhana, berpikir adalah memproses informasi secara mental atau
secara kognitif. Lebih formalnya lagi, berpikir didefinisikan sebagai proses
penyusunan ulang atau manipulasi kognitif baik informasi dari lingkungan
maupun simbol-simbol yang disimpan dalam memori jangka panjang. Menurut
Drever (1952 dalam Walgito, 1997 dikutip Khodijah, 2006: 117), berpikir adalah
melatih ide-ide dengan cara yang tepat dan seksama yang dimulai dengan adanya
masalah. Solso (1998 dalam Khodijah, 2006: 117) menyatakan bahwa berpikir
adalah sebuah proses dimana representasi mental baru dibentuk melalui
transformasi informasi dengan interaksi a tribut-atribut mental yang kompleks
seperti penilaian, abstraksi, logika, imajinasi, dan pemecahan masalah.
Ennis (1989 dalam Fisher, 2001: 4) memberikan sebuah definisi bahwa
Yulia Wahyuni, 2015
PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
untuk memutuskan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Tujuan dari
berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang mendalam, karena dengan
pemahaman akan dapat mengungkapkan makna dari suatu kejadian atau masalah.
Dalam mempersiapkan siswa untuk menghadapi persaingan di tengah
masyarakat global di abad ke-21, National Education Association (NEA) sebagai
organisasi profesional terbesar di Amerika Serikat yang mewakili para guru dan
tenaga pendidik telah merancang suatu panduan untuk memperjelas visi bagi guru
kelas serta pendidikan yang mendukung profesionalisme guru. Dalam hal ini
diyakini bahwa setiap siswa harus memiliki baik penguasaan materi yang kuat
maupun empat kemampuan utama (‘Four Cs’) antara lain: berpikir kritis (critical thinking), komunikasi (communication), kerjasama (collaboration), dan
kreativitas (creativity).
John Stocks dalam An Educator’s Guide to ‘Four Cs’ (NEA, 2010) menyatakan bahwa: “Mengajarkan empat kemampuan utama (‘Four Cs’) kepada para siswa adalah suatu keharusan. Sebagaimana halnya tenaga pendidik
mempersiapkan para siswa dalam menghadapi persaingan di tengah masyarakat
global yang baru, mengajarkan materi pokok dari setiap mata pelajaran
matematika, ilmu-ilmu sosial, seni perlu disempurnakan dengan melibatkan
kemampuan berpikir kritis, berkomunikasi, bekerjasama, dan kreativitas. Kita
memerlukan sarana baru guna mendukung para guru kelas dan sistem pendidikan
yang mendukung profesionalisme dalam pekerjaan mereka, terutama saat mereka
menerapkan strategi-strategi yang baru di dalam kelas.”
Berdasarkan hasil penelitian American Management Association tahun
2010, “The AMA 2010 Critical Skills Survey,” empat kemampuan utama (‘Four
Cs’) akan menjadi lebih penting bagi perusahaan di masa depan. Tiga dari empat eksekutif (75%) yang mengikuti survei AMA menyatakan bahwa keterampilan
dan kompetensi tersebut akan menjadi lebih penting bagi perusahaan mereka
dalam tiga sampai lima tahun ke depan, terutama karena perbaikan ekonomi dan
pertumbuhan perusahaan di pasar global. Selain itu, 80% eksekutif meyakini
kemampuan membaca, menulis, dan berhitung saja tidaklah cukup jika karyawan
tidak dapat berpikir kritis, memecahkan masalah, bekerjasama, atau
berkomunikasi secara efektif.
Secara umum, dampak yang akan dirasakan jika siswa tidak mampu
meningkatkan kemampuan berpikir kritis adalah bahwa bangsa Indonesia tidak
akan menghasilkan generasi sumber daya manusia yang benar-benar memiliki
kemampuan dalam menyelesaikan masalah. Seperti halnya pada saat ini, sumber
daya manusia Indonesia perlu dipersiapkan secara baik dan matang untuk dapat
menghadapi persaingan dalam pasar bebas ASEAN. Oleh sebab itu diperlukan
adanya suatu metode dan teknik pembelajaran yang tepat dan mampu membangun
kemampuan siswa untuk berpikir kritis. Metode dan teknik pembelajaran tersebut
merupakan suatu strategi untuk membuat siswa menjadi lebih aktif, mampu
memahami materi sesuai dengan tujuan pembelajaran dan mengaplikasikan materi
tersebut dalam kehidupan sehari-hari, serta tanggap terhadap
permasalahan-permasalahan yang ada di lingkungan sekitarnya. Dalam upaya untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa, maka diperlukan
usaha untuk memperbaiki proses belajar mengajar di dalam kelas.
Proses belajar mengajar di dalam kelas sedapat mungkin diarahkan untuk
menghadirkan permasalahan dunia nyata dan tentunya berkaitan dengan materi
atau indikator yang akan dicapai, sehingga siswa akan terlibat langsung dalam
memecahkan masalah yang ada dengan menggunakan keterampilan serta
pengalaman yang dimiliki oleh masing-masing siswa. Barrows dan Myers (1993)
menyatakan bahwa permasalahan dalam pendekatan ini menjadi komponen yang
sangat penting, karena tema-tema permasalahan yang dirancang harus mencakup
semua tuntutan kurikulum. Peran guru dalam proses ini adalah memacu siswa
untuk berpikir kritis dalam memberikan solusi terhadap permasalahan yang ada.
Seperti halnya yang dijumpai penulis di SMAN 4 Bandung, sebagaimana
dikemukakan oleh Ibu Ammah sebagai guru ekonomi di kelas IIS yang
menyatakan bahwa siswa di kelas XI IIS belum cukup mampu menggunakan
keterampilan yang dimilikinya dalam memecahkan masalah dalam materi
Yulia Wahyuni, 2015
PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pernyataan tersebut, penulis melakukan pra-penelitian untuk melihat seberapa
besar kemampuan berpikir kritis siswa SMA Negeri 4 Bandung dalam
memecahkan permasalahan ekonomi yang dihubungkan dengan dunia nyata.
Dalam hal ini penulis mengajukan beberapa pertanyaan tentang berpikir kritis
berdasarkan studi kasus yang diambil dari permasalahan ekonomi pada saat ini
dalam materi ketenagakerjaan. Pertanyaan tersebut berbentuk soal essay sebanyak
3 buah yang terdiri dari indikator berpikir kritis berdasarkan kemampuan untuk
mengidentifikasi asumsi, mengevaluasi argumen, dan mengambil kesimpulan
(Watson & Glaser, 2012: 6). Pertanyaan diberikan kepada 21 orang siswa kelas XI
IIS di SMA Negeri 4 Bandung.
Hasil pra-penelitian yang diperoleh peneliti dirangkum dalam Tabel 1.1
sebagai berikut:
Tabel 1.1
Hasil Pra-Penelitian Siswa Kelas XI IIS SMAN 4 Bandung
Nomor Soal
Indikator Berpikir Kritis Nilai Rata-Rata
Nilai Maksimum
(Watson & Glaser, 2012) (Total Nilai / Jumlah Siswa)
1 Mengidentifikasi Asumsi 22,9 35
2 Mengevaluasi Argumen 18,3 35
3 Mengambil Kesimpulan 20,7 30
Gambar 1.1
Grafik Nilai Rata-Rata Hasil Pra-Penelitian Siswa Kelas XI IIS di SMA Negeri 4 Bandung
22.9
Mengidentifikasi Asumsi Mengevaluasi Argumen Mengambil Kesimpulan
Soal 1 Soal 2 Soal 3
Hasil Pra-Penelitian Siswa Kelas XI IIS
di SMAN 4 Bandung
Berdasarkan Tabel dan Gambar 1.1 dapat dilihat bahwa siswa yang dapat
menjawab soal dengan indikator mampu mengidentifikasi asumsi memperoleh
nilai rata-rata 22,9 dari nilai maksimum 35, siswa yang mampu mengevaluasi
argumen memperoleh nilai rata-rata 18,3 dari nilai maksimum 35, sedangkan
dalam mengambil kesimpulan, siswa memperoleh nilai rata-rata 20,7 dari nilai
maksimum 30. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa SMAN 4
Bandung khususnya di kelas XI IIS, sudah punya dasar yang cukup dalam
mengidentifikasi asumsi yang dianggap benar dalam suatu pernyataan serta dapat
mengambil kesimpulan berdasarkan pada pernyataan. Akan tetapi hasil tersebut
belumlah cukup untuk mengatakan bahwa siswa kelas XI IIS di SMAN 4
Bandung sudah memiliki kemampuan berpikir kritis, maka dalam hal ini,
kemampuan siswa dalam berpikir kritis perlu diasah dan dikembangkan lagi
sehingga mencapai tujuan dari proses pembelajaran seperti yang dikemukakan
oleh Ennis (1962, 1985a,b dalam Costa, 1985: 73-74) mengenai tujuan akhir dari
berpikir kritis, yaitu siswa dapat memutuskan tindakan dari suatu permasalahan
yang dihadapinya.
Dalam model pembelajaran berbasis masalah, siswa akan berubah dari
pendengar yang pasif untuk menjadi aktif dalam menerima informasi. Disamping
itu, siswa lebih bebas untuk belajar secara mandiri dan mampu mengambil solusi
atas suatu permasalahan. Model pembelajaran ini juga menggeser penekanan
program pendidikan dari mengajar kepada proses pembelajaran. Hal ini akan
memungkinkan siswa untuk mempelajari pengetahuan baru dengan menghadapi
masalah yang harus diselesaikan. Pembelajaran berbasis masalah secara positif
akan mempengaruhi kemampuan yang lain seperti pemecahan masalah,
penerimaan informasi serta membagikan informasi tersebut dengan orang lain,
kerja kelompok, berkomunikasi, dan lain sebagainya. Sekali lagi, pemecahan
masalah adalah tindakan yang serius dan disengaja, melibatkan penggunaan
beberapa metode baru, berpikir tingkat tinggi, serta terdiri atas langkah-langkah
yang direncanakan secara sistematis untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Yulia Wahyuni, 2015
PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
untuk memperoleh informasi yang didasarkan atas fakta-fakta (Yuzhi, 2003: 28;
Mangal, 2007: 378).
Menurut Gallagher dkk. (1995: 136), dalam lingkungan belajar berbasis
masalah, siswa bertindak sebagai seorang profesional serta dihadapkan dengan
permasalahan yang memerlukan definisi secara jelas dan terstruktur dengan baik,
mengembangkan hipotesis, menilai, menganalisis, menggunakan data-data dari
sumber yang berbeda, merevisi hipotesis awal sebagaimana perkembangan
data-data yang dikumpulkan, serta menjustifikasi berbagai solusi berdasarkan bukti dan
penalaran. Praktek pembelajaran berbasis masalah adalah sangat beragam
sebagaimana para pendidik di seluruh dunia dan dalam berbagai disiplin ilmu
telah menemukannya sebagai jalan untuk inovasi pendidikan. Para pendidik telah
menggunakan metode pemecahan masalah sebagai suatu sarana pendidikan untuk
menyempurnakan proses pembelajaran sebagai pengalaman yang praktis dan
relevan, untuk memberikan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah, serta
untuk mendorong kemampuan siswa dalam belajar secara mandiri. Eng (2001)
berpendapat bahwa filosofi pembelajaran berbasis masalah bertujuan untuk
merancang dan memberikan lingkungan pembelajaran secara total yang holistik
kepada proses pembelajaran terpusat pada siswa serta pemberdayaan siswa itu
sendiri. Berdasarkan tujuan dari pembelajaran berbasis masalah tersebut, siswa
diharapkan mampu untuk berpikir kritis dalam memecahkan permasalahan yang
diberikan oleh guru di dalam kelas.
Salah satu metode pembelajaran yang dapat diterapkan dalam praktek
pembelajaran berbasis masalah adalah metode pemecahan masalah dengan teknik
means-ends analysis. Teknik pembelajaran means-ends analysis pertama kali
diperkenalkan oleh Newell dan Simon (1972) dalam jurnal berjudul Human
Problem Solving, yang menyatakan bahwa means-ends analysis adalah suatu
teknik pemecahan masalah dimana kondisi pada saat ini dibandingkan dengan
kondisi dari tujuan yang hendak dicapai, dan perbedaan di antaranya dapat dibagi
ke dalam sub-sub tujuan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan operator
yang sesuai. Melalui teknik pemecahan masalah means-ends analysis, diharapkan
berpikir kritis dan cermat terhadap permasalahan yang dihadapi. Sehingga siswa
akan mendapatkan kesimpulan dan tujuan pembelajaran yang lebih dipahami dan
dimengerti.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat diasumsikan bahwa metode
pemecahan masalah dengan teknik means-ends analysis adalah suatu teknik
dalam proses pembelajaran berbasis masalah guna memperoleh pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa
dalam berpikir kritis.
Mengacu pada uraian diatas bahwa kemampuan berpikir kritis merupakan
salah satu modal dasar atau modal intelektual yang sangat penting bagi setiap
orang dalam era persaingan global abad ke-21, maka penulis melakukan penelitian
yang diberi judul “Pengaruh Penggunaan Metode Problem Solving dengan
Teknik Means-Ends Analysis (MEA) terhadap Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa (Kuasi Eksperimen pada Kompetensi Dasar Ketenagakerjaan di Kelas
XI SMAN 4 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016).”
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan masalah
untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas
yang menggunakan metode problem solving dengan teknik MEA (kelas
eksperimen) sebelum dan sesudah perlakuan diberikan (pre-test –
post-test).
2. Apakah terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas
yang menggunakan metode ceramah (kelas kontrol) sebelum dan sesudah
perlakuan diberikan (pre-test – post-test).
3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan (gain) kemampuan berpikir kritis
siswa di kelas yang menggunakan metode pemecahan masalah dengan
teknik means-ends analysis (kelas eksperimen) dengan kelas yang
Yulia Wahyuni, 2015
PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka
tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan
metode pemecahan masalah dengan teknik means-ends analysis terhadap
kemampuan siswa dalam berpikir kritis pada mata pelajaran ekonomi bila
dibandingkan dengan metode konvensional (ceramah) yang biasanya dilakukan
oleh guru mata pelajaran ekonomi kelas IIS di SMAN 4 Bandung.
1.3.2 Tujuan Khusus
Dari tujuan yang bersifat umum tersebut, penulis mencoba menjabarkan
beberapa tujuan yang lebih khusus, yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas yang
menggunakan metode pemecahan masalah dengan teknik means-ends analysis
(kelas eksperimen), sebelum dan sesudah perlakuan diberikan (pre-test –
post-test).
2. Mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas yang
menggunakan metode ceramah (kelas kontrol), sebelum dan sesudah
perlakuan diberikan (pre-test – post-test).
3. Mengetahui perbedaan peningkatan (gain) kemampuan berpikir kritis siswa di
kelas yang menggunakan metode pemecahan masalah dengan teknik
means-ends analysis (kelas eksperimen) dibandingkan dengan kelas yang
menggunakan metode ceramah (kelas kontrol).
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan pemikiran dalam
mengembangkan ilmu pendidikan mengenai pengaruh penggunaan metode
pemecahan masalah dengan teknik means-ends analysis terhadap kemampuan
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis untuk
meningkatkan pelaksanaan kegiatan pembelajaran ekonomi, khususnya di sekolah
lanjutan tingkat atas. Secara praktis manfaat yang dapat diambil dari hasil
penelitian ini adalah:
1. Memberikan masukan kepada guru mengenai metode pemecahan masalah
dengan teknik means-ends analysis untuk meningkatkan kemampuan berpikir
kritis siswa dalam kegiatan pembelajaran ekonomi.
2. Memfasilitasi pengalaman belajar siswa yang memotivasi keaktifan dalam
kegiatan pembelajaran ekonomi.
3. Memberikan informasi bagi penelitian lain, mengenai kemampuan berpikir
kritis siswa dalam kegiatan pembelajaran ekonomi dengan penggunaan
Yulia Wahyuni, 2015
PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 45
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan langkah dan prosedur yang akan dilakukan
untuk mengumpulkan data dalam rangka memecahkan masalah atau menguji
hipotesis.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen
dengan subyek kelompok utuh (intact group), yaitu kelas XI IIS 2 sebagai
kelompok eksperimen dan kelas XI IIS 3 sebagai kelompok kontrol. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis
siswa pada mata pelajaran ekonomi yang menggunakan metode problem solving
dengan teknik means-ends analysis dibandingkan dengan pembelajaran biasa
dengan metode ceramah.
3.2 Desain Penelitian
Kusnendi (2013:1) menjelaskan bahwa penelitian eksperimen memiliki
beberapa jenis, yakni: 1) tru experimental, pada penelitian eksperimen murni,
kelompok subjek eksperimen diambil secara random, dan 2) quasi experimental,
yaitu eksperimen yang dilakukan dengan subyek kelompok utuh (intact group)
dan bukan subyek yang diambil secara random untuk diberi perlakuan.
Pada penelitian ini tidak melakukan random assigment, namun langsung
menggunakan kelas yang sedang berlangsung sebagai kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Oleh karena itu penelitian ini tergolong pada eksperiment
kuasi. Jadi dalam penelitian ini, siswa dibedakan atas dua kelas yaitu kelas
kontrol dan kelas experimen. Kedua kelas ini diberi perlakuan yang berbeda. Pada
kelas eksperimen digunakan metode pembelajaran problem solving dengan teknik
means-ends analysis (MEA), sedangkan kelas kontrol digunakan pembelajaran
Tabel 3.1
Desain Kuasi Eksperimen
Kelas Pre-test Perlakuan Post-test
Eksperimen O1 X O2
Kontrol O1 - O2
Keterangan:
O1 = Pre-test/tes awal pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
O2 = Post-test/tes akhir pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
X = Perlakuan dengan metode pembelajaran problem solving dengan teknik
means-ends analysis (MEA)
Pada desain ini, setiap kelompok masing-masing diberi tes awal/pre-test
(O1) dan setelah diberi perlakuan diukur dengan tes akhir/post-test (O2). Hal ini
dilakukan untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan bepikir kritis
peserta didik sebelum dan sesudah proses pembelajaran.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian kemampuan berpikir kritis ini adalah seluruh
peserta didik kelas XI IIS pada SMAN 4 Bandung yang penelitiannya
dilaksanakan pada awal semester I (ganjil). Kelas eksperimen dan kelas kontrol
dipilih dari kelas yang telah ada.
Informasi awal dalam pemilihan sampel dilakukan berdasarkan
pertimbangan dari guru bidang studi ekonomi sebelumnya. Agar penentuan
sampel tidak bersifat subjektif, maka pertimbangan dalam menentukan sampel
juga didasarkan pada perolehan nilai ekonomi peserta didik sebelumnya. Adapun
sampel kelas XI IIS yang digunakan yaitu kelas XI IIS 2 sebagai kelas eksperimen
dan kelas XI IIS 3 sebagai kelas kontrol.
3.4 Operasionalisasi Variabel
Berdasarkan kajian pustaka dan perencanaan operasional penelitian maka
Yulia Wahyuni, 2015
PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Tabel 3.2
Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi Variabel Indikator
Metode Problem
Solving (Variabel X)
Menurut Zainal Aqib (2014:196) metode penyelesaian masalah disebut dengan metode problem solving. Metode ini cara menyampaikan materi dimana guru memberikan suatu permasalahan tertentu untuk dipecahkan atau dicari jalan keluarnya oleh peserta didik. Persoalan-persoalan harus berhubungan dengan materi yang dipelajari.
John Dewey (dalam Sanjaya, 2012) menjelaskan 6 langkah metode pemecahan masalah (problem solving), yaitu:
a. Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan. b. Menganalisis masalah, yaitu
langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang.
c. Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. d. Mengumpulkan data, yaitu
langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
e. Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.
f. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.
Teknik Means- Ends
Analysis (Variabel X)
Secara etimologis, means-ends analysis (MEA) terdiri dari tiga unsur kata, yakni: means berarti ‘cara’, end berarti ‘tujuan’, dan analysis berarti ‘analisis atau menyelidiki secara sistematis’. Dengan demikian, MEA bisa diartikan sebagai teknik untuk menganalisis permasalahan melalui berbagai cara untuk mencapai tujuan akhir yang diinginkan.
MEA dapat diterapkan dengan mengikuti langkah-langkah berikut ini:
Tahap 1: Identifikasi perbedaan antara current state dan goal state
Variabel Definisi Variabel Indikator
Dikembangkan pertama kali oleh Newell dan Simon pada tahun 1972.
apapun perbedaan yang terdapat antara current state dan goal state.
Tahap 2: Organisasi sub masalah (subgoals)
Pada tahap ini, siswa diharuskan untuk menyusun sub masalah dalam rangka menyelesaikan sebuah masalah. Penyusunan ini dimaksudkan agar siswa lebih fokus dalam memecahkan masalahnya secara bertahap dan terus berlanjut sampai akhirnya goal state dapat tercapai.
Tahap 3: Pemilihan Operator atau Solusi
Pada tahap ini, setelah sub masalah terbentuk, siswa dituntut untuk memikirkan bagaimana konsep dan operator yang efektif dan efisien untuk memecahkan sub masalah tersebut. Terpecahkannya sub masalah akan menuntun pemecahan goal state yang sekaligus juga bisa menjadi solusi utama.
Kemampuan Berpikir Kritis (Variabel Y)
Edward Glaser (dalam Fisher, 2009:3) salah seorang dari penulis Watson-Glaser Critical Thinking Appraisal (uji kemampuan berpikir kritis yang paling banyak dipakai diseluruh dunia). Glaser mendefinisikan berpikir kritis sebagai:
(1)Suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal metode tersebut. Berpikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan
Menurut Watson dan Glaser, kompetensi dalam berpikir kritis direpresentasikan dengan kebenaran atau kepalsuan dari sesuatu hal. Sebuah inferensi adalah kesimpulan yang dihasilkan oleh seseorang melalui observasi-observasi atau berdasarkan fakta-fakta tertentu.
b. Pengenalan asumsi – kecakapan untuk mengenali asumsi-asumsi atau sesuatu yang dianggap benar.
Yulia Wahyuni, 2015
PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Variabel Definisi Variabel Indikator
bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya.
d. Interpretasi – kecakapan menimbang fakta-fakta dan menghasilkan suatu generalisasi atau kesimpulan-kesimpulan berdasarkan pada data-data yang diberikan.
e. Evaluasi argumen – kecakapan untuk membedakan antara argumen-argumen yang kuat atau relevan dengan argumen-argumen yang lemah atau tidak relevan. Sebuah argumen dikatakan sangat kuat jika premis hampir tidak mungkin benar dan kesimpulannya salah. Sementara sebuah argumen dikatakan lemah jika ada kemungkinan bahwa premis bisa benar dan kesimpulannya salah.
3.5 Analisis Uji Tes
3.5.1 Uji Validitas
Uji validitas ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kevaliditasan atau
kesahihan dari suatu alat ukur. Menurut Suherman (2003:102), “Suatu alat
evaluasi disebut valid (absah atau sahih) apabila alat tersebut mampu
mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi”. Oleh karena itu, keabsahan
tergantung sejauh mana ketepatan alat evaluasi itu dalam melaksanakan
fungsinya.
Menurut Suherman (2003:120), “Rumus yang digunakan untuk menentukan validitas tiap butir soal dihitung dengan menggunakan rumus korelasi
product moment memakai angka kasar (raw-score),” yaitu sebagai berikut:
= � Σ − Σ Σ
√ �Σ – ΣX NΣY − ΣY
Keterangan:
= Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
X = Skor item
Y = Skor total
Setelah didapat harga koefisien validitas maka harga tersebut
diinterpretasikan terhadap kriteria dengan menggunakan tolak ukur yang dibuat
J.P Guilford (Suherman, 2003:113) sebagai berikut:
Tabel 3.3
Klasifikasi Interpretasi Koefisien Validitas
Nilai rxy Interpretasi
0,90 < rxy ≤ 1,00 Sangat tinggi
0,70 < rxy≤ 0,90 Tinggi
0,40 < rxy≤ 0,70 Sedang
0,20 < rxy≤ 0,40 Rendah
0,00 < rxy ≤ 0,20 Sangat rendah rxy ≤ 0,00 Tidak valid
Adapun hasil analisis uji instrumen mengenai validitas tiap butir soal
seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 3.4
Hasil Perhitungan Validitas Butir Soal
Nomor Soal Nilai Validitas Butir Soal Interpretasi
1 0,458 Sedang
2 0,558 Sedang
3 0,477 Sedang
4 0,502 Sedang
5 0,518 Sedang
6 0,453 Sedang
7 0,510 Sedang
8 0,660 Sedang
9 0,525 Sedang
10 0,621 Sedang
11 0,551 Sedang
12 0,527 Sedang
Yulia Wahyuni, 2015
PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
14 0,587 Sedang
Nomor Soal Nilai Validitas Butir Soal Interpretasi
15 0,494 Sedang
16 0,449 Sedang
17 0,750 Tinggi
18 0,528 Sedang
19 0,556 Sedang
20 0,441 Sedang
Berdasarkan klasifikasi koefesien validitas pada Tabel 3.4, dapat
disimpulkan bahwa instrumen penelitian ini diinterpretasikan sebagai soal yang
mempunyai validitas sedang, yaitu soal nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12,
13, 14, 15, 16, 18, 19, dan 20, sedangkan soal nomor 17 mempunyai validitas
tinggi. Perhitungan validitas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran.
3.5.2 Uji Reliabilitas
Suherman (2003:131) mengatakan, “Suatu alat evaluasi dikatakan reliabel jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap jika digunakan untuk subjek yang sama”. Menurut Suherman (2003:155) untuk mengetahui reliabilitas soal bentuk uraian
digunakan rumus Alpha seperti dibawah ini:
= � − 1 1 − � �
Keterangan:
= Koefisien reliabilitas � = Banyak butir soal (item)
� = Jumlah varians skor setiap item = Varians skor total
Setelah didapat harga koefesien reliabilitas maka harga tersebut
diinterpretasikan terhadap kriteria tertentu dengan menggunakan tolak ukur yang
Tabel 3.5
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
Nilai (r11) Interpretasi
0,80 < r11 ≤ 1,00 Sangat tinggi
0,60 < r11≤ 0,80 Tinggi
0,40 < r11≤ 0,60 Sedang
0,20 < r11≤ 0,40 Rendah
r11 ≤ 0,20 Sangat rendah
Koefisien reliabilitas hasil uji coba instrumen menyatakan bahwa soal
yang dibuat koefisien reliabilitasnya 0,82. Berdasarkan klasifikasi koefisien
reliabilitas pada Tabel 3.5, maka reliabilitas tes termasuk sangat tinggi.
Perhitungan reliabilitas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran.
3.5.3 Indeks Kesukaran
Analisis indeks kesukaran tiap butir soal dilakukan untuk mengetahui
tingkat kesukaran dari masing-masing soal tersebut, apakah termasuk kategori
mudah, sedang atau sukar. Menurut Suherman (2003:170) untuk mengetahui
indeks kesukaran tiap butir soal berbentuk uraian digunakan rumus:
IK =
̅���
Keterangan:
IK = Indeks kesukaran
�̅ = Skor rata-rata kelompok atas dan kelompok bawah
SMI = Skor Maksimum Ideal tiap butir soal
Untuk menentukan kriteria dari indeks kesukaran soal maka dilihat dari
nilai klasifikasi dari soal tersebut. Klasifikasi indeks kesukaran butir soal menurut
Yulia Wahyuni, 2015
PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Tabel 3.6
Klasifikasi Indeks Kesukaran
Indeks Kesukaran (IK) Interpretasi
IK = 1,00 Soal terlalu mudah
disajikan dalam tabel berikut ini:
Tabel 3.7
Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran
Nomor Soal Nilai Indeks Kesukaran Interpretasi
Berdasarkan klasifikasi indeks kesukaran pada Tabel 3.7 dapat
disimpulkan bahwa soal nomor 1, 2, 3, 5, 6, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 15, dan 19 adalah
soal mudah, sedangkan nomor 4, 7, 10, 16, 17, 18, dan 20 adalah soal sedang.
Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran.
3.5.4 Daya Pembeda
Suherman (2003:159) mengatakan, “Daya pembeda adalah seberapa jauh kemampuan butir soal dapat membedakan antara testi yang mengetahui jawaban
dengan benar dan dengan testi yang tidak dapat menjawab soal tersebut (testi menjawab dengan salah)”.
Untuk menghitung daya pembeda tiap butir soal menggunakan rumus daya
pembeda (Suherman, 2003) sebagai berikut:
DP =
b X XA B
Keterangan:
DP = Daya Pembeda
A
X = Rata-rata skor siswa kelas atas
B
X = Rata-rata skor siswa kelas bawah
b = Skor maksimum tiap butir soal
Klasifikasi untuk daya pembeda tiap butir soal dalam (Suherman,
2003:161) dinyatakan pada tabel berikut:
Tabel 3.8
Klasifikasi Daya Pembeda
Daya Pembeda (DP) Interpretasi
Yulia Wahyuni, 2015
PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Tabel 3.9
Hasil Perhitungan Daya Pembeda
Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi
1 0,36 Sedang
2 0,36 Sedang
3 0,28 Sedang
4 0,28 Sedang
5 0,44 Sedang
6 0,16 Rendah
7 0,28 Sedang
8 0,52 Tinggi
9 0,48 Tinggi
10 0,32 Sedang
11 0,36 Sedang
12 0,28 Sedang
13 0,52 Tinggi
14 0,52 Tinggi
15 0,36 Sedang
16 0,28 Sedang
17 0,52 Tinggi
18 0,44 Tinggi
19 0,36 Sedang
20 0,32 Sedang
Dari hasil perhitungan, diperoleh daya pembeda sebagaimana tampak pada
Tabel 3.9. berdasarkan klasifikasi daya pembeda pada Tabel 3.8, bahwa daya
pembeda nomor 5, 8, 9, 13, 14, 17, dan 18 kriterianya tinggi; nomor 1, 2, 3, 4, 7,
10, 11, 12, 15, 16, 19, dan 20 kriterianya sedang; serta nomor 6 kriterianya
rendah. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran.
Berdasarkan data yang telah diujicobakan, maka rekapitulasi hasil uji coba
Tabel 3.10
Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen
No Validitas Reliabilitas
Indeks
Kesukaran Daya Pembeda Ket.
Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi Nilai Intepretasi Nilai Interpretasi
1 0,458 Sedang
0,82 Sangat Tinggi
0,66 Sedang 0,36 Sedang Dipakai
2 0,558 Sedang 0,70 Sedang 0,36 Sedang Dipakai
3 0,477 Sedang 0,46 Sedang 0,28 Sedang Dipakai
4 0,502 Sedang 0,78 Mudah 0,28 Sedang Dipakai
5 0,518 Sedang 0,62 Sedang 0,44 Sedang Dipakai
6 0,453 Sedang 0,68 Sedang 0,16 Rendah Dipakai
7 0,510 Sedang 0,74 Mudah 0,28 Sedang Dipakai
8 0,660 Sedang 0,58 Sedang 0,52 Tinggi Dipakai
9 0,525 Sedang 0,32 Sedang 0,48 Tinggi Dipakai
10 0,621 Sedang 0,72 Mudah 0,32 Sedang Dipakai
11 0,551 Sedang 0,66 Sedang 0,36 Sedang Dipakai
12 0,527 Sedang 0,58 Sedang 0,28 Sedang Dipakai
13 0,460 Sedang 0,54 Sedang 0,52 Tinggi Dipakai
14 0,587 Sedang 0,42 Sedang 0,52 Tinggi Dipakai
15 0,494 Sedang 0,54 Sedang 0,36 Sedang Dipakai
16 0,449 Sedang 0,78 Mudah 0,28 Sedang Dipakai
17 0,750 Tinggi 0,74 Mudah 0,52 Tinggi Dipakai
18 0,528 Sedang 0,74 Mudah 0,44 Tinggi Dipakai
19 0,556 Sedang 0,62 Sedang 0,36 Sedang Dipakai
20 0,441 Sedang 0,84 Mudah 0,32 Sedang Dipakai
Berdasarkan Tabel 3.10 di atas, dapat disimpulkan bahwa semua soal
Yulia Wahyuni, 2015
PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3.6 Teknik Pengumpulan Data dan Pengolahan Data
3.6.1 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, data diperoleh melalui hasil tes awal (pre-test) dan
tes akhir (post-test) yang dianalisis untuk mengetahui peningkatan kemampuan
berpikir kritis dari peserta didik. Data yang diperoleh dari hasil tes dianalisis
secara statistik. Analisis dilakukan dengan cara membandingkan skor yang
diperoleh dari hasil tes peserta didik sebelum dan sesudah diberi perlakuan
pembelajaran metode problem solving dengan teknik means-ends analysis
terhadap skor yang diperoleh dari hasil tes peserta didik sebelum dan sesudah
diberi perlakuan pembelajaran metode ceramah.
3.6.2 Teknik Analisis Data
Setelah semua data yang diperlukan telah terkumpul, maka dilanjutkan
dengan menganalisis data. Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.6.2.1Analisis Data Tes Awal (Pre-test)
Analisis data skor pretes bertujuan untuk mengetahui apakah kemampuan
awal berpikir kritis antara kelas eksperimen dan kelas kontrol sama atau tidak.
Data yang dianalisis adalah data skor pre-test dari kelas eksperimen dan data skor
pre-test dari kelas kontrol. Analisis data dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut.
3.6.2.1.1 Uji Normalitas Data Tes Awal (Pre-test)
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh
berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas distribusi dari kelas eksperimen
dan kelas kontrol menggunakan program SPSS 22.0 for Windows dengan uji
statistika Kolmogorov-Smirnov. Dengan kriteria pengujiannya, yaitu jika nilai
signifikansi > 0,05 maka sebaran skor data berdistribusi normal atau H0 diterima,
dan jika nilai signifikansi < 0,05 maka sebaran skor data tidak berdistribusi
3.6.2.1.2 Uji Homogenitas Varians
Jika data yang diperoleh berdi stribusi normal, maka pengujian dilanjutkan
dengan menguji homogenitas varians dari kelas eksperimen dan kelas kontrol
menggunakan program SPSS 22.0 for Windows dengan uji Levene. Dengan
kriteria pengujiannya yaitu, jika nilai signifikansi > 0,05 maka kedua kelas
memiliki varians yang sama (homogen) atau H0 diterima, dan jika nilai
signifikansi < 0,05 maka kedua kelas memiliki varians yang tidak sama (tidak
homogen) atau H0 ditolak. Tetapi jika salah satu atau kedua data pretest tidak
berdistribusi normal, maka pengujiannya menggunakan uji statistika
non-parametrik Mann-Whitney.
3.6.2.1.3 Uji Beda Dua Rata-Rata (Uji-t)
Jika data yang diperoleh berdistribusi normal dan homogen, maka
dilakukan uji beda dua rata-rata dengan menggunakan uji-t. Pengujian dilakukan
dengan menggunakan Paired Sample t-Test pada SPSS 22.0 for Windows.
Paired-samples t test atau dependent-sample t test digunakan untuk menguji dua
buah rata-rata sebagai hasil pengukuran pada satu kelompok sampel eksperimen
yang sama. (within-subjects, matched-pair) (Kusnendi, 2013: 4).
Menguji perbedaan nilai rata-rata “sebelum” dan nilai rata-rata “sesudah”
perlakuan pada satu kelompok sampel yang sama merupakan contoh
within-subjects atau Paired Sample t-Test.
Statistik ujinya adalah sebagai berikut:
= ∑ �
√ � ∑ � − ∑ �� − 1
Keterangan:
D = perbedaan nilai data setiap pasangan anggota sampel (Y1–Y2)
n = ukuran sampel
Dalam kriteria pengujiannya, H0 dapat ditolak jika:
p-value (Sig) ≤ 0,05 (2-tailed test)
Yulia Wahyuni, 2015
PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3.6.2.2Analisis Data Tes Akhir (Post-test)
3.6.2.2.1 Uji Normalitas Data Tes Akhir (Post-test)
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh
berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas distribusi dari kelas eksperimen
dan kelas kontrol menggunakan program SPSS Statistics 22.0 for Windows
dengan uji statistika Kolmogorov-Smirnov. Dengan kriteria pengujiannya yaitu,
jika nilai signifikansi > 0,05 maka sebaran skor data berdistribusi normal atau H0
diterima, dan jika nilai signifikansi < 0,05 maka sebaran skor data tidak
berdistribusi normal atau H0 ditolak.
3.6.2.2.2 Uji Homogenitas Varians
Jika data yang diperoleh berdistribusi normal, maka pengujian dilanjutkan
dengan menguji homogenitas varians dari kelas eksperimen dan kelas kontrol
menggunakan program SPSS 22.0 for Windows dengan uji Levene. Dengan
kriteria pengujiannya yaitu, jika nilai signifikansi > 0,05 maka kedua kelas
memiliki varians yang sama (homogen) atau H0 diterima, dan jika nilai
signifikansi < 0,05 maka kedua kelas memiliki varians yang tidak sama (tidak
homogen) atau H0 ditolak. Tetapi jika salah satu atau kedua data postest tidak
berdistribusi normal, maka pengujiannya menggunakan uji statistika
non-parametrik Mann-Whitney.
3.6.2.2.3 Uji Beda Dua Rata-Rata
Jika data yang diperoleh berdistribusi normal dan homogen, maka
dilakukan uji beda dua rata-rata dengan menggunakan uji-t. Pengujian dilakukan
dengan menggunakan Paired Sample t-Test pada SPSS 22.0 for Windows.
Paired-samples t test atau dependent-sample t test digunakan untuk menguji dua
buah rata-rata sebagai hasil pengukuran pada satu kelompok sampel eksperimen
yang sama. (within-subjects, matched-pair) (Kusnendi, 2013: 4).
Menguji perbedaan nilai rata-rata “sebelum” dan nilai rata-rata “sesudah”
perlakuan pada satu kelompok sampel yang sama merupakan contoh
Statistik ujinya adalah sebagai berikut:
= ∑ �
√ � ∑ � − ∑ �� − 1
Keterangan:
D = perbedaan nilai data setiap pasangan anggota sampel (Y1–Y2)
n = ukuran sampel
Dalam kriteria pengujiannya, H0 dapat ditolak jika:
p-value (Sig) ≤ 0,05 (2-tailed test)
p-value (Sig/2) ≤ 0,05 (1-tailed test)
3.6.2.3Analisis Data Indeks Gain
Untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis, dapat
menggunakan rumus Indeks Gain oleh Hake (Wiyono, 2013) sebagai berikut:
Indeks Gain (g) = −
� � −
Kemudian indeks gain (g) tersebut diinterpretasikan dengan kriteria yang
disajikan dalam Tabel 3.12 berikut:
Tabel 3.11 Kriteria Indeks Gain
Indeks Gain Kriteria
g > 0,70 Tinggi
0,30 < g ≤ 0,70 Sedang g ≤ 0,30 Rendah
Untuk selanjutnya, dianalisis dengan program SPSS 22.0 for Windows
untuk:
a. Uji normalitas
b. Uji homogenitas
Yulia Wahyuni, 2015
PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3.7 Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui tahapan-tahapan yang secara garis besar
dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Tahap Pendahuluan
a. Melakukan observasi dan wawancara dengan guru ekonomi mengenai
proses belajar mengajar ekonomi yang telah berlangsung
b. Mengidentifikasi dan merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam
proses belajar mengajar ekonomi
c. Melakukan penelitian pendahuluan mengenai berpikir kritis siswa
dalam proses belajar mengajar ekonomi sehingga diperoleh informasi
yang faktual.
d. Mengkaji penelitian terdahulu mengenai berpikir kritis siswa.
2. Tahap Persiapan
a. Menentukan dan membuat desain penelitian
b. Menentukan dua kelas sebagai kelas eksperimen dengan kelas kontrol
c. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran
d. Merancang alat tes (peningkatan berpikir kritis siswa)
3. Tahap Pelaksanaan
a. Memberikan tes awal (pre-test) kepada kelas eksperimen dan kelas
kontrol untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa sebelum
dilakukannya perlakuan.
b. Melakukan pembelajaran menggunakan metode problem solving
dengan teknik means-ends analysis (MEA) pada kelas eksperimen dan
melakukan pembelajaran biasa (resitasi) pada kelas kontrol.
c. Melaksanakan observasi selama proses belajar mengajar baik pada
kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol.
d. Memberikan tes akhir (post-test) kepada kelas eksperimen dengan
kelas kontrol untuk mengetahui kemampuan bepikir kritis siswa
4. Tahap Akhir Penelitian
a. Mengumpulkan seluruh data.
b. Mengolah data yang terkumpul dan melakukan analisis data.
Yulia Wahyuni, 2015
PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 83
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan
pada bagian sebelumnya diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas yang
menggunakan metode problem solving dengan teknik MEA (kelas
eksperimen) sebelum dan sesudah perlakuan diberikan (pre-test –
post-test).
Artinya semakin efektif metode problem solving dengan teknik means-end
analysis (MEA) digunakan dalam pembelajaran maka semakin tinggi
kemampuan berpikir kritis siswa.
2. Terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas yang
menggunakan metode ceramah (kelas kontrol) sebelum dan sesudah
perlakuan diberikan (pre-test – post-test).
Artinya metode ceramah bisa digunakan untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa walaupun peningkatannya lebih rendah dari metode
dan teknik yang digunakan dan disesuaikan dengan materi pembelajaran.
3. Terdapat perbedaan peningkatan (gain) kemampuan berpikir kritis siswa
di kelas yang menggunakan metode pemecahan masalah dengan teknik
means-ends analysis (kelas eksperimen) dengan kelas yang menggunakan
metode ceramah (kelas kontrol).
Artinya terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis yang
signifikan pada kelas yang diberikan metode dan teknik yang sesuia
dengan materi dan tujuan pembelajaran dibandingkan hanya dengan
5.2 Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti
mengajukan beberapa saran dan rekomendasi untuk dipertimbangkan, yaitu
sebagai berikut:
1. Memberi masukan kepada guru mengenai metode pemecahan masalah
(problem solving) dengan teknik means-ends analysis agar dapat
diterapkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam
pembelajaran ekonomi yang diharapkan siswa mampu berpikir secara
kritis dalam menghadapi persoalan ekonomi dan dapat mengambil
keputusan secara cepat, tepat, efektif dan efisien dalam memecahkan
permasalahan. Kemudian dalam hal ini materi ekonomi yang diajarkan
berkaitana dengan permasalahan ketenagakerjaan, maka diharapkan guru
dapat merubah pola pikir siswanya tidak hanya menjadi pencari kerja tapi
mereka berkeinginana untuk menciptakan lapangan pekerjaan.
2. Memfasilitasi pengalaman belajar siswa dengan metode pemecahan
masalah (problem solving) dengan teknik means-ends analysis dalam
kegiatan pembelajaran ekonomi untuk dapat memotivasi keaktifan dalam
pembelajaran ekonomi dan agar dapat menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari dalam memecahkan permasalahan dengan memiliki
kemampuan berpikir kritis dalam mengambil kesimpulan sehingga dapat
mengambil keputusan secara cepat, tepat, efektif dan efisien.
3. Memberikan informasi bagi penelitian lain mengenai kemampuan berpikir
kritis siswa dalam pembelajaran ekonomi melalui penggunaan metode
pemecahan masalah (problem solving) dengan teknik means-ends analysis
(MEA) agar dapat lebih dikembangkan lagi dengan memperhatikan
teori-teori yang dapat dipercaya kebenarannya, seperti yang digunakan peneliti
dalam penelitian ini, yaitu teori dari Watson-Glaser dengan Watson-Glaser
Critical Thinking Appraisal (uji kemampuan berpikir kritis yang paling
banyak dipakai di seluruh dunia). Peneliti mempertimbangkan bahwa di
Yulia Wahyuni, 2015
PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
untuk ditingkatkan guna memecahkan masalah untuk nantinya dapat
mengambil keputusan secara cepat, tepat dan efisien. Kemudian sebaiknya
metode problem solving dengan teknik means-ends analysis (MEA) lebih
efektif digunakan dalam proses pembelajaran dilakukan lebih dari 3 kali