• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA :N kuasi eksperimen pada pelajaran ekonomi kelas XI SMAN 4 Bandung tahun ajaran 2015/2016.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA :N kuasi eksperimen pada pelajaran ekonomi kelas XI SMAN 4 Bandung tahun ajaran 2015/2016."

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING

DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

(Kuasi Eksperimen pada Pelajaran Ekonomi Kelas XI SMAN 4 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari

Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Ekonomi

Oleh:

Yulia Wahyuni

1302756

MAGISTER PENDIDIKAN EKONOMI

SEKOLAH PASCA SARJANA

(2)

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING

DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

(Kuasi Eksperimen pada Pelajaran Ekonomi Kelas XI SMAN 4 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016)

Oleh:

Yulia Wahyuni

1302756

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Magister Pendidikan

pada Pendidikan Ekonomi Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia

[email protected]

Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2015

Hak cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruh atau sebagian,

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

YULIA WAHYUNI

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS- ENDS ANALYSIS (MEA)

TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

(Kuasi Eksperimen pada Kompetensi Dasar Ketenagakerjaan di Kelas XI IPS SMA Negeri 4 Bandung Tahun Ajaran 2015/ 2016)

disetujui dan disahkan oleh pembimbing,

Dr. Hj. Sumartini, MP 19590830 198601 2001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Prof. Dr. H. Disman, M.Si NIP. 1959020 9198412 1 001

(4)

Berpikir Kritis Siswa (Kuasi Eksperimen pada Pelajaran Ekonomi Kelas XI SMAN 4

Bandung Tahun Ajaran 2015/2016)” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya

saya sendiri. Tidak ada bagian di dalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang lain dan

saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan

etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.

Atas pernyataan ini saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya

apabila di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam

karya saya ini atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Oktober 2015

Yang Membuat Pernyataan,

(5)

Yulia Wahyuni, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Yulia Wahyuni (1302756). Title: “INFLUENCE OF THE USAGE OF PROBLEM SOLVING METHODS WITH MEANS-ENDS ANALYSIS (MEA) TECHNIQUES TO THE CRITICAL THINKING ABILITIES OF THE STUDENTS (a Quasi-Experimental Studies on Economic Subjects in Grade XI of Social Studies at SMA Negeri 4 Bandung, School Year 2015/2016).” Supervisor: Dr. Hj. Sumartini, MP.

To meet the challenges of adapting into the life in the global society and the continues changing-world at this point, everyone is required to have the abilities and the skills needed in the 21st century, such as: problem solving and critical thinking, entrepreneurship, and creativity. One of the fundamental problems encountered in learning activities at the high school is the lack of critical thinking skills of the students in the learning process. Improve critical thinking skills is considered very important that students are able and accustomed to dealing with various real problems.

This study aims to determine the influence of the usage of problem solving methods with means-ends analysis (MEA) techniques to the critical thinking abilities of the students as compared to conventional learning methods as commonly done by teachers on economic subjects in Grade XI of social studies at SMA Negeri 4 Bandung.

The method used in this study was a quasi-experimental research on the subjects as intact groups, where the class of XI IIS 2 was referred to as experimental group and the class of XI IIS 3 was referred to as control group. Treatment (X) in the experimental group using the problem solving methods with means-ends analysis techniques, whereas treatment in the control group using conventional learning methods. Each groups were given an early tests/pre-test (O1) and final tests/post-test (O2) in order to determine the differences in improvement of critical thinking abilities of the students at the point before and after the course of treatment (X) or learning process.

These results showed that there was an increasing in critical thinking abilities of the students (variable Y) in class that uses the problem solving methods with means-ends analysis techniques (variable X). Moreover, there were differences in the improvement of critical thinking abillities of the students, where the gain index of the experimental class could be classified in the middle criteria while the gain index of the control class was classified in the low criteria. Based on these results, it could be concluded that the usage of problem solving methods with means-ends analysis techniques in the learning process is quite effective to improve critical thinking abilities of the students.

(6)

pada Pelajaran Ekonomi Kelas XI IIS SMA Negeri 4 Bandung Tahun Ajaran

2015/2016)” di bawah bimbingan Dr. Hj. Sumartini, MP.

Untuk memenuhi tantangan beradaptasi dengan kehidupan di tengah masyarakat global dan dunia yang terus mengalami perubahan pada saat ini, setiap orang dituntut untuk memiliki kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan di abad ke-21 seperti pemecahan masalah dan berpikir kritis serta kewirausahaan dan kreativitas. Salah satu persoalan mendasar yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran di sekolah lanjutan tingkat atas adalah rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa dalam proses pembelajaran. Meningkatkan kemampuan berpikir kritis dipandang sangat penting agar siswa mampu dan terbiasa menghadapi berbagai permasalahan di sekitarnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan metode problem solving (pemecahan masalah) dengan teknik means-ends analysis (MEA) terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dibandingkan dengan metode pembelajaran konvensional (ceramah) seperti yang biasa dilakukan oleh guru pada mata pelajaran ekonomi kelas XI IIS di SMA Negeri 4 Bandung.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan subyek kelompok utuh (intact group), yaitu kelas XI IIS 2 sebagai kelompok eksperimen dan kelas XI IIS 3 sebagai kelompok kontrol. Perlakuan (X) pada kelompok eksperimen menggunakan metode pembelajaran problem solving dengan teknik means-ends analysis, sedangkan perlakuan pada kelompok kontrol menggunakan metode pembelajaran konvensional (ceramah). Sebelum dan sesudah diberi perlakuan, masing-masing kelompok diberikan tes awal/pre-test (O1) dan tes akhir/post-test (O2) guna mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa sebelum dan sesudah diberikan perlakuan atau proses pembelajaran.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa (variabel Y) di kelas yang menggunakan metode problem solving dengan teknik means-ends analysis (variabel X). Selain itu, terdapat perbedaan peningkatan (gain) kemampuan berpikir kritis siswa dimana indeks gain pada kelas eksperimen termasuk dalam kriteria sedang, sedangkan indeks gain pada kelas kontrol termasuk dalam kriteria rendah. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode problem solving dengan teknik means-ends analysis dalam proses pembelajaran cukup efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

(7)

Yulia Wahyuni, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

iii

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS ... 11

2.1. Kajian Pustaka ... 11

2.1.1. Teori Pembelajaran Konstruktivisme ... 11

2.1.2. Teori Perkembangan Jean Piaget ... 14

2.1.3. Model Pembelajaran ... 16

2.1.3.1. Pengertian Model Pembelajaran ... 16

2.1.3.2. Model Problem Based Learning ... 16

2.1.3.3. Model Discovery Learning ... 21

2.1.3.4. Model Project Based Learning ... 23

2.1.4. Metode Pembelajaran ... 24

2.1.4.1. Pengertian Metode Pembelajaran ... 24

2.1.4.2. Metode Pembelajaran Problem Solving ... 25

2.1.4.3. Penggunaan Metode Problem Solving dalam Pembelajaran Ekonomi ... 29

2.1.4.4. MEA (Means-Ends Analysis) ... 30

2.1.5. Kemampuan Berpikir Kritis ... 33

2.1.5.1. Pengertian Berpikir Kritis ... 33

2.1.5.2. Proses Berpikir Kritis ... 35

2.1.5.3. Penggabungan Sikap, Pengetahuan, dan Keterampilan ... 37

2.1.5.4. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis ... 37

2.1.6. Penelitian Terdahulu ... 40

(8)

Yulia Wahyuni, 2015

3.6. Teknik Pengumpulan Data dan Pengolahan Data ... 57

3.6.1. Teknik Pengumpulan Data ... 57

3.6.2.2.1 Uji Normalitas Data Tes Akhir (Post-test) ... 59

3.6.2.2.2 Uji Homogenitas Varians ... 59

4.1.1. Deskripsi Tempat Penelitian ... 63

4.1.2. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 66

4.1.3. Analisis Data ... 68

4.1.3.1. Analisis Data Hasil Pre-test ... 68

4.1.3.1.1 Uji Normalitas Data Hasil Pre-test ... 68

4.1.3.1.2 Uji Homogenitas Data Hasil Pre-test ... 69

4.1.3.2. Analisis Data Hasil Post-test ... 70

4.1.3.2.1 Uji Normalitas Data Hasil Post-test ... 71

4.1.3.2.2 Uji Homogenitas Data Hasil Post-test ... 72

4.1.3.3. Analisis Uji Beda Dua Rata-rata ... 73

4.1.3.3.1 Uji Beda Dua Rata-rata Kelas Eksperimen ... 74

4.1.3.3.2 Uji Beda Dua Rata-rata Kelas Kontrol ... 75

4.1.3.4. Analisis Data Indeks Gain ... 75

4.1.3.4.1 Uji Normalitas Data Indeks Gain ... 76

4.1.3.4.2 Uji Homogenitas Data Indeks Gain ... 77

4.1.3.4.3 Uji Beda Dua Rata-rata Indeks Gain ... 77

(9)

Yulia Wahyuni, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

v

Gambar 1.1. Grafik Nilai Rata-Rata Hasil Pra-Penelitian Siswa Kelas XI IIS

di SMA Negeri 4 Bandung ... 5

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran ... 44

Gambar 4.1. Grafik Uji Normalitas Q-Q Plot Hasil Pre-test Kelas Eksperimen ... 69

Gambar 4.2. Grafik Uji Normalitas Q-Q Plot Hasil Pre-test Kelas Kontrol ... 69

Gambar 4.3. Grafik Uji Normalitas Q-Q Plot Hasil Post-test Kelas Eksperimen ... 72

(10)

Yulia Wahyuni, 2015

Tabel 2.2. Peran Guru, Peserta Didik dan Masalah dalam Pembelajaran

Berbasis Masalah ... 18

Tabel 2.3. Perbandingan antara Proses-Proses Berpikir Kritis Menurut Ennis (1986), Henri (1991), dan Garrison (1992) ... 36

Tabel 2.4. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis ... 38

Tabel 2.5. Penelitian Terdahulu ... 40

Tabel 3.1. Desain Quasi Eksperimen ... 46

Tabel 3.2. Definisi Operasional Variabel ... 47

Tabel 3.3. Klasifikasi Interpretasi Koefisien Validitas ... 50

Tabel 3.4. Hasil Perhitungan Validitas Butir Soal ... 50

Tabel 3.5. Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... 52

Tabel 3.6. Klasifikasi Indeks Kesukaran ... 53

Tabel 3.7. Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran ... 53

Tabel 3.8. Klasifikasi Daya Pembeda ... 54

Tabel 3.9. Hasil Perhitungan Daya Pembeda ... 55

Tabel 3.10. Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen ... 56

Tabel 3.11. Kriteria Indeks Gain ... 60

Tabel 4.1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 67

Tabel 4.2. Statistik Deskriptif Nilai Pre-test Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 68

Tabel 4.3. Output Data Uji Normalitas Distribusi Hasil Pre-test Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 68

Tabel 4.4. Output Uji Homogenitas Dua Varians Hasil Pre-test Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 70

Tabel 4.5. Statistik Deskriptif Data Hasil Post-test Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 70

Tabel 4.6. Output Data Uji Normalitas Distribusi Hasil Post-test Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 71

Tabel 4.7. Output Uji Homogenitas Dua Varians Hasil Post-test Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 73

Tabel 4.8. Output Paired-Samples t Test Kelas Eksperimen ... 74

Tabel 4.9. Output Paired-Samples t Test Kelas Kontrol ... 75

Tabel 4.10. Statistik Deskriptif Indeks Gain Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 76

Tabel 4.11. Output Uji Normalitas Data Indeks Gain Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 76

Tabel 4.12. Output Uji Homogenitas Dua Varians Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 77

Tabel 4.13. Output Uji Beda Dua Rata-rata Indeks Gain Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 78

(11)

Yulia Wahyuni, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem pendidikan yang pernah dibangun di masa lampau sudah tidak lagi

relevan dengan peradaban dan perekonomian dunia saat ini. Kehidupan dunia

pada saat ini secara eksponensial lebih rumit dan kompleks dibandingkan lima

puluh tahun yang lalu. Hal ini berlaku baik dalam kehidupan bermasyarakat

maupun di dunia kerja. Pada abad ke-21, setiap warganegara membutuhkan

tingkat informasi dan pengetahuan teknologi yang jauh melampaui pengetahuan

dasar yang dinilai telah mencukupi di masa lalu.

Dalam bidang perindustrian dan pertanian yang ada pada lima puluh tahun

yang lalu, dinilai telah cukup hanya dengan menguasai tiga kemampuan utama

(‘Three Rs’) saja, yaitu: membaca (reading), menulis (writing), berhitung (arithmetic). Pada dunia yang modern saat ini, menguasai tiga kemampuan utama

(‘Three Rs’) tersebut tidak lagi memadai. Jika ingin mampu bersaing di tengah masyarakat global saat ini, siswa di zaman sekarang dituntut untuk dapat menjadi

seorang komunikator yang handal, pencipta, pemikir kritis, dan kolaborator.

Persoalan mendasar yang sering dihadapi dalam kegiatan pembelajaran di

sekolah khususnya di sekolah lanjutan tingkat atas adalah rendahnya kemampuan

berpikir kritis siswa dalam proses pembelajaran. Mengajarkan siswa untuk

meningkatkan kemampuan berpikir kritis dipandang sebagai sesuatu yang sangat

penting untuk dikembangkan di sekolah agar siswa mampu dan terbiasa

menghadapi berbagai permasalahan di sekitarnya. Berdasarkan Pedoman

Implementasi Kurikulum 2013 oleh Departemen Pendidikan Nasional Republik

Indonesia tentang pengembangan kurikulum, dinyatakan bahwa kompetensi yang

perlu dijaga dan dikembangkan demi terwujudnya lulusan yang mampu bersaing

tidak hanya di tingkat lokal, tetapi juga di tingkat nasional dan internasional

antara lain adalah: (1) kompetensi berkomunikasi; (2) kompetensi berpikir jernih

dan kritis; (3) kompetensi mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan; (4)

(12)

berempati dan toleran terhadap pandangan yang berbeda; dan (6) kompetensi

hidup bermasyarakat baik pada tataran lokal, nasional, maupun internasional.

Dengan sejumlah tantangan yang dihadapi, bersama dengan hubungan

yang instan ke masyarakat global, pengetahuan sehari-hari tidak bisa lebih relevan

atau diterapkan pada kurikulum di sekolah. Pemanasan global, reformasi imigrasi,

wabah penyakit, dan kebocoran keuangan hanyalah sedikit dari permasalahan

yang harus diatasi oleh siswa di zaman sekarang. Ken Kay, CEO EdLeader21,

mengatakan: "Siswa di zaman sekarang membutuhkan pemikiran kritis dan

kemampuan memecahkan masalah yang tidak hanya untuk mengatasi masalah

dalam tugas yang diberikan kepada mereka pada saat ini, tetapi juga untuk

memenuhi tantangan beradaptasi dengan permintaan tenaga kerja yang terus

mengalami perubahan."

Presiden Barack Obama dalam komentarnya terhadap dunia pendidikan di Amerika Serikat menegaskan: “Saya meminta kepada setiap Gubernur dan Kepala Dinas Pendidikan untuk mengembangkan standar dan penilaian yang tidak hanya

mengukur apakah siswa mampu mengisi dan mengerjakan soal-soal ujian, tapi

juga mengetahui apakah mereka memiliki kemampuan dan keterampilan yang

dibutuhkan di abad ke-21 seperti pemecahan masalah dan berpikir kritis serta

kewirausahaan dan kreativitas.”

Secara sederhana, berpikir adalah memproses informasi secara mental atau

secara kognitif. Lebih formalnya lagi, berpikir didefinisikan sebagai proses

penyusunan ulang atau manipulasi kognitif baik informasi dari lingkungan

maupun simbol-simbol yang disimpan dalam memori jangka panjang. Menurut

Drever (1952 dalam Walgito, 1997 dikutip Khodijah, 2006: 117), berpikir adalah

melatih ide-ide dengan cara yang tepat dan seksama yang dimulai dengan adanya

masalah. Solso (1998 dalam Khodijah, 2006: 117) menyatakan bahwa berpikir

adalah sebuah proses dimana representasi mental baru dibentuk melalui

transformasi informasi dengan interaksi a tribut-atribut mental yang kompleks

seperti penilaian, abstraksi, logika, imajinasi, dan pemecahan masalah.

Ennis (1989 dalam Fisher, 2001: 4) memberikan sebuah definisi bahwa

(13)

Yulia Wahyuni, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

untuk memutuskan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Tujuan dari

berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang mendalam, karena dengan

pemahaman akan dapat mengungkapkan makna dari suatu kejadian atau masalah.

Dalam mempersiapkan siswa untuk menghadapi persaingan di tengah

masyarakat global di abad ke-21, National Education Association (NEA) sebagai

organisasi profesional terbesar di Amerika Serikat yang mewakili para guru dan

tenaga pendidik telah merancang suatu panduan untuk memperjelas visi bagi guru

kelas serta pendidikan yang mendukung profesionalisme guru. Dalam hal ini

diyakini bahwa setiap siswa harus memiliki baik penguasaan materi yang kuat

maupun empat kemampuan utama (‘Four Cs’) antara lain: berpikir kritis (critical thinking), komunikasi (communication), kerjasama (collaboration), dan

kreativitas (creativity).

John Stocks dalam An Educator’s Guide to ‘Four Cs’ (NEA, 2010) menyatakan bahwa: “Mengajarkan empat kemampuan utama (‘Four Cs’) kepada para siswa adalah suatu keharusan. Sebagaimana halnya tenaga pendidik

mempersiapkan para siswa dalam menghadapi persaingan di tengah masyarakat

global yang baru, mengajarkan materi pokok dari setiap mata pelajaran

matematika, ilmu-ilmu sosial, seni perlu disempurnakan dengan melibatkan

kemampuan berpikir kritis, berkomunikasi, bekerjasama, dan kreativitas. Kita

memerlukan sarana baru guna mendukung para guru kelas dan sistem pendidikan

yang mendukung profesionalisme dalam pekerjaan mereka, terutama saat mereka

menerapkan strategi-strategi yang baru di dalam kelas.”

Berdasarkan hasil penelitian American Management Association tahun

2010, “The AMA 2010 Critical Skills Survey,” empat kemampuan utama (‘Four

Cs’) akan menjadi lebih penting bagi perusahaan di masa depan. Tiga dari empat eksekutif (75%) yang mengikuti survei AMA menyatakan bahwa keterampilan

dan kompetensi tersebut akan menjadi lebih penting bagi perusahaan mereka

dalam tiga sampai lima tahun ke depan, terutama karena perbaikan ekonomi dan

pertumbuhan perusahaan di pasar global. Selain itu, 80% eksekutif meyakini

(14)

kemampuan membaca, menulis, dan berhitung saja tidaklah cukup jika karyawan

tidak dapat berpikir kritis, memecahkan masalah, bekerjasama, atau

berkomunikasi secara efektif.

Secara umum, dampak yang akan dirasakan jika siswa tidak mampu

meningkatkan kemampuan berpikir kritis adalah bahwa bangsa Indonesia tidak

akan menghasilkan generasi sumber daya manusia yang benar-benar memiliki

kemampuan dalam menyelesaikan masalah. Seperti halnya pada saat ini, sumber

daya manusia Indonesia perlu dipersiapkan secara baik dan matang untuk dapat

menghadapi persaingan dalam pasar bebas ASEAN. Oleh sebab itu diperlukan

adanya suatu metode dan teknik pembelajaran yang tepat dan mampu membangun

kemampuan siswa untuk berpikir kritis. Metode dan teknik pembelajaran tersebut

merupakan suatu strategi untuk membuat siswa menjadi lebih aktif, mampu

memahami materi sesuai dengan tujuan pembelajaran dan mengaplikasikan materi

tersebut dalam kehidupan sehari-hari, serta tanggap terhadap

permasalahan-permasalahan yang ada di lingkungan sekitarnya. Dalam upaya untuk

meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa, maka diperlukan

usaha untuk memperbaiki proses belajar mengajar di dalam kelas.

Proses belajar mengajar di dalam kelas sedapat mungkin diarahkan untuk

menghadirkan permasalahan dunia nyata dan tentunya berkaitan dengan materi

atau indikator yang akan dicapai, sehingga siswa akan terlibat langsung dalam

memecahkan masalah yang ada dengan menggunakan keterampilan serta

pengalaman yang dimiliki oleh masing-masing siswa. Barrows dan Myers (1993)

menyatakan bahwa permasalahan dalam pendekatan ini menjadi komponen yang

sangat penting, karena tema-tema permasalahan yang dirancang harus mencakup

semua tuntutan kurikulum. Peran guru dalam proses ini adalah memacu siswa

untuk berpikir kritis dalam memberikan solusi terhadap permasalahan yang ada.

Seperti halnya yang dijumpai penulis di SMAN 4 Bandung, sebagaimana

dikemukakan oleh Ibu Ammah sebagai guru ekonomi di kelas IIS yang

menyatakan bahwa siswa di kelas XI IIS belum cukup mampu menggunakan

keterampilan yang dimilikinya dalam memecahkan masalah dalam materi

(15)

Yulia Wahyuni, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pernyataan tersebut, penulis melakukan pra-penelitian untuk melihat seberapa

besar kemampuan berpikir kritis siswa SMA Negeri 4 Bandung dalam

memecahkan permasalahan ekonomi yang dihubungkan dengan dunia nyata.

Dalam hal ini penulis mengajukan beberapa pertanyaan tentang berpikir kritis

berdasarkan studi kasus yang diambil dari permasalahan ekonomi pada saat ini

dalam materi ketenagakerjaan. Pertanyaan tersebut berbentuk soal essay sebanyak

3 buah yang terdiri dari indikator berpikir kritis berdasarkan kemampuan untuk

mengidentifikasi asumsi, mengevaluasi argumen, dan mengambil kesimpulan

(Watson & Glaser, 2012: 6). Pertanyaan diberikan kepada 21 orang siswa kelas XI

IIS di SMA Negeri 4 Bandung.

Hasil pra-penelitian yang diperoleh peneliti dirangkum dalam Tabel 1.1

sebagai berikut:

Tabel 1.1

Hasil Pra-Penelitian Siswa Kelas XI IIS SMAN 4 Bandung

Nomor Soal

Indikator Berpikir Kritis Nilai Rata-Rata

Nilai Maksimum

(Watson & Glaser, 2012) (Total Nilai / Jumlah Siswa)

1 Mengidentifikasi Asumsi 22,9 35

2 Mengevaluasi Argumen 18,3 35

3 Mengambil Kesimpulan 20,7 30

Gambar 1.1

Grafik Nilai Rata-Rata Hasil Pra-Penelitian Siswa Kelas XI IIS di SMA Negeri 4 Bandung

22.9

Mengidentifikasi Asumsi Mengevaluasi Argumen Mengambil Kesimpulan

Soal 1 Soal 2 Soal 3

Hasil Pra-Penelitian Siswa Kelas XI IIS

di SMAN 4 Bandung

(16)

Berdasarkan Tabel dan Gambar 1.1 dapat dilihat bahwa siswa yang dapat

menjawab soal dengan indikator mampu mengidentifikasi asumsi memperoleh

nilai rata-rata 22,9 dari nilai maksimum 35, siswa yang mampu mengevaluasi

argumen memperoleh nilai rata-rata 18,3 dari nilai maksimum 35, sedangkan

dalam mengambil kesimpulan, siswa memperoleh nilai rata-rata 20,7 dari nilai

maksimum 30. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa SMAN 4

Bandung khususnya di kelas XI IIS, sudah punya dasar yang cukup dalam

mengidentifikasi asumsi yang dianggap benar dalam suatu pernyataan serta dapat

mengambil kesimpulan berdasarkan pada pernyataan. Akan tetapi hasil tersebut

belumlah cukup untuk mengatakan bahwa siswa kelas XI IIS di SMAN 4

Bandung sudah memiliki kemampuan berpikir kritis, maka dalam hal ini,

kemampuan siswa dalam berpikir kritis perlu diasah dan dikembangkan lagi

sehingga mencapai tujuan dari proses pembelajaran seperti yang dikemukakan

oleh Ennis (1962, 1985a,b dalam Costa, 1985: 73-74) mengenai tujuan akhir dari

berpikir kritis, yaitu siswa dapat memutuskan tindakan dari suatu permasalahan

yang dihadapinya.

Dalam model pembelajaran berbasis masalah, siswa akan berubah dari

pendengar yang pasif untuk menjadi aktif dalam menerima informasi. Disamping

itu, siswa lebih bebas untuk belajar secara mandiri dan mampu mengambil solusi

atas suatu permasalahan. Model pembelajaran ini juga menggeser penekanan

program pendidikan dari mengajar kepada proses pembelajaran. Hal ini akan

memungkinkan siswa untuk mempelajari pengetahuan baru dengan menghadapi

masalah yang harus diselesaikan. Pembelajaran berbasis masalah secara positif

akan mempengaruhi kemampuan yang lain seperti pemecahan masalah,

penerimaan informasi serta membagikan informasi tersebut dengan orang lain,

kerja kelompok, berkomunikasi, dan lain sebagainya. Sekali lagi, pemecahan

masalah adalah tindakan yang serius dan disengaja, melibatkan penggunaan

beberapa metode baru, berpikir tingkat tinggi, serta terdiri atas langkah-langkah

yang direncanakan secara sistematis untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

(17)

Yulia Wahyuni, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

untuk memperoleh informasi yang didasarkan atas fakta-fakta (Yuzhi, 2003: 28;

Mangal, 2007: 378).

Menurut Gallagher dkk. (1995: 136), dalam lingkungan belajar berbasis

masalah, siswa bertindak sebagai seorang profesional serta dihadapkan dengan

permasalahan yang memerlukan definisi secara jelas dan terstruktur dengan baik,

mengembangkan hipotesis, menilai, menganalisis, menggunakan data-data dari

sumber yang berbeda, merevisi hipotesis awal sebagaimana perkembangan

data-data yang dikumpulkan, serta menjustifikasi berbagai solusi berdasarkan bukti dan

penalaran. Praktek pembelajaran berbasis masalah adalah sangat beragam

sebagaimana para pendidik di seluruh dunia dan dalam berbagai disiplin ilmu

telah menemukannya sebagai jalan untuk inovasi pendidikan. Para pendidik telah

menggunakan metode pemecahan masalah sebagai suatu sarana pendidikan untuk

menyempurnakan proses pembelajaran sebagai pengalaman yang praktis dan

relevan, untuk memberikan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah, serta

untuk mendorong kemampuan siswa dalam belajar secara mandiri. Eng (2001)

berpendapat bahwa filosofi pembelajaran berbasis masalah bertujuan untuk

merancang dan memberikan lingkungan pembelajaran secara total yang holistik

kepada proses pembelajaran terpusat pada siswa serta pemberdayaan siswa itu

sendiri. Berdasarkan tujuan dari pembelajaran berbasis masalah tersebut, siswa

diharapkan mampu untuk berpikir kritis dalam memecahkan permasalahan yang

diberikan oleh guru di dalam kelas.

Salah satu metode pembelajaran yang dapat diterapkan dalam praktek

pembelajaran berbasis masalah adalah metode pemecahan masalah dengan teknik

means-ends analysis. Teknik pembelajaran means-ends analysis pertama kali

diperkenalkan oleh Newell dan Simon (1972) dalam jurnal berjudul Human

Problem Solving, yang menyatakan bahwa means-ends analysis adalah suatu

teknik pemecahan masalah dimana kondisi pada saat ini dibandingkan dengan

kondisi dari tujuan yang hendak dicapai, dan perbedaan di antaranya dapat dibagi

ke dalam sub-sub tujuan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan operator

yang sesuai. Melalui teknik pemecahan masalah means-ends analysis, diharapkan

(18)

berpikir kritis dan cermat terhadap permasalahan yang dihadapi. Sehingga siswa

akan mendapatkan kesimpulan dan tujuan pembelajaran yang lebih dipahami dan

dimengerti.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat diasumsikan bahwa metode

pemecahan masalah dengan teknik means-ends analysis adalah suatu teknik

dalam proses pembelajaran berbasis masalah guna memperoleh pengetahuan,

keterampilan, dan sikap yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa

dalam berpikir kritis.

Mengacu pada uraian diatas bahwa kemampuan berpikir kritis merupakan

salah satu modal dasar atau modal intelektual yang sangat penting bagi setiap

orang dalam era persaingan global abad ke-21, maka penulis melakukan penelitian

yang diberi judul “Pengaruh Penggunaan Metode Problem Solving dengan

Teknik Means-Ends Analysis (MEA) terhadap Kemampuan Berpikir Kritis

Siswa (Kuasi Eksperimen pada Kompetensi Dasar Ketenagakerjaan di Kelas

XI SMAN 4 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016).”

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan masalah

untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas

yang menggunakan metode problem solving dengan teknik MEA (kelas

eksperimen) sebelum dan sesudah perlakuan diberikan (pre-test

post-test).

2. Apakah terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas

yang menggunakan metode ceramah (kelas kontrol) sebelum dan sesudah

perlakuan diberikan (pre-test post-test).

3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan (gain) kemampuan berpikir kritis

siswa di kelas yang menggunakan metode pemecahan masalah dengan

teknik means-ends analysis (kelas eksperimen) dengan kelas yang

(19)

Yulia Wahyuni, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka

tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan

metode pemecahan masalah dengan teknik means-ends analysis terhadap

kemampuan siswa dalam berpikir kritis pada mata pelajaran ekonomi bila

dibandingkan dengan metode konvensional (ceramah) yang biasanya dilakukan

oleh guru mata pelajaran ekonomi kelas IIS di SMAN 4 Bandung.

1.3.2 Tujuan Khusus

Dari tujuan yang bersifat umum tersebut, penulis mencoba menjabarkan

beberapa tujuan yang lebih khusus, yaitu sebagai berikut:

1. Mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas yang

menggunakan metode pemecahan masalah dengan teknik means-ends analysis

(kelas eksperimen), sebelum dan sesudah perlakuan diberikan (pre-test

post-test).

2. Mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas yang

menggunakan metode ceramah (kelas kontrol), sebelum dan sesudah

perlakuan diberikan (pre-test post-test).

3. Mengetahui perbedaan peningkatan (gain) kemampuan berpikir kritis siswa di

kelas yang menggunakan metode pemecahan masalah dengan teknik

means-ends analysis (kelas eksperimen) dibandingkan dengan kelas yang

menggunakan metode ceramah (kelas kontrol).

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan pemikiran dalam

mengembangkan ilmu pendidikan mengenai pengaruh penggunaan metode

pemecahan masalah dengan teknik means-ends analysis terhadap kemampuan

(20)

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis untuk

meningkatkan pelaksanaan kegiatan pembelajaran ekonomi, khususnya di sekolah

lanjutan tingkat atas. Secara praktis manfaat yang dapat diambil dari hasil

penelitian ini adalah:

1. Memberikan masukan kepada guru mengenai metode pemecahan masalah

dengan teknik means-ends analysis untuk meningkatkan kemampuan berpikir

kritis siswa dalam kegiatan pembelajaran ekonomi.

2. Memfasilitasi pengalaman belajar siswa yang memotivasi keaktifan dalam

kegiatan pembelajaran ekonomi.

3. Memberikan informasi bagi penelitian lain, mengenai kemampuan berpikir

kritis siswa dalam kegiatan pembelajaran ekonomi dengan penggunaan

(21)

Yulia Wahyuni, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 45

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan langkah dan prosedur yang akan dilakukan

untuk mengumpulkan data dalam rangka memecahkan masalah atau menguji

hipotesis.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen

dengan subyek kelompok utuh (intact group), yaitu kelas XI IIS 2 sebagai

kelompok eksperimen dan kelas XI IIS 3 sebagai kelompok kontrol. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis

siswa pada mata pelajaran ekonomi yang menggunakan metode problem solving

dengan teknik means-ends analysis dibandingkan dengan pembelajaran biasa

dengan metode ceramah.

3.2 Desain Penelitian

Kusnendi (2013:1) menjelaskan bahwa penelitian eksperimen memiliki

beberapa jenis, yakni: 1) tru experimental, pada penelitian eksperimen murni,

kelompok subjek eksperimen diambil secara random, dan 2) quasi experimental,

yaitu eksperimen yang dilakukan dengan subyek kelompok utuh (intact group)

dan bukan subyek yang diambil secara random untuk diberi perlakuan.

Pada penelitian ini tidak melakukan random assigment, namun langsung

menggunakan kelas yang sedang berlangsung sebagai kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol. Oleh karena itu penelitian ini tergolong pada eksperiment

kuasi. Jadi dalam penelitian ini, siswa dibedakan atas dua kelas yaitu kelas

kontrol dan kelas experimen. Kedua kelas ini diberi perlakuan yang berbeda. Pada

kelas eksperimen digunakan metode pembelajaran problem solving dengan teknik

means-ends analysis (MEA), sedangkan kelas kontrol digunakan pembelajaran

(22)

Tabel 3.1

Desain Kuasi Eksperimen

Kelas Pre-test Perlakuan Post-test

Eksperimen O1 X O2

Kontrol O1 - O2

Keterangan:

O1 = Pre-test/tes awal pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

O2 = Post-test/tes akhir pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

X = Perlakuan dengan metode pembelajaran problem solving dengan teknik

means-ends analysis (MEA)

Pada desain ini, setiap kelompok masing-masing diberi tes awal/pre-test

(O1) dan setelah diberi perlakuan diukur dengan tes akhir/post-test (O2). Hal ini

dilakukan untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan bepikir kritis

peserta didik sebelum dan sesudah proses pembelajaran.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian kemampuan berpikir kritis ini adalah seluruh

peserta didik kelas XI IIS pada SMAN 4 Bandung yang penelitiannya

dilaksanakan pada awal semester I (ganjil). Kelas eksperimen dan kelas kontrol

dipilih dari kelas yang telah ada.

Informasi awal dalam pemilihan sampel dilakukan berdasarkan

pertimbangan dari guru bidang studi ekonomi sebelumnya. Agar penentuan

sampel tidak bersifat subjektif, maka pertimbangan dalam menentukan sampel

juga didasarkan pada perolehan nilai ekonomi peserta didik sebelumnya. Adapun

sampel kelas XI IIS yang digunakan yaitu kelas XI IIS 2 sebagai kelas eksperimen

dan kelas XI IIS 3 sebagai kelas kontrol.

3.4 Operasionalisasi Variabel

Berdasarkan kajian pustaka dan perencanaan operasional penelitian maka

(23)

Yulia Wahyuni, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Tabel 3.2

Definisi Operasional Variabel

Variabel Definisi Variabel Indikator

Metode Problem

Solving (Variabel X)

Menurut Zainal Aqib (2014:196) metode penyelesaian masalah disebut dengan metode problem solving. Metode ini cara menyampaikan materi dimana guru memberikan suatu permasalahan tertentu untuk dipecahkan atau dicari jalan keluarnya oleh peserta didik. Persoalan-persoalan harus berhubungan dengan materi yang dipelajari.

John Dewey (dalam Sanjaya, 2012) menjelaskan 6 langkah metode pemecahan masalah (problem solving), yaitu:

a. Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan. b. Menganalisis masalah, yaitu

langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang.

c. Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. d. Mengumpulkan data, yaitu

langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.

e. Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.

f. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.

Teknik Means- Ends

Analysis (Variabel X)

Secara etimologis, means-ends analysis (MEA) terdiri dari tiga unsur kata, yakni: means berarti ‘cara’, end berarti ‘tujuan’, dan analysis berarti ‘analisis atau menyelidiki secara sistematis’. Dengan demikian, MEA bisa diartikan sebagai teknik untuk menganalisis permasalahan melalui berbagai cara untuk mencapai tujuan akhir yang diinginkan.

MEA dapat diterapkan dengan mengikuti langkah-langkah berikut ini:

Tahap 1: Identifikasi perbedaan antara current state dan goal state

(24)

Variabel Definisi Variabel Indikator

Dikembangkan pertama kali oleh Newell dan Simon pada tahun 1972.

apapun perbedaan yang terdapat antara current state dan goal state.

Tahap 2: Organisasi sub masalah (subgoals)

Pada tahap ini, siswa diharuskan untuk menyusun sub masalah dalam rangka menyelesaikan sebuah masalah. Penyusunan ini dimaksudkan agar siswa lebih fokus dalam memecahkan masalahnya secara bertahap dan terus berlanjut sampai akhirnya goal state dapat tercapai.

Tahap 3: Pemilihan Operator atau Solusi

Pada tahap ini, setelah sub masalah terbentuk, siswa dituntut untuk memikirkan bagaimana konsep dan operator yang efektif dan efisien untuk memecahkan sub masalah tersebut. Terpecahkannya sub masalah akan menuntun pemecahan goal state yang sekaligus juga bisa menjadi solusi utama.

Kemampuan Berpikir Kritis (Variabel Y)

Edward Glaser (dalam Fisher, 2009:3) salah seorang dari penulis Watson-Glaser Critical Thinking Appraisal (uji kemampuan berpikir kritis yang paling banyak dipakai diseluruh dunia). Glaser mendefinisikan berpikir kritis sebagai:

(1)Suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal metode tersebut. Berpikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan

Menurut Watson dan Glaser, kompetensi dalam berpikir kritis direpresentasikan dengan kebenaran atau kepalsuan dari sesuatu hal. Sebuah inferensi adalah kesimpulan yang dihasilkan oleh seseorang melalui observasi-observasi atau berdasarkan fakta-fakta tertentu.

b. Pengenalan asumsi – kecakapan untuk mengenali asumsi-asumsi atau sesuatu yang dianggap benar.

(25)

Yulia Wahyuni, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Variabel Definisi Variabel Indikator

bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya.

d. Interpretasi – kecakapan menimbang fakta-fakta dan menghasilkan suatu generalisasi atau kesimpulan-kesimpulan berdasarkan pada data-data yang diberikan.

e. Evaluasi argumen – kecakapan untuk membedakan antara argumen-argumen yang kuat atau relevan dengan argumen-argumen yang lemah atau tidak relevan. Sebuah argumen dikatakan sangat kuat jika premis hampir tidak mungkin benar dan kesimpulannya salah. Sementara sebuah argumen dikatakan lemah jika ada kemungkinan bahwa premis bisa benar dan kesimpulannya salah.

3.5 Analisis Uji Tes

3.5.1 Uji Validitas

Uji validitas ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kevaliditasan atau

kesahihan dari suatu alat ukur. Menurut Suherman (2003:102), “Suatu alat

evaluasi disebut valid (absah atau sahih) apabila alat tersebut mampu

mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi”. Oleh karena itu, keabsahan

tergantung sejauh mana ketepatan alat evaluasi itu dalam melaksanakan

fungsinya.

Menurut Suherman (2003:120), “Rumus yang digunakan untuk menentukan validitas tiap butir soal dihitung dengan menggunakan rumus korelasi

product moment memakai angka kasar (raw-score),” yaitu sebagai berikut:

= � Σ − Σ Σ

√ �Σ – ΣX NΣY − ΣY

Keterangan:

= Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y

(26)

X = Skor item

Y = Skor total

Setelah didapat harga koefisien validitas maka harga tersebut

diinterpretasikan terhadap kriteria dengan menggunakan tolak ukur yang dibuat

J.P Guilford (Suherman, 2003:113) sebagai berikut:

Tabel 3.3

Klasifikasi Interpretasi Koefisien Validitas

Nilai rxy Interpretasi

0,90 < rxy ≤ 1,00 Sangat tinggi

0,70 < rxy≤ 0,90 Tinggi

0,40 < rxy≤ 0,70 Sedang

0,20 < rxy≤ 0,40 Rendah

0,00 < rxy ≤ 0,20 Sangat rendah rxy ≤ 0,00 Tidak valid

Adapun hasil analisis uji instrumen mengenai validitas tiap butir soal

seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 3.4

Hasil Perhitungan Validitas Butir Soal

Nomor Soal Nilai Validitas Butir Soal Interpretasi

1 0,458 Sedang

2 0,558 Sedang

3 0,477 Sedang

4 0,502 Sedang

5 0,518 Sedang

6 0,453 Sedang

7 0,510 Sedang

8 0,660 Sedang

9 0,525 Sedang

10 0,621 Sedang

11 0,551 Sedang

12 0,527 Sedang

(27)

Yulia Wahyuni, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

14 0,587 Sedang

Nomor Soal Nilai Validitas Butir Soal Interpretasi

15 0,494 Sedang

16 0,449 Sedang

17 0,750 Tinggi

18 0,528 Sedang

19 0,556 Sedang

20 0,441 Sedang

Berdasarkan klasifikasi koefesien validitas pada Tabel 3.4, dapat

disimpulkan bahwa instrumen penelitian ini diinterpretasikan sebagai soal yang

mempunyai validitas sedang, yaitu soal nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12,

13, 14, 15, 16, 18, 19, dan 20, sedangkan soal nomor 17 mempunyai validitas

tinggi. Perhitungan validitas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran.

3.5.2 Uji Reliabilitas

Suherman (2003:131) mengatakan, “Suatu alat evaluasi dikatakan reliabel jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap jika digunakan untuk subjek yang sama”. Menurut Suherman (2003:155) untuk mengetahui reliabilitas soal bentuk uraian

digunakan rumus Alpha seperti dibawah ini:

= � − 1 1 − � �

Keterangan:

= Koefisien reliabilitas � = Banyak butir soal (item)

� = Jumlah varians skor setiap item = Varians skor total

Setelah didapat harga koefesien reliabilitas maka harga tersebut

diinterpretasikan terhadap kriteria tertentu dengan menggunakan tolak ukur yang

(28)

Tabel 3.5

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Nilai (r11) Interpretasi

0,80 < r11 ≤ 1,00 Sangat tinggi

0,60 < r11≤ 0,80 Tinggi

0,40 < r11≤ 0,60 Sedang

0,20 < r11≤ 0,40 Rendah

r11 ≤ 0,20 Sangat rendah

Koefisien reliabilitas hasil uji coba instrumen menyatakan bahwa soal

yang dibuat koefisien reliabilitasnya 0,82. Berdasarkan klasifikasi koefisien

reliabilitas pada Tabel 3.5, maka reliabilitas tes termasuk sangat tinggi.

Perhitungan reliabilitas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran.

3.5.3 Indeks Kesukaran

Analisis indeks kesukaran tiap butir soal dilakukan untuk mengetahui

tingkat kesukaran dari masing-masing soal tersebut, apakah termasuk kategori

mudah, sedang atau sukar. Menurut Suherman (2003:170) untuk mengetahui

indeks kesukaran tiap butir soal berbentuk uraian digunakan rumus:

IK =

̅

���

Keterangan:

IK = Indeks kesukaran

�̅ = Skor rata-rata kelompok atas dan kelompok bawah

SMI = Skor Maksimum Ideal tiap butir soal

Untuk menentukan kriteria dari indeks kesukaran soal maka dilihat dari

nilai klasifikasi dari soal tersebut. Klasifikasi indeks kesukaran butir soal menurut

(29)

Yulia Wahyuni, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Tabel 3.6

Klasifikasi Indeks Kesukaran

Indeks Kesukaran (IK) Interpretasi

IK = 1,00 Soal terlalu mudah

disajikan dalam tabel berikut ini:

Tabel 3.7

Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran

Nomor Soal Nilai Indeks Kesukaran Interpretasi

(30)

Berdasarkan klasifikasi indeks kesukaran pada Tabel 3.7 dapat

disimpulkan bahwa soal nomor 1, 2, 3, 5, 6, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 15, dan 19 adalah

soal mudah, sedangkan nomor 4, 7, 10, 16, 17, 18, dan 20 adalah soal sedang.

Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran.

3.5.4 Daya Pembeda

Suherman (2003:159) mengatakan, “Daya pembeda adalah seberapa jauh kemampuan butir soal dapat membedakan antara testi yang mengetahui jawaban

dengan benar dan dengan testi yang tidak dapat menjawab soal tersebut (testi menjawab dengan salah)”.

Untuk menghitung daya pembeda tiap butir soal menggunakan rumus daya

pembeda (Suherman, 2003) sebagai berikut:

DP =

b X XAB

Keterangan:

DP = Daya Pembeda

A

X = Rata-rata skor siswa kelas atas

B

X = Rata-rata skor siswa kelas bawah

b = Skor maksimum tiap butir soal

Klasifikasi untuk daya pembeda tiap butir soal dalam (Suherman,

2003:161) dinyatakan pada tabel berikut:

Tabel 3.8

Klasifikasi Daya Pembeda

Daya Pembeda (DP) Interpretasi

(31)

Yulia Wahyuni, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Tabel 3.9

Hasil Perhitungan Daya Pembeda

Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi

1 0,36 Sedang

2 0,36 Sedang

3 0,28 Sedang

4 0,28 Sedang

5 0,44 Sedang

6 0,16 Rendah

7 0,28 Sedang

8 0,52 Tinggi

9 0,48 Tinggi

10 0,32 Sedang

11 0,36 Sedang

12 0,28 Sedang

13 0,52 Tinggi

14 0,52 Tinggi

15 0,36 Sedang

16 0,28 Sedang

17 0,52 Tinggi

18 0,44 Tinggi

19 0,36 Sedang

20 0,32 Sedang

Dari hasil perhitungan, diperoleh daya pembeda sebagaimana tampak pada

Tabel 3.9. berdasarkan klasifikasi daya pembeda pada Tabel 3.8, bahwa daya

pembeda nomor 5, 8, 9, 13, 14, 17, dan 18 kriterianya tinggi; nomor 1, 2, 3, 4, 7,

10, 11, 12, 15, 16, 19, dan 20 kriterianya sedang; serta nomor 6 kriterianya

rendah. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran.

Berdasarkan data yang telah diujicobakan, maka rekapitulasi hasil uji coba

(32)

Tabel 3.10

Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen

No Validitas Reliabilitas

Indeks

Kesukaran Daya Pembeda Ket.

Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi Nilai Intepretasi Nilai Interpretasi

1 0,458 Sedang

0,82 Sangat Tinggi

0,66 Sedang 0,36 Sedang Dipakai

2 0,558 Sedang 0,70 Sedang 0,36 Sedang Dipakai

3 0,477 Sedang 0,46 Sedang 0,28 Sedang Dipakai

4 0,502 Sedang 0,78 Mudah 0,28 Sedang Dipakai

5 0,518 Sedang 0,62 Sedang 0,44 Sedang Dipakai

6 0,453 Sedang 0,68 Sedang 0,16 Rendah Dipakai

7 0,510 Sedang 0,74 Mudah 0,28 Sedang Dipakai

8 0,660 Sedang 0,58 Sedang 0,52 Tinggi Dipakai

9 0,525 Sedang 0,32 Sedang 0,48 Tinggi Dipakai

10 0,621 Sedang 0,72 Mudah 0,32 Sedang Dipakai

11 0,551 Sedang 0,66 Sedang 0,36 Sedang Dipakai

12 0,527 Sedang 0,58 Sedang 0,28 Sedang Dipakai

13 0,460 Sedang 0,54 Sedang 0,52 Tinggi Dipakai

14 0,587 Sedang 0,42 Sedang 0,52 Tinggi Dipakai

15 0,494 Sedang 0,54 Sedang 0,36 Sedang Dipakai

16 0,449 Sedang 0,78 Mudah 0,28 Sedang Dipakai

17 0,750 Tinggi 0,74 Mudah 0,52 Tinggi Dipakai

18 0,528 Sedang 0,74 Mudah 0,44 Tinggi Dipakai

19 0,556 Sedang 0,62 Sedang 0,36 Sedang Dipakai

20 0,441 Sedang 0,84 Mudah 0,32 Sedang Dipakai

Berdasarkan Tabel 3.10 di atas, dapat disimpulkan bahwa semua soal

(33)

Yulia Wahyuni, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3.6 Teknik Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

3.6.1 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data diperoleh melalui hasil tes awal (pre-test) dan

tes akhir (post-test) yang dianalisis untuk mengetahui peningkatan kemampuan

berpikir kritis dari peserta didik. Data yang diperoleh dari hasil tes dianalisis

secara statistik. Analisis dilakukan dengan cara membandingkan skor yang

diperoleh dari hasil tes peserta didik sebelum dan sesudah diberi perlakuan

pembelajaran metode problem solving dengan teknik means-ends analysis

terhadap skor yang diperoleh dari hasil tes peserta didik sebelum dan sesudah

diberi perlakuan pembelajaran metode ceramah.

3.6.2 Teknik Analisis Data

Setelah semua data yang diperlukan telah terkumpul, maka dilanjutkan

dengan menganalisis data. Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.6.2.1Analisis Data Tes Awal (Pre-test)

Analisis data skor pretes bertujuan untuk mengetahui apakah kemampuan

awal berpikir kritis antara kelas eksperimen dan kelas kontrol sama atau tidak.

Data yang dianalisis adalah data skor pre-test dari kelas eksperimen dan data skor

pre-test dari kelas kontrol. Analisis data dilakukan dengan langkah-langkah

sebagai berikut.

3.6.2.1.1 Uji Normalitas Data Tes Awal (Pre-test)

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh

berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas distribusi dari kelas eksperimen

dan kelas kontrol menggunakan program SPSS 22.0 for Windows dengan uji

statistika Kolmogorov-Smirnov. Dengan kriteria pengujiannya, yaitu jika nilai

signifikansi > 0,05 maka sebaran skor data berdistribusi normal atau H0 diterima,

dan jika nilai signifikansi < 0,05 maka sebaran skor data tidak berdistribusi

(34)

3.6.2.1.2 Uji Homogenitas Varians

Jika data yang diperoleh berdi stribusi normal, maka pengujian dilanjutkan

dengan menguji homogenitas varians dari kelas eksperimen dan kelas kontrol

menggunakan program SPSS 22.0 for Windows dengan uji Levene. Dengan

kriteria pengujiannya yaitu, jika nilai signifikansi > 0,05 maka kedua kelas

memiliki varians yang sama (homogen) atau H0 diterima, dan jika nilai

signifikansi < 0,05 maka kedua kelas memiliki varians yang tidak sama (tidak

homogen) atau H0 ditolak. Tetapi jika salah satu atau kedua data pretest tidak

berdistribusi normal, maka pengujiannya menggunakan uji statistika

non-parametrik Mann-Whitney.

3.6.2.1.3 Uji Beda Dua Rata-Rata (Uji-t)

Jika data yang diperoleh berdistribusi normal dan homogen, maka

dilakukan uji beda dua rata-rata dengan menggunakan uji-t. Pengujian dilakukan

dengan menggunakan Paired Sample t-Test pada SPSS 22.0 for Windows.

Paired-samples t test atau dependent-sample t test digunakan untuk menguji dua

buah rata-rata sebagai hasil pengukuran pada satu kelompok sampel eksperimen

yang sama. (within-subjects, matched-pair) (Kusnendi, 2013: 4).

Menguji perbedaan nilai rata-rata “sebelum” dan nilai rata-rata “sesudah”

perlakuan pada satu kelompok sampel yang sama merupakan contoh

within-subjects atau Paired Sample t-Test.

Statistik ujinya adalah sebagai berikut:

= ∑ �

√ � ∑ � − ∑ �� − 1

Keterangan:

D = perbedaan nilai data setiap pasangan anggota sampel (Y1–Y2)

n = ukuran sampel

Dalam kriteria pengujiannya, H0 dapat ditolak jika:

p-value (Sig) 0,05 (2-tailed test)

(35)

Yulia Wahyuni, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3.6.2.2Analisis Data Tes Akhir (Post-test)

3.6.2.2.1 Uji Normalitas Data Tes Akhir (Post-test)

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh

berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas distribusi dari kelas eksperimen

dan kelas kontrol menggunakan program SPSS Statistics 22.0 for Windows

dengan uji statistika Kolmogorov-Smirnov. Dengan kriteria pengujiannya yaitu,

jika nilai signifikansi > 0,05 maka sebaran skor data berdistribusi normal atau H0

diterima, dan jika nilai signifikansi < 0,05 maka sebaran skor data tidak

berdistribusi normal atau H0 ditolak.

3.6.2.2.2 Uji Homogenitas Varians

Jika data yang diperoleh berdistribusi normal, maka pengujian dilanjutkan

dengan menguji homogenitas varians dari kelas eksperimen dan kelas kontrol

menggunakan program SPSS 22.0 for Windows dengan uji Levene. Dengan

kriteria pengujiannya yaitu, jika nilai signifikansi > 0,05 maka kedua kelas

memiliki varians yang sama (homogen) atau H0 diterima, dan jika nilai

signifikansi < 0,05 maka kedua kelas memiliki varians yang tidak sama (tidak

homogen) atau H0 ditolak. Tetapi jika salah satu atau kedua data postest tidak

berdistribusi normal, maka pengujiannya menggunakan uji statistika

non-parametrik Mann-Whitney.

3.6.2.2.3 Uji Beda Dua Rata-Rata

Jika data yang diperoleh berdistribusi normal dan homogen, maka

dilakukan uji beda dua rata-rata dengan menggunakan uji-t. Pengujian dilakukan

dengan menggunakan Paired Sample t-Test pada SPSS 22.0 for Windows.

Paired-samples t test atau dependent-sample t test digunakan untuk menguji dua

buah rata-rata sebagai hasil pengukuran pada satu kelompok sampel eksperimen

yang sama. (within-subjects, matched-pair) (Kusnendi, 2013: 4).

Menguji perbedaan nilai rata-rata “sebelum” dan nilai rata-rata “sesudah”

perlakuan pada satu kelompok sampel yang sama merupakan contoh

(36)

Statistik ujinya adalah sebagai berikut:

= ∑ �

√ � ∑ � − ∑ �� − 1

Keterangan:

D = perbedaan nilai data setiap pasangan anggota sampel (Y1–Y2)

n = ukuran sampel

Dalam kriteria pengujiannya, H0 dapat ditolak jika:

p-value (Sig) 0,05 (2-tailed test)

p-value (Sig/2) 0,05 (1-tailed test)

3.6.2.3Analisis Data Indeks Gain

Untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis, dapat

menggunakan rumus Indeks Gain oleh Hake (Wiyono, 2013) sebagai berikut:

Indeks Gain (g) =

� � −

Kemudian indeks gain (g) tersebut diinterpretasikan dengan kriteria yang

disajikan dalam Tabel 3.12 berikut:

Tabel 3.11 Kriteria Indeks Gain

Indeks Gain Kriteria

g > 0,70 Tinggi

0,30 < g ≤ 0,70 Sedang g ≤ 0,30 Rendah

Untuk selanjutnya, dianalisis dengan program SPSS 22.0 for Windows

untuk:

a. Uji normalitas

b. Uji homogenitas

(37)

Yulia Wahyuni, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3.7 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui tahapan-tahapan yang secara garis besar

dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Tahap Pendahuluan

a. Melakukan observasi dan wawancara dengan guru ekonomi mengenai

proses belajar mengajar ekonomi yang telah berlangsung

b. Mengidentifikasi dan merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam

proses belajar mengajar ekonomi

c. Melakukan penelitian pendahuluan mengenai berpikir kritis siswa

dalam proses belajar mengajar ekonomi sehingga diperoleh informasi

yang faktual.

d. Mengkaji penelitian terdahulu mengenai berpikir kritis siswa.

2. Tahap Persiapan

a. Menentukan dan membuat desain penelitian

b. Menentukan dua kelas sebagai kelas eksperimen dengan kelas kontrol

c. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran

d. Merancang alat tes (peningkatan berpikir kritis siswa)

3. Tahap Pelaksanaan

a. Memberikan tes awal (pre-test) kepada kelas eksperimen dan kelas

kontrol untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa sebelum

dilakukannya perlakuan.

b. Melakukan pembelajaran menggunakan metode problem solving

dengan teknik means-ends analysis (MEA) pada kelas eksperimen dan

melakukan pembelajaran biasa (resitasi) pada kelas kontrol.

c. Melaksanakan observasi selama proses belajar mengajar baik pada

kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol.

d. Memberikan tes akhir (post-test) kepada kelas eksperimen dengan

kelas kontrol untuk mengetahui kemampuan bepikir kritis siswa

(38)

4. Tahap Akhir Penelitian

a. Mengumpulkan seluruh data.

b. Mengolah data yang terkumpul dan melakukan analisis data.

(39)

Yulia Wahyuni, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 83

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan

pada bagian sebelumnya diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas yang

menggunakan metode problem solving dengan teknik MEA (kelas

eksperimen) sebelum dan sesudah perlakuan diberikan (pre-test

post-test).

Artinya semakin efektif metode problem solving dengan teknik means-end

analysis (MEA) digunakan dalam pembelajaran maka semakin tinggi

kemampuan berpikir kritis siswa.

2. Terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas yang

menggunakan metode ceramah (kelas kontrol) sebelum dan sesudah

perlakuan diberikan (pre-test post-test).

Artinya metode ceramah bisa digunakan untuk meningkatkan kemampuan

berpikir kritis siswa walaupun peningkatannya lebih rendah dari metode

dan teknik yang digunakan dan disesuaikan dengan materi pembelajaran.

3. Terdapat perbedaan peningkatan (gain) kemampuan berpikir kritis siswa

di kelas yang menggunakan metode pemecahan masalah dengan teknik

means-ends analysis (kelas eksperimen) dengan kelas yang menggunakan

metode ceramah (kelas kontrol).

Artinya terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis yang

signifikan pada kelas yang diberikan metode dan teknik yang sesuia

dengan materi dan tujuan pembelajaran dibandingkan hanya dengan

(40)

5.2 Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti

mengajukan beberapa saran dan rekomendasi untuk dipertimbangkan, yaitu

sebagai berikut:

1. Memberi masukan kepada guru mengenai metode pemecahan masalah

(problem solving) dengan teknik means-ends analysis agar dapat

diterapkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam

pembelajaran ekonomi yang diharapkan siswa mampu berpikir secara

kritis dalam menghadapi persoalan ekonomi dan dapat mengambil

keputusan secara cepat, tepat, efektif dan efisien dalam memecahkan

permasalahan. Kemudian dalam hal ini materi ekonomi yang diajarkan

berkaitana dengan permasalahan ketenagakerjaan, maka diharapkan guru

dapat merubah pola pikir siswanya tidak hanya menjadi pencari kerja tapi

mereka berkeinginana untuk menciptakan lapangan pekerjaan.

2. Memfasilitasi pengalaman belajar siswa dengan metode pemecahan

masalah (problem solving) dengan teknik means-ends analysis dalam

kegiatan pembelajaran ekonomi untuk dapat memotivasi keaktifan dalam

pembelajaran ekonomi dan agar dapat menerapkannya dalam kehidupan

sehari-hari dalam memecahkan permasalahan dengan memiliki

kemampuan berpikir kritis dalam mengambil kesimpulan sehingga dapat

mengambil keputusan secara cepat, tepat, efektif dan efisien.

3. Memberikan informasi bagi penelitian lain mengenai kemampuan berpikir

kritis siswa dalam pembelajaran ekonomi melalui penggunaan metode

pemecahan masalah (problem solving) dengan teknik means-ends analysis

(MEA) agar dapat lebih dikembangkan lagi dengan memperhatikan

teori-teori yang dapat dipercaya kebenarannya, seperti yang digunakan peneliti

dalam penelitian ini, yaitu teori dari Watson-Glaser dengan Watson-Glaser

Critical Thinking Appraisal (uji kemampuan berpikir kritis yang paling

banyak dipakai di seluruh dunia). Peneliti mempertimbangkan bahwa di

(41)

Yulia Wahyuni, 2015

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

untuk ditingkatkan guna memecahkan masalah untuk nantinya dapat

mengambil keputusan secara cepat, tepat dan efisien. Kemudian sebaiknya

metode problem solving dengan teknik means-ends analysis (MEA) lebih

efektif digunakan dalam proses pembelajaran dilakukan lebih dari 3 kali

Gambar

Tabel 1.1 Hasil Pra-Penelitian Siswa Kelas XI IIS SMAN 4 Bandung
Tabel 3.1 Desain Kuasi Eksperimen
Tabel 3.2  Definisi Operasional Variabel
Tabel 3.3 Klasifikasi Interpretasi Koefisien Validitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Efektivitas Teknik Problem Solving untuk Meningkatkan Kemampuan Pembuatan Keputusan Karir Peserta Didik (Penelitian Eksperimen Kuasi Terhadap Peserta Didik Kelas XI

Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa yang menggunakan metode pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) dan metode pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem

“ ada pengaruh model pembelajaran MEA ( Means-Ends Analysis ) terhadap kemampuan berpikir kritis siswa materi prisma dan limas pada kelas VIII SMP Negeri 2

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui perbedaan efektivitas model Problem Based Learning dan Problem Solving terhadap kemampuan berpikir kritis siswa

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang analisis keterlaksanaan model pembelajaran creative problem solving dan pengaruhnya terhadap kemampuan berpikir kritis

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan strategi pembelajaran Means Ends Analysis (MEA) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika dan self efficacy

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode pemecahan masalah problem solving dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis yaitu kemampuan merumuskan masalah, memberikan dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik siswa melalui pembelajaran pendekatan problem Solving lebih baik dari