• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING (GUIDED INQUIRY) DAN PEMECAHAN MASALAH (PROBLEM SOLVING) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS : Studi Kuasi Eksperimen pada Kompetensi Dasar Elastisitas Permintaan dan Penawaran Siswa Kelas X Jurusan Administr

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH METODE PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING (GUIDED INQUIRY) DAN PEMECAHAN MASALAH (PROBLEM SOLVING) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS : Studi Kuasi Eksperimen pada Kompetensi Dasar Elastisitas Permintaan dan Penawaran Siswa Kelas X Jurusan Administr"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

(GUIDED INQUIRY) DAN PEMECAHAN MASALAH (PROBLEM

SOLVING) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

(Studi Kuasi Eksperimen pada Kompetensi Dasar Elastisitas Permintaan dan

Penawaran Siswa Kelas X Jurusan Administrasi Perkantoran SMK Negeri 1 Bandung Tahun 2014/2015)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan Ekonomi

Oleh

ADEN MUHAMAD KOSASIH 1303087

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

SEKOLAH PASCASARJANA

(2)
(3)

INQUIRY) DAN PEMECAHAN MASALAH (PROBLEM SOLVING) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

(Studi Kuasi Eksperimen pada Kompetensi Dasar Elastisitas Permintaan dan Penawaran Siswa Kelas X Jurusan Administrasi Perkantoran

SMK Negeri 1 Bandung Tahun 2014/2015)

Oleh

Aden Muhamad Kosasih

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister

Pendidikan (M.Pd) pada program studi Pendidikan Ekonomi SPs UPI

Bandung

© Aden Muhamad Kosasih 2015

Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2015

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto

(4)
(5)
(6)

Aden Muhamad Kosasih. 2015. “Pengaruh Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) dan Pemecahan Masalah (Problem Solving) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis (Studi Kuasi Eksperimen pada Kompetensi Dasar Elastisitas Permintaan dan Penawaran Siswa Kelas X Jurusan Administrasi Perkantoran SMK Negeri 1 Bandung Tahun 2014/2015)” Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Agus Rahayu, MP.

Masalah yang dikaji dalam Penelitian ini mengenai kemampuan berpikir kritis siswa di kelas X SMK Negeri 1 Bandung. Adapun tujuan dilakukan penelitian ini untuk menganalisis perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa yang mendapatkan perlakuan metode pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided

Inquiry) dan metode pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving) pada

mata pelajaran ekonomi.

Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan bentuk

Nonequivalent (Pretest and Posttest) Control Group Design. Teknik Analisis data

dengan statistik parametrik yang meliputi uji beda rata-rata (paired sampels t-test dan independent samples t-test), gain score dan perhitungan effect size dengan menggunakan bantuan SPSS versi 21.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa sebelum dan sesudah perlakuan dengan menggunakan metode pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) dan metode pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving). Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa yang menggunakan metode pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) dan metode pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving) lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol yang menggunakan metode konvensional. Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa yang menggunakan metode pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided

Inquiry) lebih tinggi dibandingkan dengan kelas metode pembelajaran Pemecahan

Masalah (Problem Solving).

Kata Kunci: Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry), Pemecahan Masalah (Problem

(7)

ABSTRACT

Aden Muhamad Kosasih. 2015. "The Influence of Guided Inquiry Learning Methods and Problem Solving Toward Student’ Critical Thinking Ability (Quasi Experimental Study On Supply And Demand Of Basic Competence Elasticity In 10th Grade of Office Administration of SMKN 1 Bandung 2014/2015)" , Supervisor: Prof. Dr. Agus Rahayu, MP.

The problem studied in this research is the critical thinking skills of students in class X SMK Negeri 1 Bandung. The purpose of this research to analyze the differences in students' critical thinking skills who receive treatment learning methods Guided Inquiry and learning methods Problem Solving on economic subjects.

The method used in this research is quasi experimental with Nonequivalent (Pretest and Posttest) Control Group Design. The data analysis technique with parametric statistical, test of difference (paired samples t-test and independent samples t-test), gain score and effect size calculation used in this research is SPSS versi 21.

The results of the study show that there are differences in the increase in critical thinking skills of students before and after treatment using Guided Inquiry learning methods and Problem Solving learning methods. There are differences in the students' critical thinking skills Guided Inquiry Learning Methods and Problem Solving Learning Methods is more higher to improve the critical thinking ability than the control class that uses a conventional method. There are differences in the students' critical thinking skills Guided Inquiry Learning Methods is more is more higher to improve the critical thinking ability than the the Problem Solving Learning Methods.

(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha manusia untuk

memanusiakan manusia itu sendiri yaitu untuk membudayakan manusia.

Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan dari seni dan budaya manusia

yang dinamis dan syarat akan perkembangan, karena itu perubahan atau

perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan

dengan perubahan budaya kehidupan. Perkembangan pendidikan yang baik dapat

terlihat pada konsep pendidikan. Konsep pendidikan yang menghasilkan pekerja

dan bukan pencipta lapangan pekerjaan merupakan arus utama dalam pendidikan

nasional Indonesia.

Pendidikan dianggap sebagai suatu investasi yang paling berharga dalam

bentuk peningkatan sumber daya manusia untuk pembangunan suatu negara.

Tanpa pendidikan tidak mungkin terbentuk sumber daya manusia yang berkualitas

dan siap bersaing dengan negara lain. Proses pendidikan yang mengikuti

perkembangan jaman menuntut manusia untuk meningkatkan kualitas diri agar

beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan dan

teknologi dalam mewujudkan masyarakat yang maju. Undang-Undang No. 20 No.

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalain diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Akhir dari proses pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik

yang berujung kepada pembentukan sikap, pengembangan kecerdasan atau

intelektual, serta pengembangan keterampilan peserta didik sesuai dengan

(9)

Peran serta dukungan pemerintah untuk meningkatkan perekonomian di

Indonesia harus di tingkatkan sehingga Negara Indonesia dapat bersaing dengan

Negara lain. Sehingga pemerintah harus merubah pola pikir Bangsa Indonesia

sebagai pencipta lapangan kerja, bukan pencari kerja. Pada dasarnya orientasi

pendidikan di Indonesia tingkat menengah atas baik SMA, SMK, MA pada

umumnya hanya menyiapkan tenaga kerja.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah salah satu wujud pendidikan

berbasis keterampilan. Dimana tujuan dari sekolah menengah kejuruan adalah

peserta didik (siswa) dibina untuk dapat menguasai sebuah keterampilan/

kompetensi tertentu. Berikut adalah data lulusan SMK di seluruh Indonesia :

Tabel 1.1

Lulusan SMK Se-Indonesia Tahun 2010-2012

Tahun Jumlah Lulusan

SMK se-Indonesia

2010 825.222

2011 938.043

2012 1.036,478

Sumber : www.psp.kemendiknas.go.id

Berdasarkan Tabel 1.1 terlihat bahwa lulusan SMK se- Indonesia dari tahun

ke tahun semakin mengalami peningkatan akan tetapi jumlah tersebut tidak di

imbangi dengan lapangan pekerjaan yang tersedia sehingga banyak yang lulusan

SMK masih menganggur.

Berikut adalah data pengangguran menurut pendidikan tertinggi yang

(10)

Tabel 1.2

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, 2011-2012 (Juta Orang)

Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

2011 2012

Februari Agustus Februari Agustus

(1) (2) (3) (4) (5)

SD Ke Bawah 318,689 316,992 273,644 274,120

Sekolah Menengah Pertama 648,545 619,840 635,796 644,490

Sekolah Menengah Atas 1,022,210 990,080 988,204 820,820

Sekolah Menengah Kejuruan 1,186,279 118,700 990,325 1,041,265

Diploma I/II/III 1,349,489 1,063,296 941,108 551,320

Universitas 1,223,216 991,744 807,940 617,540

Jumlah 8,590,000 8,320,000 8,120,000 7,700,000 Sumber : Badan Pusat Statistik 2012

Berdasarkan Tabel 1.2 terlilihat bahwa tingkat pengangguran di SMK

terjadi peningkatan tahun 2012, jumlah pengangguran pada bulan februari

990,325 dan mengalami peningkatan pada bulan agustus 1.041,265. Kurangnya

ketersediaan lapangan pekerjaan yang tidak sebanding dengan jumlah lulusan

SMK yang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Lulusan SMK diharapkan

dapat mengembangkan dan dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru sehingga

dapat mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia.

Pengembangan potensi peserta didik diperlukan suatu kemampuan dalam

proses pembelajaran salah satunya kemampuan berpikir karena dapat membantu

dalam meningkatkan pemahaman materi yang dipelajari. Hal ini sejalan dengan

pendapat Abidin (2014: 2) pembelajaran mengandung dua karakteristik utama,

yakni bahwa (1) proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara

maksimal yang menghendaki aktivitas siswa untuk berpikir dan (2) pembelajaran

(11)

Berpikir kritis mengandung aktivitas mental dalam hal memecahkan

masalah yang menganalisis asumsi, memberi rasional, mengevaluasi, melakukan

penyelidikan, dan mengambil keputusan. Menurut Watson & Glaser dalam

Filsaime (2008: 60) memandang berpikir kritis sebagai sebuah gabungan sikap,

pengetahuan, dan kecakapan. Oleh sebab itu, keterampilan berpikir kritis perlu

ada dalam proses pembelajaran. Berpikir kritis merupakan salah satu proses

berpikir tingkat tinggi yang dapat digunakan dalam pembentukan sistem

konseptual peserta didik.

Keterampilan berpikir tingkat tinggi meliputi keterampilan pemecahan

masalah, keterampilan pengambilan keputusan dan keterampilan berpikir kritis.

maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan di Indonesia mengharapkan peserta

didik untuk mengembangkan kemampuannya dalam proses pembelajaran salah

satunya berpikir kritis. Berikut ini gambar yang menunjukkan kemampuan

berpikir kritis peserta didik di Indonesia berdasarkan hasil TIMSS (Trends in

Mathematics and Science Study).

Sumber: Kementerian Pendidikan Nasional

Gambar 1.1

Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Berdasarkan Hasil TIMSS Berdasarkan gambar 1.1 di atas menunjukkan bahwa hanya 5% peserta

didik Indonesia yang mampu mengerjakan soal dengan kategori tinggi dan

advance (memerlukan reasoning). Sedangkan untuk soal dengan kategori rendah

(12)

78% (hafalan). Pada peserta didik Korea mampu mengerjakan soal tinggi dan

advance sebesar 71% dan 10% soal dengan kategori rendah. Hal ini

mengindikasikan bahwa kemampuan berpikir kritis peserta didik di Indonesia

memang masih kurang. Reasoning merupakan salah satu cara peserta didik

meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Hal ini senada dengan pendapat Scriven

and Paul (Lang Hellmut dan David N. Evans, 2006:461) “Critical thinking is the

intellectually discipline process of actively and skillfully conceptualizing,

applying, analyzing, synthesizing, and evaluating information gathered from or

generated by, observation, experience, reflection, reasoning, or communication,

as a guide to belief and action”.Berdasarkan pendapat diatas bahwa "Berpikir kritis adalah proses intelektual disiplin secara aktif dan terampil konseptualisasi,

menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi informasi yang

dikumpulkan dari atau yang dihasilkan oleh, pengamatan, pengalaman, refleksi,

penalaran, atau komunikasi, sebagai panduan untuk keyakinan dan tindakan".

Menurut Costa (1985: 54) Critical thinking is reasonable, reflective

thinking that is focused on deciding what to be believe or do. Critical thingking so

defined involves both dispositions and abilities. Kemampuan dalam berpikir kritis

akan memberikan arahan yang lebih tepat dalam berpikir, bekerja, dan membantu

lebih akurat dalam menentukan keterkaitan sesuatu dengan yang lainnya. Menurut

Johnson (2008: 185) tujuan dari berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman

yang mendalam. Pemahaman membuat kita mengerti maksud di balik ide yang

mengarahkan hidup kita setiap hari. Berpikir kritis membantu kita meneliti

perilaku kita dan menilai nilai-nilai kita. Karena berpikir kritis merupakan proses

berpikir yang bisa dikembangkan oleh setiap orang, maka harus diajarkan di

sekolah-sekolah.

Pengembangan kemampuan berpikir kritis peserta didik dapat dilaksanakan

oleh lembaga pendidikan melalui jenjang pendidikan yang beragam. Secara umum

dampak yang akan dirasakan jika peserta didik tidak mampu meningkatkan

kemampuan berpikir kritis yaitu pemerintah tidak akan menghasilkan sumber

daya manusia yang benar-benar memiliki keterampilan untuk berpikir kritis dan

(13)

pembelajaran peserta didik akan kurang banyak bertanya dan tentunya

pembelajaran tersebut tidak student centre. Jenjang pendidikan tersebut dapat

dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah,

dan perguruan tinggi. SMK Negeri 1 Bandung merupakan salah satu lembaga

Pendidikan Menengah Kejuruan yang meningkatkan kualitas kerja dalam bidang

Bisnis dan keuangan, pelayanan informasi dan sosialisasi terhadap SMK Negeri 1

Bandung dan masyarakat secara efektif dan efisien. Meningkatkan imtak, iptek,

keterampilan dan etos kerja yang baik melalui optimalisasi pembelajaran hidup

beragama, teori, praktek dan prakerin sesuai tuntutan DU/DI dan masyarakat serta

meningkatkan efektifitas pelaksanaan program pengembangan profesionalisme,

kesejahteraan, evaluasi SDM dan melanjutkan ke Perguruan Tinggi

Menurut Neti Budiwati dan Leni Permana (2010 : 18), kemampuan yang

akan dicapai peserta didik sesuai dengan mata pelajaran ekonomi yaitu:

1. Memahami sejumlah konsep untuk mengaitkan peristiwa dan masalah

ekonomi dengan kehidupan sehari-hari terutama yang terjadi

dilingkungan individu rumah tangga, masyarakat, dan Negara.

2. Menampilkan sikap ingin tahu terhadap sejumlah konsep ekonomi yang

diperlukan untuk mendalami ekonomi

3. Membentuk sikap bijak, rasional, bertanggung jawab dengan memiliki

pengetahuan dan keterampilan ilmu ekonomi, manajemen akuntansi yang

bermanfaat bagi dirinya sendiri, rumah tangga, masyarakat, dan Negara.

4. Membuat keputusan yang bertanggung jawab mengenal nilai-nilai sosial

ekonomi dalam masyarakat yang majemuk, baik dalam skala nasional

maupun internasional.

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Teti Heryati selaku guru mata

pelajaran pengantar ekonomi kelas X di SMK Negeri 1 Bandung diperoleh

informasi bahwa sedikitnya peserta didik yang bertanya ketika proses

pembelajaran berlangsung. Selain itu peneliti juga memperoleh nilai rata-rata

ujian akhir semester ganjil kelas X Administrasi Perkantoran. Berikut

(14)

Tabel 1. 3

Nilai Rata-Rata Ujian Akhir Semester Ganjil

Mata Pelajaran Pengantar Ekonomi Kelas X SMK Negeri 1 Bandung Kompetensi Keahlian Administrasi Perkantoran Tahun Pelajaran 2014/2015

No Kelas Nilai Rata-Rata KKM

1. X AP 1 70,56 75

2. X AP 2 72,91 75

3. X AP 3 69,66 75

4. X AP 70,66 75

Rata-Rata Nilai 71,043

Sumber:SMK Negeri 1 Bandung

Dari hasil belajar peserta didik tersebut dapat dijelaskan bahwa nilai

rata-rata ujian akhir semester ganjil untuk mata pelajaran pengantar ekonomi masih

rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari perolehan rata-rata kelas masih di bawah

standar kriteria kelulusan minimal (KKM). Untuk mengukur kemampuan berpikir

kritis peserta didik tidak hanya dilihat dari perolehan nilai peserta didik saja. Akan

tetapi dapat dilihat dari soal-soal yang digunakan dalam ujian akhir semester

ganjil.

Tabel 1. 4

Analisis Soal Ujian Akhir Semester Ganjil

Mata Pelajaran Pengantar Ekonomi Kelas X SMK Negeri 1 Bandung Kompetensi Keahlian Administrasi Perkantoran

Tahun Pelajaran 2013/2014

Proses Kognitif C1 C2 C3 C4 C5 C6

Jumlah 30 15 5 - - -

Sumber: SMK Negeri 1 Bandung

Berdasarkan tabel 1.4 menunjukkan bahwa soal ujian akhir semester ganjil

untuk mata pelajaran pengantar ekonomi hanya pada ranah kognitif C1, C2, dan

C3 saja. Sedangkan soal yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan

berpikir kritis peserta didik yaitu soal dengan ranah kognitif C4 dan C5. Karena

(15)

C5 (menganalisis), C6 (Mencipta) merupakan high thingking level. Kemampuan

berpikir kritis merupakan salah satu dari kemampuan berpikir tingkat tinggi. Hal

ini sesuai dengan pendapat Tsui (Linda S. Behar-Horenstein, 2011:1) “Teaching

students higher-order cognitive skills, including critical thinking. Maka dari itu

dapat disimpulkan bahwa soal UAS yang dibuat belum tentu mengukur

kemampuan berpikir kritis peserta didik. Artinya guru tidak pernah memberikan

atau membuat tes yang mengukur kemampuan berpikir kritis peserta didik.

Implikasinya yaitu kemampuan berpikir kritis peserta didik akan lemah

dikarenakan soal-soal yang dibuat hanya berisikan ranah kognitif C1, C2 dan C3.

Untuk memperkuat hasil temuan wawancara maka dilakukan pra penelitian

dengan membagikan soal yang dibuat dengan kriteria indikator berpikir kritis

yang diisi oleh peserta didik kelas X AP 2 , hal ini dilakukan untuk mengetahui

berapa persen jumlah peserta didik yang mampu menjawab soal dengan indikator

berpikir kritis, maka di buat tabel rekapitulasi presentasi sebagai berikut:

Tabel 1.5

Rekapitulasi Skor Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Kelas X AP 2 SMK N 1 Bandung

Skor Jumlah Peserta didik Presentase (%)

0 -

10

20 2 5,89%

30 6 17,64%

40 17 50,00%

50 5 14,70%

60 3 8,83%

70 1 2,94%

80

90

100

Jumlah 34 100%

(16)

Berdasarkan data diatas yang merujuk pada indikator berpikir kritis tidak

ada peserta didik yang mencapai skor ideal dari 80-100. Peserta didik hanya

mampu mengerjakan soal dengan memperoleh skor dibawah skor ideal yakni

berada pada rentang 20 – 70. Peserta didik terbanyak hanya mampu menjawab

dengan skor 40 mencapai 50% dari jumlah peserta didik. Perolehan data diatas

dapat menggambarkan bahwa peserta didik belum mampu mencapai kemampuan

berpikir kritis. Permasalahan dalam peningkatan kemampuan berpikir kritis

peserta didik inilah yang menjadi tantangan bagi guru dalam menjawab tuntutan

kurikulum 2013 sehingga dapat membantu peserta didik untuk mencapai

kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Pengantar ekonomi dan bisnis adalah salah satu mata pelajaran yang

terdapat di SMK berbasis kompetensi keahlian Bisnis dan Manajemen. Sebagai

mata pelajaran dasar, Pengantar ekonomi dan bisnis mempelajarai konsep-konsep

yang erat kaitannya dengan fenomena dan peristiwa yang terjadi di masyarakat.

Sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013 yang mengedepankan pendekatan

saintifik dan berorientasi kepada student center, maka pemilihan metode

pembelajaran harus mampu membelajarkan siswa, menjadikan siswa aktif dan

berusaha menjadikan siswa sebagai problem solver dari setiap masalah, fenomena

yang dihadapi dalam pembelajaran.

Banyak strategi dan metode pembelajaran sebagai bagian dari teori

pembelajaran konstruktivistik, sehingga guru harus mampu memilih metode dan

strategi yang tepat. Untuk mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik

kontruktisme menawarkan beberapa metode yang dapat mengatasinya.

Constructivism (Konstruktivisme) merupakan landasan berfikir (filosofis), yaitu

bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit). Pengetahuan bukanlah

seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.

Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui

pengalaman nyata.

Andy Carvin dalam Suryono (2012: 117) mengungkapkan ada 12 prisip

(17)

menyatakan bahwa prinsip pembelajaran konstruktivisme adalah: “mendorong

timbulnya sikap inkuiri (menemukan dan menyelidiki) siswa dengan jalan

bertanya tentang sesuatu yang menuntut berpikir mendalam dan kritis, pertanyaan

berujung terbuka (open-ended questions) dan mendorong siswa untuk saling

bertanya dengan sesama temannya”

Berdasarkan pernyataan di atas dapat dilihat bahwa tujuan dari

pembelajaran inkuiri salah satunya adalah mengembangkan kemampuan berpikir

peserta didik terutama berpikir mendalam dan berpikir kritis melalui proses

inkuiri.

Metode Pembelajaran Inquiry adalah metode yang mampu menggiring

peserta didik untuk menyadari apa yang telah didapatkan selama belajar. Inquiry

menempatkan peserta didik sebagai subyek belajar yang aktif (Mulyasa ,

2008:234). Sedangkan metode inquiry menurut Roestiyah (2001:75) adalah:

merupakan suatu teknik atau cara yang dipergunakan guru untuk mengajar di

depan kelas, dimana guru membagi tugas meneliti suatu masalah ke kelas.

Metode inquiry menurut Suryosubroto (2002:192) adalah perluasan proses

discovery yang digunakan lebih mendalam. Artinya proses Inqury mengandung

proses-proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan

problema, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan

menganalisa data, menarik kesimpulan, dan sebagainya.

Kiumars Azizmalayeri (2012) Menyatakan bahwa “The results showed that

the guided inquiry teaching method has a significant impact can improve the

critical thinking skills of students”. Berdasarkan pendapat diatas, (Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pengajaran metode inkuiri terbimbing memiliki dampak

yang signifikan dapat meningkatkan pada keterampilan berpikir kritis

mahasiswa).

Penelitian terhadap metode guided inquiry dan kemampuan berpikir kritis

bukanlah untuk pertama kalinya dilakukan, ada sejumlah penelitian yang

menggunakan variabel yang sama dengan pendekatan dan juga obejek penelitian

yang berbeda diantaranya I Made Sutabawa, Jantje Ngangi, dan Verra Mawitjere

(18)

bahwa Guided Inquiry berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan

berpikir kritis.

Selain itu metode pembelajaran yang digunakan yaitu metode Guide

Inquiry ada salah satu metode pembelajaran yang dapat meningkatkan

kemampuan berpikir kritis siswa yaitu metode pembelajaran problem solving.

Menurut Syaiful Bahri Djamara (2006 : 103) bahwa: Metode problem

solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar

tetapi juga merupakan suatu metode berfikir, sebab dalam problem solving dapat

menggunakan metode lain yang dimulai dari mencari data sampai kepada menarik

kesimpulan.

Menurut Sudirman (1987:146) metode problem solving adalah cara

penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak

pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha untuk mencari

pemecahan atau jawabannya oleh siswa. Sedangkan menurut Gulo (2002:111)

Menyatakan bahwa problem solving adalah metode yang mengajarkan

penyelesaian masalah dengan memberikan penekanan pada terselesaikannya suatu

masalah secara menalar.

Pembelajaran ini merupakan pembelajaran yang berorientasi “learner centered” dan berpusat pada pemecahan suatu masalah oleh siswa melalui kerja

kelompok. Metode problem solving sering disebut “metode ilmiah” (scientific

method) karena langkah-langkah yang digunakan adalah langkah-langkah ilmiah.

Metode problem solving diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang

menekankan kepada proses pemecahan masalah yang dihadapi secara ilmiah.

Menurut Sanjaya (2011: 221) menyebutkan bahwa: Metode pemecahan

masalah (problem solving) merupakan metode pembelajaran yang dapat

mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan

kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.

Menurut Khoo Yin Yin (2011) Menyatakan bahwa “This research

attempts to examine the problem solving methods towards critical thinking based

on economy, The research findings showed that students the highest mean score

(19)

menguji metode pemecahan masalah terhadap pemikiran kritis berdasarkan

ekonomi hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa mendapatkan skor rata-rata

tertinggi dalam berpikir kritis.

Menurut Laxman, 2010; Shah, 2010; Winch 2006 dalam Claudette

Thompson (2011) “Critical thinking is the most important skill for inquiry and

problem solving It is the systematic approach of skillfully evaluating information

to arrive at the most feasible solution to a variety of structured and ill structured

problems” Berdasarkan pendapat diatas, (Berpikir kritis adalah keterampilan yang

paling penting untuk Inquiry dan pemecahan masalah. Ini adalah pendekatan

sistematis terampil mengevaluasi informasi untuk sampai pada solusi yang paling

layak untuk berbagai masalah terstruktur dan tidak terstruktur). Adapun peneletian

Anisa Septi, Edi Riandani (2012), Helmi, Riastri (2012) Hasil penelitian

menunjukkan adanya peningkatan pada tiap indikator kemampuan berpikir kritis

peserta didik.

Berdasarkan uraian di atas peran dari metode pembelajaran Inkuiri

Terbimbing dan Problem Solving sangat dibutuhkan untuk peserta didik, supaya

dapat meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis siswa di SMK Negeri 1 Bandung

(20)

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis peserta didik sebelum

dan sesudah pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran Inkuiri

Terbimbing (Guided Inquiry)?

2. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis peserta didik sebelum

dan sesudah pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran

Pemecahan Masalah (Problem Solving)?

3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta

didik yang menggunakan metode pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided

Inquiry) dengan kelas yang menggunakan metode pembelajaran

konvensional?

4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta

didik yang menggunakan metode pembelajaran Pemecahan Masalah

(Problem Solving) dengan kelas yang menggunakan metode pembelajaran

konvensional?

5. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta

didik yang menggunakan metode pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided

Inquiry) lebih tinggi dengan kelas yang menggunakan metode pembelajaran

Pemecahan Masalah (Problem Solving)?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ini dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis

peserta didik sebelum dan sesudah pembelajaran dengan menggunakan metode

pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry)

2. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis

peserta didik sebelum dan sesudah pembelajaran dengan menggunakan

metode pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving)

3. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan

(21)

Terbimbing (Guided Inquiry) dengan kelas yang menggunakan metode

pembelajaran konvensional

4. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan

berpikir kritis peserta didik yang menggunakan metode pembelajaran

Pemecahan Masalah (Problem Solving) dengan kelas yang menggunakan

metode pembelajaran konvensional

5. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan

berpikir kritis peserta didik yang menggunakan metode pembelajaran Inkuiri

Terbimbing (Guided Inquiry) lebih tinggi dengan kelas yang menggunakan

metode pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving)

1.5 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan mamfaat untuk kepentingan teoritis dan

praktis sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis penelitian ini dapat bermamfaat untuk memberikan sumbangan

bagi pengembangan ilmu – ilmu model dan strategi pembelajaran yang tepat

digunakan dalam proses pembelajaran peserta didik. Penggunaan metode dan

strategi pembelajaran yang tepat akan meningkatkan peserta didik dalam

mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan oleh guru yang

bersangkutan dan sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar

yang di tetapkan oleh sekolah.

2. Kegunaan Praktis

Secara praktis penelitian ini bagi guru pengantar ekonomi hasil penelitian

diharapkan dapat memberikan rekomendasi penggunaan metode

pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) dan Pemecahan Masalah

(Problem Solving) pada mata pelajaran pengantar ekonomi akan

(22)

BAB III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Quasi Eksperimental Design, dimana

peneliti ingin melihat apakah metode pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided

Inquiry) dan metode pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving)

berpengaruh terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Objek penelitian yang diteliti

terdiri dari dua variabel bebas dan satu variabel terikat. Menurut Sugiyono (2009:60), “Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi

tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan. Adapun dalam penelitian ini,

variabel bebas atau independent variabel yang diteliti adalah metode

pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) dan metode pembelajaran

Pemecahan Masalah (Problem Solving) kemudian yang menjadi variabel terikat

atau dependent variabel adalah Kemampuan Berpikir Kritis. Adapun objek

penelitian ini adalah metode pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry),

metode pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving) dan Kemampuan

Berpikir Kritis (Studi Kuasi Eksperimen pada Kompetensi Dasar Elastisitas

Permintaan dan Penawaran Siswa Kelas X Jurusan Administrasi Perkantoran SMK Negeri 1 Bandung Tahun 2014/2015)”

Berdasarkan objek penelitian tersebut, maka akan dilakukan penelitian

mengenai Pengaruh Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry)

dan Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving) terhadap

Kemampuan Berpikir Kritis (Studi Kuasi Eksperimen pada Kompetensi Dasar

Elastisitas Permintaan dan Penawaran Siswa Kelas X Jurusan Administrasi

Perkantoran SMK Negeri 1 Bandung Tahun 2014/2015).

3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Jenis Penelitian dan Metode yang Digunakan

(23)

tertentu”. Penelitian ini menggunakan metode Quasi Eksperimental Design, dimana peneliti ingin melihat apakah Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

(Guided Inquiry) dan Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem

Solving) dapat meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis.

Bentuk desain kuasi eksperimen yang dipilih adalah “Nonequivalent Group

Design” (Suigiyono, 2008 : 16). Desain tersebut dapat digambarkan pada tabel 3.1

sebagai berikut:

Tabel 3.1

Kuasi Eksperimen Bentuk Nonequivalen Control Group Design

Kelompok Pre Test Perlakuan Post Test Peningkatan

Eksperimen I O1 X1 O2 Y1

Eksperimen II O3 X2 O4 Y2

Kontrol O5 - O6 Y3

Sumber: Sugiyono (2013: 170)

Keterangan :

O1,O3,O5 = Sebelum ada Treatment

X1 = Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen dengan

menggunakan metode pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided

Inquiry)

X2 = Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen dengan menggunakan metode pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving)

_ = Perlakuan yang diberikan pada kelas Kontrol dengan menggunakan metode pembelajaran Ceramah

02 = setelah ada perlakuan Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) 04 = setelah ada perlakuan Pemecahan Masalah (Problem Solving) 06 = setelah ada perlakuan Ceramah

Y1 = Selisih O2 dan O1 Y2 = Selisih O4 dan O3 Y3 = Selisih O6 dan O5

(24)

3.2.2 Operasionalisasi Variabel

Secara teoritis variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau objek, yang mempunyai “variasi” antara satu orang dengan yang lain atau satu objek dengan objek yang lain (Hatch dan Farhady dalam Sugiyono, 2008:60).

Suharsimi Arikunto (2009:96), menyatakan bahwa "Variabel adalah objek

penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian".

Menurut Kerlinger dalam Sugiyono (2008:58) menyatakan bahwa “variabel

adalah konstruk (constructs) atau sifat yang akan dipelajari.” Sedangkan menurut

Kedder (2008:59) menyatakan bahwa “variabel adalah suatu kualitas (qualities)

dimana peneliti mempelajari dan menarik kesimpulan.”

Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel yang diteliti, yaitu:

1. Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry)

Trianto (2007: 109) menyatakan bahwa inkuiri merupakan bagian inti

dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual, pengetahuan dan

keterampilan yang diperoleh oleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat

seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.

Eggen dan Kauchak dalam Trianto (2007:141), lebih lanjut

menjelaskan tahapan pembelajaran Inkuiri Terbimbing tediri atas enam

tahap kegiatan meliputi menyajikan masalah awal, merumuskan hipotesis,

merancang percobaan, melaksanakan percobaan, mengumpulkan dan

menganalisis data percobaan, membuat kesimpulan.

Tabel 3. 2

Langkah-langkah Inquiri Terbimbing (Guided Inquiry)

Langkah-langkah Perilaku Guru

1. Merumuskan masalah Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah. Guru membagi siswa dalam kelompok

(25)

3. Merancang Percobaan atau

mengumpulkandanverivi kasi data

Guru membimbing siswa mengurutkan langkah-langkah pengumpulan data yang sesuai dengan hipotesis yang akan dilakukan

4. Melakukan percobaan atau menganalisadata untuk mengujihipotesis

Guru membimbing siswa mendapatkan informasi melalui penaganalisaan data-data yang diperoleh untuk dapat menguji hipotesis 5. Mengumpulkan dan

menganalisis data

Guru memberikan kesempatan pada tiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul.

6. Membuat kesimpulan Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan

2. Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving)

Menurut Sanjaya (2011: 221) bahwa: Metode pemecahan masalah (problem

solving) merupakan metode pembelajaran yang dapat mengembangkan

kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan

mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.

Menurut Torrance (1995: 236) mengemukakan bahwa langkah-langkah

dalam problem solving adalah sebagai berikut:

1. Identifying problems and challenges

2. Regognizing and stating the important problem

3. Producing alternative solutions

4. Evaluating alternative solutions

5. Planning to put solution into use

3. Kemampuan Berpikir Kritis

Berpikir kritis yang dimaksud dalam kajian ini adalah berpikir kritis

yang didefinisikan sebagai keterampilan yang aktif mengenai

masalah-masalah, pertanyaan yang sulit dengan menerapkan metode-metode

(26)

Tabel 3. 3

Variabel Kemampuan Berpikir Kritis

VARIABEL INDIKATOR UKURAN

Kemampuan pertanyaan klarifikasi dan pertanyaan yang menantang

 Mengidentifikasi istilah dan mempertimbangkan definisi

 Mengidentifikasi asumsi

Strategies and tactics

(Strategi dan Taktik)

Memutuskan suatu tindakan

 Berinteraksi dengan orang lain Berdasarkan indikator-indikator di atas maka dikembangkan instrument

untuk mengukur kemampuan berpikir kritis kepada siswa yang diukur

menggunakan teknik penilaian tes tertulis dengan bentuk instrument pilihan ganda

beralasan.

3.2.3 Alat Tes

Alat tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes kemampuan

berpikir kritis. Pretest diberikan sebelum perlakuan dengan tujuan mengetahui

skor kemampuan berpikir kritis awal peserta didik sebelum perlakuan. Sementara

Posttest diberikan setelah perlakuan dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan

skor kemampuan berpikir kritis peserta didik setelah perlakuan, sehingga

diperoleh gain, yaitu selisih antara skor pretest dan skor posttest.

Langkah-langkah menyusun instrumen tes dalam penelitian ini adalah

(27)

1. Menentukan tujuan tes

Tujuan tes pada penelitian ini adalah untuk mengukur kemampuan berpikir

kritis peserta didik

2. Menentukan tipe soal

Tipe soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal pilihan ganda

beralasan

3. Membuat kisi-kisi soal

4. Melaksanakan uji coba tes

5. Melaksanakan uji coba, baik validitas, relibilitas, tingkat kesukaran dan

daya pembeda butir tes

6. Menggunakan soal yang telah diperbaiki dalam tes

Adapun pemberian skor untuk soal-soal berpikir kritis dalam bentuk pilihan

berganda beralasan mengacu pada pedoman Holistic scale dari North Caroline of

Public Intruction, 1994 (Ratnaningsih, 2003) Seperti tabel berikut:

Tabel 3.4

Kriteria Skor Kemampuan Berpikir Kritis

Respon Peserta didik terhadap Soal Skor

Tidak ada pilihan ganda dan alasan yang dijawab dengan benar 0

Hanya alasan saja yang di jawab dengan benar 1

Hanya pilihan ganda saja yang di jawab dengan benar 2

Semua aspek pertanyaan dijawab dengan lengkap / jelas dan benar 3

3.2.4 Uji Instrumen 3.2.4.1Uji Instrumen

Nana Syaodih (2012: 228) mengatakan bahwa persyarat yang harus

dipenuhi oleh suatu instrumen penelitian seperti tes hasil belajar yaitu validitas,

reliabilitas, tingkat kesulitan butir soal dan daya pembeda.

3.2.4.1.1 Validitas

Pengujian validitas alat tes dilakukan untuk mengetahui ketepatan alat tes

(28)

dengan indikator yang ada. Sugiyono (2008:137) menjelaskan bahwa “alat test yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur)

itu valid. Valid berarti alat test yang digunakan dapat mengukur apa yang seharusnya diukur”.

Menurut Sugiyono (2008:271) validitas terdiri dari konstruk

(permukaan), validitas isi (content Validity) dan validitas eksternal. Untuk

menguji validitas isi maka dapat digunakan pendapat dari para ahli (Judgment

expert). Dimana para ahli diminta pendapatnya tentang alat tes yang telah

disusun. Para ahli akan memberi pendapat alat tes dapat digunakan tanpa

perbaikan, ada perbaikan, atau dirombak total. Dalam penelitian ini pengujian

terhadap isi dari alat tes divalidasi oleh dosen pembimbing untuk menilai

kesesuaian isi materi dari alat tes tersebut dan konsultasi dengan guru mata

pelajaran ekonomi. Alat tes untuk kemampuan berpikir kritis telah dilakukan satu

kali pada kelas XI AK 3 SMKN 1 BANDUNG.

Untuk menguji validitas alat ukur, terlebih dahulu dicari harga korelasi

antar bagian-bagian dari alat ukur secara keseluruhan dengan cara

mengkorelasikan setiap butir alat ukur dengan skor total yang merupakan jumlah

tiap skor butir, dengan rumus Pearson Product Moment (Riduwan, 2013: 110),

adalah:

∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ∑ ∑

Keterangan:

rhitung = Koefisien korelasi ∑X = Jumlah skor item

∑Y = Jumlah skor total (seluruh item) N = Jumlah responden

(29)

Keterangan :

t = Nilai thitung

r = Koefisien korelasi hasil rhitung

n = Jumlah responden

Distribusi (Tabel t) untuk α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk=n-2). Kaidah keputusan :

Jika thitung> ttabel berarti valid

thitung< ttabel berarti tidak valid

Selanjutnya uji validitas tiap item alat tes dilakukan dengan

membandingkan rhitung dengan rtabel. Tiap item tes dikatakan valid apabila

pada taraf signifikansi α = 0.05 didapat rhitungrtabel. Berikut ini hasil uji validitas butir alat tespada α = 0.05. Jumlah butir soal pada uji coba alat tes kali ini adalah 24 soal dengan jumlah responden 36 peserta didik

(df=36-2=34). Maka diperoleh rtabel dengan signifikansi untuk uji dua arah 0.05

adalah r (0.05;34) = 0.329. Berdasarkan hal tersebut berikut ini tabel hasil uji

validitas kemampuan berpikir kritis untuk kompetensi dasar elastisitas

permintaan dan penawaran yang diolah dengan menggunakan program

(30)

Tabel 3. 5

Rekapitulasi Validitas Item Kemampuan Berpikir Kritis Peserta didik

Butir

Soal

rHITUNG rTABEL VALIDITAS

1 0,512 0,329 Valid

2 0,006 0,329 Tidak Valid

3 -0,203 0,329 Tidak Valid

4 0,493 0,329 Valid

5 0,434 0,329 Valid

6 0,436 0,329 Valid

7 0,354 0,329 Valid

8 0,438 0,329 Valid

9 0,371 0,329 Valid

10 0,419 0,329 Valid

11 0,527 0,329 Valid

12 0,398 0,329 Valid

13 0,479 0,329 Valid

14 0,400 0,329 Valid

15 0,435 0,329 Valid

16 0,426 0,329 Valid

17 -0,103 0,329 Tidak Valid

18 0,339 0,329 Valid

19 0,570 0,329 Valid

20 0,377 0,329 Valid

21 0,395 0,329 Valid

22 0,503 0,329 Valid

23 0,612 0,329 Valid

(31)

3.2.4.1.2 Reliabilitas

Reliabilitas berkenaan dengan tingkat keajegan atau ketepatan hasil

pengukuran (Nana Syaodih, 2012:229). Selanjutnya Joko Sulistyo (2012:46)

mengatakan bahwa uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi alat

ukur, apakah alat pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten

jika pengukuran tersebut diulang.

Menurut Kusnendi (2008:96) koefisien alpha Cronbach merupakan

statisitk uji yang paling umum digunakan para peneliti untuk menguji

reliabilitas suatu alat tes. Dilihat menurut statistik alpha Cronbach, suatu alat

tes diindikasikan memiliki reliabilitas yang memadai jika koefesien alpha

Cronbach lebih besar atau sama dengan 0,70. Adapun rumusnya adalah

sebagai berikut:

r = n 1n x 1 ∑SS i2 t2

Keterangan:

r = Koefisien realibilitas

n = Jumlah soal

S12 = Variansi skor soal tertentu (soal ke 1)

ΣSi2 = Jumlah varians skor seluruh soal menurut skor soal tertentu

St2 = Varians skor seluruh soal menurut skor peserta didik perorangan

Tabel 3. 6

Klasifikasi Tingkat Reliabilitas Interval Koefisien Tingkat Reliabilitas

0,90< r ≤1,00 Sangat tinggi 0,70 < r ≤ 0,90 Tinggi 0,40 < r ≤ 0,70 Sedang 0,20 < r ≤ 0,40 Rendah

r ≤ 0,20 Sangat rendah

Data di uji reabilitas menggunakan metode Cronbach’s Alpha

menggunakan SPSS versi 21. Adapun hasil pengolahan data untuk uji reabilitas

(32)

Tabel 3. 7 Reliability Statistics

Sumber: Lampiran

Berdasarkan tabel 3.5 di atasmenunjukkan bahwa koefisien reabilitas alat

tes kemampuan berpikir kritis pada kompetensi dasar elastisitas permintaan dan

penawaran sebesar 0.715, sedangkan nilai r kitis (uji 2 sisi) pada signifikansi 5%

(0,05) dengan N=34 didapat sebesar 0.329. Maka dapat disimpulkan bahwa

butir-butir alat tes tersebut reliabel dengan kategori tinggi.

3.2.4.1.3 Tingkat Kesukaran

Asumsi yang digunakan untuk memperoleh kualitas soal yang baik,

disamping memenuhi validitas dan reabilitas adalah adanya keseimbangan dari

tingkat kesulitan soal tersebut. Keseimbangan yang dimaksudkan adalah adanya

soal-soal yang termasuk mudah, sedang dan sukar secara proposional. Tingkat

kesukaran soal dipandang dari kesanggupan atau kemampuan siswa dalam

menjawab, bukan dilihat dari sudut guru sabagai pembuat soal ( Nana Sudjana,

2012:135).

Selanjutnya, Nana Sudjana (2012:137) mengatakan cara melakukan

analisis untuk menentukan tingkat kesukaran soal adalah dengan menggunakan

rumus sebagai berikut :

Keterangan :

I = indeks kesulitan untuk setiap butir soal

B = banyaknya siswa yang menjawab benar setiap butir soal

N = banyak siswa yang memberikan jawaban pada soal yang dimaksudkan

Kriteria yang digunakan adalah makin kecil indeks yang diperoleh makin

sulit soal tersebut (Sundayana 2010 : 78), kriteria indeks kesulitan soal itu adalah : Cronbach's Alpha N of Items

(33)

Tabel 3. 8

Interpretasi Tingkat Kesukaran Indeks TK Klasifikasi

TK = 0.00 Terlalu Sukar 0.00 < TK ≤ 0.30 Sukar 0.30 < TK ≤ 0.70 Sedang 0.70 < TK < 1.00 Mudah

TK = 1.00 TerlaluMudah

Tingkat kesukaran butir soal (item) merupakan rasio antar penjawab

item dengan benar dan banyaknya penjawab item. Tingkat kesukaran

merupakan suatu parameter untuk menyatakan bahwa item soal adalah terlalu

mudah, mudah, sedang, sukar dan terlalu sukar. Tingkat kesukaran dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut:

P =

Keterangan:

P = IndeksKesukaran

B = Banyaknya peserta didik yang menjawab soal itu dengan benar

Js = Jumlah seluruh peserta didik peserta tes

Skor tes kemampuan berpikir kritis peserta didik berbentuk pilihan

ganda beralasan dengan skor terkecil 0 dan skor terbesar adalah 3. Selanjutnya

jika jawaban yang benar dihitung 3 dan jawaban yang salah dihitung 0.

Perhitungan tingkat kesulitan soal alat tes kemampuan berpikir kritis

dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel 2010. Berdasarkan

hasil perhitungan tingkat kesukaran 24 butir soal tes kemampuan berpikir

kritis peserta didik terdapat 2 soal dengan kategori sukar, 19 soal dengan

kategori sedang, 1 soal dengan kategori mudah, 3 soal dengan kategori terlalu

mudah. Hasil perhitungan tingkat kesukaran butir soal menggunakan program

(34)

Tabel 3. 9

Tingkat Kesukaran Butir Soal

NOMOR SOAL

INDEKS TINGKAT KESUKARAN

KETERANGAN

1 0,667 Sedang

2 1,056 Terlalu Mudah

3 1,056 Terlalu Mudah

4 0,667 Sedang

5 0,667 Sedang

6 0,278 Sukar

7 0,583 Sedang

8 0,667 Sedang

9 0,611 Sedang

10 0,611 Sedang

11 0,694 Sedang

12 0,667 Sedang

13 0,694 Sedang

14 0,639 Sedang

15 0,889 Mudah

16 0,278 Sukar

17 1,611 Terlalu Mudah

18 0,694 Sedang

19 0,667 Sedang

20 0,611 Sedang

21 0,667 Sedang

22 0,639 Sedang

23 0,694 Sedang

(35)

3.2.4.1.4 Daya Pembeda

Analisis daya pembeda mengkaji butir-butir soal dengan tujuan untuk

mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa yang tergolong mampu

(tinggi prestasinya) dengan siswa yang tergolong kurang atau lemah prestasinya

(Nana Sudjana, 2012:141). Selanjutnya Nana Sudjana (2012:141) mengatakan

bahwa tes yang tidak memiliki daya pembeda, tidak akan menghasilkan gambaran

hasil yang sesuai dengan kemampuan siswa yang sebenarnya. Adapun harganya

dihitung dengan rumus berikut (Suherman, 2003:160). DP= -

Keterangan:

DP = Daya pembeda

JBA = Jumlah jawaban benar untuk kelompok atas

JBB = Jumlah jawaban benar untuk kelompok bawah

N = Jumlah peserta didik kelompok atas atau kelompok bawah

Penentuan jawaban benar dan salah dari soal tes kemampuan berpikir

kritis yang berbentuk pilihan ganda sama seperti pada perhitungan tingkat

kesukaran butiran soal tes. Jumlah jawaban benar untuk masing-masing

kelompok selanjutnya digunakan untuk menghitung harga DP dengan rumus

di atas. Untuk mengklasifikasikan daya pembeda soal digunakan interpretasi

daya pembeda. Interpretasi daya pembeda dari tes yang dilakukan itu

disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 3. 10

Interpretasi Daya Pembeda

Rentang Nilai DP Klasifikasi

DP ≤ 0,00 Sangat Rendah

0,00 < DP ≤ 0,20 Rendah

0.20 < DP ≤ 0,40 Sedang

0,40 < DP ≤ 0.70 Baik

0.70 < DP ≤ 1.00 Sangat Baik

Sundayana (2010 : 78)

Berdasarkan hasil perhitungan daya pembeda pada 24 butir soal

(36)

18 butir soal dalam klasifikasi baik, 6 butir soal dalam klasifikasi cukup, dan 3

butir soal dalam klasifikasi jelek. Hasil perhitungan daya pembeda butir soal

tes kemampuan berpikir kritis yang menggunakan program Anates versi 4.0.5

dapat dilihat pada tabel 3.9 sebagai berikut.

Tabel 3. 11

(37)

24 0,500 Baik

3.2.4.2Teknik Analisi Data

Analisis akan berfokus pada data hasil belajar peserta didik pada kelas

eksperimen dan kelas kontrol. Teknik yang akan dilakukan menggunakan bantuan

software komputer SPSS versi 21 dengan pendekatan statistik berikut ini:

1. Menghitung tiap lembar jawaban tes peserta didik berdasarkan jawaban

peserta didik yang benar.

2. Menghitung skor mentah dari setiap jawaban pretest dan posttest.

3. Menghitung normalisasi Gain antara nilai rata-rata pretes dan nilai rata-rata

posttest secara keseluruhan, dengan menggunakan rumus:

Tabel 3. 12

Kriteria Peningkatan Gain

Gain Ternormalisasi (G) Kriteria Peningkatan

G<0,3 Peningkatan Rendah

0,3≤G≤0,7 Peningkatan Sedang

G>0,7 Peningkatan Tinggi

Hake dalam Fachrurazi, 2011

4. Melakukan Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui kondisi data apakah berdistribusi

normal atau tidak. Kondisi data berdistribusi normal menjadi syarat untuk

menguji hipotesis menggunakan statistik parametrik. Pengujian normalitas data

menggunakan uji Kolmogorov Smirnov Z dengan menggunakan bantuan software

komputer SPSS versi 21.0. Kriteria pengujiannya adalah jika nilai Sig.

(Signifikansi) atau nilai probabilitas < 0.05 maka distribusi adalah tidak normal,

sedangkan jika nilai Sig. (Signifikansi) atau nilai probabilitas > 0.05 maka

distribusi adalah normal.

5. Melakukan Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui data sampel pada setiap kelompok

dapat dikatakan homogen atau tidak, dan bisa atau tidaknya digabung untuk

dianalis lebih lanjut. Dalam hal ini, untuk menguji homogenitas data normalisasi

(38)

a. Mencari nilai varians terbesar dan varians terkecil dengan rumus

(Sugiyono, 2011: 140):

b. Membandingkan nilai Fhitung dengan Ftabel dengan rumus:

dk pembilang = n-1 (untuk varians terbesar)

dk penyebut = n-1 (untuk varians terkecil)

 Jika diperoleh harga Fhitung ≤ Ftabel, maka kedua variansi homogen

 Jika diperoleh harga Fhitung> Ftabel, maka kedua variansi tidak homogeny

6. Uji Hipotesis Penelitian

Uji hipotesis penelitian didasarkan pada data nilai pre-test dan data Normalized

Gain (N-Gain). Menurut Sugiyono (2008) untuk sampel independen (tidak

berkorelasi mempunyai ketentuan, jika kedua data berdistribusi normal dan

variansnya homogen maka dilanjutkan dengan uji t (test t). adapun

langkah-langkah uji t sebagai berikut:

1) Membuat Ha dan Ho dalam bentuk kalimat

2) Membuat Ha dan Ho metode statistik

3) Mencari rata-rata (x), standar deviasi (s), varians (s2) dan korelasi

4) Mencari nilai t dengan rumus:

-√

(Sugiyono, 2008: 138)

Keterangan:

n : jumlah sampel

X1 : rata-rata sampel ke-1

X2 : rata-rata sampel ke-2

S12 : varians sampel ke-1

(39)

3.2.4.3Langkah-langkah Penelitian

1. Tahap pendahuluan. Pada tahap ini, peneliti melakukan studi lapangan

dan mencari informasi terkait dengan permasalahan dan fenomena yang

terjadi di SMK Negeri 1 Bandung khususnya pada proses pembelajaran

mata pelajaran ekonomi. Selanjutnya peneliti melakukan studi literatur

lebih mendalam tentang Metode pembelajaran Inkuiri Terbimbing

(Guided inquiry), pemecahan masalah (Problem Solving) dan kemampuan

berpikir kritis.

2. Tahap persiapan. Pada tahap ini, peneliti menentukan materi yang akan

digunakan dalam penelitian, menyusun rencana pelaksanaan

pembelajaran, merancang alat tes, melakukan uji coba alat tes, mengolah

data hasil uji coba dan menentukan soal yang akan digunakan dalam

pengambilan data.

3. Tahap Pelaksanaan. Pada tahap pelaksanaan peneliti melakukan pretest

untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis awal peserta didik baik

pada kelas eksperimen maupun kontrol. Selanjutnya peneliti melakukan

pembelajaran materi ajar yang telah ditentukan dengan diberikan sebuah

perlakuan. Saat pembelajaran, kelompok eksperimen mendapatkan

perlakuan dengan menggunakan metode Inkuiri Terbimbing (Guided

inquiry) dan pemecahan masalah (Problem Solving) sedangkan kelas

kontrol mendapatkan perlakuan dengan menggunakan metode

konvensional (ceramah). setelah diberikan sebuah perlakuan proses

selanjutnya yaitu melakukan posttest pada kelas eksperimen dengan

menggunakan metode Inkuiri Terbimbing (Guided inquiry) dan pemecahan

masalah (Problem Solving) dan kelas kontrol metode konvensional

(ceramah). Posttest dilakukan untuk mengukur kemampuan berpikir

kritis peserta didik setelah diberikan perlakuan.

4. Tahap Akhir. Setelah ketiga tahap telah dilakukan maka tahap terakhir

yaitu menganalisis dan menyusun laporan. Pada tahap ini peneliti

menggunakan perhitungan statistik untuk menghitung hasil

(40)

dengan menggunakan metode Inkuiri Terbimbing, pemecahan masalah

dan kelas kontrol metode konvensional (ceramah). Selanjutnya peneliti

menganalisis gain untuk melihat peningkatan kemampuan berpikir kritis

peserta didik baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol.

Alur penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian dapat dilihat pada gambar

3.1

1. Pengolahan dan Analisis Data 2. Pembahasan

Uji Coba Alat Tes dan Menganalisis Uji Alat tes (Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda)

Tahap Persiapan 1. Menentukan Materi yang akan digunakan

(41)

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan rumusan masalah dan hipotesis penelitian yang diajukan serta

hasil dari analisis data dan pembahasan yang dikemukakan , maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata

pelajaran ekonomi pada kompetensi dasar elastisitas permintaan dan

penawaran sebelum dan sesudah dengan menggunakan metode pembelajaran

Inkuiri Terbimbing (Guided inquiry). Maka dapat disimpulkan bahwa metode

pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided inquiry) berpengaruh secara positif

terhadap kemampuan berpikir kritis peserta didik.

2. Terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata

pelajaran ekonomi pada kompetensi dasar elastisitas permintaan dan

penawaran sebelum dan sesudah dengan menggunakan metode pembelajaran

Pemecahan Masalah (Problem Solving). Maka dapat disimpulkan bahwa

metode pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving) berpengaruh

secara positif terhadap kemampuan berpikir kritis peserta didik.

3. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik

dalam mata pelajaran ekonomi pada kompetensi dasar elastisitas permintaan

dan penawaran antara peserta didik yang belajar dengan metode Inkuiri

Terbimbing (Guided inquiry) dibandingkan kelas kontrol yang menggunakan

metode konvensional (ceramah). Dilihat dari nilai rata-rata gainnya,

peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik yang belajar dengan

metode Inkuiri Terbimbing (Guided inquiry) lebih tinggi dibandingkan dengan

kelas kontrol yang menggunakan metode konvensional (ceramah). Metode

Inkuiri Terbimbing (Guided inquiry) lebih efektif dalam meningkatkan

kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran ekonomi. Maka

dari itu dapat disimpulkan bahwa Metode Inkuiri Terbimbing (Guided

inquiry) berpengaruh secara positif terhadap peningkatan kemampuan berpikir

(42)

dalam mata pelajaran ekonomi pada kompetensi dasar elastisitas permintaan

dan penawaran antara peserta didik yang belajar dengan metode Pemecahan

Masalah (Problem Solving) dibandingkan kelas kontrol yang menggunakan

metode konvensional (ceramah). Dilihat dari nilai rata-rata gainnya,

peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik yang belajar dengan

metode Pemecahan Masalah (Problem Solving) lebih tinggi dibandingkan

dengan kelas kontrol yang menggunakan metode konvensional (ceramah).

Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving) lebih efektif dalam

meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran

ekonomi. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa Metode Pemecahan

Masalah (Problem Solving) berpengaruh secara positif terhadap peningkatan

kemampuan berpikir kritis peserta didik.

5. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara peserta

didik kelas eksperimen dalam mata pelajaran ekonomi pada kompetensi dasar

elastisitas permintaan dan penawaran antara peserta didik yang belajar dengan

metode Inkuiri Terbimbing (Guided inquiry) lebih tinggi dibandingkan kelas

yang menggunakan metode Pemecahan Masalah (Problem Solving). Dilihat

dari nilai rata-rata gainnya, peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta

didik yang belajar dengan metode Inkuiri Terbimbing (Guided inquiry) lebih

tinggi dibandingkan dengan kelas yang menggunakan metode Pemecahan

Masalah (Problem Solving). Metode Inkuiri Terbimbing (Guided inquiry)

lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik

dalam mata pelajaran ekonomi. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa

Metode Inkuiri Terbimbing (Guided inquiry) berpengaruh secara positif

(43)

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, maka dapat diajukan

rekomendasi yaitu penggunaan metode pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided

inquiry) dan Pemecahan Masalah (Problem Solving) mampu meningkatkan

kemampuan berpikir kritis peserta didik. Metode Inkuiri Terbimbing (Guided

inquiry) dan Pemecahan Masalah (Problem Solving) dapat dijadikan salah satu

alternatif metode pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir

kritis. Adapun saran-saran dari penelitian adalah:

1. Bagi guru, pengunaan metode Inkuiri Terbimbing (Guided inquiry) dan

Pemecahan Masalah (Problem Solving) bisa menjadi metode pilihan dalam

pengajaran karena dalam hasil penelitian ini yang menunjukkan kedua

metode ini mampu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dan perlu ditingkatkan karena

tantangan kehidupan sekarang dan masa yang akan datang dalam menghadapi

berbagai pengetahuan.

2. Penggunaan metode pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided inquiry) dan

Pemecahan Masalah (Problem Solving) bisa memberikan hasil yang baik jika

persiapan untuk pelaksanaannya dimaksimalkan seperti guru harus

memperhatikan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran sehingga dapat mencapai

tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Proses pembelajaran kedua

metode ini memerlukan waktu yang lama dan persiapan tidak hanya

dilakukan oleh guru, tetapi siswa juga harus di siapkan sebelum

melaksanakan metode pembelajaran ini.

3. Bagi sekolah, metode pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided inquiry) dan

Pemecahan Masalah (Problem Solving) mampu meningkatkan kemampuan

berpikir kritis siswa sehingga dalam proses pembelajarannya siswa lebih

aktif. Dengan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir

kritis siswa diharapkan siswa mampu memberikan ide-ide atau

gagasan-gagasan yang baru, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan

(44)

Inkuiri Terbimbing (Guided inquiry) dan Pemecahan Masalah (Problem

Solving) untuk meningkatkan kompetensi belajar yang lain. Selain itu

penelitian selanjutnya dapat memperhatikan aspek lainnya seperti aspek

Gambar

Tabel 1.2 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas
Gambar 1.1 Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Berdasarkan Hasil TIMSS
Tabel 1. 4 Analisis Soal Ujian Akhir Semester Ganjil
Tabel 1.5 Rekapitulasi Skor Kemampuan Berpikir Kritis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan sebaran responden mengenai keragaman menu, sebesar 57,5 persen responden menyatakan sangat penting dengan rata-rata skala variabel ini adalah 4, 49 yang

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka PPBJ Pemerintah Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmgrasi Kabupaten Nunukan memutuskan bahwa Pelelangan Umum Paket :.. Pekerjaan

[r]

Secara umum, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan

Masyarakat,dengan ini diberitahukan bahwa Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat akanmenyelenggarakan Seminar Kelayakan Multi Tahun Pengabdian kepada Masyarakat untuk

Tentunya dari perbandingan ini dapat diperoleh informasi bahwa secara umum dari besaran persentase ini, alumni ITB angkatan 2013 peserta Bidikmisi memiliki catatan masa

akhir kebergantungan, yang berarti merupakan pemutusan dari selain Allah dari segala sisi. Kefanaan merupakan adalah pelenyapan selain Allah secara ilmu,

Manusia berhakekat sebagai makhluk sosial, maka kelompok berperan untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk berinteraksi dengan manusia lain yang memiliki kesamaan latar