HUBUNGAN ANTARA TEKANAN PANAS DENGAN
KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN
PRODUKSI DI CV. RAKABU FURNITURE
SURAKARTA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan
Rosy Daniar Krisanti R.0207097
PROGRAM DIPLOMA IV KESEHATAN KERJA
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penelitian ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi,
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara yang secara tertulis
diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, Juni 2011
ABSTRAK
Rosy Daniar Krisanti, 2011. Hubungan Antara Tekanan Panas dengan
Kelelahan Kerja pada Tenaga Kerja Bagian Produksi di CV Rakabu Furniture Surakarta. Program Studi Diploma IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tekanan panas
dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja bagian produksi di CV Rakabu Furniture Surakarta.
Metode : Penelitian ini menggunakan jenis penelitian cross sectional. Teknik
sampling yang digunakan adalah purposive sampling sehingga sampel yang menjadi objek penelitian berjumlah 30 orang laki-laki. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan Heat Stress Area Monitor merek Questempo10 untuk mengukur tekanan panas dan Reaction Timer untuk mengukur kelelahan kerja. Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan uji statistik Korelasi Pearson Product Moment dengan menggunakan program komputer SPSS versi 16.0.
Hasil : Dari hasil analisis dengan uji Korelasi Pearson Product Moment, uji
hubungan tekanan panas dengan kelelahan kerja diketahui bahwa nilai Sig. sebesar 0,000 atau kurang dari 0,01 (p ≤ 0,01).
Kesimpulan : Dari hasil ini menunjukkan bahwa ada hubungan tekanan panas
dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja bagian produksi di CV Rakabu Furniture Surakarta.
commit to user
ABSTRACT
Rosy Daniar Krisanti, 2011. Relation Between Pressure Heat with Work Fatigue
On Workers Production Section in CV Rakabu Furniture Surakarta. The Program of Diploma IV Occupational Health of Medichal Faculty of University Eleven March Surakarta.
Objective: This study aims to determine the relationship of heat pressure to work
fatigue on workers production section in CV Rakabu Furniture Surakarta.
Methods: This study used cross sectional type. The sampling technique used
purposive sampling so the sample that became the object of study numbered 30 men. Data collection was performed by using the Heat Stress Area Monitor merk Questemp 10 to measure heat pressure and Reaction Timer to measure work fatigue. Processing techniques and data analysis conducted by the statistical test Correlation of Pearson Product Moment by using computer program SPSS version 16.0.
Results: The results of analysis with Pearson Product Moment test, relationship
test heat pressure to work fatigue known that the value sig . 0,000 or smaller than
0,01 (p ≤ 0,01).
Conclusion: From these results suggest that there is a relationship heat pressure to
work fatigue on workers production section in CV Rakabu Furniture Surakarta.
commit to user
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah
SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Hubungan Antara Tekanan Panas dengan Kelelahan Kerja
pada Tenaga Kerja Bagian Produksi di CV Rakabu Furniture Surakarta”. Skripsi
ini disusun sebagai salah satu syarat dalam rangka menyelesaikan studi Diploma
IV untuk mencapai gelar Sarjana Sains Terapan.
Dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,
oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp. PD-KR-FINASIM, selaku
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Ibu Dra. Ipop Syarifah, M.si selaku Ketua Program Diploma IV Kesehatan
Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Putu Suriyasa, dr., MS, PKK, Sp.Ok selaku pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Arsita Eka P. ,dr, M.Kes selaku pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan selama penyusunan skripsi ini.
5. Bapak dr. Hardjanto, MS, So.OK selaku penguji yang telah memberikan
masukan dalam skripsi ini.
6. Bapak Sumardiyono, SKM, M.Kes selaku tim skripsi yang telah memberi
kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian ini.
7. Bapak Darmawan selaku pembimbing lapangan CV Rakabu Furniture
Surakarta yang telah mendampingi penulis dalam pengambilan data.
8. Semua karyawan di CV Rakabu Furniture Surakarta atas segala bantuan dan
dukungan yang diberikan.
9. Bapak Eko Laksono, Ibu Lis Wahyu Widayati, serta kakakku terima kasih
atas do’a, dorongan dan semua kasih sayang yang selama ini diberikan baik
commit to user
10. Panji Hestu Putranto terimakasih, atas semua dukungan dan doanya.
11. Adhin, Icha, Anita, Uswa, Ummi terimakasih untuk semua motivasi dan
doanya.
12. Semua teman-teman angkatan 2007 yang saya cintai terimakasih atas
kerjasama dan dukungannya.
13. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan
dalam penyusunan skripsi ini. Tetapi besar harapan penulis agar skripsi ini dapat
bermanfaat sebagaimana mestinya, serta penulis senantiasa mengharapkan
masukan, kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan skripsi ini.
Surakarta, Juli 2011
Penulis,
commit to user
commit to user
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian... 45
H. Alat dan Bahan Penelitian... 46
I. Cara Kerja Penelitian... 49
J. Teknis Analisis Data... 50
BAB IV. HASIL A. Gambaran Umum Perusahaan... 52
B. Karakteristik Subjek Penelitian ... 53
C. Hasil Pengukuran Tekanan Panas ... 56
D. Hasil Pengukuran Kelelahan Kerja ... 58
E. Hubungan Hasil Uji Statistik ... 58
BAB V. PEMBAHASAN A. Karakteristik Subjek Penelitian ... 60
B. Analisa Tekanan Panas di Tempat Kerja ... 62
C. Analisa Kelelahan Kerja di Tempat Kerja ... 63
D. Analisa Hubungan Tekanan Panas dengan Kelelahan Kerja… 64 BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 66
B. Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 68
commit to user
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Standar iklim di Indonesia ... 14
Tabel 2. Kategori beban kerja berdasarkan metabolisme, respirasi, suhu tubuh dan denyut jantung ... 15
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Umur Responden ... 54
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Masa Kerja Responden... 54
Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Denyut Nadi... 55
Tabel 6. Distribusi Subjek Status Gizi Responden ... 56
Tabel 7. Hasil Pengukuran Tekanan Panas ... 57
Tabel 8. Data Kelelahan kerja ... 58
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Pemikiran ... 39
Gambar 2. Desain Penelitian ... 43
Gambar 3. Area Heat Stress Monitor ... 47
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian
Lampiran 2. Surat Keterangan Penelitian
Lampiran 3. Surat Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 4. Hasil Pengukuran Denyut Nadi Tenaga Kerja Bagian Produksi
Lampiran 5. Hasil Pengukuran Kelelahan Kerja Tenaga Kerja Bagian Produksi
Lampiran 6. Data Responden Pekerja Bagian Produksi
Lampiran 7. Hasil Uji Statistik Pearson Product Moment
Lampiran 8. Dokumentasi
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Era globalisasi menghadirkan berbagai perubahan dan sekaligus
tantangan yang perlu antisipasi sejak dini. Berbagai ciri yang menonjol dalam
setiap aspek kehidupan menimbulkan terjadinya kondisi yang kompetitif,
adanya saling ketergantungan/interelasi yang melanda dunia, perlu kompetensi
baik dari kualitas produk barang atau jasa sekaligus juga unsur manusianya.
Proses dalam industri jelas memerlukan kegiatan tenaga kerja sebagai unsur
dominan yang mengelola bahan baku/material, mesin, peralatan dan proses
lainnya yang dilakukan di tempat kerja, guna menghasilkan suatu produk yang
bermanfaat bagi masyarakat (Budiono, S., 2003).
Industrialisasi akan selalu diikuti oleh penerapan teknologi tinggi,
penggunaan bahan dan peralatan yang semakin kompleks dan rumit. Namun
demikian, penerapan teknologi tinggi dan penggunaan bahan dan peralatan
yang beraneka ragam dan kompleks tersebut sering tidak diikuti oleh kesiapan
sumber daya manusianya. Keterbatasan manusia sering menjadi faktor penentu
terjadinya musibah seperti kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran
lingkungan dan timbulnya penyakit akibat kerja. Kondisi-kondisi tersebut
ternyata telah banyak mengakibatkan kerugian jiwa dan material, baik bagi
mencegah dan mengendalikan kerugian-kerugian yang lebih besar, maka
diperlukan langkah-langkah tindakan yang mendasar dan prinsip yang dimulai
dari perencanaan. Sedangkan tujuannya adalah agar tenaga kerja mampu
mencegah dan mengendalikan berbagai dampak negatif yang timbul akibat
proses produksi. Sehingga akan tercipta lingkungan kerja yang sehat, nyaman,
aman dan produktif (Tarwaka dkk, 2004).
Suhu setempat dan eksistensi kehidupan sangat erat berhubungan.
Demikian pula efek cuaca kerja kepada daya kerja. Efisiensi kerja sangat di
pengaruhi oleh cuaca kerja dalam daerah nikmat kerja, jadi tidak dingin dan
kepanasan. Suhu nikmat demikian sekitar 24 - 26oC bagi orang-orang
Indonesia (Suma’mur, 2009).
Pekerja di dalam lingkungan panas, seperti di sekitar furnaces, peleburan,
boiler, oven, tungku pemanas atau bekerja di luar ruangan di bawah terik
matahari dapat mengalami tekanan panas. Selama aktivitas pada lingkungan
panas tersebut, tubuh secara otomatis akan memberikan reaksi untuk
memelihara suatu kisaran panas lingkungan yang konstan dengan
menyeimbangkan antara panas yang diterima dari luar tubuh dengan
kehilangan panas dari dalam tubuh (Tarwaka dkk, 2004).
Kondisi panas sekeliling yang berlebihan akan mengakibatkan rasa
letih dan kantuk, mengurangi kestabilan dan meningkatkan jumlah angka
Kelelahan kerja tidak dapat didefinisikan secara jelas tetapi dapat
dirasakan sebagai perasaan kelelahan kerja disertai adanya perubahan waktu
reaksi yang menonojol maka indikator perasaan kelelahan kerja disertai adanya
perubahan waktu reaksi yang menonjol maka indikator perasaan kelelahan
kerja dan waktu reaksi dapat dipergunakan untuk mengetahui adanya kelelahan
kerja. Perasaan kelelahan kerja adalah gejala subyektif kelelahan kerja yang
dikeluhkan pekerja yang merupakan semua perasaan yang tidak menyenangkan
(Setyawati, 2010).
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Sisca
Sucianawati (2005) di PT. GE Lighting Indonesia Yogyakarta berdasarkan uji
statistik Indenpendent Sample T-Test untuk menguji pengaruh antara tekanan
panas terhadap kelelahan kerja diperoleh hasil nilai yang signifikan bahwa ada
pengaruh tekanan panas terhadap kelelahan kerja.
CV Rakabu Furniture Surakarta adalah industri yang bergerak di bidang
mebel dimana dalam proses produksinya menggunakan peralatan dan
mesin-mesin. Dengan kondisi ruangan yang beratapkan asbes, kurangnya pemasangan
ventilasi serta adanya keluhan tenaga kerja selama proses yaitu cepat merasa
lelah, mudah merasa haus, mudah mengantuk, sehingga mempengaruhi
produktivitas kerja selain itu panas di dalam ruangan juga ditambah dari
mesin-mesin yang ada dalam ruangan ketika mesin-mesin-mesin-mesin dioperasikan.
Dari hasil survei awal dan observasi yang dilakukan penelitian di CV
panas di ruang produksi dengan menggunakan alat ukur Area Heat Stress
diperoleh Wet Bulb Globe Temperature (WBGT in) sebesar 30 ºC. Untuk
beban kerja tenaga kerja dikategorikan beban kerja sedang yaitu 100 – 125
denyut/menit, dengan waktu kerja 7 jam dan istirahat 1 jam, maka termasuk
dalam kategori waktu kerja 75% kerja 25% istirahat. Hasil pengukuran tekanan
panas tersebut dibandingkan dengan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja
No. Kep-51/MEN/1999 mengenai standar iklim di Indonesia, hasilnya suhu di
dalam ruangan tersebut melebihi nilai ambang batas.
Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian
tentang hubungan antara tekanan panas dengan kelelahan kerja pada tenaga
kerja di CV Rakabu Furniture Surakarta.
B.Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara tekanan panas dengan kelelahan kerja pada
tenaga kerja bagian produksi di CV Rakabu Furniture Surakarta?
C.Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya hubungan antara tekanan panas dengan kelelahan
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengukur tekanan panas di bagian produksi CV Rakabu Furniture
Surakarta.
b. Untuk mengetahui tingkat kelelahan kerja tenaga kerja di bagian
produksi CV Rakabu Furniture Surakarta.
c. Untuk menganalisis hubungan antara tekanan panas dengan kelelahan
kerja pada tenaga kerja bagian produksi di CV Rakabu Furniture
Surakarta.
D.Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan sebagai pembuktian bahwa ada hubungan antara tekanan panas
dengan kelelahan kerja tenaga kerja di bagian produksi CV Rakabu
Furniture Surakarta.
2. Manfaat Aplikatif
a. Bagi Tenaga Kerja
Dapat memberikan informasi pada tenga kerja mengenai akibat
yang ditimbulkan pada saat bekerja di tempat yang terpapar oleh tekanan
panas.
b. Bagi Tempat Kerja
Memberikan masukan bagi perusahaan dalam melakukan tindakan
tekanan panas diatas nilai ambang batas, sehingga dapat meningkatkan
efisiensi kerja, produktivitas dan derajat kesehatan tenaga kerja secara
optimal.
c. Bagi Peneliti
Memperdalam dan mengembangkan pengetahuan dibidang
kesehatan dan keselamatan kerja, khususnya mengenai tekanan panas dan
kelelahan kerja bagi tenaga kerja.
d. Bagi program Diploma IV Kesehatan Kerja
Menambah kepustakaan yang diharapkan dapat bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dan peningkatan program belajar
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A.Tinjauan Pustaka
1. Tekanan Panas
a.Pengertian Tekanan Panas
Tekanan panas adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban
udara, kecepatan gerakan udara, dan panas radiasi yang dipadankan
dengan produksi panas oleh tubuh sendiri (Suma’mur, 2009).
Tekanan panas (heat stress) adalah beban iklim kerja yang diterima
oleh tubuh manusia (Santoso, G., 2004).
Tekanan panas yang berlebihan akan merupakan beban tambahan
yang harus diperhatikan dan diperhitungkan. Beban tambahan berupa
panas lingkungan, dapat menyebabkan beban fisiologis, misalnya kerja
jantung menjadi bertambah (Depkes RI, 2003).
Selama aktivitas pada lingkungan panas, tubuh secara otomatis
akan memberikan reaksi untuk memeliharara suatu kisaran panas
lingkungan yang konstan dengan menyeimbangkan antara panas yang
diterima dari luar tubuh dengan kehilangan panas dari dalam tubuh
(Tarwaka dkk, 2004).
Suhu udara dapat diukur dengan termometer biasa (termometer
diukur dengan menggunakan hygrometer. Adapun suhu dan kelembaban
dapat diukur bersama-sama dengan misalnya menggunakan alat
pengukur sling psychrometer atau arsman psychrometer yang juga
menunjukkan suhu basah sekaligus. Suhu basah adalah suhu yang
ditunjukkan suatu termometer yang dibasahi dan ditiupkan udara
kepadanya, dengan demikian suhu tersebut menunjukkan kelembaban
relatif udara. Kecepatan aliran udara yang besar dapat diukur dengan
suatu anemometer, sedangkan kecepatan udara yang kecil diukur dengan
memakai termometer kata. Suhu radiasi diukur dengan suatu termometer
bola (globe thermometer). Panas radiasi adalah energi atau gelombang
elektromagnetis yang panjang gelombangnya lebih dari sinar matahari
dan mata tidak peka terhadapnya atau mata tidak dapat melihatnya
(Suma’mur, 2009).
b.Proses pertukaran panas antara tubuh dan lingkungan
Proses pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan terjadi
melalui mekanisme konveksi, radiasi, evaporasi, dan konduksi. Apabila
seseorang sedang bekerja, tubuh pekerja tersebut akan mengadakan
interaksi dengan keadaan lingkungan yang terdiri dari suhu udara,
kelembaban dan gerakan atau aliran udara. Proses metabolisme tubuh
yang berinteraksi dengan panas di lingkungannya akan mengakibatkan
pekerja mengalami tekanan panas. Tekanan panas ini dapat disebabkan
c.Faktor-faktor yang Menyebabkan Pertukaran Panas
Faktor-faktor yang menyebabkan pertukaran panas antara tubuh dengan
lingkungan di sekitarnya antara lain :
1) Konduksi
Konduksi ialah pertukaran panas antara tubuh dengan
benda-benda sekitar melalui mekanisme sentuhan atau kontak langsung.
Konduksi dapat menghilangkan panas dari tubuh, apabila benda-benda
sekitar lebih rendah suhunya, dan dapat menambah panas kepada
badan apabila suhunya lebih tinggi dari tubuh.
2) Konveksi
Konveksi adalah pertukaran panas dari badan dan lingkungan
melalui kontak udara dengan tubuh. Udara adalah penghantar panas
yang kurang begitu baik, tetapi melalui kontak dengan tubuh dapat
terjadi pertukaran panas antara udara dengan tubuh. Tergantung dari
suhu udara dan kecepatan angin, konveksi memainkan besarnya peran
dalam pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan. Konveksi
dapat mengurangi atau menambah panas kepada tubuh.
3) Radiasi
Setiap benda termasuk tubuh manusia selalu memancarkan
gelombang panas. Tergantung dari suhu benda-benda sekitar, tubuh
4) Penguapan (evaporasi)
Manusia dapat berkeringat dengan penguapan di permukaan
kulit atau melalui paru-paru tubuh kehilangan panas untuk penguapan.
Untuk mempertahankan suhu tubuh maka, M ± kond ± konv ± R-E =
0
M = Panas dari metabolisme
Kond = Pertukaran panas secara konduksi
Konv = Pertukaran panas secara konveksi
R = Panas radiasi
E = Panas oleh evaporasi (Suma’mur, 2009).
d.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Panas
1) Indoor Climate
Menurut Grandjean indoor climate dalam Nurmianto (2008)
adalah suatu kondisi fisik sekeliling dimana kita melakukan sesuatu
aktifitas tertentu yang meliputi hal-hal sebagai berikut: temperatur
udara, temperatur permukaan sekeliling, kelembaban udara dan aliran
perpindahan udara.
2) Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah suatu proses adaptasi fisiologis yang
ditandai oleh pengeluaran keringat yang meningkat, denyut jantung
dan tekanan darah menurun dan suhu tubuh menurun. Proses adaptasi
menghilang ketika orang yang bersangkutan tidak masuk kerja selama
seminggu berturut-turut (Santoso, G., 2004).
3) Usia
Makin tua makin sulit merespon panas karena penurunan
efisiensi kardiovaskuler (jantung). Makin tua makin sulit berkeringat
sehingga memperkecil kemampuan untuk menurunkan suhu inti. Pada
pekerjaan yang sama, tenaga kerja berusia tua mempunyai suhu inti
lebih tinggi daripada tenaga kerja yang berusia lebih muda. Untuk itu
pemulihan kondisi tubuh selama istirahat membutuhkan waktu lebih
lama (Heru dan Haryono, 2008).
4) Kondisi Fisik
Makin fit kondisi fisik tubuh makin mudah merespon panas
(Heru dan Haryono, 2008).
5) Jenis Kelamin
Kemampuan individu untuk bekerja di lingkungan panas juga
dipengaruhi oleh jenis kelamin (Harrianto, R., 2009).
6) Etnis
Pada etnis tertentu respon panas berbeda dengan etnis lain,
misalnya antara etnis Arab dan etnis Eropa. Tetapi perbedaan respon
panas pada kedua etnis tersebut lebih merupakan perbedaan diet (pola
7) Status Gizi
Beberapa zat gizi akan hilang karena adanya tekanan panas.
Misalnya pekerjaan berat yang memerlukan kalori lebih dari 500 kcal
akan berpotensi kehilangan zinc dari tubuh pekerja, hal ini
mengganggu pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan. Pekerjaan
di ruang panas minimal dibutuhkan asupan vitamin C 250 mg/hari
pada pekerja yang bersangkutan (Heru dan Haryono, 2008).
Cara untuk menentukan status gizi seseorang yang popular di
dunia kesehatan yaitu dengan menggunakan IMT (Indeks Massa
Tubuh) atau BMI (Body Mass Index). Sedangkan rumus IMT adalah
sebagai berikut :
IMT = BB (kg) / TB2 (m)
Standar Asia Nilai IMT :
< 18,5 = Kurus
18,5 – 22,9 = Normal
23 – 27,4 = BB lebih (OW/Over Weight)
27,5 > = Obesitas (Suma’mur, 2009).
e.Penilaian Tekanan Panas
1) Suhu Efektif
Suhu efektif yaitu indeks sensoris tingkat panas (rasa panas)
yang dialami oleh seseorang tanpa baju dan bekerja enteng dalam
Kelemahan penggunaan suhu efektif ialah tidak memperhitungkan
panas radiasi dan panas metabolisme tubuh. Untuk penyempurnaan
pemakaian suhu efektif dengan memperhatikan panas radiasi, dibuat
Skala Suhu Efektif Dikoreksi (Corected Effektive Temperature Scale).
Namun tetap saja ada kelemahan pada suhu efektif yaitu tidak
diperhitungkannya panas hasil metabolisme tubuh.
2) Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)
Indeks Suhu Basah dan Bola (Wet Bulb-Globe Temperature
Index), yaitu rumus-rumus sebagai berikut:
ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,2 x suhu radiasi + 0,1 x suhu kering
(untuk bekerja dengan sinar matahari).
ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,3 x suhu radiasi (untuk pekerjaan
tanpa sinar matahari).
Dari hasil pengukuran ISBB tersebut selanjutnya disesuaikan dengan
beban kerja yang diterima oleh pekerja, kemudian dilanjutkan
penganturan waktu kerja-waktu istirahat yang tetap dapat bekerja
dengan aman dan sehat (Tarwaka dkk, 2004).
3) Prediksi Kecepatan Keluarnya Keringat Selama 4 Jam
Prediksi kecepatan keluarnya keringat selama 4 jam (Predicted
4 hour sweet rate disingkat P4SR), yaitu banyaknya prediksi keringat
keluar selama 4 jam sebagai akibat kombinasi suhu, kelembaban dan
dikoreksi untuk bekerja dengan berpakaian dan juga menurut tingkat
kegiatan dalam melakukan pekerjaan.
4) Indeks Belding-Hacth
Indeks Belding-Hacth yaitu kemampuan berkeringat dari orang
standar yaitu orang muda dengan tinggi 170 cm dan berat 154 pond,
dalam keadaan sehat dan memiliki kesegaran jasmani, serta
beraklimatisasi terhadap panas. (Suma’mur, 2009).
f. Standar Iklim Kerja
Standar iklim di Indonesia ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-51/MEN/1999 yaitu:
Tabel 1 Standar iklim di Indonesia ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-51/MEN/1999
Pengaturan waktu kerja ISBB ° C
Beban Kerja
Waktu kerja Waktu
Istirahat Ringan Sedang Berat
Kerja terus menerus
g.Penilaian Beban Kerja Fisik
Menurut Astrand & Rodahl dalam Tarwaka dkk, (2004) bahwa
objektif, yaitu metode penilaian langsung dan metode tidak langsung.
Metode pengukuran langsung yaitu dengan mengukur energi yang
dikeluarkan (energy expenditure) melalui asupan oksigen selama bekerja.
Semakin berat beban kerja akan semakin banyak energi yang diperlukan
atau dikonsumsi. Meskipun metode dengan menggunakan asupan
oksigen lebih akurat, namun hanya dapat mengukur untuk waktu kerja
yang singkat dan diperlukan peralatan yang cukup mahal. Sedangkan
metode pengukuran tidak langsung adalah dengan menghitung denyut
nadi selama bekerja.
Sedangkan menurut Christensen dalam Tarwaka dkk, (2004) bahwa
kategori berat ringannya beban kerja didasarkan pada metabolisme,
respirasi, suhu tubuh dan denyut jantung.
Tabel 2 Kategori Beban Kerja Berdasarkan Metabolisme, Respirasi, Suhu Tubuh dan Denyut Jantung
Kategori Beban Kerja Denyut Nadi
(denyut/min)
(Christensen (1991:1699). Encyclopaedia of Accupational Health and
Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja :
1) Beban kerja oleh karena faktor eksternal
Faktor eksternal beban kerja adalah beban kerja yang berasal
dari luar tubuh pekerja. Yang termasuk beban kerja eksternal adalah
tugas (task) itu sendiri, organisasi dan lingkungan kerja. Ketiga aspek
ini sering disebut stressor.
a) Tugas-tugas (tasks)
Tugas-tugas (tasks) yang dilakukan baik yang bersifat fisik
seperti, stasiun kerja, tata ruang tempat kerja, alat dan sarana kerja,
kondisi atau medan kerja, sikap kerja, cara angkat angkut, beban
yang diangkat-angkut, alat bantu kerja, sarana informasi termasuk
displai atau control, alur kerja, dan lain-lain. Sedangkan
tugas-tugas yang bersifat mental seperti : kompleksitas pekerjaan atau
tingkat kesulitan pekerjaan yang mempengaruhi tingkat emosi
pekerja, tanggung jawab terhadap pekerjaan, dan lain-lain.
b) Organisasi kerja
Organisasi kerja yang dapat mempengaruhi beban kerja
seperti: lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja
malam, sistem pengupahan, sistem kerja, musik kerja, model
struktur organisasi, pelimpahan tugas, tanggung jawab dan
c) Lingkungan kerja yang dapat memberikan beban tambahan kepada
pekerja adalah :
(1) Lingkungan kerja fisik seperti : mikroklimat (suhu udara
ambien, kelembaban udara, kecepatan rambat udara, suhu
radiasi), intensitas penerangan, intensitas kebisingan, vibrasi
mekanis dan tekanan udara.
(2) Lingkungan kerja kimiawi seperti : debu, gas-gas pencemar
udara, uap logam, fume dalam udara, dan lain-lain.
(3) Lingkungan kerja biologis seperti : bakteri, virus dan parasit,
jamur, serangga, dan lain-lain.
(4) Lingkungan kerja psikologis seperti : pemilihan dan
penempatan tenaga kerja, hubungan antara pekerja dengan
pekerja, pekerja dengan atasan, pekerja dengan keluarga dan
pekerja dengan lingkungan sosial yang berdampak kepada
performansi kerja di tempat kerja.
2) Beban kerja oleh karena beban kerja internal
Faktor internal beban kerja adalah faktor yang berasal dari
dalam tubuh itu sendiri sebagai akibat dari adanya reaksi dari beban
kerja eksternal. Reaksi tersebut dikenal dengan strain. Berat ringannya
strain dapat dinilai baik secara objektif maupun subjektif. Penilaian
secara objektif yaitu melalui perubahan reaksi fisiologis. Sedangkan
psikologis dan perubahan perilaku. Karena itu strain secara subjektif
berkaitan erat dengan harapan, keinginan, kepuasan dan penilaian
subjektif lainnya. Secara lebih ringkas faktor internal meliputi :
a) Faktor somatik, yaitu jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi
kesehatan dan status gizi.
b) Faktor psikis, yaitu motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan,
kepuasan dan lain-lain (Rodahl, Adiputra dan Manuaba dalam
Tarwaka, 2010).
h.Respon Tubuh Menghadapi Panas
Jika tubuh tidak melepaskan panas, maka temperatur tubuh akan
meningkat 1oC setiap jam. Panas tubuh dihasilkan oleh metabolisme sel,
mengubah energi kimia dari makanan yang dicerna kebentuk energi lain,
terutama energi panas. Karena proses metabolisme ini berlangsung
terus-menerus, walaupun tidak konstan, tubuh harus melepaskan energi panas
pada kecepatan tertentu agar tidak terjadi penumpukan panas yang
menyebabkan peningkatan temperatur. Secara keseluruhan, panas yang
didapat dari metabolisme dan sumber-sumber lainnya harus setara
dengan panas yang dilepaskan oleh permukaan tubuh. Inilah esensi dari
homeostatis. Pelepasan panas dapat terjadi melalui cara-cara berikut:
1) Konveksi (juga kadang radiasi & konduksi) panas terutama dari
2) Vasodilatasi (pelebaran) pembuluh darah pada kulit, meningkatkan
pelepasan panas melalui kulit.
3) Peningkatan penguapan keringat melalui kulit.
4) Penghembusan udara panas dari paru-paru.
5) Pembuangan panas melalui feses dan urin (James J., 2008).
i. Efek Panas pada Manusia
Menurut Tarwaka, dkk (2004), Efek panas terhadap manusia
berupa kelainan atau gangguan kesehatan, gangguan kesehatan tersebut
dapat berupa :
1) Gangguan perilaku dan performansi kerja, seperti : terjadinya
kelelahan, sering melakukan istirahat curian, dan lain-lain.
2) Dehidrasi
Dehidrasi adalah suatu kehilangan cairan tubuh yang berlebihan
yang disebabkan oleh penggantian cairan yang tidak cukup maupun
karena gangguan kesehatan. Pada kehilangan cairan < 1,5% gejalanya
tidak tampak, kelelahan muncul lebih awal dan mulut lebih kering.
3) Heat Rash
Heat Rash merupakan suatu keadaan seperti biang keringat atau
keringat buntat, gatal kulit akibat kondisi kulit terus basah. Pada
kondisi demikian pekerja perlu beristirahat spada tempat yang lebih
4) Heat Cramps
Heat Cramps merupakan kejang otot tubuh (tangan dan kaki)
akibat keluarnya keringat berlebih yang menyebabkan hilangnya
garam natrium dari tubuh, yang kemungkinan besar disebabkan
karena minum terlalu banyak dengan sedikit garam natrium.
5) Heat Syncope atau Fainting
Heat Syncope atau Fainting merupakan keadaan yang disebabkan
oleh karena aliran darah ke otak tidak cukup karena sebagian besar
aliran darah dibawa ke permukaan kulit atau perifer yang disebabkan
karena pemaparan suhu tinggi.
6) Heat Exhaustion
Merupakan suatu keadaan yang terjadi apabila tubuh kehilangan
cairan dan atau garam yang terlalu banyak. Gejalanya yaitu mulut
kering, sangat haus, lemah dan sangat lelah. Gangguan ini biasanya
terjadi pada pekerja yang belum beraklimatisasi terhadap suhu udara
panas.
j. Pengendalian Lingkungan Kerja Panas
Untuk mengendalikan pengaruh pemaparan tekanan panas terhadap
tenaga kerja perlu dilakukan koreksi tempat kerja, sumber-sumber panas
lingkungan dan aktivitas kerja yang dilakukan. Koreksi tersebut
dimaksudkan untuk menilai secara cermat faktor-faktor tekanan panas
dilakukan langkah pengendalian secara benar. Di samping itu koreksi
tersebut juga dimaksudkan untuk menilai efektivitas dari sistem
pengendalian yang telah dilakukan di masing-masing tempat kerja.
Secara ringkas teknik pengendalian terhadap pemaparan tekanan panas di
perusahaan dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Mengurangi faktor beban kerja dengan mekanisasi.
2) Mengurangi beban panas radian dengan cara :
a) Menurunkan temperatur udara dari proses kerja yang menghasilkan
panas.
b) Relokasi proses kerja yang menghasilkan panas.
c) Penggunaan tameng anti panas dan alat pelindung diri yang dapat
memantulkan panas.
3) Mengurangi temperatur dan kelembaban. Cara ini dapat dilakukan
melalui ventilasi pengenceran (dilution ventilation) atau pendinginan
secara mekanis (mechanical cooling). Cara ini telah terbukti secara
dramatis dapat menghemat biaya dan meningkatkan kenyamanan, hal
ini diutarakan Bernard dalam Tarwaka dkk (2004).
4) Meningkatkan pergerakan udara, peningkatan pergerakan udara
melalui ventilasi buatan dimaksudkan untuk memperluas pendingin
evaporasi, tetapi tidak boleh melebihi 0,2 m/detik. Sehingga perlu
dipertimbangkan bahwa menambah pergerakan udara pada temperatur
5) Pembatasan terhadap waktu pemaparan panas dengan cara :
a) Melakukan pekerjaan pada tempat panas pada pagi dan sore hari.
b) Penyediaan tempat sejuk yang terpisah dengan proses kerja untuk
pemulihan.
c) Mengatur waktu kerja-istirahat secara tepat berdasarkan beban
kerja dan nilai ISBB (Tarwaka dkk, 2004).
2. Kelelahan Kerja
a.Pengertian Kelelahan Kerja
Kelelahan kerja adalah perasaan lelah dan adanya penurunan
kesiagaan (Grandjean dalam Setyawati, 2010).
Kelelahan kerja adalah respon total individu terhadap stress
psikososial yang dialamai dalam satu periode tertentu dan kelelahan kerja
itu cenderung menurunkan prestasi maupun motifasi pekerja
bersangkutan. Kelahan kerja merupakan kriteria yang lengkap tidak
hanya menyangkut kelelahan yang bersifat fisik dan psikis saja tetapi
lebih banyak kaitannya dengan adanya penurunan kinerja fisik, adanya
perasaan lelah, penurunan motivasi dan penurunan produktifitas kerja
(Cameron dalam Setyawati, 2010).
Kelelahan kerja adalah suatu fenomena yang kompleks yang
disebabkan oleh faktor biologi pada proses kerja serta dipengaruhi oleh
faktor internal maupun eksternal (Chavalitsakulchai dan Shahvanaz
Kelelahan menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap
individu tetapi semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan
penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka dkk, 2004).
Dari sudut neurofisiologi diungkapkan bahwa kelelahan dipandang
sebagai suatu keadaan sistemik saraf sentral, akibat aktifitas yang
berkepanjangan dan secara fundamental dikontrol aleh aktifitas
berlawanan antara sistem aktifasi dan sistem ihibisi pada batang otak
(Grandjean dan Kogi dalam Setyawati, 2010).
Perasaan lelah pada pekerja adalah semua perasaan yang tidak
menyenangkan yang dialami oleh pekerja serta merupakan fenomena
psokososial. Latar belakang psikososial sangat berpengaruh terhadap
terjadinya kelelahan kerja dan terdapat hubungan yang erat antara derajat
gejala kelelahan dan derajat perasaan lelah (Yoshitake dalam Setyawati,
2010).
Kata lelah (fatigue) menunjukkan keadaan tubuh fisik dan mental
yang berbeda, tetapi semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja
dan berkurangnya ketahanan tubuh untuk bekerja (Suma’mur. 2009).
b.Jenis Kelelahan
1) Kelelahan Otot (Muscular Fatigue)
Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan
melalui fisik untuk suatu waktu disebut kelelahan otot secara fisiologi,
fisik, namun juga pada makin rendahnya gerakan. Pada akhirnya
kelelahan fisik ini dapat menyebabkan sejumlah hal yang kurang
menguntungkan seperti: melemahnya kemampuan tenaga kerja dalam
melakukan pekerjaannya dan meningkatnya kesalahan dalam
melakukan kegiatan kerja, sehingga dapat mempengaruhi
produktivitas kerjanya. Gejala Kelelahan otot dapat terlihat pada
gejala yang tampak dari luar atau external signs (Aztanti Srie
Ramadhani dalam Budiono, S., 2003).
Sampai saat ini masih berlaku dua teori tentang kelelahan otot
yaitu teori kimia dan teori saraf pusat terjadinya kelelahan. Pada teori
kimia secara umum menjelaskan bahwa terjadinya kelelahan adalah
akibat berkurangnya cadangan energi dan meningkatnya sisa
metabolisme sebagai penyebab hilangnya efisiensi otot. Sedangkan
perubahan arus listrik pada otot dan saraf adalah penyebab sekunder.
Sedangkan pada teori saraf pusat menjelaskan bahwa perubahan
kimia hanya merupakan penunjang proses. Perubahan kimia yang
terjadi mengakibatkan dihantarkannya rangsangan saraf melalui saraf
sensoris ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot.
Rangsangan aferen ini menghambat pusat-pusat otak dalam
mengendalikan gerakan sehingga frekuensi potensial kegiatan pada sel
saraf menjadi berkurang. Berkurangnya frekuensi tersebut akan
perintah kemauan menjadi lambat. Dengan demikian semakin lambat
gerakan seseorang akan menunjukkan semakin lelah kondisi otot
seseorang (Tarwaka dkk, 2004).
2) Kelelahan Umum (General Fatigue)
Gejala utama kelelahan umum adalah suatu perasaan letih yang
luar biasa. Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena
munculnya gejala kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah untuk
bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan
merasa “ngantuk” (Aztanti Srie Ramadhani dalam Budiono, S., 2003).
Kelelahan umum biasanya ditandai berkurangnya kemauan
untuk bekerja yang disebabkan oleh karena monotoni, intensitas dan
lamanya kerja fisik, keadaan dirumah, sebab-sebab mental, status
kesehatan dan keadaan gizi (Tarwaka dkk, 2004).
c.Penyebab Kelelahan Kerja
Penyebab kelelahan kerja umumnya berkaitan dengan hal-hal
sebagi berikut :
1) Sifat pekerjaan yang monoton.
2) Intensitas kerja dan ketahanan kerja mental dan fisik yang tinggi.
3) Cuaca ruang kerja, pencahayaan dan kebisingan serta lingkungan kerja
lain yang tidak memadai.
4) Faktor psikologis, rasa tanggung jawab, ketegangan-ketegangan dan
5) Penyakit-penyakit, rasa kesakitan dan gizi.
6) Circadian rhytm. Diinformasikan dalam kaitan kejadian kelelahan
kerja shift kerja berpeluang menimbulkan kelelahan kerja sekitar 80%
dan shift kerja sendiri berpeluang menimbulkan gangguan tidur pada
pekerja shift kerja malam sekitar 80% (Setyawati, 2010).
Secara jelas faktor etiologi kelelahan belum diketahui, ada yang
mengemukakan karena virus tertentu atau adanya peran gangguan
kejiwaan dalam terjadinya kelelahan (Swartz, Manu dan Baringin
dalam Setyawati, 2010).
Secara fisiologis penyebab kelelahan ada dua macam yaitu:
1) Kelelahan sentral
Kelelahan sentral adalah aktifitas motor neuron tidak
mencukupi atau motor neuron mengalami impaired excitability.
2) Kelelahan perifer
Penyebab kelelahan perifer/tepi adalah terdapatnya kelainan
transmisi neuromuscular dan otot mengalamai hambatan kontraksi
(Setyawati, 2010).
Faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap kelelahan kerja
diantaranya sebagai berikut :
1) Faktor lingkungan kerja
Faktor lingkungan kerja yang tidak memadai untuk bekerja
terjadinya kelelahan kerja. Lingkungan kerja yang nyaman dan
ventilasi udara yang adekuat, didukung oleh tidak adanya
kebisingan akan mengurangi kelelahan kerja.
2) Waktu istirahat dan waktu bekerja
Waktu istirahan dan waktu bekerja yang porposional dapat
menurunkan derajat kelelahan kerja. Lama dan ketepatan waktu
beristirahat sangat berperan dalam mempengaruhi terjadinya
kelelahan kerja.
3) Kesehatan pekerja
Kesehatan pekerja yang selalu dimonotor dengan baik, dan
pemberian gizi yang sempurna dapat menurunkan kelelahan kerja.
4) Beban kerja
Beban kerja yang diberikan kepada pekerja perlu disesuaikan
dengan kemampuan psikis dan fisik pekerja bersangkutan.
5) Keadaan perjalanan
Keadaan perjalanan, waktu perjalanan dari dan ketempat
kerja yang seminimal mungkin dan seaman mungkin berpengaruh
terhadap kondisi kesehatan kerja pada umumnya dan kelelahan
kerja pada khususnya (Setyawati, 2010).
Kelelahan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah
1) Usia
Pada usia meningkat akan diikuti oleh proses degenerasi dari
organ, sehingga dalam hal ini kemampuan organ akan menurun.
Dengan menurunnya kemampuan organ, maka hal ini akan
menyebabkan tenaga kerja akan semakin mudah mengalami
kelelahan.
2) Jenis kelamin
Pada tenaga kerja wanita terjadi siklus setiap bulan di dalam
mekanisme tubuhnya, sehingga akan mempengaruhi turunnya
kondisi fisik maupun psikisnya, dan hal itu menyebabkan tingkat
kelelahan wanita lebih besar daripada tingkat kelelahan tenaga
kerja laki-laki.
3) Penyakit
Penyakit akan mengkibatkan hipo/hipertensi suatu organ,
akibatnya akan merangsang mukosa suatu jaringan sehingga
merangsang syaraf-syaraf tertentu. Dengan perangsangan yang
terjadi akan menyebabkan pusat syaraf otak akan terganggu atau
terpengaruh yang dapat menurunkan kondisi fisik seseorang.
4) Keadaan psikis tenaga kerja
Keadaan psikis tenaga kerja yaitu suatu respon yang
secara primer suatu organ, akibatnya timbul
ketegangan-ketegangan yang dapat meningkatkan tingkat kelelahan seseorang.
5) Beban kerja
Pada pekerjaan yang terlalu berat dan berlebihan akan
mempercepat kontraksi otot tubuh, sehingga hal ini dapat
mempercepat pula kelelahan seseorang. Beban kerja meliputi :
iklim kerja, penerangan, kebisingan, dan lain-lain (Suma’mur,
2009).
Mekanisme Kelelahan
Keadaan dan perasaan kelelahan adalah reaksi fungsional dari
pusat kesadaran yaitu korteks serebri, yang dipengaruhi oleh dua
sistem antagonistic yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem
penggerak (aktivasi).
Sistem penghambat terdapat dalam thalamus yang mampu
menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan
kecenderungan untuk tidur. Sistem penggerak terdapat dalam formasio
retikularis yang dapat merangsang peralatan dalam tubuh kearah
bekerja, berkelahi, melarikan diri dan sebagainya.
Maka keadaan seseorang pada suatu saat sangat tergantung
kepada hasil kerja diantara dua sistem antagonis dimaksud. Apabila
sistem penghambat lebih kuat seseorang dalam keadaan lelah.
keadaaan segar untuk bekerja. Konsep ini dapat dipakai menjelaskan
peristiwa-peristiwa sebelumnya yang tidak jelas. Misalnya peristiwa
seseorang dalam keadaan lelah, tiba-tiba kelelahan hilang oleh karena
terjadi peristiwa yang tidak diduga sebelumnya atau terjadi tegangan
emosi. Dalam keadaan ini, sistem penggerak tiba-tiba terangsang dan
dapat mengatasi sistem penghambat. Demikian pula peristiwa dalam
monotoni, kelelahan terjadi oleh karena hambatan dari sistem
penghambat, walaupun beban kerja tidak begitu berat.
Kelelahan yang terus menerus terjadi setiap hari akan berakibat
terjadinya kelelahan yang kronis. Perasaan lelah tidak saja terjadi
sesudah bekerja pada sore hari, tetapi juga selama bekerja, bahkan
kadang-kadang sebelumnya. Perasaan lesu tampak sebagai suatu
gejala. Gejala-gejala psikis ditandai dengan perbuatan-perbuatan anti
sosial dan perasaan tidak cocok dengan sekitarnya, sering depresi,
kurangnya tenaga serta kehilangan inisiatif. Tanda-tanda psikis ini
sering disertai kelainan-kelainan psikolatis seperti sakit kepala,
vertigo, gangguan pencernaan, tidak dapat tidur dan lain-lain.
Kelelahan kronis demikian disebut kelelahan klinis. Hal ini
menyebabkan tingkat absentisme akan meningkat terutama mangkir
kerja pada waktu jangka pendek disebabkan kebutuhan istirahat lebih
banyak atau meningkatnya angka sakit. Kelelahan klinis terutama
kesulitan-kesulitan psikologis. Sikap negatif terhadap kerja, perasaan
terhadap atasan atau lingkungan kerja memungkinkan faktor penting
dalam sebab ataupun akibat (Suma’mur, 1996).
d.Gejala Kelelahan Kerja
Gejala kelelahan kerja ada dua macam yaitu gejala subyektif dan
gejala obyektif. Gejala kelelahan kerja yang penting antara lain adalah
adanya perasaan kelelahan, somnolensi, tidak bergairah bekerja, sulit
berpikir, penurunan kesiagaan, penurunan persepsi dan kecepatan
bereaksi bekerja (Grandjean dalam Setyawati, 2010).
Somnolensi adalah kelenaan atau rasa kantuk (Ramali dan
Pamoentjak, 1987).
Gejala-gejala kelelahan kerja adalah sebagai berikut :
1) Gejala-gejala yang mungkin berakibat pada pekerjaan seperti
penurunan kesiagaan dan perhatian, penurunan dan hambatan
persepsi, cara berpikir atau perbuatan antisosial, tidak cocok dengan
lingkungan, depresi, kurang tenaga, dan kehilangan inisiatif.
2) Gejala umum yang sering menyertai gejala-gejala di atas adalah sakit
kepala, vertigo, gangguan fungsi paru dan jantung, kehilangan nafsu
makan serta gangguan pencernaan. Di samping gejala-gejala di atas
pada kelelahan kerja terdapat pula gejala-gejala yang tidak spesifik
berupa kecemasan, perubahan tingkah laku, kegelisahaan, dan
Secara umum gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat
ringan sampai perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan subjektif
biasanya terjadi pada akhir jam kerja, apabila rata-rata beban kerja
melebihi 30 – 40 % dari tenagan aerobik maksimal (Astrand dan Rodahl
dan Pulat dalam Tarwaka dkk, 2004).
e.Dampak Kelelahan Kerja
Kelelahan kerja dapat menimbulkan beberapa keadaan yaitu
prestasi kerja yang menurun, fungsi fisiologis motorik dan neural yang
menurun, badan terasa tidak enak disamping semangat kerja yang
menurun. Perasaan kelelahan kerja cenderung meningkatkan terjadinya
kecelakaan kerja, sehingga dapat merugikan diri pekerja sendiri maupun
perusahaannya karena adanya penurunan produktivitas kerja (Gilmer dan
Suma’mur dalam Setyawati, 2010).
Resiko kelelahan ada beberapa macam, diantaranya :
1) Motivasi kerja turun
2) Performansi rendah
3) Kualitas kerja rendah
4) Banyak terjadi kesalahan
5) Stress akibat kerja
6) Penyakit akibat kerja
7) Cidera
f. Pengukuran Kelelahan
Metode pengukuran kelelahan ada beberapa kelompok, diantaranya
adalah sebagai berikut :
1) Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan
Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai jumlah
proses kerja (waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi
yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor
yang harus dipertimbangkan seperti target produksi, faktor sosial dan
perilaku psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output (kerusakan
produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat
menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah
merupakan causal factor.
2) Uji psiko-motor (Psychomotor test)
a) Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interprestasi dan reaksi
motor. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan
pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari
pemberian suatu rangsang sampai pada suatu saat kesadaran atau
dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan
nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan.
Terjadinya pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk
b) Sanders dan McCormick dalam Tarwaka dkk (2004) mengatakan
bahwa waktu reaksi adalah waktu untuk membuat suatu respon
yang spesifik saat satu stimuli terjadi. Waktu reaksi terpendek
biasanya berkisar antara 150 – 250 milidetik. Watu reaksi
tergantung dari stimuli yang dibuat, intensitas dan lamanya
perangsangan, umur subyek, dan perbedaan-perbedaan individu
lainnya.
c) Setyawati dalam Tarwaka dkk (2004) melaporkan bahwa dalam uji
waktu reaksi, ternyta stimuli terhadap cahaya lebih signifikan
daripada stimuli suara. Hal tersebut disebabkan karena stimuli
suara lebih cepat diterima oleh reseptor daripada stimuli cahaya.
d) Alat ukur waktu reaksi yang telah dikembangkan di Indonesia
biasanya menggunakan nyala lampu dan denting suara sebagai
stimuli.
Hasil pengukuran waktu reaksi dibandingkan dengan standar
pengukuran kelelahan menurut Setyawati (1994) yaitu :
(1) Normal (N) : waktu reaksi 150,0 – 250,0
milidetik
(2) Kelelahan Kerja Ringan (KKR) : waktu reaksi >240,0 - <410,0
milidetik
(3) Kelelahan Kerja Sedang (KKS) : waktu reaksi 410,0 - <580,0
(4) Kelelahan Kerja Berat (KKB) : waktu reaksi 580,0 milidetik
atau lebih.
3) Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test)
Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk
melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang
waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Uji kelipan,
disamping untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan keadaan
kewaspadaan tenaga kerja.
4) Perasaan kelelahan secara subyektif (Subjective feeling of fatigue)
Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatigue Research
Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang
dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subyektif.
Sinclair dalam Tarwaka, dkk (2004) menjelaskan bebrapa metode
yang dapat digunakan dalam pengukuran subyektif. Metode antara
lain : ranking methods, rating methods, quesionaire methods,
interview dan checklist.
5) Uji mental
Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pnedekatan
yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan
menyelesaikan pekerjaan. Buordon wiersma test, merupakan salah
satu alat yang dapt digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian dan
seseorang maka tingkat kecepatan, ketelitian dan konstansi akan
semakin rendah atau sebaliknya. Namun demikian Buordon wiersma
test lebih tepat untuk mengukur kelelahan akibat aktivitas atau
pekerjaan yang lebih bersifat mental (Grandjean dalam Tarwaka dkk,
2004).
g. Pencegahan dan pengendalian Kelelahan Kerja
Kelelahan disebabkan oleh banyak faktor yang sangat kompleks
dan saling mengkait antara faktor yang satu dengan yang lain. Yang
terpenting adalah bagaimana menangani setiap kelelahan yang muncul
agar tidak menjadi kronis. Agar dapat menangani kelelahan dengan tepat,
maka kita harus mengetahui apa yang menjadi penyebab terjadinya
kelelahan. Beberapa hal yang patut mendapat perhatian dan
diselenggarakan sebaik-baiknya agar kelelahan kerja dapat dikendalikan
adalah:
1) Lingkungan kerja yang bebas dari zat-zat berbahaya, pencahayaan
yang memadai, sesuai dengan pekerjaan yang dihadapi pekerja,
pengaturan udara ditempat kerja yang adekuat disamping bebas dari
kebisingan dan getaran.
2) Waktu kerja yang berjam-jam harus diselingi oleh istirahat yang
3) Kesehatan umum pekerja harus baik dan selalu dimonitor, khususnya
untuk daerah tropis dimana banyak pekerja yang cenderung
mengalami kekurangan gizi dan memderita penyakit yang serius.
4) Disarankan pula agar kegiatan yang menegangkan dan beban kerja
yang berat tidak terlalu lama.
5) Jarak tempat tinggal dan tempat kerja diusahakan seminimal mungkin
dan bila perlu dicarikan alternative penyelesainnya, yaitu berupa
pengadaan transportasi bagi pekerja dari dan ketempat kerja.
Diseyogyakan dalam rangka mencegah kelelahan kerja yang
berlebihan maka perlu disarankan agar jarak antara tempat tinggal dan
tempat kerja, masa kerja/melaksanakan tugas serta kembali ke tempat
tinggal dari tempat kerja menghabiskan waktu kurang dari 13 jam/hari
kerja, sehingga terdapat cukup waktu untuk bersosialisasi dan
melaksanakan kehidupan pribadi.
6) Pembinaan mental para pekerja diperusahaan secara teratur maupun
berkala dan khusus perlu dilaksanakan dalam rangka stabilitas
pekerja, dan harus ditangani secara baik di lokasi kerja. Fasilitas
rekreasi, waktu rekreasi dan istirahat direncanakan secara baik dan
berkesinambungan. Cuti dan liburan diberikan kepada pekerja dan
dilaksanakn sebaik-baiknya.
7) Perhatian khusus bagi kelompok pekerja tertentu perlu diberikan,
usia lanjut, pekerja yang menjalani shift kerja malam, pekerja yang
baru pindah dari bagian lain.
8) Pekerja-pekerja bebas dari alcohol maupun obat-obatan yang
membahayakan dan menimbulkan ketergantungan.
h. Hubungan Antara Tekanan Panas dengan Kelelahan Kerja
Penyebab utama kelelahan kerja adalah faktor pekerjaan. Pada
pekerjaan yang terlalu berat dan berlebihan akan mempercepat kontraksi
otot tubuh. Oleh karena itu aliran darah akan menurun, maka asam laktat
akan terakumulasi dan mengakibatkan kelelahan (Suma’mur, 2009).
Pada saat otot berkontraksi, glikogen diubah menjadi asam laktat
dan asam ini merupakan produk yang dapat menghambat kontinuitas
kerja otot sehingga terjadi kelelahan (Setyawati, 2010).
Akibat suhu lingkungan yang tinggi, suhu tubuh akan naik. Hal itu
akan menyebabkan hipotalamus merangsang kelenjar keringat sehingga
tubuh akan mengeluarkan keringat. Dalam keringat terkandung
bermacam-macam garam natrium klorida, keluarnya garam natrium
klorida bersama keringat akan mengurangi kadarnya dalam tubuh,
sehingga mengahambat transportasi glukosa sebagai sumber energi. Hal
C. Hipotesis
Ada hubungan antara tekanan panas dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observational analitik dengsn
menggunakan pendekatan cross sectional merupakan suatu penelitian yang
mempelajari hubungan antara faktor resiko (independen) dengan faktor efek
(dependen), dimana melakukan observasi atau pengukuran variable sekali dan
sekaligus pada waktu yang sama (Riyanto, 2011).
B.Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan di CV Rakabu Furniture terletak di Jl.
Ahmad Yani No. 331 Tirtoyoso RT. 04 RW. 13 Surakarta pada bulan Juni
2011.
C.Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja di bagian produksi
CV Rakabu Furniture Surakarta yaitu berjumlah 38 orang.
D.Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, merupakan
dibuat oleh peneliti, berdasarkan oleh ciri atau sifat populasi yang sudah
diketahui sebelumnya (Riyanto, 2011).
Kriteria untuk menjadi sampel adalah sebagai berikut :
1. Umur 30 – 50 tahun
2. Masa kerja lebih dari 5 tahun
3. Jenis kelamin laki-laki
4. Beban kerja ringan
5. Status gizi normal
Berdasarkan teknik sampling yang digunakan tersebut diperoleh sampel
E. Desain Penelitian
Gambar 2. Desain Penelitian Sampel (n)
Purposive sampling Populasi (N)
Tekanan Panas Kelelahan
Kerja
Uji Korelasi
Pearson Product Moment
F. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau
berubahnya variabel terikat.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tekanan panas
2. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat
karena adanya variabel bebas.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kelelahan kerja.
3. Variabel Pengganggu
Variabel pengganggu adalah variabel yang mempengaruhi hubungan antara
variabel bebas dan variabel terikat.
Variabel pengganggu dalam penelitian ini ada 2 yaitu :
a. Variabel pengganggu terkendali : usia, jenis kelamin, masa kerja, beban
kerja, dan kondisi kesehatan.
b. Variabel pengganggu tak terkendali : masalah psikososial, ventilasi
G.Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Tekanan Panas
Tekanan panas adalah kombinasi suhu udara, kelembaban udara,
kecepatan gerak udara, suhu radiasi yang dihubungkan dengan produksi
panas oleh tubuh diukur dengan menggunakan Area Heat Stress Monitor.
Alat Ukur : Area Heat Stress Monitor
Satuan : ºC
Hasil pengukuran : Angka-angka dalam ºC
Skala Pengukuran : Interval
2. Kelelahan Kerja
Kelelahan kerja adalah aneka keadaan yang disertai penurunan
efesiensi dan ketahanan dalam bekerja dimana terjadi pada manusia oleh
karena kerja yang dilakukan.
Alat Ukur : Reaction Timer
Satuan : mili detik
Hasil Pengukuran :
1) Kelelahan Ringan : Waktu reaksi 240,0 < x < 410,0 mili detik.
2) Kelelahan Sedang : Waktu reaksi 410,0 ≤ x < 580,0 mili detik.
3) Kelelahan Berat : Waktu reaksi ≥ 580,0 mili detik.
H. Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Area Heat Stress Monitor
Yaitu suatu alat yang digunakan untuk mengukur tekanan panas.
Merk Alat : Questempo10
Satuan : oCelcius
Teknik pengukurannya adalah :
a. Menekan tombol oC atau oF untuk menentukan satuan suhu yang
digunakan.
b. Menekan tombol globe untuk menentukan suhu bola.
c. Menekan tombol dry bulb untuk mendapatkan suhu bola kering.
d. Menekan tombol wet bulb untuk mendapatkan suhu bola basah.
e. Menekan tombol Wet Bulb Globe Thermometer (WBGT) untuk
mendapatkan Indeks Suhu Bola Basah (ISBB).
f. Mencatat hasil yang dibaca pada display.
g. Menekan tombol power untuk mematikan.
h. Mendiamkan 10 menit setiap selesai menekan salah satu tombol untuk
Gambar 3. Area Heat Stress Monitor
2. Reaction Timer
Yaitu alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kelelahan kerja pada
tenaga kerja.
Merk Alat : Lakasidaya
Satuan : mili detik
Teknik pengukurannya adalah :
Cara Pengukuran :
1) Alat dihubungkan dengan sumber tenaga (listrik/ baterai), lalu alat di
“ON” kan
2) Pastikan angka pada display menunjukkan 000,0 jika belum tekan
tombol reset.
4) Operator siap menekan saklar sensor rangsang cahaya demikian juga
probandus siap melihat lampu pada alat.
5) Operator menekan saklar sensor cahaya, probandus secepatnya
menekan saklar OFF, untuk sensor cahaya apabila melihat cahaya lampu
6) Untuk menilai dengan suara maka tekan tombol untuk sensor suara
7) Cara pemeriksaan untuk sensor suara adalah sama dengan cara sensor
cahaya, hanya saja probandus siap untuk mendengar suara pada alat.
8) Pemeriksaan dilakukan sebanyak 20 kali, dengan catatan pemeriksaan
nomor 1-5 dan nomor 16-20 dihilangkan karena 1-5 adalah dalam
taraf penyesuaian alat dan nomor 16-20 dianggap tingkat kejenuhan
mulai muncul.
Gambar 4. Reaction timer seri L.77 merk Lakassidaya
3. Stopwatch
Stopwatch adalah alat yang digunakan untuk mengukur waktu pada
4. Alat Tulis
Alat tulis digunakan untuk mencatat hasil pengukuran.
I. Cara Kerja Penelitian
1. Persiapan
Persiapan dalam penelitian ini antara lain ijin penelitian, survei awal,
penyusunan proposal, dan ujian proposal. Survei awal dilakukan untuk
mengetahui kondisi lingkungan kerja dan kondisi tenaga kerja pada saat
bekerja, yaitu dengan melakukan beberapa wawancara pada tenaga kerja
dan melakukan pengukuran tekanan panas di lingkungan kerja dengan
menggunakan alat ukur Area Heat Stress Monitor.
2. Pelaksanaan
Ada beberapa tahapan dalam pelaksaan penelitian ini antara lain :
a. Pengukuran tekanan panas di tempat kerja pada pukul 11.00 – 12.00
WIB.
1) Mempersiapkan alat ukur Area Heat Stress Monitor.
2) Menentukan titik pengukuran tekanan panas.
3) Memasang alat ukur Area Heat Stress Monitor pada titik pengukuran.
4) Mengisi air pada Wet Sensor Bar kemudian menekan tombol ON dan
membiarkannya ± 10 menit untuk kalibrasi.
5) Mencatat hasil pengukuran tekanan panas.
1) Mempersiapkan tempat untuk tenga kerja yang akan diukur,
2) Mempersiapkan alat ukur Reaction Timer.
3) Mempersiapkan tenaga yang diukur.
4) Menghidupkan alat ukur Reaction Timer.
5) Mengisi formulir data tenaga kerja.
6) Tenaga kerja mengoperasikan alat ukur Reaction Timer dengan
menekan tombol pada alat.
7) Peneliti mencatat hasil pengukuran kelelahan kerja.
c. Pengukuran denyut nadi tenaga kerja pada pukul 11.00 – 12.00 WIB.
1) Mempersiapkan stopwatch untuk menghitung waktu pengukuran
denyut nadi tenaga kerja.
2) Melakukan pengukuran denyut nadi tenaga kerja selama satu menit.
3) Mencatat hasil pengukuran denyut nadi.
3. Penyelesaian
Penyelesaian dari penelitian ini antara lain pengolahan data, analisis
data, penyusunan skripsi, dan ujian skripsi.
J. Teknik Analisa Data
Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan uji statistik korelasi
Pearson Product Moment dengan menggunakan program komputer SPSS versi 16.0.
Interpretasi p value (signifikansi), sebagai berikut :
commit to user
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A.Gambaran Umum Perusahaan
Rakabu Furniture Surakarta merupakan industri sedang yang bergerak di
bidang mebel. Perusahaan ini berdiri pada tanggal 21 Februari 1988 dan
didirikan oleh Ir. Joko Widodo. Rakabu Furniture terletak di Jl. Ahmad Yani
No. 331 Tirtoyoso RT. 04 RW. 13 Surakarta.
Pada awal berdirinya, perusahaan ini berbentuk perusahaan perseorangan
yang bergerak di industri penggergajian kayu. Untuk mengembangkan
perusahaan, maka kegiatan perusahaan diarahkan menjadi lebih luas. Hal ini
diwujudkan dengan perubahan bidang usaha penggergajian kayu menjadi
perusahaan industri mebel. Dalam proses produksinya Rakabu Furniture
Surakarta sudah menggunakan alat yang modern untuk memudahkan
pekerjaan. Beberapa alat produksi yang dimiliki Rakabu Furniture antara lain 2
unit mesin pemotong, 3 unit mesin pembelah kayu, 3 unit bor bulat, 2 unit bor
kotak, dan lain-lain.
Daerah pemasaran awal bagi produk yang dihasilkan oleh perusahaan
hanya mencakup Surakarta dan sekitarnya, kemudian perusahaan memperluas
lagi ke berbagai kota di Indonesia. Pada tahun 1990 perusahaan sudah bisa
telah menembus berbagai negara antara lain Singapura, Taiwán, Hongkong,
Australia.
Setiap harinya industri ini beroperasi selama 8 jam yaitu dari jam
08.00-16.00 dengan istirahat 1 jam, yaitu dari jam 12.00-13.00. Dalam satu minggu
industri ini libur satu hari, yaitu pada hari minggu sedangkan pada tanggal
merah juga ikut libur. Jumlah tenaga kerja industri ini sebanyak 87 orang.
Tahapan proses produksi pada Rakabu Furniture Surakarta dimulai
dengan persetujuan perusahaan dengan buyer mengenai desain produk yang
sudah dipesan. Tahapan pertama yaitu pemotongan kayu dan perakitannya
menjadi mebel setengah jadi. Proses ini termasuk dalam proses bagian
produksi. Setelah mebel setengah jadi siap selanjutnya masuk ke tahapan
finishing. Adapun tahapan finishing tersebut antara lain : menghaluskan
mebel, melakukan proses pewarnaan, memberi variasi untuk melengkapi
desain dan meneliti hasil akhir produk yang sudah jadi. Setelah tahapan
tersebut selesai maka mebel jadi telah siap untuk diekspor ke buyer.
B.Karakteristik Subjek Penelitian
1. Umur
Dari hasil pengambilan data tenaga kerja di bagian produksi CV.
Rakabu Furniture Surakarta, umur sampel yang diambil adalah umur antara