commit to user
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBANTU RUMAH TANGGA DI BAWAH UMUR DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13
TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
Penulisan Hukum ( Skripsi )
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
NURITA NUGRAHANI NIM. E0006193
FAKULTAS HUKUM
commit to user
commit to user PERNYATAAN
Nama : Nurita Nugrahani
Nim : E0006193
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBANTU RUMAH TANGGA DI BAWAH UMUR DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN adalah betul - betul karya sendiri. Hal - hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) diberi
tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari
terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi
akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar sarjana yang
saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi ) ini.
Surakarta, Juli 2011
Yang membuat pernyataan
Nurita Nugrahani
commit to user ABSTRAK
Nurita Nugrahani. E0006193. 2011. Perlindungan Hukum Terhadap Pembantu Rumah Tangga di Bawah Umur Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan perlindungan hukum bagi pembantu rumah tangga di bawah umur ditinjau dari Undang-undang Nomor 13 tahun 2003, penerapan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 terhadap pembantu rumah tangga dibawah umur dan untuk mengetahui hambatan-hambatan perlindungan hukum terhadap pembantu rumah tangga dibawah umur.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif, mengkaji mengenai Perlindungan Hukum Terhadap Pembantu Rumah Tangga di Bawah Umur Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Pendekatan penelitian dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual. Jenis data penelitian yang digunakan meliputi data sekunder. Teknik pengumpulan sumber data penelitian yang digunakan yaitu studi kepustakaan. Teknik analisis data yanng digunakan dalam penellitian ini adalah teknik analisa data kualitatif..
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan perlindungan hukum terhadap anak dibawah umur. Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 pasal 68 bahwa pengusaha dilarang memperkerjakan anak atau tenaga kerja dibawah umur. Penerapan perlindungan hukum pembantu rumah tangga dibawah umur dipengaruhi kondisi perekonomian anak yang menyebabkan anak tersebut bekerja untuk dapat menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada situasi saat ini pembantu rumah tangga rentan dengan kekerasan, sehingga sangat mengkwatirkan apabila anak menjadi pembantu rumah tangga. Satu – satunya pengaturan mengenai tenaga kerja adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 68 dan Pasal 69, bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan anak atau tenaga kerja dibawah umur. Hambatan-hambatan penerapan perlindungan hukum pembantu rumah tangga dibawah umur tersirat dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 68 dan Pasal 69. Dalam Undang- Undang tersebut mengandung unsur yang rancu mengenai pekerjaan ringan yang dimaksud dalam Undang-Undang tersebut, apakah pembantu rumah tangga termasuk pekerjaan ringan,sehingga pembantu rumah tangga dibawah umur perlindungannya dirasa masih belum cukup memadai bagi pekerja anak dibawah umur khususnya.
commit to user ABSTRACT
Nurita Nugrahani. E0006193. 2011. Legal Protection Against Domestic Underage Judging from Act No. 13 of 2003 on Manpower. Law Faculty of Sebelas Maret University.
This study aims to determine the setting of legal protection for domestic workers under terms of Act No. 13 of 2003, the application of Law No. 13 of 2003 against underage domestic servants and to determine barriers to legal protection against domestic under the stairs.
This research is a normative legal research that is prescriptive, assessing the Law on the Protection Against Domestic Underage Judging from Act No. 13 of 2003 on Manpower. The research approach in this study is the approach of legislation and conceptual approaches. This type of research data used include secondary data. Source of research data collection techniques used is literature study. Yanng data analysis techniques used in this penellitian is qualitative data analysis techniques ..
The results showed that setting the legal protection of minors. In Act 13 of 2003 article 68 that employers are prohibited from employing child labor or under. The application of domestic legal protection under the economic conditions of children affected is causing the child to work to make money to make ends meet. In the current situation of domestic workers vulnerable to violence, making it very mengkwatirkan when children become domestic servants. One - the only regulation of labor is Law No.13 of 2003 Article 68 and Article 69, that employers are prohibited from employing child labor or under. Obstacles to the implementation of domestic legal protection under the age implied by the Act No.13 of 2003 Article 68 and Article 69. In the Act contains an ambiguous element of light work as defined in law - the law, whether domestic helpers, including light work, so that domestic servants under its protection it is still not sufficient for workers, especially minors.
commit to user KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
hidayah-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi)
yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBANTU
RUMAH TANGGA DI BAWAH UMUR DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN”.
Penulis menyadari bahwa terselesainya Penulisan Hukum ini tidak terlepas dari moril maupun materiil serta doa dan dukungan dari berbagai
pihak,oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Pius Triwahyudi, S.H., M.Si. selaku dosen pembimbing Skripsi, yang telah meluangkan waktu untuk memberkan bimbingan dan nasehat kepada penulis dan yang telah banyak membantu sehingga penulis mendapatkan
kemudahan dalam menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi ) ini.
3. Bapak Syafrudin Yudho Wibowo, S.H.,M.H, selaku Pembimbing Akademik ,yang selalu memberi nasehat dan bantuan selama penulis belajar di Fakultas Hukum Univertas Sebelas Maret.
4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah memberi ilmu pengetahuan kepada penulis, sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan skripsi ini.
5. Bagian PPH yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi penulis dari mulai penulisan judul sampai selesainya penulisan hukum (skripsi) ini
6. Segenap karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu penulis selama menempuh kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
commit to user
semoga dapat penulis amalkan untuk kebaikan penulis serta dapat membahagiakan bapak dan ibu atas pencapaian yang akan datang.
8. Adikku Rifan Adi Nugraha, yang senantiasa menjadi adik yang baik dan memberi dukungan penulis.
9. Aswin Yuki Helmiarto S.H yang selalu menyemangati serta membantu penulis dalam mendapatkan data untuk skripsi ini, serta selalu memberikan perhatian spesialnya kepada penulis.
10.Teman-teman, sahabat-sahabatku angkatan 2006, Etha, Ranni, Riyya, Yoga,
Dwie, Hastin, Natalia, Dian, Fitri, Odie, Hendy, Eko, dan semua teman-teman
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah menjadi teman
terbaik selama masa perkuliahan. Semoga kebersamaan ini tidak hanya
berhenti pada akhir masa menempuh kuliah ini.
11.Dan semua pihak yang telah membantu penyusunan penulisan hukum atau skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
Penulis menyadari bahwa penulisan hukum masih jauh dari sempurna baik dari segi substansi maupun teknis penulisan. Untuk itu sumbang saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan penulisan hukum selanjutnya. Demikian semoga penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, baik untuk penulisan, akademisi, praktisi maupun masyarakat umum.
Surakarta, Juli 2011 Penulis
commit to user DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Metodologi Penelitian ... 5
F. Sistematika Penulisan ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori ... 10
1. Tinjauan Tentang Hukum sebagai Hasil Interaksi Sosial ... 10
2. Tinjauan Mengenai Ketenagakerjaan ... 12
3. Tinjauan Mengenai Perlindungan Hukum Tenaga Kerja ... 14
B. Kerangka Pemikiran ... 18
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Pembantu Rumah Tangga di Bawah Umur ... 20
1. Gambaran Umum Mengenai Ketenagakerjaan di Indonesia ... 20
commit to user
3. Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja di
Bawah Umur ... 25
B. Penerapan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Terhadap Pembantu
Rumah Tangga di Bawah Umur ... 38
1. Kondisi Umum Tenaga Kerja di Indonesia ... 38
2. Penerapan Pengaturan Terhadap Tenaga Kerja Pembantu
Rumah Tangga di Bawah Umur ... 42
3. Harapan Kepada Hakim dalam Implementasi Perlindungan
Anak ... 62
C. Hambatan – Hambatan Perlindungan Hukum Terhadap Pembantu
Rumah Tangga Di Bawah Umur ... 67
1. Perlunya perlindungan pembantu rumah tangga d bawah umur .... 67
2. Hambatan – Hambatan Perlindungan Hukum Terhadap
Pembantu di Bawah Umur ... 70
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ... 80
B. Saran ... 82
commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pekerja merupakan suatu hal yang sangat penting di dalam kehidupan
manusia, sehingga semua orang membutuhkan pekerja. Pekerja merupakan
sumber penghasilan seseorang dalam upaya mencukupi kebutuhan bagi dirinya
sendiri dan keluarga. Pekerja juga merupakan suatu sarana untuk
mengaktualisasikan diri bagi seorang, sehingga hidupnya bisa lebih bermanfaat
bagi dirinya, keluarga dan lingkungannya. Bekerja bagi seorang warga negara
merupakan suatu hal penting bagi sebuah Negara. hal itu merupakan salah satu
indikasi bahwa Negara tersebut dapat dikatakan terlepas dari masalah ekonomi
yaitu salah satunya adalah semua warga negaranya dapat bekerja pada usia yang
produktif, disertai dengan tersedianya lapangan kerja yang memadai, dan yang
terpenting adalah adanya hak asasi manusia yang dijunjung tinggi serta dihormati.
Pembantu Rumah Tangga telah ada sejak lama, diperkirakan ada sejak zaman
kerajaan, penjajahan, begitu pula sesudah indonesian merdeka. Saat itu, Pembantu
Rumah Tangga telah berkembang dan mengalami perubahan orientasi dari
hubungan kekerabatan menjadi hubungan pekerja. Jenis ini tidak saja menyerap
pekerja dewasa, namun juga menarik anak-anak untuk memasuki pekerja sektor
informal ini.
Pembantu Rumah Tangga anak biasanya melakukan pekerjaan sebagai
tukang cuci, mengasuh anak, memasak, dan membersihkan rumah. Mereka
biasanya berasal dari pedesaan, dari keluarga miskin, berpendidikan rendah dan
sebagai besar adalah kaum perempuan. Keberadaanya di tempat kerja, tanpa
perlindungan hukum, tanpa pengawasan pihak berwenang, tanpa ikatan kontrak
kerja, tanpa uraian pekerjaan, tanpa aturan jam kerja, tanpa upah minimum, serta
tanpa hari libur. Hal ini menjadi kondisi yang kurang menguntungkan bagi anak
yang bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga anak, yang semestinya dapat
tumbuh kembang dan mendapatkan perlindungan, namun harus terjebak pada
commit to user
ketenagakerjaan. Ini berarti Pembantu Rumah Tangga anak berada pada situasi
dan kondisi rentan terhadap eksploitasi dan kekerasan. Tidak sewajarnya
anak-anak yang berusia di bawah umur (usia di bawah 18 tahun) untuk bekerja. Namun
kasus Pembantu Rumah Tangga anak yang muncul di berbagai daerah negara ini
masih kerap terjadi.
Negara Indonesia merupakan Negara hukum, yang harus mampu dengan
maksimal memberikan perlindungan kepada tiap-tiap warga negaranya, tanpa
disertai dengan perbedaan/diskriminasi dalam bentuk apapun di hadapan hukum.
Perlindungan hukum itu timbul dikarenakan adanya hubungan hukum
(rechtbrettekking) diantara subjek hukum yang memiliki relevansi hukum/akibat
hukum, sehingga menimbulkan hak dan kewajiban.
Pekerja anak adalah sebuah istilah untuk mempekerjakan anak kecil. Istilah
pekerja anak dapat memiliki konotasi pengeksploitasian anak kecil atas tenaga
mereka, dengan gaji yang kecil atau pertimbangan bagi perkembangan
kepribadian mereka, keamanannya, kesehatan, dan prospek masa depan.
Di beberapa negara, hal ini dianggap tidak baik bila seorang anak di bawah
umur tertentu, tidak termasuk pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan sekolah.
Seorang 'bos' dilarang untuk mempekerjakan anak di bawah umur, namun umum
minimumnya tergantung dari peraturan negara tersebut.
Meskipun ada beberapa anak yang mengatakan dia ingin bekerja (karena
bayarannya yang menarik atau karena anak tersebut tidak suka sekolah), hal
tersebut tetap merupakan hal yang tidak diinginkan karena tidak menjamin masa
depan anak tersebut. Namun beberapa kelompok hak pemuda merasa bahwa
pelarangan kerja di bawah umur tertentu melanggar hak manusia.
Penggunaan anak kecil sebagai pekerja sekarang ini dianggap oleh
negara-negara kaya sebagai pelanggaran hak manusia, dan melarangnya, tetapi negara-negara
miskin mungkin masih mengijinkan karena keluarga seringkali bergantung pada
pekerjaan anaknya untuk bertahan hidup dan kadangkala merupakan satu-satunya
sumber pendapatan. (www.wikipedia.com)
Di bidang Ketenagakerjaan, Negara Indonesia memiliki Undang-Undang
commit to user
Nomor 13 Tahun 2003, yang tentunya harus bisa melindungi hak-hak
Pekerja/Buruh. Hal itu tentunya harus ada kecocokan antara peraturan yang telah
diundangkan dengan pelaksanaannya sehari-hari (Principles of Legality).
Terutama bagi kaum Pembantu Rumah Tangga, diperlukan sebuah peraturan yang
secara khusus untuk melindungi keberadaan mereka di tengah-tengah masyarakat
tempat dimana ia bekerja. Hal itu bertujuan untuk menghindarkan mereka dari
kesewenang-wenangan Majikan/Pengusaha (Pemberi Kerja).
Tujuan dibentuknya hukum, setidaknya harus dapat memenuhi tiga hal
pokok yang sangat mendasar, diantaranya adalah keadilan, kepastian hukum, dan
kemanfaatan ( Satjipto Raharjo, 2005 : 19 ). Namun, pada kenyataanya terkadang
ketiga tujuan hukum tersebut belum bisa sepenuhnya diwujudkan. Oleh karena
itu, maka dianggap perlu untuk melakukan kajian pembentukan
ulang/rekonstruksi pengaturan perlindungan hukum terhadap Pembantu Rumah
Tangga dibawah umur agar hak-hak mereka dapat terlindungi secara adil di
hadapan hukum.
Pada Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 68
disebutkan bahwa pengusaha dilarang untuk mempekerjakan anak,
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003, Pasal 69 juga menyebutkan bahwa pengusaha
dilarang mempekerjakan anak dibawah 18 tahun atau berusia 13-15 tahun untuk
melakukan pekerjaan berat dan harus menerima upah sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas maka penulis tertarik
untuk mengadakan penelitian dengan judul :
“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBANTU RUMAH
commit to user B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik
untuk meneliti permasalahan tersebut lebh lanjut dengan menitikberatkan pada
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaturan perlindungan hukum terhadap pembantu rumah
tangga dibawah umur?
2. Bagaimana penerapan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 terhadap
pembantu rumah tangga dibawah umur?
3. Apakah hambatan-hambatan perlindungan hukum terhadap pembantu rumah
tangga dibawah umur?
C. Tujuan Penelitian
Dalam suatu penelitian, pasti ada tujuan yang hendak dicapai. Tujuan dari
penelitian dalam penulisan penelitian ini adalah :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui pengaturan perlindungan hukum bagi pembantu rumah
tangga di bawah umur ditinjau dari Undang-undang Nomor 13 tahun 2003.
b. Untuk mengetahui penerapan Undang-undang Nomor 13 tahun 2003
terhadap pembantu rumah tangga dibawah umur.
c. Untuk mengetahui hambatan-hambatan perlindungan hukum terhadap
pembantu rumah tangga dibawah umur.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk memperdalam pengetahuan dan wawasan penulis di bidang Hukum
Ad ministrasi Negara pada umumnya, serta memperdalam pengetahuan
penulismengenai perlindungan hukum bagi pembantu rumah tangga pada
khususnya.
b. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar
kesarjanaan dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas
commit to user D. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian akan bernilai apabila memberikan manfaat bagi berbagai
pihak. Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Manfaat teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi perkembangan Ilmu hukum
khususnya di bidang Hukum Ketenagakerjaan;
b. Memberikan, sumbangan pemikiran yang dapat dijadikan literatur dalam
hukum, khususnya di bidang Hukum Ketenagakerjaan;
c. Menambah literatur yang dapat dijadikan sebagai data sekunder dalam
referensi bagi penelitian yang selanjutnya;
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapaat menambah pemahaman penulis serta
masyarakat sejauh mana peraturan perundang-undangan yang selama ini ada
dapat memberikan perlindungan hukum bagi pekerja, khususnya pembantu
rumah tangga dibawah umur.
E. Metodologi Penelitian
Untuk mendapatkan suatu data yang diperlukan dalam penelitian hukum ini,
maka Penulis menggunakan metode penelitian tertentu yang sesuai. Penelitian
merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan konstruksi
yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis berarti
sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu
sistem, sedangkan konsisten berarti tidak ada hal-hal yang bertentangan dalam
suatu kerangka tertentu (Soerjono Soekanto, 2008: 42). Metodologi berasal dari kata metode yang berarti “jalan ke”, namun menurut kebiasaan metode dirumuskan dengan kemungkinan sebagai berikut :
1. Sesuatu tipe pemikiran yang digunakan dalam penelitian dan penilaian
commit to user
3. Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur (Soerjono Soekanto,
2008:5).
Berdasarkan hal tersebut, penulis dalam penelitian ini menggunakan metode
penulisan antara lain sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian hukum normatif
atau doktrinal. Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan
yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder
belaka, untuk penelitian ini penulis hanya menjawab isu hukum dalam lapisan
dogmatig hukum. Di mana penelitian hukum terdiri dari: a) penelitian pada
ranah dogmatig hukum, yaitu penelitian hukum berkaitan dengan fakta
hukum yang dihadapi; b) penelitian pada ranah teori hukum, yaitu isu hukum
dalam penelitian tersebut harus mengandung konsep hukum; c) penelitian
pada ranah filsafat hukum, yaitu untuk memahami isu hukum yang berkaitan
dengan asas hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 65-77).
2. Sifat Penelitian
Sifat Penelitian hukum ini tentunya sejalan dengan sifat ilmu hukum itu
sendiri. Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang preskriptif
dan terapan. Penelitian ini bersifat bersifat preskriptif yaitu ilmu hukum
mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum,
konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum. (Peter Mahmud Marzuki,
2006: 22).
3. Pendekatan Penelitian
Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni penelitian
hukum normatif, maka di dalam penelitian hukum terdapat beberapa
pendekatan yaitu pendekatan undang-undang (statute aproach), pendekatan
historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative
approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud
Marzuki, 2006: 93). Pendekatan yang digunakan dan dilakukan di dalam
commit to user
yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang
bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.
4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum
Dalam penelitian hukum ini dipergunakan jenis data sekunder, yang
dari sudut kekuatan mengikatnya digolongkan ke dalam beberapa sumber
data, yaitu:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif,
artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari
perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan
perundang-undangan dan putusan-putusan hakim (Peter Mahmud Marzuki,
2006:141). Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
5) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja
6) Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. :
SE-07/MEN/1990 Tentang Penggolongan Komponen Upah dan
Pendapatan Non Upah
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan-bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum
yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud, 2006:
141). Sebagai pendukung dari data yang akan digunakan dalam penelitian
ini yaitu terdiri dari buku-buku teks yang ditulis para ahli hukum, internet,
sumber lainnya yang memiliki korelasi dengan penelitian ini.
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum yang akan digunakan dalam
commit to user
data dengan jalan membaca literatur yang erat kaitannya dengan
permasalahan yang dibahas berdasarkan data sekunder dari peraturan
perundang-undangan, buku-buku, internet, jurnal. Dari data tersebut
kemudian dianalisis dan dirumuskan sebagai data penunjang dalam penulisan
hukum ini.
6. Teknik Analisis Sumber Bahan Hukum
Teknik analisis yang penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu
teknik analisis deduksi (deduktif). Sebagaimana silogisme yang diajarkan
oleh Aristoteles seperti yang dikutip oleh Peter Mahmud Marzuki,
penggunaan metode deduksi ini berpangkal dari pengajuan premis mayor,
kemudian diajukan premis minor. Dari kedua premis ini kemudian ditarik
suatu kesimpulan atau konklusi (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 47).
Selanjutnya menurut Philipus M. Hadjon dalm Peter Mahmud Marzuki, yang
merupakan premis mayor adalah aturan hukum, sedangkan premis minornya
adalah fakta hukum. Dari kedua hal tersebut kemudian dapat ditarik suatu
kesimpulan (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 47).
F. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah pemahaman
yang jelas mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka penulis menyajikan
sistematika penulisan hukum sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini, akan diuraikan mengenai latar belakang permasalahan,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
penelitian, dan sistematika penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini, penulis akan membahas mengenai dua hal, yaitu kerangka
teori yang melandasi penelitian serta mendukung di dalam menemukan
jawaban dari permasalahan yang diangkat dalam penulisan hukum ini,
commit to user
hukum Ketenagakerjaan, tinjauan umum mengenai perlindungan hukum
Ketenagakerjaan. Yang kedua adalah mengenai kerangka pemikiran.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini, penulis akan menjelaskan mengenai hasil penelitian dan
pembahasan yang telah penulis lakukan, yaitu mengenai
pembentukan kembali rekonstruksi peraturan perlindungan hukum bagi
Pembantu Rumah Tangga di bawah umur mengenai : Gambaran Umur
Mengenai Ketenagakerjaan di Indonesia, Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 Mengenai Ketenagakerjaan, Pengaturan Perlindungan
Hukum Terhadap Tenaga Kerja Dibawah Umur, Kondisi Umur Tenaga
Kerja di Indonesia, Penerapan pengaturan terhadap tenaga kerja
Pembantu Rumah Tangga Dibawah umur, Harapan Kepada Para Hakim
Dalam Implementasi Perlindungan Anak, Perlunya Perlindungan
Pembantu Rumah Tangga di Bawah Umur, Hambatan-hambatan
Perlindungan Hukum Terhadap Pembantu di Bawah Umur.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini menerangkan dari keseluruhan uraian yang telah dipaparkan
kedalam bentuk kesimpulan dan juga memuat saran berdasarkan
pembahasan pada bab sebelumnya.
commit to user
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Mengenai Hukum Sebagai Hasil Interaksi Sosial a. Penjelasan Teori Interaksionisme simbolik
George Herbert Mead (1863-1931), merupakan pemikir paling
penting dalam pembentukan teori interaksionalisme simbolik, dengan
karyanya yang paling penting populer Mind, Self, and Society, Interaksi
simbolik ada karena ide dasar dalam membentuk makna yang berasal dari
pikiran manusia (Mind), mengenai diri (Self), dan hubungannya di tengah
interaksi sosial serta tujuan akhir untuk mengimplementasikan makna
ditengah masyarakat (Society) dimana individu tersebut menetap.
Definisi singkat mengenai ketiga ide dasar interaksionisme simbolik
adalah :
1) Pikiran (Mind), kemampuan untuk menggunakan harus
mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan individu
yang lain,
2) Diri (Self), kemampuan untuk merefleksikan diri setiap individu
ditengah-tengah keberadaan masyarakat (Society), jejaring hubungan
sosial yang diciptakan, dibangun, dan dikontruksikan oleh setiap
individu di tengah-tengah keberadaan masyarakat dan setiap individu
tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka pilih secara aktif dan
sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan manusia dalam proses
pengambilan peran ditengah-tengah masyarakat. Teori interaksi
simbolik ini menekankan pada hubungannya antara simbol dan
interksi, dimana inti dari pandangan pendekatan teori tersebut adalah
individu itu sendiri. Banyak ahli dalam bidang ini mengatakan bahwa
commit to user
langsung bisa ditelaah dan dianalisa melalui interaksinya dengan
individu yang lain. (www.scridb.com)
Dalam pandangan Charles Horton Cooley (1846-1929), individu itu
ada berkat proses berlanjut hidup secara biologis dan sosial. Sebaliknya,
masyarakat sangatlah tergantung dari individu. Karena dari individu itulah
yang menyumbangkan sesuatu pada kehidupan bersama Cooley
mengatakan bahwa, masyarakat dan individu bukanlah dua realitas yang
berdiri secara terpisah melainkan dua sisi satau segi dari realitas yang satu
dan sama. Dengan demikian, antara individu dan masyarakat merupakan
dua sisi dari realitas yang sama, keduanya ibarat dua sisi dari satu mata
uang. (Riyadi Soeprapto. 2001 : 111 – 112)
b. Hukum Sebagai Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan dinamis yang
menyangkut antara manusia dengan orang-perorangan, antar kelompok
manusia, dan antar orang-perorangan dengan kelompok. Dalam hal ini,
George Herbert Mead membedakan interaksi sosial menjadi dua, yaitu :
interaksi non-simbolis dan interaksi simbolis.
Interaksi non-simbolis berarti manusia merespon secara langsung
terhadap tindakan atau isyarat orang lain. Sedangkan interaksi simbolis
berarti manusia menginterprestasikan masing-masing tindakan dan isyarat
orang lain berdasarkan arti yang dihasilkan dari interprestasi yang ia
lakukan (Riyadi Soeprapto. 2001 : 163).
Hukum sebagai hasil interaksi sosial adalah hukum itu timbul dari
adanya norma-norma yang secara baik ditaati atau dipatuhi oleh
sekelompok masyarakat, yang mana didalam kehidupan sekelompok
masyarakat tersebut tidak dapat terlepas dari suatu aturan hukum sehingga
menciptakan adanya tindakan kelompok maupun individu, dengan syarat
di dalam interaksi sosial tersebut harus terdapat kontak sosial dan
commit to user
Mead berpandangan bahwa dalam pembentukan tindakan tersebut
selalu terjadi kontak sosial, dimana hal ini sangat vital dalam pemahaman
interaksionisme simbolis (Riyadi Soeprapto. 2001 : 168-169). Sedangkan
komunikasi itu diperlukan agar sikap-sikap dan perasaan-perasaan suatu
kelompok manusia yang lain, dan merupakan bahan untuk menentukan
reaksi apa yang akan dilakukan (http://elearning.indonusa.ac.id)
2. Tinjauan Mengenai Ketenagakerjaan a. Pengertian Ketenagakerjaan
Menurut Pasal Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003, Ketenagakerjaan berasal dari kata dasar “tenaga kerja” yang artinya “segal hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja”. Sedangkan yang dimaksud dengan Tenaga Kerja adalah “setiap orang yang mampu melakuakn pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk kebutuhan sendiri
maupun untuk kebutuhan masyarakat.
Pengertian tenaga kerja ini lebih luas cakupannya, karena meliputi
pekerjaan atau buruh, yaitu setiap orang yang bekerja dengan menerima
upah atau imbalan dalam bentuk lain. Dengan kata lain pekerja atau buruh
adalah tenaga kerja yang sedang berada dalam ikatan hubungan kerja.
Sedangkan tenaga kerja itu sendiri terbagi tenaga kerja yang sedang
terikat dengan suatu hubungan kerja, dan tenaga kerja yang belum
bekerja.
1) Landasan Pembangunan Ketenagakerjaan
a) Pancasila
(1) Ketuhanan Yang Maha Esa
(2) Kemanusiaan Yang adil dan Beradab
(3) Persatuan Indonesia
(4) Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan
commit to user
(5) Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Dalam hal pembangunan ketenagakerjaan, sila ke-5
merupakan lapangan kerja yang memadahi, bagi tiap-tiap warga
negara yang berhak untuk mendapatkan yang layak dan adil
tanpa adanya diskriminasi, sehingga dapat menciptakan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 telah mengalami
empat kali perubahan, yang pertama pada tahun 1999,
perubahan kedua pada tahun 2000, perubahan ketiga pada tahun
2001 dan perubahan keempat pada tahunn 2002. Dalam UUD
1945 tersebut terdapat beberapa Pasal yang menjadi landasan
bagi pembangunan Ketenagakerjaan, yaitu :
(1) Pasal 27 menyebutkan “Bahwa tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
(2) Pasal 28 D ayat (2) menyebutkan “Setiap orang berhak
untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”.
(3) Pasal 28 H ayat (i) menyebutkan “Setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
(4) Pasal 28 H ayat (2) menyebutkan “Setiap orang berhak
mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”.
(5) Pasal 28 H ayat (3) menyebutkan “Setiap orang berhak atas
jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya
commit to user
(6) Pasal 28 H ayat (4) menyebutkan “Setiap orang berhak
mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak
boleh diambil secara sewenang-wenang oleh siapapun”.
(7) Pasal 28 1 ayat (2) menyebutkan “Setiap orang berhak
bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar
apapun, dan berhak mendapatkan perlindungan yang bersifat diskriminatif itu”.
3. Tinjauan Mengenai Perlindungan Hukum Tenaga Kerja a. Perlindungan Hukum Terhadap Pembantu Rumah Tangga
Di Indonesia, Pembantu Rumah Tangga mengacu kepada para
Pembantu Rumah Tangga yang bekerja pada sebuah keluarga di dalam
negeri yang merupakan suatu kelompok pekerja dan masyarakat yang
memiliki berbagai keunikan persoalannya sendiri. Persoalan-persoalan
tersebut adalah persoalan rumit yang sebenarnya sangat memprihatinkan
rasa kemanusiaan dan keadilan kita. Dengan persoalan yang sangat
memprihatinkan tersebut, perhatian Pemerintah dalam hal ini masih sangat
minim. Ini dapat kita buktikan dengan adanya berbagai kasus kekerasan
terhadap pekerja rumah tangga,baik itu bagi Pembantu Rumah Tangga
diluar negeri maupun di dalam negeri.
Umumnya mereka yang menjadi Pembantu Rumah Tangga adalah
kaum perempuan, baik anak-anak maupun yang sudah dewasa, sedikit
sekali kita temukan kaum laki-laki yang memilih profesi sebagai pekerja
rumah tangga. Dalam masyarakat kita sendiri, hanya sebagian kecil saja
yang menganggap pekerjaan rumah tangga itu sebagai 'pekerjaan', dan si
pekerjanya itu sebagai 'pekerja'. Pandangan stereotip mengenai pekerjaan
dan si pekerjanya ini dapat menjadi salah satu kompleksitas persoalan dan
permasalahan yang menyelimuti pekerjaan pembantu rumah tangga ini.
Belum adanya aturan baku yang mengatur pekerjaan pembantu
commit to user
persoalan yang menyelimuti pekerjaan pembantu rumah tangga. Sehingga,
dimungkinkan tidak ada kekuatan legal khusus yang bisa mengontrol
terjadinya tindakan-tindakan pelanggaran ataupun eksploitasi terhadap
pembantu rumah tangga.
Setiap tenaga kerja, khususnya pembantu rumah tangga juga
memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh perlakuan
dan perlindungan yang sama tanpa diskriminasi dihadapan hukum. Dalam
UUD 1945 telah disebutkan hak-hak konstitusional mereka yang
tercantum dalam Pasal 27 ayat 2, Pasal 28A, Pasal 28C, Pasal 28D ayat 2,
dan Pasal 28H ayat 2 yang wajib dilaksanakan Pemerintah/Negara. Selain
UUD 1945, di dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 juga terdapat
beberapa Pasal yang mengatur mengenai hal tersebut. Di antaranya adala
Pasal 5 dan Pasal 6, yang secara garis besar menyatakan bahwa mereka
memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi dalam hal perlakuan
yang sama dan memperoleh pekerjaan.
1) Dasar Hukum Perlindungan Ketenagakerjaan
a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan
Secara umum, dalam Undang-Undang ini telah banyak
mengatur mengenai perlindungan hak-hak serta kewajiban apa
saja yang harus diperhatikan baik oleh pekerja maupun majikan.
Salah satu tujuan pembentukan Undang-Undang ini adalah untuk
menjamin kesamaan hak tanpa diskriminasi atas dasar apapun, dan
menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh demi mewujudkan
kesejahteraan pekerja/buruh itu sendiri beserta keluarganya
dengan tetap memperhatikan perkembangan dunia usaha, baik di
daerah atau lokal maupun nasional.
b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999
commit to user
Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung
tinggi hak asasi manusia, dan kebebasan dasar manusia yang
secara kodrati melekat serta tidak terpisahkan pada setiap manusia
sejak ia dilahirkan. Dimana hak dasar itu harus dilindungi,
dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat
kemanusiaan, kebahagiaan, kecerdasan serta keadilan.
Secara moral, eksistensi hak dan kebebasan manusia dengan
kodratnya melekat pada harkat dan martabatnya sebagai manusia.
Jadi, ada kewajiban moral untuk menghormati hak asasi manusia
bagi setiap warga negara. Sedangkan secara hukum, eksistensinya
diakui dalam lonstitusi dan perundang-undangan. Penegakan
secara hukum ditugaskan pada institusi-institusi yang dibentuk
untuk melindungi hak asasi tersebut, seperti Komisi Hak Asasi
Manusia (KOMNAS HAM) yang bertugas melakukan investigasi
dan arbitrasi terhadap keluhan-keluhan masyarakat yang
berkaitandengan hak asasi manusia. Selain itu, terdapat
badan-badan peradilan baik itu Peradilan Umum, maupun Peradilan Hak
Asasi Manusia untuk menyelesaikan pelanggaran terhadap hak
asasi manusia yang tidak dapat diselesaikan oleh KOMNAS
HAM.
Pemerintah dalam hal ini, juga turut serta berkewajiban dan
bertanggung jawab untuk menghormati, melindungi,
menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang telah
disebutkan dalam Undang-Undang HAM tesebut. Dalam hal ini,
hubungannya dengan perlindungan hak-hak dasar pekerja/buruh
yang harus sepenuhnya menjadi perhatian Pemerintah tanpa
adanya perlakuan diskriminasi dalam bentuk apapun.
c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002
commit to user
Perlindungan Anak merupakan segala kegiatan untuk
menjamin dan melindungi hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi.
Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya
hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi scara optimal sesuai harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas,
berakhlak mulia dan sejahtera.
Penyelenggaraan perlindungan anak tersebut berasaskan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak
yang meliputi :
1) Non diskriminasi.
2) Kepentingan yang terbaik bagi anak.
3) Hak untuk hidup,kelangsungan hidup, dan perkembangan
anak,
4) Penghargaan terhadap pendapat anak.
Negara dan Pemerintah berkewajiban menjamin
perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan
memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, ataupun orang
lain secara hukum bertanggung jawab untuk itu. Kaitanya dalam
perlindungan terhadap ketenagakerjaan adalah bahwa seringnya
kita melihat dipekerjakannya seorang anak tanpa memperhatikan
hak-hak dasar yang melekat pada anak tersebut. Sehingga kita
melalaikan perlindungan terhadap keberadaan tenaga kerja yang
commit to user B. Kerangka Pemikiran
Perlindungan Hukum Terhadap Pembantu Rumah Tangga di Bawah Umur
Pengaturan Dalam Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
(Tentang Ketenagakerjaan)
Hambatan - Hambatan
commit to user Keterangan:
Pengaturan mengenai Perlindungan Hukum terhadap Pembantu Rumah
Tangga di Bawah Umur di Indonesia telah diatur di dalam Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaa. Di dalamnya telah mengatur
hak-hak pekerja sebagaimana mestinya, serta upah dan kerja yang telah di atur agar
dapat memberikan perlindungan bagi pekerja. Diharapkan dengan adanya
Undang-Undang Ketenagakerjaan tersebut dapat melindungi pekerja khususnya
bagi pekerja yang masih berada di bawah umur (di bawah 18 tahun), yaitu dengan
memperjuangkan hak-hak pekerja yang seharusnya diberikan kepada mereka.
Namun di dalam pelaksanaannya terdapat beberapa hambatan-hambatan
dalam pelaksanaannya dalam upaya Perlindungan hukum terhadap pekerja yang
masih berada di bawah umur (di bawah 18 tahun) di Indonesia. Dengan adanya
hambatan-hambatan tersebut diharapkan terdapat solusi yang bisa dipecahkan
oleh pemerintah agar pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tersebut dapat berjalan dengan konsisten dan menyeluruh, agar para pekerja
khususnya di bawah umur dapat terlindungi hak-haknya sebagai pekerja yang
seharusnya mendapatkan jaminan upah serta pemberian waktu dalam bekerja yang
layak serta sesuai dengan apa yang telah termaktub dalam Undang-Undang
commit to user
20
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Pembantu Rumah Tangga Dibawah Umur
1. Gambaran Umum Mengenai Ketenagakerjaan di Indonesia
Dalam kehidupan bermasyarakat dan memenuhi kebutuhan semua
orang memenuhinya dengan cara bekerja untuk menghasilkan sesuatu baik
barang maupun uang untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam pemenuhan
kebutuhan manusia menggunakan tenaga dan pikiran untuk menghasilkan
uang dan barang untuk memenuhi kebutuhannya tersebut atau disebut juga
dengan bekerja. Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan
menimbulkan banyak cara manusia untuk memenuhi kebutuhannya sesuai
dengan kemampuan dan teknologi yang ada. Ketenagakerjaan di Indonesia
pada era globalisasi sangat dipengaruhi oleh teknologi modern, sehingga
banyak tenaga kerja manusia secara manual banyak ditinggalkan oleh
banyak instansi maupun masyarakat yang dahulu menggunakan tenaga
manusia secara manual. Pada saat era globalisasi tersebut banyak
kenyataan bahwa diindonesia pemutusan hubungan kerja secara
besar-besaran dan banyak pengangguran yang merajalela, oleh karena itu banyak
tenaga kerja yang melakukan kerja apa adanya dan tidak memperhatikan
apa yang seharusnya dilakukan dengan tidak bertentangan dengan hukum.
Kurangnya lapangan pekerjaan, menimbulkan semakin banyaknya
pengangguran di Indonesia. Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada
Februari 2009 mencapai 113,74 juta orang, bertambah 1,79 juta orang
dibanding jumlah angkatan kerja Agustus 2008 sebesar 111,95 juta orang,
atau bertambah 2,26 juta orang dibanding Februari 2008 sebesar 111,48
juta orang. Jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia pada Februari
2009 mencapai 104,49 juta orang, bertambah 1,94 juta orang dibanding
keadaan pada Agustus 2008 sebesar 102,55 juta orang, atau bertambah
commit to user
orang. Tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Februari 2009
mencapai 8,14 persen, mengalami penurunan apabila dibandingkan
pengangguran Agustus 2008 sebesar 8,39 persen, dan pengangguran
Februari 2008 sebesar 8,46 persen. Dibanding Februari 2008, hampir
seluruh sektor mengalami peningkatan lapangan kerja, kecuali sektor
konstruksi yang mengalami penurunan lapangan kerja sebanyak 120 ribu
orang dan sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi yang .
Sektor yang mengalami kenaikan terbesar adalah sektor perdagangan
yaitu naik 1,16 juta orang, sektor jasa kemasyarakatan naik 830 ribu orang,
dan sektor pertanian naik 340 ribu orang. Pada Februari 2009, jumlah
penduduk yang bekerja sebagai buruh/karyawan sebanyak 28,91 juta orang
(27,67 persen), berusaha dibantu buruh tidak tetap sebanyak 21,64 juta
orang (20,71 persen) dan berusaha sendiri sejumlah 20,81 juta orang
(19,92 persen).
Berdasarkan jumlah jam kerja maka pada Februari 2009 penduduk
yang bekerja diatas 35 jam per minggu mencapai 73,12 juta orang (69,98
persen), sedangkan yang bekerja dengan jumlah jam kerja kurang dari 8
jam per minggu hanya sekitar 1,58 juta orang (1,51 persen). Pekerja
dengan pendidikan SD ke bawah mengalami penurunan sebanyak 190 ribu
orang dalam setahun terakhir (Februari 2008 – Februari 2009), namun
jumlahnya masih tetap mendominasi lapangan kerja di Indonesia yaitu
sebanyak 55,43 juta orang (53,05 persen) pada Februari 2009 (http://
www.Depnaker.go.id/modules=251).
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Mengenai Ketenagakerjaan Aktivitas dalam pemenuhan kebutuhan salah satunya adalah aktivitas
ketenagakerjaan. Aktivitas tersebut dalam negara Indonesia diatur dengan
undang-undang yang diberlakukan secara formal yang dibuat oleh
lembaga yang berwenang. Undang-undang yang berlaku saat ini adalah
commit to user
tersebut diharapkan dapat mengatur, menyelaraskan, menyeimbangkan
dan mampu memenuhi apa yang diinginkan oleh hal-hal yang berkaitan
dengan ketenagakerjaan seperti tenaga kerja itu sendiri sebagai subyek
yang melakukan secara langsung suatu pekerjaan yang diperintahkan oleh
yang mempunyai kerja atau yang membutuhkan tenaga kerja agar tidak
terjadi hal-hal yang merugikan salah satu pihak atau semua pihak. Oleh
karena itu dalam undang-undang tersebut mengatur perjanjian kerja antar
pihak.
a. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Undang-undang tersebut diberlakukan dengan latar belakang
bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang
sejahtera adil makmur yang merata baik materiil maupun spiritual
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional tenaga kerja
mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai
pelaku dan tujuan pembangunan, sesuai dengan peranan dan
kedudukan tenaga kerja diperlukan pembangunan ketenagakerjaan
untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam
pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja.
Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin
hak-hak dasar pekerja dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan
tanpa diskriminasi.
b. Pengaturan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja dalam
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003
Pasal 68 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 mengatur bahwa
pengusaha dilarang mempekerjakan anak, ini jelas bahwa dalam dunia
usaha yang membutuhkan tenaga kerja, tidak diperkenankan
commit to user
Pasal 69 Undang-Undang ketenagakerjaan mengatur:
1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dapat
dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 (tiga belas) tahun
sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan
ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan
fisik, mental, dan sosial.
2) Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal 69 ayat (1)
Undang-Undang ketenagakerjaan harus memenuhi persyaratan :
a) izin tertulis dari orang tua atau wali;
b) perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali; c) waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
d) dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu
sekolah;
e) keselamatan dan kesehatan kerja;
f) adanya hubungan kerja yang jelas; dan
g) menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a, b, f, dan
g dikecualikan bagi anak yang bekerja pada usaha keluarganya.
Pasal 70 Undang-Undang ketenagakerjaan,mengatur anak dibawah
umur sebagai berikut:
1) Anak dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang merupakan
bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh
pejabat yang berwenang.
2) Anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit berumur 14
(empat belas) tahun.
3) Pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan
dengan syarat :
a. diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta
commit to user
b. diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Pasal 71 Undang-Undang Ketenagakerjaan, juga mengatur mengenai
bakat dan minat anak, bukan sebagai pembantu rumah tangga dibawah
umur. Ketentuannya sebagai berikut:
1) Anak dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan
minatnya.
2) Pengusaha yang mempekerjakan anak sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) wajib memenuhi syarat :
a. di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali; b. waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari; dan
c. kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan
fisik, mental, sosial, dan waktu sekolah.
3) Ketentuan mengenai anak yang bekerja untuk mengembangkan bakat
dan minat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan Keputusan Menteri.
Pasal 72 Undang-Undang ketenagakerjaan, mengatur mengenai anak
yang melakukan pekerjaan dibawah umur yaitu dalam hal anak
dipekerjakan bersama-sama dengan pekerja/buruh dewasa, maka tempat
kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa.
Pasal 73 Undang-Undang ketenagakerjaan, mengatur pembuktian
anak telah bekerja yaitu anak dianggap bekerja bilamana berada di tempat
kerja, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.
Pasal 74 Undang-Undang ketenagakerjaan, mengatur mengenai
orang-orang yang terlibat dalam memperkerjakan anak dibawah umur,
yaitu sebagai berikut:
1) Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada
pekerjaan-pekerjaan yang terburuk.
2) Pekerjaan-pekerjaan yang terburuk yang dimaksud dalam ayat (1)
meliputi:
commit to user
b) segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau
menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi,
pertunjukan porno, atau perjudian;
c) segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau
melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras,
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/atau
d) semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan,
atau moral anak.
3) Jenis-jenis pekerjaaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan,
atau moral anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf d
ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pasal 75 Undang-Undang ketenagakerjaan, mengatur mengenai
kewajiban pemerintah mengenai pekerja anak dibawah umur yaitu:
1) Pemerintah berkewajiban melakukan upaya penanggulangan anak
yang bekerja di luar hubungan kerja.
2) Upaya penanggulangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
3. Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Dibawah Umur
Pengaturan perlindungan hukum tenaga kerja dibawah umur
berkaitan dengan aturan–aturan yang lain yang tujuannya untuk
melindungi tenaga kerja dibawah umur secara umum. Mengenai
perlindungan anak, anak yang dimaksud adalah yang dibawah 18 tahun.
Ketentuan mengenai anak disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 23
tahun 2002 yang penyusunannya ditujukan untuk melindungi anak. Negara
Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan setiap warga
negaranya termasuk perlindungan terhadap anak. Anak merupakan
amanah dan karunia Tuhan yang dalam dirinya melekat harkat dan
commit to user
yang besar yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Anak
adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan
bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus
yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan masa depan negara.
Agar setiap anak nantinya dapat menjadi penerus generasi bangsa,
maka perlu mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh optimal
dan perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan. Selain itu juga
memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya, serta perlakuan
tanpa diskriminasi. Tujuan adanya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002
adalah untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi. Sehingga anak tidak sepantasnya bekerja
masih dibawah umur, karena tidak sesuai dengan tujuan Undang-Undang
ini. Kaitannya dengan tenaga kerja dibawah umur atau pembantu rumah
tangga dibawah umur tidak mendukung tujuan dari negara untuk
mewujudkan generasi yang berkualitas. Untuk menciptakan generasi yang
berkualitas perlu kebebasan anak untuk berkembang,sehingga apabila ada
pekerja anak dibawah umur, hal ini menyalahi undang-undang yang telah
berlaku.
Menurut Pasal 66 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002,
perlindungan khusus bagi anak yang yang dieksploitasi secara ekonomi
dan/atau seksual merupakan tanggungjawab pemerintah dan masyarakat.
Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi dilakukan melalui:
a. Penyebarluasan, sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan yang dieksploitasi secara ekonomi. Seperti
Undang-Undang ketenagakerjaan.
commit to user
c. Pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja,
lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan
eksploitasi anak secara ekonomi.
Pasal 66 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Anak, juga mengatur
larangan setiap orang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh
lakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi terhadap anak. Dalam
ketentuan ini terlihat jelas, bahwa orang tua, masyarakat, maupun anak itu
sendiri melakukan eksploitasi anak secara ekonomi. Pembantu rumah
tangga dibawah umur merupakan salah satu tindakan eksploitasi anak
secara ekonomi. Hal tersebut dapat ditindak secara hukum, meskipun atas
kemauan anak sendiri. Dan juga merupakan kewajiban pemerintah untuk
melakukan perlindungan terhadap anak agar dapat hidup lebih layak dan
berkualitas sebagaimana anak-anak yang lainnya. Kecenderungan anak
yang melakukan pekerjaan dibawah umur, karena keadaan ekonomi
keluarga yang dibawah garis kemiskinan, sehingga anak terpaksa
melakukan pekerjaan yang belum sesuai dengan usiannya. Secara sosial
hal ini diakibatkan karena sudah menjadi kebiasaan masyarakat sekitar,
sehingga tidak menimbulkan suatu alasan untuk tidak melakukan hal ini.
Dapat dimengerti, semua berkaitan dengan tanggungjawab pemerintah dan
masyarakat itu sendiri. Orang tua, keluarga, dan masyarakat
bertanggungjawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi anak sesuai
dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum.
Demikian pula dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak,
negara dan pemerintahan bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan
aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan
perkembangan anak secara optimal dan terarah. Undang-undang ini
menegaskan bahwa pertanggung-jawaban orang tua, keluarga, masyarakat,
pemerintah, dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan
secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Rangkaian
commit to user
pertumbuhan dan perkembangan anak baik fisik, mental, spiritual maupun
sosial. Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik
bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial,
tangguh, memiliki nasionalisme yang dijiwai akhlak mulia dan nilai
Pancasila, serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan
bangsa.
Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, sejak
dari janin sampai berumur 18 tahun. Bertitik tolak dari konsepsi
perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komprehensif,
Undang-Undang ini meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak
berdasarkan asas-asas:
a. non diskriminasi
b. kepentingan yang terbaik bagi anak
c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan
d. penghargaan terhadap pendapat anak.
Dalam melakukan pembinaan, pengembangan, dan perlindungan
anak, perlu peran masyarakat melalui lembaga perlindungan anak,
lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi
kemasyarakatan, dunia usaha yang membutuhkan tenaga kerja. Hal ini
berkaitan dengan perlindungan tenaga kerja dibawah umur.
a. Nilai Anak
Nilai anak dalam masyarakat sangat beragam, bergantung
lingkungan sosial budaya masyarakat, tetapi yang pasti dari masa ke
masa selalu mengalami pergeseran. Pemahaman akan nilai anak sangat
penting karena persepsi nilai anak akan mempengaruhi pola asuh orang
tua dan masyarakat terhadap anak, serta kebijakan negara/pemerintah
terhadap dunia anak.
Ada 3 (tiga) pandangan utama tentang anak. Pertama, anak
sebagai nilai sejarah, yang berkembang di dalam keluarga raja, elite
commit to user
penyangga keberadaan elite penguasa tersebut yaitu keluarga priyayi.
Perspektif anak sebagai nilai sejarah berarti anak harus meneruskan
sejarah dinasti, sejarah garis keturunan ke depan. Raja atau
pemimpin-pemimpin masyarakat di masa lalu sangat membanggakan anak
laki-laki, karena secara tradisi laki-lakilah yang bisa menggantikan
posisinya sebagai raja.
Kedua, nilai ekonomi. Nilai ini tumbuh pada lapisan masyarakat
umum dipandang sebagai nilai ekonomi karena dari anak-anak akan
membantu menyangga kehidupan ekonomi keluarga, apalagi bila
orang tua mereka sudah beranjak tua. Dalam realitas sosial, anak-anak
di pedesaan sejak usia sangat awal sudah membantu orang tua ikut
membawa dagangan ke pasar, mencangkul di sawah, menyiangi
rumput di kebun, dan pada saat panen anak-anak dikerahkan untuk ikut
memanen hasil pertaniannya, sehingga banyak di antara mereka yang
meninggalkan bangku sekolah. Para aktivis perlindungan anak
memperkirakan jumlah anak dipekerjakan mencapai 6000 hingga
12.000 orang, Komisi Perlindungan Anak Indonesi (KPAI)
memperkirakan jumlah pekerja anak mencapai 2.685 juta anak.
Mereka tidak hanya bekerja pada sektor domestik atau pekerjaan
membantu meringankan beban orang tua seperti merumput, mencari
kayu bakar, mengambil air di sumur, tetapi bekerja di sektor formal.
Tidak jarang mereka bekerja pada area yang membahayakan dan
membunuh masa depan anak-anak, yang disebut sebagai jenis-jenis
pekerjaan terburuk.
Ketiga, pandangan bahwa anak adalah amanah Tuhan yang harus
dirawat, diasuh, dididik sesuai potensi yang dimiliki. Pandangan yang
lebih religius ini melihat, anak bukan sekedar anak keturunan biologis
dari seseorang, tetapi titipan Tuhan yang harus dijaga keberadaan dan
kelangsungan hidupnya. Dengan demikian, tanggung jawab orang tua
commit to user
saja, tetapi ada tanggung jawab transendental antara manusia dengan
Tuhan ( KPAI, laporan tahunan, 2009)
b. Perspektif Hak Asasi Manusia
Nilai anak yang kemudian dijadikan norma universal adalah
bahwa anak juga dilihat sebagai manusia utuh, yang oleh karenanya
memiliki hak asasi yang harus dilindungi. Perlindungan anak, dengan
demikian merupakan bagian dari pelaksanaan hak asasi manusia.
Pasal 1 Deklarasi Universal Hak asasi Manusia misalnya menyebutkan bahwa : ”Semua manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak yang sama. Mereka dikaruniai budi dan
hati nurani dan kehendaknya bergaul satu dengan yang lain dalam semangat persaudaraan”.
Sementara pada Pasal 2 Deklarasi Universal tersebut menyatakan : ”Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang tercantum dalam deklarasi ini tanpa pembedaan dalam bentuk apapun, seperti ras, jenis kelamin, bahasa, agama, keyakinan politik atau keyakinan lainnya, asal usul kebangsaan dan sosial, hak milik, kelahiran atau status lainnya ....”.
Berkaitan dengan hukum, Pasal 9 menyebutkan, ”Tidak seorang pun dapat ditangkap, ditahan, atau diasingkan secara sewenang-wenang”. Dan untuk anak-anak, pada Pasal 25 ayat (2) disebutkan: ”Ibu dan anak-anak berhak mendapatkan perhatian dan bantuan khusus. Semua anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar
perkawinan, harus menikmati perlindungan sosial yang sama”.
Seorang expert tentang perlindungan anak Peter Newel,
mengemukakan beberapa alasan subyektif dari sisi keberadaan anak
sehingga anak membutuhkan perlindungan, yaitu:
1) Biaya untuk melakukan pemulihan (recovery) akibat dari
kegagalan dalam memberikan perlindungan anak sangat tinggi.
Jauh lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkan jika anak-anak
commit to user
2) Anak sangat berpengaruh langsung dan berjangka panjang atas
perbuatan (action) ataupun tidak adanya/dilakukannya perbuatan
(unaction) dari pemerintah ataupun kelompok lainnya;
3) Anak selalu mengalami pemisahan atau kesenjangan dalam
pemberian pelayanan publik;
4) Anak tidak mempunyai hak suara, dan tidak mempunyai kekuatan
loby untuk mempengaruhi agenda kebijakan pemerintah;
5) Anak pada banyak keadaan tidak dapat mengakses perlindungan
dan pentaatan hak-hak anak;
6) Anak lebih beresiko dalam eksploitasi dan penyalahgunaan
(http://hukum.unsrat.ac.id/mk/mk_6_2009.pdf).
c. Konvensi Hak-Hak Anak
Tuntutan para aktivis perempuan banyak mendapat respon dari
komponen masyarakat termasuk para pemimpin-pemimpin dunia. Pada
tahun 1924, untuk pertama kalinya Deklarasi Hak Anak diadopsi
secara internasional oleh Liga Bangsa-Bangsa, yang dikenal sebagai ”Deklarasi Jenewa”.
Perkembangan penting dalam sejarah hak asasi manusia (HAM)
terjadi pada tanggal 10 Desember 1948 ketika PBB mengadopsi
Deklarasi Universal mengenai Hak Asasi Manusia, yang kemudian dikenal sebagai ”Hari Hak Asasi Manusia Sedunia”. Beberapa hal menyangkut hak khusus anak tercantum di dalam deklarasi ini.
Walaupun ketentuan tentang anak sudah masuk dalam Deklarasi
Universal untuk Hak Asasi Manusia, tetapi para aktivis perlindungan
anak masih menuntut adanya ketentuan-ketentuan khusus. Tuntutan
tersebut direspon, ketika pada tahun tanggal 20 November 1959,
Majelis Umum PBB kembali mengeluarkan pernyataan yang disebut
sebagai Deklarasi Hak Anak, dimana merupakan deklarasi
internasional kedua, yang antara lain menyatakan:
commit to user
memungkinkan tumbuh jasmaninya, rohaninya, budinya, kejiwaannya, dan kemasyarakatannya dalam keadaan sehat dan wajar dalam kondisi yang bebas dan bermartabat. Dalam penetapan hukum untuk tujuan ini, perhatian yang terbaik pada saat anak harus menjadi pertimbangan utama.” (Asas 2).
Jalan ke arah realisasi pemenuhan hak-hak anak sebagaimana
tertuang dalam dua deklarasi internasional terjadi pada tahun 1979, ketika tahun 1979 dicanangkan sebagai ”Tahun Anak Internasional”. Untuk momentum ini, pemerintah Polandia mengajukan usul bagi
perumusan dokumen yang meletakkan standar internasional bagi
pengakuan terhadap hak-hak anak dan mengikat secara yuridis. Inilah
awal mula perumusan Konvensi Hak Anak (Convention on the Right of
the Child/CRC).
Pada tahun 1989, rancangan konvensi hak anak diselesaikan dan
pada tahun ini pula naskah akhir disyahkan dengan bulat oleh Majelis
Umum PBB pada tanggal 20 November 1989, yang dituangkan dalam
Resolusi PBB Nomor 44/25 tanggal 5 Desember 1989. Sejak itulah,
anak-anak di seluruh dunia memperoleh perhatian secara khusus dalam
standar internasional.
Konvensi Hak Anak diratifikasi oleh hampir semua anggota PBB,
yang menandakan bahwa semua bangsa di dunia sepakat dan sepaham
untuk terikat dengan ketentuan-ketentuan dalam konvensi hak anak
tersebut, termasuk Indonesia yang meratifikasi konvensi hak anak
berdasarkan Keppres Nomor 36 Tanggal 25 Agustus 1990.
Konvensi hak anak terdiri dari 54 (lima puluh empat) pasal yang
berdasarkan materi hukumnya mengatur mengenai hak-ahak anak dan
mekanisme implementasi hak anak oleh negara pihak yang
meratifikasi konvensi hak anak. Materi hukum mengenai hak-hak anak
dalam konvensi hak anak tersebut dapat dikelompokkan dalam 4
(empat) kategori hak-hak anak yaitu:
1) Hak terhadap kelangsungan hidup (survival rights), yaitu hak-hak
commit to user
melestarikan dan mempertahankan hidup (the rights of life) dan
hak untuk memperoleh standar kesehatan tertinggi dan perawatan
yang sebaik-baiknya (the rights to the highest standard of health
and medical care attainable).
2) Hak terhadap Perlindungan (protection right), yaitu hak-hak anak
dalam konvensi hak anak yang meliputi hak perlindungan dari
diskriminasi, tindak kekerasan dan keterlantaran bagi anak yang
tidak mempunyai keluarga dan anak-anak pengungsi.
3) Hak untuk Tumbuh Kembang (development rights), yaitu hak-hak
anak dalam konvensi hak anak yang meliputi segala bentuk
pendidikan (formal dan non-formal) dan hak untuk mencapai
standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental,
spiritual, moral, dan sosial anak.
4) Hak untuk berpartisipasi (participation rights), yaitu hak-hak anak
dalam konvensi hak anak yang meliputi hak anak untuk
menyatakan pendapat dalam segala hal yang mempengaruhi anak
(the rights of a child to express her/his views in all matters
affecting that child).
Dalam konteks anak yang berkonflik dengan hukum, ia termasuk
klaster