• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN SPIRITUAL, MOTIVASI KERJA DAN HARAPAN GURU TERHADAP KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DENGAN KINERJA GURU SMP NEGERI DI KOTA JAYAPURA SELATAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN SPIRITUAL, MOTIVASI KERJA DAN HARAPAN GURU TERHADAP KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DENGAN KINERJA GURU SMP NEGERI DI KOTA JAYAPURA SELATAN."

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN………... i

HALAMAN PERNYATAAN………... ii

ABSTRAK………... iii

KATA PENGANTAR……… iv

DAFTAR ISI……… vi

DAFTAR TABEL……… ix

DAFTAR GAMBAR……….. vii

DAFTAR LAMPIRAN…..……… viv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ………. 1

1.2Identifikasi Masalah ……… 12

1.3Pembatasan Masalah .……….. 13

1.4Rumusan Masalah ……….. 14

1.5Tujuan Penelitian ……… 15

1.6Manfaat Penelitian ………..……… 16

BAB II LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1Landasan Teori dan Kajian Pustaka……… 18

2.1.1 Tinjauan Tentang Kinerja Guru…..….…….…..………. 18

2.1.2 Kecerdasan Spiritual (Spitual Quotient)….……… 34

2.1.3 Hakikat Motivasi Kerja Guru……….……… 39

2.1.4 Tinjauan Tentang Harapan Guru terhadap Kepemimpinan Kepala Sekolah……….……….. 56

2.2. Kajian Penelitian yang Relevan ……… 81

2.3. Kerangka Berpikir………..………... 83

2.3.1 Hubungan antara Kecerdasan Spiritual Guru dengan Kinerja Guru ……….………. 83

(2)

Spiritual, Motivasi Kerja Guru dan Harapan Guru

Terhadap Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan Kinerja

Guru………..……….. 87

2.4 Rumusan Hipotesis……….………. 88

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian………….……… 89

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian………. 89

3.3Variabel Penelitian dan Definisi Operasional……… 95

3.4 Metode Pengumpulan Data dan Instrumen .……….……… 100

3.4.1 Metode Pengumpulan Data..……….. 100

3.4.2 Instrumen Penelitian ………. 100

3.5 Hasil Uji Fasiliditas dan Reliabilitas Instrumen...……… 109

3.6 Metode Analisis Data ……… 113

3.5.1 Deskripsi Data .. ……… 114

3.5.2. Menguji Persyaratan Analisis…..……….. 114

3.5.3 Pengujian Hipotesis…..……… 115

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1Deskripsi Hasil Data Penelitian………..……… 120

4.1.1Data Kecerdasan Spiritual..………..………. 121

4.1.2Data Motivasi Kerja Guru Guru.……..……….. ………. 123

4.1.3Data Harapan Guru terhadap Kepemimpinan Kepala Sekolah……… 125 4.1.4Data Kinerja Guru……… 127

4.2Pengujian Persyaratan Analisis ..……….. 130

4.2.1 Pengujian Normalitas ...……….….. 130

4.2.2 Uji Linieritas ...……..……….. 131

4.2.3 Uji Multikolinieritas………..……….… 133

4.3 Analisis Statistik ……….. 135

4.3.1 Hubungan antara Kecerdasan Spiritual dengan Kinerja Guru ...…..……… 135

(3)

Kepala Sekolah dengan Kinerja Guru ...……… 145

4.3.4 Hubungan Secara Bersama-sama antara Kecerdasan Spiritual, Motivasi Kerja Guru, dan Harapan Guru terhadap Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan Kinerja Guru ...……….. 150

4.4Pembahasan Hasil Penelitian……….……….. 157

4.5Keterbatasan Penelitian ………... 169

BAB V PENUTUP 5.1Kesimpulan ………. 172

5.2Saran ……….. 174

DAFTAR PUSTAKA………. 177

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Rendahnya mutu pendidikan di setiap jenjang dan satuan pendidikan menjadi

isu sentral Bangsa Indonesia pasca reformasi tahun 1998/1999 hingga dewasa ini.

Berbagai upaya terus dilakukan oleh pemerintah melalui kebijakan-kebijakan

strategis dan perundang-undangan, semisal 20% dana APBN untuk pendidikan,

Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan

Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP),

Permendiknas No. 63 tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan, dan

produk hukum atau peraturan terkait lainnya.

Secara teoritis, sebagian besar kebijakan, perundang-undangan, peraturan

pemerintah, dan peraturan menteri dimaksud sangatlah elok dan memukau, namun

demikian dalam tataran implementasi jauh dari panggang api. Misalnya untuk

wilayah pedalaman terpencil seperti Papua, belum lagi kesampaian sosialisasinya

sudah berganti peraturan ataupun kurikulum. Karenanya tak heran jika mutu

pendidikan belum menunjukan peningkatan yang berarti, angka anak tinggal kelas,

putus sekolah, dan anak jalanan semakin meningkat serta Anak-anak di wilayah

pedalaman terpencil yang masih asyik dengan kicauan burung bersama orang tuanya

yang juga buta huruf.

Menurut Husaini Usman (2010 : 57) bahwa, “dari berbagai pengamatan dan

(5)

nasional menggunakan pendekatan input-output analisys dan kurang memperhatikan

pada proses pendidikan. Kedua manajemen pendidikan nasional dilakukan secara birokratik-sentralistik sehingga menempatkan sekolah sebagai pelaksana pendidikan

yang sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang berjalur sangat panjang dan

kadang-kadang kebijakan yang diputuskan sangat tidak cocok dengan kondisi sekolah

setempat. Ketiga peran serta orang tua/wali siswa dalam manajemen pendidikan selama ini sangat minim. Akuntabilitas sekolah terhadap masyarakat sangat lemah”.

Desentralisasi pemerintahan dewasa ini pun bukannya memberikan warna

lebih baik untuk memperbaiki mutu pendidikan di daerah masing-masing, namun

menumbuhkan primordialisme dan dikhotomi antar suku, ras, agama dan lain-lain

sehingga masyarakat terjebak dan terpolarisasi dalam kepentingan-kepentingan

terselubung yang dibungkus dengan jargon-jargon itu.

Keadaan yang sama pun tidak luput pada masyarakat Papua, bahkan lebih

memprihatinkan karena wilayah Papua yang telah lama terisolasi dengan

keberagaman suku dan bahasa serta medannya yang terdiri-dari gunung-gunung

menjulang ke angkasa, lembah-lembah curam dan terjal, pulau-palau, dan rawa-rawa

menempatkan Papua sebagai daerah yang sangat terbelakang dari peradaban dunia.

Sejalan dengan kondisi tersebut, mutu pendidikan di Papua yang masih terbelakang

sangat terkait erat dengan hubungan pasang surut dalam sejarah panjang Republik ini

dan berkorelasi dengan kebijakan dan pola pendekatan yang diterapkan pemerintah

Belanda maupun pemerintah Indonesia.

Sebagaimana dilaporkan oleh Koentjaraningrat (1993 :397), “Pemerintah

(6)

prasejarah, pemerintah Belanda samasekali tidak menghiraukan Irian Jaya berikut

penduduknya, yang agaknya disebabkan karena dilihat dari segi pembangunan

ekonomi, Belanda tak melihat manfaatnya”. Aktifitas pembangunan yang diusahakan

oleh pemerintah Belanda hanya berdampak di daerah pesisir (Sorong, Fakfak,

Manokwari Jayapura, Biak, Serui, dan Merauke)”, sedangkan untuk wilayah

pegunungan tengah Papua seperti Kabupaten Jayawijaya, Yahukimo, Tolikara,

Paniai, Pegunungan Bintang, puncak Jaya dan lainnya saat itu belum bisa merasakan

pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah Belanda karena medannya yang

sangat sulit dijangkau.

Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut menunjukkan bahwa dunia

pendidikan di Papua khususnya yang berimplikasi langsung secara nasional saat ini

dihadapkan pada masalah besar dan rumit dalam era melinium ketiga yang sarat

dengan tantangan dan kompetisi ketat. Rendahnya mutu pendidikan nasional menurut

Sidi (2003), merupakan kausalitas dari timbulnya permasalahan-permasalahan lain

yang cukup mendasar di bidang pendidikan, dan berkontribusi cukup besar terhadap

rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan

oleh pemerintah untuk mengatasi dan mengantisipasi rendahnya mutu pendidikan

yang salah satu di antaranya adalah dengan meningkatkan kinerja guru.

Guru adalah salah satu komponen yang sangat menentukan dalam proses dan

peningkatan mutu pendidikan di sekolah, dilain pihak profesi guru dewasa ini sedang

disoroti secara tajam, termasuk perannya dalam memasuki abad ke dua puluh satu ini.

Para pakar pendidikan menyatakan bahwa bentuk masyarakat dunia pada abad 21

(7)

pendidikan dalam suatu masyarakat madani merupakan suatu interaksi antara

pendidikan dan peserta didik, dengan demikian pendidikan merupakan suatu proses

yang sangat profesional yang dilaksanakan oleh pelaku-pelaku pendidikan yang

profesional khususnya para guru.

Di negara manapun, guru diakui sebagai suatu profesi. Guru diagungkan,

disanjung, dan dikagumi karena perannya yang penting. Guru memegang peranan

strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan

kepribadian clan nilai-nilai yang diinginkan (Fakry Gaffar, 1999: xv). Dari dimensi

tersebut, peranan guru sulit digantikan oleh yang lain. Dipandang dari dimensi

pembelajaran, peranan guru dalam masyarakat Indonesia tetap dominan sekalipun

teknologi yang dimanfaatkan dalam proses pembelajaran berkembang amat cepat.

Hal ini disebabkan karena dimensi-dimensi dalam proses pendidikan, atau lebih

khusus lagi proses pembelajaran, yang diperankan oleh guru yang tidak dapat

digantikan oleh teknologi. Namun peran penting dan strategis yang diemban ini,

menurut Gerstner,dkk (dalam Supriadi, 1999: 42), akan berubah di masa depan, yakni

abad ke-21. Perubahan berpusat pada pola relasi antara guru dengan lingkungannya,

dengan sesama guru, dengan siswa, dengan orang tua, dengan kepala sekolah, dengan

teknologi, dan kariernya sendiri. Guru akan tampil tidak lagi sebagai pengajar

(teacher) seperti menonjol fungsinya selama ini, melainkan sebagai: pelatih (coach), konselor (counselor), manajer belajar (learning manager), partisipan, pemimpin dan

pelajar.

Apa yang dibentangkan oleh Gerstner, dkk. tentang guru dalam konteks

(8)

yang juga sering digambarkan seperti itu. Jauh sejak mulai belajar ilmu keguruan,

para calon guru sudah tahu bahwa mereka dituntut untuk memainkan peran yang

teramat banyak itu, meskipun lebih sering merupakan retorika daripada fakta. Sejauh

ini, dalam masyarakat kita yang multikultural dan multidimensional, peranan

teknologi untuk menggantikan tugas-tugas guru masih kecil. Mungkin pada 10

sampai 15 tahun yang akan datang, peranan teknologi dalam proses pembelajaran

akan bertambah besar. Meskipun demikian, fungsi guru tidak bisa seluruhnya

dihilangkan sebagai pendidik dan pengajar bagi peserta didik.

Guru menjadi pusat perhatian karena sangat besar peranannya dalam setiap

usaha peningkatan mutu. Tak ada usaha inovatif dalam pendidikan yang dapat

mengabaikan peranan guru. Studi di 29 negara mengungkapkan bahwa guru

merupakan penentu yang paling besar terhadap prestasi belajar siswa. Peranan guru

semakin penting ditengah-tengah keterbatasan sarana dan prasarana seperi dialami

negara-negara berkembang termasuk di dalamnya adalah Indonesia (Fakry Gaffar,

1999: 23).

Isu klasik yang muncul selama ini ialah: usaha apa yang paling tepat untuk

meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kualitas kinerja guru? Apakah

melalui penataran, pendidikan penjenjangan/penyetaraan, pelatihan ditempat menurut

kebutuhan seperti yang dilakukan oleh sejumlah sekolah swasta, atau pembinaan

melalui gugus ? Isu lain: manakah pilihan yang lebih tepat antara meningkatkan

kemampuan profesional guru dengan peningkatan kesejahteraan (terutama gaji) agar

guru memiliki kualitas kinerja yang tinggi ? Di Indonesia semua upaya itu dilakukan

(9)

Bagaimana dengan kinerja guru? Ini merupakan faktor yang sangat penting

namun sering kurang diperhatikan. Kinerja berkaitan erat dengan kesejahteraan,

kondisi kerja, kesempatan untuk pengembangan karier, dan pelayanan tambahan

terhadap guru. Untuk yang disebut terakhir, dari beberapa negara dilaporkan bahwa

keterlambatan gaji merupakan faktor penentu utama terhadap kinerja guru, Di

sejumlah negara lainnya, rendahnya gaji guru merupakan penyebab utama tingginya

angka bolos kerja karena penghasilan tambahan atau tak cukup uang untuk memenuhi

kebutuhan minimal sekalipun (Supriadi, 1999: 43).

Hal yang berperan penting dalam peningkatan mutu pendidikan adalah

bagaimana menumbuhtingkatkan kinerja guru, yaitu memiliki kualitas kerja,

ketepatan, insiatif, kapabilitas, dan komunikasi dalam melakukan suatu pekerjaan

sesuai dengan profesi yang diembannya. Tumbuh kembangnya kesadaran pada guru

untuk hadir tepat waktu, betah, disiplin, teliti dan memiliki kreativitas dalam

melakukan suatu pekerjaan pada individu guru itu sendiri dapat dipengaruhi dari

dalam diri individu sendiri yang merupakan karakteristik yang membentuk individu

tersebut dan dari luar individu. Selama ini, usaha yang sering dilakukan Departemen

Pendidikan Nasional untuk menumbuhtingkatkan kinerja guru, adalah dengan

memberikan kondisi eksternal yang menunjang melalui tunjungan fungsional guru,

kenaikan pangkat guru dengan sistem angka kredit, pemberian kesempatan

peningkatan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sesuai dengan kualifikasi yang

ditetapkan (penyeteraan S1), penataran-penataran, pemberian fasilitas, dan

(10)

dengan karakteristik internal yang memungkinkan untuk menciptakan kinerja guru

yang baik.

Peranan para pendidik dalam penyelenggaraan pendidikan dapat diidentifikasi

dalam dua bagian pokok (Davies, 1971 : 71), yaitu (1) sebagai pengelola, (2) sebagai

operasional pendidikan dan pengajaran. Guru sebagai pengelola harus memiliki

kemampuan manajerial yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pemotivasian,

dan pengendalian. Dengan demikian seorang guru harus mampu memanfaatkan

segala sumber daya pendidikan yang ada dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan.

Sedang guru sebagai tenaga operasional harus memiliki kemampuan teknis yang

terkait dengan bagaimana menggunakan segala sumber daya pendidikan yang ada

dalam proses belajar mengajar di kelas. Menurut Travers & Rebore (1990:1):

Teachers, despite differing personality types, must have some common traits. Superior intelligence, compassion humor, respect for children and patience are necessary ingredients for good teachers. Sehingga guru, selain memiliki kemampuan

teknis yang terkait dengan bagaimana menggunakan segala sumber daya, juga

dituntut untuk dapat memiliki daya kecerdasan yang tinggi, rasa humor, sabar dan

sayang pada anak.

Adanya perkembangan baru terhadap pandangan belajar mengajar membawa

konsekuensi kepada guru untuk meningkatkan kinerja dan kompetensinya. Hal ini

disebabkan karena proses belajar mengajar dan hasil belajar siswa, sebagian siswa

ditentukan oleh kinerja dan kompetensi guru. Guru yang kompeten akan lebih mampu

mengelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat optimal. Banyak

(11)

Faktor internalnya misalnya kecerdasan spiritual dan motivasi kerja. Sedangkan

faktor eksternalnya adalah harapan guru terhadap kemampuan kepemimpinan kepala

sekolah.

Fenomena yang terjadi di SMP Negeri di Jayapura Selatan antara lain adanya

kinerja para guru yang masih rendah dalam mendidik para siswanya, sehingga para

siswa cenderung bersifat konstan dalam menyerap dan mempratekkan ilmu

pengetahuan yang diperoleh di sekolah untuk diterapkan dalam lingkungan

masyarakat. Sebagai dampak yang lebih luas lagi, yaitu para siswa kurang memahami

ilmu pengetahuan yang sedang berkembang dalam kehidupan masyarakat saat ini, hal

ini diakibatkan pelajaran yang diterima di sekolah sangat minim, karena ilmu

pengetahuan yang diberikan oleh para guru khususnya di SMP Negeri di Jayapura

Selatan juga sangat terbatas dan kurang memotivasi para siswanya untuk lebih maju

dan berkembang didalam mempelajari ilmu pengetahuan di luar sekolah. .

Adapun fenomena di atas terjadi karena disebabkan oleh faktor-faktor sebagai

berikut: Rendahnya kinerja para guru dalam mendidik dan mentransfer ilmu

pengetahuan pada para siswanya, rendahnya kecerdasan spiritual guru, rendahnya

motivasi kerja guru dan kemampuan kepemimpinan kepala sekolah tidak sesuai

dengan harapan guru. Semua itu disebabkan oleh belum tersentuhnya faktor-faktor

tersebut dalam upaya meningkatkan kinerja guru.

Kecerdasan spiritual dilibatkan dalam penelitian ini karena diduga

berhubungan dengan kinerja guru. Kecerdasan spiritual pada intinya adalah

kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menyelesaikan masalah, makna dan

(12)

dicirikan oleh adanya: (1) kapasitas diri untuk bersikap fleksibel, seperti aktif dan

adaptif secara spontan, (2) level kesadaran tinggi (self-awareness) yang tinggi, (3) kapasitias diri untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan (suffering), (4)

kualitas hidup yang terinspirasi dengan visi dan nilai-nilai, (5) keengganan untuk

menyebabkan kerugian yang tidak perlu (unnecessary barm), (6) memiliki cara pandang yang holistik, dengan memiliki kecenderungan untuk melihat keterkaitan

diantara segala sesuatu yang berbeda, (7) memiliki kecenderungan nyata untuk

bertanya: “mengapa?” (why?) atau “bagaimana jika?” (what if?) dan cenderung untuk

mencari jawaban-jawaban yang fundamental (prinsip, mendasar), dan (8) memiliki

kemudahan untuk bekerja melawan konvensi.

Diketahui bahwa guru dalam melaksanakan tugasnya harus memiliki

kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi yang tinggi, karena tugas guru meliputi

mengajar, melatih dan membimbing. Dalam mengajar diperlukan kemampuan

menguasai bidang tugasnya. Dalam melatih siswa agar terampil dalam

mengem-bangkan potensinya, guru disamping harus punya pengetahuan tentang keterampilan

sesuai dengan apa yang dilatihnya, dituntut pula memiliki kemampuan dalam

mengendalikan emosi, mengelola emosi dan memotivasi dirinya sendiri karena siswa

yang diajar memiliki watak dan karakteristik beragam. Di samping itu kemampuan

dalam spiritual juga diperlukan seorang guru karena pada prinsipnya siswa

merupakan ciptaan Tuhan harus diberikan pengetahuan, ketrampilan dan sikap

dengan ketulusan hati dan tanpa pamrih. Dengan demikian peranan kecerdasan

(13)

melaksanakan tugasnya dengan ketulusan hati dalam mendidik siswa-siswanya agar

berprestasi.

Guru yang memiliki kapasitas tinggi untuk bersikap fleksibel, aktif dan adaftif

secara spontan dalam menjalankan tugasnya akan berdampak positif terhadap

peningkatan kinerja. Guru harus fkelsibel, aktif dan adaptif dalam menyampaiakan

materi kepada siswa karena diketahui bahwa siswa yang diajarkan materi pelajaran

memiliki karakteristik yang heterogen. Oleh karena itu guru dalam merancang

pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik siswa. Di samping itu, guru

harus memiliki kesadaran yang tinggi bahwa ia berkewajiban untuk mengoptimalkan

potensi yang dimiliki siswa. Guru harus sadar bahwa nafkah yang diperoleh guru

harus seimbang dengan tugas-tugas yang diembannya, sehingga berkewajiban

melaksankan tugas dengan baik.

Selain itu, guru harus memiliki kapasitas untuk memanfaatkan penderitaan

sebagai ujung tombak keberhasilan dalam menjalankan tugas. Tugas sebagai guru

memang berat, tapi seoarang guru tidak boleh larut dengan kesulitan yang dialami

dalam menjalankan tugas, melainkan kesulitas tersebut dapat memacu guru untuk

meningkatkan kinerja.

Motivasi kerja juga dilibatkan sebagai variabel bebas dalam penelitian ini

yang diduga berhubungan dengan kinerja guru, karena motivasi kerja pada dasarnya

merupakan kemauan seseorang untuk mengerjakan tugas-tugasnya. Kemauan itu

terkait dengan kebutuhan, kemampuan dan persepsi seseorang tentang tugas-tugas.

Apabila seseorang bekerja dan dari pekerjaan itu akan terpenuhi kebutuhannya dia

(14)

bahwa motivasi dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu motivational factors dan

maintenance factors. Motivational factor adalah meliputi prestasi kerja, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, dan pengembangan potensi diri; sedangkan

yang termasuk dalam maintenance factors atau hygeine factors adalah gaji, insentif, kenaikan pangkat, hubungan interpersonal dengan bawahan, status, hubungan

interpersonal dengan atasan, hubungan interpersonal dengan bawahan, status,

hubungan interpersonal dengan sejawat, cara mensupervisi, kebijakan administrasi,

hasil kerja yang dicapai secara maksimal, kehidupan pribadi, dan keamanan kerja.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, dorongan yang kuat dan mengarah

kepada pencapaian tujuan, disertai dengan kemampuan, adanya faktor pendorong

dapat meningkatkan kualitas kerja seseorang.

Disisi lain harapan guru terhadap kemampuan kepemimpinan kepala sekolah

juga diduga berhubungan dengan kinerja guru. Hal ini diperjelas oleh Kotter (2002)

yang mengungkapkan bahwa untuk menaggulangi perubahan yang demikian pesat,

dibutuhkan seorang pemimpin yang mampu menjalankan fungsi kepemimpinan,

yaitu: menetapkan arah, menggalang, memotivasi dan mengambil keputusan yang

tepat yang tentunya disesuaikan dengan harapan guru.

Bertitik tolak dari paparan di atas, ada sisi menarik untuk dikaji dan dicermati

karena secara normatif pemerintah mempunyai komitmen yang sangat tinggi dalam

upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional melalui peningkatan kualitas kinerja

guru. Akan tetapi, dari fenomena yang ada di lapangan yang sulit dipungkiri adalah

masih banyak terdapat kekurangan atau kelemahan dalam pelaksanaannya. Untuk

(15)

atau kesenjangan antara harapan dengan kenyataan dalam hal kinerja guru, maka

dipandang perlu untuk mengadakan sebuah penelitian dengan judul: ”Hubungan

antara Kecerdasan Spiritual, Motivasi Kerja Guru, dan Harapan Guru

terhadap Kemampuan Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan Kinerja Guru

SMP Negeri di Jayapura Selatan”.

1.2 Identifikasi Masalah

Peran penting yang dimiliki guru dalam menentukan kualitas dan kuantitas

pembelajaran yang dilaksanakannya membawa berbagai konsekuensi. Konsekuensi

tersebut antara lain guru harus memikirkan dan membuat perencanaan secara

seksama dalam meningkatkan kesempatam belajar bagi siswanya dan memperbaiki

kinerjanya. Berbagai persoalan yang dihadapi oleh guru dalam menjalankan perannya

antar lain : tujuan-tujuan apa yang hendak dicapainya, materi pelajaran apa yang

diberikan, metode apa yang harus dipakai, dan prosedur apa yang akan ditempuh

untuk melakukan evaluasi.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat diidentifikasi beberapa faktor

yang mempengaruhi kinerja guru. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut adalah

sebagai berikut :

1.2.1 Mutu Pendidikan nasional masih rendah dan berimplikasi terhadap

pembentukan Sumber Daya Manusia dengan kualitas rendah, sehingga sulit

(16)

1.2.2 Untuk mengatasi dan mengantisipasi rendahnya mutu pendidikan, telah

diupayakan dengan meningkatkan kinerja guru tapi belum menampakkan

hasil yang memuaskan.

1.2.3 Upaya meningkatkan kinerja guru lebih banyak memfokuskan pada

penataran-penataran dalam upaya meningkatkan kompetensi guru, sehingga

faktor internal guru terutama peningkatan kecerdasan spiritual guru diabaikan.

1.2.4 Belum tampak adanya guru menjalankan tugas dengan ketulusan hati tanpa

pamrih yang merupakan manifestasi kecerdasan emosional.

1.2.5 Motivasi kerja guru masih rendah, hal ini dapat dilihat adanya banyak guru

mengabaikan tugas-tugasnya, banyak guru yang melaksanakan tugas

menunggu perintah dari kepala sekolah.

1.2.6 Kepala SMP Negeri di Jayapura Selatan lebih dominan menjalankan tugas

dan fungsi manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan

sehingga sikapnya seperti seorang manajer, yaitu lebih banyak mengatur,

memerintah dan mengawasi kinerja guru.

1.2.7 Kepala sekolah mengabaikan fungsi kepemimpinannya, yakni kemampuan

menetapkan arah, kemampuan menggalang, kemampuan motivasi, dan

kemampuan mengambil keputusan cenderung tidak sesuai dengan harapan

guru.

1.3 Pembatasan Masalah

Permasalahan yang berkaitan dengan kinerja guru SMP mencakup aspek-apek

(17)

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu (waktu dan biaya), penelitian ini

hanya dibatasi pada beberapa faktor yang berhubungan dengan kinerja guru SMP

Negeri di Jayapura Selatan. Faktor-faktor tersebut, antara lain kecerdasan spiritual,

motivasi kerja guru, dan harapan guru terhadap kemampuan kepemimpinan kepala

sekolah yang dihubungkan dengan kinerja guru SMP Negeri di Jayapura Selatan.

Penelitian ini juga terbatas pada guru SMP Negeri yang berstatus sebagai Pegawai

Negeri Sipil (PNS). Untuk itu hasil yang diperoleh mencerminkan faktor

mempengaruhi kinerja guru SMP Negeri sebatas variabel-variabel yang dilibatkan.

1.4 Rumusan masalah

Bertolak dari latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan

masalah tersebut di atas, maka masalah pokok yang ingin dicari solusinya melalui

penelitian ini secara rinci dapat dirumuskan sebagai berikut.

1.4.1. Bagaimana gambaran kecerdasan spritual guru di SMPN Jayapura Selatan.

1.4.2. Bagaimana gambaran motivasi kerja guru di SMPN Jayapura Selatan.

1.4.3. Bagaimana gambaran harapan guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah di

SMPN Jayapura Selatan.

1.4.4. Bagaimana gambaran kinerja guru di SMPN Jayapura Selatan.

1.4.5. Apakah terdapat hubungan antara kecerdasan spitual guru dengan kinerja guru

SMP Negeri di Jayapura Selatan ?

1.4.6. Apakah terdapat hubungan antara motivasi kerja guru dengan kinerja guru

(18)

1.4.7. Apakah terdapat hubungan antara harapan guru terhadap kemampuan

kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru di SMP Negeri di Jayapura

Selatan?

1.4.8. Apakah terdapat hubungan secara bersama-sama antara kecerdasan spiritual,

motivasi kerja, dan harapan guru terhadap kemampuan kepemimpinan kepala

sekolah dengan kinerja guru di SMP Negeri di Jayapura Selatan ?

1.5. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis

hubungan antara kecerdasan spiritual guru, motivasi kerja guru, dan harapan guru

terhadap kemampuan kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru di SMP

Negeri di Jayapura Selatan. Secara rinci tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.5.1. Untuk mengetahui gambaran kecerdasan spiritual guru dengan kinerja guru

SMP Negeri di Jayapura Selatan.

1.5.2. Untuk mengetahui gambaran motivasi kerja guru dengan kinerja guru SMP

Negeri di Jayapura Selatan.

1.5.3. Untuk mengetahui gambaran harapan guru terhadap kepemimpinan kepala

sekolah dengan kinerja guru SMP Negeri di Jayapura Selatan.

1.5.4. Untuk mengetahui gambaran harapan guru terhadap kepemimpinan kepala

sekolah dengan kinerja guru SMP Negeri di Jayapura Selatan.

1.5.5. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara kecerdasan spiritual

(19)

1.5.6. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara motivasi kerja guru

dengan kinerja guru SMP Negeri di Jayapura Selatan.

1.5.7. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara harapan guru terhadap

kemampuan kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru SMP Negeri

di Jayapura Selatan.

1.5.8. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan secara bersama-sama antara

kecerdasan spiritual guru, motivasi kerja guru, dan harapan guru terhadap

kemampuan kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru SMP Negeri

di Jayapura Selatan.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat dipetik dari hasil penelitian ini secara umum adalah

memberikan sumbangan pemikiran kepada pengambil kebijakan khususnya

Pemerintah Kota Jayapura melalui Dinas Pendidikan dalam rangka meningkatkan

kinerja guru SMP sehingga nantinya kualitas sumber daya manusia di di Jayapura

Selatan lebih mampu bersaing di era global. Secara rinci manfaat penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1.6.1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada kepala

Dinas Pendidikan di Kota Jayapura dalam upaya pembenahan secara

berkelanjutan tentang fungsi dan tugas guru di sekolah sehingga diperoleh

kinerja guru yang optimal.

1.6.2 Temuan penelitian diharapkan dapat memberikan masukan kepada sekolah

(20)

kebijakan-kebijakan yang diambil dan upaya-upaya yang telah dilakukan

dalam memberikan perlakuan dan layanan kepada guru sehingga diperoleh

kualitas kinerja guru lebih optimal. Dari hasil penelitian ini juga dapat dipakai

oleh sekolah untuk menyusun strategi dan program layanan pendidikan pada

guru yang lebih bermutu sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.

1.6.3 Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi guru SMP,

khususnya guru SMP Negeri di Jayapura Selatan, agar dapat mengembangkan

terus kinerjanya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya dengan jalan

menggali dan memberdayakan segenap kemampuannya untuk meningkatkan

mutu pendidikan.

1.6.4 Hasil dari penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan referensi pengembangan

ilmu manajemen pendidikan, dan sebagai bahan penelitian lebih lanjut bagi

(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat ex-post facto atau noneksperimen, karena tidak melakukan manipulasi terhadap gejala yang diteliti karena gejalanya secara wajar

sudah ada di lapangan. Nana Sudjana & Ibrahim (2001:56) menyatakan bahwa ex-post facto artinya sesudah fakta. Ex-post facto sebagai metode penelitian menunjuk

kepada perlakuan atau manipulasi variabel bebas X telah terjadi sebelumnya sehingga

peneliti tidak perlu memberikan perlakuan lagi, tinggal melihat efeknya pada variabel

terikat. Hal senada dikemukakan oleh Kerlinger (2002:507) yang menyatakan bahwa

penelitian ex-post facto merupakan penyelidikan empiris yang sistematis di mana ilmuwan tidak mengendalikan variabel bebas secara langsung karena perwujudan

variabel tersebut telah terjadi, atau karena variabel tersebut pada dasarnya memang

tidak dapat dimanipulasi.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

3.2.1 Populasi Penelitian

Populasi menurut Fraenkel & Wallen adalah kelompok yang menarik peneliti,

di mana kelompok tersebut oleh peneliti dijadikan sebagai obyek untuk

menggeneralisasikan hasil Penelitian (Riyanto,2001:63). Lebih lanjut populasi dapat

didifinisikan sebagai suatu himpunan yang terdiri dari hewan, tumbuh-tumbuhan dan

(22)

wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas

dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulannya (Sugiyono,2002:57). Menurut pendapat ini yang dimaksud

dengan populasi bukan hanya orang, tetapi juga benda-benda alam yang lain.

Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek atau subyek yang

dipelajari, tetapi meliputi karakteristik yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu.

Sejalan dengan pendapat tersebut Mantra (Singarimbun dan Efendi, 1995:152)

mengemukakan bahwa populasi atau universe adalah jumlah keseluruhan dari unit

analisis yang ciri-cirinya akan diduga. Sedangkan Saifuddin Azwar (2000:77)

mengemukakan bahwa: Dalam penelitian sosial, populasi didefinisikan sebagai

kelompok subyek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian.

Untuk menarik suatu sampel penelitian, menurut Mantra dan Kasto

(Singarimbun, 1999:150) mengemukakan ada beberapa kreteria yang perlu

dipertimbangakan yaitu: (1) derajat keseragaman (degree of homogenity) dari

populasi. Makin seragam populasi itu, maka makin kecil sampel yang dapat diambil.

Apabila populasi seragam sempurna (completely homogenious), maka satu satuan elementer saja dari seluruh populasi itu sudah cukup representatif untuk diteliti, (2)

makin tinggi tingkat presesi yang dikehendaki, makin besar jumlah sampel yang

harus diambil, (3) sampel yang diambil harus benar-benar sesuai dengan rencana

analisis, dan (4) faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah tenaga, biaya

dan waktu.

Berdasarkan uraian-uraian yang dikemukakan di atas maka dapat ditarik suatu

(23)

keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga. Di dalam pengambilan

sebagian dari populasi kadang-kadang mengundang dilema peneliti, karena sangat

kompleksnya karakteristik dari sifat individu yang terhimpun dalam sebuah populasi.

Penetapan populasi yang menjadi sasaran penelitian beserta karakteristik-nya

merupakan hal yang penting sebelum menentukan sampel.

Pada penelitian ini, populasi penelitian adalah seluruh guru SMP Negeri di

Jayapura Selatan tahun 2012 berjumlah 109 orang guru tetap (PNS) yang tersebar

dalam tiga sekolah yakni, SMP Negeri 3 Jayapura Selatan, SMP Negeri 5 Jayapura

Selatan, dan SMP Negeri 9 Jayapura Selatan. Untuk lebih jelasnya rincian mengenai

data populasi guru SMP Negeri di Jayapura Selatan dimuat pada tabel berikut.

Tabel 3.1. Keadaan Guru SMP Negeri di Jayapura Selatan Tahun Pelajaran 2012

No Nama Sekolah Jumlah Anggota Populasi

(orang)

1 SMP Negeri 3 Jayapura Selatan 38

2 SMP Negeri 5 Jayapura Selatan 33

3 SMP Negeri 9 Jayapura Selatan 38

TOTAL 109

Sumber: Dinas Pendidikan Kota Jayapura, 2012.

3.2.2 Sampel Penelitian

Dalam penelitian sosial, sering didapati jumlah populasi itu terlalu besar atau

luas untuk diteliti sehingga bisa menyulitkan penelitian. Menghadapi kondisi yang

demikian peneliti dibenarkan untuk mengambil sebagian dari populasi sepanjang

(24)

populasi yang masih mewarnai sifat dan karakteristik populasinya untuk dikenai

penelitian ini disebut sampel penelitian. Sampel adalah sebagian dari populasi.

Karena ia merupakan bagian dari populasi, tentulah ia harus memiliki ciri-ciri yang

dimiliki oleh populasinya. Apakah suatu sampel merupakan representasi yang baik

bagi populasinya sangat tergantung pada sejauhmana karakteristik sampel itu sama

dengan karakteristik populasinya (Azwar,2001:79-80). Karena analisis penelitian

didasarkan pada data sampel sedangkan kesimpulannya nanti akan diterapkan pada

populasi maka sangatlah penting untuk memperoleh sampel yang representatif bagi

populasinya. Danim (2000:89) mengemukakan bahwa: sampel atau contoh adalah

subunit populasi survai atau populasi survai itu sendiri, yang oleh peneliti dipandang

mewakili populasi target. Lebih lanjut Sugiyono (2001:57) menyatakan bahwa:

sampel adalah sebagian dari jumlah atau karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut. Karena ia merupakan bagian dari populasi, tentulah ia harus memiliki

ciri-ciri yang dimiliki oleh populasinya. Menurut pendapat Sudjana & Ibrahim (2001:85)

mengemukakan bahwa sampel adalah sebagian dari populasi terjangkau yang

memiliki sifat yang sama dengan populasi. Lebih lanjut Riyanto (2001:64)

mengemukakan bahwa sampel adalah bagian dari populasi. Jenis sampel yang

diambil harus mencerminkan populasi. Sampel dapat dideinisikan sebagai sembarang

himpunan yang merupakan bagian dari populasi.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas maka dapat

ditarik suatu pengertian bahwa yang dimaksud dengan sampel adalah sebagian dari

(25)

Sehubungan dengan penelitian ini teknik pengambilan sampel (teknik

sampling) yang digunakan adalah Proportional Random Sampling. Teknik ini digunakan karena populasi terdiri dari 3 sekolah yang terletak di lokasi dan jumlah

anggota populasi berbeda. Langkah-langkah Pengambilan sampelnya adalah sebagai

berikut.

a. Menentukan Jumlah Sampel Ideal yang Diperlukan

Pada penelitian ini penulis akan menggunakan perumusan Slovin

sebagaimana yang dikemukakan oleh Sugiyono dalam Sarwono

(2006 :120) Sehingga jumlah sampel yang diambil dari populasi tersebut

dapat dihitung sebagai berikut :

N

n =

1 + N (d )2

Dimana:

n = jumlah elemen/anggota sampel, N = jumlah elemen/anggota populasi

d = derajat kebebasan (error level), misal 0,1; 0,5; 0,01. Sehingga :

(26)

Untuk pengambilan data besarnya sampel digunakan sebanyak 82

responden, tetapi untuk analisis digunakan 52 responden sesuai dengan ukuran

sampel ideal yang telah ditetapkan.

b. Cara Pengambilan Sampel Penelitian

Agar mendapatkan sampel yang representatif terhadap populasi, dari

masing-masing sekolah diambil sampel secara proporsional berdasarkan jumlah sampel ideal

yang telah ditentukan. Setelah mendapat jumlah sampel dari masing-masing sekolah,

kemudian dilakukan pengambilan secara random dengan undian untuk masing-masing sekolah. Melalui langkah-langkah tersebut diperoleh sampel seperti tampak

pada tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.3 Sebaran Banyakya SMP Negeri di Jayapura Selatan yang Dijadikan Anggota Sampel Penelitian

(27)

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.3.1 Variabel Penelitian

Variabel yang dilibatkan dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel bebas

dan satu variabel terikat. Yang menjadi variabel bebas adalah kecerdasan spiritual

(X1), motivasi kerja guru (X2) dan harapan guru terhadap kemampuan kepemimpinan

kepala sekolah (X3), sedangkan variabel terikatnya adalah kinerja guru SMP (Y).

Hubungan antara varaiabel bebas dengan variabel terikat, dapat digambarkan sebagai

berikut:

Gambar 3.1 Hubungan Antar Variabel

3.3.2 Definisi Operasional Variabel

Efendi dalam Singarimbun (1999:46) mengemukakan bahwa definisi

operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya

mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, definisi operasional variabel adalah

(28)

Sedangkan ahli lain menyatakan bahwa yang dimaksud dengan definisi

operasional adalah suatu penjelasan secara operasional variabel-variabel yang diteliti,

baik itu variabel bebas, terikat, moderador, kontrol, dan sebagainya. Dalam difinisi

operasional ini, penjelasan didasarkan pada: pengertian variabel yang diteliti,

bagaimana cara mengukurnya, dan bagaimana bentuk data yang didapatkan (Dantes,

1986:7). Lebih lanjut Azwar (2001:74) mengemukakan bahwa definisi operasional

adalah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan

karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang definisi operasional variabel yang

telah dikemukakan di atas dapatlah ditarik suatu pengertian bahwa yang dimaksud

dengan definisi operasional variabel adalah merupakan proses pengubahan definisi

konseptual yang lebih menekankan kriteria hipotetik menjadi definisi operasional

yang mencakup pengertian variabel penelitian secara operasional, cara mengukurnya,

dan bentuk data yang didapatkan.

a. Kecerdasan Spritual

Kecerdasan spiritual adalah kemampuan yang dimiliki oleh seorang guru

untuk menyelesaikan masalah, makna, nilai dan memposisikan perilaku dan hidup

dalam makna yang lebih luas, yang dicirikan oleh adanya: (1) kapasitas diri untuk

bersikap fleksibel, seperti aktif dan adaptif secara spontan, (2) level kesadaran tinggi

(29)

barm), (6) memiliki cara pandang yang holistik, dengan memiliki kecenderungan untuk melihat keterkaitan diantara segala sesuatu yang berbeda, (7) memiliki

kecenderungan nyata untuk bertanya: “mengapa?” (why?) atau “bagaimana jika?”

(what if?) dan cenderung untuk mencari jawaban-jawaban yang fundamental (prinsip, mendasar), dan (8) memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi.

Kecerdasan spiritual ditunjukkan oleh skor yang dicapai guru dalam menjawab

kuesioner kecerdasan spiritual dengan model skala Likert dan data hasil

pengukurannya berskala interval.

b. Motivasi Kerja Guru

Motivasi kerja guru adalah keseluruhan kondisi instrinsik yang menjadi

tenaga penggerak sehingga seseorang guru mau bekerja sesuai dengan harapan, yang

ditunjukkan oleh skor yang dicapai oleh guru dalam menjawab kuesioner motivasi

kerja dan data yang diperoleh berskala interval. Indikator untuk mengukur motivasi

kerja guru adalah faktor-faktor pendorong (satisfiers), yang terdiri atas: (1) pencapaian prestasi kerja, (2) pengakuan dan penghargaan, (3) pekerjaan itu sendiri,

(4) tanggung jawab, (5) kemajuan, dan (6) pertumbuhan.

c. Harapan Guru terhadap Kemampuan Kepemimpinan Kepala Sekolah

Harapan guru terhadap kemampuan kepemimpinan kepala sekolah harapan

guru terhadap kepala sekolah selaku pemimpin di sekolah agar menunjukkan

kualifikasi potensinya (kemampuannya) dalam melaknakan tugas dan fungsi

kepemimpinan, yang ditunjukkan oleh skor hasil penilaian guru terhadap kemampuan

(30)

kuesioner dengan model skala Likert. Skor yang diperoleh dari hasil pengukuran

bersakala interval.

Harapan guru yang berkaiatan dengan kemampuan kepala sekolah dalam

melaksanakan tugas dan fungsi kepemimpinannya adalah: (1) kemampuan dalam

menetapkan arah, yaitu: mampu menciptakan visi/misi yang memperhatikan

kepentingan guru, seberapa mudah visi itu dapat diterjemahkan oleh para guru ke

dalam strategi, dan mampu membuat program yang berkualitas, dalam arti mudah

diukur; (2) kemampuan menggalang,yakni kemampuan mengajak para guru secara

bersama-sama/bergandengan tangan bekerja berdasarkan visi/misi dan strategi yang

diciptkan untuk mencapai tujuan melalui: tindakan yang sesuai dengan wewenang

(membimbing, memberi contoh, dan memberi petunjuk) dengan mengemukakan

alasan dan berusaha melakukan pendekatan kepada guru, menciptakan kondisi

(kebersamaan, keterbukaan, melibatkan personal sekolah dalam setiap kegiatan,

saling percaya, keleluasaan untuk bertanggung jawab, jiwa pembaharuan, melakukan

pelayanan dengan tulus, dan menghargai setiap keberhasilan); (3) kemampuan

memotivasi guru, yaitu memberikan dorongan internal (berupa dorongan moral,

pengharapan, pujian terhadap guru yang bertugas dengan baik) dan dorongan

eksternal melalui pemberian penghargaan terhadap yang berprestasi, memenuhi

kebutuhan guru menegakkan keadilan, pemberian penguatan, atau melakukan

usaha-usaha yang menyebabkan guru bergerak/bekerja ke arah tujuan yang ingin dicapai;

dan (4) kemampuan mengambil keputusan, yaitu membuat keputusan melalui analisis

(31)

keputusan yang telah diambil, kemuadian mengevaluasi keputusan yang telah

dilaksanakan untuk memperbaiki keadaan sesuai kebutuhan dan memperkecil resiko.

d. Kinerja Guru

Kinerja guru yang dimaksud adalah menunjuk pada proses dan hasil kerja

dalam melaksanakan tugas-tugas yang berkaitan dengan pendidikan/pelatihan, proses

pembelajaran/bimbingan, pengembangan profesi, dan pendukung pembelajaran/

bimbingan. Kinerja guru ditunjukkan oleh skor yang dicapai oleh guru dalam

menjawab kuesioner kinerja guru dengan model skala Likert, dan data yang diperoleh

berskala interval.

Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja guru adalah sesuai dengan

tugas dan fungsi guru itu sendiri yang meliputi: (1) kualitas kerja meliputi:

merencanakan program pengajaran, melaksanakan penilaian hasil belajar dengan

teliti, berhati-hati dalam menjelaskan materi ajaran, (2) kecepatan atau ketepatan

kerja meliputi: menerapkan hal-hal baru dalam memberikan materi pembelajaran,

menyelesaikan program pengajaran sesuai dengan kalender pendidikan, (3) inisiatif

dalam kerja meliputi: menggunakan media dalam pembelajaran, menggunakan

berbagai metode dalam pembelajaran, menyelenggarakan administrasi, dan

menciptakan hal yang baru yang lebih efektif dalam menata administrasi sekolah, (4)

kemampuan kerja meliputi: mampu memimpin kelas, mampu mengelola interksi

belajar mengajar, mampu melakukan penilaian hasil belajar siswa, dan menguasai

landasan pendidikan, dan (5) komunikasi yang meliputi: melaksanakan bimbingan

(32)

berbagai teknik dalam mengelola proses belajar mengajar, dan terbuka dalam

menerima masukan guna perbaikan pembelajaran. Skor total yang dicapai responden

mencerminkan kinerja guru.

3.4 Metode Pengumpulan Data dan Instrumen

3.4.1 Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data secara empiris mengenai variabel yang teliti dalam

penelitian ini digunakan kuesioner model skala Likert, karena hendak akan mengukur

sikap atau persepsi responden. Kuesioner digunakan untuk menjaring data tentang

variabel-variabel yang diteliti baik itu variabel terikat maupun variabel bebas.

3.4.2 Instrumen Penelitian

Kuesioner kecerdasan spiritual, motivasi kerja, harapan guru terhadap

kemampuan kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja guru, disusun menggunakan

alternatif jawaban yang bersifat majemuk, dan pilihan jawaban terdiri atas lima

pilihan. Pensekoran terhadap hasil kuesioner kinerja guru ini, menggunakan skala

Likert. Dalam skala Likert, bentuk gradasinya mulai dari Selalu (SL), Sering (S),

Kadang-Kadang (KK), Jarang (J), dan Tidak Pernah (TP). Pernyataan-pernyataan

yang digunakan sebagai item di dalam kuesioner kinerja guru ini terdiri dari

pernyataan positif (favourable) dan pernyataan negatif (unfavourable). Pernyataan

positif (favourable) yang menunjukkan indikasi yang mendukung terhadap indikator dari variabel yang akan diungkap.. Pernyataan negatif (unfavourable) menunjukkan

indikasi sebaliknya. Untuk pernyataan positif, skor yang digunakan yaitu mulai dari

(33)

untuk jawaban Kadang-Kadang (KK), skor 4 untuk jawaban Sering (S), dan skor 5

untuk jawaban Selalu (SL). Sedangkan untuk pernyataan-pernyataan negatif

sebaliknya, yaitu skor 1 untuk jawaban Selalu (SL), skor 2 untuk jawaban Sering (S),

skor 3 untuk jawaban kadang-Kadang (KK), skor 4 untuk jawaban Jarang (J), dan

skor 5 untuk jawaban Tidak Pernah (TP).

3.4.2.1Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Kuesioner Kinerja Guru

No Variabel Dimensi Indikator Nomor

Item 

1 Kinerja Guru

(34)

 Menggunakan berbagai

(35)

Tabel 3.4 Kisi-Kisi Kuesioner Kecerdasan Spiritual

No Variabel Dimensi/Indikator Nomor Item 

(36)

Tabel 3.5 Kisi-Kisi Kuesioner Motivasi Kerja Guru

No Variabel Dimensi/Indikator Nomor Item 

3. Motivasi Kerja Guru 1. Pencapaian prestasi 1, 4, 11, 16,

Tabel 3.6 Kisi-Kisi Kuesioner Harapan Guru terhadap Kemampuan Kepemimpinan Kepala Sekolah

No Variabel Dimensi Indikator Nomor

Item   Menggalang komunikasi 9,10 2  Penciptaan kondisi 11, 12,

13, 14, 15, 16,

17

7

 Meningkatkan pelayanan 18, 19 2  Menghargai keberhasilan 20, 21 2 3. Memotivasi  Memberikan motivasi

(37)

3.4.2.2Validasi Instrumen Penelitian

Syarat mutlak untuk mendapatkan hasil penelitian yang sahih (valid) dan andal (reliable) adalah digunakan instrumen penelitian yang sahih (valid) dan andal (reliable) dalam pengumpulan data. Oleh karena itu instrumen penelitian harus dapat

mengukur apa semestinya diukur. Untuk itu instrumen penelitian perlu validasi.

Proses validasi dilakukan dengan menganalisis instrumen tersebut terutama kesahihan

(validitas) dan keandalan (reliabilitas) instrumen penelitian dari masing-masing

variabel.

Ada dua persyaratan pokok dari tes yang digunakan untuk pengumpulan

data penelitian yakni validitas dan reliabilitas (Hamzah dkk, 2001:63). Validitas

berhubungan dengan ketepatan terhadap apa yang mesti diukur oleh tes dan

scberapa cermat tes melakukan pengukurannya, atau dengan kata lain validitas

tes berhubungan dengan ketepatan tes tersebut terhadap konsep yang akan

diukur sehingga betul-betul bisa mengukur apa yang seharusnya diukur

(Suherman, 1994: 129), (Arikunto, 2001: 65) dan (Hamzah et.al, 2001: 139

-140).

Validitas menunjukkan kesahihan suatu alat ukur dalam pengukuran gejala

atau yang hendak diukur. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan

tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau

sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti

memiliki validitas rendah (Arikunto, 1999:160). Anastasi dan Susana Urbina

(1997:85) menyatakan bahwa validitas sebuah instrumen atau tes menyangkut apa

(38)

alat ukur adalah menguji kecermatan alat ukur dalam melakukan fungsinya

(Azwar,1986:55). Suatu alat ukur yang mempunyai kesahihan bahwa angka yang

dihasilkannya merupakan angka yang sebenarnya.

Pengukuran validitas instrumen ini, dimaksudkan untuk menilai keefektifan

butir instrumen yang telah disusun. Suatu instrumen dikatakan mempunyai kesahihan

yang tinggi, bila instrumen itu memiliki tingkat ketepatan dan dapat mewakili isi

variabel atau komponen yang diberikan pada satuan waktu tertentu.

Kesahihan instrumen ini diuji melalui dua tahap, yaitu pertama memeriksa

kembali setiap pernyataan yang dibuat. Pernyataan tersebut apakah sudah mengukur

hal yang relevan dan apakah sudah mewakili aspek-aspek yang hendak diukur dalam

penelitian ini. Uji validitas semacam ini oleh Azwar (1986: 57) disebut dengan

content validity. Kedua, menguji korelasi antara skor butir dengan skor total (Ancok,1997:21).

Prosedur validitasi pernyataan dengan menggunakan kriteria pendekatan

internal consistency, yaitu bila koefisien yang dihasilkan tinggi berarti ada kesesuaian antara fungsi pernyataan dengan skor total, diuji dengan menggunakan teknik

korelasi "Product Moment dari Pearson". Oleh karena dalam korelasi tersebut yang

dikorelasikan adalah skor total yang didalamnya sudah termasuk skor item, maka

akan terjadi over estimasi, sehingga perlu dikorelasikan dengan bagian total (the

correlation of parts with wholes) (Hadi,2000:95).

Adapun rumus yang dipergunakan untuk menguji kesahihan (validitas) butir

kuesioner adalah menghitung korelasi momen tangkar (Product Moment dari

(39)

tangkar (Product Moment dari Pearson ) yang digunakan adalah rumus angka kasar,

yaitu:

N∑XY –(∑X)(∑Y) rxy = _________________________________________

[{N∑X2–(∑X)2}{N∑Y2-(∑Y)2}]

Keterangan:

rxy = koefisien korelasi antara X dan Y

X = skor variabel X

Y = Skor variabel Y

XY = Produk dari X kali Y

N = jumlah subyek yang diteliti (Hadi, 2000:95)

Kriteria yang digunakan adalah dengan membandingkan harga rxy dengan

harga tabel kritik r product moment, dengan ketentuan rxy dikatakan valid apabila rxy

> rtabel pada  = 0,05. Untuk mengitung validitas butir digunakan program excel.

Untuk mengetahui bahwa pengukuran itu dapat memberikan hasil yang relatif

tidak berbeda bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subyek yang sama, maka

diperlukan perhitungan keandalan (reliabilitas) alat ukur. Istilah reliabilitas atau

keandalan sering disamakan dengan istilah consistency stability atau dependability yang pada prinsipnya menunjukkan bahwa pengukuran itu dapat memberikan hasil

relatif tidak berbeda bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subjek yang sama

(Azwar,1986:6).

Untuk mencari keandalan atau reliabilitas kuesioner kinerja guru,

(40)

menaksir konsistensi internal butir-butir yang mempunyai rentang bobot

penskoran yang lebar (Suherman, 1994: 162 -163), (Arikunto,2001:109-110),

dan Hamzah,dkk, 2001: I50). Berpedoman dengan pendapat ini, reliabilitas

instrumen penelitian yang berupa kuesioner kinerja guru ini menggunakan teknik

koefisien Alpha Cronbach (Hadi, 2000: 97). Rumus uji Alpha Cronbach adalah

Untuk menghitung reliabilitas instrumen digunakan program excel didasarkan

atas rumus koefisien alpha dari Fernandes (1984:34). Keputusan keterandalan

instrumen, berpedoman pada klasifikasi Guilford (1959: 142), yakni :

  0,20 derajat reliabilitas sangat rendah

0,20 <  0,40 derajad reliabilitas rendah

0,40 <  0,60 derajat reliabilitas sedang

0,60 <  0,80 derajat reliabilitas tinggi

(41)

3.5.Hasil uji Faliditas dan Reliabilitas Intrumen

3.5.1. Hasil Uji Validitas

Analisis ini dilakukan dengan menggunakan uji Bivariate Pearson (Korelasi

Produk Momen Pearson) dengan cara mengkorelasikan masing-masing variabel

dengan skor total variabel. Skor total variabel adalah penjumlahan dari keseluruhan

variabel. Variabel-variabel yang berkorelasi signifikan dengan skor total variabel

menunjukkan variabel tersebut mampu memberikan dukungan dalam mengungkap

apa yang ingin diungkap.

Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan taraf signifikansi 0.05. Kriteria

pengujian adalah sebagai berikut :

 Jika r hitung ≥ r tabel (uji 2 sisi dengan sig 0.05) maka instrumen atau variabel

pertanyaan berkorelasi signifikan terhadap skor total variabel (dinyatakan valid).

 Jika r hitung < r tabel (uji 2 sisi dengan sig 0.05) maka instrumen atau variabel

pertanyaan tidak berkorelasi signifikan terhadap skor total variabel (dinyatakan

tidak valid).

Uji Signifikansi dilakukan dengan membandingkan nilai hitung dengan

r-table. Pada uji pretest ini, jumlah sample (n) = 30 dan besarnya df dapat dihitung 30-2

= 28. Dengan df=28 dan alpha = 0.05 didapat r-table = 0.361.

3.5.1.1. Hasil uji Validitas variabel Kecerdasan Spiritual Guru SMP Negeri di

Jayapura Selatan

Berdasarkan hasil uji (tabel perhitungan terlampir) dapat dianalisa sebagai berikut :

(42)

variabel. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai r tabel.

 Didapat hasil nilai korelasi untuk 38 indikator yang digunakan dalam mengukur

Kecerdasan Spiritual semuanya valid dan memenuhi syarat validitas karena

memiliki nilai r hitung > r tabel (r hitung > 0.361), kecuali P3, P6, P11, P16, P23,

P28, P34, dan P38. Maka dapat disimpulkan bahwa semua indikator berkorelasi

signifikan dengan skor total sehingga dapat digunakan untuk analisa selanjutnya,

sedangkan P3, P6, P11, P16, P23, P28, P34, dan P38 dinyatakan tidak valid

karena tidak berkorelasi signifikan dengan skor total sehingga dikeluarkan dan

tidak dapat digunakan untuk analisa selanjutnya.

3.5.1.2. Hasil uji Validitas Motivasi Kerja Guru SMP Negeri di Jayapura

Selatan

Berdasarkan hasil uji (tabel perhitungan terlampir) dapat dianalisa sebagai berikut :

 Dari hasil análisis didapat nilai korelasi antara skor variabel dengan skor total

variabel. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai r tabel.

 Didapat hasil nilai korelasi untuk 40 indikator yang digunakan dalam mengukur

Motivasi Kerja semuanya valid dan memenuhi syarat validitas karena memiliki

nilai r hitung > r tabel (r hitung > 0.361), kecuali P3, P9, P26, P37 dan P39.

Maka dapat disimpulkan bahwa semua indikator berkorelasi signifikan dengan

skor total sehingga dapat digunakan untuk analisa selanjutnya, sedangkan

dinyatakan tidak valid karena tidak berkorelasi signifikan dengan skor total

(43)

3.5.1.3. Hasil uji Validitas variabel Harapan Guru Guru SMP Negeri di

Jayapura Selatan

Berdasarkan hasil uji (tabel perhitungan terlampir) dapat dianalisa sebagai berikut :

 Dari hasil análisis didapat nilai korelasi antara skor variabel dengan skor total

variabel. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai r tabel.

 Didapat hasil nilai korelasi untuk 33 indikator yang digunakan dalam mengukur

Harapan Guru semuanya valid dan memenuhi syarat validitas karena memiliki

nilai r hitung > r tabel (r hitung > 0.361), kecuali P6, P26 dan P33. Maka dapat

disimpulkan bahwa semua indikator berkorelasi signifikan dengan skor total

sehingga dapat digunakan untuk analisa selanjutnya, sedangkan P6, P26 dan P33

dinyatakan tidak valid karena tidak berkorelasi signifikan dengan skor total

sehingga dikeluarkan dan tidak dapat digunakan untuk analisa selanjutnya.

3.5.1.4. Hasil uji Validitas variabel Kinerja Guru SMP Guru SMP Negeri di

Jayapura Selatan

Berdasarkan hasil uji (tabel perhitungan terlampir) dapat dianalisa sebagai berikut :

 Dari hasil análisis didapat nilai korelasi antara skor variabel dengan skor total

variabel. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai r tabel.

 Didapat hasil nilai korelasi untuk 46 indikator yang digunakan dalam mengukur

Kinerja Guru semuanya valid dan memenuhi syarat validitas karena memiliki

nilai r hitung > r tabel (r hitung > 0.361), kecuali P9, P14, P26, P34, P41 dan

P45. Maka dapat disimpulkan bahwa semua indikator berkorelasi signifikan

(44)

P3, P6, P9, P14, P26, P34, P41 dan P45.dinyatakan tidak valid karena tidak

berkorelasi signifikan dengan skor total sehingga dikeluarkan dan tidak dapat

digunakan untuk analisa selanjutnya.

3.5.2. Uji Reliabilitas (Test of Reliability)

Pengujian reliabilitas dengan melakukan perhitungan koefisien reliabilitas

mempergunakan Cronbach’s Alpha. Hasil-hasil dari perhitungan dapat dilihat dalam

tabel dibawah ini. Dengan alat bantu software SPSS versi 16.0 berikut merupakan angka koefisien Cronbach’s Alpha dari masing-masing variabel pada pengukuran

yang digunakan oleh penelitian ini. Pada program SPSS, metode ini dilakukan

dengan metode Cronbach alpha, dimana suatu kuesioner dikatakan reliabel jika nilai

Cronbach Alpha lebih besar dari 0.60.

Tabel 3.7. Hasil Uji Reliabilitas

Nomor Variabel Nilai Kesimpulan

1 Kecerdasan Spiritual 0.930 Reliabel/Andal

2 Motivasi Kerja 0.951 Reliabel/Andal

3 Harapan Guru 0.967 Reliabel/Andal

4 Kinerja Guru SMPN 0.972 Reliabel/Andal

Berdasarkan tabel 4.10. diatas, maka dapat dilihat bahwa pada hasil pengujian

terhadap 30 responden, koefisien Cronbach Alpha variabel Kecerdasan Spiritual

sebesar 0.930, Motivasi Kerja sebesar 0.951, Harapan Guru sebesar 0.967 dan

Kinerja Guru SMPN sebesar 0.972 adalah reliable karena memenuhi persyaratan minimal reliabilitas yaitu 0.60. Keempat variable yang diteliti memiliki nilai

(45)

sangat tinggi. Jadi semua item pertanyaan/variabel Kecerdasan Spiritual, Motivasi

Kerja, Harapan Guru dan Kinerja Guru SMPN yang digunakan dinyatakan sangat

reliabel/andal, artinya semuanya pertanyaan Reliabel/berkesinambungan karena

memiliki nilai Cronbach alpha diatas 0.80. Nilai ini menunjukan bahwa

indikator-indikator yang digunakan mempunyai ketepatan, keakuratan, kestabilan atau

konsistensi yang sangat tinggi.

3.6.Metode Analisis Data

Informasi yang dicari dalam penelitian ini adalah: (1) model regresi antara

tiga variabel bebas dan variabel terikat baik secara parsial (sendiri-sendiri) maupun

secara simultan (bersama-sama), (2) koefisien regresi dari masing-masing model

regresi, digunakan untuk meramal atau menaksir besarnya variansi nilai Y (variabel

terikat), dan (3) koefisien korelasi antara variabel bebas dan terikat baik dalam

bentuk korelasi sederhana, dan korelasi ganda serta korelasi parsial.

Kegiatan analisis data terdiri atas kegiatan pengolahan data dan analisis

statistik. Kegiatan analisis data meliputi: (1) menyunting data secara manual.

Penyuntingan data dilakukan karena kemungkinan ada data yang tidak jelas atau

kesalahan dalam pengisian instrumen sehingga tidak memenuhi syarat untuk

dianalisis, (2) mentabulasi data, dan (3) mengolah data sesuai dengan kebutuhan.

Dalam melakukan analisis data untuk penelitian ini ada tiga tahapan yang

dilalui yakni: (1) tahap deskripsi data, (2) tahap pengujian persyaratan analisis, dan

(46)

3.4.3 Deskripsi data

Data yang telah diperoleh dari penelitian dideskripsikan menurut

masing-masing variabel, yaitu skor kecerdasan spiritual (X1), motivasi kerja guru (X2), beban

harapan guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah (X3), serta kinerja guru (Y).

Karena tujuannya demikian, maka akan dicari harga rerata (M), standar deviasi (SD),

Modus (Mo) dan Median (Me) setiap variabel yang diteliti.

3.4.4 Pengujian Persyaratan Analisis

Statistik yang digunakan dalam analisis data dalam penelitian ini adalah

teknik korelasi lugas, regresi sederhana dan ganda, dan korelasi parsial.

Persyaratan yang berkaitan dengaan teknik analisis tersebut harus dibuktikan

secara statistik. Adapun uji persyaratan analisis adalah sebagai berikut.

3.4.4.1Uji Normalitas Sebaran

Uji normalitas sebaran data dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran

frekuensi skor pada setiap variabel berdistribusi normal atau tidak.. Untuk itu dapat

digunakan uji Kolmogorov-Smirnov, dengan kriteria: Jika p > 0,05 sebaran datanya

berdistribusi normal, sebaliknya jika p< 0,05 sebaran datanya tidak normal.

Perhitungan dilakukan dengan bantuan komputer melalui program SPSS 10.0.

3.4.4.2Uji Linieritas dan Keberartian Koefisien Regresi

Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui bentuk hubungan antara variabel

terikat dengan masing-masing variabel bebas. Pedoman untuk melihat kelinieran

adalah dengan mengkaji lajur Dev. from linierity dari modul MEANS, sedangkan

(47)

yang dihasilkan dari modul tersebut adalah statistik F. Bila F Dev. from linierity

dengan p>0,05 maka bentuk regresinya linier, dan sebaliknya jika p<0,05 maka

regresinya tidak linier. Bila F linierity dengan p<0,05 maka koefisien regresi yang

diperoleh signifikan dan bila p >0,05 maka koefisien regresi yang diperoleh tidak

signifikan. Untuk menguji linieritas dan keberartian koefsien regresi digunakan

program SPSS 10.0.

3.4.4.3Uji Multikolinieritas

Uji Multikolineritas dikenakan pada variabel bebas. Multikolinieritas

maksudnya adalah antara sesama variabel bebas tidak terdapat muatan faktor bersama

yang terlalu tinggi (Sutrisno Hadi, 2001: 5). Untuk memeriksa apakah

multikolinieritas itu terjadi, dapat dihitung interkorelasi antar variabel bebas dan

menyajikannya dalam matriks interkorelasi (Azwar, 2001: 16). Selanjutnya dikatakan

bahwa koefisien korelasi yang besar dalam matriks selalu merupakan pertanda

adanya multikolinieritas. Untuk menghitung koefisien korelasi antara sesama varibel

bebas digunakan korelasi product moment.

Jika koefisien korelasi antar varaiabel bebas  0,800 maka antara sesama

variabel bebas adalah kolinier. Sebaliknya jika koefisien korelasi antar varaiabel

bebas maka antara sesama variabel bebas tidak kolinier (Sutrisno Hadi, 1997: 135).

Untuk keperluan analisis digunakan program SPSS 10.0.

3.4.5 Pengujian Hipotesis

Untuk menguji hipotesis pertama, kedua, dan ketiga digunakan teknik analisis

(48)

Yˆ = a + bX (Sudjana, 1996: 312)

Untuk menguji signifikansi garis regresi di atas, digunakan rumus:

Freg =

RJKreg = Rerata jumlah kuadrat garis regresi

RJKres = Rerata jumlah kuadrat residu

Kaidah keputusannya adalah: dengan menggunakan  = 0,05 dan dk = 1: (n –

2), jika F-hitung > F-tabel (p<0,05), maka garis regresi tersebut signifikan, sebaliknya jika

F-hitung < F-tabel (p>0,05), maka garis regresi tidak signifikan. Untuk keperluan analisis

digunakan program SPSS 10.0

Untuk menguji hipotesis keempat digunakan teknik analisis regresi ganda dan

korelasi parsial dengan rumus sebagai berikut :

1) Regresi Ganda

Yˆ = a0 + a1X1+ a2X2 + a3X3 (Sudjana, 1996: 387)

Untuk menguji signifikansi garis regresi di atas, digunakan rumus:

(49)

n = Banyaknya anggota sampel

m = Banyaknya cacah prediktor

Freg = Harga bilangan F untuk garis regresi

RJKreg = Rerata jumlah kuadrat garis regresi

RKres = Rerata jumlah kuadrat residu

Kaidah keputusannya adalah: dengan menggunakan  = 0,05 dan dk = (m) :

(n – m – 1) : jika F-hitung > F-tabel (p<0,05), maka garis regresi tersebut signifikan,

sebaliknya jika F-hitung < F-tabel (p<0,05), maka garis regresi tidak signifikan.

Untuk keperluan analisis digunakan program SPSS 10.0.

2) Korelasi Parsial

Untuk mengetahui korelasi parsial yaitu korelasi antara satu variabel bebas

dengan variabel terikat dengan mengendalikan variabel lainnya digunakan rumus

korelasi parsial jenjang kedua dengan rumus:

r1y-23 =

Untuk menguji signifikansi nilai korelasi parsial digunakan uji t-student,

Gambar

Tabel 3.1. Keadaan Guru SMP Negeri di Jayapura Selatan Tahun Pelajaran 2012
Tabel 3.3 Sebaran Banyakya SMP Negeri di Jayapura Selatan yang Dijadikan Anggota Sampel Penelitian
Gambar 3.1 Hubungan Antar Variabel
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Kuesioner Kinerja Guru
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Surat Penetapan Penyedian Barang dan Jasa Nomor: 19/PPBJ/02.12/DPKP/VI/2014, Tanggal 23 Juni 2014, Dengan ini Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa Dinas Pertanian

Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya yang telah.. memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di

Persoalan yang sering muncul dalam pengaturan kewenangan bidang perindustrian pasca otonomi daerah di Propinsi DIY (Kota Yogyakarta &amp; Kabupaten Sleman) adalah dalam

Mata kuliah ini membahas berbagai macam pengukuran,yaitu: pengukuran poligon sebagai kerangka peta, pengukuran detail situasi sebagai isi peta, perhitungan dan

[r]

Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG PERUBAHAN KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 042/U/2000 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENETAPAN

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Perbandingan Densitas Latihan Kecepatan 3x, 4x dan 5x dalam Satu Minggu Terhadap

Dari hasil penelitian dan pengukuran kekasaran permukaan terhadap benda kerja yang dibuat dengan proses pemesinan menggunakan mesin Milling CNC didapat bahwa nilai