• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PEMBELAJARAN PERMAINAN BAHASA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA TUNAGRAHITA RINGAN JENJANG SDLB : Penelitian Subjek Tunggal pada Siswa SDLB-C di Kota Bandung).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL PEMBELAJARAN PERMAINAN BAHASA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA TUNAGRAHITA RINGAN JENJANG SDLB : Penelitian Subjek Tunggal pada Siswa SDLB-C di Kota Bandung)."

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

x DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... DAFTAR GRAFIK ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 9

1. Identifikasi Masalah ... 9

2. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat ... 13

1. Manfaat Teoretis ... 13

2. Manfaat Praktik ... 14

E. Definisi Operasional ... 14

F. Asumsi ... 15

G. Hipotesis ... 16

BAB II MODEL DAN JENIS PERMAINAN BAHASA UNTUK SISWA TUNAGRAHITA RINGAN 17 A. Teori Model Pembelajaran ... 17

1. Pengertian Model Pembelajaran ... 17

2. Rumpun-rumpun Model Pembelajaran ……….. 21

3. Unsur-unsur Pembangun Sebuah Model ……….. 24

4. Ciri-ciri Model Pembelajaran yang Baik ... 26

B. Permainan Bahasa ... 27

1. Konsep Bermain ... 27

2. Permainan Bahasa sebagai Model Pembelajaran ... 44

C. Konsep Berbicara ... 51

1. Pengertian Berbicara ... 51

(2)

xi

3. Teknik Berbicara ... 58

4. Prinsip Berbicara ... 59

5. Perkembangan Berbicara Anak ... 60

6. Hambatan Berbicara ... 63

7. Indikator Keterampilan Berbicara ... 66

8. Hubungan Berbicara dengan Keterampilan Berbahasa Lainnya ... 85 9. Penilaian Berbicara ... 88

D. Pembelajaran Berbicara dengan Model Permainan Bahasa .... 91

1. Peta Kompetensi Berbicara dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SDLB Tunagrahita Ringan (SDLB-C) KTSP Tahun 2006 yang Diterapkan dalam Penelitian ... 91 2. Tahapan Pembelajaran Berbicara ... 91

3. Bentuk Tugas Kemampuan Berbicara Siswa Tunagrahita Ringan ... 100 4. Karakteristik Perkembangan Berbicara Anak Tunagrahita Ringan ... 101 E. Model Permainan Bahasa dalam Pembelajaran di SDLB-C ... 103

F. Anak Tunagrahita ... 106

1. Karakteristik Anak Tunagrahita ... 106

2. Klasifikasi Anak Tunagrahita ... 108

3. Perilaku Adaptif Anak Tunagrahita ... 110

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 113

A. Metode Penelitian ... 113

B. Desain Penelitian ... 115

C. Prosedur Penelitian ... 117

1. Tahap Prapenelitian ... 118

2. Tahap Mendesain Rancangan Model ... 120

3. Tahap Uji Kelayakan Model ... 122

4. Tahap Perbaikan Rancangan Model ... 123

5. Tahapan Penelitian Subjek Tunggal A-B-A ... 124

D. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 129

E. Subjek Penelitian ... 129

F. Variabel Penelitian ... 130

G. Instrumen Penelitian ... 131

H. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 134

BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA, DAN HASIL PENELITIAN ... 136 A. Deskripsi dan Analisis Data Pelaksanaan Pembelajaran

Berbicara pada Kondisi Prapenelitian ... 136

1. Deskripsi Data Pelaksanaan Pembelajaran Berbicara pada Kondisi Prapenelitian ...

136

2. Analisis Data Pelaksanaan Pembelajaran Berbicara pada Kondisi Prapenelitian ...

(3)

xii

B. Deskripsi dan Analisis Data Pelaksanaan Model Permainan Bahasa untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Tunagrahita Ringan di SPLB Cipaganti Kota Bandung ...

141

1. Deskripsi dan Analisis Data Komponen Pembelajaran ... 141

2. Deskripsi dan Analisis Data Model Permainan Bahasa pada Setiap Sesi Pembelajaran ... 154 a. Deskripsi dan Analisis Data Sesi Kesatu ... 154

1) Deskripsi Data Sesi Kesatu ... 154

2) Analisis Data Sesi Kesatu ... 163

b. Deskripsi dan Analisis Data Sesi Kedua... 165

1) Deskripsi Data Sesi Kedua ... 165

2) Analisis Data Sesi Kedua ... 173

c. Deskripsi dan Analisis Data Sesi Ketiga... 176

1) Deskripsi Data Sesi Ketiga ... 176

2) Analisis Data Sesi Ketiga ... 183

d. Deskripsi dan Analisis Data Sesi Keempat ... 185

1) Deskripsi Data Sesi Keempat ... 185

2) Analisis Data Sesi Keempat ... 193

e. Deskripsi dan Analisis Data Sesi Kelima ... 195

1) Deskripsi Data Sesi Kelima ... 195

2) Analisis Data Sesi Kelima ... 201

f. Deskripsi dan Analisis Data Sesi Keenam ... 203

1) Deskripsi Data Sesi Keenam ... 203

2) Analisis Data Sesi Keenam ... 209

g. Deskripsi dan Analisis Data Sesi Ketujuh ... 211

1) Deskripsi Data Sesi Ketujuh ... 211

2) Analisis Data Sesi Ketujuh ... 217

h. Deskripsi dan Analisis Data Sesi Kedelapan ... 219

1) Deskripsi Data Sesi Kedelapan ... 219

2) Analisis Data Sesi Kedelapan ... 226

C. Sistem Sosial ... 232

D. Prinsip Reaksi ... 233

E. Sistem Penunjang ... 234

F. Deskripsi dan Analisis Tanggapan Guru Terhadap Model Permainan Bahasa ... 235 G. Deskripsi dan Analisis Data Kemampuan Berbicara Aspek Pengucapan, Pengembangan Kosakata, dan Penggunaan Kalimat Setiap Subjek Penelitian ... 237 1. Deskripsi dan Analisis Data Kemampuan Berbicara Aspek Pengucapan, Pengembangan Kosakata, dan Penggunaan Kalimat Subjek 1 ... 237 a. Deskripsi dan Analisis Data Aspek Pengucapan ... 237 b. Deskripsi dan Analisis Data Aspek Pengembangan

Kosakata ...

249

(4)

xiii

2. Deskripsi dan Analisis Data Kemampuan Berbicara Aspek Pengucapan, Pengembangan Kosakata, dan Penggunaan Kalimat Subjek 2 ... a. Deskripsi dan Analisis Data Aspek Pengucapan ... b. Deskripsi dan Analisis Data Aspek Pengembangan

Kosakata ... c. Deskripsi dan Analisis Data Aspek Penggunaan Kalimat.. 3. Deskripsi dan Analisis Data Kemampuan Berbicara Aspek

Pengucapan, Pengembangan Kosakata, dan Penggunaan Kalimat Subjek 3 ... a. Deskripsi dan Analisis Data Aspek Pengucapan ... b. Deskripsi dan Analisis Data Aspek Pengembangan

Kosakata ... c. Deskripsi dan Analisis Data Aspek Penggunaan Kalimat.. 4. Deskripsi dan Analisis Data Kemampuan Berbicara Aspek

Pengucapan, Pengembangan Kosakata, dan Penggunaan Kalimat Subjek 4 ... a. Deskripsi dan Analisis Data Aspek Pengucapan ... b. Deskripsi dan Analisis Data Aspek Pengembangan

Kosakata ... c. Deskripsi dan Analisis Data Aspek Penggunaan Kalimat.. 5. Deskripsi dan Analisis Data Kemampuan Berbicara Aspek

Pengucapan, Pengembangan Kosakata, dan Penggunaan Kalimat Subjek 5 ... a. Deskripsi dan Analisis Data Aspek Pengucapan ... b. Deskripsi dan Analisis Data Aspek Pengembangan

Kosakata ... c. Deskripsi dan Analisis Data Aspek Penggunaan Kalimat.. 6. Deskripsi dan Analisis Data Kemampuan Berbicara Aspek

Pengucapan, Pengembangan Kosakata, dan Penggunaan Kalimat Subjek 6 ... a. Deskripsi dan Analisis Data Aspek Pengucapan ... b. Deskripsi dan Analisis Data Aspek Pengembangan

Kosakata ... c. Deskripsi dan Analisis Data Aspek Penggunaan Kalimat.. 7. Deskripsi dan Analisis Data Kemampuan Berbicara Aspek

Pengucapan, Pengembangan Kosakata, dan Penggunaan Kalimat Subjek 7 ... a. Deskripsi dan Analisis Data Aspek Pengucapan ... b. Deskripsi dan Analisis Data Aspek Pengembangan

Kosakata ... c. Deskripsi dan Analisis Data Aspek Penggunaan Kalimat.. 8. Deskripsi dan Analisis Data Kemampuan Berbicara Aspek

(5)

xiv

b. Deskripsi dan Analisis Data Aspek Pengembangan Kosakata ...

c. Deskripsi dan Analisis Data Aspek Penggunaan Kalimat..

9. Deskripsi dan Analisis Data Kemampuan Berbicara Aspek Pengucapan, Pengembangan Kosakata, dan Penggunaan Kalimat Subjek 9 ... a. Deskripsi dan Analisis Data Aspek Pengucapan ... b. Deskripsi dan Analisis Data Aspek Pengembangan

Kosakata ... c. Deskripsi dan Analisis Data Aspek Penggunaan Kalimat..

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 1. Simpulan ……….. 2. Saran ……….

DAFTAR PUSTAKA ………..

LAMPIRAN-LAMPIRAN ...

(6)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 :

Tabel 2.2 :

Tabel 4.1

Tabel 4.3 :

Tabel 4.4 :

Tabel 4.5 : Skor Kemampuan Berbicara Aspek Pengucapan Subjek 1

245

Tabel 4.6 : Data Hasil Pengukuran Kemampuan Berbicara Aspek Pengucapan Subjek 1

284

Tabel 4.7 :

Tabel 4.8 :

Tabel 4.9 :

Tabel 4.10 : ……….

Tabel 4.11 :

Tabel 4.12 :

Tabel 4.13 :

Tabel 4.14 :

Tabel 4.15 :

Tabel 4.16 :

(7)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 : 16

Gambar 2.1 : 55

Gambar 2.2 : 59

Gambar 2.3 : 62

Gambar 2.4 : 63

Gambar 2.5 : 64

Gambar 2.6 : 67

Gambar 2.7 : 67

Gambar 2.8 : 69

Gambar 2.9 : 72

Gambar 3.1 : 75

Gambar 3.2 : 79

Gambar 3.3 : 81

Gambar 3.4 : 83

Gambar 3.5 : 84

Gambar 3.6 : 85

Gambar 3.7 : 86

Gambar 3.8 : 87

Gambar 3.9 : 89

(8)

xvii

Gambar 4.2 : 96

Gambar 4.3 : 97

Gambar 4.4 : 98

Gambar 4.5 : 99

Gambar 4.6 : 100

Gambar 4.7 : 101

Gambar 4.8 : 102

(9)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. : 122

Lampiran 2. : 127

Lampiran 3. : 128

Lampiran 4. : 131

Lampiran 5. : 132

Lampiran 6. :

133

Lampiran 7. :

134

Lampiran 8. :

135 Lampiran 9. :

136 Lampiran 10

.

:

137

Lampiran 11

.

:

138

Lampiran 12

.

:

139

Lampiran 13

.

:

140

Lampiran 14 :

(10)

xix .

Lampiran 15

.

:

142

Lampiran 16

.

:

143

Lampiran 17

.

:

144

Lampiran 18

.

:

145

Lampiran 19

.

:

146

Lampiran 20

.

:

147

Lampiran 21

.

:

148

Lampiran 22

.

:

149

Lampiran 23

.

:

150

Lampiran 24

.

151

Lampiran 25

.

(11)

xx Lampiran 26

.

: 153

Lampiran 27

.

: 154

Lampiran 28

.

(12)

BAB I PENDAHULUAN

Bab I ini berisi pendahuluan yang mencakup: 1) latar belakang penelitian, 2) identifikasi dan rumusan masalah, 3) tujuan penelitian, 4) manfaat penelitian, 5) definisi operasional, 6) asumsi, dan 7) hipotesis

A. Latar Belakang Penelitian

Pelaksanaan reformasi pendidikan di Indonesia berjalan seiring dengan adanya upaya pemerintah dalam bidang desentralisasi sejak tahun 1999. Reformasi pendidikan sekarang ini didukung oleh pelaksanaan berbagai program. Salah satunya program menciptakan masyarakat yang peduli anak (Creating Learning Communities for Children/ CLCC) atau yang lebih dikenal dengan Program Managemen Berbasis Sekolah (MBS) yang merupakan program yang dikembangkan Pemerintah Republik Indonesia kerjasama dengan UNESCO dan UNICEF.

Tiga komponen utama dalam program MBS ini adalah Managemen Sekolah itu sendiri, Peran Serta Masyarakat, dan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (Pakem). Komponen MBS yang berkaitan dengan penelitian ini adalah Pakem.

Model Pakem berawal dari istilah Active Joyfull and Efective Learning (Ajel). Kemudian istilah Ajel berubah menjadi Pembelajaran Efektif, Aktif, dan Menyenangkan (Peam). Namun, pada tahun 2002 seiring dengan perkembangan MBS di Indonesia, istilah Peam diganti menjadi Pakem.

(13)

lingkungan, bersikap mandiri, bekerja dalam kelompok, dan bertanggung jawab (Depdiknas Dirjendikdasmen, 2005:4).

Jadi, Pakem adalah sebuah model pembelajaran yang memungkinkan peserta didik melakukan kegiatan yang beragam untuk mengembangkan keterampilan, sikap dan pemahaman dengan penekanan kepada belajar sambil bekerja, sementara guru menggunakan berbagai sumber dan alat bantu belajar termasuk pemanfaatan lingkungan supaya pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan.

Aplikasi Pakem dalam penelitian ini, secara khusus dieksplisitkan dalam permainan bahasa yang diharapkan mampu meningkatkan keterampilan berbicara siswa tunagrahita ringan. Melalui model permainan bahasa diharapkan mengaktifkan siswa, tingkat penguasaan materi keterampilan berbicara lebih optimal, menarik minat siswa, mendorong kreativitas siswa, serta pembelajaran berlangsung efektif dan menyenangkan.

Pembelajaran yang menyenangkan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. Pertama, terciptanya lingkungan belajar tanpa stres, aman, memungkinkan untuk melakukan kesalahan tetapi harapan untuk sukses dalam belajar tetap tinggi. Kedua, bahan ajar yang digunakan relevan dengan kebutuhan dan minat anak, sehingga mempunyai nilai manfaat. Ketiga, proses pembelajaran berlangsung dalam nuansa gembira, adanya dorongan semangat, emosional yang positif, waktu jeda, dan terciptanya dorongan antusias yang terjadi ketika belajar.

(14)

Pendapat yang sama dengan hal di atas, diungkapkan bahwa: Three essential conditions for successful language learning: a) exposure, b) opportunities to use language, and 3) motivation (British Council Indonesia, 2008,2). Terdapat tiga hal esensial untuk keberhasilan pembelajaran bahasa, yakni a) pembukaan, 2) kesempatan untuk menggunakan bahasa, dan 3) motivasi.

Mengapa model permainan bahasa yang digunakan dalam penelitian ini? Alasannya seperti dijelaskan di bawah ini.

Pertama, gejala di lapangan menunjukkan bahwa mata pelajaran bahasa Indonesia kurang menarik perhatian guru dan siswa, membosankan, dan susah untuk dimengerti. Pembelajaran berbicara melalui model permainan ini diharapkan mampu mengubah citra pembelajaran bahasa Indonesia yang membosankan menjadi menyenangkan siswa. Dalam situasi pembelajaran yang kondusif maka akan menarik perhatian siswa tunagrahita ringan untuk belajar berbicara bahasa Indonesia secara jelas, lancar, dan dapat dipahami orang lain.

Kedua, bermain bermanfaat di antaranya untuk mengembangkan aspek motorik kasar dan motorik halus, sosial emosi dan kepribadian, kognisi, dan mengasah ketajaman pancaindra. Sekaitan dengan penelitian ini, manfaat bermain untuk pengembangan aspek kognisi. Aspek kognisi dalam hal ini diartikan pengetahuan yang luas, daya nalar, kreativitas, kemampuan berbahasa, serta daya ingat. Permainan bahasa diharapkan mampu mengembangkan kemampuan berbahasa khususnya dalam kemampuan berbicara, siswa tunagrahita ringan.

(15)

berbicara dan menurunkan tingkat perilaku menyimpang atau nonadaptif siswa tunagrahita ringan.

Keempat, bermain adalah fenomena alami yang bermanfaat untuk memperkaya kedua sisi otak, belahan otak kiri (logika) dan kanan (emosi). Proses bermain akan mengasah logika anak melalui latihan kelancaran dan ketepatan pengucapan, nada dan jeda dalam bercerita, penggunaan kalimat sederhana, serta kesesuaian isi pembicaraan dengan gambar. Selain itu, proses bermain akan mengasah ketajaman emosi anak, karena dalam bermain ada unsur kegembiraan, spontanitas, gairah belajar, berimajinasi, kompetitif, emosi, semangat, dan solidaritas.

Keenam, permainan dipandang sebagai suatu aktivitas yang memiliki karakteristik berdasarkan motivasi intrinsik, si pelaku bebas melakukan pilihan, berorientasi pada proses, dan menyenangkan.

Permainan bahasa yang dikembangkan dalam penelitian ini sesuai dengan kondisi dan karakteristik siswa tunagrahita ringan dan tuntutan standar kompetensi dan kompetensi dasar berbicara kelas IV semester 1 dan 2 bidang studi bahasa Indonesia SDLB C, yakni mendeskripsikan tempat sesuai denah atau gambar dan praktek bertelepon. Dalam pelaksanaannya, akan dipadukan dengan sejumlah permainan bahasa yang bertujuan untuk a) melatih pengucapan, b) pengembangan kosakata, dan 3) membentuk kalimat.

(16)

Dengan memberikan kesempatan yang sama pada anak yang berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran, berarti memperkecil kesenjangan angka partisipasi pendidikan anak normal dan anak berkebutuhan khusus. Hal ini akan menimbulkan efek psikologis, yaitu tumbuhnya motivasi prestasi dan meningkatnya harga diri anak berkebutuhan khusus. Kondisi yang konstruktif ini dapat memperkuat pembentukan konsep diri anak berkebutuhan khusus.

Menurut Mendiknas ( Pikiran Rakyat, 23 Februari 2010 hal 24) mengajak semua pihak untuk memberikan perhatian khusus kepada anak-anak sekolah luar biasa dan para pendidiknya. Pemerintah akan memberikan perhatian khusus kepada siswa SLB, guru, dan kepala sekolah yang bertugas di SLB, di antaranya berupa fasilitas, penghasilan, dan tunjangan. Selanjutnya dikatakannya bahwa, untuk mencerdaskan kelompok yang luar biasa ini perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: perlu mengenali dan harus meyakinkan bahwa anak-anak SLB itu memiliki potensi yang luar biasa, melakukan eksplorasi atau penggalian, serta mengeluarkan potensi tersebut, kemudian mengelola potensi yang ada. Hal ini akan memberikan manfaat yang luar biasa pula.

Selanjutnya masih dalam Pikiran Rakyat (23 Februari 2010) Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa barat menjelaskan, sesuai dengan hasil pendataan, terdapat sekitar 73.286 anak luar biasa di Jawa Barat, tetapi yang masuk ke SLB baru 15.286%. Dari jumlah SLB yang mencapai 300 sekolah, hanya sedikit saja yang memiliki SLB negeri. Masih ada enam kabupaten atau kota di Jawa Barat yang belum memiliki SLB negeri.

(17)

berkebutuhan khusus yang menjadi subjek penelitian ini adalah siswa tunagrahita ringan.

Beberapa hasil penelitian yang telah dilaksanakan serta berkaitan erat dengan penelitian ini, antara lain seperti di bawah ini.

Hasil penelitian berupa disertasi, antara lain: Delphi (2004) Bimbingan Perkembangan Perilaku Adaptif Siswa Tunagrahita dengan memanfaatkan Permainan Teurapeutik dalam Pembelajaran. Disertasi ini merupakan penelitian tindakan kolaboratif dalam PPI bermuatan bimbingan untuk siswa tunagrahita di Kota Bandung. Simpulannya, pemanfaatan permainan terapeutik sebagai media bimbingan dalam pembelajaran individual secara positif berpengaruh terhadap perkembangan perilaku adaptif siswa tunagrahita.

Disertasi Heryati (2009) Penerapan Model Pembelajaran Siswa Aktif (Student Active Learning) bagi Peningkatan Keterampilan Berbicara Bahasa Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas V SD Tunas Unggul Bandung. Tujuan penelitian ini adalah mengimplementasikan model pembelajaran siswa aktif bagi peningkatan berbicara siswa SD Tunas Unggul. Simpulannya, model ini dianggap efektif dalam membangkitkan motivasi belajar siswa karena melibatkan seluruh pikiran, emosi, fisik, dan pengalaman yang dimiliki siswa.

(18)

Pembelajaran bagi Anak Tunagrahita pada SMK. Fokus penelitiannya adalah strategi pembelajaran anak tunagrahita dalam setting kelas inklusif di Kota Palu Sulawesi Tengah.

Hasil penelitian-penelitian di atas berkaitan erat dengan topik model permainan dan siswa tunagrahita ringan, namun tidak mengaitkannya dengan aspek keterampilan berbicara bahasa Indonesia, sedangkan penelitian yang akan dikembangkan peneliti berfokus pada model permainan bahasa untuk meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Indonesia pada siswa tunagrahita ringan.

Penelitian pada siswa tunagrahita ringan ini dilatarbelakangi oleh fakta-fakta tentang tunagrahita ringan. Fakta-fakta tentang siswa tunagrahita menurut Direktorat PLB (2009:1) di antaranya di bawah ini.

1) Fungsi intelektual tidak statis, khususnya bagi siswa tunagrahita ringan, perintah atau tugas yang terus menerus dapat membuat perubahan besar di kemudian hari.

2) Belajar dan berkembang terjadi seumur hidup bagi semua orang. Jadi, siapa pun dapat mempelajari sesuatu, begitu juga dengan siswa tunagrahita ringan.

3) Mayoritas dari anak tunagrahita ringan memiliki keadaan fisik yang sama seperti anak normal lainnya.

4) Dari kebanyakan kasus, banyak anak tunagrahita ringan terdeteksi setelah masuk sekolah.

5) Tes IQ bisa dijadikan indikator dari kemampuan mental seseorang. Kemampuan adaptif seseorang tidak selamanya tercermin dari hasil tes IQ, karena melalui latihan, praktek, pemberian kesempatan, pengalaman, motivasi, dan lingkungan sosial yang kondusif akan sangat besar pengaruhnya pada kemampuan adaptif seseorang.

(19)

Adapun alasan pemilihan tiga variabel penelitian berbicara yang mencakup: pengucapan kata dan pengembangan kosakata didasarkan pada hal-hal di bawah ini.

1) Tugas utama dalam belajar berbicara adalah pengucapan. Survey awal di lapangan menunjukkan bahwa siswa tunagrahita ringan mengalami kesulitan dalam hal pengucapan kata. Dalam pengucapan sering terjadi ketidakjelasan dan ketidaklancaran. Hal ini dikarenakan di antaranya, adanya gangguan atau kelainan artikulasi, kelainan arus ujar, dan kelainan nada suara.

2) Tugas kedua dalam belajar berbicara adalah mengembangkan jumlah kosakata. Membangun kosakata jauh lebih sulit daripada mengucapkan kata. Hasil survey awal di lapangan menunjukkan bahwa, perbendaharaan kata siswa tunagrahita ringan sangat kurang. Hal ini dikarenakan rendahnya tingkat kecerdasan menyebabkan rendahnya perbendaharaan kata.

3) Tugas ketiga dalam belajar berbicara adalah penggunaan kalimat. Hasil survey awal di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan kalimat siswa tunagrahita ringan sering mengalami kesalahan, sulit dipahami orang lain, kalimat tidak utuh, terjadi penghilangan kata di awal atau tengah kalimat, atau struktur kalimat yang tidak teratur. Salah satu penyebabnya adalah jarangnya mereka menggunakan bahasa Indonesia secara praktis dalam komunikasi dengan lingkungannya.

(20)

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Agar diperoleh gambaran tentang fokus penelitian ini, maka perlu diidentifikasi beberapa masalah penelitian sebagai berikut.

a. Model Permainan Bahasa untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara.

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 pasal 19 ayat 1 menyatakan bahwa: proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Model pembelajaran yang bernuansakan seperti tersebut dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 pasal 19 ayat 1 di atas adalah permainan bahasa, yang mempunyai ciri-ciri pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia khususnya berbicara masih banyak yang konvensional. Beberapa indikator yang dapat dilihat, antara lain dari unsur guru, siswa, maupun proses pembelajaran itu sendiri.

(21)

Model permainan bahasa adalah model pembelajaran bahasa yang bernuansakan Pakem, yakni pembelajaran bahasa yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Model ini memungkinkan siswa melakukan kegiatan pembelajaran yang beragam untuk mengembangkan keterampilan berbicara, dengan berbagai sumber dan alat bantu belajar termasuk pemanfaatan lingkungan supaya pembelajaran lebih menarik, sehingga tingkat penguasaan materi dapat optimal.

Atas dasar keinginan untuk meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Indonesia dalam suasana pembelajaran yang menarik dan menyenangkan untuk siswa tunagrahita ringan, maka fokus penelitian ini diarahkan kepada upaya peningkatan keterampilan berbicara.

b. Peningkatan Keterampilan Berbicara

Nunan (1991:39) menjelaskan bahwa bagi kebanyakan orang, menguasai seni bahasa adalah salah satu aspek yang paling penting dalam mempelajari bahasa, dan tingkat kesuksesan diukur dari seberapa baik ia bisa berkomunikasi menggunakan bahasa tersebut.

Guru harus dapat mengajarkan keterampilan berbicara dengan menarik dan variatif, sehingga pembelajaran berbicara disukai anak.

Dalam kelas bahasa yang menarik, terdapat salah satu karakteristik yang harus dikembangkan yang sangat esensial yakni:

Exposure: Teacher talk can provide rich exposure to language in class throught: 1) introduction and practising language for carrying out reguler classroom management procedures, 2) reguler use of language to communicative with learners; and 3) providing meaningful contexts of use (British Council Indonesia, 2008, 2).

(22)

kegiatan berbahasa, 2) penggunaan bahasa, untuk berkomunikasi dengan siswa; dan 3) penyediaan penggunaan konteks yang bermakna.

Untuk mengembangkan kemampuan berbicara pada anak normal mungkin tidak banyak menemui hambatan yang berarti, karena mereka dapat dengan mudah memanfaatkan potensi psikofisik dalam perolehan kosakata sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan bicaranya. Hal ini dikarenakan kecerdasan sebagai salah satu aspek psikologis mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam mekanisasi fungsi kognisi terhadap stimulus verbal maupun nonverbal, terutama unsur kebahasaan.

Namun, tidak demikian halnya bagi siswa tunagrahita, apa yang dilakukan oleh anak normal sulit untuk diikuti oleh siswa tunagrahita. Seringkali stimulus verbal maupun nonverbal dari lingkungannya gagal ditransfer dengan baik oleh siswa tunagrahita. Bahkan, hal-hal yang tampaknya sederhana terkadang tidak mampu dicerna dengan baik, akibatnya peristiwa kebahasaan yang lazim terjadi di sekitarnya mengalami gangguan.

Pada siswa tunagrahita, kegagalan melakukan apersepsi terhadap suatu peristiwa bahasa, kerapkali diikuti gangguan artikulasi bicara. Pernyataan kelainan sekunder ini, maka yang tampak pada anak-siswa tunagrahita dalam komunikasi, di samping struktur kalimat yang disampaikan cenderung tidak teratur (aphasia concentual), juga dalam pengucapannya seringkali terjadi omisi (pengurangan kata) maupun distorsi (kekacauan dalam pengucapan).

(23)

c. Peningkatan Keterampilan Berbicara Siswa Tunagrahita Ringan Subyek penelitian ini adalah siswa tunagrahita ringan. Siswa tunagrahita ringan adalah siswa tunagrahita yang mempunyai potensi mampu didik, ia masih mempunyai kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan. Kemampuan yang dapat dikembangkan pada siswa tunagrahita ringan ini antara lain; 1) membaca, menulis, mengeja, berbicara, dan berhitung, 2) menyesuaikan diri dan tidak tergantung pada orang lain, 3) keterampilan sederhana untuk kepentingan kerja di kemudian hari. Siswa tunagrahita ringan dikategorikan debil atau moron, atau mampu didik. Ia mempunyai tingkat IQ 50 ≥ 75 (Direktorat PLB, 2009: 14). Penelitian ini terbatas pada pengembangan kemampuan berbicara anak tunagrahita ringan.

Kenyataannya, tunagrahita merupakan kondisi yang kompleks, menunjukkan kemampuan intelektual yang rendah dan mengalami hambatan perilaku adaptif. Seseorang tidak dapat dikatakan tunagrahita jika tidak memiliki kedua faktor tersebut. Salah satu hambatan dalam perilaku adaptif pada siswa tunagrahita adalah terhambat dalam keterampilan komunikasi. Melalui model permainan bahasa ini diharapkan mampu membantu kemampuan berbicara anak tunagrahita ringan.

2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah umum penelitian ini adalah apakah model permainan bahasa efektif meningkatkan keterampilan berbicara anak tunagrahita ringan? Di bawah ini rumusan masalah secara terperinci.

a. Seberapa besar peningkatan pengucapan kata setiap anak tunagrahita ringan sebelum dan sesudah mengikuti model permainan bahasa?

(24)

c. Bagaimanakah peningkatan penggunaan kalimat setiap siswa tunagrahita ringan sebelum dan sesudah mengikuti model permainan bahasa?

d. Apakah model pemainan bahasa efektif untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa tunagrahita ringan?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa tunagrahita ringan melalui penerapan model permainan bahasa. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:

a. mendeskripsikan gambaran peningkatan pengucapan kata setiap anak tunagrahita ringan sebelum dan sesudah mengikuti model permainan bahasa;

b. mengetahui gambaran peningkatan jumlah kosakata setiap anak tunagrahita ringan sebelum dan sesudah mengikuti model permainan bahasa;

c. mengetahui gambaran penggunaan kalimat setiap siswa tunagrahita ringan sebelum dan sesudah mengikuti model permainan bahasa; dan

d. mengetahui keefektifan model permainan bahasa dalam meningkatkan keterampilan berbicara siswa tunagrahita ringan.

D. Manfaat

Hasil penelitian ini akan berupa temuan empiris tentang keadaan kemampuan berbicara serta pengaruh model permainan bahasa yang mampu meningkatkan keterampilan berbicara siswa tunagrahita ringan. Temuan ini akan bermanfaat baik secara teoretis maupun praktis.

1. Manfaat Teoretis

(25)

keterampilan berbicara siswa tunagrahita ringan. Para ahli dan teoretisi keterampilan berbahasa Indonesia diharapkan dapat mengembangkan temuan empiris ini untuk meningkatkan pembelajaran keterampilan bahasa Indonesia.

b. Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai sumbangan konseptual untuk menambah informasi tentang keterampilan berbicara siswa tunagrahita ringan. Para ahli dan teoretisi pendidikan luar biasa diharapkan dapat mengembangkan temuan empiris ini untuk meningkatkan kemampuan komunikasi siswa tunagrahita ringan yang mempunyai kebutuhan khusus.

2. Manfaat Praktis

a Bagi guru-guru bahasa Indonesia SLB C dalam hal perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya keterampilan berbicara. Guru bahasa Indonesia di SLB C diharapkan mengaplikasikan dan mengembangkan penelitian ini untuk menciptakan pembelajaran bahasa indonesia yang menarik, sehingga kemampuan keterampilan bahasa siswa dapat optimal. b Bagi institusi PPPPTK TK dan PLB dapat djadikan bahan masukan

untuk mendapatkan informasi berkualitas tentang siswa tunagrahita ringan beserta model pembelajarannya sehingga penyelenggaraan Diklat Peningkatan Mutu Kompetensi Guru Bahasa Indonesia di SLB berhasil dengan memuaskan.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari ketaksaan dalam memahami beberapa konsep dalam penelitian ini, peneliti merasa perlu untuk menjelaskan istilah-istilah yang digunakan dalam judul disertasi ini dalam uraian di bawah ini. 1. Model permainan bahasa dalam penelitian ini adalah model

(26)

pembelajaran berlangsung dalam suasana gembira. Tahapan pelaksanaan model ini mencakup: a) pembukaan, b) pemodelan, c) praktek, d) evaluasi, dan e) umpan balik dan refleksi. Model

permainan bahasa yang diterapkan dalam penelitian ini mencakup: Permainan Menyatukan Keluarga, Flascard, Jari dan Tangan, Telepon, dan Menebak Suara Binatang.

2. Keterampilan berbicara dalam penelitian ini adalah keterampilan berbahasa yang bersifat produktif yang berfokus pada aspek pengucapan, pengembangan kosakata, dan penyusunan kalimat. 3. Anak Tunagrahita Ringan dalam penelitian ini adalah anak yang

mempunyai keterbelakangan mental (mental retardation) ringan atau lebih dikenal dengan istilah Mild Mental Retardation. Anak tunagrahita ringan mempunyai tingkat kecerdasan (IQ) 50≥ 70. Jadi, tingkat kecerdasannya di bawah anak-anak normal, meskipun secara fisik sama dengan anak-anak normal. Namun demikian, anak tunagrahita ringan masih mempunyai potensi untuk mampu dididik. Melalui pembelajaran, pelatihan, penugasan, pemberian motivasi, pengalaman, dan penciptaan lingkungan belajar yang kondusif sangat memungkinkan adanya perubahan yang signifikan dalam kemampuan berbahasa anak tunagrahita ringan.

F. Asumsi

Terdapat sejumlah asumsi dalam penelitian ini, antara lain seperti tertulis di bawah ini.

1. Keterampilan berbicara hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan cara praktik dan latihan.

2. Model permainan bahasa merupakan usaha untuk meningkatkan keterampilan berbicara.

(27)

spesifik dilakukan oleh siswa secara sadar untuk meningkatkan keterampilan berbicara.

4. Peningkatan keterampilan berbicara sangat erat kaitannya dengan peningkatan keterampilan menyimak, membaca, dan menulis.

G. Hipotesis

Di bawah ini tertulis sejumlah hipotesis yang berkaitan dengan penelitian ini.

1. Model permainan bahasa dapat meningkatkan aspek pengucapan kata setiap siswa tunagrahita ringan.

2. Model permainan bahasa dapat meningkatkan aspek jumlah kosakata setiap siswa tunagrahita ringan.

3. Model permainan bahasa dapat meningkatkan aspek penggunaan kalimat setiap siswa tunagrahita ringan.

4. Model permainan bahasa dapat dijadikan salah satu alternatif model pembelajaran bahasa yang menarik bagi siswa.

(28)

MODEL PERMAINAN BAHASA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA TUNAGRAHITA RINGAN

JENJANG SDLB

(Penelitian Subjek Tunggal pada Siswa SDLB-C di Kota Bandung)

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Doktor Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa

Indonesia

Oleh Ai Sofiyanti Nim. 056485

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia

(29)

TIM PENGUJI PROMOSI DOKTOR

1. Prof. Dr. H. Yus Rusyana

2. Prof. Dr. Hj. Samsunuwijati Mar’at

3. Prof. Dr. H. Dadang Sunendar, M.Hum.

4. Prof. Dr. Iskandarwassid, M.Pd.

(30)

LEMBAR PENGESAHAN

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH TIM PROMOTOR

Promotor

Prof. Dr. H. Yus Rusyana

Ko-Promotor

Prof. Dr. Hj. Samsunuwijati Mar’at

Anggota

(31)

Diketahui Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

(32)

113

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab III ini menguraikan metodologi penelitian yang mencakup: 1) metode penelitian, 2) desain penelitian, 3) prosedur penelitian, 4) lokasi dan waktu penelitian, 5) subjek penelitian, 6) variabel penelitian, 7) instrumen penelitian, dan 8) teknik pengolahan dan analisis data.

A. Metode Penelitian

Ada beberapa variasi dari penelitian eksperimen, yaitu: eksperimen murni, eksperimen kuasi, eksperimen semu, dan subjek tunggal (Sukmadinata, 2005:203). Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Subjek Tunggal (Single Subject Eksperiment). Menurut Fraenkel and Wallen (second ed.) (1998: 258) dijelaskan bahwa:

“single-subject designs are adaptations of basic time-series design. The difference is date data collected and analyzed for only one subject at at time. They are most commonly used to study the changes in behavior an individual exhibits after exposure to an interventation or treatment of some short. Developed primarily in special education where most of the usual instrumentation is inappropiate, single subject design have been used by researchers to demonstrate that down syndrom children, for example, are capable of far more complex learning than was previously believed.”

Selanjutnya, menurut Rosnow and Rosenthal, 1999 (dalam Sunanto,at.all (2005:56) desain subjek tunggal (single subject design) memfokuskan pada data individu sebagai sampel penelitian. Perbandingan tidak dilakukan antar individu maupun kelompok, tetapi dibandingkan pada subjek yang sama dalam kondisi yang berbeda, dan yang dimaksud kondisi di sini adalah kondisi baseline dan kondisi eksperimen (intervensi).

(33)

114

Kondisi eksperimen adalah kondisi dimana suatu intervensi telah diberikan dan target behavior diukur di bawah kondisi tersebut. Selanjutnya, pada desain subjek tunggal selalu dilakukan perbandingan antara fase baseline dengan sekurang-kurangya satu fase intervensi.

Sementara itu, menurut Sukmadinata (2005:59) eksperimen subjek tunggal merupakan eksperimen yang dilakukan terhadap subjek tunggal. Dalam eksperimen subjek tunggal, subjek atau partisipannya bersifat tunggal, bisa satu orang, dua orang, atau lebih. Hasil eksperimen disajikan dan dianalisis berdasarkan subjek secara individual. (Sukmadinata, 2005:209).

Dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian subjek tunggal merupakan penelitian eksperimen yang dilakukan terhadap subjek secara individual yang bertujuan untuk melihat perubahan perilaku. Perbandingan dilakukan pada subjek yang sama dalam kondisi yang berbeda, yakni kondisi baseline dimana pengukuran dilakukan secara natural sebelum intervensi dibandingkan dengan kondisi setelah eksperimen diberikan. Contohnya untuk meneliti perubahan perilaku anak berkebutuhan khusus down syndrom.

Menurut Sukmadinata (2005: 210) agar memiliki validitas internal yang tinggi, desain eksperimen subjek tunggal hendaknya memperhatikan karakterisktik sebagai berikut.

1) Pengukuran yang ajeg (reliabel measurement). Dalam eksperimen subjek tunggal pengukuran dilakukan beberapa kali. Keajegan pengamatan sangat penting dalam subjek tunggal.

2) Pengukuran yang berulang-ulang (repeated measurement). Pengukuran yang berulang-ulang dilakukan untuk mengendalikan variasi normal yang diharapkan terjadi dalam interval waktu yang pendek, juga agar terjamin deskripsi yang jelas dan ajeg.

(34)

115

4) Garis dasar, kondisi perlakuan, rentang, dan stabilitas (based line, condition, treatment, and stability). Pada tahap awal eksperimen individu diamati sampai menunjukkan keadaan stabil, baru kemudian diberi perlakuan. Rentang waktu pada tahap awal ini disebut garis dasar (based line)

5) Ketentuan variabel tunggal (single-variabel rule). Selama masa perlakuan (eksperimen) variabel yang diubah pada satu subjek hanya satu variabel, sebab kalau lebih dari satu sulit untuk menentukan variabel mana yang berpengaruh.

Terdapat sejumlah alasan mengapa penelitian ini menggunakan metode subjek tunggal, antara lain: 1) sesuai dengan tujuan penelitian ini adalah untuk melihat perubahan perilaku belajar dalam hal ini peningkatan keterampilan berbicara anak tunagrahita ringan secara individual sebagai akibat dari perlakuan model permainan bahasa, 2) subjek yang akan diteliti adalah anak tunagrahita ringan yang merupakan anak berkebutuhan khusus dan memerlukan pendekatan yang bersifat individual, 3) tujuan metode eksperimen subjek tunggal ini untuk menguji secara langsung pengaruh penerapan model permainan bahasa terhadap peningkatan keterampilan berbicara anak tunagrahita ringan.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang akan digunakan adalah Desain A-B-A. Desain A-B-A merupakan pengembangan dari Desain A-B yang lebih menunjukkan adanya hubungan sebab akibat antara variabel terikat dan variabel bebas. Desain A-B-A menunjukkan adanya kontrol terhadap variabel bebas yang lebih kuat dibandingkan dengan desain lainnya. Oleh karena itu, validasi internal lebih meningkat, sehingga hasil penelitian yang menunjukkan hubungan fungsional antara variabel terikat dengan variabel bebas lebih meyakinkan.

(35)

116

diterima. Jadi, penambahan kondisi baseline A2 dimaksudkan sebagai kontrol untuk fase intervensi sehingga memungkinkan untuk menarik simpulan adanya hubungan fungsional antara variabel bebas dan variabel terikat. Desain A-B-A mempunyai tiga tahap, yaitu A-1 (Baseline-1), B (Intervensi), A2 (baseline-2). Gambarnya dapat dilihat di bawah ini.

A-1 (Baseline 1) (Sesi 1-4)

B (Intervensi) (Sesi 5-12)

A-2 (Baseline 2) (Sesi 13-15)

[image:35.595.100.532.232.678.2]

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Sesi

Gambar 3.1

Desain Penelitian A1-B-A2

Penjelasan:

A 1 = Baseline 1, adalah kondisi kemampuan keterampilan berbicara pada subjek penelitian sebelum dilakukan intervensi (praintervensi).

B = Intervensi , adalah kondisi intervensi keterampilan berbicara pada subjek penelitian dengan menerapkan model permainan bahasa. A-2 = Baseline 2, adalah kondisi keterampilan berbicara pada subjek

penelitian setelah dilakukan intervensi (pascaintervensi).

Menurut Sunanto, dkk. (2005:61) prosedur desain A-B-A adalah: 1) target behavior diukur secara kontinyu pada kondisi baseline (A1)

dalam periode waktu tertentu sampai data menjadi stabil;

2) pengukuran dilanjutkan pada kondisi intervensi (B) secara terus menerus sampai data mencapai kecenderungan level data yang jelas; 3) pengukuran kembali dilakukan pada kondisi baseline (A2).

Selanjutnya Sunanto, at.all (2005:62) menjelaskan bahwa untuk mendapatkan validasi penelitian yang baik, pada saat melakukan eksperimen A-B-A perlu memperhatikan beberapa hal di bawah ini:

(36)

117

2) mengukur dan mengumpulkan data pada kondisi baseline A1 secara kontinyu sekurang-kurangnya 3 atau 5 atau sampai trend dan level data menjadi stabil;

3) memberikan intervensi setelah trend data baseline stabil;

4) mengukur dan mengumpulkan data pada fase intervensi (B) dengan periode waktu tertentu sampai data menjadi stabil; dan 5) setelah kecenderungan dan level data pada fase intervensi (B)

stabil, maka mengulang kembali fase baseline (A2).

C. Prosedur Penelitian

[image:36.595.110.544.134.702.2]

Prosedur penelitian ini secara garis besar mencakup lima tahapan, yakni: 1) tahap prapenelitian, 2) tahap mendesain rancangan model, 3) tahap uji kelayakan model, 4) tahap perbaikan rancangan model, dan 5) tahap penelitian. Prosedur penelitian dapat digambarkan berikut ini.

Gambar 3.2

Prosedur Penelitian Model Permainan Bahasa untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Anak Tunagrahita Ringan

1. Tahap Prapenelitian

a. Kajian Pustaka

Interpretasi

2. Tahap Mendesain Rancangan Model a. Tujuan b. Bahan c. RPP d. Media d. Evaluasi 4. Tahap Perbaikan Rancang Model 5. Tahap Penelitian

a. menetapkan target behavior b. Pengukuran

baseline A1 c. Pengukuran

Intervensi B d. Pengukuran Baseline A2

3. Tahap Uji Kelayakan Model

a. Analisis Kualitas Model

b. Penilai Ahli c. Uji Coba

lapangan b. Studi Lapangan 1,

(37)

118

1. Tahap Prapenelitian

Pada tahap ini peneliti melakukan studi pustaka dan studi lapangan. Studi pustaka dilakukan untuk mencari, menganalisis, dan menginterpretasi teori-teori yang berkaitan erat dengan penelitian, yang mencakup teori model pembelajaran, teori permainan bahasa, konsep berbicara, pembelajaran berbicara dengan model permainan bahasa, teori anak tunagrahita, teori psikologi anak, teori metodologi penelitian dan hasil penelitian sebelumnya.

Studi lapangan dilakukan untuk menemukan: (a) masalah-masalah yang berkaitan dengan pembelajaran keterampilan berbicara di SLB C, (b) masalah keterampilan berbicara anak tunagrahita ringan, dan (c) potensi keterampilan berbicara anak tunagrahita ringan yang dapat dikembangkan, sehingga dapat dijadikan peluang penelitian. Studi lapangan tahap prapenelitian dilakukan sebanyak 4 kali.

a.Studi Lapangan Tahap 1

Tujuan studi lapangan tahap 1 ini adalah untuk mengidentifikasi dan menetapkan sekolah-sekolah SDLB C yang ada di kota Bandung yang memungkinkan dilakukannya penelitian.

Fokus kajiannya adalah menggali data tentang: identitas sekolah, kepala sekolah, keadaan guru, keadaan siswa, kurikulum, buku sumber, media pembelajaran, alokasi waktu pelajaran bahasa Indonesia, cakupan materi bahasa Indonesia, cakupan materi keterampilan berbicara, dan model permainan bahasa yang sudah diterapkan. Data-data tersebut dikumpulkan kemudian dianalisis sehingga berhasil diungkap data sekolah mana yang memungkinkan untuk dilakukan penelitian ini.

(38)

119

b. Studi Lapangan Tahap 2

Tujuan studi lapangan tahap 2 ini adalah untuk mendapatkan data selengkapnya tentang siswa tunagrahita ringan yang diproyeksikan akan menjadi subjek penelitian.

Fokus kajiannya adalah menggali data yang memuat hasil pemeriksaan psikologis anak yang bersangkutan, yang berisi nama, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, tingkat kecerdasan (IQ) dalam skala Binnet, klasifikasi taraf kecerdasan, dan aspek perkembangan bicara anak pada tanggal pemeriksaan.

Teknik pengumpulan data: 1) observasi anak di sekolah, 2) wawancara dengan guru, dan 3) dokumentasi data hasil pemeriksaan psikolog.

c. Studi Lapangan Tahap 3

Tujuan studi lapangan 3 ini adalah untuk mendapatkan data tentang: (a) masalah-masalah keterampilan berbicara anak tunagrahita ringan, dan (b) potensi berbicara anak tunagrahita ringan yang dapat dikembangkan.

Fokus kajiannya adalah menggali data yang memuat keterampilan berbicara anak dalam hal menyebutkan: (a) nama diri, (b) nama-nama anggota tubuh, (c) nama orang tua, (d) alamat rumah, nama-nama saudara (kakak atau adik), (e) nama-nama benda yang ada di dalam kelas, (f) nama warna, (g) berhitung, (h) menjawab pertanyaan, dan (i) bertanya.

Teknik pengumpulan data: 1) merekam hasil pembicaraan dengan siswa, 3) tanya jawab, dan 4) diskusi.

d. Studi Lapangan Tahap 4

(39)

120

untuk pengembangan model yang efektif berdasarkan hasil studi lapangan.

Fokus kajian diorientasikan pada mengungkapkan penyelenggaraan pembelajaran berbicara di SPLB-C YPLB Cipaganti kota Bandung. Penyelenggaraan pembelajaran berbicara di sekolah tersebut meliputi aspek: 1) kompetensi guru dalam hal: penyusunan model, penyusunan RPP, penentuan alat pembelajaran, dan penentuan evaluasi pembelajaran; 2) masalah-masalah yang dihadapi dalam pembelajaran berbicara; 3) potensi yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran berbicara, dan 4) peluang yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran berbicara.

Teknik yang digunakan untuk mengungkap penyelenggaraan pembelajaran berbicara di sekolah tersebut antara lain: 1) Group Discussion Process (GDP), yakni diskusi secara bebas yang melibatkan kepala sekolah, guru, staf, dan siswa, 2) wawancara secara mendalam, 3) observasi langsung ke sekolah dan kelas, 4) studi dokumentasi terhadap data yang ada di kedua sekolah tersebut.

Hasil yang dicapai setelah melakukan analisis terhadap data yang berhasil diungkapkan, selanjutnya disajikan deskripsi penyelenggaraan pembelajaran berbicara di SPLB-C YPLB Cipaganti kota Bandung sebagai data. Penyusunan model permainan bahasa untuk meningkatkan keterampilan berbicara anak tunagrahita ringan ini bertujuan sebagai upaya kajian sistematis dalam menganalisis, membandingkan, menetapkan, menambah, atau kompilasi setiap variabel pembelajaran berbicara supaya lebih adaptif, inovatif, dan produktif.

2. Tahap Mendesain Rancangan Model

(40)

121

a. Menetapkan Indikator Pembelajaran

Berdasarkan KTSP Tahun 2006 SDLB C kelas IV semester 1 dan 2. Untuk semester 1 standar kompetensi dan kompetensi dasar berbicara adalah siswa mampu mendeskripsikan tempat sesuai denah dan penjelasan petunjuk penggunaan alat, sedangkan kompetensi dasarnya adalah siswa mampu mendeskripsikan tempat sesuai dengan denah atau gambar dengan kalimat sederhana. Untuk semester 2, standar kompetensi dan kompetensi dasar berbicara adalah siswa mampu mempraktekkan menyampaikan pesan dari telepon, sedangkan kompetensi dasarnya adalah siswa mampu menjawab pertanyaan dalam telepon.

b. Menyusun Bahan Pembelajaran

Bahan pembelajaran berbicara yang diterapkan dalam Model Permainan Bahasa ini berupa: 1) kartu-kartu bergambar, dan 2) gambar denah rumah, kebun binatang, kebun, dan sekolah. Gambar-gambar tersebut dijadikan sebagai media untuk permainan bahasa yang bertujuan meningkatkan keterampilan berbicara anak tunagrahita ringan.

c. Menyusun Rencana Program Pembelajaran (RPP)

Komponen-komponen RPP yang disusun ini mencakup: 1) identitas sekolah, mata pelajaran, kelas, semester, dan alokasi waktu, 2) standar kompetensi, 3) kompetensi dasar, 4) indikator, 5) materi pembelajaran, 6) metode/ strategi pembelajaran, 7) kegiatan pembelajaran, 8) sumber dan media, dan 9) penilaian. RPP yang dibuat berdasarkan kebutuhan individual anak tunagrahita dan tuntutan kurikulum.

d. Membuat Media Pembelajaran

(41)

122

sekolah. Media pembelajaran ini sangat diperlukan sekali dalam permainan bahasa, karena dengan adanya media pembelajaran, proses pembelajaran berbicara menjadi lebih menarik minat anak (Media pembelajaran lihat lampiran).

e. Menyusun Evaluasi

Tiga variabel berbicara yang akan dievaluasi mencakup: 1) pengucapan, 2) pengembangan kosakata, dan 3) penggunaan kalimat.

1) Evaluasi untuk variabel pengucapan dan penggunaan kalimat menggunakan instrumen tes dengan sistem penyekoran menggunakan skala Likert dengan rentang skor antara 1-5. Semua jawaban siswa akan dikonversi dengan pendekatan angka-angka tersebut.

2) Evaluasi untuk variabel pengembangan kosakata menggunakan tes dilakukan dengan cara memberi skor 2,5 pada setiap jawaban siswa yang benar. Jumlah soal berupa gambar yang diberikan berjumlah 40. Jadi, skor maksimal yang diperoleh siswa 100.

3. Tahap Uji Kelayakan Model

Pengujian kelayakan model dilakukan melalui dua tahapan kegiatan, yakni: a) analisis dan penilaian kualitas model, serta b) uji coba lapangan.

a. Analisis Kualitas Model

Tujuan analisis kualitas model ini adalah untuk menguji kelayakan rancangan Model Permainan Bahasa yang dilakukan dengan cara mengkaji isi setiap komponen, serta melihat kesinambungan dan keterkaitan antara komponen yang satu dengan komponen lainnya.

(42)

123

berhubungan satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Analisis kualitas model dilakukan dengan mengkaji ulang model yang dikembangkan, mengadakan diskusi dengan teman-teman: ahli bahasa, ahli pendidikan, ahli psikologi, ahli anak berkebutuhan khusus, dan ahli metode SSR. Diskusi dilakukan untuk mendapatkan masukan, tanggapan, saran, pemecahan masalah, terhadap model yang sedang dikembangkan.

Rancangan model yang telah dikembangkan kemudian dinilai oleh para ahli. Tenaga ahli yang dilibatkan dalam kegiatan ini berasal dari: ahli bahasa, ahli pendidikan, ahli psikologi, ahli anak berkebutuhan khusus, dan ahli metode SSR. Kriteria ahli dalam penelitian ini memliki latar belakang pendidikan sesuai dengan keahliannya minimal S2 dan telah bekerja di bidangnya minimal lima tahun. Masing-masing ahli dimintai pendapatnya mengenai kelayakan model Permainan Bahasa ini dari sudut pandang keahliannya masing-masing.

Sistem penilaian dilakukan dengan menggunakan teknik respon terinci. Dengan demikian, para ahli tinggal mengisi pendapatnya pada lembar penilaian yang telah disediakan.

b. Uji Coba Lapangan

Uji coba Model Permainan Bahasa ini dilakukan untuk sembilan subjek yang berada di SPLB-C YPLB Cipaganti kota Bandung.

4. Tahap Perbaikan Rancangan Model

(43)

124

5. Tahapan Penelitian Subjek Tunggal A-B-A

Tahap penelitian eksperimen subjek tunggal A-B-A pada Model Permainan Bahasa ini mencakup: a) tahapan penelitian eksperimen subjek tunggal A-B-A, b) tahapan kegiatan guru dalam model permainan bahasa, dan c) tahapan kegiatan murid dalam model permainan bahasa.

a. Tahapan Penelitian Eksperimen Subjek Tunggal A-B-A

[image:43.595.110.549.259.742.2]

Secara garis besar tahapan penelitian eksperimen subjek tunggal A-B-A ini mencakup: (1) tahap 1 (A-1, baseline 1), (2) tahap 2 (B, intervensi), dan (3) tahap 2 (A-2, baseline 2). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah in

Tabel 3.1

Tahap Penelitian Eksperimen Subjek Tunggal Desain A-B-A

No. Tahap 1

A-1 (Baseline 1)

1 2

1. Menetapkan perilaku belajar yang akan diubah sebagai target behavior, yaitu peningkatan keterampilan berbicara melalui model model permainan bahasa, yang dibatasi pada aspek: 1) kelancaran dan ketepatan pengucapan 2) kosakata, dan 3) penggunaan kalimat.

2. Untuk mengambil data baseline 1, maka langkah pelaksanaannya adalah: a. guru melaksanakan kegiatan pembelajaran berbicara sebanyak empat sesi; b. subjek melaksanakan kegiatan berbicara dalam situasi pembelajaran yang

biasa, tanpa menerapkan model permainan bahasa.

c. Tiga orang observer merekam dan melaksanakan penilaian dalam tiga aspek yakni: 1) kelancaran dan ketepatan pengucapan 2) kosakata, dan 3) penggunaan kalimat berdasarkan instrumen yang telah disediakan.

d. Hasil rekaman, observasi dan penilaian dicatat dalam format data penilaian.

Tahap 2 B (Intervensi)

1. Dilaksanakan model permainan bahasa terhadap sembilan subjek penelitian selama delapan sesi, masing-masing sesi @ 60 menit (2 x jam pelajaran). Prosedur model permainan bahasa akan dijelaskan pada bagian lain.

2. Untuk mengambil data pada tahap intervensi ini, maka dilakukan tahap kegiatan yang dilakukan antara lain:

(44)

125

b. Subjek melaksanakan kegiatan pembelajaran berbicara dalam konteks permainan bahasa.

c. Tiga orang observer melaksanakan kegiatan: merekam pembicaraan siswa, dan melakukan penilaian dalam tiga aspek: 1) kelancaran dan ketepatan pengucapan dan 2) penguasaan kosakata berdasarkan instrumen yang telah disediakan.

d. Hasil rekaman dan penilaian dicatat dalam format data penilaian.

3. Hal tersebut di atas dilakukan untuk mengukur tingkat kestabilan kondisi subjek.

Tahap 2 A-2 (Baseline 2)

1. Melakukan pengukuran kembali tentang 1) kemampuan kelancaran dan ketepatan pengucapan dan 2) penguasaan kosakata pada setiap subjek setelah mengalami delapan sesi intervensi.

2. Prinsip pengukuran pada tahap ini sama dengan tahap baseline 1 (A-1). Adapun langkah pelaksanaan tahap ini adalah:

a. guru melaksanakan kegiatan pembelajaran berbicara sebanyak empat sesi selama 60 menit untuk tiap sesi.

b. subjek melaksanakan kegiatan berbicara dalam situasi pembelajaran yang biasa, tanpa menerapkan model permainan bahasa;

c. tiga orang observer merekam, dan melaksanakan penilaian dalam dua aspek yakni: 1) kelancaran dan ketepatan pengucapan 2) kosakata, dan 3) penggunaan kalimat berdasarkan instrumen yang telah disediakan; d. hasil rekaman dan penilaian dicatat dalam format penilaian; dan

e. pada akhir kegiatan eksperimen, peneliti melakukan wawancara untuk mendapatkan refleksi dan feedback dari guru-guru.

b. Tahapan Kegiatan Guru dalam Model Permainan Bahasa

(45)
[image:45.595.96.568.152.746.2]

126

Tabel 3.2

Tahapan Kegiatan Guru dalam Pembelajaran Model Permainan Bahasa

No. Tahapan

Kegiatan

Tujuan Kegiatan Guru

1 2 3 4

1. Pembukaan 1.Membangun

pengetahuan awal serta

menyediakan kondisi

pembelajaran untuk

mengekspresikan bahasa sebanyak mungkin.

2. Memberi motivasi

a. Mengenalkan topik pembelajaran. b. Mengenalkan tujuan pembelajaran. c. Berbagi pengalaman.

d. Menghubungkan topik dengan

pengalaman / pengetahuan

sebelumnya.

e. Penyediaan konteks yang bermakna

untuk mengantarkan topik

pembelajaran.

a. Mendorong siswa lancar berbicara. b. Bersikap positif ketika siswa mencoba berbicara.

c. Menciptakan lingkungan belajar yang positif.

2. Pemodelan Pemberian contoh

kegiatan berbicara melalui

permainan bahasa

mendeskripsikan gambar.

a. Memberi contoh pengucapan yang benar (artikulasi, kelancaran, intonasi, jeda), melalui permainan bahasa. b. Memberi contoh pengembangan

kosakata melalui permainan bahasa. c. Memberi contoh penggunaan kalimat

yang runtut dan efektif melalui permainan bahasa.

3. Praktek Memberi kesempatan

untuk berbicara dengan cara membangun situasi berbicara secara bersama-sama selanjutnya secara individual.

a. Melatih siswa berbicara secara terbimbing secara bersama-sama dalam konteks permainan bahasa. b. Melatih siswa berbicara secara

berpasangan dalam konteks

permainan bahasa.

c. Melatih siswa berbicara secara individual, dalam konteks permainan bahasa.

4. Evaluasi Mengetahui

perkembangan berbicara siswa secara individual dalam hal pengucapan, perbendaharaan kata, dan penggunaan kalimat.

a. Saat siswa praktek berbicara secara individual, guru melakukan penilaian dalam hal:

• pengucapan;

• kosakata; dan

• penggunaan kalimat.

(46)

127

1 2 3 4

5. Feedback dan Refleksi

Memberi masukan tentang kelebihan dan kekurangan model permainan bahasa,

untuk selanjutnya

diadakan penyempurnaan.

a. Untuk bahan refleksi guru bertanya pada siswa secara individual tentang:

• Apakah ada masalah dengan materi mendeskripsikan gambar?

• Bagian mana yang dirasakan sulit?

• Apakah materi mendeskripsikan bgambar ini disukai atau tidak? b. Untuk bahan feedback, maka guru:

• berdiskusi dengan sesama guru tentang kekurangan dan kelebihan model permainan bahasa; dan

• berdiskusi dan memberi masukan

dengan peneliti tentang

kekurangan dan kelebihan model permainan bahasa.

c. Tahapan Kegiatan Siswa dalam Pembelajaran Model Permainan Bahasa

(47)
[image:47.595.96.573.156.751.2]

128

Tabel 3.3

Tahapan Kegiatan Siswa dalam Pembelajaran Model Permainan Bahasa

No. Tahapan Kegiatan

Tujuan Kegiatan Siswa

1 2 3 4

1. Pembukaan 1.Membangun

pengetahuan awal serta menyediakan kondisi pembelajaran untuk mengekspresikan

bahasa sebanyak

mungkin.

2. Memberi motivasi

a. Menyebutkan topik pembelajaran. b. Berbicara tentang pengalaman sendiri

dengan menggunakan kalimat

sederhana.

c. Dengan motivasi dari guru siswa memberi komentar tentang kejadian yang berlangsung di kelas dengan kalimat sederhana.

2. Pemodelan Pemberian contoh

kegiatan berbicara melalui

permainan bahasa

mendeskripsikan gambar.

a. Siswa mencontoh pengucapan yang benar (artikulasi, kelancaran, intonasi, jeda), melalui permainan bahasa. b. Siswa mencontoh pengembangan

kosakata melalui permainan bahasa. c. Siswa mencontoh penggunaan kalimat

yang runtut dan efektif melalui permainan bahasa.

3. Praktek Memberi kesempatan

untuk berbicara dengan cara membangun situasi berbicara secara bersama-sama selanjutnya secara individual.

a. Siswa berlatih berbicara terbimbing secara bersama-sama dalam konteks permainan bahasa.

b. Siswa berlatih berbicara secara individual, dalam konteks permainan bahasa.

4. Evaluasi Mengetahui

perkembangan berbicara siswa secara individual dalam hal pengucapan, perbendaharaan kata, dan penggunaan kalimat.

a. Siswa praktek berbicara secara individual, guru melakukan penilaian dalam hal:

• pengucapan;

• kosakata; dan

• penggunaan

kalimat.

b. Hasil penilaian dicatat dalam format data penilaian yang sudah disiapkan.

5. Refleksi Memberi masukan tentang kelebihan dan kekurangan model permainan bahasa,

untuk selanjutnya

diadakan penyempurnaan.

a. Untuk bahan refleksi, siswa secara individual menjawab pertanyaan guru tentang:

• Apakah ada masalah dengan materi mendeskripsikan gambar?

• Bagian mana yang dirasakan sulit?

(48)

129

D. Lokasi dan Waktu Penelitian

[image:48.595.118.509.209.631.2]

Lokasi penelitian dilaksanakan di SPLB-CYPLB Cipaganti Kota Bandung. Jangka waktu penelitian adalah lima bulan mulai Januari 2010 s.d. Mei 2010. Jadwal pertemuan tercantum dalam tabel di bawah ini.

Tabel 3.4

Waktu Pelaksanaan Penelitian

Sesi Sesi Tanggal Materi

1. A1 02/03/2010 - Diri sendiri

- Lingkungan rumah - Lingkungan sekolah - Lingkungan sekitar

2. 04/03/2010

3. 09/03/2010

4. 11/03/2010

5. B 06/04/2010 - Diri sendiri

- Lingkungan rumah - Lingkungan sekolah - Lingkungan sekitar

6. 08/04/2010

7. 13/04/2010

8. 15/04/2010

9. 20/04/2010

10. 22/04/2010

11. 27/04/2010

12. 29/04/2010

13. A2 07/05/2010 - Diri sendiri

- Lingkungan rumah - Lingkungan sekolah - Lingkungan sekitar

14. 11/05/2010

15. 14/05/2010

16. 18/05/2010

E. Subjek Penelitian

(49)

50-130

[image:49.595.109.514.197.579.2]

70 Skala Standford-Binnet. Untuk lebih jelasnya subjek penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini

Tabel 3.5 Subjek Penelitian

No. Daftar Subjek

Umur Jenis Kelamin

Tingkat Kecerdasan

Klasifikasi

1. Subjek 1 12 tahun

P IQ= 52 Skala

Standford-Binnet

Mild mental Retardation 2. Subjek 2 12

tahun

P IQ = 70 Border line

3. Subjek 3 12 tahun

P IQ= 67 Skala

Standford-Binnet

Mild Mental Retardation 4. Subjek 4 11

tahun

P IQ = 52 Skala Standford-Binnet

Mild mental Retardation 5. Subjek 5 10

tahun

L IQ= 64 Skala

Standford-Binnet

Mild Mental Retardation 6. Subjek 6 11

tahun

L IQ= 64 Skala

Standford-Binnet

Mild Mental Retardation 7. Subjek 7 12

tahun

P IQ = 50 Skala Standford-Binnet

Mild Mental Retardation 8. Subjek 8 11

tahun

P IQ = 64 Skala Standford-Binnet

Mild Mental Retardation 9. Subjek 9 12

tahun

L IQ= 52 Skala

Standford-Binnet

Mild Mental Retardation

F. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini mencakup variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebasnya adalah penerapan model permainan bahasa yang diterapkan di SPLB-C YPLB Cipaganti Kota Bandung.

(50)

131

G. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini ada empat mencakup: tes, observasi, angket, dan wawancara.

1) Instrumen Tes

Instrumen tes digunakan untuk mengetahui aspek: a) ketepatan dan kelancaran pengucapan, b) pengembangan kosakata, dan c) penggunaan kalimat. Instrumen tes terdiri atas prates (pretest) dan pascates (posttest). Prates diberikan pada kondisi baseline-1, yaitu kondisi pada saat siswa belum intervensi dilakukan. Tes ini dilakukan dengan tujuan untuk memastikan sejauh mana pengetahuan awal siswa yang berkaitan dengan aspek: a) pengucapan b) pengembangan kosakata, dan c) penggunaan kalimat.

Selanjutnya tes diberikan juga pada saat terjadinya pelaksanaan intervensi (tes dalam proses PBM). Tes ini berkaitan dengan aspek: a) pengucapan b) kosakata, dan c) penggunaan kalimat. Tes ini bertujuan untuk melihat kondisi dan kestabilan siswa pada saat memperoleh intervensi.

Pascates diberikan pada kondisi baseline-2 untuk mengevaluasi sejauh mana terjadi peningkatan kemampuan aspek: a) pengucapan, b) pengembangan kosakata, dan c) penggunaan kalimat setelah intervensi dilepas. Perangkat soal tes pada prates sama tapi tak serupa dengan pascates. Instrumen tes tersebut digunakan setelah memenuhi kriteria validasi dan reabilitas.

(51)
[image:51.595.109.515.188.630.2]

132

Tabel 3.6

Kisi-kisi Tes Berbicara

No. Komponen Indikator

1. Pengucapan 1. Kemampuan melafalkan vokal maupun kosonan secara tepat dan jelas.

2. Kelancaran berbicara tanpa adanya penundaan pembicaan untuk memikirkan isi dan tidak terjadi pengulangan suku kata, kata, frase, atau kalimat yang sama saat berbicara.

3. Kemampuan penggunaan intonasi (nada) suara yang tepat saat berbicara.

4. Kemampuan penggunaan jeda (penghentian) yang tepat saat berbicara.

2. Pengembangan Kosa Kata

1. Mengidentifikasi jumlah dan jenis kosakata bertemakan diri sendiri.

2. Mengidentifikasi jumlah dan jenis kosakata bertemakan lingkungan rumah.

3. Mengidentifikasi jumlah dan jenis kosakata bertemakan lingkungan sekolah.

4. Mengidentifikasi jumlah dan jenis kosakata bertemakan lingkungan sekitar.

3. Penggunaan Kalimat

1. Mengidentifikasi jenis kalimat. 2. Mengidentifikasi isi kalimat.

3. Mengidentifikasi kesesuaian kalimat yang digunakan dengan gambar.

4. Mengidentifikasi kekomunikatifan kalimat.

(52)

133

b) Instrumen Tes Berbicara Aspek Pengembangan Kosakata

Instrumen tes berbicara aspek pengembangan kosakata mengujikan kosakata-kosakata yang bertemakan diri sendiri, lingkungan rumah, lingkungan sekolah, dan lingkungan sekitar. Jumlah kosakata yang diujikan untuk tiap sesi 40 kata. Kosakata yang diujikan berurutan dari mulai kosakata yang dekat dengan diri anak menuju ke kosakata yang agak jauh dan jauh dari diri anak. Selain itu, kosakata yang diujikan juga memperhatikan aspek prerequisit sebagai prasyarat untuk melanjutkan ke kosakata yang baru. Instrumen daftar kosakata beserta kartu gambar yang diujikan pada kondisi baseline 1, kondisi intervensi, dan kondisi baseline 2 terdapat dalam lampiran.

2) Instrumen Observasi

Observasi dilakukan untuk mengetahui keefektifan penerapan model permainan bahasa di SPLB-C YPLB Cipaganti Kota Bandung. Observasi dilakukan terhadap kegiatan guru dan kegiatan siswa. Isi instrumen observasi berupa tahapan dan indikator penerapan model permainan bahasa yang dilakukan guru dan siswa. Observasi dilakukan dengan menggunakan pedoman observasi. Instrumen observasi dapat dilihat dalam lampiran.

3) Instrumen Angket

Angket digunakan dalam studi lapangan tahap 1 yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan menetapkan sekolah-sekolah SDLB C yang ada di Kota Bandung yang memungkinkan dilakukannya penelitian Model Permainan Bahasa untuk Anak Tunagrahita Ringan.

(53)

134

bahasa Indonesia, cakupan materi keterampilan berbicara, dan model permainan bahasa yang sudah diterapkan. Data-data tersebut dianalisis sehingga berhasil diungkap data sekolah mana yang memungkinkan untuk dilakukan penelitian ini. Instrumen angket dapat dilihat dalam lampiran.

4) Instrumen Wawancara

Wawancara dilakukan pada guru-guru yang terlibat dalam program pembelajaran yang bertujuan untuk mengetahui apakah model permainan bahasa untuk siswa tunagrahita ini mudah atau sulit dilakukan? Hambatan apa yang muncul dalam pembelajaran? Bagaimana tanggapannya pada media pembelajaran yang digunakan? Menarikkah model ini? Instrumen wawancara dapat dilihat dalam lampiran.

H. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Teknik pengolahan dan analisis data penelitian dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif, data keterampilan berbicara siswa aspek pengucapan dan penggunaan kalimat dianalisis berdasarkan pedoman penilaian keterampilan berbicara dengan skala Likert.. Aspek-aspek pengucapan dan penggunaan kalimat siswa yang dianalisis meliputi:

• artikulasi berbicara; • kelancaran berbicara; • intonasi;

• jeda;

• jenis kalimat; • isi kalimat;

(54)

135

Pengolahan dan analisis data pengembangan kosakata siswa, dilakukan dengan memberikan skor pada setiap jawaban yang benar 2,5. Jumlah soal yang diujikan 40 soal, maka skor

Gambar

Gambar 4.2
Gambar 3.1 Desain Penelitian A1-B-A2
Gambar 3.2 Prosedur Penelitian Model Permainan Bahasa untuk Meningkatkan
Tabel 3.1 Tahap Penelitian Eksperimen Subjek Tunggal Desain A-B-A
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang yang diungkapkan di atas, maka rumusan masalah yang diajukan penulis adalah “Apakah Modifikasi Tes Keterampilan Dribbling pada

Hasil Pembelajaran Keterampilan Berbicara dengan menggunakan Media Permainan Dakon pada Siswa Kelas VII SMP 33 Semarang.. Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Bahasa dan

Penelitian ini berjudul “Pelaksanaan Pembelajaran Keterampilan Merangkai Bunga Hias Dari Bahan Daur Ulang Pada Anak Tunagrahita Ringan di SLB C Purnama Asih

Program Keterampilan Kerja Mengemas Produk Pertanian Bagi Tunagrahita Ringan Kelas XI Di SLB Sukagalih Lembang Bandung Barat.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Multimedia interaktif model permainan merupakan media pembelajaran yang cocok digunakan oleh anak tunagrahita ringan karena di dalamnya terdapat unsur audio dan

PENGARUH METODE DRILL TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMAKAI SEPATU BERTALI PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS 3 SDLB DI SLB C YPLB MAJALENGKA.. Universitas Pendidikan Indonesia

Berdasarkan hasil analisis data mengenai penerapan teknik modelling terhadap keterampilan vokasional dalam membuat keset untuk siswa tunagrahita ringan dapat dianalisis

Grafik pre test dan post test 50 meter pada siswa tunagrahita ringan SLB Lab-UM SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang efektivitas permainan tradisional