• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Bahan Organik Segar Dalam Memperbaiki Sifat Fisika Ultisol Yang Ditanami Jagung Pada Tiga Kelas Lereng: Efek Sisa Pada Musim Tanam Ke II.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Bahan Organik Segar Dalam Memperbaiki Sifat Fisika Ultisol Yang Ditanami Jagung Pada Tiga Kelas Lereng: Efek Sisa Pada Musim Tanam Ke II."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Yulnafatmawita-Article-BKS-Unila-2014

Disamping masalah lahan dengan unsur hara yang tidak berimbang, petani juga merasa berat membeli pupuk sintetik yang harganya semakin mahal. Oleh karena itu, penggunaan pupuk sintetik harus dikurangi tanpa menurunkan produksi. Sehubungan dengan hal itu, Hakim et al., (2009, 2010, 2011, dan 2012) mencoba mengatasinya dengan menggunakan pupuk organik titonia plus (POTP), yaitu pupuk organik yang dibuat dengan bahan baku titonia (Tithonia diversifolia), plus jerami padi dan/atau pupuk kandang, kapur, pupuk P dan mikroorganisme. Dasar penggunaan POTP adalah karena titonia mengandung unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) yang relatif tinggi. Hakim (2002), serta Hakim dan Agustian (2003) melaporkan bahwa rata-rata kandungan hara titonia yang terdapat di Sumatera Barat cukup tinggi, yaitu 3,16 % N, 0,38 % P, dan 3,45 % K. Selain hara N, P,dan K, titonia juga mempunyai kadar hara 0,59 % Ca, dan 0,27 % Mg. Akan tetapi, kadar hara mikro dalam titonia belum dilaporkan, sehingga perlu diteliti.

Hakim et al., (2010 dan 2011) melaporkan bahwa penggunaan POTP pada sawah intensifikasi dengan metode SRI mampu mengurangi penggunaan pupuk sintetik N dan K hingga 50%, dengan hasil sedikit lebih tinggi daripada 100% pupuk sintetik. Pemanfaatan POTP demgan metode SRI tersebut dapat menghasilkan gabah sebesar 4,6 - 5,0 ton ha-1 di Air Pacah, kota Padang, sebanyak 3,6 – 4,6 ton ha-1di Jawi-jawi, kabupaten Solok, dan sebanyak 6,8 – 7,0 ton ha-1di Rambatan, kabupaten Tanah Datar. Akan tetapi, mereka menyatakan bahwa hasil padi yang diperoleh pada sawah intensifikasi tersebut belum seperti yang diharapkan (sekitar 8 ton/ha).

Rendahnya hasil padi SRI di daerah tersebut menurut Hakim et al., (2011) mungkin disebabkan karena kekurangan unsur mikro, karena terdapatnya bercak kuning kecoklatan (brownzing) pada daun. Tampaknya POTP belum mampu memberikan unsur mikro yang cukup bagi tanaman untuk berproduksi optimal. Akan tetapi, unsur mikro apa yang kurang diantara unsur mikro esensial (Fe, Zn, Cu, B, Mn, Cl dan Mo) juga belum diketahui

Kajian mendasar tentang kebutuhan unsur hara mikro bagi tanaman padi pada sawah intensifikasi yang diberi POTP perlu dikaji secara mendasar. Pada tahap pertama diteliti 4 jenis unsur hara mikro (Fe, Zn, Cu, dan Mn). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis unsur hara mikro yang diperlukan untuk meningkatkan hasil padi pada sawah intensifikasi yang diberi POTP serta untuk mengurangi pemakaian pupuk buatan dengan mengkombinasikan antara pupuk mikro dengan POTP-A

BAHAN DAN METODA

Penelitian ini berupa penelitian pot di rumah kawat Fak. Pertanian Unand Limau Manis Padang pada tahun 2013. Analisis tanah dan tanaman dilaksanakan di laboratorium Ilmu Tanah Faperta, laboratorium P3IN (Pusat Penelitian Pemanfaatan IPTEK Nuklir), dan laboratorium Teknik Lingkungan Fak. Teknik Universitas Andalas Padang. Bahan yang digunakan yaitu tanah sawah, Urea, SP36, KCl dan Kiserit, benih padi varietas IR– 42, serta

(3)

Yulnafatmawita-Article-BKS-Unila-2014

Parameter yang diamati yaitu tinggi tanaman, jumlah anakan total, anakan produktif, bobot kering jerami, dan bobot kering gabah, serta analisis tanah awal (pH, N, P, K, Ca, Mg, Fe, Mn, Cu, Zn,) dalam tanah. Data yang diperoleh dianalisis sidik ragamnya lalu diuji lanjut dengan uji BNJ (Beda Jujur Nyata) pada taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Tanah Awal

Analisis tanah dilakukan pada awal sebelum diberi perlakuan ditampilkan pada Tabel 1. Dari Tabel 1 terlihat bahwa kandungan N dan Ca tanah sawah yang digunakan termasuk yang sangat rendah diantara unsur hara makro yang dianalisis (N, P, K, Ca, dan Mg). Demikian juga dengan kandungan hara mikro (Fe, Mn, Cu, dan Zn) termasuk sangat rendah. Sedangkan unsur hara Mn dan Zn yang terendah diantara unsur hara mikro (Fe, Mn, Zn, dan Cu) tersebut.

Rendahnya kandungan hara tanah sawah intensifikasi ini disebabkan oleh proses pemupukan yang tidak seimbang antara unsur hara makro dan mikro. Sistem intensifikasi untuk meningkatkan padi sawah umumnya hanya menambahkan pupuk sintetik N, P, dan K. Sehingga cadangan hara mikro tanah menipis dengan waktu. Hal ini diperparah dengan hamper tidak adanya pengembalian bahan organic sebagai sumber hara makro dan mikro ke lahan sawah setelah petani mengadopsi system intensifikasi tersebut.

Di samping itu, kandungan hara N dan Ca tanah sawah intensifikasi yang rendah ini disebabkan oleh proses pencucian yang intensif di daerah tropis basah yang mempunyai suhu dan curah hujan yang tinggi. Unsur hara N bersifat sangat mobil dan mudah berubah bentuk sehingga cepat hilang, disamping unsur tersebut diserap tanaman selama pertumbuhannya.

Analisis Tanaman Padi

Berdasarkan percobaan di rumah kaca, maka diperoleh data agronomi tanaman. Data tinggi tanaman selama 3 kali pengamatan, data anakan total dan produktif, data bobot kering jerami, dan data bobot kering gabah ditampilkan dalam bentuk grafik (Gambar 1, 2, 3, dan 4, berturut-turut).

Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman padi hanya diukur pada minggu ke 4, 6 dan 8 setelah tanam, seperti ditampilkan pada Gambar 1. Dari Gambar 1 terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara satu perlakuan dengan yang lain terhadap pertumbuhan tinggi tanaman. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena perlakuan yang berupa pemberian unsur mikro, unsur yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah sedikit, sehingga pengaruhnya belum terlihat. Sedangkan pertumbuhan vegetatif (seperti tinggi tanaman) sangat dipegaruhi oleh unsur nitrogen dalam tanah. Pada penelitian ini, kandungan N yang ditambahkan untuk semua perlakuan adalah sama baik dalam bentuk POTP (perlakuan A-E) maupun pupuk sintetik (perlakuan F). Jadi, pengaruhnya tidak kelihatan pada tinggi tanaman. Akan tetapi, ada kecendrungan perlakuan C (POTP A + unsur mikro Cu) mendominasi tinggi tanaman setiap kali pengamatan. Hal ini mengindikasikan bahwa unsur Cu (tembaga) merupakan unsur hara mikro yang kurang ketersediaannya, sehingga pertumbuhan tinggi tanaman padi agak respon dengan pemberian unsur Cu ke dalam tanah.

Jumlah Anakan Total dan Anakan Produktif

(4)

Yulnafatmawita-Article-BKS-Unila-2014

anakan tanaman padi tergolong tidak produktif. Jumlah anakan total dan produktif tertinggi diperoleh dari perlakuan POTP dengan penambahan unsur mikro Mn (B), kemudian diikuti oleh perlakuan POTP + Fe (A), dan POTP + Cu ( C ). Sedangkan jumlah anakan total dan produktif terendah diperoleh dari perlakuan tanpa POTP dan tanpa unsur mikro (F), yang hanya diberi pupuk sintetik 100% rekomendasi. Penambahan POTP meningkatkan anakan produktif rata-rata 13% disbanding pemberian pupuk sintetik 100% rekomendasi.

Tingginya jumlah anakan total dan anakan produktif tanaman padi yang diberi kombinasi POTP dan unsur mikro (Fe, Mn, Cu, dan Zn) dibanding yang diberi POTP saja atau pupuk sintetik saja mengindikasikan bahwa lahan sawah intensifikasi memang kekurangan unsur mikro. Seperti ditampilkan pada Tabel 1, bahwa unsur hara mikro tanah sawah tersebut memang termasuk ke dalam kriteria sangat rendah. Sedangkan unsur mikro adalah unsur hara yang wajib ada bagi pertumbuhan tanaman, walaupun kebutuhannya dalam jumlah sedikit. Seperti yang dilaporkan Zayed et al (2011) bahwa penambahan unsur mikro (Fe, Zn, Mn) meningkatkan pertumbuhan padi pada musim panas di Mesir.

Bobot Kering Jerami Padi

Bobot kering jerami padi setelah panen ditampilkan pada Gambar 3. Berat jerami kering padi setelah panen nyata dipengaruhi oleh pemberian pupuk organik titonia plus A dibanding dengan tanpa pemberian POTP-A atau perlakuan F yang tanaman padi hanya disuplai dengan pupuk buatan saja (100% pupuk buatan). Pemberian POTP meningkatkan bobot kering jerami sebanyak 17% dibanding pemberian pupuk buatan saja. Sedangkan pemberian POTP + unsur mikro meningkatkan bobot kering jerami rata-rata 13% disbanding pemberian POTP saja tanpa unsure mikro, dengan peningkatan tertinggi (19%) diperoleh pada pemberian unsure mikro Mn (Perlakuan B).

Hal ini sangat mungkin disebabkan karena pemberian pupuk yang tidak berimbang. Pupuk buatan biasanya hanya mengandung unsur makro, sehingga tanaman akan kekurangan unsur hara mikro. Sedangkan POTP-A yang berasal dari bahan organik dengan kandungan unsur yang lengkap, jadi kebutuhan tanaman lebih tercukupi dibanding tanaman yang diberi 100% pupuk buatan. Akan tetapi, kadar unsur hara mikro yang ada dalam masih lebih rendah dari kebutuhan tanaman, sehingga tanaman respon terhadap pemberian unsure mikro tersebut. Hal yang senada juga dilaporkan oleh Zayed et al. (2011) bahwa pemberian unsur mikro Zn, Mn, dan Fe mampu meningkatkan tinggi tanaman dan berat bahan kering tanaman.

Bobot Kering Gabah

Bobot kering gabah ditampilkan pada Gambar 4. Gambar 4 memperlihatkan bobot kering gabah padi yang diperlakukan dengan POTP-A dan unsur hara mikro. Secara umum, pemberian POTP pada tanaman padi nyata meningkatkan (18%) bobot gabah kering tanaman padi di dalam pot, dibanding dengan tanaman padi yang hanya diberi pupuk buatan (100% pupuk buatan = perlakuan F). Kaya (2013) melaporkan bahwa pemberian kompos jerami yang dikombinasikan dengan pupuk buatan NPK mampu meningkatkan hasil padi. Pupuk POTP-A adalah salah satu pupuk organik mempunyai komposisi hara yang lebih lengkap dari unsur hara dari pupuk buatan.

(5)

Yulnafatmawita-Article-BKS-Unila-2014

Diantara perlakuan pemberian unsur mikro dengan POTP-A, tanaman yang diberi POTP-A dan dikombinasikan dengan unsur Mn (perlakuan B) dan Zn (perlakuan D) memberikan hasil gabah kering tertinggi. Hal ini didukung oleh bobot jerami kering tanaman padi. Jadi, tanaman yang tinggi (perlakuan C = POTP-A + Cu) tidak menjamin bobot kering jerami ataupun bobot kering gabah juga tinggi. Liew et al (2010) melaporkan terjadi disebabkan karena tidak sebandingnya antara tinggi tanaman dengan jumlah anakan total, dan antara jumlah anakan total dengan anakan produktif (Gambar 1 dan 2).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari pemberian POTP-A dengan unsur mikro pada tanaman padi di rumah kaca, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Secara umum pertumbuhan dan hasil tanaman padi meningkat dengan pemberian POTP-A

dibanding yang dipupuk hanya dengan pupuk buatan saja, serta pada tanaman yang diberi POTP-A + unsur mikro (Fe, Mn, Cu, Zn) dibanding tanaman yang diberi POTP-POTP-A saja.

2. Bobot kering jerami dan gabah tertinggi diperoleh dari tanaman padi yang diberi POTP-A + unsur hara Mn ( untuk bobot kering jerami) dan Mn serta Zn (untuk bobot kering gabah)

3. Pemberian POTP-A dapat mengurangi 50% kebutuhan N, P, dan K tanaman padi dengan hasil yang lebih tinggi

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka disarankan pemberian POTP-A dikombinasikan dengan unsur hara Mn, dan Zn untuk mendapatkan produksi yang optimal.

SANWACANA

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih pada DIPA Fakultas Pertanian sebagai sumber dana serta pada Bori Heria Fadli yang telah membantu mengumpulkan data selama penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2012. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Indonesia 2007-2011. bps.co.id.

Doberman A & Fairhust TH. 2000. Rice: Nutrient Disorders and Nutrient Management. Int’l Rice Res. Inst. 192 pages

Hakim N. 2002. Kemungkinan penggunaan Tithonia diversifolia sebagai sumber bahan organik dan unsur hara. Jurnal Andalas, Bidang Pertanian. Tahun 2002.No.38 halaman 80-89. Lembaga Penelitian Unand.Padang.

(6)

Yulnafatmawita-Article-BKS-Unila-2014

Hakim N, Agustian, & Mala Y. 2009. Pembuatan danpemanfaatan pupuk organik Tithonia plus dalam penerapan metode SRI pada sawah bukaan baru.Laporan Hasil Penelitian KKP3T Tahun I. LP Unand dan Balitbangtan Deptan.Padang. 46 hal.

Hakim N, Rozen N, & Mala Y. 2010. Uji multi lokasi pemanfaatan pupuk organik Tithonia plus untuk mengurangi aplikasi pupuk sintetik dalam meningkatkan hasil padi dengan metode SRI. Laporan Hasil Penelitian Hibah Stranas Tahun I. DP2M Dikti dan LP Unand Padang.46 hal

Hakim N, Rozen N, & Mala Y. 2011. Uji Multi Lokasi Pemanfaatan Pupuk Organik Tithonia plus Untuk Mengurangi Aplikasi Pupuk sintetik Dalam Meningkatkan hasil padi dengan Metode SRI. Laporan Hasil Penelitian Hibah Stranas Tahun II. DP2M Dikti dan LP Unand, Padang.47 hal

Hakim N, Agustian, & Mala Y. 2012. Application of organic Tithonia plus to control iron toxicity and to reduce commercial fertilizer application on new paddy field. Journal of Tropical Soil Vol 17.No2. :135-142.

Hanafiah KA. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT. Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Saragih SE. 2008. Pertanian Organik Solusi Hidup Harmoni dan Berkelanjutan. Penebar Swadaya. Jakarta. 156 hal.

Sofyan A, Nurjaya, & Kasno A. 2010. Status Hara Tanah Sawah untuk Rekomendasi Pemupukan. http//balittanah.litbang.deptan.go.id. 32 hal.

Kaya E. 2013. Pengaruh Kompos Jerami dan Pupuk NPK Terhadap N-Tersedia Tanah, Serapan-

N, Pertumbuhan, dan Hasil Padi Sawah (Oryza sativa L.). Prosiding FMIPA Universitas Pattimura 2013 –page 41-47. ISBN: 978-602-97522-0-5

Imtiaz M, Rashid A, Khan P, Memon MY, & Aslam M. 2010. The Role of Micronutrients in

Crop Production and Human Health. Pak. J. Bot., 42(4): 2565-2578.

Liew YA, Syed Omar SR, Husni MHA, Zainal Abidin MAk & Abdullah NAP. 2010. Effects of

Micronutrient Fertilizers on the Production of MR 219 Rice (Oryza sativa L.). Malaysian J. Soil. Sci. Vol. 14:71-82

Zayed BA, Salem AKM & El Sharkawy HM. 2011. Effect of Different Micronutrient Treatments

(7)

Yulnafatmawita-Article-BKS-Unila-2014

Tabel 1. Beberapa sifat kimia tanah awal

Parameter Unit Nilai Kriteria

pH 6,18 Agak Masam*

N % 0,3 Sedang*

P-tersedia ppm 15,86 Sedang*

K me/100 g 0,45 Sedang*

Ca me/100 g 0,75 Sangat Rendah*

Mg me/100 g 1,69 Sedang*

Na me/100 g 1,02 Sangat tinggi*

Fe ppm 3,98 Defisiensi**

Mn ppm 1,57 Defisiensi**

Zn ppm 1,82 Defisiensi**

Cu ppm 2,89 Defisiensi**

*) Team Teknis Tanah dan Air Fatemeta IPB (dalam Situmorang, C. R., 2013) **) Doberman and Fairhust (IRRI, 2000)

Gambar 1. Tinggi tanaman padi pada umur 4, 6, dan 8 minggu setelah tanam

(8)

Yulnafatmawita-Article-BKS-Unila-2014 Gambar 3. Bobot kering jerami padi

Gambar 4. Bobot kering gabah padi

(9)

---Disampaikan pada Seminar Nasional Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Pertanian se Indonesia (FKPTPI), di Padang 8-10 September 2014

Peranan Bahan Organik Segar Dalam Memperbaiki Sifat Fisika Ultisol

Yang Ditanami Jagung Pada Tiga Kelas Lereng:

Efek Sisa Pada Musim Tanam Ke II

Yulnafatmawita1), Asmar, Gusnidar dan Amrizal Saidi Laboratorium Fisika Tanah Fakultas Pertanian Unand Padang

1)

yulna_fatmawita@yahoo.com

Abstrak

Penelitian tentang applikasi bahan organik (BO) segar pada Ultisol yang ditanami jagung ditujukan untuk mempelajari kemampuan pupuk hijau dalam memperbaiki sifat fisika tanah. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Universitas Andalas Limau Manis Padang. Tiga jenis BO segar diapplikasikan yaitu Chromolaena odorata, Gliricidia sepium, and Tithonia diversifolia sebanyak 20 ton bahan kering (BK)/ha di musim tanam (MT) I pada tiga kelas lereng (3%, 15%, dan 25%). Parameter yang dianalisis yaitu tekstur, kandungan BO, stabilitas aggregate (SA), bobot volume (BV), total ruang pori (TRP) dan produksi jagung. Data diuji keragamannya dengan uji F pada taraf 5%, lalu dilanjutkan dengan Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf nyata 5%, jika terdapat perbedaan dari uji keragamannya. Berdasarkan hasil analisis diperoleh data bahwa masih ada efek sisa BO segar yang diapplikasikan sampai MT II pada Ultisol yang ditanami jagung di setiap kelerengan. Sifat fisika tanah etelah panen jagung masih lebih baik dari tanah awal atau sebelum diolah pertama kalinya. Tithonia memberikan efek sisa terbaik bagi SA tanah pada setiap lereng. Demikian juga dengan kandungan BO dan BV tanah pada lereng 3% dan 12%, sedangkan pada lereng 25% yang terbaik diperoleh dari plot Gamal. Bobot jagung basah tertinggi juga diperoleh dari plot diberi tithonia tetapi dari lereng 12%.

Keywords: Ultisol, bahan organik segar, lereng, sifat fisika tanah

PENDAHULUAN

Bahan organik sebagai bahan amelioran tanah sangat penting disamping bagi kesuburan kimia dan biologi tanah, terutama dalam kesuburan fisika tanah. Tanah dengan kondisi yang baik akan mampu menyediakan perharaan dan media pertumbuhan yang baik bagi tanaman. Yulnafatmawita (2006) dan Yulnafatmawita et al. (2008, 2010, 2013a) melaporkan bahwa peningkatan bahan organik tanah dapat meningkatkan stabilitas aggregat dan menurunkan BV tanah. Tanah dengan BV yang rendah bersifat gembur, sehingga akar tanaman bisa berkembang dan menyerap hara yang ada di dalam tanah. Selanjutnya, aggregat yang stabil sangat penting bagi tanah untuk mempertahankan kelestariannya dalam berproduksi, khususnya di daerah tropis basah dan berlereng seperti di Limau Manis, yang didominasi oleh Ultisols.

(10)

---Disampaikan pada Seminar Nasional Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Pertanian se Indonesia (FKPTPI), di Padang 8-10 September 2014

Ultisol Limau Manis juga mempunyai sifat kimia yang kurang menguntungkan, seperti kandungan liat yang tinggi dan BO yang rendah (Yulnafatmawita, et al., 2008) sehingga tanah ini rentan terhadap degradasi karena laju infiltrasi yang rendah dan aggregat yang tidak stabil. Apalagi pada daerah yang berlereng seperti di Limau Manis Padang, tanah dengan kondisi fisik yang demikian akan sangat mudah tereosi. Yulnafatmawita et al. (2013b) melaporkan bahwa jumlah tanah terserosi di Ultisol Limau Manis yang ditanami jagung meningkat dengan peningkatan kelas lereng. Akan tetapi, Ultisol sudah mulai digarap dewasa ini untuk lahan pertanian karena alih fungsi lahan yang cukup tinggi dari lahan pertanian yang subur menjadi lahan non-pertanian, dan potensinya karena mencapai 45,8 juta ha di Indonesia (Subagyo, et al., 2004).

Yulnafatmawita et al. (2010) telah mencoba mengaplikasikan bahan organik segar untuk memperbaiki sifat fisika Ultisol yang ditanami jagung di lapangan. Hasil yang diperoleh cukup membanggakan, yaitu terjadi peningkatan kandungan BO, indeks stabilitas aggregat, serta produksi tanaman jagung pada MT I. Selanjutnya Yulnafatmawita et al. (2013a) melaporkankan bahwa dengan penambahan pupuk hijau yang diinkubasikan dengan Ultisol di rumah kaca mampu meningkatkan stabilitas aggregat tanah untuk setiap ukuran BO yang diaplikasikan. Stabilitas aggregat tanah berbanding lurus dengan kandungan BO tanah (Yulnafatmawita, et al., 2013, 2014) tanah. Akan

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan baik lapangan maupun di laboratorium. Tiga jenis BO segar yang diapplikasikan pada awal MT I yaitu Chromolaena odorata, Gliricidia sepium, dan Tithonia diversifolia. Bahan setelah dipotong-potong diinkubasi kan selama 1 bulan didalam tanah pada ke dalaman 0-20 cm.

Tanah dipertahankan lembab selama inkubasi BO dan diberi kapur untuk mengurangi kejenuhan Al (Hakim et al., 2008). Benih jagung varitas BISI-2 ditugal setelah akhir masa inkubasi dengan jarak 20 x 80 cm. Untuk pertumbuhannya, jagung diberi pupuk buatan dan sebelumnya semua lahan dikapuri untuk mengeliminasi pengaruh jelek Al.

(11)

---Disampaikan pada Seminar Nasional Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Pertanian se Indonesia (FKPTPI), di Padang 8-10 September 2014

276 m dpl. Fisiografi daerah penelitian menurut Imbang et al, (1994) berupa kipas kolluvium yang terletak di kaki Gunung Gadut (topografi bergelombang sampai berbukit) dengan bahan induk tanah tuff pumice yang bersifat masam.

Petani yang menggarap daerah ini umumnya punya tingkat pendidikaan yang rendah, tanpa memahami kaidah konservasi dalam memanfaatkan lahan, sehingga berbahaya bagi kestabilan lahan dan lingkungannya. Saat ini daerah Limau Manis sudah mulai tererosi yang berakibat menurunnya produktifitas lahan serta pencemaran dan bencana bagi daerah alirannya, terutama bagi penduduk kota Padang. Hal ini terbukti tergolong tanah bertekstur liat dengan fraksi halus > 70%, kandungan BO rendah.

Kandungan BO yang rendah pada setiap kelas lereng sedangkan produksi BO cukup tinggi mengindikasikan bahwa tingginya tingkat pelapukan BO. Suhu dan curah hujan yang tinggi (> 5000 mm/tahun berdasarkan Yulnafatmawita et al, 2010) telah membuat tanaman bias hidup sepanjang tahun sehingga produksi BO segar cukup tinggi pertahunnya di banding daerah sedang atau dingin. Di sisi lain, suhu dan kelembaban tanah yang tinggi juga menyebabkan tingginya tingkat pelapukan BO.

Bahan organic tanah berperan sebagai bahan ameliorant tanah, terutama bagi sifat fisika tanah seperti membentuk dan memantapkan aggregate tanah. Oleh sebab itu, kandungan BO tanah yang rendah di setiap kelas lereng menyebabkan aggregatnya tidak stabil. Ketidak-stabilan aggregate tanah juga disebabkan oleh tingginya kandungan liat. Liat dengan kandungan BO yang rendah sangat mudah terdispersi jika dibasahi.

Tabel 1. Sifat fisika tanah awal Ultisol Limau Manis

Sumber *): Yulnafatmawita et al (2010). **) Yulnafatmawita et al (2008). Keterangan: S = sedang, R = rendah, TS = tidak stabil, AC = agak cepat

Selanjutnya, tingkat kepadatan tanah yang diindikasikan oleh BV dan TRP termasuk sedang, tetapi tidak poros, karena pori didominasi oleh berukuran mikro. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Yulnafatmawita et al. (2014) bahwa pori makro (pori aerase) Ultisol Limau Manis < 5% karena kandungan liat yang tinggi dan BO yang rendah.

(12)

---Disampaikan pada Seminar Nasional Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Pertanian se Indonesia (FKPTPI), di Padang 8-10 September 2014

Tanah dengan pori makro yang rendah dan aggregate yang tidak stabil akan mempunyai laju infiltrasi yang rendah. Kondisi topografi yang bergelombang sampai berbukit dikombinasikan dengan curah hujan yang tinggi dan infiltrasi yang rendah menyebabkan Ultisal Limau Manis sangat peka terhadap bahaya erosi. Seperti yang dilaporkan Yulnafatmawita et al. (2013b) bahwa jumlah tanah tererosi dan kehilangan hara dari Ultisol yang ditanami jagung melebihi dari nilai yang ditoleransikan.

Sifat Fisika Tanah Setelah Musim Tanam II

Secara umum, tidak terlihat perbedaan yang nyata sifat fisika tanah (BV, TRP, kandungan BO, stabilitas aggregat tanah) pada setiap kelerengan antara yang diberi dengan yang tidak diberi BO segar atau kontrol (Tabel 2). Akan tetapi, kondisi fisika tanah ini masih lebih baik dibanding tanah awal (Tabel 1).

Perbedaan sifat fisika tanah yang tidak nyata antara yang diberi dan control (tanpa diberi BO) pada MT II ini mungkin disebabkan oleh kondisi tanah yang sama-sama diolah yang menyebabkan tanah menjadi lebih gembur atau BV lebih rendah dan TRP lebih tinggi dari tanah aslinya. Selanjutnya,dengan pertumbuhan tanaman, akar tanaman, dalam hal ini jagung, mampu menggemburkan tanah dan menyumbangkan BO seperti asam-asam organic dari exudat akarnya semasa pertumbuhannya, atau sisa akar maupun daun dan batang jagung pada MT I yang sengaja diletakkan diantara baris tanaman.

Bahan organik dikenal sebagai bahan amelioran yang mampu memperbaiki bukan saja sifat kimia dan biologi tanah, tetapi yang terpenting adalah sifat fisika tanahnya,seperti BV, TRP,dan permeabilitas,dan stabilitas aggregate tanahnya. Dengan demikian, pertumbuhan tanaman membuat sifat fisika Ultisol setelah MT II menjadi lebih baik dan mendekati sifat fisika tanah yang diberi BO segar.

Kandungan BO tanah cendrung meningkat, BV menurun, permeabilitas tanah meningkat dengan pemberian BO segar ke dalam tanah dibanding kontrol pada MT II. Peningkatan tertinggi (16%) diperoleh dari plot yang diberi BO segar Gliricidia sepium. Hal ini disebabkan oleh tingkat pelapukan yang berbeda dari gliricidia dengan BO lainnya. Tingkat pelapukan Gliricidia yang mempunyai daun yang lebih tebal dan kaku disbanding Tithonia dan Chromolaena, melapuk lebih lambat. Kalau pada MT I, kandungan BO tanah tinggi diperoleh dari plot Tiothonia (Yulnafatmawita et al., 2010), maka pada MT II ini diperoleh dari plot Gliricidia.

Berdasarkan analisis data pada Tabel 2 maka didapat bahwa kandungan BO tanah dan sifat fisika tanah lainnya pada MT II dari plot semua jenis BO segar tidak memberikan perbedaan yang signifikan dengan plot kontrol. Hal ini disebabkan oleh sumbangan BO oleh baik sisa tanaman saat pengolahan tanah maupun akibat exudat akar saat pertumbuhan tanaman

Kecuraman lereng secara umum tidak menurunkan sifat fisika tanah yang ditanami jagung setelah MT II. Hal ini disebabkan oleh tidak nyatanya perbedaan antara kandungan BO daari lereng 3% dan lereng 12 dan 25%. Sedangkan BO seperti yang disampaikan oleh Yulnafatmawita et al. (2010, 2013a) mampu membentuk dan memantapkan aggregate tanah. Aggregat yang terbentuk akan mendistribusikan pori secara proporsional antara pori mikro dan makro.

Produksi Jagung

(13)

---Disampaikan pada Seminar Nasional Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Pertanian se Indonesia (FKPTPI), di Padang 8-10 September 2014

Tabel 2. Sifat Fisika tanah dan produksi jagung pada Ultisol Limau Manis yang diaplikasikan 20 T/Ha BO segar setelah tanam jagung (Zea mays) setelah MT II

Slope BO Segar BO (Std) BV TRP Perme.

Aggregasi

(Aggr>2.8 mm) Stab Aggr Biomasa (Std) Tongkol (Std)

% (g/cm3) (%) (cm/jam) (Std) (Std) (t/ha) (t/ha)

3% Tanpa 5.29 (±0.12) 0.89 66.28 98.15 56.81 (±3.89) 49.70 (±3.9) 0.85 (±0.13) 0.37 (±0.10)

Gliricidia 4.46 (±0.32) 0.91 65.76 94.01 57.89 (±3.71) 49.80 (±7.3) 1.63 (±0.32) 0.77 (±0.35)

Chromolaena 5.29 (±0.11) 0.87 67.24 103.21 57.78 (±1.87) 57.31 (±6.9) 2.27 (±0.49) 1.67 (±0.39)

Tithonia 5.09 (±0.51) 0.86 67.38 89.29 59.11 (±2.12) 50.26 (±7.3) 2.20 (±0.80) 1.82 (±0.41)

12% Tanpa 5.32 (±0.56) 0.96 63.87 13.43 58.95 (±0.99) 60.1 (±10.5) 2.25 (±0.36) 1.38 (±0.25)

Gliricidia 5.98 (±0.11) 0.95 64.27 17.97 58.69 (±0.40) 60.6 (±6.8) 1.25 (±0.19) 2.04 (±0.08)

Chromolaena 5.68 (±0.27) 0.95 64.07 29.15 58.13 (±0.72) 64.6 (±5.6) 1.49 (±0.16) 1.30 (0±.24)

Tithonia 6.83 (±0.12) 0.96 63.78 33.34 58.74 (±0.93) 63.9 (±6.8) 3.14 (±0.37) 2.22 (±0.70)

25% Tanpa 5.24 (±0.67) 0.90 65.85 49.91 58.31 (±2.08) 64.7 (±9.6) 1.65 (±0.37) 1.41 (±0.15)

Gliricidia 7.97 (±0.78) 0.80 69.89 89.65 28.37 (±4.10) 47.6 (±7.3) 2.17 (±0.49) 1.98 (±0.75)

Chromolaena 5.65 (±0.21) 0.86 67.54 56.98 58.12 (±0.96) 55.8 (±7.4) 2.86 (±0.18) 2.77 (±0.23)

Tithonia 5.16 (±0.58) 0.83 68.81 71.10 40.07 (±3.50) 49.4 (±8.9) 4.64 (±0.90) 5.29 (±1.24)

(14)

---Disampaikan pada Seminar Nasional Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Pertanian se Indonesia (FKPTPI), di Padang 8-10 September 2014

tithonia memberikan produksi yang berbeda sangat nyata dengan kontrol dan plot BO lainnya. Hasil biomasa dari plot yang diberi Tithonia mencapai 2.1 kali dan hasil biji mencapai hampir 3 (2.95) kali dibanding kontrol. Kemudian diikuti oleh plot yang diberi Chromolaena. Tingginya produksi dari plot yang diberi BO diperkirakan akibat bertambahnya unsure hara dari hasil pelapukan BO segar tersebut, sedangkan plot control hanya dari pupuk sintetis dan kapur. Sesuai dengan laporan Hakim et al. (2008) bahwa tithonia termasuk gulma yang bias tumbuh dimana-mana dan mengandung hara yang cukup tinggi.

Kalau dilihat dari lerengnya, biomasa dan hasil jagung paling tinggi diperoleh dari lereng 25% yaitu 1.6 dan 2.5 kali secara berturut-turut di banding lereng 3%. Sedangkan pada lereng 12% diperoleh peningkatan biomasa dan hasil sebanyak 17% dan 50% secara berturut-turut. Peningkatan produksi dengan peningkatan lereng pada penelitian ini menyalahi kondisi yang umumnya berlaku.

Tingginya hasil yang diperoleh pada lereng yang paling curam (25%) mungkin disebabkan karena banyaknya bahan subur di permukaan tanah yang hanyut dari lereng diatasnya. Hal ini disebabkan karena posisi lereng yang agak datar (3%) terletak pada bagian atas, sehingga lereng 3% kehilangan banyak bahan humus di permukaannya. Hal ini didukung oleh data kandungan BO dan TRP tanah yang lebih tinggi, dan BV yang lebih rendah (Tabel 1) pada lereng 25% dibanding lereng 3%. Akan tetapi, stabilitas aggrgat paling tinggi diperoleh pada lereng 12%, yaitu sekitar 20% lebih tinggi dibanding plot 3% atau 15% disbanding plot 25%.

Hubungan Antara Sifat Fisika Tanah dan Produksi Jagung

Pada Gambar 1a terlihat adanya hubungan yang erat antara nilai BV dan TRP tanah (R2 = 0.99) Ultisol Limau Manis, yaitu 99% nilai TRP ditentukan oleh nilai BV. Hal ini disebabkan karena rendahnya kandungan BO tanah yang juga mempengaruhi nilai BV dan TRP tanah.

Selanjutnya, pada Gambar 1b terlihat ada kecendrungan peningkatan biomasa tanaman jagung pada Ultisol dengan peningkatan kandungan BO tanah. Peran BO dalam meningkatkan atau memperbaiki sifat fisika tanah serta sumbangan haranya hanya sekitar 16% mempengaruhi biomasa tanaman setelah penanaman jagung pada MT II.

Gambar 1. Hubungan antara (1) BV dan total ruang pori tanah, (2) kandungan BO tanah dan biomasa jagung yang ditanam di Ultisol pada 3 kelas lereng setelah MT II

(15)

---Disampaikan pada Seminar Nasional Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Pertanian se Indonesia (FKPTPI), di Padang 8-10 September 2014

Pemberian BO segar pada tiga kelas lereng di Ultisol Limau Manis untuk pertanaman jagung pada MT II dapat disimpulkan bahwa masih ada efek sisa BO segar bagi sifat fisika tanah dan produksi jagung. Walaupun sifat fisika tidak terlalu berbeda dengan tanpa diberi BO, tetapi masih lebih bagus dari tanah awal. Dari jenis BO segar yang ditambahkan, plot yang diberi Tithonia diversifolia memberikan biomasa dan hasil yang paling tinggi, lalu diikuti oleh plot Chromolaena odorata dan Gliriciidia sepium. Dari tiga kelas lereng, produksi (biomasa dan hasil) jagung tertinggi diperoleh dari lereng 25%.

Aknowledgement: Terima kasih kepada DP2M Dikti sebaga sumber dana (dalam Hibah Bersaing), dan kepada saudara Imran Agus atas bantuannya dalam mengoleksi data di lapangan dan di laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA

Hakim, N., Agustian, and Hermansah. 2008. Pemanfaatan agen hayati dalambudidaya dan pemanfaatan titonia sebagai pupuk alternatif dan pengendali erosi pada Ultisol. Laporan Penelitian Hibah Program Pascasarjana Tahun II. DP2M Ditjen Dikti dan Program Pascasarjanan. Unand Padang

Imbang, I.N. R., Rasyidin, A., Maira L., dan Adrinal. 1994. Klasifikasi tanah Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Andalas di Limau Manis Kotamadya Padang. Lembaga Penelitian Universitas Andalas Padang. 51 hal.

Subagyo, H., Suharta, N., and Siswanto, A.B. 2004. Agricultural soils in Indonesia. In: A.Adimihardja, L.I. Amien, F. Agus, and D. Djaenuddin (eds). Land Resources and Its Management in Indonesia. P3T and Agroklimat. Deptan. pp 21-65 (in Indonesian)

Yulnafatmawita and Adrinal. 2014. Physical characteristics of Ultisols and the impact on soil loss during soybean (Glycine max merr) cultivation in a wet tropical area. Agrivita J.A.S., vol. 36(1): 57-64. ISSN : 0126-0537

Yulnafatmawita, Adrinal, and Febrian Anggriani. 2013a. Fresh organic matter application to improve aggregate stability of Ultisols under wet tropical region. J Trop Soils, Vol. 18 (1): 33-44. ISSN 0852-257X

Yulnafatmawita, Gusnidar, and A. Saidi. 2010. Role of organic matter in situ for aggregate stability improvement of Ultisol in West Sumatra and chili (Capsicum annum) production. Proceeding ISFAS (Int’l Seminar on Food and Agric. Sci.) 17-18 Feb. 2010, Bukit Tinggi, Indonesia.

Yulnafatmawita, S. F. Nasution, and Adrinal. 2013b. Short term dynamics of soil erosion and nutrient loss during corn growth in Ultisols Limau Manis Padang. Proceeding ESAFS, 18-21 October in Bogor, Indonesia.

Yulnafatmawita. 2006. Hubungan Antara Status C-Organik dan Stabilitas Aggregat Tanah Kebub Percobaan Limau Manis Padang Pada Beberapa Penggunaan Lahan. J. Solum Vol. III (2): 42-49

Gambar

Tabel 1.  Beberapa sifat kimia tanah awal
Gambar 4.  Bobot kering gabah padi
Tabel 2.   Sifat Fisika tanah dan produksi jagung pada Ultisol Limau Manis yang diaplikasikan 20 T/Ha BO segar setelah tanam jagung (Zea mays) setelah MT II
Gambar 1. Hubungan antara (1) BV dan total ruang pori tanah, (2) kandungan BO tanah dan biomasa jagung yang ditanam di Ultisol pada 3 kelas lereng setelah MT II

Referensi

Dokumen terkait

Secara praktis, dengan mengetahui dan memahami makna yang terkandung dalam setiap makna kata رفغ / gafara / dalam Al-Qur‟an, maka penelitian ini diharapkan dapat

raiškas specializuotame mokslo žurnale „Lyčių studijos ir tyrimai“, septyniuose socialinių mokslų krypties žurnaluose bei periodiniuose leidiniuose ir nustatyti lyčių

Dengan adanya peraturan menteri nomor 24 tahun 2010 dalam upaya pemberdayaan perempuan lanjut usia ini, bertujuan bahwa lanjut usia memang harus diberdayakan

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab persoalan mengenai bagaimana analisis hukum Islam praktek sewa jasa angkutan umum pick up yang keberadaannya tidak

Beranjak dari permasalahan dan keinginan untuk mendapatkan konsumen yang banyak, maka melalui penelitian ini toko membutuhkan rancangan website yang berisikan informasi

Türkçe öğretiminde, proje tabanlı öğrenme yöntemiyle desteklenen basamaklı öğretim programıyla öğretim yapılan deney grubu ile mevcut programdaki eğitim

Andalas Agrolestari Logas terbesar adalah tamat SLTP dan SLTA sama-sama sebanyak 5 jiwa (33,33%), sedangkan pendidikan terendah petani sampel adalah tidak tamat

Dalam hal ini, jika seorang peneliti naskah (muhaqqiq) dihadapkan pada istilah-istilah tersebut, hal pertama yang dilakukan adalah dengan memahami secara cermat