• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING BERBASIS NILAI-NILAI BUDAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK :Studi Pengembangan Program BK Berbasis Nilai-nilai Budaya di SMA Negeri se-Kota Palangka Raya Tahun Ajaran 2012/2013.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING BERBASIS NILAI-NILAI BUDAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK :Studi Pengembangan Program BK Berbasis Nilai-nilai Budaya di SMA Negeri se-Kota Palangka Raya Tahun Ajaran 2012/2013."

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING

BERBASIS NILAI-NILAI BUDAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK

(Studi Pengembangan Program BK Berbasis Nilai-nilai Budaya di SMA Negeri se-Kota Palangka Raya Tahun Ajaran 2012/2013)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

Heru Nurrohman NIM: 1101150

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH PASCA SARJANA

(2)

ii

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING

BERBASIS NILAI-NILAI BUDAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK

Oleh Heru Nurrohman

S.Pd Universitas Muhammadiyah Palangkaraya, 2010

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Bimbingan dan Konseling

© Heru Nurrohman 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

iii

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING

Pembimbing I

Prof. Dr. H. Cece Rakhmat, M.Pd NIP. 195204221976031004

Pembimbing II

Dr. Hj. Euis Farida, M.Pd NIP. 195901101984032001

Diketahui oleh:

Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

(4)

iv

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

(5)

iv Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

Heru Nurrohman. (2013). Program Bimbingan dan Konseling Berbasis

Nilai-nilai Budaya untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik (Studi Pengembangan Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Nilai-nilai Budaya di SMA Negeri se-Kota Palangka Raya).

Program bimbingan dan konseling berbasis nilai-nilai budaya dalam penelitian ini didasari pemikiran bahwa, perubahan sosial-budaya yang begitu cepat dan masif membuat peserta didik mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri. Ketidakmampuan menyesuaikan diri baik terhadap tuntutan lingkungan sosial budaya (keluarga, sekolah, dan masyarakat) maupun kebutuhan pribadi, menyebabkan peserta didik berperilaku amoral yang bertentangan dengan norma (nilai), sehingga peserta didik membutuhkan bantuan bimbingan dan konseling untuk menginternalisasikan nilai-nilai sebagai pedoman dalam menyesuaikan diri. Layanan bimbingan dan konseling yang berakar pada budaya Indonesia, memerlukan sebuah konsep teoretik dan empirik yang mampu mengintegrasikan nilai-nilai pada seluruh bahan dan proses layanan bimbingan dan konseling sehingga mampu mengakselerasi pertumbuhan moral peserta didik. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian dan pengembangan (research and

development). Tahapan-tahapan untuk mengembangkan program meliputi:

persiapan pengembangan program, merancang program hipotetik, uji kelayakan program, revisi program hipotetik, uji coba terbatas, revisi hasil uji coba terbatas, pengujian lapangan, merancang program akhir, dan diseminasi program. Hasil pengujian lapangan menunjukkan bahwa program bimbingan dan konseling berbasis nilai-nilai budaya efektif untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik, baik dari segi aspek maupun pada tiap indikatornya. Program ini dapat diimplementasikan di sekolah-sekolah dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik.

(6)

v Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

ABSTRACT

Heru Nurrohman. (2013). Guidance and Counseling Culture Values Based

Program to Enhance Students Adjustment Ability (Study Development Guidance and Counseling Cultural Values Program Based in High School as the City of Palangka Raya).

Guidance and counseling culture values based program in this study is based on the consideration that socio-cultural changes so quickly and massively, thus make it difficult for the students to adjustment. The Inability to adjustment well to the requirement of social environment (family, school, and community) as well as personal needs, causing the students to behave immorally which is a contradiction and against the norm (value), thus the students need a guidance and counseling assistance to the values as a guideline in adjusting. In providing a guidance and counseling services which based on Indonesian culture, a theoretical and empirical concept which is capable of integrating the values is required for the whole process and material of guidance and counseling services in order to accelerate the moral growth of the students. This study uses the research and development approach. The Steps to develop the program including: program development preparation, hypothetical programme design, program feasibility test, hypothetical program revision, limited testing, limited testing results revision, field testing, final programme design, and programme dissemination. The field test results indicate that the guidance and counseling culture values based program is effective to improve the adjustment ability of the students, both in terms of aspects and on each indicator. This program can be implemented in schools in an effort to improve the adjustment ability of learners..

.

(7)

vi

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

B. Identifikasi Masalah Penelitian ... 15

C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian ... 18

D. Tujuan Penelitian ... 18

E. Manfaat Penelitian ... 19

BAB II KONSEP DASAR PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING BERBASIS NILAI-NILAI BUDAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK ... 20

A. Konsep Dasar Penyesuaian Diri ... 20

1. Definisi Penyesuaian Diri ... 20

2. Karakteristik Penyesuaian Diri ... 22

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri ... 24

(8)

vii

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

B. Konsep Dasar Nilai-nilai Budaya ... 37

1. Pengertian Nilai ... 37

2. Pengertian Budaya dan Kebudayaan ... 45

3. Pengertian Nilai Budaya ... 48

4. Kerangka Nilai-nilai Budaya ... 49

C. Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling ... 64

1. Definisi Bimbingan dan Konseling ... 64

2. Tujuan Bimbingan dan Konseling ... 70

3. Fungsi Bimbingan dan Konseling ... 74

4. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling ... 77

5. Asas Bimbingan dan Konseling ... 79

6. Program Bimbingan dan Konseling ... 83

7. Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Nilai-nilai Budaya . 88 a. Hakikat Bimbingan dan Konseling Berbasis Nilai Budaya ... 88

b. Peranan Budaya dalam Bimbingan dan Konseling ... 92

c. Pengembangan Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Nilai-nilai Budaya ... 95

d. Kerangka Teoretik Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Nilai-nilai Budaya ... 114

D. Penelitian Terdahulu ... 147

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 153

A. Lokasi dan Populasi Penelitian ... 153

1. Lokasi Penelitian ... 153

2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 153

a. Populasi Penelitian ... 153

b. Sampel Penelitian ... 154

B. Metode Penelitian ... 156

(9)

viii

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

1. Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Nilai-nilai Budaya .. 158

2. Penyesuaian Diri ... 160

D. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 161

1. Pengembangan Kisi-kisi Instrument Penelitian ... 161

2. Penilaian Ahli (Judgment Expert) terhadap Instrumen Penelitian . 164 3. Uji Keterbacaan Instrumen Penelitian ... 165

4. Uji Coba Instrumen Penelitian ... 166

a. Pengujian Validitas Instrumen Penelitian ... 166

b. Pengujian Realibilitas Instrumen Penelitian ... 167

E. Prosedur dan Tahapan Penelitian ... 168

F. Analisa Data Penelitian ... 171

1. Analisis Profil Penyesuaian Diri ... 172

2. Analisis Efektivitaws Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Nilai-nilai Budaya ... 173

G. Jadwal Penelitian ... 174

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 175

A. Hasil Penelitian Pendahuluan ... 175

1. Profil Penyesuaian Diri Peserta Didik Secara Umum ... 175

2. Profil Penyesuaian Diri Peserta Didik Tiap Aspek ... 177

B. Pembahasan Hasil Penelitian Pendahuluan ... 183

C. Validasi Rasional Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Nilai-nilai Budaya ... 190

1. Dimensi Struktur Program ... 191

2. Dimensi Isi Program ... 192

(10)

ix

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

E. Pembahasan Hasil Uji Efektivitas Program ... 218

F. Program Akhir yang sudah Teruji ... 224

1. Rasional ... 224

2. Asumsi ... 229

3. Misi Program ... 230

4. Deskripsi Kebutuhan ... 230

5. Tujuan Program ... 233

6. Kompetensi Konselor ... 234

7. Strategi Layanan ... 234

8. Rencana Operasional (Action Plan) ... 235

9. Pengembangan Satuan Pelayanan ... 238

10. Evaluasi dan Indikator Keberhasilan ... 238

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 241

A. Kesimpulan ... 241

B. Rekomendasi ... 242

DAFTAR PUSTAKA

(11)

x

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Perbedaan Model Bimbingan dan Konseling Tradisional

dan Model Bimbingan dan Konseling Komprehensif ... 87

2.2 Dimensi Orientasi Nilai Budaya ... 101

2.3 Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa ... 108

2.4 Rencana Operasional Layanan Bimbingan dan Konseling Berbasis Nilai-nilai Budaya untuk Meningkkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri ... 142

3.1 Populasi Penelitian ... 154

3.2 Sampel Penelitian ... 155

3,3 Kisi-kisi Instrumen Penyesuaian Diri ... 163

3.4 Indeks Korelasi ... 167

3.5 Kategorisasi Kemampuan Penyesuaian Diri ... 172

3.6 Deskripsi Uji Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Nilai-nilai Budaya untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik ... 173

3.7 Jadwal Penelitian ... 174

4.1 Profil Penyesuaian Diri Peserta Didik Secara Umum ... 176

4.2 Profil Penyesuaian Diri Aspek Penyesuaian Pribadi ... 177

4.3 Profil Penyesuaian Diri Aspek Penyesuaian Keluarga ... 179

4.4 Profil Penyesuaian Diri Aspek Penyesuaian Sekolah ... 180

4.5 Profil Penyesuaian Diri Aspek Penyesuaian Masyarakat ... 182

4.6 Harga Statistik Deskriptif Variabel Penyesuaian Diri Peserta Didik ... 197

(12)

xi

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Penyesuaian Diri Peserta Didik ... 203

4.9 Profil Penyesuaian Diri Peserta Didik Berdasarkan Aspek dan Indikator . 230 4.10 Rencana Operasional Layanan Bimbingan dan Konseling

Berbasis Nilai-nilai Budaya untuk Meningkkatkan Kemampuan

(13)

xii

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman

4.1 Profil Penyesuaian Diri Peserta Didik Secara Umum ... 176

4.2 Profil Penyesuaian Diri Aspek Penyesuaian Pribadi ... 177

4.3 Profil Penyesuaian Diri Aspek Penyesuaian Keluarga ... 179

4.4 Profil Penyesuaian Diri Aspek Penyesuaian Sekolah ... 180

4.5 Profil Penyesuaian Diri Aspek Penyesuaian Masyarakat ... 182

4.6 Perbandingan Skor Total Pasca Tes Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 198

4.7 Perbandingan Skor Tiap Aspek Pasca Tes Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 203

(14)

xiii

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Wilayah Keterpaduan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur

Pendidikan Formal ... 10 2.1 Perbedaan pada Nilai ... 40 2.2 Persamaan/perbedaan pada nilai ... 42 2.3 Program Design and Implementation Guidance and Counseling

Comprehensive ... 116 2.4 Kerangka Teoritik Pengembangan Bimbingan dan Konseling

Berbasis Nilai-nilai Budaya ... 147 3.1 Multi Stage Cluster Sampling ... 155 3.2 Alur Proses Penelitian ... 156 3.3 Kerangka Teoritik Pengembangan Bimbingan dan Konseling

Berbasis Nilai-nilai Budaya ... 159 3.4 Alur Proses Penelitian Pengembangan Program Bimbingan dan Konseling

Berbasis Nilai-nilai Budaya untuk Meningkatkan Kemampuan

(15)

xiv

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

I. Surat-surat

II. Instrumen Penelitian III. Jawaban Responden

IV. Uji Validitas dan Reliabilitas

V. Profil Penyesuaian Diri Peserta Didik VI. Data Pre Test dan Post Test Peserta Didik VII. Uji Statistik dan Efektifitas Program

(16)

1

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keragaman budaya merupakan kenyataan yang ada sepanjang sejarah

kehidupan manusia. Keragaman budaya memberikan makna unik bagi kehidupan

suatu bangsa, yang harus dilestarikan dan diwariskan kepada generasi berikutnya.

Karena kesadaran terhadap keragaman budaya memungkinkan bangsa itu

memenuhi kebutuhan dan memperoleh ketahanan hidup, mencapai keterwujudan

diri sebagai mahluk, mencapai kebahagiaan dan mengisi makna hidup. Ditegaskan

pula dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No 52 Tahun 2007 pasal 1 ayat 3 dan

pasal 2 ayat 1, bahwa:

Pelestarian adalah upaya untuk menjaga dan memelihara adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat yang bersangkutan, terutama nilai-nilai etika, moral, dan adab yang merupakan inti dari adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat, dan lembaga adat agar keberadaannya tetap terjaga dan berlanjut. Pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat dimaksudkan untuk memperkokoh jati diri individu dan masyarakat dalam mendukung kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah keniscayaan yang ada

di bumi Indonesia. Keragaman budaya di Indonesia merupakan sesuatu yang tidak

dapat dipungkiri keberadaannya dan secara historis bangsa Indonesia memang

berangkat dari keanekaragaman budaya. Dalam konteks pemahaman masyarakat

(17)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan

dari berbagai kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada di daerah tersebut.

Kementrian Dalam Negeri pada tahun 2012 mencatat jumlah penduduk

Indonesia sebanyak 251.857.940 juta jiwa, dan tidak kurang dari 30 ribu pulau di

Indonesia. Dari jumlah pulau tersebut, sebanyak 13.446 pulau telah diberi nama

dan sekitar 17 ribu lainnya masih tanpa nama, di mana mereka tinggal tersebar

dipulau-pulau tersebut. Mereka juga mendiami dalam wilayah dengan kondisi

geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran

rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat

peradaban kelompok-kelompok suku bangsa dan masyarakat di Indonesia yang

berbeda (http://www.kemendagri.go.id). Badan Pusat Statistik (BPS) Republik

Indonesia pada tahun 2000, menyatakan jumlah suku di Indonesia, yang berhasil

terdata sebanyak 1.128 suku bangsa, dengan komposisi 1.072 etnik dan sub-etnik

di Indonesia. Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Windu Nuryanti (2012)

(http://www.menkokesra.go.id) mengatakan bahwa menurut hasil penelitian

Indonesia memiliki sekitar 743 bahasa. Dari jumlah itu, 442 bahasa sudah

dipetakan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, sebanyak 26 bahasa

diantaranya ada di Sumatera, 10 bahasa di Jawa dan Bali, 55 bahasa di

Kalimantan, 58 bahasa di Sulawesi, 11 bahasa di Nusa Tenggara Barat, 49 bahasa

di Nusa Tenggara Timur, 51 bahasa di Maluku, serta 207 bahasa di Papua.

Bisa dikatakan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat

(18)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

keanekaragaman budaya kelompok suku bangsa namun juga keanekaragaman

budaya dalam konteks peradaban, tradisional hingga ke modern, dan kewilayahan.

Sejarah mencatat labuhnya kapal-kapal Portugis di Banten pada abad

pertengahan misalnya telah membuka diri Indonesia pada lingkup pergaulan dunia

internasional pada saat itu. Hubungan antar pedagang Gujarat dan pesisir Jawa

juga memberikan arti yang penting dalam membangun interaksi antar peradaban

yang ada di Indonesia. Singgungan-singgungan peradaban ini pada dasarnya telah

membangun daya elastisitas bangsa Indonesia dalam berinteraksi dengan

perbedaan. Disisi yang lain bangsa Indonesia juga mampu mengembangkan

budaya lokal di tengah-tengah singgungan antar peradaban itu. Hal ini pula yang

menjadikan bangsa Indonesia berbeda dan dapat dikatakan mempunyai

keunggulan dibandingkan dengan bangsa lain. Dengan begitu, sudah seyogyanya

arah pembangunan sumberdaya manusia terutama melalui pendidikan pun harus

sejalan dengan esensi “multicultural” yang ada di Indonesia. Harrison (2000:81)

berpendapat bahwa “… development is strongly influenced by a society‟s basic cultural values”. Menurut Matsumoto dan Juang (2008:1) mengatakan bahwa:

While this increasingly diversifying world has created a wonderful environment for personal challenge and growth, it also brings with it an increased potential for misunderstandings that can lead to confusion and

anger. “Diversity” is a buzzword for “difference,” and conflicts and

misunderstandings often arise because of these differences.

Keragaman budaya Indonesia merupakan modal besar untuk membawa

bangsa ini maju sejajar dengan negara-negara besar lainnya. Untuk itu, modal

yang besar ini perlu dimaksimalkan melalui gerakan pemberdayaan potensi

(19)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

kekayaan kultural Indonesia dapat menjadi aset berharga bangsa guna

memperkaya peradaban dan kualitas hidup rakyat Indonesia, namun di sisi lain,

tingkat diversitas kultural tersebut berpotensi menyebabkan dinamika kehidupan

sosial masyarakat Indonesia menjadi rentan terhadap gesekan-gesekan.

Pada saat era reformasi dalam konteks nasional terasa getarannya seperti

perubahan radikal, terasa pula ada penjungkirbalikan nilai-nilai yang telah kita

miliki, menjadi porak poranda, dan hampir tercabut sampai ke akar-akarnya. Kita

mengalami krisis multidimensional melanda kita, di bidang politik, ekonomi,

hukum, nilai kesatuan dan keakraban bangsa menjadi longgar, nilai-nilai agama,

nilai budaya dan ideologi terasa kurang diperhatikan, terasa pula pembangunan

material dan spiritual bangsa tersendat, discontinue, unlinier dan unpredictable.

Kita merasakan sekarang ini sering tampak perilaku masyarakat menjadi lebih

korup bagi yang punya kesempatan, bagi rakyat awam dan rapuh tampak beringas

dan mendemostrasikan sikap antisosial, antikemapanan, dan kontraproduktif serta

goyah dalam keseimbangan rasio dan emosinya. (Sumantri, 2012 dalam

http://www.setneg.go.id).

Bangsa kita juga telah mencatat puluhan bahkan ratusan perselisihan antar

kelompok, ras, etnik dan agama sejak berdirinya bangsa ini. Berdasarkan data

yang dimiliki Kementerian Dalam Negeri, jumlah konflik sosial pada tahun 2010

sebanyak 93 kasus. Kemudian menurun pada tahun 2011 menjadi 77 kasus.

Namun kemudian meningkat lagi pada tahun 2012 menjadi 89 kasus hingga akhir

bulan Agustus.

(20)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

“banyak konflik besar yang disebabkan masalah sepele”. Beberapa konflik yang

berskala luas dan besar, diantaranya: Kerusuhan Ambon pada tahun 1999, insiden

ini berasal dari perkelahian dua pemuda terkait uang sewa angkutan kota yang

dibalut isu sosial, kecemburuan penduduk asli terhadap etnis pendatang BBM

(Bugis-Buton-Makassar). Beberapa waktu kemudian kasus serupa terjadi di Poso,

konflik Ambon dan Poso. Di tempat lain isu konflik yang berlatar belakang etnis

terjadi antara etnis Madura dan Dayak di Pontianak dan meluas hingga kota

Kualakapuas dan Samarinda. Insiden ini lagi-lagi berawal dari rebutan lahan

parkir yang kemudian meluas menjadi konflik etnis. Ada pula kerusuhan yang

bermotif rasisme. Kelompok etnis tertentu di Papua menggunakan ring tone yang

isinya menghina kelompok etnis lain. pada Februari 2001 dan berlangsung

sepanjang tahun itu. Pada 18 Februari 2001 pecah juga konflik di kota Sampit,

Kalimantan Tengah dan meluas ke seluruh provinsi, termasuk ibu kota Palangka

Raya. Konflik ini terjadi antara suku Dayak asli dan warga migran Madura dari

pulau Madura. Konflik ini berawal dari percekcokan antara peserta didik dari

berbagai ras di sekolah yang sama dan konflik antar pemuda.

(http://id.wikipedia.org/wiki/ Konflik_Sampit). Masih hangat sekali diingatan kita

konflik yang terjadi di Lampung Selatan pada tanggal 22 Januari 2012, antara

Dusun Napal, Sidowaluyo, Sidomulyo dan Kota Dalam yang dipicu oleh

pengendara sepeda motor yang tidak terima ditagih biaya parkir, kemudian

keduanya berseteru dan baku hantam. Masih di Kabupaten Lampung Selatan,

Minggu 28 Oktober 2012, Peringatan Hari Sumpah Pemuda dinodai bentrokan

(21)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

dengan warga Desa Agom, Kecamatan Kalianda yang dipicu kesalahpahaman

antara dua remaja putri Desa Agom ketika jatuh mengendarai motor dan ditolong

oleh sekelompok remaja Desa Balinuraga.

Di tempat lain Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendata

bahwa, sedikitnya, sudah 17 pelajar meninggal dunia akibat tawuran di wilayah

Jabodetabek sejak 1 Januari 2012 hingga 26 September 2012. Tidak lama lagi

disusul dengan tawuran antar mahasiswa di Universitas Negeri Makassar (UNM)

yang mengakibatkan dua orang tewas. Ini sangat bertentangan dengan harapan

bahwa peserta didik merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan dapat

menggantikan generasi-generasi terdahulu dengan kualitas fisik dan psikis yang

lebih baik. Terlebih dalam menghadapi era global saat ini, kesiapan remaja

sebagai bagian dari sumber daya manusia yang berpotensi sangatlah diharapkan

peranannya untuk turut serta membangun bangsa agar dapat bersaing dengan

bangsa-bangsa lain di dunia.

Realita di atas menunjukkan bahwa telah terjadi pertikaian di hampir

seluruh elemen bangsa dan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

bersimbolkan aneka perbedaan. Ironisnya, konflik tersebut disulut oleh

masalah/pertentangan sepele antar individu, yang membesar sampai pada isu

sektoral, etnis, dan suku. Harrison dan Huntington (2000: 81) berpendapat bahwa

“world is divided into eight or nine major civilizations based on enduring cultural

differences that have persisted for centuries-and that the conflicts of the future

will occur along the cultural fault lines separating these civilization.” Pendapat

(22)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Indonesia terutama terjadi di sepanjang jalur divisi budaya (cultural divisions).

Statistik demografi, etnografi dan konflik tersebut menegaskan akan kebutuhan

praktisi, pendidik, peneliti, dan pembuat kebijakan untuk memiliki kepentingan

dalam menangani isu-isu keragaman budaya.

Langkah dan upaya penyembuhan dari penyimpangan perilaku fisik dan

mental psikologis bangsa ini menurut Sumantri, (2012) (http://www.setneg.go.id)

dapat dimulai dengan pendekatan agama, pendidikan dan kesejahteraan material

dan spiritual. Yang utama memerlukan perhatian adalah membangkitkan

kesadaran jiwa untuk menggairahkan peran hati nurani kita sebagai mahluk

Tuhan, sebagai pribadi dan sebagai bangsa Indonesia. Kemudian perbaiki

manajemen pendidikan nasional, semua harus sepakat mau dibawa ke mana

bangsa ini dengan pendidikan, semua berhemat dengan biaya pendidikan. Semua

harus jadi pendidik, jadi guru dan sekaligus jadi murid. Inilah revolusi

pembelajaran yang inovatif yang dapat mendorong anak didik untuk belajar yang

menyenangkan aktif dan produktif. Paradigma pendidikan masa sekarang yang

sangat kita butuhkan adalah keseimbangan antara pembinaan intelek, emosi dan

spirit, dengan mengembangkan pendidikan nilai budaya. Disinilah dirasa perlu

pemikiran reformatif untuk mengkaji dan mengembangkan etnopedagogik sebagai

sebuah alternative pendekatan berbasis kultural, dalam konteks budaya Indonesia.

Dengan demikian, adalah penting untuk merefleksikan nilai-nilai budaya yang

potensial untuk mendorong relevansi budaya dalam penelitian, praktek, pelatihan,

(23)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Pergeseran peran otoritas sistem pemerintahan dari pusat kepada otonomi

daerah, berdampak pula kepada sistem pendidikan yang semula sentralistis

menjadi desentralistis. Konsekuensi dari perubahan tersebut tentu saja berdampak

pada aspek pendidikan. Gagasan dan semangat otonomi pendidikan misalnya,

merupakan ruang baru yang menjadi wadah untuk menampung pelbagai aspek

nilai positif di masyarakat atau daerah, yang relevan dengan tuntutan dan

kebutuhan hidup masyarakat. Dengan format otonomi daerah, memberikan ruang

khas bagi pendidikan untuk menanamkan nilai-nilai budaya menjadi bagian dari

aspek edukatif. Strategi dan pendekatan pembelajaran akan memiliki makna dan

nilai yang hidup, manakala proses edukatif itu berakar pada nilai-nilai budaya.

Kebudayaan tidak semata-mata sebuah hasil, melainkan juga sebuah

proses. Kartadinata (2010: 19) mengatakan ”kebudayaan merupakan suatu proses

dan sebagai hasil, dan pendidikan nasional adalah proses pembudayaan manusia

Indonesia di dalam seting budaya nasional, sebagai kebudayaan puncak dari

kebudayaan-kebudayaan daerah atau lokal.” Pendidikan membangun daya

adaptabilitas budaya dan dalam hal tertentu pendidikan berfungsi sebagai terapi

budaya/kultural. Persoalan yang tampak ialah bahwa pengembangan kebudayaan

lebih berorientasi pada hasil, sebagai sebuah komoditi yang diukur dari nilai jual

sehingga terjadi simplikasi makna adaptasi budaya, dan kurang menekankan

kepada orientasi proses yang menekankan kepada pembentukan karakter, nilai

kejuangan, patriotisme, dan cinta tanah air. Strategi upaya yang perlu dilakukan

(24)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

kelembagaan dan membangun penyelenggaraan pendidikan sebagai proses

pembudayaan.

Penguatan budaya adalah kekuatan lokal yang harus diangkat dan menjadi

program unggulan pendidikan yang dapat memperkokoh jati diri bangsa dalam

memasuki proses internasionalisasi pendidikan. Suryadi, (2011: 120) mengatakan “terbentuknya budaya dan karakter bangsa hanya dapat diwujudkan jika program

dan proses pendidikan tidak terlepas dari lingkungan sosial, nilai budaya, dan nilai

kemanusiaan”. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa “Pendidikan nasional

adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan

nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.” Dilanjutkan

dalam pasal 4 ayat 1 dan 3 menyebutkan bahwa:

(1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. (3) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.”

Kaidah-kaidah mendasar yang terkandung dalam Undang No. 20 tahun 2003 menggambarkan bahwa “…nilai budaya menjadi dasar pendidikan tetapi

sekaligus sebagai nilai-nilai yang harus dikembangkan melalui pendidikan dalam

konteks pencapaian tujuan pendidikan” (Kartadinata, 2010: 58). Oleh karena itu,

pendidikan yang bermutu dilingkungan pendidikan haruslah merupakan

(25)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

pencapaian standar kemampuan profesional dan akademis, tetapi juga mampu

membuat perkembangan yang sehat dan produktif. Para peserta didik di

lingkungan pendidikan umumnya adalah orang-orang yang sedang mengalami

proses perkembangan yang memiliki karakteristik, kebutuhan, dan tugas-tugas

perkembangan yang harus dipenuhinya. Pencapaian standar kemampuan

professional/akademis dan tugas-tugas perkembangan peserta didik memerlukan

kerjasama yang harmonis antara para pengelola dan pelaksana manajemen

pendidikan, pengajaran, serta bimbingan dan konseling sebab ketiganya

merupakan bidang-bidang utama dalam pencapaian tujuan pendidikan. Berikut ini

adalah gambar keterkaitan ketiga bidang/pilar pendidikan dalam Rambu-rambu

Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam jalur Pendidikan Formal

(2007: 1):

Wilayah Keterpaduan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal

Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di

sekolah/madrasah, bukan hanya karena ada landasan hukum

(26)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan

potensinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya baik aspek fisik, emosi,

intelektual, sosial, dan moral-spiritual. Temuan studi Kartadinata (1993)

menunjukkan bahwa bimbingan dan konseling di sekolah dirasakan bermanfaat

oleh peserta didik dalam pengembangan diri, walaupun pola pikir dan perilaku

yang dikembangkan belum terwujud dalam perilaku aktual yang mapan. Peserta

didik menaruh harapan (ekspektasi) yang cukup tinggi terhadap layanan

bimbingan dan konseling untuk membantu dirinya dalam hal: memahami dirinya

dan lingkungan, memahami nilai-nilai, memperoleh informasi (pendidikan

maupun pekerjaan), mengembangkan rencana karir, mengembangkan dan

memperbaiki sifat diri, mengembangkan interaksi sosial dan kehidupan beragama.

Peserta didik sebagai individu yang pada umumnya adalah remaja sedang

berada dalam proses berkembang atau menjadi (on becoming), yaitu berkembang

ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut,

peserta didik memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki

pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman

dalam menentukan arah kehidupannya. Di samping itu terdapat suatu keniscayaan

bahwa proses perkembangan peserta didik tidak selalu berlangsung secara mulus,

atau bebas dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu

berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan

nilai-nilai yang dianut.

(27)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Moral choices in real life situations are always clear-cut, that moral principles can be reduced to a bag of virtues and that there is a direct relationship between values and behaviours (Lockwood 1985/86, 1991, 1993). Based on these, at the least, doubtful assumptions, the theorists of character education define inventories of values—kindness, honesty, respect for authority, self-restraint, self-discipline, „the right to private property‟ (ibid.: 16), etc.3—that should be inculcated, therefore imposing their rationality upon the students. Underlying these proposals is the conception that young people are mere passive recipients of adult messages, denying the fact that the

meaning of values can depend on the individual‟s developmental

characteristics and results from a process of active construction on the part of the subject (see Menezes and Campos 1997 for an empirical validation of this

assumption). Moreover, as Lockwood ironically observes, „to be effective, it

appears that we must not only persuade teachers to be moral educators but

also persuade young people to pay attention to them‟ (1993:75).

Perkembangan peserta didik tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik

fisik maupun sosial. Hurlock (Yusuf, 2010: 196) mengemukakan bahwa tugas-tugas perkembangan merupakan “social expectations” (harapan-harapan sosial

masyarakat). Dalam arti setiap kelompok budaya mengharapkan para anggotanya

menguasai keterampilan tertentu yang penting dan memperoleh pola perilaku

yang disetujui bagi berbagai usia sepanjang rentang kehidupan. Harapan ini

merupakan persoalan yang tidak mudah bagi peserta didik. Kehidupan peserta

didik sering diwarnai dengan berbagai peristiwa yang menimbulkan pertentangan

dengan lingkungan. Oleh karena itu tugas konselor sebagai seorang

psychoeducator menurut Kartadinata (2011: 91) harus kompeten dalam hal

memahami kompleksitas interaksi individu dengan lingkungan dalam ragam

konteks sosial-budaya; intervensi intrapersonal dan interpersonal dan lintas budaya”. Kehidupan sosial budaya suatu masyarakat merupakan sistem terbuka

yang selalu berinteraksi dengan sistem lain. Keterbukaan ini mendorong

(28)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

akan mewarnai cara berfikir dan perilaku individu. Corsini (Suherman, 2012: 9)

mengatakan bahwa perubahan-perubahan sosial yang begitu cepat (rapid social

changes), sebagai konskuensi dari moderenisasi, industrialisasi, kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi telah mempengaruhi nilai-nilai moral etika dan gaya

hidup (value system and way of life). Tidak semua individu mampu menyesuaikan

diri dengan perubahan-perubahan sosial tersebut, kadang-kadang dapat membuat

individu jatuh sakit atau mengalami gangguan penyesuaian diri (adjustment

disorder).

Perubahan-perubahan tata nilai kehidupan (psycho-social change) tersebut

menurut Suherman, (2012: 9) dapat kita lihat pada: (1) pola hidup masyarakat

yang semula sosial-religius cenderung ke arah pola kehidupan masyarakat

individual, materialistis dan sekuler; (2) pola hidup yang semula sederhana dan

produktif, cenderung ke arah pola hidup mewah, konsumtif, dan serba instan; (3)

struktur keluarga yang semula keluarga besar (extended family), cenderung ke

arah keluarga inti (nuclear family), bahkan sampai pada keluarga tunggal single

parent family); (4) hubungan kekeluargaan yang semula erat dan kuat, cenderung

menjadi longgar dan rapuh (loose family relationship); (5) nilai-nilai religius dan

tradisional di dalam masyarakat, cenderung berubah menjadi masyarakat modern

yang bercorak sekuler dan serba boleh serta toleransi berlebihan (permissive

society); dan (6) ambisi karir dan materi yang sebelumnya menganut azas-azas

hukum dan moral serta etika, cenderung berpola tujuan menghalalkan segala cara.

Nilai menjadi hal penting dalam perkembangan peserta didik karena nilai

(29)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

mengambil keputusan. Suryadi (2011: 121) mengatakan “integrasi nilai dari

seluruh bahan dan proses ajar dapat mengakselerasi pertumbuhan moral dan

karakter peserta didik.” Tentu saja nilai tidak cukup hanya diajarkan, tetapi harus

dilakukan dalam bentuk pembiasaan, pemahaman, keteladanan, dan aplikasi

terus-menerus hingga peserta didik memperoleh makna dari suatu nilai. Memaknai

suatu nilai bagi peserta didik bukanlah pekerjaan mudah, Nurihsan (2009: 2),

mengatakan tugas bimbingan dan konseling adalah “membantu individu

memelihara, menginternalisasi, memperhalus, dan memaknai nilai sebagai

landasan dan arah pengembangan diri.” Upaya ini harus dilaksanakan secara

proaktif sesuai tahap perkembangan remaja, dengan mengembangkan potensi

yang dimiliki remaja dan memfasilitasi mereka secara sistemik dan terprogram

untuk mencapai perkembangan yang optimal. Ahmadi (Rakhmat, 2011: 176)

mengatakan bahwa:

Konseling berbasis budaya merupakan layanan konseling untuk konseli agar terjadi perkembangan berdasarkan kualitas individu manusia sebagai pelaku dan pembentuk budaya. Secara sederhana dapat dikatakan konseling berbasis budaya merupakan bentuk perlakuan konselor terhadap konseli melalui budayanya. Pendekatan tersebut mencoba mendekatkan konseli terhadap

culture value system (sistem nilai budaya) agar mampu memahami diri,

menerima diri, mengarahkan diri, dan mewujudkan diri dalam mencapai identitas kehidupannya yang bermakna.

Bimbingan dan konseling berbasis nilai budaya seperti itu sangat tepat untuk

lingkungan yang berbudaya plural seperti Indonesia. Bimbingan dan konseling

dilaksanakan dengan landasan semangat Bhineka Tunggal Ika, yaitu kesamaan di

atas keragaman. Natawidjaja (2007: 16) mengatakan bahwa “dari manapun asal

(30)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Indonesia seyogyanya dijadikan saringan, pedoman dan arahan bagi adaptasi

konsep yang datang dari luar itu untuk melengkapi konsep dasar yang telah ada

dan berkembang di Indonesia. Dengan merujuk konsep di atas, maka bimbingan

dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang

secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi

pluralistik.

B. Identifikasi Masalah Penelitian

Semangat kedaerahan yang muncul dewasa ini merupakan persoalan yang

berbeda dengan apa yang dimaksud dengan pengakuan nyata terhadap pluralisme

bangsa Indonesia dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Dari segi budaya,

implikasinya ialah pluralisme budaya bangsa Indonesia yang seharusnya dapat

memperkaya bangsa ini, malah sebaliknya bisa mengarah kepada pemiskinan

budaya, terlebih-lebih lagi dalam suasana sentimen antar-etnik dan juga agama

yang menguat di beberapa daerah dewasa ini.

Desentralisasi pendidikan yang saat ini sedang berjalan, merupakan proses

untuk membuka seluas-luasnya terhadap nilai budaya di masing-masing

masyarakat pada suatu daerah untuk dikembangkan. Nilai budaya yang bisa

dikaitkan dengan proses pendidikan misalnya nilai moral dan agama, nilai

estetika, nilai emosional, nilai keterampilan, nilai luhur yang telah hidup

berabad-abad di dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu, upaya secara praksis pendidikan

haruslah mengembangkan seluruh nilai-nilai kebudayaan tersebut. Apabila tidak

(31)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

manusia-manusia yang pintar atau cerdas tetapi tidak berbudaya. Hal inilah yang

menjadi tujuan utama terpeliharanya suatu kebudayaan kita dalam masyarakat.

Data-data yang dihimpun oleh Supriadi (2011: 167) dari pengamatan

lapangan dan serangkaian diskusi dengan para konselor sekolah diketahui bahwa

semakin sering persoalan-persoalan yang bersumber dari keragaman budaya klien

muncul dan sulit dipecahkan dalam proses pendidikan dan konseling di sekolah;

sementara itu para konselor, dan bahkan sistem persekolahan kita, belum secara

sengaja disiapkan untuk menghadapi kedaan tersebut. Perilaku malasuai

(maladjustment) peserta didik untuk tingkat tertentu sangat terkait dengan dari

mana ia berasal dan ke mana afiliasi kelompoknya, apakah itu etnik, ras, asal

daerah, atau bahkan status sosial-ekonomi keluarganya.

Masalah penyesuaian diri pada peserta didik dan berbagai dampaknya

mengisyaratkan betapa diperlukannya layanan bimbingan dan konseling yang

peka terhadap budaya. Mathewson (Yusuf dan Nurihsan, 2010: 53) mencatat

empat hal yang terkait dengan mengapa individu membutuhkan bimbingan, yaitu

sebagai berikut: (a) kebutuhan individu untuk menilai dan memahami diri; (b)

kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri dan tuntutan lingkungan;

(c) kebutuhan untuk memiliki orientasi atau wawasan tentang berbagai kondisi

yang terjadi pada masa sekarang dan yang akan datang; dan (d) kebutuhan untuk

mengembangkan potensi pribadi.

Penanganan masalah masalah penyesuaian diri melalui bimbingan dan

konseling telah dilakukan oleh beberapa ahli, di antaranya adalah Schneiders

(32)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

dasar treatment yang dapat dilakukan oleh konselor, yaitu: (1) remedial, ketika

kesulitan itu melibatkan beberapa kekurangan yang bisa diatasi dengan instruksi

atau pelatihan, (2) informational or advisory, ketika masalah terutama perangkat

periferal (gejala-gejala kejasmanian) dan tidak melibatkan gangguan psikologis

yang mendalam atau kerusakan organik.

Selanjutnya Rogers (1942: 12-15) juga menjelaskan beberapa pendekatan

treatment yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah penyesuaian diri, yaitu:

Environmental Treatment. Metode membantu orang-orang yang

menemukan dirinya dalam kesulitan masalah perilaku, kegagalan, terganggu

secara emosional, neurotik, menunggak kelas, kurang bahagia dalam pernikahan.

Pengobatan masalah ini dapat melalui manipulasi lingkungannya. Mungkin

termasuk setiap kemungkinan sarana lingkungan individu, fisik dan psikologis,

yang dibuat lebih kondusif untuk penyesuaian diri. Direct Treatment. Pertama,

individu maladjusted secara langsung dipengaruhi dalam upaya untuk membantu

dia mendapatkan hubungan yang lebih memuaskan untuk situasinya. Dalam

kategori ini termasuk treatment wawancara, metode konseling dan psikoterapi.

Kedua, direct treatment melahirkan beberapa hubungan dengan orang lain dan

proses konseling, dapat digambarkan sebagai terapi ekspresif, karena katarsis

perasaan dan sikap memainkan bagian yang sangat penting dalam masing-masing

treatmen. Bagian ini akan mencakup terapi bermain, terapi kelompok, terapi seni,

psychodramatics, dan teknik serupa lainnya.

Bimbingan dan konseling yang dikembangkan dalam penelitian untuk

(33)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

maupun dengan lingkungannya adalah program bimbingan dan konseling berbasis

nilai-nilai budaya. Karena nilai-nilai budaya itu diyakini dan memungkinkan

mampu memfasilitasi penyesuain diri peserta didik yang hidup dalam kondisi

pluralistik.

C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian masalah di atas, masalah utama yang diteliti dalam

penelitian ini adalah bagaimana mengembangkan program bimbingan dan

konseling berbasis nilai-nilai budaya yang efektif untuk meningkatkan

kemampuan penyesuaian diri peserta didik?

Supaya lebih fokus, maka dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai

berikut:

1. Bagaimana profil penyesuaian diri peserta didik SMAN di Kota Palangka

Raya Tahun Ajaran 2012/2013?

2. Bagaimana rumusan hipotetik program bimbingan dan konseling berbasis

nilai-nilai budaya menurut para pakar dan praktisi?

3. Bagaimana gambaran keefektifan program bimbingan dan konseling berbasis

nilai-nilai budaya dalam meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta

didik?

(34)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan program bimbingan dan

konseling berbasis nilai-nilai budaya untuk meningkatkan kemampuan

penyesuaian diri peserta didik.

Secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1)

mendeskripsikan profil penyesuaian diri peserta didik, (2) merumuskan program

bimbingan dan konseling berbasis nilai-nilai budaya, dan (3) menggambarkan

kefektifan bimbingan dan konseling berbasis nilai-nilai budaya untuk

meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat secara teoretis maupun

secara praktis. Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah

keilmuan bimbingan dan konseling, dalam hal bimbingan dan konseling yang

peka terhadap budaya untuk membantu penyesuaian diri peserta didik. Secara

praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dan alternatif bagi

para guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam mengembangkan

program sekolah, sedangkan bagi lembaga penyelenggara pendidikan yang

mencetak para guru bimbingan dan konseling atau konselor, dapat memanfaatkan

hasil penelitian dalam mengembangkan metode pengajaran dan pelatihan dalam

meningkatkan keahlian di bidang bimbingan dan konseling yang mengembangkan

(35)

153

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Populasi Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini adalah SMA Negeri se Kota Palangka Raya,

pertimbangan pengambilan tempat penelitian pada SMA Negeri se Kota Palangka

Raya, yakni sebagai berikut:

a). SMA Negeri se Kota Palangka Raya peneliti pilih karena pada

sekolah-sekolah tersebut telah menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling.

b). Menurut peneliti, SMA Negeri se Kota Palangka Raya, layak dan sesuai

dengan objek penelitian. Karena dalam observasi awal, masalah-masalah yang

telah ditetapkan dalam penelitian ini, terdapat pada sekolah tersebut.

2. Populasi dan Sampel Penelitian

a. Populasi Penelitian

Sugiyono (2008: 80) mengatakan “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.”

Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik SMAN se Kota Palangka Raya,

yang terbagi dalam lima kecamatan, yaitu Kecamatan Pahandut, Kecamatan Jekan

(36)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Sedangan untuk Sekolah Menengah Atas Negeri nya terdiri dari: SMAN 1,

SMAN 2, SMAN 3, SMAN 4, SMAN 5, SMAN 6, SMAN 7, dan SMAN 8 yang

berjumlah 1502 orang. Untuk lebih rincinya dapat dilihat pada tebel 3.1 berikut:

Tabel 3.1

Penentuan sampel penelitian menggunakan teknik multistage cluster

sampling, yang merupakan bagian dari probability sampling. Sugiyono (2008: 82)

mengatakan bahwa “probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang

memberikan peluang sama bagi setiap unsure (anggota) populasi untuk dipilih

menjadi anggota.” Teknik sampling menggunakan tiga tahap, yaitu tahap pertama menentukan sampel daerah (dipusat kota dan pinggiran kota), tahap kedua

menentukan secara random sekolah pada tiap daerah (diambil 2 sekolah tiap

daerah), selanjutnya pengambilan sampel berdasarkan kelas (diambil dua kelas

(37)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Kemudian dilakukan penelitian pendahuluan pada sampel tersebut, dan

didapatkan sampel yang memiliki penyesuaian diri rendah sebanyak 82 orang,

yang kemudian dijadikan sebagai sampel untuk uji coba efektivitas program. Jika

proses pengambilan sampel tersebut divisualisasikan dengan gambar maka akan

nampak sebagai berikut:

Gambar 3.1

Multi Stage Cluster Sampling

Untuk mengetahui jumlah sampel penelitian secara lebih rinci akan

disajikan pada tebel 3.2 sebagai berikut:

Tabel 3.2 Sampel Penelitian

Tahap

Penelitian Sekolah

Kelas Jumlah Peserta didik

IPA IPS Bhs IPA IPS Bhs Jmlh

Populasi

Peserta Didik Kelas XI SMAN Kota Palangka Raya (1502 orang)

(38)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

S

m Sekolah Kelas Jumlah Peserta didik

IPA IPS Bhs IPA IPS Bhs Jmlh

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2008: 2).

Sesuai dengan permasalahan yang diteliti dan tujuan penelitian, maka penelitian

ini menggunakan pendekatan penelitian dan pengembangan (research and

development). Menurut Sugiyono (2008: 297) mengatakan bahwa penelitian

pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan

produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut. Dalam penelitian

pengembangan, langkah-langkah yang ditempuh antara lain sebagai berikut:

(39)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Gambar 3.2 Alur Proses Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif terpadu dan

saling mendukung yang dikenal dengan mixed method design squence.

Pendekatan kuantitatif digunakan untuk memperoleh gambaran profil kemampuan

penyeseuaian diri peserta serta menguji kefektifan program bimbingan dan

konseling berbasis nilai-nilai budaya untuk meningkatkan kemampuan

penyesuaian diri peserta didik. Sedangkan pendekatan kualitatif digunakan untuk

mengetahuai validitas rasional program hipotetik bimbingan dan konseling

berbasis nilai-nilai budaya untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri

peserta didik. Pada tataran teknis dilakukan langkah sebagai berikut: metode

analisis deskriptif, dan metode quasi experiment.

Metode anlisis deskriptif dilaksanakan untuk menjelaskan secara

sistematis, akurat, tentang fakta-fakta dan sifat-sifat yang terkait dengan subtansi

penelitian. Dalam penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran profil

penyesuaian diri peserta didik. Metode partisipatif kolaboratif dilakukan dalam

proses uji kelayakan program hipotetik bimbingan dan konseling berbasis

nilai-nilai budaya dalam meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik. Uji

kelayakan program dilaksanakan dengan uji rasionalitas, uji keterbacaan, uji

kepraktisan, dan uji coba terbatas. Uji coba rasional melibatkan pakar bimbingan,

uji keterbacaan melibatkan peserta didik SMAN se Kota Palangka Raya,

(40)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

guru BK SMAN se Kota Palangka Raya. Uji lapangan dilakukan dengan desain

pre-test dan post-test dengan metode quasi experiment untuk mendapatkan

gambaran tentang efektivitas program bimbingan dan konseling berbasis nilai

budaya dalam meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik.

C. Definisi Operasional

Variabel utama dari tema peneltian ini, yaitu penyesuaian diri peserta

didik dan program bimbingan dan konseling berbasis nilai-nilai budaya. Definisi

operasional dari variabel tersebut dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Nilai-nilai Budaya

Program bimbingan dan konseling berbasis nilai-nilai budaya merupakan

seperangkat acuan kerja yang disusun secara sistematis dan terencana yang

menjadikan nilai kebudayaan sebagai pendekatan dalam pelaksanaan layanan

bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling berbasis nilai-nilai budaya

memandang unsur dan perkembangan budaya sebagai ruh dalam layanannya.

Secara filosofis budaya merupakan fitrah dari hukum alam. Kenyataan struktur

budaya masyarakat kontemporer yang beragam (multicultural) berimplikasi

terhadap upaya-upaya konstruksi ideal dari konsistensi ke orientasi interaksi antar

budaya (Launikari & Puukari, 2005, dalam Rakhmat, 2011: 176). Pengembangan

pengetahuan dan praksis bimbingan dan konseling di Indonesia kini dihadapkan

pada upaya mentransformasikan ragam perspektif budaya dan

(41)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Merancang dan mengimplementasikan program bimbingan dan konseling

berbasis nilai-nilai budaya, terlebih dahulu dilakukan pengkajian dalam rangka

menjawab tantangan utama bagi konselor sekolah, pengkajian dilakukan dalam

bentuk studi literatur, pengamatan intensif, maupun secara partisipasi dalam

pergaulan dengan khalayak konselital. Fokus utama dalam pengkajian yaitu untuk

menjawab tantangan bahwa konselor sekolah bekerja dengan individu yang

berbeda latar belakang budaya, serta mampu dan sanggup mendemonstrasikan

pemahaman dan apresiasinya terhadap perbedaan budaya. Selanjutnya merefleksi

kondisi lingkungan budaya persekolahan, baik yang menyangkut keragaman

asal-usul personel sekolah dan pola interaksi di antara mereka, berbagai variabel latar

belakang yang memungkinkan bias budaya, maupun budaya organisasi dan

kepemimpinan yang berkembang di sekolah.

Secara visual pengembangan program bimbingan dan konseling berbasis

nilai budaya untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik

dapat dilihat pada gambar 3.3 berikut:

Budaya

Teori Pendekatan Pendekataan Teori

Terpecahkannya Masalah Penyesuaian Diri Konseli

(42)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Gambar 3.3

Kerangka Teoritik Pengembangan Bimbingan dan Konseling Berbasis Nilai-nilai Budaya (Diadaptasi dari Loven, 2002 dalam Rahkmat, 2011)

2. Penyesuaian Diri

Schneiders (Yusuf, 2010: 210) menyatakan penyesuaian yaitu ”suatu proses yang melibatkan respon-respon mental dan perubahan individu dalam

upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan mengatasi ketengangan, frustasi, dan

konflik dengan memperlihatkan norma atau tuntutan lingkungan di mana dia

hidup. Schneiders (1964: 429) mengungkapkan setiap individu memiliki pola

penyesuaian yang khas terhadap setiap situasi dan kondisi serta lingkungan yang

dihadapinya. Bagaimana individu menyesuaikan diri di lingkungan rumah dan

keluarganya, sekolah, dan bagaimana individu dapat menyesuaikan diri dengan

dirinya sendiri, serta cara menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial

menentukan adanya variasi penyesuaian diri (varietas of adjustment), artinya

adanya klasifikasi penyesuaian diri yang berdasarkan pada masalah dan situasi

yang dihadapi dan berkaitan dengan tuntutan lingkungan.

Pengertian penyesuaian diri peserta didik dalam penelitian ini

didefinisikan sebagai reaksi atau respon individu terhadap perubahan yang terjadi

(43)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Secara rinci indikator

penyesuaian diri akan diuraikan sebagai berikut:

a. Penyesuaian pribadi meliputi: (1) Menerima dan memanfaatkan perubahan

fisik secara efektif; (2) Mampu memerankan peran seks (maskulin dan

feminim); (3) Mampu mengendalikan perubahan emosi dengan baik dan

efektif; (4) Mempersiapkan kemandirian secara emosi dan ekonomi dari orang

tua; dan (5) Bertanggung jawab dan berfikir realistis.

b. Penyesuaian keluarga meliputi: (1) Menjalin hubungan yang baik dengan para

anggota keluarga (orang tua dan saudara); (2) Menerima otoritas orang tua

(mau menaati peraturan yang ditetapkan orang tua); (3) Menerima tanggung

jawab dan batasan-batasan (norma) keluarga; dan (4) Berusaha untuk

membantu anggota keluarga, sebagai individu maupun kelompok dalam

mencapai tujuannya.

c. Penyesuaian sekolah meliputi: (1) Bersikap respek dan mau menerima

peraturan sekolah; (2) Berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sekolah; (3)

Menjalin persahabatan dengan teman-teman di sekolah; (4) Bersikap hormat

terhadap guru, pemimpin sekolah, dan staf lainnya; dan (5) Membantu sekolah

dalam merealisasikan tujuan-tujuannya.

d. Penyesuaian masyarakat meliputi: (1) Mengakui dan respek terhadap hak-hak

orang lain; (2) Memelihara jalinan persahabatan dengang orang lain; (3)

(44)

Heru Nurrohman, 2013

Program Bimbingan Dan Konseling Berbasis Nilai-Nilai Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik SMAN Kota Palangkaraya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Bersikap respek terhadap nilai-nilai, hukum, tradisi, dan kebijakan-kebijakan

masyarakat.

D. Pengembangan Instrumen Pengumpul Data

1. Pengembangan kisi-kisi Instrument Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk mengukur

nilai variabel. Karena instrumen penelitian akan digunakan untuk melakukan

pengukuran dengan tujuan menghasilkan data kuantitatif yang akurat, maka setiap

instrumen harus mempunyai skala. Sugiyono (2008: 92) mengatakan bahwa

”skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk

menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga bila

alat ukur tersebut digunakan dalam pengukuran, akan menghasilkan data

kuantitatif.” Karena data yang akan diukur berupa sikap, pendapat, dan persepsi

seseorang tentang fenomena sosial, maka skala yang digunakan dalam penelitian

ini adalah skala likert.

Sugiyono (2008: 93) menyatakan bahwa ”dengan skala likert, maka

variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian

indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item

instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan.” Setiap item yang

menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat

negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain: (SS) sangat setuju, (S) setuju,

(RR) ragu-ragu, (TS) tidak setuju dan (STS) sangat tidak setuju. Untuk keperluan

Gambar

Tabel
Grafik   4.1 Profil Penyesuaian Diri Peserta Didik Secara Umum   .................................
Gambar 1.1 Wilayah Keterpaduan Bimbingan dan Konseling
Tabel 3.1 Populasi Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bimbingan kelompok yaitu layanan yang membantu peserta didik. dalam pengembangan pribadi, kemampuan

Masalah aspek perkembangan sosial peserta didik tunanetra sebagai dasar penyusunan program bimbingan dan konseling perkembangan di sekolah inklusif adalah pengembangan

Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi, kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan

Program Pelatihan untuk Mengembangkan Keterampilan Konseling Lintas Budaya bagi Guru Bimbingan Dan Konseling (Studi Pengembangan Progam Pelatihan bagi Guru Bimbingan

Melakukan Penyesuaian Proses Pelayanan Bimbingan dan Konseling Berdasarkan angket penelitian yang diisi oleh 66 orang peserta didik kelas XI di SMA Negeri 1

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan peneliti, pengembangan modul layanan bimbingan dan konseling bidang pribadi berbasis nilai wasaka suku banjar di SMAN 12

Adapun tujuan bimbingan dan konseling yaitu: tujuan bimbingan dan konseling pribadi adalah bantuan agar peserta didik mampu (1) memahami potensi diri; (2) menetapkan dan

Berdasarkan data yang peneliti analisis yaitu tentang kemampuan guru bimbingan dan konseling dalam membuat pertanyaan terbuka dengan peserta didik oleh guru