DAFTAR ISI
ABSTRAK ... KATA PENGANTAR ... UCAPAN TERIMA KASIH ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... BAB I PENDAHULUAN ...
I ii iv vii x x 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1.2 Rumusan dan Pertanyaan Penelitian... 1.3 Tujuan Penelitian... 1.4 Manfaat Penelitian... 1.5 Penjelasan Istilah... 1.5.1 Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)... 1.5.2 Numbered Heads Together (NHT)... 1.5.3 Tanggung Jawab... 1.5.4 Siswa... 1.6 Sistematika Penulisan...
1 8 9 10 11 11 11 12 14 14
BAB II LANDASAN TEORITIS ... 16
2.1 Model Pembelajaran Kooperatif... 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif... 2.2 Karakteristik Pembelajaran Kooperatif... 2.3 Keterampilan Kooperatif ... 2.3.1 Keterampilan kooperatif tingkat awal ... 2.3.2 Keterampilan kooperatif tingkat menengah ... 2.3.3 Keterampilan kooperatif tingkat mahir ... 2.4 Pengelolaan Kelas ... 2.4.1 Pembentukan Kelompok ... 2.4.2 Pemberian semangat kelompok ... 2.4.3 Penataan ruang kelas ... 2.5 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif... 2.6 Keunggulan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads
Together (NHT)... 2.7 Tanggung Jawab Siswa ... 2.7.1 Pengertian tangung jawab ... 2.7.2 Ciri-ciri anak bertanggung jawab ... 2.8 Peranan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together
(NHT) Dalam meningkatkan tanggungjawab kerjasama siswa ... 16 16 20 22 22 23 23 28 28 29 29 30 38 42 42 45 46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 49
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian... 3.1.1 Pendekatan Penelitian... 3.2 Metode Penelitian... 3.3 Lokasi dan Subyek Penelitian... 3.4 Prosedur Penelitian... 3.4.1 Tahap Perencanaan Tindakan (Planning)... 3.4.2 Tahap Pelaksanaan Tindakan (Action) ...
3.4.4 Tahap Refleksi (Reflection)... 3.5 Instrumen Penelitian... 3.5.1 Catatan Lapangan... 3.5.2 Pedoman Wawancara... 3.5.3 Lembar Panduan Observasi... 3.5.4 Foto ... 3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data... 3.6.1 Pengumpulan/Kategorisasi data... 3.6.2 Validasi data...
3.6.2.1Member Check ... 3.6.2.2Triangulasi ... 3.6.2.3Expert Opinion ... 3.6.3 Analisis data...
BAB IV DESKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...
4.1 Deskripsi Umum Lokasi dan Subjek Penelitian ... 4.1.1 Profil SMP Negeri 1 Padalarang ... 4.1.2 Visi, Misi dan Tujuan Sekolah ...
4.1.2.1 Visi Sekolah ... 4.1.2.2 Misi Sekolah ... 4.1.2.3 Tujuan Sekolah ... 4.1.3 Administrasi SMP Negeri 1 Padalarang ...
4.1.3.1 Struktur Organisasi SMP Negeri 1 Padalarang ... 4.1.4 Keadaan Fasilitas Personal (Guru dan Karyawan) ... 4.1.5 Profil Siswa ... 4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ... ...
4.2.1 Kondisi Pra Pembelajaran ... 4.2.2 Pelaksanaan Siklus ke-1 ... 4.2.2.1 Perencanaan Pelaksanaan Tindakan Siklus ke-1 ... 4.2.2.2 Pelaksanaan Tindakan Siklus ke-1 ... 4.2.2.3 Hasil-hasil Penelitian Tindakan Siklus ke-1 ... 4.2.2.3.1 Kelebihan Tindakan Siklus ke-1 ... 4.2.2.3.2 Kekurangan Tindakan Siklus ke-1 ... 4.2.2.4 Solusi permasalahan-permasalahan pada Pelaksanaan
Tindakan Siklus ke-1 ... 4.2.3 Pelaksanaan Siklus ke-2 ... 4.2.3.1 Perencanaan Pelaksanaan Tindakan Siklus ke-2 ... 4.2.3.2 Pelaksanaan Tindakan Siklus ke-2 ... 4.2.3.3 Hasil-hasil Penelitian Tindakan Siklus ke-2 ... 4.2.3.3.1 Kelebihan Tindakan Siklus ke-2 ... 4.2.3.3.2 Kekurangan Tindakan Siklus ke-2 ... 4.2.3.4 Solusi permasalahan-permasalahan pada Pelaksanaan
Tindakan Siklus ke-2 ... 4.2.4 Pelaksanaan Siklus ke-3 ... 4.2.4.1 Perencanaan Pelaksanaan Tindakan Siklus ke-3 ... 4.2.4.2 Pelaksanaan Tindakan Siklus ke-3 ... 4.2.4.3 Hasil-hasil Penelitian Tindakan Siklus ke-3 ... 4.2.4.3.1 Kelebihan Tindakan Siklus ke-3 ... 4.2.4.3.2 Kekurangan Tindakan Siklus ke-3 ... 4.2.4.4 Solusi permasalahan-permasalahan pada Pelaksanaan
4.2.5 Pelaksanaan Siklus ke-4 ... 4.2.5.1 Perencanaan Pelaksanaan Tindakan Siklus ke-4 ... 4.2.5.2 Pelaksanaan Tindakan Siklus ke-4 ... 4.2.5.3 Hasil-hasil Penelitian Tindakan Siklus ke-4 ... 4.2.5.3.1 Kelebihan Tindakan Siklus ke-4 ... 4.2.5.3.2 Kekurangan Tindakan Siklus ke-4 ... 4.2.5.4 Solusi permasalahan-permasalahan pada Pelaksanaan
Tindakan Siklus ke-4 ... 4.3Analisis Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Pada Mata Pelajaran IPS-Sejarah ...
4.3.1 Desain Perencanaan Pembelajaran IPS-Sejarah Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Dalam Meningkatkan Tanggung Jawab Kerjasama Siswa ... 4.3.2 Pelaksanaan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Dalam Meningkatkan Tanggung Jawab Kerjasama Siswa Pada Mata Pelajaran IPS-Sejarah ... 4.3.3 Hasil-hasil Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered
Heads Together (NHT) Dalam Meningkatkan Tanggung Jawab Kerjasama Siswa Pada Mata Pelajaran IPS-Sejarah ...
4.3.4 Solusi Untuk Mengatasi Hambatan yang Dihadapi Guru dalam Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) ...
BAB V BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...
5.1 Kesimpulan ... 5.2 Saran ... 5.2.1 Bagi Guru ... 5.2.2 Bagi Sekolah ... 5.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya ...
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah salah satu upaya memanusiakan manusia dalam
upaya mentransformasi pengetahuan, kebudayaan, sikap dan perilaku dari
generasi sebelumnya kepada generasi penerus. Pendidikan di Indonesia
terdiri dari dua macam, yaitu pendidikan formal dan pendidikan non-formal.
Pendidikan formal di indonesia dilaksanakan secara berjenjang, dimulai dari
Pendidikan dasar (SD dan SMP), Pendidikan Menengah (SMA), dan
Perguruan Tinggi. Pendidikan jenjang Sekolah Dasar sampai dengan
Jenjang Pendidikan Menengah dilaksanakan dalam instansi sekolah.
Pendidikan menurut Hasan dkk (2010:4) adalah suatu usaha yang
sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik.
Pendidikan adalah juga suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam
mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan
masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan. Keberlangsungan itu
ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter yang telah dimiliki masyarakat
dan bangsa. oleh karena itu, pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan
karakter bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan
Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif
peserta didik mengembangkan potensi dirinya, melainkan proses
internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam
bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih
sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.
Pembelajaran merupakan salah satu faktor yang penting dalam sistem
pendidikan, karena dengan melalui proses tersebut tujuan pendidikan dapat
tercapai dalam bentuk perubahan perilaku siswa. Pihak-pihak yang terlibat
dalam kegiatan belajar mengajar adalah pendidik serta peserta didik yang
berinteraksi edukatif antara satu sama lain. Isi dari kegiatan tersebut adalah
bahan (materi) belajar yang bersumber dari kurikulum. Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) memberikan keleluasaan bagi lembaga
pendidikan khususnya sekolah untuk dapat mengelola kurikulum sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan dari peserta didik dan lingkungan tempat
peserta didik tinggal. Menurut Slameto (2010:2) menjelaskan bahwa belajar
adalah “suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Dengan demikian bahwa proses pembelajaran yang dilakukan oleh
guru itu harus berorientasi kepada student center. Hal ini sejalan dengan
pendapatnya Huda (2011:3) bahwa pendidikan khususnya sekolah harus
memiliki sistem pembelajaran yang menekankan pada proses dinamis yang
tentang dunia. Pendidikan harus mendesain pembelajarannya yang responsif
dan berpusat pada siswa (student center) agar minat dan aktivitas sosial
mereka terus meningkat.
Menelaah prinsip pembelajaran yang diharapkan oleh KTSP, yaitu
kegiatan pembelajaran sebaiknya berpusat pada kegiatan siswa, peneliti
menemukan gagasan awal sebagai permasalahan pada Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) bahwa kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh para
guru berpusat pada siswa (student centered) merupakan permbelajaran
dengan menempatkan siswa sebagai subjek belajar, menitikberatkan pada
kegiatan siswa dalam membangun makna dan pemahaman. Siswa dijadikan
subjek dalam pendidikan, siswa dipandang memiliki tahap perkembangan,
potensi masing-masing dan pada dasarnya siswa adalah insan yang aktif,
kreatif, serta dinamis.
Interaksi yang terjadi dalam pembelajaran bertujuan membantu
pengembangan seluruh potensi, kecakapan dan karakteristik peserta didik.
Seluruh potensi, kecakapan dan karakteristik tersebut berkenaan dengan segi
intelektual, sosial, afektif, maupun fisik motorik. Tujuan utama dari
pembelajaran adalah adanya perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan
yang diharapkan. Tujuan dari pembelajaran yang berpusat pada siswa
(student centered) juga tidak lepas dari upaya untuk mengarahkan siswa
kepada perubahan tingkah laku siswa kepada hal-hal yang baik. Hal ini
sejalan dengan pendapatnya Hamalik (2001:28) yang menyatakan bahwa
interaksi dengan lingkungan. Di dalam interaksi inilah terjadi serangkain
pengalaman-pengalaman belajar. Burton dalam (Hamalik, 2001:28)
mengemukakan, bahwa A good learning situation consist of a rich and
varied series of learning experience unified around a vigorous purpose and
carried on in interaction which a rich, varied and provocative environment.
Jadi, situasi belajar yang baik itu adalah situasi yang terjadi karena adanya
interaksi dari berbagai dorongan lingkungan belajarnya yang didasari oleh
keinginan yang kuat dari berbagai interaksi yang peserta didik lakukan.
Berangkat dari keingintahuan kondisi pembelajaran student centered
di SMP Negeri 1 Padalarang, peneliti melaksanakan observasi awal terhadap
proses pembelajaran di kelas VII B. Hasil pengamatan awal peneliti di kelas
tersebut, ditemukan adanya kendala terhadap pencapaian student centered.
Terdapat beberapa permasalahan yang ditemukan, di antaranya pada proses
belajar mengajar guru kurang berorientasi dalam mengembangkan aspek
afektif (tanggung jawab), di sini guru hanya mengembangkan aspek kognitif
saja. Disamping itu guru yang bersangkutan pernah menerapkan metode
pembelajaran inquiry pada mata pelajaran IPS-Sejarah dalam proses
pembelajaran, namun pada pelaksanaannya banyak murid yang tidak
memperhatikan dan melaksanakan arahan guru dengan baik. Kegiatan yang
dilakukan para siswa ketika metode pembelajaran inquiry ini diterapkan
adalah mengobrol, bercanda dengan sesama teman lainnya. Selain itu
keaktifan siswa dalam kegiatan kelompok masih sangat kecil. Hal ini terjadi
temannya, dibandingkan dengan mendiskusikan topik yang ditugaskan guru
kepada kelompok mereka. Selain itu permasalahan lain yang penulis
dapatkan adalah kurangnya kesadaran siswa dalam mengerjakan tugas yang
diberikan oleh guru mata pelajaran IPS-Sejarah, baik itu tugas kelompok
maupun tugas individu. Dengan demikian akar permasalahannya adalah
pada proses pembelajarannya. Dewasa ini di dalam situasi belajar sering
terlihat sifat individualistis siswa. Seperti siswa cenderung berkompetisi
secara individual, bersikap tertutup terhadap teman, kurang memberi
perhatian ke teman sekelas, bergaul hanya dengan orang tertentu (adanya
gap di dalam kelas) dan ingin menang sendiri (tidak mengakui kesalahannya
sendiri). Menurut Rusman (2011:205) bahwa kondisi situasi belajar siswa
yang bersifat individualistis akan berdampak negatif dan bilamana kondisi
ini dibiarkan akan menghasilkan warga negara yang egois, inklusif, introfert
(tertutup), kurang bergaul dengan masyarakat acuh tak acuh dengan
tetangga dan lingkungan, kurang menghargai orang lain, serta tidak mau
menerima kelebihan dan kelemahan orang lain. Gejala seperti ini kiranya
mulai terlihat pada masyarakat kita, sedikit-sedikit demonstrasi, main
keroyokan, saling sikut, dan mudah terprovokasi.
Guru sebagai ujung tombak dalam pencapaian tujuan pendidikan perlu
memilih model pembelajaran yang efektif dan efesien serta inovatif agar
pembelajaran tersebut menjadi menyenangkan dan menarik. Proses
pembelajaran yang menyenangkan dan menarik tersebut merupakan titik
tanggung jawab siswa, sehingga siswa merasa senang mengikuti proses
pembelajaran dan melaksanakan tugas sebaik mungkin dari guru yang
bersangkutan.
Hal di atas didasari oleh salah satu asumsi bahwa ketepatan guru
memilih model pembelajaran akan berpengaruh terhadap keberhasilan dan
hasil belajar siswa, karena model pembelajaran yang digunakan oleh guru
berpengaruh terhadap kualitas proses belajar-mengajar yang nantinya akan
diterapkan di dalam kelas.
Menurut Hamalik (2001:50)
Ketepatan guru dalam memilih metode pembelajaran akan berpengaruh terhadap kualitas proses belajar mengajar yang dilakukan. Kualitas pembelajaran selalu terkait dengan penggunaan metode pengajaran yang optimal, ini berarti untuk mencapai kualitas pengajaran yang tinggi harus diorganisasikan dengan strategi yang tepat pula.
Selain menurut pendapat Hamalik, ada juga pendapatnya Djahiri
dalam (Romdiani,2010:3) yang mengatakan bahwa :
Salah satu tugas utama guru adalah membelajarkan siswa sesuai dengan keadaan dan kemampuan, minat serta perkembangan tingkat belajar sehingga yang bersangkutan menyerap (menginternalisasi, mempribadikan/personalisasi dan membudidayakan diri) isi pesan pelajaran secara efektif, efisien, dan optimal.
Salah satu model pembelajaran yang dinilai akomodatif dapat
meningkatkan tanggung jawab dalam bekerjasama antara siswa adalah
model pembelajaran kooperatif. Menurut Slavin (2009:10) bahwa dalam
semua metode pembelajaran kooperatif menyumbangkan ide bahwa siswa
timnya mampu membuat diri mereka belajar sama baiknya. Hal tersebut
memberi peluang lebih besar pada siswa untuk lebih aktif pada proses
pembelajaran serta memungkinkan terjadinya komunikasi dan interaksi
yang berkualitas antara siswa dengan kelompok dan antara siswa dengan
guru.
Jenis dari model pembelajaran kooperatif ini sangat banyak, salah
satunya adalah tipe Numbered Heads Together (NHT) yang dikembangkan
oleh Kagan. Dalam teknik NHT siswa dibagi dalam kelompok (2-6 orang).
Melalui penerapan model pembelajaran tipe NHT ini diharapkan dapat
meningkatkan tanggung jawab siswa, baik dalam mengambil keputusan
ketika diskusi kelompok maupun keputusan sendiri, mengerjakan tugas
secara mandiri tanpa meminta bantuan orang lain. Tanggung jawab menurut
Clemes dan Beans (2012:15-16) mengambil keputusan yang tepat dan
efektif. Tepat berarti bahwa seseorang anak membuat sebagian besar
pilihannya dalam batasan norma-norma sosial dan harapan yang ada untuk
menciptakan hubungan kemanusiaan yang positif serta memberikan rasa
keselamatan, keberhasilan, dan keamanannya sendiri. Tanggapan efektif,
apabila hal itu memungkinkan anak mencapai tujuan yang akan
meningkatkan perasaan harga dirinya sendiri. Pengambilan keputusan
merupakan sikap bertanggung jawab yang perlu dikembangkan secara terus
Untuk menjawab hal itu di atas penulis melakukan Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif (Cooperative Learning) Tipe Numbered Heads Together
Dalam Meningkatkan Tanggung Jawab Kerjasama Siswa Pada Mata
Pelajaran IPS-Sejarah (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas
VII B SMP Negeri 1 Padalarang).
1.2Rumusan dan Pertanyaan Penelitian
Agar penelitian ini mencapai sasaran sesuai dengan tujuan yang
diharapkan, maka peneliti mendasarkan kajian pada masalah pokok yaitu
“Bagaimana Meningkatkan Tanggung Jawab Kerjasama Siswa Pada Mata
Pelajaran IPS-Sejarah Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Numbered Heads Together (NHT)”.
Dari rumusan di atas agar permasalahan dapat lebih terarah, maka
peneliti akan merinci kembali permasalahan tersebut menjadi beberapa
pertanyaan, di antaranya :
1. Bagaimana guru mendesain perencanaan proses pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) pada mata
pelajaran IPS-Sejarah untuk meningkatkan tanggung jawab
kerjasama siswa?
2. Bagaimana guru melaksanakan proses pembelajaran IPS-Sejarah
melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
3. Bagaimana hasil-hasil dengan penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat
meningkatkan tanggung jawab kerjasama siswa pada mata
pelajaran IPS-Sejarah ?
4. Bagaimana solusi dalam mengatasi kendala-kendala yang dihadapi
guru di dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together (NHT) pada mata pelajaran
IPS-Sejarah?
1.3Tujuan Penelitian
Secara umum dari tujuan penelitian ini adalah meningkatkan tanggung
jawab kerjasama siswa pada mata pelajaran IPS-sejarah melalui model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).
1. Mendeskripsikan perencanaan desain pembelajaran IPS-Sejarah
yang akan diterapkan guru selama proses pembelajaran melalui
model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together
(NHT).
2. Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran IPS-Sejarah
diterapkan guru selama proses pembelajaran melalui model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).
3. Mendapatkan gambaran mengenai sejauh mana pengaruh
Together (NHT) terhadap peningkatan tanggung jawab kerjasama
siswa pada mata pelajaran IPS-Sejarah.
4. Menganalisis mengenai kendala apa saja yang dihadapi dalam
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together (NHT) Pada mata pelajaran IPS-Sejarah.
1.4Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak yang berhubungan secara langsung ataupun tidak langsung dalam
bidang pendidikan, khususnya pada satuan pendidikan SMP dalam mata
pelajaran IPS-Sejarah. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini
secara khusus adalah dapat :
1. untuk penulis, diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan
serta menambah keterampilan penulis dalam menerapkan model
pembelajaran.
2. untuk guru, diharapkan hasil penelitian ini dijadikan bahan
masukan untuk kajian tindak lanjut.
3. untuk siswa, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan
tanggung jawab kerjasama siswa pada mata pelajaran IPS-sejarah.
4. untuk sekolah, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat
1.5Penjelasan Istilah
1.5.1 Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Kooperatif mengandung pengertian bekerjasama dalam mencapai
tujuan bersama, yang berarti pula pemanfaatan kelompok kecil dalam
pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerjasama untuk
memaksimalkan belajar mereka dalam anggota tersebut. Menurut Slavin
(2010:8). “Dalam pembelajaran kooperatif, para siswa akan duduk bersama
dalam kelompok yang beranggotakan empat orang untuk menguasai materi
yang disampaikan oleh guru”.
Menurut Roger, dkk dalam (Huda, 2011:29) menyatakan cooperative
learning is group learning activity organized in such a way that learning is
based on the socially structured change of information between learners in
group in which each learner is held accountable for his or her own learning
and is motivated to increase the learning of others (pembelajaran kooperatif
merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu
prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi
secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya
setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan
didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain).
1.5.2 Numbered Heads Together (NHT)
Teknik belajar mengajar kepala bernomor (Numbered Heads)
dikembangkan oleh Kagan. Teknik ini memberikan kesempatan siswa untuk
tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan
semangat bekerjasama mereka. Prosedur pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together (NHT) menurut Huda (2011:138) pada
prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu :
1. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok. Masing-masing siswa dalam kelompok diberi nomor;
2. Guru memberikan tugas/pertanyaan dan masing-masing kelompok mengerjakannya;
3. Kelompok berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut;
4. Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil mempresentasikan jawaban hasil diskusi kelompok mereka.
1.5.3 Tanggung Jawab
Tanggung jawab menurut Clemes dan Bean (2012:15-16) mengambil
keputusan yang tepat dan efektif. Tepat berarti bahwa seseorang anak
membuat sebagian besar pilihannya dalam batasan norma-norma sosial dan
harapan yang ada untuk menciptakan hubungan kemanusiaan yang positif
serta memberikan rasa keselamatan, keberhasilan, dan keamanannya sendiri.
Tanggapan efektif, apabila hal itu memungkinkan anak mencapai tujuan
yang akan meningkatkan perasaan harga dirinya sendiri. Tanggung jawab
siswa baik secara pribadi maupun kelompok untuk memperoleh hasil
belajar, dengan memperoleh perubahan sebagaimana ciri-ciri belajar
Menurut Clemes dan Bean (2012:204-205) seorang anak bertanggung
jawab bila dia :
1) Melakukan tugas secara teratur tanpa harus diingatkan;
2) Mempunyai alasan yang dapat dijelaskannya dalam melakukan pekerjaannya;
3) Tidak selalu menyalahkan orang lain;
4) Mampu membuat pilihan dari berbagai alternatif;
5) Dapat bermain atau bekerja sendiri tanpa merasa terpaksa;
6) Dapat mengambil keputusan yang berbeda dari orang lain dalam kelompok (teman, geng, keluarga, dan sebagainya);
7) Mempunyai bermacam-macam tujuan atau minat yang dapat menyerap perhatiannya;
8) Menghormati dan menghargai batasan yang diberikan orang tua tanpa selalu membantah atau mendebatnya;
9) Dapat memusatkan perhatian atau tugas yang kompleks (relatif terhadap usia) selama beberapa waktu tanpa merasa frustasi berlebihan;
10) Melaksanakan apa yang dikatakan akan dilakukannya;
11) Mengakui kesalahan tanpa memberikan alasan/rasionalisasi yang berlebihan.
Yang dimaksudkan dengan tanggung jawab dalam penelitian ini
adalah bagaimana siswa dapat memiliki tanggung jawab kerjasama dalam
pembelajaran kooperatif. Indikatornya adalah :
1) Sejauh mana siswa dapat bekerjasama dengan anggota
kelompoknya dalam menyelesaikan tugas yang diberikan guru
kepada kelompoknya;
2) Sejauh mana kesadaran para siswa dalam menyikapi perbedaan
karakter, watak, etnis, status ekonomi, dan gender diantara sesama
anggota kelompoknya;
3) Sejauh mana para siswa memberikan reward (penghargaan)
4) Sejauh mana kesadaran para siswa dalam mempelajari materi yang
dia pelajarinya atas dasar kemauan dan kesadarannya sendiri.
1.5.4 Siswa
Yang dimaksudkan Siswa di sini adalah siswa kelas VII B SMP
Negeri 1 Padalarang yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan yang
terdaftar dan tercantun dalam buku kehadiran siswa.
1.6Sistematika Penulisan
Bab Satu, yaitu pendahuluan. Bab I merupakan bagian awal dari
penulisan, dalam bab ini terbagi-bagi dalam beberapa sub bab seperti : latar
belakang masalah yang berisikan mengenai mengapa masalah yang diteliti
itu timbul dan apa yang menjadi alasan peneliti mengangkat masalah
tersebut. Selain latar belakang masalah, dalam penulisan ini terdapat pula
rumusan masalah dan pertanyaan penelitian. Hal ini dibuat agar penelitian
menjadi lebih terfokus. Sub bab selanjutnya adalah tujuan penelitian,
tujuannya adalah untuk menyajikan hal yang ingin dicapai setelah
melaksanakan penelitian. sub bab yang berikutnya adalah manfaat
penelitian, dalam sub bab ini penulis menuliskan manfaat dari hasil
penelitian yang dilakukan penulis. Sub bab berikutnya adalah definisi
operasional dan sistematika penulisan
Bab Dua, merupakan landasan teoritis yang meliputi pembahasan dari
judul penelitian berdasarkan rujukan dari teori-teori yang relevan dengan
Bab Tiga, merupakan metodologi penelitian yang meliputi
langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam melakukan penelitiannya. Dalam bab
ini dipaparkan mengenai pendekatan penelitian, metode dan desain
penelitian yang berisi perencanaan pelaksanaan penelitian, subjek
penelitian, prosedur penelitian, serta teknik-teknik yang digunakan dalam
pengolahan data.
Bab Empat, merupakan pembahasan masalah dan analisis data
berdasarkan hasil penelitian dari keseluruhan instrumen penelitian serta
keseluruhan tindakan yang telah dilakukan oleh peneliti. Dalam bab ini
diuraikan mengenai pembahasan hasil penelitian yang merupakan jawaban
dari pertanyaan yang ada dalam rumusan masalah.
Bab Lima, merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan hasil yang
telah dilakukan dan saran-saran atau rekomendasi bagi pihak-pihak terkait
dan bagi pengembangna penelitian selanjutnya. Kesimpulan menguraikan
sintesis dan interpretasi dari hasil penelitian dan pembahasan, sedangkan
Daftar Pustaka
Agustiani, S.(2010). Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif
(Cooperative Learning) Teknik Kepala Bernomor Untuk
Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Koperasi
Mata Pelajaran IPS. Skripsi UPI Bandung : Tidak diterbitkan
Anggoro, M.T.(2007). Metode Penelitian. Jakarta : Universitas Terbuka.
Arends, R.(1997). Classroom Instructional Management. New York : The
Mc Graw-Hill Company
Arikunto, S.(2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Hamalik, O.(2001). Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara
Haris, C dan Bean, R. (2012). Bagaimana Mengajar Anak Bertanggung
Jawab. Tangerang Selatan : Binarupa Aksara Publisher.
Hasan, S.H. dkk.(2010). Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan
Nilai-Nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter
Bangsa. Bahan Pelatihan. Jakarta : Kementrian Pendidikan Nasional
Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum
___________(2011). Panduan Guru Penelitian Tindakan Kelas.
Terjemahan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Huda, M.(2011). Cooperative Learning, Metode, Teknik, Struktur dan
Kunaedi, J.(2006). Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
STAD Untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Kemampuan
Kooperatif. Skripsi UPI. Bandung : Tidak Diterbitkan
Kunandar.(2011). Langkah Mudah Penelitian Tindakan kelas sebagai
pengembangan Profesi Guru. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Lie, A.(2008).Cooperative Learning, Mempraktikan Cooperative Learning
di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Mabroer, A. (2006). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Student Teams Achievement Division (STAD) Sebagai Upaya Untuk
Meningkatkan Prestasi Belajar dan Aktivitas Siswa. Skripsi UPI
Bandung: Tidak diterbitkan.
Margono.(2004). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : PT. Rineka
Cipta
Riyanto, Y.(2001). Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya : Penerbit
SIC.
Riyanto, Y.(2010). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta : Kencana
Prenada Media Group.
Romdiani, A.D. (2010). “Penerapan Model Pembelajaran Numbered Heads
Together Untuk Meningkatkan Tanggung Jawab Siswa Pada
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan” Penelitian Tindakan
Rusman.(2011). Model-Model Pembelajaran, Mengembangkan
Profesionalisme Guru. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Sanjaya, W.(2008). Strategi Pembelajaran, Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Slameto.(2010). Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi. Jakarta :
PT. Rineka Cipta
Slavin, R.E.(2009). Cooperative Learning, Teori, Riset dan Praktik.
Terjemahan. Bandung : PT. Nusa Media.
Solihatin, E. dan Raharjo.(2008). Cooperative Learning, Analisis Model
Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara.
Sudirman. (2010). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student
Teams Achievment Division (STAD) untuk meningkatkan Penguasaan
Konsep Fisika pada Siswa MA Kelas X. Skripsi UPI Bandung: Tidak
diterbitkan.
Sugiyono.(2009). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D. Bandung. CV. Alfabeta.
Sukardi.(2007). Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan
Prakteknya. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Sukidin, dkk.(2010).Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Penerbit Insan
Cendikia.
Sukmadinata, N.S.(2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT
Trianto.(2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi
Konstruktivistik. Jakarta: PT Prestasi Pustaka.
_______.(2011). Panduan Lengkap Penelitian Tindakan Kelas, Classroom
Action Research. Jakarta : Prestasi Pustakaraya.
Wardhani, IGAK, et.al.(2007). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Wiriaatmadja, R.(2012). Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : PT
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
3.1.1 Pendekatan Penelitian
Sehubungan dengan masalah yang akan diteliti dalam penelitian
tindakan kelas memerlukan pengamatan dan penelitian yang mendalam,
maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Dipilihnya pendekatan kualitatif dalam penelitian ini didasarkan
pada permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini membutuhkan sejumlah
data lapangan yang sifatnya aktual dan konteksual. Menurut Sukmadinata
(2012:60) Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan
untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas
sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual
maupun kelompok. Data dihimpun dengan pengamatan yang seksama,
mencakup deskripsi dalam konteks yang mendetil disertai catatan-catatan
hasil wawancara yang mendalam, serta hasil analisis dokumen dan
catatan-catatan. Data yang berhasil diperoleh kemudian dikumpulkan dan kemudian
dianalisis. Menurut Margono (1996:36-37) analisis dalam penulisan
kualitatif lebih bersifat deskriptif-analitik yang berarti interpretasi terhadap
Oleh karena penelitian ini bersifat deskriptif, maka penulis lebih
memfokuskan penelitian pada masalah yang aktual untuk memberikan
pemahaman yang berarti sehingga menimbulkan pemikiran-pemikiran yang
kritis.
Penelitian yang menggunakan pendekatan Kualitatif memiliki
karakteristik tersendiri, seperti diungkapkan Sukmadinata (2012:95) di
bawah ini :
a. Kajian naturalistik: melihat situasi nyata yang berubah secara alamiah, terbuka, tidak ada rekayasa pengontrolan variabel.
b. Analisis induktif: mengungkap data khusus, detil, untuk menemukan kategori, dimensi, hubungan penting dan asli, dengan pertanyaan terbuka.
c. Holistik: totalitas fenomena dipahami sebagai sistem yang kompleks, keterkaitan menyeluruh tak dipotong padahal terpisah, sebab-akibat.
d. Data kualitatif: deskripsi rinci-dalam, persepsi-pengalaman orang. e. Hubungan dan persepsi pribadi: hubungan akrab peneliti-informan,
persepsi dan pengalaman pribadi peneliti penting untuk pemahaman fenomena-fenomena.
f. Dinamis: perubahan terjadi terus, lihat desain fleksibel.
g. Orientasi keunikan: tiap situasi khas, pahami sifat khusus dan dalam konteks sosial-historis, analisis silang kasus, hubungan waktu-tempat.
h. Empati netral: subjektif murni, tidak dibuat-buat.
3.2 Metode Penelitian
Metode Penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data penelitiannya. “ ... Variasi metode yang dimaksud
adalah : angket, wawancara, pengamatan atau observasi, tes, dokumentasi”
Sesuai dengan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, maka
metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
penelitian tindakan (Action Research).
Menurut pendapat Rapoport dalam Hopkins (2011:87) :
bahwa penelitian tindakan bertujuan untuk memberikan kontribusi langsung pada problem-problem praktis masyarakat dalam situasi-situasi problematik dan pada tujuan-tujuan ilmu sosial dengan turut berkolaborasi (bersama masyarakat, penj) dalam kerangka etis yang disepakati antar satu sama lain .
Selain pendapat Rapoport ada juga pendapatnya Ebbutt dalam
Riyanto (2001:49) yang menyatakan bahwa Action research “…is about
the systematic study of attemps to improve educational practice by group of
participants by means of their own practical action and by means of their
reflection upon the effects of these actions”.
Hal senada juga diungkapkan oleh Wiriaatmadja (2012:13) yang
mendefinisikan penelitian tindakan kelas adalah bagaimana sekelompok
guru dapat mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran mereka dan
belajar dari pengalaman mereka sendiri.
3.3 Lokasi dan Subyek Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMP Negeri 1
Padalarang yang beralamat di Jl. Kertajaya Desa Kertajaya Kecamatan
Padalarang Kabupaten Bandung Barat. Adapun subjek dalam penelitian ini
adalah kinerja guru IPS dan siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Padalarang
34 orang yang terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 22 siswa perempuan.
Dipilihnya kelas ini sebagai subjek penelitian, didasarkan atas masukan dari
guru mitra, menurut guru mitra kemampuan siswa dalam aspek afektif atau
dalam hal ini tanggung jawab dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh
guru mitra masih kurang. Oleh karena itu peneliti menerapkan model
pembelajaran kooperatif (cooperative learning) tipe Numbered Heads
Together (NHT) untuk meningkatkan tanggung jawab kerjasama siswa pada
mata pelajaran IPS-Sejarah.
3.4 Prosedur Penelitian
Di dalam penelitian tindakan kelas ini, peneliti menggunakan model
Lewin. Menurut Lewin dalam (Arikunto, 2010:131) bahwa penelitian
tindakan kelas terdiri dari 4 komponen pokok yang juga menunjukan
langkah yaitu : perencanaan atau planning; tindakan atau acting;
pengamatan atau observing; dan refleksi atau reflecting. Prosedur penelitian
tindakan kelas ini dilakukan beberapa siklus. Setiap siklus terdiri dari empat
tahapan pelaksanaan penelitian tindakan kelas (PTK). Adapun empat
tahapan yang dimaksud dapat dilihat di bawah ini :
3.4.1 Tahap Perencanaan Tindakan (Planning)
Perencanaan adalah persiapan yang harus dilakukan oleh peneliti
sebelum melakukan penelitian. Hal tersebut menjadi penting karena agar
demikian peneliti dapat membuat perencanaan penelitian yang terencana,
terarah dan sistematis. Dengan demikian ketika peneliti melaksanakan
penelitiannya lebih terarah dan terencana dengan baik.
Perencanaan akan terkait dengan beberapa hal seperti : dimana lokasi
pelaksanaan penelitian serta bagaimana tindakan penelitian tersebut akan
dilakukan. Dalam penelitian ini perencanaan dimulai dengan melakukan
identifikasi masalah pada lokasi yang akan dijadikan tempat penelitian
penulis, selanjutnya dilakukan perencanaan pembelajaran berdasarkan
analisa masalah yang diperoleh dari lokasi penelitian. Adapun beberapa
tahapan pada perencanaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Menentukan kelas yang akan dijadikan sebagai subyek penelitian.
b. Melakukan pengamatan pra-penelitian terhadap kelas yang akan
dilakukan/dijadikan subyek penelitian.
c. Meminta kesediaan guru mata pelajaran IPS-Sejarah untuk menjadi
mitra dalam melakukan penelitian mengamati proses belajar
mengajar (KBM) yang akan dilaksanakan pada kelas yang
dijadikan subyek penelitian.
d. Membuat kesepakatan dengan mitra dalam hal ini guru mata
pelajaran IPS-Sejarah untuk menentukan waktu pelaksanaan
penelitian dimulai.
e. Mendiskusikan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam proses
f. Menyusun silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
yang akan digunakan dalam proses belajar mengajar.
g. Menentukan alat evaluasi untuk mengukur peningkatan tanggung
jawab siswa terhadap mata pelajaran IPS-Sejarah dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT).
h. Membuat alat observasi yang akan digunakan dalam penelitian
pada saat proses belajar mengajar berlangsung untuk melihat
aktivitas siswa pada saat pelaksanaan proses belajar mengajar
dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together (NHT).
i. Mendiskusikan dengan guru mitra mengenai tanggung jawab siswa
dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together (NHT) berdasarkan pengamatan
selama proses penelitian berlangsung.
j. Menyusun rencana untuk untuk mengevaluasi terhadap
kekurangan-kekurangan yang terdapat pada penelitian sebelumnya.
k. Merencanakan pengolahan data yang didapatkan selama penelitian
3.4.2 Tahap Pelaksanaan Tindakan (Action)
Tahapan yang kedua adalah tahapan tindakan, pada tahapan ini
peneliti melaksanakan penelitiannya dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). Tindakan
yang dimaksud di sini adalah tindakan yang dilakukan secara sadar dan
terkendali yang merupakan variasi praktik yang cermat dan bijaksana
(Kunandar, 2011:72).
Tahap pelaksanaan atau kegiatan inti pada proses penelitian ini,
tahapan sangat penting dan memerlukan kerjasama dari berbagai pihak
terkait dalam proses penelitian ini, tindakan dilaksanakan berdasarkan
perencanaan yang telah disusun sebelumnya. Dalam tahap pelaksanaan ini
dilakukan dalam beberapa siklus di mana hasil yang akan diperoleh sudah
menemui titik jenuh. Beberapa tahapan pada proses tindakan (action) ini
adalah sebagai berikut :
a. Pelaksanaan tindakan dalam proses pembelajaran IPS-Sejarah
dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT), pelaksanaannya sesuai dengan silabus dan
rencana pelaksanaan perencanaan pembelajaran (RPP).
b. Menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT) dengan optimal dalam proses pembelajaran
c. Melaksanakan evaluasi untuk melihat tanggung jawab siswa dalam
proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).
d. Menerapkan alat observasi yang digunakan untuk melihat aktivitas
siswa pada saat proses pembelajaran IPS-Sejarah dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together (NHT).
e. Mendiskusikan proses pembelajaran dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)
sesuai dengan pengamatan peneliti.
f. Melakukan evaluasi terhadap kekurangan-kekurangan yang
terdapat dalam proses pembelajaran yang menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).
g. Melakukan pengolahan data yang diperoleh setelah melaksanakan
penelitian.
3.4.3 Pengamatan (Observation)
Tahapan yang ketiga adalah dengan melakukan pengamatan terhadap
proses pelaksanaan kegiatan pembelajaran IPS-Sejarah di kelas yang
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together (NHT). Dalam tahap observasi ini peneliti mengamati perilaku
siswa seperti aktivitas siswa ketika guru sedang berbicara di depan, aktivitas
diatur oleh guru yang bersangkutan sebelumnya. Kemudian dalam kegiatan
observasi ini pun perilaku guru mulai dari masuk ke dalam kelas sampai
dengan pelajaran selesai tidak akan luput dari pengamatan peneliti. Hal ini
sejalan dengan pendapat Sukidin. Menurut Sukidin (2010:125) bahwa data
yang dikumpulkan tidak hanya mengenai data tingkah laku dan tanggapan
siswa, tetapi juga cara guru melakukan tindakan serta situasi kelas.
Menurut Hopkins (2011:141) bahwa sebelum observasi, ada beberapa
masalah yang harus dipertimbangkan dan beberapa keputusan yang perlu
dibuat oleh para partner :
1. Peran Observer di ruang kelas; 2. Konfidensialitas diskusi; 3. Komitmen terhadap program; 4. Waktu dan tempat observasi;
5. Waktu dan tempat review, hal ini seharusnya dilaksanakan sedekat mungkin dengan pelaksanaan observasi (dalam jangka waktu 24 jam); tempat haruslah ruangan dan/ atau linkungan yang kondusif, di dalam dan di luar kelas, dan haruslah nyaman, sediakan waktu minimal 40 menit untuk review;
6. Seberapa sering observasi ini dilaksanakan, hal ini bergantung pada situasi, kondisi, dan waktu yang memungkinkan;
7. Kelas-kelas dan pelajaran-pelajaran apa saja yang akan diobservasi;
8. Apakah ini akan menjadi observasi terfokus atau tidak terfokus; dan
9. Metode-metode observasi yang digunakan.
Adapun langkah-langkah pengamatan yang dilakukan peneliti di
dalam kelas yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together (NHT) adalah sebagai berikut :
a. Pengamatan dilakukan pada kelas VII B SMP Negeri 1 Padalarang
b. Pengamatan mengenai penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe Numbered Heads Together (NHT) terhadap materi yang
dibahas dalam upaya meningkatkan tanggung jawab kerjasama
siswa di kelas.
c. Mengamati kemampuan guru dalam menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).
3.4.4 Tahap Refleksi (Reflection)
Refleksi menurut Sukidin (2010:112) adalah kegiatan mengulas secara
kritis (reflective) tentang perubahan yang terjadi, baik pada siswa, suasana
kelas, maupun guru. Pada tahap ini, guru sebagai peneliti menjawab
pertanyaan mengapa, bagaimana, dan sejauh mana intervensi menghasilkan
perubahan secara signifikan.
Tahap refleksi ini sebagai tahapan melakukan pengkajian ulang
terhadap apa yang telah dilakukan pada proses pelaksanaan penelitian
terhadap subyek penelitian.
Adapun langkah-langkah refleksi yang dilakukan peneliti adalah
sebagai berikut :
a. Peneliti dan guru mitra mengevaluasi proses pembelajaran yang
telah berlangsung dengan menerapkan model pembelajaran
b. Membuat kesimpulan terhadap kegiatan proses pembelajaran yang
telah dilaksanakan, untuk menentukan penelitian selanjutnya
dilanjutkan atau dihentikan.
3.5 Instrumen Penelitian
3.5.1 Catatan Lapangan
Catatan lapangan (field notes) menurut Wiriaatmadja (2012:125)
adalah sumber informasi yang sangat penting dalam penelitian ini yang
dibuat oleh peneliti/mitra peneliti yang melakukan pengamatan atau
observasi. Berbagai aspek pembelajaran di kelas, suasana kelas, pengelolaan
kelas, hubungan interaksi guru dengan siswa, interaksi siswa dengan siswa,
mungkin juga hubungan dengan orang tua siswa, iklim sekolah, leadership
kepala sekolah; demikian pula kegiatan lain dari penelitian ini seperti
aspek orientasi, perencanaan, pelaksanaan, diskusi dan refleksi, semuanya
dapat dibaca kembali dari catatan lapangan ini. Sedangkan menurut Trianto
(2011b:57) bahwa catatan lapangan itu berisi rangkuman seluruh data
lapangan yang terkumpul selama sehari atau periode tertentu yang disusun
berdasarkan catatan pendek, catatan harian, log lapangan, dan juga
mencakup data terkait yang berasal dari dokumen, rekaman, dan catatan
telaah dan pemahaman terhadap situasi sosial yang bersangkutan.
Berdasarkan hasil catatan lapangan tersebut, peneliti dapat
mendiskusikan hasil yang telah dicapai dalam kegiatan belajar mengajar
selanjutnya dan mengecek kebenaran data seperti yang dikemukakan oleh
Hopkins (2011:181) bahwa catatan lapangan merupakan salah satu cara
melaporkan hasil observasi, refleksi, dan reaksi terhadap masalah-masalah
kelas. Idealnya, catatan-catatan ini seharusnya ditulis sesegera mungkin
setelah pelajaran usai meskipun nantinya ia akan menjadi catatan yang
cenderung impresionistik. Jadi, seorang observer harus sesegera mungkin
untuk mencatat setiap kejadian yang dilihat dan didengar olehnya, sehingga
momen-momen aktivitas yang berlangsung di dalam kelas baik itu aktivitas
guru maupun aktivitas siswa-siswinya dapat dideskripsikan secara objektif.
Hal ini untuk mengurangi unsur subjektifitas obsever dalam pembuatan
catatan lapangan tersebut.
Selain itu menurut Hopkins (2011:181) bahwa catatan lapangan ini
dapat berupa catatan yang berisi kesan-kesan umum tentang ruang kelas,
iklimnya, atau peristiwa-peristiwa insidentalnya. Adapun untuk lebih
jelasnya format catatan lapangan tersebut dapat dilihat di bawah ini :
CATATAN LAPANGAN
Pelaksanaan Tindakan : ………
Hari/Tanggal : ………
Waktu : ………
Tempat : ………
Jumlah Siswa : ………
Kompetensi Dasar : ………
Indikator : ………
[image:34.595.128.507.303.744.2]Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Komentar/Temuan Di Lapangan
Tanggal Jam Lokasi Deskripsi
Tabel 3.2 contoh catatan pendek (Trianto, 2011b:56)
[image:35.595.111.526.219.741.2]Tanggal Jam Lokasi Deskripsi
Tabel 3.3 contoh catatan harian (Trianto, 2011b:56)
Tanggal Sebelum Observasi Sesudah Observasi
Tabel 3.4 contoh log lapangan (Trianto, 2011b:56)
Hari/Tanggal : ...
Ditulis Jam : ...
Observer : ...
Kategori Deskripsi
3.5.2 Pedoman wawancara
Wawancara atau interviu menurut Riyanto (2001:82) merupakan
metode pengumpulan data yang menghendaki komunikasi langsung antara
penyelidik dengan subyek atau responden. Dalam interviu biasanya terjadi
tanya jawab sepihak yang dilakukan secara sistematis dan berpijak pada
tujuan penelitian. Pendapat Riyanto di atas senada dengan pendapatnya
Moleong (2012:186) bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud
tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee)
yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Adapun Sukmadinata
(2012:216) berpendapat bahwa wawancara dilaksanakan secara lisan dalam
pertemuan tatap muka secara individual.
Menurut Donald Ary dkk dalam (Riyanto, 2001:82-83) dinyatakan
bahwa ada dua jenis wawancara, yaitu wawancara berstruktur dan
wawancara tidak berstruktur. Dalam wawancara berstruktur pertanyaan dan
alternatif jawaban yang diberikan kepada subyek telah ditetapkan terlebih
dahulu oleh pewawancara. Keuntungannya, jawabannya dapat dengan
mudah dikelompokkan dan dianalisis serta proses interviu lebih terarah dan
sistematis. Kelemahannya, suasana kaku dan terlalu formal serta tidak
memberi kesempatan kepada responden untuk mengemukakan pendapatnya
sehubungan dengan persoalan yang sedang diselidiki. Wawancara tak
berstruktur lebih bersifat informal. Pertanyaan-pertanyaan tentang
diajukan secara bebas kepada subyek. Wawancara jenis ini memang tampak
tampak luas dan biasanya direncanakan agar sesuai dengan subyek dan
suasana pada waktu wawancara dilakukan.
Interviu menurut Esterberg dalam (Sugiyono, 2009:317) yaitu “A
meeting of two persons to exchange information and idea through question
and responses, resulting in communication and joint construction of
meaning about a particular topic”.
Menurut Esterbeg berpendapat bahwa merupakan pertemuan dua
orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat
dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.
Menurut Anggoro (2007:5.17-5.18) faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dalam membuat pedoman wawancara adalah sebagai berikut :
1. Pedoman wawancara yang dikembangkan harus dapat mengumpulkan data yang sesuai dengan tujuan khusus studi. 2. Pedoman terdiri dari serangkaian pertanyaan yang akan ditanyakan
pada saat wawancara, termasuk di dalamnya petunjuk kepada pewawancara apa yang harus dikatakan pada saat awal dan pada saat akhir suatu wawancara.
3. Rumusan pertanyaan bisa berbeda namun tetap mempunyai pengertian yang sama.
4. Urutan dan susunan pertanyaan dapat dikontrol oleh pewawancara. 5. Pedoman sebaiknya membutuhkan seminimum mungkin tulisan
dari pewawancara. Untuk itu pedoman wawancara dapat dikombinasikan dengan penggunaan kaset audio. Jika kedua alat ini digunakan maka tugas pewawancara adalah bertanya sedangkan jawaban responden direkam dalam kaset.
6. Pertanyaan setengah terbuka dengan pendahuluan yang jelas tentang topik yang akan dibicarakan umumnya lebih banyak mendapat tanggapan dari responden dan lebih kecil efeknya dibandingkan dengan pertanyaan pendek dan pertanyaan tertutup atau standar.
pada hakikatnya jawaban mereka sama dan jawaban tersebut dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori.
8. Menanyakan apa kira-kira jawaban atau pendapat teman responden tentang pertanyaan yang diajukan juga dapat meningkatkan jawaban responden.
9. Jika Probing (menggali informasi secara lebih mendalam) memungkinkan untuk diadakan, buatlah daftar pertanyaan probing sehingga semua responden mengalami suasana wawancara yang sama.
Tujuan dari penggunaan wawancara ini adalah untuk memperoleh
gambaran secara langsung dari hasil yang diperoleh dalam pembelajaran
IPS-Sejarah yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together (NHT), dalam rangka meningkatkan tanggung
jawab siswa dalam pembelajaran IPS-Sejarah. Dalam hal ini Hopkins
(2011:190) menyatakan bahwa dalam penelitian kelas, wawancara dapat
berlangsung dalam empat kondisi: ia dapat dilaksanakan antara guru dan
siswa, observer, dan siswa, siswa dan siswa, dan terkadang, guru dan
observer.
3.5.3 Lembar Panduan Observasi
Obsevasi atau pengamatan menurut Sukmadinata (2012:220)
merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan
mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung.
Kegiatan tersebut bisa berkenaan dengan cara guru mengajar, siswa belajar,
kepala sekolah yang sedang memberikan pengarahan, personil bidang
Observasi dapat dilakukan secara partisipatif ataupun nonpartisipatif.
Dalam observasi partisipatif (participatory observation) pengamat ikut serta
dalam kegiatan yang sedang berlangsung, pengamat ikut sebagai peserta
rapat atau peserta pelatihan. Dalam observasi nonpartisipatif
(nonparticipatory observation) pengamat tidak ikut serta dalam kegiatan,
dia hanya berperan mengamati kegiatan. Adapun observasi dalam penelitian
tindakan ini penulis menggunakan observasi nonpartisipatif.
Menurut Hopkins dalam (Wardhani, 2007:2.23-2.24) menyebutkan
ada lima prinsip dasar atau karakteristik kunci observasi, yang secara
singkat dapat dideskripsikan seperti berikut ini :
1. Perencanaan Bersama
Observasi yang baik diawali dengan perencanaan bersama antara
pengamat dengan yang diamati, dalam hal ini antara teman sejawat
yang akan membantu mengamati dengan guru yang akan mengajar.
Perencanaan bersama ini bertujuan untuk membangun rasa saling
percaya dan menyepakati beberapa hal seperti fokus yang akan
diamati, pelajaran yang akan berlangsung, serta aturan lain seperti
berapa lama pengamatan akan berlangsung, bagaimana sikap
pengamat kepada siswa, dan dimana pengamat akan duduk.
2. Fokus
Fokus pengamatan mungkin sangat luas atau umum, tetapi dapat
pula sangat khusus atau spesifik. Fokus yang luas akan
yang bersifat subjektif dalam menafsirkan data, sehingga tidak
akan banyak manfaatnya bagi guru yang diamati, kecuali jika
berbagai hal telah disepakati sebelumnya. Sebaliknya, fokus sempit
atau spesifik akan menghasilkan data yang sangat bermanfaat bagi
pertumbuhan profesional guru.
3. Membangun kriteria
Observasi akan sangat membantu guru, jika kriteria keberhasilan
atau sasaran yang akan dicapai sudah disepakati sebelumnya.
Misalnya, guru menargetkan akan melibatkan minimal 30 orang
dari 35 orang siswanya dalam diskusi kelas. Dengan kriteria seperti
ini, pengamat dapat merekam data yang memang relevan. Atau,
sebelum pengamatan pengamat dan guru menyetujui bahwa
pengamat akan merekam kebermaknaan respons siswa dengan cara
mencatat kemunculannya dan memberi komentar.
4. Keterampilan observasi
Seorang pengamat yang baik memiliki tiga keterampilan, yaitu :
(1) dapat menahan diri untuk tidak terlalu cepet memutuskan dalam
menginterpretasikan satu peristiwa; (2) dapat menciptakan suasana
yang memberi dukungan dan menghindari terjadinya suasana yang
menakutkan guru atau siswa; dan (3) menguasai berbagai teknik
untuk menemukan peristiwa atau interaksi yang tepat untuk
direkam, serta alat/instrumen perekam yang efektif untuk episode
5. Balikan (feedback)
Hasil observasi dapat dimanfaatkan jika ada balikan yang tepat,
yang disajikan dengan memperhatikan hal-hal berikut :
a. Diberikan segera setelah pengamatan, dalam bentuk diskusi.
b. Balikan diberikan berdasarkan data faktual yang direkam
secara cermat dan sistematis.
c. Data diinterpretasikan sesuai dengan kriteria yang sudah
disepakati sebelumnya.
d. Guru yang diamati diberi kesempatan pertama untuk
menafsirkan data.
e. Diskusi mengarah kepada perkembangan strategi untuk
membangun apa yang telah dipelajari.
3.5.4 Foto
Pada penelitian ini, peneliti juga menggunakan foto sebagai alat
perekam terhadap kejadian yang berlangsung pada pelaksanaan tindakan.
Menurut Moleong (2012:160) bahwa foto menghasilkan data deskriptif
yang cukup berharga dan sering digunakan untuk menelaah segi-segi
subjektif dan hasilnya sering dianalisis secara induktif. Jadi, foto yang
dilampirkan dalam penelitian ini adalah salah satu hasil dokumentasi pada
saat proses pembelajaran berlangsung yang bertujuan untuk melengkapi
Hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan foto ini, sebaiknya
guru (peneliti) dan siswa sebagai subyek yang diteliti tidak menyadari
pengambilan foto tersebut, atau paling tidak proses pengambilan gambar ini
jangan sampai mengganggu pembelajaran di kelas pada saat pelaksanaan
penelitian berlangsung. Pengambilan foto dilakukan dengan meminta
bantuan orang lain atau observer ketika pelaksanaan penelitian tindakan
pada kelas mata pelajaran IPS-Sejarah yang sedang menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Togethers (NHT).
3.6 TEKNIK PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
Pengolahan data penelitian tindakan kelas didasarkan atas rancangan
penelitian kualitatif yang dilakukan secara terus menerus dan sistematis oleh
peneliti selama penelitian berlangsung. Adapun analisis dan penafsiran data
merupakan proses yang tidak dapat dipisahkan. Untuk itu, data tersebut
dianalisis secara deskriptif untuk memberi gambaran yang jelas tentang
tahapan pelaksanaan penelitian yang dilaksanakan. Proses tersebut antara
lain bagaimana proses belajar mengajar (PBM) IPS-Sejarah berlangsung
dalam upaya untuk meningkatkan tanggung jawab siswa dengan model
Langkah-langkah yang dilakukan dalam prosedur pengolahan dan
analisis data terdiri dari :
3.6.1 Pengumpulan/Kategorisasi data
Merupakan kegiatan mengumpulkan data yang dilakukan melalui
observasi, wawancara dan dokumentasi. Dalam penelitian ini data yang
diperoleh berdasarkan observasi, wawancara dan dokumentasi proses
pembelajaran IPS-Sejarah dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). Data tersebut kemudian
diproses dan disusun secara lebih sistematis untuk memberi gambaran yang
lebih tajam tentang hasil pengamatan, juga mempermudah peneliti untuk
mencari kembali data yang diperoleh.
3.6.2 Validasi data
Dalam proses pengolahan data agar data yang diperoleh akurat dan
obyektif maka dilakukan validasi data. Merujuk pada Hopkins dalam
(Wiriaatmadja, 2012:168-171) bahwa langkah-langkah validasi diantaranya:
3.6.2.1 Member Check
Member check yakni memeriksa kembali keterangan-keterangan atau
informasi data yang diperoleh selama observasi atau wawancara dari
narasumber, apakah keterangan, informasi, atau penjelasan itu tetap sifatnya
atau tidak berubah sehingga dapat dipastikan keajegannya, dan data itu
terperiksa kebenarannya. Dalam proses ini data yang diperoleh dari guru
3.6.2.2 Triangulasi
Triangulasi yaitu memeriksa kebenaran hipotesis, konstruk, atau
analisis yang anda sendiri timbulkan dengan membandingkan dengan hasil
orang lain, misalnya mitra peneliti lain yang hadir dan menyaksikan situasi
yang sama. Triangulasi menurut Elliot dalam (Wiriaatmadja, 2012:169)
menyatakan bahwa triangulasi dilakukan berdasarkan tiga sudut pandang,
yakni sudut pandang guru, sudut pandang siswa, dan sudut pandang yang
melakukan pengamatan atau observasi/peneliti. Proses triangulasi dilakukan
untuk memeriksa kebenaran data.
3.6.2.3 Expert Opinion
Expert Opinion yaitu pengecekan terakhir terhadap kesahihan temuan
penelitian kepada para pakar yang professional dibidangnya. Dalam
kegiatan ini, peneliti mengkonsultasikan hasil temuan penelitian ini dengan
pembimbing skripsi. Pakar atau pembimbing ini akan memeriksa semua
tahapan penelitian, memberikan arahan atau penghalusan berdasarkan
arahan/opini, pakar atau pembimbing selanjutnya akan memvalidasi
hipotesis, konstruk atau kategori dan pada tahap selanjutnya analisis yang
dilakukan oleh peneliti derajat kepercayaannya akan meningkat.
Setelah melakukan kegiatan validasi menggunakan tiga langkah di
atas, tahap berikutnya adalah proses interpretasi temuan-temuan yang
didapatkan oleh peneliti di lapangan. Hasil interpretasi ini akan sangat
berguna dalam menyusun rencana tindakan selanjutnya dalam menerapkan
kelas. Interpretasi dilakukan dengan cara membandingkan kondisi-kondisi
riil yang terjadi di lapangan dengan ukuran dari suatu pembelajaran
selanjutnya. Di akhir penelitian interpretasi dilakukan kembali secara
menyeluruh sehingga diperoleh sebuah kesimpulan hasil penelitian.
3.6.3 Analisis data
Analisis data kualitatif dilakukan secara terus menerus selama
penelitian. Analisis data kualitatif berupaya untuk melakukan interpretasi
secara kontekstual terhadap kinerja guru, siswa dan pola interaksi belajar
mengajar yang dikembangkan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). Analisis data ini adalah
salah satu faktor penting untuk menguji data yang diperoleh oleh peneliti
berdasarkan data yang diperoleh di lapangan. Setelah tahap analisis data ini
dilakukan, peneliti dapat memberikan jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan penelitian yang dibuat oleh peneliti. Selain itu hasil analisis data
juga dapat dijadikan dasar untuk mengevaluasi sejauhmana penelitian
tersebut berjalan dengan baik dan sesuai dengan harapan. Hal ini sejalan
dengan pendapatnya Sukmadinata (2012:155) bahwa hasil analisis dan
interpretasi data akhirnya digunakan untuk memberikan masukan bagi
perbaikan kegiatan baik bagi kegiatan peneliti sendiri maupun teman satu
tim. Jadi, hasil analisis data dapat dijadikan acuan atau dasar pemikiran bagi
peneliti dan mitra peneliti untuk melakukan penyempurnaan terhadap
rancangan program pembelajaran yang telah dibuat dalam rangka
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang peneliti dapatkan berdasarkan dari penelitian yang
dilakukan peneliti dalam empat siklus terhadap penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) pada mata
pelajaran IPS-Sejarah adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan kesimpulan peneliti bahwa dalam tahap perencanaan
membuat desain pembelajaran IPS-Sejarah ini banyak sekali hal
yang peneliti temukan. Bahwa di dalam tahap perencanaan antara
guru mitra dan peneliti harus menyepakati dan memahami
langkah-langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan pada saat
pelaksanaan penelitian berlangsung. Hal ini untuk meminimalisir
kesalahaan-kesalahan yang terjadi pada saat penelitian
dilaksanakan di dalam kelas. Pembagian tugas di dalam penelitian
pun harus ditentukan dan disepakati bersama pada saat tahap
perencanaan ini. Pemahaman antara guru mitra dan peneliti
terhadap model pembelajaran yang akan diterapkan dalam
penelitian harus disamakan terlebih dahulu persepsinya, sehingga
pada saat penelitian tidak terjadi benturan ataupun ketidaksesuaian
di lapangan. Dalam penelitian ini pun guru mitra dengan peneliti
baru bisa selaras antara perencanaan yang dibuat dengan
pelaksanaan penelitian di dalam kelas terjadi pada saat tindakan
siklus ke-4 dilaksanakan. Hal tersebut bisa terwujud pada saat
tindakan siklus ke-4 dikarenakan koordinasi dan komunikasi yang
dijalin antara guru mitra dengan peneliti sangat baik. Pada saat
setiap tindakan siklus telah selesai dilakukan, peneliti dan guru
mitra melakukan refleksi terhadap kekurangan-kekurangan yang
terjadi pada saat pelaksanaan penelitian dilakukan.
2. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) mengenai
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Togther (NHT) yang telah dilaksanakan selama empat siklus tidak
luput dari berbagai hambatan-hambatan yang ditemui oleh guru
mitra dan peneliti. Adapun hambatan-hambatanya yang ditemui
pada saat pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut :
a. Guru mitra belum terbiasa dalam menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together
(NHT). Sehingga ketika model NHT ini diterapkan di kelas
VII B tidak sesuai dengan langkah-langkah teknik dalam
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together
(NHT).
b. Dikarenakan waktunya yang terbatas ketika model
(NHT) di terapkan, sehingga para siswa tidak leluasa dalam
mengemukakan pendapatnya.
c. Di dalam pembentukan kelompok masih adanya siswa yang
tidak mau masuk kedalam kelompok yang bukan teman
baiknya atau siswa yang merasa kemampuan akademiknya
tinggi tidak mau disatu kelompokan dengan siswa yang
kemampuan akademiknya rendah.
d. Kondisi meja siswa yang ukurannya panjang membuat siswa
kesulitan dalam menata meja kelompoknya masing-masing
dalam upaya untuk menunjang model pembelajaran kooperatif
tipe Numbered Heads Together (NHT) secara optimal.
e. Tanggung jawab siswa secara individu masih terlihat rendah.
Hal ini terlihat pada saat pengerjaan Lembar Kerja Siswa
(LKS) yang diberikan oleh guru mitra ada sebagian kecil siswa
yang masih mengobrol atau bercanda dengan teman satu
kelompoknya.
3. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together (NHT) dapat meningkatkan tanggung jawab kerjasama
siswa hal ini dengan dibuktikan dengan meningkatnya tanggung
jawab individu siswa seperti merapikan kembali bangku dan
mejanya sendiri ketika pembelajaran IPS-Sejarah telah selesai,
menjaga kebersihan kelas tanpa disuruh oleh guru yang
tertib dan tidak gaduh, berani untuk mengemukakan pendapat dan
mengajukan pertanyaan, menghargai pendapat orang lain dan tidak
memotong pembicaraan teman. Selain itu untuk tanggung jawab
siswa secara kelompok seperti : mengerjakan LKS tepat waktu,
saling membantu satu sama lain dalam belajar dan selalu siap
ketika di tunjuk oleh guru mitra untuk mempresentasikan hasil
kerja kelompoknya. Meni